ADME merupakan aspek penting dalam memahami sifat fisikokimia obat dan proses yang terjadi dalam tubuh setelah pemberian obat. ADME mencakup absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat. Absorpsi dan distribusi dipengaruhi oleh sifat kimia obat seperti kelarutan, ionisasi, ikatan hidrogen, serta karakteristik jaringan tubuh. [/ringkasan]
2. Aspek Kimia Absorpsi, Distribusi
dan Ekskresi
Pokok Bahasan:
1. Absorpsi: Absorpsi oral, gastrointestinal, rektal, parenteral,
topikal. Sifat batas saluran cernadarah, absorpsi elektrolit lemah,
absorpsi ion organik, absorpsi makromolekul. Faktor yang
mempengaruhi absorpsi obat.
2. Distribusi: Difusi, kanal air, transport termediasi pembawa,
faktor yang mempengaruhi distribusi. Struktur sel, masuknya
obat melalui sel, sawar darahotak.
3. Ekskresi : Rute eliminasi, fungsi ginjal, ekskresi bilier, filtrasi
glomerulus obat, transport tubulusobat.
3. Farmakokinetika
• Untuk menghasilkan efek obat harus tersedia
dalam jumlah yang cukup di sisi aktifnya
• Hal ini dapat dikontrol berdasarkan jumlah obat
yang diberikan.
• Tetapi konsentrasi obat di sisi aktif sangat
ditentukan oleh sifat farmakokinetika obat
tersebut Absorpsi, Distribusi, Metabolisme
dan Ekskresi (ADME)
4. • Lewatnya suatu senyawa dari tempat
pemberian ke sistem sirkulasi
Absorpsi
• Setelah absorpsi, penghantaran obat
ke sisi aktif.
Distribusi
• Obat merupakan subjek biotransformasi,
menghasilkan perubahan kimiawi yang
membantu mengeliminasi obat tsb.
Metabolisme
• Merupakan akhir aktivitas obat. Dapat terjadi
melalui beberapa jalur (urinasi, ekshalasi, dll).
Harus diperhatikan bila ekskresi terjadi via
plasenta atau ASI
Ekskresi
5. Tempat pemberian obat
Sirkulasi Sistemik
Biofase Sisi Jaringan
eliminasi lain
Sisi efek
Absorpsi
Distribusi
Eliminasi
Metabolisme Ekskresi
6. Administrasi
Inhalasi Intramuskular Intravena Perkutan Oral/rektal
Sirkulasi Sistemik
Ekspirasi Susu Keringat Urine Feses
Absorpsi
dan
Distribusi
Paru-paru
Otot
Kulit Saluran
cerna
Payudara
Kelenjar
keringat
Ginjal
Hati
7. • Begitu berada dalam sirkulasi, obat berinteraksi
dgn sistem fisiologis.
• Agar bisa efektif obat harus bioavailabel
8. Penembusan barier fisiologis
• Dalam perjalanannya di tubuh obat harus
menembus beberapa jenis barier.
• Barier ini dapat berupa lapisan tunggal sel
(ex:epitel intestinal) atau beberapa lapis sel (ex:
kulit), atau membran sel itu sendiri (untuk
mencapai reseptor intraseluler).
• Obat dapat melintasi barier dgn menembus sel
(transeluler) atau melewati celah di antara sel
(paraseluler)
transeluler
paraseluler
9. Transport obat transeluler
• Untuk menembus sel atau mencapai bagian
dalam sel, obat harus melewati membran sel.
• Membran sel (membran plasma) merupakan
lipid bilayer yg mengandung juga karbohidrat
dan protein.
• Mekanisme utama penembusan membran sel
adalah difusi pasif, transport termediasi (difusi
terfasilitasi & transport aktif) dan transport
vesicular.
11. Difusi pasif
• Merupakan proses dimana molekul secara
spontan berdifusi dari daerah berkonsentrasi
tinggi ke daerah dgn konsentrasi lebih rendah.
• Obat larut lemak dapat berdifusi dgn mudah &
melewati membran sel secara difusi pasif.
• Molekul polar dan senyawa terion, hanya
terpartisi sebagian ke dalam lemah shg tidak
mudah berdifusi menembus membran.
• Molekul besar (protein dan obat terikat protein)
juga tidak dapat berdifusi menembus membran.
12. Difusi pasif
• Laju Difusi transmembran ditentukan oleh:
Koefisien partisi lemak/air (P)
Gradien konsentrasi (Cout-Cin)
Sifat membran, seperti luas area (A)
Koefisien difusi (D)
Ketebalan membran (h)
• Hukum Fick:
DAP (Cout-Cin)
Laju difusi =
h
13. Transport termediasi
• Transport yg melibatkan molekul pembawa,
suatu protein transmembran yg mengikat
molekul dan melepaskannya di dalam atau di
luar membran.
• Dapat bersifat pasif (tanpa energi, difusi
terfasilitasi) & mengikuti gradien konsentrasi. Ex:
transport vit B12 melewati membran intestinal.
• Dapat menggunakan energi ATP untuk
memompa molekul melawan gradien
konsentrasi (transport aktif).
14. Transport vesicular
• Membran sel membentuk lubang kecil yg secara
bertahap membungkus partikel atau
makromolekul, kemudian menembus sel dalam
bentuk vesicle
• Endositosis (memasukkan makromolekul ke
dalam sel), eksositosis (mengeluarkan
makromolekul dari sel) dan transitosis
(membawa makromolekul menembus sel).
• Ex: proses absorpsi oral vaksin polio.
15. Transport obat paraseluler
• Obat dapat melewati lapisan sel melalui celah
antar sel (cell junction) ditentukan oleh
gradien konsentrasi atau gradien tekanan
hidrostatik.
• Ukuran dan karakteristik cell junction sangat
bervariasi. Ex: endotelium kapiler glomerulus
sangat kaya pori shg sangat permeabel &
memungkinkan filtrasi air & solut. Sedangkan sel
endotel otak sangat rapat, membatasi transport
paraseluler.
16. Absorpsi
• Absorpsi : perjalanan obat dari tempat
pemberian ke sirkulasi sistemik.
• Tidak diperlukan absorpsi pada pemberian iv.
• Pemberian obat bisa via enteral & parenteral.
Enteral : oral, sublingual, rectal
Parenteral : iv atau im
Rute lain : transdermal, inhalasi
19. Absorpsi Oral, dipengaruhi oleh:
bentuk
sediaan
motilitas GIT & waktu
pengosongan lambung,
permeabilitas
intestinal
perfusi GIT
first pass effect
20. Absorpsi Oral
Sebelum diabsorpsi oral, obat harus melarut
dalam cairan lambung atau saluran cerna
(disolusi).
Disolusi tergantung:
– Kelarutan dalam air, log P
– Ukuran partikel solut
– Karakteristik kristal
– pKa obat dan pH medium
22. Absorpsi
• Kelarutan dalam air merupakan prasyarat untuk
absorpsi.
• Kelarutan dalam air dan permeabilitas membran
cenderung berlawanan
• Namun demikian keseimbangan sifat fisikokimia
dibutuhkan untuk mendapatkan absorpsi
optimal
Kelarutan dlm air
permeabilitas
23. Faktor fisikokimia yg mempengaruhi Absorpsi :
gradien
konsentrasi
kelarutan
dalam lemak
derajat
ionisasi
ikatan
hidrogen
ukuran
molekul, dll
24. Absorpsi : Ionisasi
Prinsip utama: hanya obat dalam bentuk tak terion
yang akan menembus membran.
Aliran
darah
25. Absorpsi : Ionisasi
Derajat ionisasi obat2 yg bersifat asam lemah atau
basa lemah tergantung konstanta disosiasi (pKa)
dan pH larutan: Pers. Henderson-Hasselbach:
Obat asam:
log (kadar terion/kadar tak terion) = pH - pKa
Obat basa:
log (kadar tak terion/kadar terion) = pH - pKa
26. Absorpsi : Ionisasi
pH lambung manusia: ~ 2, usus: ~ pH 6
ASAM (lemah) BASA (lemah)
Lebih banyak bentuk tak
terion dalam lambung
Bentuk tak terion lebih
banyak di usus kecil
Sebagian besar absorpsi
terjadi di lambung, tapi bisa
terjadi juga di usus kecil,
karena permukaan absorpsi
sangat luas
Diabsorbsi dengan baik di
usus kecil, terlebih didukung
luas permukaan absorpsi
sangat besar
27. Absorpsi : Ikatan H
• Difusi menembus membran difasilitasi oleh ikatan H
antara molekul obat-air
• Semakin tinggi kapasitas ikatan-H, semakin besar
energi dibutuhkan agar proses absorpsi terjadi
28. Aturan Lipinski
• Lipinski Rule of 5: absorpsi buruk bila:
* log P > 5
* BM > 500
* Ada > 5 donor ikatan H
* Ada > 10 akseptor ikatan H
• Secara bersama2, ke-4 parameter tsb adalah
deskriptif untuk solubilitas
29. Permeabilitas Saluran cerna
o Begitu terlarut dalam medium GIT, obat dapat
menembus kapiler dinding sal cerna.
o Dibutuhkan lipofilisitas tertentu agar obat dapat
menembus membran lipid sekaligus terlarut
dalam medium GIT (aqueous).
o Obat yg kelarutan dalam lemak tinggi, absorpsi
akan rendah karena tidak larut dalam air.
Sebaliknya obat yg sangat polar, tidak mampu
menembus membran lipid.
30. Permeabilitas Saluran cerna
Aturan umum absorpsi intestinal:
Obat amfifatik kecil menembus membran secara
transeluler dgn cara berpartisi dalam membran
lipid.
Obat hidrofilik kecil lebih mudah melewati rute
paraseluler, atau lewat kanal aqueous dgn
fasilitasi (nutrisi, vitamin atau kofaktor).
Peptida dan protein sukar diabsorpsi, shg
membutuhkan agen pembawa.
31. • Setelah absorpsi, obat didistribusikan dari
plasma ke berbagai organ.
• Protein plasma dapat berperan sbg pembawa
utk transport obat atau sbg tempat
penyimpanan obat.
• Obat berinteraksi dgn organ atau sisi aktif hanya
bila dalam bentuk tak terikat dengan protein
plasma
• Obat yang terikat kuat pada protein umumnya
mempunyai t1/2 yang panjang.
Distribusi
32. • Tingkat distribusi obat ke jaringan tergantung
afinitas relatif obat pada jaringan, relatif
terhadap darah/plasma
• Obat dgn afinitas tinggi pada jaringan akan
terdistribusi dgn baik ke jaringan. Obat dgn
afinitas lebih tinggi pada darah, distribusinya ke
jaringan akan terbatas
• Protein utama plasma adalah albumin (35-50
g/L) yg mengandung residu asam amino lipofilik,
dan kaya akan lysine.
Distribusi
33. • Ikatan dgn albumin meningkat sejalan dgn peningkatan
lipofilitas
• Obat yg asam cenderung membentuk interaksi muatan-
muatan dgn lysine.
• Obat yang basa juga berinteraksi dgn asam-α1-
glikoprotein (0,4-1,0 g/L)
Ikatan plasma dan jaringan
34. • Membran sel jaringan mengandung posfolipid
bermuatan negatif.
• Basa cenderung mempunyai afinitas pada jaringan
karena interaksi muatan-muatan dengan phosphate
head group. Sebaliknya dgn asam.
Ikatan plasma dan jaringan (pH 7,4)
35. • Apakah efek ikatan plasma & jaringan terhadap Vss
(volume steady state) yang teramati?
• Asam cenderung sangat terikat protein plasma
sehingga fUP kecil. Asam mempunyai afinitas rendah
terhadap jaringan karena tolakan muatan, shg fUT
besar. Jadi VSS asam cenderung kecil (< 0,5 L/kg).
Distribusi - Vss
fUP
VSS = VP + ( VT . )
fUT
VP = volume fisiologis plasma
VT = volume fisiologis jaringan
fUP = fraksi obat tak terikat di plasma
fUT = fraksi obat tak terikat di jaringan
36. • Senyawa netral mempunyai afinitas terhadap plasma
maupun jaringan, yg tergantung lipofilisitas. Perubahan
logD cenderung memberikan efek sama terhadap fUP
dan fUT. senyawa netral mempunyai VSS sedang (0,5-5
L/kg).
• Basa mempunyai afinitas lebih tinggi terhadap jaringan
disebabkan tarikan muatan. fUP cenderung lebih besar
dibanding fUT. VSS cenderung tinggi (> 3 L/kg)
Distribusi - Vss
fUP
VSS = VP + ( VT . )
fUT
37. • Ion trapping dapat terjadi bila obat didistribusikan di
kompartemen dgn pH yang berbeda2
• Kesetimbangan antara bentuk tak terion dan terion
akan berbeda pada masing2 kompartemen
• Karena hanya bentuk tak terion yg dapat menembus
membran biologis, obat bisa terjebak (trapped) dalam
kompartemen dimana bentuk terion lebih dominan
• Fenomena ion trapping terutama terjadi pada obat
basa karena cenderung terdistribusi lebih luas dan
karena pH sitosolik organ pemetabolisme cenderung
lebih rendah dari plasma (umumnya 7,2)
Distribusi – Pengaruh pH : Ion trapping
38. Ion trapping basa lemah dgn pKa 8,5
Membran
Plasma pH 7,4 Sitosol pH 7,2
Distribusi
B B
BH+
BH+
7,4%
92,6%
4,8%
95,2%
39. • Lisosom merupakan organela di dalam membran
• Mengandung sejumlah enzim hidrolitik yang
bertanggung jawab terhadap digesti.
• Berlimpah di paru, hati, ginjal, limfa. Sedikit terdapat di
otak, otot.
• pH terjaga sekitar 5 (4,8)
Ion trapping : lisosom
40. Ion trapping basa lemah dgn pKa 8,5
Membran
Plasma pH 7,4 Sitosol pH 7,2
Distribusi
B B
BH+
BH+
7,4%
92,6%
0,02%
99,8%
B
BH+
4,8%
95,2%
Membran
Lisosom pH 4,8
41. • Asetosal (asam asetilsalisilat) dimetabolisme menjadi
senyawa aktif: asam salisilat. Karena keasaman dan ionisasi
tinggi, salisilat tidak dpt terdistribusi ke jaringan
• Tapi pada overdosis, sejumlah salisilat masuk ke CNS &
menstimulasi pusat respiratori, menyebabkan penurunan
kadar CO2 darah peningkatan pH darah respiratory
alkalosis. Respon tubuh terhadap alkalosis adalah dgn
ekskresi bikarbonat utk menurunkan pH darah kembali
normal
• Pada kasus sedang, pH darah kembali normal. Tapi pada kasus
parah (& anak2) pH darah dapat turun drastis metabolic
acidosis.
Salicylate poisoning
42. Salicylate poisoning
Membran
BRAIN
BLOOD
Normal
1 pH 7,4 8000
Asidosis
4 pH 6,8 8000
Bikarbonat
• Asidosis menyebabkan peningkatan bentuk salisilat tak terion
dalam darah, meningkatkan distribusi ke otak toksisitas CNS.
• Asidosis diterapi dgn bikarbonat utk meningkatkan pH darah
dan meningkatkan redistribusi keluar dari CNS.
43. Salicylate poisoning
Membran
BRAIN
BLOOD
Normal
1 pH 7,4 8000
Asidosis
4 pH 6,8 8000
Bikarbonat
• Asidosis menyebabkan peningkatan bentuk salisilat tak terion
dalam darah, meningkatkan distribusi ke otak toksisitas CNS.
• Asidosis diterapi dgn bikarbonat utk meningkatkan pH darah
dan meningkatkan redistribusi keluar dari CNS.
44. • a. Sifat fisikokimia obat (ukuran molekul, pKa,
koefisien partisi)
• b. Barier fisiologis utk difusi obat
Permeabilitas jaringan
Ukuran organ/jaringan
dan laju perfusi
• Ikatan pada komponen darah dan protein
jaringan ekstravaskuler
Ikatan obat pada
komponen jaringan
• Usia, kehamilan, obesitas, penyakit, interaksi
obat, dll
Faktor lain-lain
Faktor yg mempengaruhi Distribusi
45. 1. Laju
permeabilitas
jaringan
a. Sifat fisikokimia obat
• ukuran molekul
• pKa
• koefisien partisi
b. Barier fisiologis
2. Laju perfusi
darah
Permeabilitas jaringan tergantung:
46. a. Sifat fisikokimia obat:
Obat dgn BM < 400 Da dgn mudah melintasi
membran kapiler utk berdifusi ke cairan interstitial
ekstraseluler (ECF).
Penetrasi obat dari ECF dipengaruhi sifat
fisikokimia obat:
a. ukuran molekul
b. ionisasi
c. lipofilisitas
47. Sifat fisikokimia obat:
Ukuran
molekul
• Ion kecil < 50 Da memasuki sel melalui kanal aqueous,
sedangkan ion besar terhalang, kecuali difasilitasi oleh
sistem transport aktif.
Ionisasi
• Obat dalam bentuk tak terion pada pH darah dan ECF
dapat menembus sel lebih cepat. pH normal 7,4 kecuali
kondisi tertentu seperti alkalosis/asidosis sistemik.
Lipofilisitas
• Hanya bentuk tak terion yg lipofolik yg mampu
menembus membran sel. Ex: tiopental (lipofil, tak terion
pada pH darah & ECF, mudah berdifusi ke otak), penisilin
(polar, terion pada pH plasma, tidak menembus BBB).
49. b. Penetrasi obat menembus BBB
BLOOD BRIAN BARRIER:
• Sel endotelial melapisi kapiler
• Struktur antara sangat rapat, sedikit sekali pori
antarsel
• Kapiler dilapisi jaringan syaraf
• Astrocytes : Sel khusus pendukung jaringan yang
ada di membran endotelial
• BBB: memisahan sirkulasi darah dan cairan
sererospinal
50.
51. Hanya obat dgn koefisien partisi tinggi yg dapat berdifusi
pasif. Obat dgn kelarutan dalam lemak sedang & rendah
serta molekul terion tidak dapat atau sukar berpenetrasi.
Sel endotelial membatasi difusi objek mikroskopik
(ex:bakteri) dan molekul hidrofil besar ke dalam CSF, tapi
memungkinkan molekul hidofil kecil berdifusi (O2, CO2,
hormones).
Sel dapat mentransport aktif produk metabolit seperti
glukosa menembus barier dgn protein spesifik.
BBB merupakan barrier lipofil:
52. Penetrasi Menembus Barrier Plasenta
• Plasenta merupakan membran yang memisahkan
darah fetus dari darah ibu
• Disusun dari membran dasar Trophoblast Fetal dan
Endotelium
• Ketebalan rata-rata di awal kehamilan (25 µ) yang
menurun hingga (2 µ) pada akhir kehamilan.
53. • Obat dengan BM< 1000 Daltons dan kelarutan dalam
lemak sedang hingga tinggi seperti ethanol,
sulfonamides, barbiturates, steroids, anticonvulsants
dan beberapa antibiotics mudah menembus barrier
plasenta dengan difusi sederhana.
• Nutrisi penting untuk petumbuhan janin ditransport
dgn proses termediasi carrier.
Penetrasi Menembus Barrier Plasenta
54. Laju perfusi merupakan
volume darah yang
mengalir per unit waktu
per unit volume jaringan.
Semakin besar aliran
darah, semakin cepat
distribusi.
Jaringan berperfusi tinggi
(paru, ginjal, hati, jantung
dan otak) cepat
mengalami
kesetimbangan kadar
obat larut lemak.
Tingkat distribusi obat
pada jaringan atau
organ tergantung
ukuran (volume)
3. Ukuran dan laju perfusi organ/jaringan
55. 4. Faktor lain-lain
Diet
Diet kaya lemakmeningkatkan kadar
asam lemak bebas dalam sirkulasi
shg mempengaruhi ikatan obat
asam (ex.NSAID) pada albumin
Obesitas
Tingginya kandungan jaringan adiposa
dpt meningkatkan fraksi obat lipofilik.
Kehamil
an
Pertumbuhan uterus, janin dan
plasenta meningkatkan volume
distribusi obat
Penyakit
Perubahan
kadar albumin
atau obat terikat
protein
+ / -
perfusi ke
organ/jari
ngan
Perubah
an pH
jaringan
57. Binding of drug to globulin
α1 globulin : kortison
steroid, prednison,
tiroksin, vit B12
α2 globulin
(ceruloplasmin):
Vit. A D E K
β1-globulin
(transferrin ) : ion besi
β2-globulin :
karotenoid
γ- globulin :
antigen
60. • Ginjal berfungsi sebagai filter, bertujuan untuk
membersihkan produk metabolisme dan toksin
dari darah dan mengeluarkannya melalui urin.
• Unit fungsional dasar ginjal adalah nefron.
• Darah yg memasuki ginjal pertama kali disaring
di glomerulus nefron.
• Urin primer yg terbentuk oleh filtrasi ini dialirkan
dari glomerulus ke tubulus dan collecting ducts
ureter.
1. Ekskresi renal
62. • Aliran darah ke ginjal ± 1,2-1,5L/mnt
• ± 10% volume ini disaring melalui pori-pori di
glomerulus filtrat/urin primer 180L/hr
• Pori-pori membran kapiler glomerulus cukup
besar shg molekul kecil & sebagian besar
molekul obat bisa lewat, tapi sel darah dan
molekul besar (>60 kDa) seperti protein plasma
tidak bisa lewat.
• Sehingga obat yg terikat protein plasma tidak
dieliminasi via giltrasi glomerulus
a. Filtrasi Glomerulus
63. • > 99% dari 180L filtrat bebas protein direabsorpsi lagi di
sel tubular, hanya sekitar 1,5L/hr diekskresi sbg urin.
• Solut dan obat terlarut dalam filtrat dapat direabsorpsi
lagi, sebagian besar dgn difusi pasif. Ex: glukosa
terbawa dalam filtrat tapi direabsorpsi kembali di
tubular (dgn carier)
• Obat yg sangat lipofil akan terekskresi sangat lambat
karena direabsorpsi kembali.
• Obat berdifusi dari cairan tubular ke plasma
berdasarkan: gradien konsentrasi, koefisien partisi,
derajat ionisasi dan bobot molekul.
b. Reabsorpsi tubular
64. • pH urin sekitar 4,5-7,0. Perubahan pH urin akan
mempengaruhi reabsorpsi pasif & ekskresi obat (pers. HH).
• Pengasaman urin akan meningkatkan reabsorpsi asam
lemah (ex.salisilat) menunda ekskresi.
• Pembasaan urin akan mempercepat ekskresi asam lemah,
dan sebaliknya.
• Contoh: untuk mempercepat ekskresi fenobarbital (asam
lemah) pada pasien keracunan barbital dapat dilakukan dgn
pemberian natrium bikarbonat.
• Peningkatan aliran urin dgn asupan cairan atau co-
administrasi dgn diuretik juga dapat meningkatkan ekskresi
obat dengan cara menurunkan waktu untuk reabsorpsi.
b. Reabsorpsi tubular
65. • Sebagian besar darah (90%) meninggalkan glomerulus
dalam bentuk tak tersaring, shg sebagian besar obat
akan mencapai kapiler peritubular.
• Di sini obat akan ditransfer ke lumen tubular dengan
sistem carrier yg relatif nonselektif mentransport
molekul melawan gradien konsentrasi.
• Sedikitnya ada 2 sistem sekresi renal aktif:
c. Sekresi tubular aktif
1. Sekresi asam organik
alami (e.asam urat)
mentransport obat2 asam
seperti penisilin, indometasi
dan glukuronida
2. Sekresikan basa
organik alami (kolin atau
histamin)
mentransport obat2 basa
seperti morfin, prokain dan
senyawa amonium kwarterner.
66. • Sistem transport ini dapat jenuh atau saling
berkompetisi dapat terjadi interaksi obat
• Contoh: untuk menurunkan ekskresi uriner dari
penisilin (shg memperpanjang efek) diberikan
bersama probenesid, suatu asam organik lemah
yg dapat berkompetisi untuk sistem transport
aktif di tubulus.
• Co-administrasi kuinidin menurunkan klirens
ginjal digoin shg meningkatkan kadar serum
digoxin
c. Sekresi tubular aktif
67. • Ikatan protein plasma tidak membatasi sekresi
tubular aktif, karena afinitas obat lebih tinggi
terhadap carrier dibanding thd protein plasma.
• Sekresi tubular merupakan mekanisme paling
efektif untuk eliminasi obat via ginjal.
• Contoh: penisilin, walaupun 80% terikat protein
shg tidak terekskresi oleh filtrasi glomerulus, tapi
hampir sempurna dikeluarkan dari darah saat
melewati ginjal karena sekresi tubular yg efisien
c. Sekresi tubular aktif
69. • Hati merupakan salah satu organ ekskresi penting,
karena berperan dalam pembentukan cairan empedu yg
dialirkan ke usus dan kemudian dibuang bersama feses.
• Sel-sel hepatosit mensekresi ±1L cairan empedu/hari,
terdiri dari: air, ion, garam empedu (penting untuk
absorpsi lipid), kolesterol & pigmen empedu.
• Beberapa obat secara aktif disekresi ke dalam empedu &
kemudian ke saluran cerna (umumnya dgn ukuran 400-
500Da)
• Untuk dapat diekskresi via empedu, dibutuhkan gugus
polar yg kuat.
2. Ekskresi bilier
70. • Banyak obat diekskresikan via empedu dlm bentuk
metabolitnya (terutama konjugat glukoronida)
• Obat (atau metabolitnya) yg masuk ke saluran cerna via
empedu bisa diekskresikan via feses, tetapi bisa juga
direabsorpsi kembali siklus enterohepatik
• Konjugat obat (glukuronida) dpt dihidrolisis di usus oleh
bakteri, shg terlepas dan direabsorpsi dlm bentuk obat
induk.
• Ex: kloramfenikol & steroid mengalami siklus bilier
ekstensif, sebelum akhirnya dieksresi via urin
2. Ekskresi bilier