Kitab Musnad karya Ibn Hanbal dianggap sebagai kumpulan hadits paling lengkap dan awal dari kitab-kitab hadits Sunni lainnya. Kitab ini juga mengandung banyak hadits yang menggambarkan keutamaan Ahlul Bayt Nabi, yang tidak terdapat dalam kitab hadits Sunni lainnya.
1. Kitab “Musnad” tulisan dari Ibn Hanbal dianggap sebagai kitab
kumpulan hadits yang paling lengkap dan paling awal dari
kitab-kitab hadits Ahlu Sunnah lainnya. Salah satu ciri yang
paling menarik dari kitab “Musnad” ini ialah di dalam kitab ini
masih ada hadits-hadits yang menggambarkan keutamaan
Ahlul Bayt Nabi—dimana di dalam kitab-kitab kumpulan hadits
Ahlu Sunnah lainnya hadits-hadits seperti ini sudah dibuang.
a
‘y
s
h
2013
2. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 1
Diterbitkan di website www.al-islam.org oleh Ahlul Bayt Digital Islamic
Library Project
Judul asli : Glimpses of Shiism in the Musnad of Ibn Hanbal
Penulis : Dr. Sayyid Kazim Tabataba’i
Penerjemah : Sayyid Ali Shahbaz (Inggris)
Penerjemah : www.islamitucinta.blogspot.com (Indonesia)
Penerbit : Ahlul Bayt World Assembly
3. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 2
DAFTAR ISI :
SEKAPUR SIRIH...............................................................................................................3
ABSTRAK.........................................................................................................................4
Pendahuluan................................................................................................................6
1) Hadits tentang Ayat Peringatan terhadap hubungan kekeluargaan Ali
terhadap Nabi dan pengangkatan Ali sebagai pengemban wasiat Nabi 17
2) Hadits al-Manzilah .............................................................................................19
3) Hadits tentang diturunkannya Abu Bakar sebagai pemimpin haji dan
penunjukkan Imam Ali (as) sebagai orang yang harus menyampaikan
surah Al-Bara’ah........................................................................................................21
4) Hadits tentang Pemakluman Imam ‘Ali sebagai wali Nabi (pemimpin
setelah Nabi)..............................................................................................................23
5) Hadits ats-Tsaqalayn.........................................................................................25
6) Hadits al-Ghadir.................................................................................................26
7) Hadits tentang sahabat Nabi yang menghalang-halangi Nabi ketika
Nabi hendak menuliskan surat wasiat..................................................................28
8) Hadit tentang 3 keutamaan Imam ‘Ali (as) dalam satu hadits...............30
9) Hadits tentang keutamaan Imam ‘Ali (as) menurut Ibn ‘Abbas ............33
10) Hadits tentang arti dari ungkapan “Ahlul Bayt” .....................................38
11) Hadits tentang pertemanan dengan Ahlul Bayt (as)............................41
12) Hadits tentang perbandingan Imam ‘Ali dan Nabi ‘Isa .......................44
13) Hadits tentang Sadaqah itu haram bagi keluarga Nabi......................46
14) Hadits tentang Imam ‘Ali (as) akan menjaga penafsiran isi Al- Qur’an
48
15) Hadits tentang ‘Ammar akan dibunuh oleh para pemberontak.......50
16) Hadits tentang ramalan kesyahidah Imam Husein (as) ........................53
17) Hadits tentang jumlah pemimpin yang hak penerus Nabi ..................55
18) Hadits tentang kedatangan Mahdi (as) ..................................................58
AKHIRUL KALAM .........................................................................................................64
4. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 3
SEKAPUR SIRIH
Kitab “Musnad” tulisan dari Ibn Hanbal dianggap sebagai kitab
kumpulan hadits yang paling lengkap dan paling awal dari kitab-
kitab hadits Ahlu Sunnah lainnya. Salah satu ciri yang paling menarik
dari kitab “Musnad” ini ialah di dalam kitab ini masih ada hadits-
hadits yang menggambarkan keutamaan Ahlul Bayt Nabi—dimana
di dalam kitab-kitab kumpulan hadits Ahlu Sunnah lainnya hadits-
hadits seperti ini sudah dibuang (pen)—dibandingkan dengan kitab
kumpulan hadits lainnya yang ditulis di kalangan Sunni.
Kitab Musnad Ibn Hanbal begitu banyaknya mengulas
permasalahan tentang Ahlul Bayt Nabi hingga mengundang
perhatian dari para orientalis dan para peneliti sejarah dan hadits di
seluruh dunia. Penulis dari artikel1 ini berusaha untuk memfokuskan
diri pada topik-topik seperti tasyayu, Ibn Hanbal, Musnad, ringkasan
hadits-hadits, keutamaan Ahlul Bayt, hadits al-Ghadir, Hadits ats-
Tsaqalayn, dan hadits al-Manzilah.
1
ISLAM ITU CINTA menerjemahkan artikel ini dan merekondisinya sehingga berbentuk buku kecil
(Ebook dalam format pdf). Semoga usaha dari kami ini bisa mempermudah para pembaca yang
hendak meneliti atau sekedar mencari tahu tentang subyek Ahlul Bayt Nabi (pen.)
5. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 4
ABSTRAK
Abu ‘Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Shaybani (166—
241H/780—855M) adalah seorang pendiri madzhab Hambali (atau
Hanbali)—salah satu madzhab Ahlu Sunnah/Sunni; dan kitabnya
yang berjudul al-Musnad 2 dianggap sebagai kitab kumpulan hadits
yang paling lengkap dan paling awal dalam sejarah Islam. Kitab ini
meliputi sebanyak kurang lebih 30,000 buah hadits yang dinisbahkan
kepada Nabi Muhammad. Kitab ini termasuk kedalam sihah al-sittah
(enam kitab sahih) yang diakui oleh kaum Sunni.
Salah satu dari ciri yang paling menonjol dari kitab al-Musnad ini
ialah bahwa kitab ini memberikan ruang yang sangat luar untuk
hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan Ahlul Bayt Nabi—
yang kebanyakan juga diakui kesahihannya oleh kaum Syi’ah.
Dibandingkan dengan kitab-kitab kumpulan hadits lainnya yang
ditulis di kalangan Sunni, kitab Musnad ini lebih banyak mengulas
tentang Ahlul Bayt Nabi sebegitu banyaknya sehingga menarik
perhatian para peneliti hadits dan kaum orientalis2.
Penulis akan memfokuskan diri pada hadits-hadits yang berkenaan
dengan Ahlul Bayt Nabi dan untuk itu kami akan memilih hadits-
hadits dari tumpukan hadits yang begitu banyak. Untuk setiap hadits
yang kami pilih, kami akan berikan ulasan singkatnya apabila
memang diperlukan untuk itu.
2
Orientalis adalah pakar-pakar ahli ketimuran yang mempelajari kebudayaan-kebudayaan dan
agama-agama yang ada di bumi sebelah timur yang meliputi benua Asia. (pen)
6. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 5
Kata-kata kunci yang digunakan dalam artikel ini ialah tasyayu, Ibn
Hanbal3, Musnad4, kumpulan hadits, keutamaan Ahlul Bayt, Hadits
al-Ghadir, Hadits ats-Tsaqalayn, Hadits al-Manzilah.
3
Lebih dikenal dengan nama Ibn Hanbal. Dilahirkan di kota Baghdad atau sebagian menyebutnya
lahir di desa Merv di Khurasan (sekarang ini kota itu ada di Republik Turkmenistan). Ibn Hanbal
mulai mempelajari ilmu hadits pada usia 16 tahun dan ia melakukan perjalanan ke berbagai
tempat untuk mengumpulkan hadits-hadits dari para ulama yang dinisbahkan kepada Nabi
Muhammad (SAW). Diantara para ulama terkenal yang pernah menjadi gurunya yang bisa kita
sebutkan di sini ialah Sufyan bin ‘Uyaynah, ‘Abd al-Razzaq bin Hammam al-San‘ani dan
Muhammad bin Idris al-Shafi‘i (Imam Syafi’i).
Ibn Hanbal meninggalkan banyak sekali karya tulis dan yang paling dikenal orang ialah kumpulan
haditsnya yang disebut dengan al-Musnad. Para penulis biogarafi-nya menuliskan bahwa Ibn
Hanbal ini semasa hidupnya terkenal dengan kekuatan ingatannya (memori), kesabaran dan
keuletannya, kesucian hati dan pikirannya, ketulusannya, keberaniannya, dan kecerdasannya.
Untuk mengenal lebih jauh dari tokoh kita ini; tentang sudut-pandangnya; tentang dasar-dasar
pemikirannya, dll.; anda bisa membaca biografinya yang ditulis oleh seorang ulama kontemporer
(masa kini) yang berasal dari Mesir dan bernama Shaykh Muhammad Abu Zuhrah. Biografi-nya
diberi judul Ibn Hanbal – Hayatuhu wa ‘Asruhu, Ara’uhu wa Fiqhuh (Ibn Hanbal – His Life and
Times, His Views and His Fiqh), Egypt, Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1367H/1947M.
4
MUSNAD (bentuk jamak-nya MASANID) ialah nama yang diberikan untuk menyebutkan sebuah
karya tulis berupa kumpulan hadits yang disusun berdasarkan nama-nama para sahabat Nabi yang
sepeninggal Nabi dianggap sebagai sumber paling utama oleh kaum Sunni. Ada beberapa kitab
yang disusun dan diberinama MUSNAD, akan tetapi MUSNAD-nya Ahmad Ibn Hanbal ini adalah
musnad yang paling dikenal orang.
7. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 6
Pendahuluan
Musnad-nya Ahmad Ibn Hanbal mungkin merupakan salah satu dari
6 kitab hadits yang dianggap paling sahih oleh kaum Muslimin
karena dari keenam penyusun hadits yang menyusun 6 kitab hadits
itu (masing-masing), Ahmad Ibn Hanbal lah yang meninggal lebih
dulu. Ahmad Ibn Hanbal meninggal 15 tahun sebelum Muhammad
bin Isma’il al-Bukhari (meninggal tahun 256H) dan itu menjadikan
Ahmad Ibn Hanbal paling senior dari keenam penyusun hadits itu.
Dan yang paling meninggal belakangan ialah Ahmad bin Shu’ayb
al-Nasa’I yang meninggal 62 tahun (meninggal tahun 303H) sesudah
Ahmad Ibn Hanbal.
Sepanjang sejarah, para ulama Sunni memandang karya Ibn
Hanbal ini sebagai karya yang sangat penting dan memuji-mujinya
setinggi langit. Hafiz Abu Musa Madyani (581H), menuliskan sebagai
berikut:
“Kitab ini adalah sumber referensi yang hebat sekali dan ia
merupakan referensi yang terpercaya bagi para peneliti
hadits. Penulisnya telah menseleksi dari begitu banyak sekali
hadits dan kemudian memilih sejumlah riwayat yang kuat
untuk dijadikan petunjuk dan sumber referensi bagi kita semua
sehingga apabila banyak sekali perbedaan atau perselisihan
yang timbul, kita bisa mengambil petunjuk yang bisa
dipercaya dalam kitab ini karena kitab ini mengandung
riwayat yang sahih.”5
5
Abu Musa al-Madyani, Khasa’is al-Musnad (Risalat ini sudah diterbitkan dan dicantumkan di
awal kitab Musnad-nya Ibn Hanbal oleh Ahmad Muhammad Shakir), halaman 21.
8. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 7
Shams-al-Din Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi (748H),
menuliskan:
“Kitab ini memfokuskan pada hadits-hadits Nabi. Hanya ada
sedikit sekali hadits yang tidak dimasukkan kedalam kitab ini
yang kesahihannya telah diakui ….. Salah satu keunggulan
dari Musnad ini ialah bahwa kita hanya mendapati sedikit
sekali hadits yang masih dianggap tidak sahih.”6
Ibn al-Jazari (833H) malah lebih lebih bersemangat lagi dalam
mengemukakan pendapatnya tentang Ahmad Ibn Hanbal. Ia
berkata:
“Di permukaan bumi ini tidak ada kitab hadits lain yang lebih
baik yang ditulis orang.”7
Ibn Hajar al-‘Asqalani menuliskan di dalam kitabnya Tajrid Zawa’id
al-Musnad al-Bazzaz seperti ini:
“Jika sebuah hadits disebutkan dalam kitab Musnad-nya Ibn
Hanbal, maka kitab-kitab musnad lainnya tidak perlu dituliskan
sebagai sumbernya.”8
Jalal al—Din al-Suyuti9 (849—911H) berkata:
“Bahkan hadits yang dhaif (lemah) yang ada di dalam kitab
itu tetap saja lebih dekat kepada hasan (baik).”10
6
Al-Jazari, Muhammad bin Muhammad, al-Mus‘ad al-Ahmad fi Khatm-i Musnad al-Imam Ahmad,
halaman 39. Risalat ini juga sudah dimasukkan oleh Shakir dalam Kata Pengantar Musnad.
7
Ibid, halaman 28.
8
Maksudnya, hadits-hadits yang dituliskan di dalam Musnad-nya Ibn Hanbal itu begitu sahih-nya
menurut Ibn Hajar al-‘Asqalani hingga tidak perlu lagi menyebutkun sumber-sumber referensi lain
untuk memperkuat kedudukan hadits yang dituliskan di dalam Musnad itu. (pen)
9
Al-Suyuti, Jalal al-Din, Jami‘ al-Ahadith, dikumpulkan dan disusun oleh ‘Abbas Ahmad Saqar dan
Ahmad ‘Abd al-Jawad, diterbitkan dalam 21 volume oleh Dar al-Fikr, Beirut, 1994.
9. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 8
Meskipun kata-kata para ulama di atas terkesan berlebihan, tetapi
kata-kata itu bisa dijadikan pegangan bahwa kitab Musnad karya
Ahmad Ibn Hanbal ini memang memiliki arti yang sangat penting di
dalam masyarakat Muslim Sunni.
Menurut sejarah yang terpercaya, sudah menjadi kebiasaan kaum
Sunni di masa lalu untuk membacakan dan menghapal kitab ini
(kitab Musnad) di hadapan para hadirin yang terdiri dari para
ulama hadits. Pada waktu itu aktifitas seperti ini senantiasa dilakukan
di tempat-tempat yang dianggap suci atau disucikan. Misalnya,
selama kurun waktu pertengahan abad ke-9 Hijriah, kitab Musnad
Ibn Hanbal dibacakan di hadapan Shams al-Din Muhammad bin
Muhammad al-Jazari di dalam Masjid al-Haram di kota Mekah.
Peristiwa ini terjadi di akhir bulan Rabi’ al-Awwal 828H.11 Pada abad
ke-12H (abad ke-18M), sekelompok orang shaleh dari madzhab Ahlu
Sunnah (Sunni) suka berkumpul di pelataran Mesjid Nabi di kota
Madinah untuk membacakan kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal
dalam 56 sesi.12
Akan tetapi yang palin mempesonakan dari kitab Musnad ini
sebenarnya ialah karena kitab ini berisi hadits-hadits yang dasyhat
yang berkenaan dengan kemuliaan Ahlul Bayt Nabi (as). Padahal
kitab-kitab hadits atau masanid atau sihah atau sunan yang lain
seolah-olah mencampakkan hadits-hadits yang ada hubungannya
dengan Ahlul Bayt Nabi dan keutamaan-keutamaannya.
10
Hasan atau baik, istilah ini digunakan oleh para ahli hadits Sunni untuk menggolongkan hadits-
hadits yang tersambung kepada Nabi atau para sahabat Nabi atau generasi setelah para sahabat
Nabi akan tetapi hadits-hadits ini melewati sanad yang lemah ingatannya (tapi bisa dipercaya).
Sebuah hadits bisa juga dikatakan hasan kalau hadits itu disampaikan oleh orang yang bisa
dipercaya akan tetapi hadits itu bertentangan dengan hadits-hadits lainnya.
11
Ibn al-Jazari, al-Mus‘ad al-Ahmad fi khatm Musnad al-Imam Ahmad, halaman 53-55.
12
Al-Muradi, Silk al-Durar, vol. 4, halaman 160.
10. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 9
Ahmad Ibn Hanbal terpaksa harus berurusan dengan otoritas atau
pejabat tinggi di jamannya karena telah meriwayatkan hadits-
hadits tentang keutamaan Ahlul Bayt Nabi (as).13 Rumah Ahmad Ibn
Hanbal digeledah atas perintah sang khalifah yang berkuasa pada
waktu itu—yaitu khalifah Mutawakkil—karena ia dicurigai sebagai
pendukung setia dari kaum Syi’ah (Alawiyyah). 14
Sudah dikenal luas bahwa Ahmad ibn Shu’ayb al-Nasa’i—
pengumpul hadits Sunni terakhir (dari enam pengumpul hadits/sihah
al-sittah) seringkali menggunakan hadits-hadits atau riwayat-riwayat
yang disampaikan oleh Ahmad Ibn Hanbal ketika ia menulis
kitabnya yang terkenal yang berjudul Khasa’is Amir al-Mu’minin ‘Ali
Ibn Abi Thalib.15 Karya beliau inilah yang menggiring dirinya sendiri
menuju kematian.
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari penjelasan panjang di atas
ialah bahwa kitab Musnad itu berisi hadits-hadits yang kebanyakan
13
Pada masa itu (juga sebelumnya dan sesudahnya) periwayatan hadits-hadits yang berisi
keutamaan Ahlul Bayt akan mengundang bahaya. Para pejabat negara akan menganggap ini
sebuah kegiatan subversif. Sementara para ulama memasukkan itu sebagai kegiatan yang sesat
dan menyesatkan. Padahal yang dilakukan ialah hanya pengumpulan, pembacaan, dan
penyampaian hadits-hadits tentang keutamaan keluarga suci Ahlul Bayt Nabi. Sejak kapan kaum
Muslimin alergi terhadap hadits-hadits tentang keluarga Nabi? Mengapa mereka sampai
membencinya? Ini perlu diteliti dan selidiki karena sikap seperti ini masih dipertahankan hingga
sekarang. Orang yang banyak meriwayatkan hadits-hadits dari Ali, Fathimah, Hasan dan Husein
akan dicurigai dan seringpula dibenci. (pen)
14
Tentang tuduhan terhadap Ibn Hanbal—yang dituduh telah memberikan dukungan kepada
kaum Alawiyyah—bisa dilihat di Manaqib al-Imam Ahmad Ibn Hanbal (karya Abu al-Faraj ‘Abd al-
Rahman bin ‘Ali bin al-Jawzi) dengan kata pengantar oleh 'Adil Nuwayhiz, Dar al-Afaq al-Jadidah
Publishers, Beirut, halaman 359-362, 1973.
15
Karya besar al-Nasa’i ini menggiring al-Nasa’i menuju kematian (atau lebih tepatnya
kesyahidan—pen). Dikisahkan bahwa ketika ia dalam sebuah perjalanan menuju kota Damaskus, ia
menyaksikan bahwa orang-orang Syiria pada waktu itu tidak tahu tentang kemuliaan dan
kehebatan figur Imam ‘Ali ibn Abi Thalib. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menulis kitab
tentang keutamaan-keutamaan Amirul Mu’minin Ali Ibn Abi Thalib. Ketika al-Nasa’i membacakan
karyanya itu di sebuah mimbar di sebuah mesjid di kota Damaskus, musuh-musuh keluarga Nabi
menarik al-Nasa’i dari mimbar itu dan kemudian memukulinya dengan keras sekali hingga ia
menderita luka-luka yang sangat berat yang kemudian ia bawa sampai Palestina.
11. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 10
darinya juga diakui dan dianggap sahih oleh kaum Syi’ah. Kitab
Musnad ini begitu berbeda dengan kitab-kitab kumpulan hadits
Ahlu Sunnah (Sunni) lainnya karena di dalamnya terdapat banyak
sekali hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan-
keutamaan Ahlul Bayt Nabi (as). Karena alasan inilah maka para
orientalis dan para peneliti hadits banyak melakukan penelitian
terhadap kitab itu hingga mereka sampai pada sebuah kesimpulan.
Kesimpulan mereka ialah bahwa Muhammad bin Isma’il al-Bukhari
(atau Bukhari) dan Muslim bin Hajjaj al-Qushayri (atau Muslim) terlalu
takut dengan para penguasa Abbasiyyah, sehingga mereka tidak
mau meriwayatkan hadits-hadits yang berisi tentang keutamaan
Ahlul Bayt Nabi (as)—meskipun hadits-hadits itu sangat sahih
menurut kualifikasi mereka. Sedangkan Ahmad Ibn Hanbal adalah
orang yang sangat pemberani. Ia sama sekali tidak menunjukkan
rasa takutnya di hadapan para penguasa Abasiyyah itu. Ahmad Ibn
Hanbal tetap mengumpulkan dan menuliskan hadits-hadits tentang
keutamaan Ahlul Bayt Nabi, meskipun khalifah Abasiyyah benci.16
Ibn Hanbal ternyata tidak hanya menyebut-nyebut keutamaan
Ahlul Bayt itu lewat kitabnya saja (tulisan), melainkan ia juga secara
aktif berbicara (lisan) tentang hal itu dalam berbagai kesempatan
dimana merasa perlu melakukannya. Meskipun Ibn Hanbal itu
menghargai para sahabat Nabi dan menyebutkan bahwa yang
tidak menghargai mereka sebagai orang-orang yang keluar dari
Islam17, akan tetapi Ibn Hanbal sangat menghormati Ahlul Bayt Nabi
dan ia akan membelanya mati-matian dari musuh-musuhnya—
terutama ketika ia harus berhadap-hadapan dengan kekuasaan
Khalifah Al-Mutawakkil yang sangat memusuhi Ahlul Bayt Nabi (as).
Putera Ibn Hanbal—yaitu ‘Abdullah Ibn Ahmad—bercerita:
16
Ahmad Amin, Zuha al-Islam, edisi ke-6, vol, 2, halaman 122-123, diterbitkan oleh Maktabah al-
Nihzat al-Misriyyah, 1961.
17
Ibn al-Jawzi, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, halaman 165.
12. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 11
“Pada suatu ketika, aku sedang duduk-duduk dengan
ayahku. Pada waktu datanglah serombongan orang dari
Karkh (suatu tempat di Baghdad) dan mereka mulai
menginterogasi ayahku. Mereka bertanya tentang Khalifah
Abu Bakar, ‘Umar, Utsman, dan (Imam) ‘Ali (as). Ayahku
mengangkat wajahnya sambil menghadap mereka, ia
berkata: “Wahai kalian! Kalian sudah seringkali berbicara
tentang (Imam) ‘Ali dan kekhilafahan. Ketahuilah bahwa
kekhalifahan itu tidak pernah menghiasi (Imam) ‘Ali melainkan
(Imam) ‘Ali lah yang menghiasi kekhilafahan itu.”
Ibn Abi al-Hadid Mu’tazili (meninggal 655H), mengomentari tentang
kata-kata yang diucapkan oleh Imam Ahmad Ibn Hanbal:18
“Arti dari pernyataan itu ialah bahwa para khalifah lain
menghiasi diri mereka dengan mahkota kekhalifahan dan
mahkota kekhalifahan itu mereka kenakan untuk menutupi
cela dan noda mereka; sementara itu tidak ada cela dan
noda yang ada di wajah (Imam) ‘Ali (as) yang harus ditutupi
oleh mahkota kekhalifahan itu.”19
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal juga mengutip perkataan
ayahnya sebagai berikut:
“Tidak ada hadits yang memiliki rantai sanad (isnad) yang
sahih yang meriwayatkan tentang keutamaan seseorang
kecuali hadits-hadits tentang (Imam) ‘Ali”20
Ia kemudian meneruskan:
18
Ibid.
19
Ibn Abī al-Hadīd, Sharh Nahj al-Balaghah, vol. 1, halaman 17.
20
Ibn al-Jawzi, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, halaman 163.
13. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 12
“Aku kemudian bertanya kepada ayahku siapakah gerangan
para sahabat yang memiliki keutamaan? Beliau menjawab:
‘Kalau berdasarkan kekhalifahan maka itu ialah Abu Bakar,
‘Umar, ‘Utsman yang lebih utama dibandingkan yang lain.”
Kemudian aku bertanya lagi: “Lalu bagaimana dengan
(Imam) ‘Ali? Beliau menjawab: “Wahai anakku! (Imam) ‘Ali bin
Abi Thalib (as) itu berasal dari keluarga yang keutamaannya
tidak ada yang menandingi.”21
Salah satu murid Ibn Hanbal mengisahkan sebagai berikut:
“Kami sedang berada di majelis Ahmad Ibn Hanbal ketika
seseorang datang dan bertanya kepadanya: ‘Ya, Aba
‘Abdillah! Apa pendapatmu tentang sebuah hadits yang
menceritakan bahwa (Imam) ‘Ali (as) pernah berkata: “Aku ini
pembagi neraka”?”
Ibn Hanbal menjawab orang tadi: “Dari sisi apakah kalian ini
meragukan pernyataan tersebut? Bukankah Rasulullah sendiri
pernah bersabda kepada (Imam) ‘Ali (as): “Wahai ‘Ali, tidak
ada orang yang mencintaimu kecuali orang yang beriman;
dan tidak ada orang yang membencimu kecuali orang yang
munafik”
Kami menjawab: “Betul itu, ya Aba ‘Abdillah”
Kemudian Ibn Hanbal kembali bertanya: “Dimanakah kelak
orang-orang beriman itu bermukim?”
Kami menjawab: “Di surga”
Kemudian beliau bertanya kembali: “Dimanakah kelak
tempatnya orang-orang munafik?”
Kami menjawab: “Di neraka”
21
Ibid.
14. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 13
Ibn Hanbal kemudian menjawab: “Kalau begitu sudah jelas.
Ali itu memang pembagi neraka (maksudnya pembagi
antara surga dan neraka—pen)”22
Keyakinan Ibn Hanbal ini sama dengan keyakinan yang dimiliki oleh
gurunya yaitu Imam Syafi’i—yang juga seringkali mencatat dan
menyampaikan keutamaan-keutamaan Imam ‘Ali (as) dan
keturunannya dan menganggap dirinya sendiri sebagai
pengikutnya yang setia. Ketika Ibn Hanbal ditanya tentang perang
antara Imam ‘Ali (as) melawan Mu’awiyyah bin Abi Sufyan, Ibn
Hanbal menjawab diplomatis bahwa mereka berada dalam
kebaikan, akan tetapi kemudian menambahkan bahwa dalam hal
ilmu fikih Imam ‘Ali (as) senantiasa berada dalam kebenaran.23
Ketika Syafi’I dituduh sebagai pengikut Syi’ah (tasyayu) karena telah
menyebutkan bahwa perang antara Imam ‘Ali melawan
Mu’awiyyah dan kaum Khawarij itu adalah perang antara seorang
pemimpin melawan para pemberontak, maka ia menjawab bahwa
diantara para sahabat Nabi itu, Imam ‘Ali (as) adalah pemimpin
pertama yang akan menghadapi hasutan dan pemberontakan.
Jawaban Imam Syafi’I ini juga jelas menunjukkan bahwa beliau
mengelompokkan perang antara Imam Ali melawan Mu’awiyyah
sebagai perang antara seorang pemimpin melawan seorang
22
Abu al-Husayn Muhammad bin Abi Ya‘la, Tabaqat al-Hanabilah, vol. 1, halaman 320, diedit oleh
Muhammad Hamid al-Faqi, Cairo, 1952. Ada satu hal yang menarik dari jawaban yang diberikan
oleh Ibn Hanbal ini. Yang menariknya ialah bahwa jawaban beliau itu sama dengan jawaban yang
diberikan oleh Imam Ja‘far al-Sadiq (as) to Mufazzal bin ‘Umar ketika Mufazzal bertanya tentang
hadits yang sama. Imam ‘Ali bin Musa al-Ridha (as) juga memberikan jawaban yang sama kepada
Khalifah Al-Ma’mun ketika bertanya tentang hadits yang sama; menurut ‘Allamah Majlisi: Bihar al-
Anwar, vol. 39, halaman 193-194, Dar al-Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, Beirut.
Perlu juga diketengahkan di sini bahwa menurut berbagai hadits yang cukup banyak jumlahnya
dikatakan bahwa Imam ‘Ali seringkali berkata: “Aku ini adalah pembagi surga dan neraka.” Bihar
al-Anwar, vol. 39, halaman 199.
23
Ibn al-Jawzi, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, halaman 164.
15. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 14
pemberontak. Jawaban beliau itu tidak serta merta bisa
dikategorikan sebagai sebuah “kesalahan” oleh orang-orang yang
suka mengkritiknya.24 Sebenarnya bagi seorang pengamat yang
jujur dan tidak memihak, fatwa Imam Syafi’I ini (yaitu menempatkan
Mu’awiyyah sebagai seorang pemberontak) bisa diperkuat dengan
sabda Nabi kepada seorang sahabat setianya yaitu ‘Ammar Ibn
Yasir. Nabi bersabda:
“Taqtuluka al-fi’ah al-baghiyah”
(Engkau itu akan dibunuh oleh sekelompok orang yang
memberontak)”25
Tidak ada seorangpun yang bisa membantah bahwa ‘Ammar Ibn
Yasir—ketika sedang berperang dan berada di pihak Imam ‘Ali
(as)—ia dibunuh oleh para pemberontak pimpinan Mu’awiyyah
dalam perang Siffin dan (dengan melihat hadits Nabi tentang
ramalan terbunuhnya ‘Ammar oleh kaum pemberontak) itu
sekaligus menunjukkan bahwa—tanpa diragukan lagi—Mu’awiyyah
itu betul-betul seorang pemberontak.26
Ibn Hanbal itu hidup sejaman dengan empat orang Imam ma’shum
dari keluarga Ahlul Bayt Nabi—yaitu Imam Musa al-Kazim (as), Imam
‘Ali Ibn Musa al-Ridha (as), Imam Muhammad al-Jawad (as), dan
24
Para pengkritik ini sekaligus juga mata-mata para penguasa atau khalifah. Apabila ada seorang
ulama atau ustadz atau orang-orang yang berpengaruh terlihat mencintai dan mendukung
keluarga ‘Ali atau Ahlul Bayt Nabi, maka orang yang bersangkutan bisa langsung diciduk dan
dimasukkan kedalam penjara atau dibunuh seperti yang terjadi dengan Al-Nasa’i (pen)
25
Kata Baghi digunakan untuk menggambarkan seseorang atau sekelompok orang yang berada
dalam kesalahan atau sedang memiliki niat jahat untuk memberontak melawan seorang
pemimpin yang adil. Menurut para ulama dan para imam madzhab orang yang baghi itu bisa
dikatakan sebagai orang yang kafir. Lihat: Al-Miqdad bin ‘Abdullah al-Suyuri, Kanzal-‘Irfan fi fiqh al-
Qur’an, diedit oleh Muhammad Baqir Behbudi, al-Maktabah al-Murtazawiyyah, vol. 1, halaman
386, Tehran 1384 AH.
26
Untuk lebih rinci anda bisa lihat kitabnya Shaykh Muhammad Abu Zuhrah, Ibn Hanbal: Hayatuhu
wa ‘Asruhu, Ara’uhu wa Fiqhuh, halaman 148-149.
16. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 15
Imam ‘Ali al-Hadi (as). Penulis kitab Rawzat al-Jannat menceritakan
dari Daylami’s Irshad al-Qulub bahwa Ahmad Ibn Hanbal itu pernah
menjadi murid setia dari Imam al-Kazim (as).27 Sedangkan Syaikh al-
Ta’ifah Tusi berpendapat bahwa Ibn Hanbal itu pernah juga menjadi
murid dari Imam al-Ridha (as).28 Seorang peneliti kontemporer
menyebutkan bahwa ada hubungan yang intens antara Ibn Hanbal
dan para Imam Syi’ah. Ia menuliskan bahwa Ahmad Ibn Hanbal itu
ternyata belajar para orang-orang yang terkenal sebagai pengikut
setia madzhab Imam Ja’far as-Sadiq (as), dan oleh karena itulah Ibn
Hanbal seringkali menjadi sasaran kritik dan ejekan dari orang-orang
yang memusuhi Syi’ah.29
Dengan melihat fakta-fakta di atas, maka pantas saja kalau Ahmad
Ibn Hanbal itu seringkali memasukkan hadits-hadits tentang
kemuliaan dan keutamaan Ahlul Bayt Nabi karena ternyata dalam
kehidupan kesehariannya Ibn Hanbal berada di bawah pengaruh
para Imam suci Ahlul Bayt Nabi dan juga para murid setia dari
Imam-imam itu. Selain itu, Ibn Hanbal memang juga dikenal sebagai
orang pemberani dan jujur. Keberanian dan kejujuran itu
membuatnya tidak segan-segan memasukkan hadits-hadits tentang
kemuliaan dan keutamaan Ahlul Bayt Nabi walaupun tekanan para
penguasa di bawah kekuasaan khalifah yang dzalim itu sangat
27
Muhammad Baqir al-Musawi al-Khwansari, Rawzat al-Jannat, vol. 1, halaman 187, Maktabah
Isma‘iliyan, Tehran, 1390 AH.
28
Al-Tusi, Muhammad bin al-Hasan, al-Rijal, halaman 367, diedit oleh Muhammad Sadiq Al-i Bahr
al-‘Ulum, edisi pertama, Najaf, 1381/1961. Juga lihat: Sayyid Abu al-Qasim al-Khu’i: Mu‘jam Rijal
al-Hadith, vol. 2, halaman 260, edisi ke-3, Dar al-Zahra’, Beirut, 1403/1983.
29
Asad Haydar, al-Imam al-Sadiq wa al-Madhahib al-Arba‘ah, vol. 2, halaman 503-506, edisi ke-2,
Dar al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1392/1971. Penulis kitab itu menuliskan nama-nama orang yang
pernah menjadi guru dari Ibn Hanbal (yang menurutnya, orang-orang itu memiliki kecenderungan
kuat kepada madzhab Syi’ah/Ahlul Bayt Nabi), akan tetapi sebuah ulasan tentang para perawi
hadits Syi’ah dalam kitab Mu‘jam Rijal al-Hadith—karangan Sayyid al-Khui—menunjukkan bahwa
Ahmad Ibn Hanbal tidak meriwayatkan hadits-hadits yang ada dalam kitab-kitab hadits dari
kalangan Syi’ah.
17. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 16
berat dan membuat orang-orang yang hidup di jaman itu berpikir
ribuan kali untuk menyampaikan hadits-hadits seperti itu.
Hadits-hadits tentan keutamaan Ahlul Bayt yang dikumpulkan oleh
Ibn Hanbal ini begitu menarik perhatiannya sehingga salah seorang
ulama kontemporer mengumpulkannya dalam sebuah karya ekslusif
yang diberi-judul Musnad al-Manaqib.30
Di dalam buku ini, penulis telah memilih beberapa hadits dari kitab
Musnad dan kemudian melengkapinya dengan beberapa catatan
dan penjelasan singkat.
30
Ustadi, Ridha’, Musnad al-Ridha’ (as) in 40 artikel, halaman 154, edisi pertama, diterbitkan oleh
Kitab-Khaneh Ayatullah Mar‘ashi Najafi, Qum, 1413/1371.
18. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 17
1) Hadits tentang Ayat Peringatan terhadap hubungan
kekeluargaan Ali terhadap Nabi dan pengangkatan Ali
sebagai pengemban wasiat Nabi
Ahmad Ibn Hanbal berkata:
“Aswad bin ‘Amir has meriwayatkan untuk kita dari Sharik dari
A‘mash dari Minhal dari ‘Abdullah bin Asadi, bahwa (Imam)
‘Ali (as) pernah bersabda:
“Ketika ayat “Dan berilah peringatan kepada kerabat-
kerabatmu yang terdekat” (QS. Asy-Syu’araa: 214) diturunkan,
Rasulullah segera mengumpulkan saudara dan handai
tolannya dan menjamu mereka makan malam. Setelah
perjamuan selesai, Rasulullah bersabda:
“Siapakah diantara kalian yang mau menjamin hutang-
hutangku dan bersedia untuk berbakti kepadaku agar
ia nanti kelak berada bersamaku di surga dan juga
menjadi wali (penerus kepemimpinanku) diantara
keluargaku.”
Seseorang yang namanya tidak disebutkan oleh Shurayk
menjawab:
“Ya, Rasulullah. Engkau itu seperti lautan31, siapakah
gerangan yang bisa mengemban tugas ini”
31
Kalimat itu mengandung sebuah ungkapan: engkau laksana lautan, artinya seseorang yang
memiliki kemurah-hatian dan kedermawanan yang tinggi. Jadi orang itu mengibaratkan kemurah-
hatian dan kedermawanan Rasulullah seperti lautan yang luas. LIHAT penjelasan dari Ahmad
Shakir di catatan pinggir hadits dalam kitabnya.
19. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 18
Rasulullah mengulangi pernyataannya itu kepada sanak
keluarganya, dan (Imam) ‘Ali kemudian menjawab:
“Aku, ya Rasulullah! Aku yang akan mengambil
tanggung-jawab itu.”32
Ahmad Muhammad Shakir—yang memberikan keterangan untuk
hadits-hadits dalam kitab Musnad—telah menyebutkan satu demi
satu isnad dari hadits ini dan meyimpulkannya sebagai hasan.
Hadits-hadits lainnya yang menggambarkan kejadian yang sama
(yaitu kejadian dimana Rasulullah menjamu makan malam sanak
keluarganya dan kemudian meminta mereka menjadi penolongnya
atau wakilnya dan kemudian ‘Ali menyatakan kesanggupannya)
menggambarkan kejadian ini dengan lebih rinci lagi; dan hadits-
hadits itu berisi pernyataan dari Imam Ali (as) seperti yang terdapat
dalam hadits nomor 1371 di dalam kitab Musnad (vol. 2, halaman
352—353) dan pemberi keterangan dari hadits itu menyatakan
bahwa hadits itu memiliki isnad yang sahih.
32
2. Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, diberi keterangan oleh Ahmad Muhammad Shakir in 15
volumes, Dar al-Ma‘arif, Cairo, 1949-1958, hadits no. 883.
20. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 19
2) Hadits al-Manzilah
Pada tahun 9H, Nabi bersiap-siap untuk menjalankan sebuah
ekspedisi melawan tentara Romawi dan—menurut Shaykh Mufid
dan Syaykh Tusi—karena Rasulullah khawatir akan niat-niat jahat dari
musuh-musuhnya, maka beliau memberitahu Imam ‘Ali (as):
“Madinah jangan dibiarkan kosong. Jangan tinggalkan
Madinah tanpa aku atau tanpa engkau.”
Rasulullah dengan segera dan tanpa berpikir panjang langsung
menempatkan Imam ‘Ali (as) untuk bertugas menjaga kota
Madinah sebelum ekspedisi yang dipimpin oleh Rasulullah itu
meninggalkan kota Madinah untuk menuju Tabuk. Sebagian dari
para sahabat Nabi yang kurang beriman atau munafik mencoba
untuk menebarkan keraguan terhadap kepemimpinan Imam ‘Ali
yang masih muda pada waktu itu. Dan untuk memerangi keraguan
itu, Rasulullah menyebutkan bahwa kedudukan Ali terhadap dirinya
ialah seperti kedudukan Harun (as) terhadap Musa (as).
Kata-kata Rasulullah yang menyejajarkan dirinya dengan ‘Ali seperti
Musa dan Harun (as) dikenal sebagai Hadits Manzilah di kalangan
para ulama. Ibn Hanbal mencatat Hadits Manzilah ini sebanyak 20
kali melalui rantai sanad yang berbeda-beda, melewati beberapa
sahabat Nabi termasuk Jabir bin ‘Abdullah al-Ansari, Asma’ bint
‘Umays, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abi Sa‘id al-Khidri dan Sa‘d bin Abi
Waqqas.33
33
Hamdi ‘Abd al-Majid al-Salafi, Murshid al-Muhtar, vol. 1, halaman 239, edisi ke-2, Beirut,
1407/1987.
21. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 20
Nama sahabat Nabi yang terakhir disebutkan di atas malah
meriwayatkan hadits yang sama sebanyak 10 kali dan salah satu
versinya adalah sebagai berikut:
“Abi Ahmad Zubayri mengutip dari ‘Abdullah bin Habib bin
Abi Thabit dari Hamzah bin ‘Abdullah dari ayahnya dan dari
Sa’d (bin Abi Waqqas) yang menceritakan hadits ini kepada
kami, ia berkata:
“Ketika Rasulullah hendak meninggalkan kota Madinah
untuk pergi ke Tabuk, beliau menempatkan (Imam) ‘Ali
(as) sebagai wakilnya di kota Madinah. (Imam) ‘Ali (as)
bertanya kepada Rasulullah:
“Apakah engkau hendak memilihku sebagai wakilmu?”
Rasulullah menjawab:
“Apakah engkau tidak bahagia kalau kedudukanmu itu
terhadapku seperti kedudukan Harun terhadap Musa,
kecuali tidak ada Nabi lagi setelahku?”34
Ahmad Shakir menyebutkan bahwa isnad dari hadits ini termasuk
hasan.
34
Al-Musnad, hadits no. 1600 (Ahmad Shakir).
22. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 21
3) Hadits tentang diturunkannya Abu Bakar sebagai pemimpin
haji dan penunjukkan Imam Ali (as) sebagai orang yang
harus menyampaikan surah Al-Bara’ah
Ibn Hanbal menceritakan sebuah peristiwa yang terjadi pada bulan
Dzulhijjah, tahun 9H:
“Waki’ telah menceritakan kepada kita dari Isra’il dari Abi
Ishaq dari Zayd bin Yuthay’ dari Abu Bakar:
“Rasulullah mengirimnya (Abu Bakar) untuk
menyampaikan surah Al-Bara’ah kepada orang-orang
Mekah sambil memaklumkan bahwa setelah tahun ini
tidak boleh ada orang musyrik yang melakukan ibadah
hajji; tidak boleh bertawaf sambil telanjang bulat; tidak
boleh memasuki surga kecuali orang itu telah menjadi
Muslim. Barangsiapa yang memiliki perjanjian dengan
Rasulullah, maka perjanjian itu tetap berlaku hingga
waktu yang telah disepakati bersama; dan Allah serta
RasulNya terbebas dari setiap kewajiban terhadap
orang-orang Musyrik. Setelah itu, Rasulullah
memberitahu (Imam) ‘Ali (as):
“Gantilah Abu Bakar (dengan dirimu) dan pulangkan
dia kepadaku dan engkau sendiri yang akan
mengumumkan (surah itu kepada orang Mekah).”
(Imam) ‘Ali (as) melakukan seperti yang diperintahkan
kepadanya dan ketika Abu Bakar kembali kepada
Nabi, ia menangis dan berkata:
“Ya, Rasulullah, apakah telah terjadi sesuatu (hingga
aku harus dipulangkan dan diganti ‘Ali)?”
23. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 22
Rasulullah menjawab:
“Tidak. Tidak ada sesuatu yang buruk terjadi hanya aku
telah diperintahkan (oleh Allah) bahwa ini (perintah
mengumumkan surah Al-Bara’ah) harus disampaikan
olehku sendiri atau oleh seseorang yang berasal
dariku.”35
Ahmad Shakir, pemberi catatan dari kitab Musnad menyebutkan
bahwa isnad dari hadits ini termasuk sahih dan juga mengatakan
bahwa Zayd bin Yuthay’ adalah orang yang sangat terpercaya dan
termasuk kaum Muslimin generasi pertama setelah wafatnya Nabi
dan nama dari ayahnya disebutkan sebagai “Uthay”.
Habashi bin Junadah al-Suluki yang juga ikut bersama Nabi dalam
peristiwa Haji wada’ (Haji Perpisahan) telah mencatat sebanyak 4
hadits dengan redaksi kata-kata yang sama dalam Musnad-nya
yang memperkuat riwayat yang disampaikan oleh Ibn Hanbal.
Habashi mengutip dari Abu Bakar yang menyebutkan bahwa
Rasulullah (SAW) pernah bersabda:
“Ali itu dariku dan aku darinya. Kata-kataku (titahku) tidak
akan disampaikan kepada orang lain kecuali olehku atau
oleh ‘Ali”36
35
Al-Musnad, hadits no. 4.
36
Ibn Hanbal, Musnad, diterbitkan dalam 6 volume oleh Matba‘ah al-Maymaniyyah, vol. 4,
halaman 164-165, edisi ke-1, Egypt, 1313 AH.
24. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 23
4) Hadits tentang Pemakluman Imam ‘Ali sebagai wali Nabi
(pemimpin setelah Nabi)
Ahmad Ibn Hanbal berkata:
“Burayrah (Aslami) telah meriwayatkan:
“Rasulullah (SAW) mengutus dua pasukan ke arah
Yaman: pasukan yang satu dipimpin oleh (Imam) ‘Ali
(as) dan pasukan yang lain dipimpin oleh Khalid bin
Walid dengan perintah bahwa kalau dua pasukan itu
nanti harus bersatu, maka pasukan itu harus di bawah
perintah komando (Imam) ‘Ali (as), dan kalau pasukan
itu berpisah, maka kedua pasukan itu akan dipimpin
oleh komandan pasukan yang berbeda.”
“Kami, pasukan kaum Muslimin, bertemu dengan suku
Bani Zayd dari Yaman dan kemudian kami bertempur
melawan mereka dan akhirnya kami dapat
mengalahkan orang-orang sesat itu. Ketika kaum
lelakinya yang bertempur di pihak mereka mati semua,
keluarga-keluarganya menyerah dan diantara para
tawanan itu, (Imam) ‘Ali (as) memilih salah seorang
budak bagi dirinya sendiri.”
Burayray melanjutkan:
“Khalid bin Walid mengutusku untuk bertemu dengan
Nabi dan menyerahkan sepucuk surat darinya untuk
memberitahu beliau tentang hal ini. Aku menyerahkan
surat itu kepada Rasulullah dan setelah ia selesai
membaca surat itu, aku lihat wajahnya memperlihatkan
kemarahan.”
25. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 24
Kemudian aku berkata kepadanya:
“Ya, Rasulullah. Engkau mengirimku bersama seorang
laki-laki dan engkau memerintahkan aku untuk
mematuhi laki-laki itu. Aku melaksanakan semua
perintahmu itu; apapun yang aku harus lakukan, aku
lakukan.”
Rasulullah kemudian menjawab:
“La taqa‘ fi ‘Aliyyin fa innahu minni wa ana minhu wa
huwa waliyyukum ba‘di wa innahu minni wa ana minhu
wa huwa waliyyukum ba‘di”
(Jangan mencari kesalahan dari ‘Ali. Ia itu berasal
dariku dan aku berasal darinya; ia itu pemimpin kalian
setelah aku. Ia berasal dariku dan aku berasal darinya,
ia itu pemimpin kalian setelah aku)”37
37
Ibn Hanbal, Musnad, vol. 5, halaman 356, Matba‘ah al-Maymaniyyah.
26. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 25
5) Hadits ats-Tsaqalayn
Ahmad Ibn Hanbal berkata:
“Aswad bin ‘Amir meriwayatkan dari Abi Isra’il—Isma’il bin
Ishaq Malaie, dari ‘Atiyyah dari Abi Sa’id yang mengutip
Rasulullah yang bersabda:
“Inni tarikun fikum al-thaqalayn, ahaduhuma akbaru min al-
akhar, Kitaballah hablun mamdudun min al-sama’-i ila al-arz
wa ‘itrati Ahl-i Bayti, wa annahuma lan yaftaraqa hatta yarida
‘alayya al-hawz”
(Aku tinggalkan diantara kalian dua perkara yang paling
berharga—salah satunya lebih besar dari yang lainnya—yaitu
Kitabullah yang merupakan tali yang terulur dari langit ke
bumi dan keturunanku, Ahlul Bayt-ku. Dan keduanya tidak
akan berpisah satu sama lainnya hingga mereka berdua
kembali kepadaku di telaga (telaga al-Kautsar di surga))38
38
Ibid, vol. 3, halaman 14. Hadits Ats-Tsqalayn ini telah dicatat secara ekstensif di dalam kitab Al-
Musnad, misalnya seperti hadits-hadits berikut: vol. 3, halaman 17, 26, 59; juga vol. 4, halaman
367; juga vol. 5, halaman 181, 189, 190.
27. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 26
6) Hadits al-Ghadir
Ahmad Ibn Hanbal berkata:
“‘Abdullah bin Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Hakim Awdi
dari Sharik dari Abi Ishaq dari Sa‘id bin Wahab and Zayd bin
Yuyhay‘ dimana keduanya meriwayatkan:
“(Imam) ‘Ali (as) mengeluh dan berkata kepada orang-
orang di Rahbah, sebagai berikut:
“Semua orang yang pernah mendengar kata-kata
Rasulullah di Ghadir Khum saya persilahkan untuk
berdiri”
Periwayat melanjutkan cerita:
“Ada enam orang atas nama Sa’id dan enam orang
atas nama Zayd berdiri dan bersaksi bahwa mereka
memang pernah mendengar Rasulullah bersabda
pada hari Ghadir sebagai berikut:
“A laysa Allahu awla bi al-mu’minin? Qalu: Bala. Qala:
Allahumma man kuntu mawlah fa ‘Aliyyun mawlah.
Allahumma wali man walah wa ‘adi man ‘adah”
(Bukankah Allah itu Mahakuasa atas kalian semua,
wahai kaum Mukminin? Mereka menjawab: “Betul, ya
Rasulullah!” Kemudian RasululIah melanjutkan: “Ya
Allah! Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya,
maka Ali adalah pemimpinnya. Ya, Allah! Jadikanlah ia
28. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 27
pecintaMu orang yang mencintainya; dan jadikanlah ia
musuhMu, orang yang memusuhinya)”39
Ibn Hanbal telah mencatat peristiwa Al-Ghadir ini sebanyak 30 kali di
dalam kitab Musnad-nya melalui beberapa rantai isnad (perawi
atau penyampai hadits) yang berbeda; melalui kurang lebih 10
orang sahabat Nabi yang berbeda.40
Versi hadits Al-Ghadir yang dituliskan di atas itu diambil dari catatan
puteranya Ibn Hanbal, Abdullah, yang memberikan catatan di
dalam karya ayahandanya. Ahmad Shakir, pembuat catatan
dalam kitab Musnad menyebutkan bahwa isnad dari hadits itu
sangat sahih dan menyebutkan salah seorang isnad-nya yang
bernama Sa’id bin Wahab Khaywani sebagai orang yang sangat
bisa dipercaya dan ia termasuk kedalam kaum Muslimin golongan
pertama setelah wafatnya Rasulullah.41
39
Al-Musnad, hadits no. 950 (Ahmad Shakir).
40
Al-Salafi, Murshid al-Muhtar, vol. 3, halaman 156-157.
41
Penjelasan Ahmad Shakir atas Hadits al-Ghadir.
29. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 28
7) Hadits tentang sahabat Nabi yang menghalang-halangi Nabi
ketika Nabi hendak menuliskan surat wasiat
Ahmad Ibn Hanbal berkata:
“Wahab bin Jarir meriwayatkan dari ayahnya dari Yunus dari
Zuhari dari ‘Ubaydullah bahwa ‘Abdullah bin ‘Abbas
meriwayatkan sebuah hadits kepada kami bahwa Rasulullah
pernah bersabda pada hari-hari terakhir kehidupannya
sebagai berikut:
“Kemarilah mendekat, akan aku tuliskan untuk kalian
sebuah surat supaya kalian tidak tersesat
sepeninggalku.”
Beberapa orang sahabat Nabi termasuk ‘Umar bin
Khattab hadir di sana dan ‘Umar berkata dengan keras
kepada yang hadir di sana:
“Penyakit sudah menguasai Rasulullah. Al-Qur’an sudah
ada bersama kalian dan cukuplah Kitabullah bersama
kita.”
Orang-orang yang berkumpul di sana bertengkar satu
sama lainnya atas perkara ini; beberapa diantara
mereka ikut berteriak-teriak mengulangi perkataan
‘Umar dan sebagian lainnya menyalahkan ‘Umar sambil
berkata:
“Dengarkanlah (Rasulullah), supaya Rasulullah bisa
menuliskan untuk kalian.”
30. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 29
Karena suara makin meninggi dan makin ribut dan
pertengkaran makin sengit, Rasulullah merasa sedih dan
menderita dan kemudian menyuruh mereka keluar:
“Keluarlah kalian semua dan jangan ada di
hadapanku.”
Ibn ‘Abbas menambahkan:
“Tragedi yang besar. Sungguh itu tragedi yang besar.
Dengan pertengkaran mereka dan kegaduhan
mereka, mereka telah menghalang-halangi Rasulullah
sehingga Rasulullah tidak jadi menuliskan surat
wasiatnya bagi mereka.”42
Ahmad Shakir menjelaskan bahwa isnad dari hadits ini sangat
sahih.43 Ia menuliskan:
“Hadits ini sudah ditulis beberapa kali dalam kitab ini (Musnad)
dengan kata-kata yang sama atau dengan versi yang lebih
singkat di berbagai tempat.”44
42
Al-Musnad, hadits no. 2992 (Ahmad Shakir)
43
Catatan kaki dari hadits yang sama.
44
Al-Musnad, hadits no. 2676 & 31111; juga lihat Musnad, Matba‘ah al-Maymaniyyah, vol. 3,
halaman 346 (Musnad Jabir bin ‘Abdullah al-Ansari).
31. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 30
8) Hadit tentang 3 keutamaan Imam ‘Ali (as) dalam satu hadits
Ahmad Ibn Hanbal berkata:
“Qutaybah bin Sa‘id meriwayatkan kepada kami dari Hatam
bin Isma‘il dari Bukayr bin Mismar dari ‘Amir bin Sa‘d dari
ayahnya (Sa‘d bin Abi Waqqas) yang meriwayatkan hadits ini
ketika Rasulullah hendak pergi dalam sebuah misi dan
meminta (Imam) ‘Ali (as) untuk tinggal (di dalam kota) di
tempatnya. (Imam) ‘Ali (as) bertanya kepada Rasulullah:
“Ya, Rasulullah! Mengapa engkau meninggalkan aku
sendirian bersama kaum wanita dan anak-anak?”
Aku dengar Rasulullah menjawab pertanyaan (Imam) ‘Ali (as):
“Ya ‘Ali ama tarza ‘an takuna minni bi manzilati Harun min
Musa illa annahu la nabiyya ba‘di”
(“Ya, ‘Ali! Apakah engkau tidak senang bahwa
kedudukanmu itu terhadapku seperti kedudukan Harun
terhadap Musa, hanya setelahku tidak ada lagi kenabian
yang datang?”)
(Sa’d bin Abi Waqqas berkata) aku juga mendengar
(Rasulullah bicara) pada hari Khaybar:
“La-u‘tiyanna al-rayah rajulan yuhibbu Allaha wa Rasulahu wa
yuhibbuhu Allahu wa Rasuluh”
(“Aku hendak memberikan panji ini kepada seseorang yang
mencintai Allah dan Nabi-Nya; dan ia juga dicintai oleh Allah
dan Nabi-Nya”)
32. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 31
Kami semua serentak memanjangkan leher kami untuk
melihat lebih jelas siapakah yang dimaksud itu. Rasulullah
kemudian bersabda:
“Panggilah ‘Ali dan datangkan kepadaku”
Para sahabat—demi mendengar perintah Nabi ini—serentak
beranjak untuk membawa ‘Ali ke hadapan Rasulullah. Imam
‘Ali datang dengan kedua matanya bengkak dan merah. Ia
sedang mengidap penyakit mata pada waktu itu. Rasulullah
menggosok-gosok kedua mata ‘Ali dengan air ludah yang
dikeluarkannya dari mulut sucinya. Kemudian Rasulullah
memberikan panji itu kepada ‘Ali dengan kedua tangannya.
Dengan tangan Imam ‘Ali Allah menaklukan benteng
Khaybar untuk kaum Muslimin.
Dan ketika ayat “……."Marilah kita memanggil anak-anak
kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu,
diri kami dan diri kamu……….” (QS. Ali Imran: 61) diturunkan,
Rasulullah memanggil ‘Ali (as), Fathimah (as), Hasan (as), dan
Husain (as) dan kemudian bersabda:
“Allahumma haula’i ahli (Ya, Allah inilah keluargaku)”45
Pemberi catatan dari kitab Musnad memasukkan hadits ini
kedalam kelompok sahih dan untuk itu ia menuliskan:
“Hadits ini juga dicatat melalui Qutaybah dengan rantai
sanad yang sama oleh Muslim dan Tirmidzi di dalam kitab-
kitab mereka. Di awal hadits ini, disebutkan di dalam dua
kitab (Sahih Muslim dan Sahih Tirmidzi) bahwa Mu’awiyyah
(bin Abi Sufyan) memerintahkan Sa’d (bin Abi Waqqas) untuk
mengutuk (Imam) ‘Ali (as). Ia berkata:
45
Al-Musnad, hadits no. 1608 (Ahmad Shakir).
33. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 32
“Apa yang menghalangimu untuk mengutuk Abu Turab46?
Sa’d kemudian menjawab:
“Aku teringat 3 hal yang Rasulullah telah katakan tentang
(Imam) ‘Ali (as) dan oleh karena itu aku tidak akan mau
mengutuknya. Seandainya aku memiliki satu saja dari 3
keutamaan yang dimilikinya, maka aku akan anggap itu lebih
baik daripada memiliki unta-unta berambut merah.”
Kemudian ia menyebutkan satu per satu keutamaan (dari
Imam ‘Ali) di hadapan Mu’awiyyah seperti dipaparkan di
atas.47
46
Abu Turab, salah satu julukan Imam ‘Ali.
47
Muslim bin Hajjaj, al-Jami‘ al-Sahih, vol. 2, halaman 236-237, Bulaq Press, Cairo, 1290 AH;
Muhammad bin ‘Isa Tirmidhi: al-Sunan (al-Jami‘ al-Sahih), vol. 4, halaman 329-330, dicetak di
India, 1328.
34. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 33
9) Hadits tentang keutamaan Imam ‘Ali (as) menurut Ibn ‘Abbas
Ahmad Ibn Hanbal berkata:
“Yahya bin Hammad meriwayatkan kepada kita dari Abi
‘Awwanah dari Abi Balj dari ‘Amr bin Maymunah yang
meriwayatkan hadits ini. Ia mengatakan:
“Aku sedang duduk bersama (‘Abdullah) bin ‘Abbas ketika
ada sembilan orang mendatanginya dan berkata
kepadanya:
“Engkau boleh pilih: engkau sendiri yang bangun dan pergi
dengan kami atau engkau tinggalkan tempat ini”
Ibn ‘Abbas—yang pada waktu itu masih bisa melihat dan
belum kehilangan penglihatannya—menjawab:
“Aku akan pergi bersama kalian”
Mereka berbicara Ibn ‘Abbas dalam nada yang rendah dan
kami tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Ibn
‘Abbas kemudian kembali ke tempatnya dan sambil
membersihkan pakaiannya ia berkata:
“Celaka, sungguh celaka! Mereka mencoba menyalahkan
seseorang yang memiliki sepuluh keutamaan (ia kemudian
menyebutkan satu persatu keutamaan yang dimaksud
olehnya sebagai berikut):
A. Rasulullah (pada hari penaklukan benteng Khaybar)
berkata: “Aku akan kirimkan seseorang yang Allah tidak
akan pernah khawatir padanya: Ia mencintai Allah dan
RasulNya.” Kemudian Rasulullah bertanya mencari:
35. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 34
“Dimana ‘Ali?” Mereka kemudian menjawab bahwa ia
sedang ada di rumah merintih kesakitan. Rasulullah
berkata: “Semoga kalian tidak menderita rasa sakit yang
sama.” Kemudian ‘Ali datang dengan kedua matanya
yang bengkak dan memerah. Ia hampir-hampir tidak bisa
melihat apapun atau tidak bisa melihat jalan yang
dilaluinya. Rasulullah kemudian meniupkan nafasnya (di
lain riwayat: ludahnya) ke kedua mata ‘Ali. Rasulullah
mengguncang-guncangkan panji yang dibawanya
sebanyak tiga kali sebelum akhirnya ia menyerahkan panji
(bendera) itu kepada ‘Ali. Ali membawa panji itu ke
medan perang Khaybar dan ia kembali sebagai seorang
pemenang. Selain membawa berita kemenangan, Imam
‘Ali membawakan seorang wanita kepada Rasulullah yang
bernama Safiyyah binti Ibn Akhtab.48
B. Rasulullah telah mengirimkan seseorang (Abu Bakar) untuk
menyampaikan Surah Al-Bara’ah (untuk dibacakan di
hadapan orang-orang Mekah). Kemudian Rasulullah
mengirimkan (Imam) ‘Ali (as) untuk mengejar Abu Bakar
dan mengambil alih tugas yang tadinya dibebankan
kepadanya. Rasulullah berkata: “Surah ini tidak boleh
disampaikan oleh orang lain kecuali seseorang yang
berasal dariku, dan aku berasal darinya.”
C. Rasulullah berkata kepada para handai tolan (sanak
saudaranya—putera-puteri Abdul-Muttalib): “Siapakah
diantara kalian yang bersedia untuk menerima wilayah-ku
di dunia ini dan di akhirat nanti?” Mereka tidak ada yang
menjawab. ‘Ali (as) yang sedang duduk di dekat Rasulullah
berkata: “Akulah sahabatmu di dunia ini dan di akhirat
48
Hadits tentang Penaklukan benteng Khaybar oleh Imam ‘Ali (as) adalah hadits yang banyak
sekali diceritakan orang. Ibn Hanbal telah mencatatnya beberapa kali di dalam kitab Musnad-nya,
misalnya vol. 3, halaman 116 and vol. 4, halaman 52, al-Maymuniyyah print.
36. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 35
kelak.” Rasulullah berkata: “Engkau memang sahabatku di
dunia ini dan di akhirat kelak.” Rasulullah kembali berbalik
kepada orang-orang yang hadir di rumahnya itu sambil
berkata: “Siapakah diantara kalian yang mau menjadi
sahabatku di dunia ini dan di akhirat kelak nanti?” Mereka
tidak menjawab melainkan hanya ‘Ali seorang yang
menjawab: “Ya, Rasulullah! Aku memilih menjadi
sahabatmu di dunia ini dan di akhirat kelak nanti.”
Rasulullah kembali menjawab: “Engkau memang
sahabatku di dunia ini dan di akhirat kelak nanti.”
D. ‘Ali adalah orang yang pertama masuk Islam setelah
Khadijah dan ia adalah orang yang pertama kali
melaksanakan keyakinan ke-Islamannya.
E. Rasulullah menaikkan mantel jubahnya dan menyelimuti
‘Ali, Fathimah, Hasan, dan Husein dengan jubah yang
sama sambil membacakan ayat suci:
“……..…………Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab:
33)
F. (Imam) ‘Ali telah mengorbankan atau mempertaruhkan
nyawanya. Ketika itu Imam ‘Ali menyelimuti dirinya di
dalam selimut Rasulullah (SAW) dan tidur di tempat tidur
Rasulullah (menggantikan Rasulullah); sementara itu kaum
Musyrikin Mekah bermaksud untuk membunuh Rasulullah.
‘Ali (as) sedang tidur lelap ketika Abu Bakar datang
mendekatinya dan mengira bahwa yang sedang tidur itu
ialah Rasulullah. (Imam) ‘Ali (as) berkata kepadanya:
“Rasulullah sudah pergi menuju sumur Maymun, pergilah
dan susul Rasulullah.” Abu Bakar kemudian pergi menyusul
Rasulullah. Keduanya masuk ke gua Tsur.
37. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 36
Kaum Musyrikin—yang mengira bahwa yang tidur itu
Rasulullah—mulai melempari “Ali” dengan batu. ‘Ali
menggulung badannya dan merintih kesakitan akan tetapi
tetap ia tidak beranjak dari tempat tidur itu. Ia malah
menarik selimut Rasulullah lebih erat lagi (untuk menutupi
tubuhnya supaya orang-orang Musyrikin itu tidak
mengenalinya sebagai ‘Ali). Setelah hari menjelang pagi,
baru ‘Ali mulai menyingkapkan selimut yang dipakainya.
G. Ketika Rasulullah meninggalkan kota Madinah bersama
para pengikutnya untuk melancarkan ekspedisi Tabuk,
(Imam) ‘Ali (as) bertanya kepadanya: “Apakah engkau
tidak memilihku untuk menemanimu, ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab: “Tidak. Ya, ‘Ali” (Imam) ‘Ali (as)
menghela nafas dan kelihatan kecewa. Rasulullah
kemudian berkata kepadanya: “Apakah engkau tidak
senang bahwa kedudukanmu itu terhadapku seperti
kedudukan Harun terhadap Musa, hanya tidak ada lagi
Nabi setelahku?” “Apakah tidak layak bagiku untuk
meninggakan engkau, ya ‘Ali, untuk tetap tinggal dan
bertugas menjadi wakilku?”
H. Rasulullah berbicara kepada ‘Ali: “Sesudahku, engkau
adalah pemimpin dan pembimbing orang-orang
beriman.”
I. Rasulullah berbicara kepada ‘Ali: “Tutuplah semua pintu
(rumah) yang menuju ke Mesjid (Madinah) kecuali
pintunya rumah ‘Ali.” Lalu setelah itu, ‘Ali bisa masuk ke
mesjid Nabi (mesjid Nabawi) dalam keadaan apapun,
karena selain pintu rumahnya itu (yang menuju ke mesjid
Nabi), ‘Ali tidak punya akses lain untuk pergi keluar rumah.
38. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 37
J. Rasulullah berkata: “Bagi siapapun yang menjadikan aku
sebagai pemimpinnya, maka ‘Ali adalah pemimpinnya.”49
49
Kami sudah menyebutkan hadits ini secara singkat karena hadits aslinya cukup panjang. Untuk
hadits versi panjangnya anda bisa lihat kitab Musnad, hadits no 3062 (Ahmad Shakir), dan juga
hadits no. 3063 yang dicatat melalui berbagai rantai isnad yang berbeda. Ahmad Shakir
menyebutkan bahwa kedua hadits ini sebagai hadits yang sahih.
39. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 38
10) Hadits tentang arti dari ungkapan “Ahlul Bayt”
Ibn Hanbal berkata:
A. Ahmad telah meriwayatkan dari Muhammad bin Mas’ab
dari Awza‘i dari Shaddad Abi ‘Ammar yang meriwayatkan:
“Aku mendatangi Wathilah bin Asqa‘ ketika sekelompok
orang duduk bersamanya dan mereka sedang
membicarakan (Imam) ‘Ali (as). Ketika mereka berdiri dan
hendak pergi, Wathilah berkata:
“Apakah kalian bersedia mendengarkan keterangan
dariku tentang apa yang aku telah lihat dari Rasulullah?”
Aku menjawab bahwa aku bersedia. Kemudian Wathilah
melanjutkan:
“Aku mendatangi Fathimah (as) untuk mencari (Imam) ‘Ali
(as) dan ia berkata bahwa ‘Ali telah pergi menemui
Rasulullah. Aku menunggu kedatangannya dah di
kejauhan aku melihat Rasulullah bersama ‘Ali, Hasan dan
Husein. Rasulullah memasuki rumah bersama Hasan dan
Husein saling berpegangan tangan di kedua sisinya.
Rasulullah mendudukan ‘Ali dan Fathimah hingga
keduanya bersimpuh pada kedua lututnya. Dan di depan
Rasulullah duduk pula Hasan dan Husein. Kemudian
Rasulullah menutupi mereka semua dengan mantel (jubah-
nya) sambil melantunkan ayat ini:
إنمايريدهللاليذهبعنكمالرجسأهلالبيتويطهركمتطهيرا …
“.................. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
40. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 39
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab:
33)
Kemudian Rasulullah mulai berdo’a:
“Allahumma haula’i Ahlu Bayti wa Ahlu Bayti ahaqq” (Ya,
Allah! Inilah keluargaku dan Ahlul Baytku ini senantiasa
bersama kebenaran)50
B. Aswad bin ‘Amir telah meriwayatkan kepada kami dari
Hammad bin Salamah dari ‘Ali bin Zayd dari Anas bin Malik
yang meriwayatkan bahwa selama enam bulan setiap hari
ketika Rasulullah berangkat keluar (dari rumahnya), ia
senantiasa menyempatkan diri untuk melewati rumah
Fathimah dan berhenti di depan pintu rumahnya sambil
berseru:
“Shalatlah ya, Ahl al-Bayt, sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”51
Penggambaran di atas menunjukkan bahwa ungkapan “Ahlul Bayt”
di dalam konteks kalimat ayat itu adalah istilah yang resmi dipakai di
dalam Al-Qur’an dan ungkapan itu digunakan dan dijelaskan
sekaligus oleh Rasulullah yang menentukan sendiri siapa-siapa yang
termasuk kedalam Ahlul Bayt itu.
Rasulullah menjelaskan secara gamblang siapa-siapa saja yang
termasuk kedalam Ahlul Bayt itu dengan mengumpulkan puterinya
(Fathimah as.); suami Fathimah (Imam ‘Ali as.); kedua putera
mereka (Hasan dan Husein as.) kedalam sebuah mantel atau
selimut yang sama sambil membacakan ayat tersebut di atas yang
50
Musnad, vol. 4, halaman 107 (Musnad Wathilah bin Asqa‘), Matba‘ah al-Maymaniyyah; lihat
juga vol. 6, halaman 292, 298, 304, 323 (Musnad Umm-i Salamah).
51
Ibid, vol. 3, halaman 259 (Musnad Anas bin Malik); lihat juga vol. 3, halaman 286.
41. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 40
memang diturunkan untuk memuji-muji orang-orang yang ada di
dalam selimut itu. Maka jelaslah sudah siapa-siapa saja yang
dimaksud dengan Ahlul Bayt itu; dan siapa-siapa saja yang tidak
termasuk kedalam Ahlul Bayt. 52
Hal yang paling menarik untuk kita perhatikan ialah bahwa
meskipun hadits-hadits dari Ibn Hanbal di atas itu sudah sangat jelas
menerangkan tentang siapa-siapa saja yang termasuk kedalam
Ahlul Bayt Nabi seperti yang dimaksudkan di dalam ayat suci Al-
Qur’an (ayat pensucian), tetapi Ibn Hanbal tampaknya masih saja
belum puas. Ibn Hanbal malah memasukkan lagi (di dalam bab
tentang Ahlul Bayt/Musnad Ahlul Bayt) beberapa hadits yang bukan
saja berasal dari Imam Hasan dan Imam Husein (as), melainkan pula
dari paman-pamannya seperti dari Aqil bin Abi Thalib dan Ja’far bin
Abi Thalib dan ada juga yang berasal dari sepupu mereka yaitu
Abdullah bin Ja’far.53
Sebenarnya hadits-hadits dari ketiga orang terakhir di atas tidak
begitu penting artinya mengingat mereka bukanlah anggota Ahlul
Bayt Nabi seperti yang dimaksud dalam ayat pensucian (QS. 33: 33)
walaupun mereka memang tergolong kedalam keturunan orang-
orang mulia dari sukunya Rasulullah yaitu suku Bani Hasyim.
“Kecerobohan” Ibn Hanbal ini bisa dijelaskan oleh sebuah hadits
tentang Imam ‘Ali (as) yang ia masukkan kedalam kelompok yang
dinamakan kelompok ‘Asyarah al-Mubasyirah. Ibn Hanbal juga
mencampur-adukkan sebuah hadits tentang keutamaan Fathimah
az-Zahra (as) kedalam sebuah bagian dalam kitab Musnad-nya
yang dinamakan dengan Musnad an-Nisa.54
52
Lihat tentang identitas Ahlul Bayt.
53
Al-Musnad, vol. 3, halaman 167, 199 (Ahmad Shakir).
54
Untuk hadits tentang Fathimah az-Zahra (as) anda bisa lihat al-Musnad, vol. 6, halaman 282,
Matba‘ah al-Maymaniyyah.
42. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 41
11) Hadits tentang pertemanan dengan Ahlul Bayt (as)
Ibn Hanbal berkata:
A. Ahmad telah meriwayatkan dari Ibn Numayr dari A‘mash
dari ‘Adiyy bin Thabit from Zirr bin Husbaish dari (Imam) ‘Ali
(‘a) yang meriwayatkan sebagai berikut:
“Demi Allah! Salah satu dari perjanjian yang antara aku
dan Rasulullah ialah:
“Tidak ada yang memendam rasa permusuhan
terhadapku kecuali orang itu orang munafik dan tidak
ada orang yang mencintaiku kecuali ia itu orang
beriman.”55
Ahmad Shakir menyebutkan bahwa isnad dari hadits ini sahih dan
Ahmad Shakir memberikan pernyataan tentang salah seorang
isnad-nya yang bernama ‘Adiyy bin Thabit al-Ansari al-Kufi sebagai
berikut:
“Ia adalah salah seorang manusia yang bisa dipercaya yang
hidup pada jaman generasi pertama kaum Muslimin
sepeninggal Rasulullah dan walaupun ia seorang Syi’ah, itu
sama sekali tidak mempengaruhi riwayat-riwayat yang ia
sampaikan karena ia termasuk orang yang paling bisa
dipercaya dan paling jujur.”
B. ‘Abdullah bin Ahmad telah meriwayatkan: Nasr bin ‘Ali
Azdi meriwayatkan dari ‘Ali bin Ja‘far dari saudaranya
55
Al-Musnad, hadits no. 642 (Ahmad Shakir). Hadits ini telah diriwayatkan melalui rantai isnad
yang agak berbeda; lihat halaman 102 & 236 dalam kitab yang sama.
43. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 42
(Imam) Musa bin Ja‘far (as) dari ayahnya (Imam) Ja‘far bin
Muhammad (al-Sadiq) dari ayahnya (Muhammad bin ‘Ali
al-Baqir), dan dia dari (ayahnya Imam) ‘Ali bin al-Husayn
(as), dari ayahnya (Imam Husein), dan dari kakeknya
(Imam ‘Ali), yang meriwayatkan hadits yang
menggambarkan Rasulullah (SAW) memegang tangan
Hasan dan Husein seraya berkata:
“Man ahabbani wa ahabba hadhayn wa abahuma wa
ummahuma kana ma‘i fi darajati yawm al-qiyamah”
(Barangsiapa yang mencintaiku dan mencintai kedua
anak ini dan mencintai ayah dan ibu dari kedua anak ini,
maka dia akan bersamaku di tempatku pada Hari
Kebangkitan nanti).56
Ahmad Shakir menyebutkan bahwa isnad dari hadits ini sahih. Perlu
juga disebutkan di sini bahwa ketika Nasr bin ‘Ali Azdi meriwayatkan
hadits ini, ia mendapatkan hukuman dari Khalifah yang berkuasa
pada waktu itu. Khalifah Abbasiyyah yang bernama Al-Mutawakkil
memerintahkan para algojonya untuk menghukum Nasr bin ‘Ali Azdi
dengan 1000 kali (baca: seribu kali) cambukan atas perintah Al-
Mutawakkil, sang khalifah. 57
C. Abu Ahmad (Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubayr Asadi)
telah meriwayatkan kepada kami dari Sufyan (Thawri) dari
Abi Jihaf dari Abi Hazim dari Abi Hurayrah yang mengutip
sebuah hadits dari Rasulullah (SAW) yang berkata:
56
Ibid, hadits no. 576. Hadits ini sudah ditambahkan oleh puteranya Ahmad Ibn Hanbal yaitu
Abdullah.
57
Ibn Hajar ‘Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib, vol. 1, halaman 430, dicetak oleh Da’irat al-Ma‘arif al-
‘Uthmaniyyah, Haiderabad Deccan (India).
44. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 43
“Man ahabbahuma faqad ahabbani wa man
abghazahuma faqad abghazani, ya‘ni Hasanan wa
Husaynan”
(Barangsiapa yang mencintai mereka, aku maksudkan
Hasan dan Husein, berarti dia itu mencintaiku; dan
barangsiapa yang membenci mereka berdua, maka ia
betul-betul membenciku).58
Ahmad Shakir menyebutkan bahwa isnad dari hadits itu sahih.
58
Al-Musnad, hadits no. 7863 (Ahmad Shakir); lihat juga hadits no. 6406 & 7392 dari edisi yang
sama.
45. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 44
12) Hadits tentang perbandingan Imam ‘Ali dan Nabi ‘Isa
Ibn Hanbal mengatakan:
“‘Abdullah bin Ahmad telah meriwayatkan kepada kami dari
Abu al-Harth Surayj bin Yunus dari Abu Hafs Abbar dari Hakam
bin ‘Abd al-Malik dari Harth bin Hasirah dari Abi Sadiq dari
Rabi‘ah bin Najidh dari (Imam) ‘Ali (‘a), yang meriwayatkan
sebagai berikut:
Rasulullah bersabda kepadaku:
“Fika mathalun min ‘Isa, abghazathu al-Yahud hatta bahatu
ummahu, wa ahabbathu al-Nasara hatta anzaluhu bi al-
manzilati allati laysa bih”
(Engkau itu mirip Nabi ‘Isa. Kaum Yahudi sangat
membencinya sampai-sampai mereka memfitnah ibunya;
dan orang-orang Kristen yang sangat setia kedanya
menempatkan dirinya di posisi yang bukan semestinya
untuknya)
Kemudian (Imam) ‘Ali (as) berkata:
“Yuhliku fiyya rajulan, muhibbun mufritun yuqarrizuni bi ma
laysa fiyya, wa mubghizun yahmiluhu shan’ani ‘ala an
yabhatani”
(Dua kelompok orang yang akan celaka karena sikapnya
terhadapku: mereka yang terlalu memujaku dan memuji
dengan pujian yang tidak pantas buatku; dan mereka yang
46. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 45
membenciku yang senantiasa memendam dendam kesumat
dan suka memfitnahku).59
Pemberi catatan dalam kitab Musnad menyebutkan bahwa isnad
dari hadits ini hasan (atau baik).
59
Al-Musnad, hadits no. 1376 dan lihat juga hadits no. 1377 dengan sedikit perbedaan dalam
redaksi kata-katanya dan juga perbedaan dalam rantai sanad-nya (Ahmad Shakir).
47. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 46
13) Hadits tentang Sadaqah itu haram bagi keluarga Nabi
Ibn Hanbal mengatakan:
“Muhammad bin Ja‘far telah meriwayatkan dari Shu‘bah dari
Burayd bin Abi Maryam dari Abi Hawra’ yang meriwayatkan
hadits ini mengatakan bahwa ia bertanya kepada (Imam)
Hasan bin ‘Ali (as) sebagai berikut:
“Kenangan apa gerangan yang masih engkau kenang
tentang kakekmu, Rasulullah (SAW).”
Ia menjawab:
“Aku ingat pada suatu ketika aku sedang mengambil sebuah
kurma dari tumpukan kurma yang merupakan pemberian
zakat dan kemudian aku memasukkan kurma itu kedalam
mulutku. Rasulullah (SAW) mengambil kembali kurma itu dari
mulutku bersama air ludahku dan kemudian melemparkan
kembali kurma itu ke tumpukan kurma tadi. Ia kemudian
ditanya (oleh para sahabatnya)”:
“Ya, Rasulullah! Apa yang bakal terjadi kalau kurma itu tidak
engkau ambil dari mulut anak itu?”
Rasulullah menjawab:
“Inna Al-a Muhammad la tahillu lana al-sadaqah...”
(Bagi keturunan Muhammad sadaqah itu diharamkan (tidak
diperbolehkan))60
60
Al-Musnad, hadits no. 1727 (Ahmad Shakir).
48. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 47
Menurut Ahmad Shakir, isnad dari hadits ini tergolong sangat sahih.
Hadits ini—dengan sedikit perbedaan dalam redaksi kata-katanya
dan dalam rantai sanad-nya) telah ditulis sebaganyak lebih dari 15
kali di dalam kitab Musnad. 61
61
Diantara hadits yang kurang lebih sama isinya adalah hadits-hadits nomor 1723, 1725, 1731, &
7744 dari kitab Musnad. Lihat juga al-Salafi: Murshid al-Muhtar, vol. 1, halaman 177 untuk hadits
yang sama.
49. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 48
14) Hadits tentang Imam ‘Ali (as) akan menjaga penafsiran isi Al-
Qur’an
Ibn Hanbal mengatakan:
“Waki‘ telah meriwayatkan kepada kami dari Fitr dari Isma‘il
bin Raja’ dari ayahnya dari Abi Sa‘id yang meriwayatkan
bahwa Rasulullah (SAW) pernah bersabda (kepada para
sahabatnya):
“Inna minkum man yuqatilu ‘ala ta’wilih kama qataltu ‘ala
tanzilih”
(Siapa diantara kalian yang mau menjaga ta’wil [Al-Qur’an]
seperti halnya aku menjaga wahyunya?)
Abi Sa‘id berkata:
“Pada saat itu Abu Bakar dan ‘Umar berdiri (untuk
menyatakan kesediaannya) akan tetapi Rasulullah bersabda:
“la, wa lakin khasif al-na‘l”
(Bukan [bukan kalian] melainkan orang yang sedang sibuk
memperbaiki sepatunya)
(Abi Sa‘id menambahkan):
“Wa ‘Aliyun yakhsifu na‘lahu”
(Dan [Imam] ‘Ali (as)-lah yang sedang memperbaiki
sepatunya)62
62
Al-Musnad, Matba‘ah al-Maymaniyyah, vol. 3, pp. 31 & 33; also refer to p. 82 of the same
volume where the hadith says Imam ‘Ali (‘a) was mending the Prophet’s shoes.
50. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 49
Dalam sejarah tercatat bahwa selama Perang Siffin, salah
seorang sahabat Rasulullah (SAW) yang paling setia, ‘Ammar
bin Yasir yang senantiasa berada di pihak Imam ‘Ali (as),
menggunakan hadits Rasulullah yang terkenal itu. Hadits
tentang ‘Ali sebagai penjaga atau pemelihara ta’wil
(penafsiran) Al-Qur’an itu menerangkan tentang keududukan
Imam ‘Ali (as) di dalam Perang Siffin ketika ia berhadapan
melawan pasukan Syam (Syria) pimpinan pemberontak
Mu’awiyyah bin Abi Sufyan.
‘Ammar bin Yasir membacakan sya’ir kepahlawanan (rajaz)
sebagai berikut:
“Nahnu darabnakum ‘ala tanzilih Wa al-yawm nadribukum
‘ala ta’wilih”
(Dulu kami bertempur untuk menjaga wahyu (Al-Qur’an);
sekarang kami bertempur untuk menjaga ta’wil yang benar)63
63
Taha Husayn, al-Fitnah al-Kubra (‘Ali and Prophethood), vol. 2, halaman 77, edisi ke-6, Dar al-
Ma‘arif, Egypt, 1969.
51. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 50
15) Hadits tentang ‘Ammar akan dibunuh oleh para pemberontak
Ibn Hanbal mengatakan:
“Abu Mu‘awiyah telah meriwayatkan kepada kami dari
A‘mash dari ‘Abd al-Rahman bin Ziyad yang mengutip
‘Abdullah bin Harth yang mengatakan:
“Aku sedang bersama Mu’awiyyah (ibn Abi Sufyan) ketika ia
baru saja datang dari (Perang) Siffin dan aku sedang
menunggang kuda diantara Mu’awiyyah dan ‘Amr bin ‘As.
Ketika itu ‘Abdullah puteranya ‘Amr bin ‘As berkata:
“Apakah engkau ingat Rasulullah telah berkata kepada
‘Ammar:
“Waihaka ya ibn al-Sumayyah, taqtuluka al-fi’ah al-baghiyah”
(Selamat, wahai putera Sumayyah! Engkau kelak akan
dibunuh oleh sekelompok orang yang memberontak)
‘Amr bin ‘As memalingkan wajah kepada Mu‘awiyah dan
kemudian berkata:
“Apakah engkau mendengar yang ia katakan?”
Mu’awiyyah menjawab:
“Engkau mencari-cari kesalahan pada diri kami! Apakah kami
yang membunuhnya? Tidak! Kami tidak membunuhnya.
Mereka yang membawa ‘Ammar kesini (ke medan perang)
adalah orang-orang yang bertanggung-jawab atas kematian
‘Ammar!64
64
Al-Musnad, hadits no. 6499 (Ahmad Shakir).
52. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 51
Hadits ini telah dicatat sebanyak lebih dari 20 kali di dalam kitab
Musnad dimana sanad-nya bersambung kepada delapan orang
sahabat Nabi dengan redaksi kata-kata yang berbeda.65
Ahmad Shakir menyebutkan bahwa hadits ini bukan saja sahih akan
tetapi juga mutawatir (artinya: disampaikan secara turun temurun
melewati tiga generasi pertama kaum Muslimin dan disampaikan
oleh banyak sekali penyampai hadits). Ahmad Shakir juga
mengatakan bahwa para ulama tidak memiliki keraguan sedikitpun
mengenai kejujuran dan ketelitian para penyampai haditsnya.
Ahmad Shakir juga menerangkan kata hannahu (mencari-cari
kesalahan) seperti yang digunakan oleh Mu‘awiyyah. Ahmad Shakir
menuliskan:
“Tampak jelas sekali bahwa Mu’awiyyah sama sekali tidak
menyangkal tentang hadits ini. Ia hanya mengecam
‘Abdullah bin ‘Amr (bin ‘As) karena perkataannya itu bisa
mengingatkan orang-orang pada situasi yang digambarkan
dalam hadits itu (yaitu ketika ‘Ammar telah dibunuh oleh
tentaranya), karena ia takut bahwa apabila tentaranya itu
tahu bahwa ia berada dalam jalur yang salah, maka
tentaranya itu akan meninggalkannya.”
“Dengan melihat fakta ini, tampak jelas sekali bahwa
Mu’awiyyah sebenarnya sedang mencoba untuk membuat
penafsiran yang salah atau mencoba untuk memberikan
penafsiran lain dari hadits ini dengan mengatakan bahwa
“para pembunuh ‘Ammar itu adalah mereka yang
membawanya ke medan perang.”
65
Lihat hadits nomor 6500, 6926, 6927. Untuk hadits-hadits lainnya bisa dilihat dalam kitab
Musnad al-Salafi: Murshid al-Muhtar, vol. 2, halaman 39. Untuk lebih rinci lagi tentang ramalan
terbunuhnya ‘Ammar oleh kaum pemberontak bisa lihat Muhammad bin Jarir al-Tabari: Tarikh al-
Rusul wa al-Muluk, vol. 5, halaman 38 to 42, diberi-catatan oleh Muhammad Abu al-Fazl Ibrahim,
edisi ke-2, Dar al-Ma‘arif, Egypt, 1971.
53. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 52
Ahmad Shakir—dengan mengutip komentar Ibn Hajar ‘Asqalani di
dalam kitab Fath al-Bari fi Tafsir Sahih al-Bukhari (volume 1, halaman
452), ia menulis sebagai berikut:
“Hadits ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi
termasuk Qatadah bin Nu‘man, Umm Salamah, Abi Hurayrah,
‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘As, ‘Uthman bin ‘Affan, Hudhayfah al-
Yamani, Abu Ayyub al-Ansari, Abu Rafi‘, Khuzaymah bin
Thabit, Mu‘awiyah, ‘Amr bin ‘As, Abu al-Yasar dan ‘Ammar bin
Yasir sendiri.”
“Hadits ini merupakan bukti yang sangat kuat tentang
keutamaan-keutamaan (Imam) ‘Ali (as) dan ‘Ammar serta
kesetiaannya kepada Nabi. Ini juga sekaligus merupakan
jawaban yang pas dan telak terhadap tuduhan-tuduhan
miring dan fitnah dari para pembenci (Imam) ‘Ali (as) yang
biasa disebut dengan kelompok nawasib yang senantiasa
menuduh (Imam) ‘Ali (as) sebagai pihak yang salah dalam
setiap peperangan yang (terpaksa) dilakukannya selama
masa kekhalifahannya.”66
66
Al-Musnad, hadits nomor 209, 210.
54. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 53
16) Hadits tentang ramalan kesyahidah Imam Husein (as)
Ibn Hanbal mengatakan:
“Muhammad bin ‘Ubayd telah meriwayatkan kepada kami
dari Sharhabil bin Madrak dari ‘Abdullah bin Nujayy dari
ayahnya yang meriwayatkan bahwa ia sedang berbaris
bersama (Imam) ‘Ali (as) menuju ke arah Siffin dan ketika
sampai di Ninevah, (Imam) ‘Ali (as) berteriak dengan suara
yang sangat lantang dan keras:
“Wahai Aba ‘Abdillah! Bersabarlah. Ya, Aba ‘Abdillah!
Bersabarlah di tepian sungai Efrat.”
Aku bertanya kepadanya:
“Bersabar untuk apa?”
Ia menjawab:
“Pada suatu ketika aku mendapati Rasulullah sedang
berurai air mata dan aku bertanya kepadanya:
“Ya, Rasulullah, apakah kiranya yang
membuatmu gundah gulana? Mengapa kedua
matamu sampai sembab dengan air mata?”
Ia berkata:
“Bal qama min ‘indi Jibra’ilu qabl, fahaddathani
anna al-Husayn yuqtulu bishatt al-Furat. Qala: Hal
laka an ushimaka min turbatih? Qala: Qultu:
Na‘am. Famadda yadahu faqabaza qabzatan
min turabin fa a‘taniha. falam amliku ‘ayni an
fazata “
55. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 54
(“Beberapa saat lalu, Jibril telah pergi dariku. Ia
memberi sebuah kabar bahwa Husein akan
dibunuh di tepian sungai Efrat.” Kemudian ia
(Rasulullah) bertanya kepadaku: “Apakah
engkau mau mencium segenggam tanah ini
(yang diambil dari tempat dimana Imam Husein
(as) dibunuh)?” Aku berkata: “Ya, Rasulullah!” Ia
mengulurkan tangannya dan menunjukkan
segenggam tanah yang kemudian diberikannya
kepadaku. Aku serta merta berurai air mata yang
tak terbendung lagi”)67
Pemberi catatan dari kitab Musnad mengatakan bahwa isnad dari
hadits ini sahih dan menuliskan bahwa Nujayy bukan satu-satunya
orang yang meriwayatkan hadits ini dari Imam ‘Ali (‘a).
67
Ibid, hadits nomor 6480 (Ahmad Shakir).
56. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 55
17) Hadits tentang jumlah pemimpin yang hak penerus Nabi
Ibn Hanbal mengatakan:
A. Hasan bin Musa telah meriwayatkan kepada kami dari
Hammad bin Zayd dari Mujalid dari Sha‘bi dari Masruq yang
melaporkan bahwa di Kufah, ‘Abdullah bin Mas‘ud sedang
memberikan kuliah dari Al-Qur’an ketika seseorang bertanya
kepadanya:
“Ya, Aba ‘Abd al-Rahman! Apakah engkau pernah bertanya
berapa orang khalifah yang akan dimiliki oleh umat ini?”
‘Abdullah bin Mas’ud menjawab:
“Sejak kedatanganku ke Irak tidak pernah ada orang yang
memberikan pertanyaan seperti ini kepadaku kecuali
engkau.”
Kemudian ia melanjutkan:
“Tentu saja! Tentu saja aku bertanya kepada Rasulullah (SAW)
tentang masalah ini dan beliau menjawab seperti ini:
“Ithna-‘Ashara ka ‘iddati nuqaba’ Bani Isra’il”
(Jumlahnya ada dua belas, sama seperti jumlah para
pemimpin duku Bani Isra’il)68
Isnad dari hadits ini sahih menurut Ahmad Shakir.
Ibn Hanbal mengatakan:
68
Ibid, hadits no. 3781. LIHAT: Al-Qur’an (QS. Al-Maa’idah: 12) tentang para kepala suku (Nuqaba’)
dari Bani Israil.
57. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 56
B. Sufyan bin ‘Uyaynah telah meriwayatkan kepada kami dari
‘Abd al-Malik bin ‘Umayr dari Jabir bin Samrah al-Suwa’I yang
meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah (SAW)
bersabda:
“La yazal hadha al-amr maziyan hatta yaqum ithna-‘ashara
amiran”
(Urusan (agama) ini akan terus berlanjut hingga 12 orang Amir
[pemimpin] dibangkitkan)
Kemudian ia menyebutkan “sesuatu” yang aku tidak bisa
mendengarnya; oleh karena itu aku bertanya kepada ayahku
(yang duduk di sampingku). Dan ia menjawab:
“Semuanya berasal dari suku Qurays.”69
Hadits ini sudah dicatat sebanyak kurang lebih 40 kali di dalam kitab
al-Musnad-nya Ibn Hanbal70 dan dalam beberapa versi yang lain
dari hadits ini, kata KHALIFAH lebih sering digunakan daripada kata
AMIR atau EMIR.71
Versi hadits yang saya pilihkan di sini adalah versi yang paling
pendek rantai isnad-nya (rantai perawinya) dan versi ini juga sampai
kepada Nabi melalui perantara tiga orang perawi.
Para ulama dan para peneliti hadits di kalangan Sunni (Ahlu Sunnah
wal Jama’ah) kelihatan bingung dan kelabakan sekali dengan
hadits ini dan itu tercermin dari penjelasan mereka terhadap hadits-
hadits seperti ini. Mereka tidak bisa menjelaskan hadits-hadits sahih
ini dengan penjelasan yang meyakinkan.
69
Al-Musnad, vol. 5, halaman 101. Juga lihat: al-Safarini, Shams al-Din Muhammad: Sharh
Thulathiyyat Ahmad, vol. 1, halaman 539, eidisi pertama, 1380, Damascus.
70
Al-Salafi, Murshad al-Muhtar, vol. 3, halaman 380.
71
Misalnya, Musnad, al-Maymaniyyah print.
58. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 57
Para ulama dan ahli hadits Ahlu Sunnah (Sunni) tidak bisa berdamai
dengan keyakinan yang mereka miliki ketika melihat hadits-hadits
ini. Hadits-hadits ini dengan eksplisit (terang benderang)
menyatakan bahwa jumlah khalifah setelah Nabi itu adalah 12
orang sedangkan mereka memiliki jumlah khalifah yang sangat
banyak sekali dari dinasti Ummayyah dan Abbasiyyah.
Mereka kebingungan untuk menafsirkan kata-kata “12 Khalifah”
dalam hadits-hadits sahih seperti yang digunakan oleh Rasulullah.
Dan itu semuanya ada di dalam kitab-kitab hadits sahih Ahlu
Sunnah.
Sebagai akibatnya kita melihat konflik kepentingan dan konflik
keyakinan di dalam masyarakat Ahlu Sunnah (Sunni) yang
semuanya tercermin dari jawaban-jawaban atau tafsiran tentang
12 Khalifah yang ada di dalam hadits-hadits Nabi.72
72
Untuk lebih rinci lagi tentang pandangan kaum Ahlu Sunnah (Sunni) tentang perkara ini anda
bisa lihat: al-Safarini: Sharh Thulathiyyat Ahmad, vol. 2, halaman 540-566. Juga lihat: al-‘Askari,
Sayyid Murtaza: Naqsh-e A’immah dar Ihya’-e Din, vol. 11, halaman 74-84.
59. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 58
18)Hadits tentang kedatangan Mahdi (as)
Ibn Hanbal mengatakan:
A. Hajjaj dan Abu Na‘im telah meriwayatkan dari Fitr dari Qasim
bin Abi Bazzah dari Abi al-Tufayl (Imam) ‘Ali (‘a), yang
mengutip Rasulullah (SAW) yang bersabda:
“Law lam yabqa mina al-dunya illa yawmun laba‘atha Allahu
rajulan minna yamla’uha ‘adlan kama muli’at jawran”
(Andaikan hanya ada satu hari lagi tersisa sebelum Hari
Kiamat, Allah akan tetap membangkitkan seorang laki-laki
dari keturunanku yang akan mengisi (dunia ini) dengan
keadilan sebagaimana sebelumnya diisi oleh kedzaliman)73
Ibn Hanbal mengatakan:
B. Fazl bin Dukayn telah meriwayatkan kepada kami dari Yasin
al-‘Ijli dari Ibrahim bin Muhammad bin Hanafiyyah dari
ayahnya (Imam) ‘Ali (as), yang mengutip Rasulullah (SAW)
yang mengatakan:
“al-Mahdi minna Ahla al-Bayt yuslihuhu Allahu fi laylatin”
(Mahdi itu dari kami Ahl al-Bayt, Allah akan memutuskan
perkaranya dalam satu malam)74
73
Al-Musnad, hadits no. 773.
74
Ibid, hadits no. 645.
60. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 59
Ibn Hanbal mengatakan:
C. Sufyan bin ‘Uyaynah telah meriwayatkan kepada kami dari
‘Asim (bin Abi al-Najud) dari Zirr (bin Hubaysh) dari ‘Abdullah
(bin Mas‘ud) yang meriwayatkan dari Rasulullah (SAW):
“La taqum al-sa‘ah hatta yalia rajulan min Ahli Bayti yuwatiu
ismuhu ismi”
(Hari Kebangkitan itu tidak akan datang hingga seorang lelaki
yang berasal dari Ahl Bayt-ku dan yang namanya sama
dengan namaku dibangkitkan)75
Ahmad Shakir menyatakan bahwa isnad dari ketiga hadits
tersebut di atas sebagai sahih.
Ahmad Shakir juga tak luput untuk mengkritik seorang ulama
dari Afrika Utara—‘Abd al-Rahman bin Muhammad bin
Khaldun (1332-1406)—karena ulama itu telah menolak hadits-
hadits tentang kedatangan Imam Mahdi (as). Perlu
diketengahkan di sini bahwa ulama itu (Ibn Khaldun)dalam
karyanya yang terkenal Muqaddimah atau Introduction to
History menulis panjang lebar tentang hadits yang berkenaan
dengan kedatangan Imam Mahdi (as). Ibn Khaldun menulis
sebagai berikut:
“Sudah dikenal luas (dan sudah diakui dan diterima secara
luas) oleh kaum Muslimin di setiap jaman, bahwa di
penghujung waktu seorang laki-laki dari Ahlul Bayt (Nabi)
akan muncul; ia akan memperkuat agama dan
memenangkan keadilan yang merata. Kaum Muslimin akan
mengikutinya; dan ia akan mendapatkan kekuasaan atas
seluruh kaum Muslimin. Ia akan dipanggil dengan sebutan
75
Ibid, hadits no. 3571. Masih ada beberapa hadits lainnya di dalam kitab Musnad yang berkenaan
dengan kebangkitan Mahdi (as), misalnya, hadits-hadits nomor 3572, 3573, 4098, 4279, dll.
Kebanyakan isnad dari hadits ini telah dinyatakan sebagai sahih.
61. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 60
MAHDI …………… Bukti atas hal ini telah ditemukan dalam
banyak hadits yang telah dicatat dan dibukukan oleh para
pemimpin ruhani. Hadits-hadits itu telah diperdebatkan oleh
orang-orang yang tidak setuju (terhadap perkara ini); dan
sebagian kalangan malah menolak hadits-hadits ini.”76
Ibn Khaldun—ketika membahas hadits-hadits tentang Mahdi (as)—
mengatakan bahwa mereka yang menolak kedatangan Mahdi
telah melontarkan kritik terhadap hadits-hadits ini, padahal ia tahu
bahwa hadits-hadits itu telah diriwayatkan oleh rantai isnad yang
terdiri dari beberapa sahabat Nabi yang terutama dan terkenal
selain juga telah dicatat dalam kitab-kitab Sunni terkemuka yang
nama-namanya sudah pernah ia sebutkan.
Ibnu Khaldun menuliskan:
“Para ahli hadits sepakat bahwa kritik negatif (Al-Jarh)harus
didahulukan dibandingkan kritik positif (At-Ta’dil). Apabila kita
menemukan bahwa ada beberapa orang di dalam rantai
isnad itu ditengarai sebagai orang-orang yang lalai; atau
memilki ingatan yang lemah; atau tidak/kurang adil, maka itu
artinya bahwa hadits-hadits yang melewati mereka itu bisa
dianggap sebagai hadits yang lemah dan hadits-hadits
seperti itu banyak ditinggalkan orang.”
“Kesalahan atau kealfaan yang sama tidak kita dapati dalam
dua kitab hadits Sahih (Bukhari dan Muslim). Ijma
(kesepakatan) dari para penyampai hadits menguatkan
bahwa isi dari kitab hadits Bukhari dan Muslim kuat dan sahih.
Ijma yang tidak terputus (dari satu generasi ke generasi
selanjutnya) dalam Islam membuat kedua kitab hadits-hadits
sahih itu dapat diterima dan oleh karena itu kita semua harus
pula menerima isinya. Ijma itu adalah proteksi terbaik dan
76
Ibn Khaldun, al-Muqaddimah, diterjemahkan oleh Franz Rosenthal, vol. 2, halaman 156-157,
diterbitkan oleh Routledge & Kegan Paul, London, 1986.
62. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 61
pertahanan terbaik. Karya-karya tulis lainnya selain kedua
kitab hadits itu (Sahih Bukhari dan Sahih Muslim) level-nya
tidak lebih tinggi atau level-nya tidak mungkin
menyamainya……”77
Ibn Khaldun terus menerus mengutip—satu per satu—beberapa
hadits dari Rasulullah yang berkenaan dengan kedatangan Imam
Mahdi (as), lengkap dengan rantai isnad-nya seperti yang dapat
dilihat dalam sumber-sumber aslinya; dan kemudian ia mencoba
mencari-cari kesalahan dari setiap hadits itu dengan cara yang
dibuat-buat.
Salah satu dari hadits yang ia kritik ialah hadits yang dicatat oleh Ibn
Hanbal dengan sanad Abdullah Ibn Mas’ud. Ibn Khaldun kemudian
mengalihkan serangannya kepada ‘Asim bin Abi al-Najud dan itu
dilakukannya setelah ia mengakui bahwa ‘Asim bin Abi al-Najud itu
adalah “salah seorang dari tujuh pembaca Al-Qur’an (Qori) yang
memiliki otoritas.”78
Pemberi catatan dalam kitab Musnad yaitu Ahmad Muhammad
Shakir melihat bahwa kritik dari Ibn Khaldun itu sama sekali tidak
meyakinkan dan oleh karena itu boleh ditolak. Ahmad Shakir
menulis sebagai berikut:
“Ibn Khaldun mengusahakan sesuatu yang ia tidak punya
kemampuan atasnya. Ibn Khaldun sudah memasuki medan
yang bukan wilayahnya. Ibn Khaldun terjebak oleh dirinya
sendiri: ia terjebak oleh pandangan politisnya dan ia terjebak
oleh kesetiaannya kepada para raja dan bangsawan yang
telah mempengaruhi gaya berpikirnya dan pandangannya.
Dan sebagai akibatnya ia terjebak oleh dirinya sendiri untuk
mengatakan bahwa hadits-hadits tentang kedatangan Imam
77
Ibid, vol. 2, halaman 158.
78
Ibid, vol. 2, halaman 159.
63. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 62
Mahdi (as) dan revolusi yang akan ia lakukan itu sebagai
murni keyakinan Syi’ah.”
“Pertama. Perlu kita ketengahkan di sini bahwa Ibn Khaldun
itu tidak benar-benar paham pernyataan yang dikemukakan
oleh para pengumpul hadits bahwa kritik negatif (Al-Jarh) itu
harus didahulukan daripada kiritik positif (At-Ta’dil). Apabila ia
benar-benar memahami pernyataan dari para pengumpul
hadits itu, maka ia tidak akan mengemukakan pendapat
seperti itu. Bisa juga yang terjadi seperti ini: Ia sebenarnya
paham akan pernyataan para pengumpul hadits itu akan
tetapi karena pemikirannya sangat dipengaruhi oleh
pandangan politik di jamannya maka ia terpaksa harus
melemahkan hadits-hadits tentang Imam Mahdi (as).”
“Kedua. ‘Asim bin Abi al-Najud itu termasuk salah seorang
pembaca Al-Qur’an (qori) ternama dan ia juga dimasukkan
kedalam golongan para penyampai hadits yang terpercaya.
Mungkin atau bisa saja ia pernah melakukan kesalahan
dalam penyampaian beberapa hadits akan tetapi ini bukan
alasan yang kuat dan dibenarkan untuk menolak hadits yang
disampaikannya. Kritik yang paling pedas yang pernah
dialamatkan kepadanya ialah bahwa ia memiliki ingatan
yang kurang kuat. Akan tetapi kalau yang memberikan kritik
seperti itu hanya ada satu orang saja, maka itu bisa kita
abaikan dan kita anggap saja itu sebagai sebuah cara untuk
menolak sebuah hadits yang kebenarannya atau
otentisitasnya atau kesahihannya telah diperkuat melalui
rantai isnad yang lain dan diriwayatkan oleh beberapa
sahabat Nabi. Kesahihan dari hadits ini sampai pada tingkat
dimana orang-orang sudah tidak lagi meragukannya
sedikitpun karena mereka bisa melihat dengan terang
benderang bahwa para penyampai hadits ini diakui sebagai
64. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 63
orang-orang yang adil, jujur, bisa dipercaya dan orang-orang
yang polos yang tidak punya kepentingan politik apapun.”79
“Lebih jauh lagi, karena hadits tentang kemunculan Imam
Mahdi ini diriwayatkan oleh banyak sekali penyampai hadits,
maka kemungkinan bahwa sebuah “kecelakaan” bisa terjadi
karena adanya seorang penyampai hadits yang memiliki
ingatan yang lemah menjadi sangat kecil.80 Mengapa?
Karena para penyampai hadits yang banyak sekali jumlahnya
itu bisa saling memperkuat satu sama lainnya.
79
Ada kecenderungan yang buruk di kalangan Muslimin secara luas pada saat ini. Kecenderungan
yang dimaksud ialah kecenderungan untuk menilai kesahihan sebuah hadits dengan keyakinan
awal yang dimiliki oleh mereka. Maksudnya ialah kalau ada sebuah hadits dan hadits itu berbeda
dengan apa yang diyakininya, maka mereka tidak segan-segan untuk mencampakkan hadits itu
dan mengecamnya sebagai hadits lemah atau bahkan palsu. Padahal kesahihan hadits itu sudah
diakui oleh para ulama ahli hadits dan sudah dinyatakan kesahihannya. Jadi yang terjadi menjadi
sangat aneh dimana keyakinan seseorang menjadi alat ukur untuk menakar sebuah hadits. Sahih
tidaknya sebuah hadits yang seharusnya ditentukan lewat sebuah penelitian panjang dan
melelahkan diganti dengan cukup meyakininya saja. Kalau hadits itu sesuai dengan keyakinan
anda sekarang ini, maka hadits itu sahih. Kalau sebuah hadits itu bertentangan dengan keyakinan
awal anda, maka anda katakan bahwa hadits itu dhaif (lemah) atau bahkan maudhu (palsu). Ini
cara paling aneh untuk menentukan sebuah kebenaran dan itu yang sedang berkembang di
kalangan kaum Muslimin saat ini. Kecenderungan buruk yang terjadi pada saat ini rupanya telah
dimulai sejak dulu (penerjemah).
80
Shakir, Sharh al-Musnad, vol. 5, halaman 197-198.
65. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 64
AKHIRUL KALAM
Hadits-hadits yang dituliskan di dalam buku ini semuanya tentang
keutamaan Ahlul Bayt Nabi (as) dan itu bisa anda temukan dalam
kitab Al-Musnad—karya terbaik dari Ahmad Ibn Hanbal.
Penulis dari buku ini terpaksa harus membatasi jumlah hadits yang
dituliskan di dalam buku ini karena keterbatasan ruangan. Akan
tetapi penulis berharap banyak bahwa buku ini—paling tidak—bisa
menjadi jembatan penghubung antara kaum Muslimin dan bisa
menjadi alat untuk memahami kaum Muslimin lainnya dari berbagai
madzhab yang dikenal dalam sejarah.
Amin.
66. [SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL] 2013
www.islamitucinta.blogspot.com |www.al-islam.org 65
SYI’AH DI DALAM MUSNAD IBN HANBAL
Kitab “Musnad” tulisan dari Ibn Hanbal dianggap sebagai kitab kumpulan hadits yang paling
lengkap dan paling awal dari kitab-kitab hadits Ahlu Sunnah lainnya. Salah satu ciri yang
paling menarik dari kitab “Musnad” ini ialah di dalam kitab ini masih ada hadits-hadits yang
menggambarkan keutamaan Ahlul Bayt Nabi—dimana di dalam kitab-kitab kumpulan hadits
Ahlu Sunnah lainnya hadits-hadits seperti ini sudah dibuang. (pen)—dibandingkan dengan
kitab kumpulan hadits lainnya yang ditulis di kalangan Sunni.
Kitab Musnad Ibn Hanbal begitu banyaknya mengulas permasalahan tentang Ahlul Bayt
Nabi hingga mengundang perhatian dari para orientalis dan para peneliti sejarah dan hadits
di seluruh dunia. Penulis dari artikel ini berusaha untuk memfokuskan diri pada topik-topik
seperti tasyayu, Ibn Hanbal, Musnad, ringkasan hadits-hadits, keutamaan Ahlul Bayt, hadits
al-Ghadir, Hadits ats-Tsaqalayn, dan hadits al-Manzilah.
Sudah dikenal luas bahwa Ahmad ibn Shu’ayb al-Nasa’i—pengumpul hadits Sunni terakhir
(dari enam pengumpul hadits/sihah al-sittah)—seringkali menggunakan hadits-hadits atau
riwayat-riwayat yang disampaikan oleh Ahmad Ibn Hanbal ketika ia menulis kitabnya yang
terkenal yang berjudul Khasa’is Amir al-Mu’minin ‘Ali Ibn Abi Thalib. Karya beliau inilah
yang menggiring dirinya sendiri menuju kematian.
Al-Nasa’i sang pengumpul hadits yang pemberani harus rela mati karena cintanya kepada
Ahlul Bayt Nabi. Sedangkan Bukhari dan Muslim yang tidak berani menunjukkan hadits-
hadits keutamaan Ahlul Bayt Nabi, malah mendapatkan tempat yang tinggi di kalangan
Muslimin hingga kini.
Mengapa bias seperti ini bisa terjadi?
Mengapa yang cinta Nabi dan keluarganya mesti merana disiksa, sementara yang munafik
dan senang kepada gemerlap dunia serta benci kepada keluarga Al-Mustafa, mendapatkan
kedudukan yang sejahtera dan dicintai umat Islam sealam semesta?