Makalah belajar dan_pembelajaran_-pendidikan_matematika_2014
1. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Makalah Oleh:
Program Studi Pendidikan Matematika Tahun 2014 Indralaya
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2015
2. ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB 1 HAKIKAT BELAJAR, MENGAJAR DAN PEMBELAJARAN ....... 1
1.1 Pengertian belajar, mengajar, dan pembelajaran....................................... 1
1.2 Tujuan belajar dan pembelajaran............................................................... 3
1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar dan pembelajaran................ 4
1.4 Hubungan antara belajar dan pembelajaran ..............................................10
1.5 Rekayasa pembelajaran guru dan tindak belajar siswa.............................18
BAB 2 JENIS-JENIS DAN PRINSIP BELAJAR.............................................20
2.1 Jenis Belajar Menurut Robert M.Gagne ...................................................20
2.2 Jenis Belajar Menurut Benyamin S.Bloom...............................................22
2.3 Jenis Belajar Menurut UNESCO..............................................................24
2.4 Prinsip-prinsip Belajar ..............................................................................25
BAB 3 TEORI BELAJAR BEHAVIORISTK...................................................29
3.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik ...................................................29
3.2 Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik .......................................................30
3.3 Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik ..........................................................30
3.4 Aplikasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran .....................57
3.5 Peran Guru dalam Teori Belajar Behavioristik .......................................57
3.6 Peran Siswa dalam Teori Belajar Behavioristik ......................................58
BAB 4 TEORI BELAJAR KOGNITIF .............................................................59
4.1 Teori Belajar Piaget ..................................................................................59
4.2 Teori Belajar Vygotsky.............................................................................64
4.3 Teori Belajar Bruner .................................................................................68
4.4 Teori Belajar Ausebel...............................................................................69
3. iii
BAB 5 TEORI BELAJAR HUMANISTIK.......................................................70
5.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik ........................................................70
5.2 Tokoh dalam Teori Belajar Humanistik....................................................70
BAB 6 TEORI BELAJAR SOSIAL...................................................................79
6.1 Pengertian Teori Belajar Sosial.................................................................79
6.2 Teori Belajar Sosial (Albert Bandura) ......................................................79
BAB 7 MOTIVASI BELAJAR...........................................................................84
7.1 Pengertian Motivasi .................................................................................84
7.2 Pentingnya Motivasi dalam Belajar..........................................................84
7.3 Jenis Motivasi............................................................................................86
7.4 Sifat Motivasi............................................................................................86
7.5 Motivasi dalam Belajar ...........................................................................87
7.6 Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar................................89
7.7 Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar ...................................................91
BAB 8 KESULITAN BELAJAR........................................................................93
8.1 Pengertian Kesulitan Belajar.....................................................................93
8.2 Faktor-Faktor Kesulitan Belajar................................................................94
8.3 Jenis Kesulitan Belajar..............................................................................98
8.4 Karakteristik Kesulitan Belajar.................................................................106
8.5 Cara Mengatasi Kesulitan Belajar.............................................................109
BAB 9 PENGERTIAN DAN JENIS-JENIS SUMBER BELAJAR ..............111
9.1 Pengertian Sumber Belajar........................................................................111
9.2 Fungsi Sumber Belajar ............................................................................112
9.3 Jenis-Jenis Sumber Belajar .......................................................................114
9.4 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar...........................................................116
4. iv
BAB 10 STRATEGI, PENDEKATAN, MODEL DAN METODE
PEMBELAJARAN .......................................................................................117
10.1 Model Pembelajaran................................................................................117
10.2 Pendekatan Pembelajaran........................................................................129
10.3 Metode Pembelajaran..............................................................................133
10.4 Strategi Pembelajaran..............................................................................149
BAB 11 ANALISIS KASUS-KASUS PEMBELAJARAN MATEMATIKA.152
11.1 Pengertian Analisis Kasus Pembelajaran Matematika ............................152
11.2 Kasus Pembelajaran Matematika ............................................................152
11.3 Faktor Munculnya Kasus Pembelajaran Matematika..............................154
11.4 Pemecahan Kasus Pembelajaran Matematika .........................................158
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................160
LAMPIRAN ........................................................................................................163
5. 1
BAB 1
HAKIKAT BELAJAR, MENGAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.1 Pengertian Belajar, Mengajar dan Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Belajar adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah (1999), Belajar adalah
proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman.
Menurut Djamarah, Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Jadi, belajar adalah proses serangkaian kegiatan untuk berusaha
memperoleh pengetahuan dan dapat menimbulkan perubahan (tingkah laku,
kepandaian, dan lain-lain) yang berasal dari pengalaman orang seorang yang
berhubungan dengan kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar adalah proses
untuk mengubah diri dari tidak tahu menjadi tahu, dari belum bisa menjadi
bisa, dari belum terampil menjadi terampil dan mahir. Sedangkan mengajar
sendiri adalah upaya mentransformasi orang lain, yakni peserta didik, agar
menjadi tahu, bisa, terampil, dan mahir.
Menurut Prof. Dr. H. Dadang Suhardan, M.Pd, mengajar pada dasarnya
merupakan kegiatan akademik yang berupa interaksi komunikasi antara
pendidik dan peserta didik. Bila belajar dan mengajar digabungkan dalam
satu aktivitas bersama maka hal ini disebut sebagai kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran = Belajar + Mengajar
6. 2
Pembelajaran itu sendiri secara konsep dasarnya adalah pertemuan atau
persenyawaan antara aktivitas murid belajar dan guru sedang mengajar.
Secara hakikat, pembelajaran adalah proses peningkatan kemampuan baik di
ranah kognitif, afektif, dan juga ranah keterampilan melalui aktivitas interaksi
antar-elemen pembelajaran. Elemen pembelajaran yang dimaksud ada tiga,
yakni guru, siswa, dan media atau sumber belajar. Apabila terjadi interaksi
yang sempurna antara ketiganya, maka itulah yang disebut dengan
pembelajaran aktif.
Interaksi belajar-mengajar atau interaksi pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai komponen untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan
pembelajaran. Tanpa adanya interaksi, maka tidak akan ada proses belajar.
Pembelajaran yang sempurna setidaknya memiliki delapan tipe interaksi yang
intensif, yakni:
Interaksi antara guru dan siswa;
Interaksi antara guru dan sumber belajar;
Interaksi antara setiap individu siswa langsung dengan media dan sumber
belajarnya;
Interaksi antara individu siswa dengan individu siswa yang lain;
Interaksi antara guru dan kelompok siswa;
Interaksi antara individu siswa dengan kelompoknya;
Interaksi kelompok dengan sumber dan media belajarnya;
Interaksi antara kelompok dengan kelompok lain.
Apabila pembelajaran aktif dapat berlangsung dengan baik, maka guru
harus memastikan bahwa kedelapan tipe interaksi tersebut harus benar-benar
terlaksana semua. Interaksi yang terbangun harus benar-benar berada dalam
lingkup kegiatan belajar yang bermakna, maka membangun ragam interaksi
ini harus dengan metode pembelajaran yang tepat.
Interaksi ini sangat erat kaitannya dengan metode pembelajaran, sebab
interaksi ini hanya bisa muncul bila guru memfasilitasinya dengan suatu
metode pembelajaran. Sehingga, semakin banyak guru menggunakan metode
7. 3
pembelajaran, maka dalam sesi tersebut akan semakin banyak membangun
interaksi antar-elemen pembelajaran. Misalkan saja metode bermain peran
secara berkelompok, maka metode ini akan dapat membangun interaksi
antara individu siswa dengan kelompok.
1.2 Tujuan Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal
yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari 2 subjek,
yaitu siswa dan guru. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi
bahan belajar. Dari segi guru, proses belajar tampak sebagai perilaku belajar
tentang suatu hal. (Mudjiono, 2002:17)
Dalam proses belajar diharapkan siswa mampu mengembangkan ranah-
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dan adanya perubahan tingkah laku
ke arah yang lebih baik saat tercapainya proses belajar. Pada umumnya
semula siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi guru
tentang sasaran belajar, maka siswa mengetahui apa arti bahan belajar
baginya. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya evaluasi dan
keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan
dirinya. Hal ini akan memperkuat keinginan untuk semakin mandiri.
Tujuan pembelajar pada hakekatnya adalah rumusan tentang perilaku hasil
belajar (kognitif, psikomotor, dan afektif) yang diharapkan untuk dimiliki
(dikuasai) oleh si pelajar setelah si pelajar mengalami proses belajar dalam
jangka waktu tertentu. Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan
pembelajaran adalah kebutuhan siswa,mata ajaran, dan guru itu sendiri.
Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yan hendak dicapai dan
dikembangkan dan diapresiasikan. Berdasarkan mata ajaran yang ada dalam
petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan.
Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa dan dia harus
mampu menulis dan memilih tujuan pendidikan yang bermakna dan dapat
diukur.
Tujuan belajar penting bagi siswa dan guru. Dalam desain instrusional
guru merumuskan tujuan instruksional khusus atau sasaran belajar siswa.
8. 4
Rumusan tersebut disesuaikan dengan perilaku yang hendaknya dapat
dilakukan siswa. Dari segi guru, guru memberikan informasi tentang sasaran
belajar. Bagi siswa, sasaran belajar tersebut merupakan tujuan belajar
“sementara”. Dengan belajar, maka kemempuan siswa meningkat.
Menigkatnya kemempuan mendorong siswa untuk mencapai tujuan belajar
yang baru. Bila semua siswa menerima sasaran belajar dari guru, maka makin
lama siswa membuat tujuan belajar sendiri (Mudjiono, 2002: 22-25).
1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar dan Pembelajaran
1.3.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi belajar wajar dibedakan
atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal Kedua faktor
tersebut saling memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini
meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis dan psikologis
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam,
yaitu: Pertama, keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terha¬dap kegiatan belajar individu.
Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya
hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan jasmani sangat
memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan
jasmani. Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar
berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi
hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik
9. 5
akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar,
pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan
ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
2) Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama
memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap,
dan bakat.
a) Kecerdasan/inteligensi siswa
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses
belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi
tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut
meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi
individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena
itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain
sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai
kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan
perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional, sehingga mereka
dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
b) Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan
belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa inginn melakukan kegiatan
belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam
diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku
setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku
seseorang.
10. 6
c) Minat
Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi
pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki
minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar.
Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik
lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi
pelajaran yang akan dipelajarinya.
d) Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan
proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun
negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh
perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau
lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya sikap yang
negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang
profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
e) Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat.
Secara umum, bakat(aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan
bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar.
Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah
satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila
bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat
itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan
berhasil.
11. 7
b. Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor
eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah
(2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar
dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan
faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan Sosial
a) Lingkungan sosial masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi
belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan
anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak
siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b) Lingkungan sosial keluarga
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga,
sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga,
semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan
antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
c) Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi
proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya
dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka
para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat
yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan
mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
12. 8
2) Lingkungan Nonsosial
Faktor faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
a) Lingkungan alamiah
Seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang
tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan
tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupa¬kan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan
alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
b) Faktor instrumental
Yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama,
hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,
lapang¬an olahragd dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum
sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain
sebagainya. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini
hendaknya disesuaikan dengan usia perkembang¬an siswa, begitu juga
dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan
siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif
terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus mengua¬sai materi
pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan
kondisi siswa.
1.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembelajaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Faktor Kecerdasan
Yang dimaksud dengan kecerdasan ialah kemampuan seseorang untuk
melakukan kegiatan berfikir yang bersifatnya rumit dan abstrak. Tingkat
kecerdasan dari masing-masing tidak sama. Ada yang tinggi, ada yang sedang
dan ada pula yang rendah. Orang yang tingkat kecerdasannya tinggi dapat
mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit dilakukan dengan cepat tanpa
banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas.
Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak, lebih
13. 9
cepat dengan tenaga yang relatif sedikit. Kecerdasan adalah suatu kemapuan
yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak dapat meningkatkannya,
tetapi hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya kecerdasan
seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan
pendidikan dengan baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan hanya
ditentukan oleh kecerdasan saja tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.
b. Faktor Belajar
Yang dimaksud dengan faktor belajar adalah semua segi kegiatan belajar,
misalnya kurang dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang
dihadapi, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan sehingga tidak dapat
membaca seluruh bahan yang seharusnya dibaca. Termasuk di sini kurang
menguasai cara-cara belajar efektif dan efisien.
c. Faktor Sikap
Banyak pengaruh faktor sikap terhadap kegiatan dan keberhasilan siswa
dalam belajar. Sikap dapat menentukan apakah seseorang akan dapat belajar
dengan lancar atau tidak, tahan lama belajar atau tidak, senang pelajaran yang
di hadapinya atau tidak dan banyak lagi yang lain. Diantara sikap yang
dimaksud di sini adalah minat, keterbukaan pikiran, prasangka atau kesetiaan.
Sikap yang positif terhadap pelajaran merangsang cepatnya kegiatan belajar.
d. Faktor Kegiatan
Faktor kegiatan ialah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan, kesegaran
jasmani dan keadaan fisik seseorang. Sebagaimana telah diketahui, badan
yang tidak sehat membuat konsentrasi pikiran terganggu sehingga
menganggu kegiatan belajar.
e. Faktor Emosi dan Sosial
Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka dan faktor sosial seperti
persaingan dan kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar.
14. 10
Ada diantara faktor ini yang sifatnya mendorong terjadinya belajar tetapi ada
juga yang menjadi hambatan terhadap belajar efektif.
f. Faktor Lingkungan
Yang dimaksud faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana tempat
seseorang belajar. Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut juga
menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk
dan nyamuk yang menganggu pada waktu belajar dan keadaan yang serba
kacau di tempat belajar sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan
belajar. Hubungan yang kurang serasi dengan teman dapat menganggu
kosentrasi dalam belajar.
g. Faktor Guru
Kepribadian guru, hubungan guru dengan siswa, kemampuan guru mengajar
dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut mempengaruhi
keberhasilan belajar. Guru yang kurang mampu dengan baik dalam mengajar
dan yang kurang menguasai bahan yang diajarkan dapat menimbulkan rasa
tidak suka kepada yang diajarkan dan kurangnya dorongan untuk
menguasainya dipihak siswa. Sebaliknya guru yang pandai mengajar yang
dapat menimbulkan pada diri siswa rasa menggemari bahan yang
diajarkannya sehingga tanpa disuruh pun siswa banyak menambah
pengetahuannya dibidang itu dengan membaca buku-buku, majalah dan
bahan cetak lainnya. Guru dapat juga menimbulkan semangat belajar yang
tinggi dan dapat juga mengendorkan keinginan belajar yang sungguh-
sungguh. Siswa yang baik berusaha mengatasi kesulitan ini dengan
memusatkan perhatian kepada bahan pelajaran, bukan kepada kepribadian
gurunya.
1.4 Hubungan Antara Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dalam kehidupan
manusia. Sejak lahir manusia telah melakukan kegiatan belajar untuk
memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan dirinya. Karena belajar
15. 11
adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada individu khususnya siswa
menuju arah yang lebih baik. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek
pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai
(afektif) serta keterampilan (psikomotor). Belajar juga merupakan sarana
untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Pengoptimalisasian
potensi ini dapat dilakukan dengan pembelajaran. Pembelajaran
mengkondisikan siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
Pada hakekatnya belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi
yang ada di sekitar individu. Belajar itu sendiri ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku.Menurut Gagne dan Briggs (1988), perubahan
tingkah laku dalam proses belajar menghasilkan aspek perubahan seperti
kemampuan membedakan, konsep kongkrit, konsep terdefinisi, nilai,
nilai/aturan tingkat tinggi, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan
keterampilan motorik. Misalnya, sebelum belajar mereka kurang begitu
terampil, dan setelah belajar mereka menjadi sangat terampil, dan sebagainya.
Belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang
berlangsung sejak lahir hingga akhir hayat, dalam belajar terjadi adanya
perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen, hasil belajar
ditunjukan dengan tingkah laku,dalam belajar ada aspek yang berperan yaitu
motivasi, emosional, sikap,dan yang lainnya. Unsur utama dalam belajar
adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber
pendorong, situasi belajar, yang memberikan kemungkinan terjadinya
kegiatan belajar.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkanpeserta didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sisstematis agar peserta didik/pembelajar
dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Jika
pembelajaran dianggap sebagai suatu system, maka berarti pembelajaran
terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media
pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas,evaluasipembelajaran, dan
16. 12
tindak lanjut pembelajaran. Sebaliknya bila pembelajaran dianggap sebagai
suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan
guru dalam rangka membuat siswa belajar.
Pembelajaran dan belajar merupakan dua kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dan saling mempengaruhi karena belajar merupakan salah satu
bagian dari kegiatan pembelajaran, sedangkan pembelajaran itu sendiri
merupakan usaha untuk menciptakan pengalaman belajar pada siswa karena
pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan
tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku pada siswa dan menciptakan situasi yang mendukung
peningkatan kemampuan belajar siswa.
Jadi, belajar dan pembelajaran memiliki hubungan yang sangat erat dan
keduanya tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Balajar merupakan
proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes). Sedangkan
pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memfalitasi dan
mendukung guna meningkatkan intensitas dan kualitas belajar peserta didik.
Dengan kata lain, kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mengoptimalkan
potensi pada siswa. Dan belajar merupakan proses yang dilakukan untuk
mengoptimalkan potensi tersebut.
1. Ciri-ciri Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah
penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi
berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan
yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar.
Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar
yang tampak dari luar.
17. 13
Tabel 1 : Ciri-ciri Umum Pendidikan, Belajar, dan Perkembangan
Adaptasi dari Monks, Knoers, Siti Rahayu, 1989; Biggs & Telfer, 1987;
Winkel, 1991.
Apakah hal-hal di luar siswa yang menyebabkan belajar juga sukar
ditentukan? Oleh karena itu, beberapa ahli mengemukakan pandangan yang
berbeda tentang belajar.
a. Belajar Menurut Pandangan Skinner
Skinner berpandangan bahwa belajr adalah suatu perilaku. Pada saat orang
belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar
maka responsnya menurun. Dalam hal belajar ditemukan adanya hal berikut:
(i) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar,
(ii) Respons si pebelajar, dan
(iii) Konsekuensi yang bersifat menguatka respons tersebut. Pemerkuat
terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai
ilustrasi, perilaku respons si pebelajar yang baik diberi hadih. Sebaliknya,
perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan
Skinner. Pandangan Skinner ini terkenal dengan nama teori Skinner.
18. 14
Dalam menerapkan teori Skinner, guru perlu memperhatikan dua hal
yang penting, yaitu (i) pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan (ii)
penggunaan penguatan. Sebagai ilustrasi, apakah guru akan meminta
respons ranh kognitif atau afektif. Jika yang akan dicapai adalah sekedar
“menyebut ibu kota Negara Republik Indonesia adalah Jakarta,” tentu
saja siswa hanya dilatih menghafal.
Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan
sebagai berikut:
(1) Kesatu, mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku
siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan perilaku
negatif diperlemah atau dikurangi.
(2) Kedua, membuat daftar penguat positif. Guru mencari perilaku yang lebih
disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar sekolah
yang dapat dijadikan penguat.
(3) Ketiga, memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta
jenis penguatnya.
(4) Keempat, membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi
urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku,
dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran, guru mencatat
perilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil. Ketidakberhasilan
tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi perilaku selanjutnya
(Davidoff, 1988: 199-211; Gredler, 1991: 154-166; Sumadi Suryabrata, 1991;
Hilgard dan Bower, 1966: 114-131; Woolfolk & McCune-Nicolish, 1984:
170-179).
b. Belajar menurut Gagne
Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar
berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterempilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i)
stimulasi yang berasl dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan
oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif
yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi,
19. 15
menjadi kapabilitas baru. Sebagai ilustrasi, siswa kelas tigaSMP mempelajari
nilai luhur Pancasila. Meraka membaca berita di surat kabar tentang bencana
alam gempa bumi di Flores dan banjir di beberapa provinsi di Jawa. Mereka
bersama-sama mengumpulkan bantuan bencan alam dari orang tua siswa
SMP. Mereka mampu mengumpulkan 4 kuintal beras, 100 potong pakaian,
dan uang sebesar Rp 5.000.000,00. Hasil bantuan tersebut kemudian mereka
serahkan ke Palang Merah Indonesia yang mengkoordinasi bantuan di kota
setempat. Perilaku siswa mengumpulkan sumbangan tersebut merupakan
hasil belajar nilai luhur Pancasila. Hal ini merupakan dampak pengiring.
Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi
eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Komponen tersebut dilukiskan
dalam Bagan 2 berikut.
Bagan 2 : Komponen Esensial Belajar dan Pembelajaran
Bagan 2 melukiskan hal-hal berikut:
(1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif
siswa” dengan “stimulus dari lingkungan”.
20. 16
(2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar
tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan
motorik, sikap, dan siasat kognitif.
Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa
tersebut berupa:
(1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal
memungkinkan individu berperan dalam kehidupan.
(2) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk
berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan
lambing. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep
konkret dan terdefinisi, dan prinsip.
(3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
(4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek tersebut.
Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi
Sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut: (i) persiapan untuk belajar, (ii)
pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), dan (iii) alih belajar. Pada
tahap persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan
mendapatkan kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan performansi
digunakan untuk persepsi selektif, sandi sematik, pembangkitan kembali dan
respons, serta penguatan. Tahap alih belajar meliputi pengisyaratan untuk
membangkitkan, dan pemberlakuan secara umum. Adanya tahap dan fase
belajar tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran.
Dalam rangka pembelajaran maka guru dapat menyusun acara pembelajaran
yang cocok dengan tahap dan fase-fase belajar. Pola hubungan antara fase
belajar dengn acara-acara pembelajaran tersebut dapat dilukiskan dalam
21. 17
Tabel 2 berikut. Pola pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk pedoman
pelaksanaan kegiatan belajar di kelas. Sudah barang tentu guru masih harus
menyesuaikan dengan bidang studi dan kondisi kelas yang sebenarnya. Guru
dapat memodifikasi seperlunya.
Tabel 2 : Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran
Perian Fase Belajar Acara Pembelajaran
Persiapan
untuk
belajar
1. Mengarahkan
perhatian
Menarik perhatian siswa dengan
kejadian yang tidak seperti
biasanya, pertanyaan atau
merubah stimulus
2. Ekspektansi Memberitahu siswa mengenai
tujuan belajar
3. Retrival
(informasi dan
keterampilan yang
relevan untuk
memori kerja)
Merangsang siswa agar mengingat
kembali hasil belajar (apa yang
telah dipelajari) sebelumnya.
Pemerolehan
dan
unjuk
perbuata
n
4. Persepsi selektif
atas sifat stimulus
Menyajikan Stimulus yang jelas
sifatnya
5. Sandi semantik Memberikan bimbingan belajar
6. Retrival dan
Respon
Memunculkan perbuatan Siswa
7. Penguatan Memberikan balikan informatif
Retrival dan
alih
belajar
8. Pengisyaratan Menilai perbuatan siswa
9. Pemberlakuan
secara umum
Meningkatkan retensi dan alih
belajar
c. Belajar Menurut Pandangan Piaget
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab
individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan
22. 18
tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkuna
maka fungsi intelek semakin berkembang.
Perkembangan intelektual melalui tahap – tahap berikut. (i) sensori motor
(0;0-2;0 tahun), (ii) pra-operasional (2;0-7;0 tahun), (iii) operasional konkret
(7;0-11;0 tahun), dan (iv) operasi formal (11;0-keatas).
Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan
sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan,
penciuman, pendengaran, perabaan, dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap
pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia
telah mampu menggunakan symbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi,
membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret
anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis,
walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Pada
tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase
eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi,
siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep,
siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase
aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih
lanjut.
1.5 Rekayasa pembelajaran guru dan tindak belajar siswa
23. 19
Dari Bagan tersebut dapat diketahui :
(1) Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran. Rekayasa
pembelajaran tersebut dilakukan berdasarkan kurikulum yang berlaku.
(2) Siswa sebagai pembelajar di sekolah memiliki kepribadian, pengalaman, dan
tujuan. Ia mengalami perkembangan jiwa sesuai asaa emansipasi diri menuju
keutuhan dan kemandirian.
(3) Guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa.
(4) Guru menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar.
(5) Guru bertindak mengajar di kelas dengan maksud membelajarkan siswa.
Dalam tindakan tersebut, guru menggunakan asas pendidikan maupun teori
belajar.
(6) Siswa bertindak belajar, artinya mengalami proses dan meningkatkan
kemampuan mentalnya.
(7) Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil
belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi
(7A)Bdampak pengajaran, dan (7B) dampak pengiring. Dampak pengajaran
adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka
dalam ijazah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring
adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer
belajar.
Bagan tersebut juga melukiskan peran guru dalam pembelajaran, yaitu
membuat desain instruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar,
bertindak mengajar atau membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang
berupa dampak pengajaran. Peran siswa adalah bertindak belajar, yaitu
mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil
belajar yang digolongkan sebagai dampak pengiring. Dengan belajar, maka
kemampuan mental semakin meningkat. Hal itu sesuai dengan perkembangan
siswa yang beremansipasi diri sehingga ia menjadi utuh dan mandiri
(Winkel,1991; Biggs & Telfer, 1987; Monks, Knoers & Siti Rahayu
Haditono, 1989).
24. 20
BAB 2
JENIS-JENIS DAN PRINSIP BELAJAR
2.1 Jenis Belajar Menurut Robert M.Gagne
Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar.
Karena itu banyak tipre-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat
ada delapan tipe belajar :
1. Belajar isyarat (signal learning)
Ternyata tidak semua reaksi sepontan manusia terhadap stimulus sebenarnya
tidak menimbulkan respon. Dalam konteks inilah signal learning terjadi.
Contoh : Mempelajari simbol – simbol yang ada di mata pelajaran
matematika.
2. Belajar stimulus respon
Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang
diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan sehingga terbentuk perilaku
tertentu (shaping).
Contoh : Guru memberikan pertanyaan tentang perkalian, siswa memberikan
respon kepada guru dengan menjawab pertanyaan dari guru.
3. Belajar merantaikan (chaining)
Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik
sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.
Contoh : Langkah-langkah atau prosedur untuk menggambarkan segitiga
siku-siku dengan menggunakan jangka.
4. Belajar asosiasi verbal (verbal Association)
Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek
yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata
dalam urutan yang tepat.
Contoh : Saat siswa ingin menggambarkan segitiga siku-siku, siswa membaca
langkah-langkah atau prosedur sambil mempraktekkannya secara langsung.
25. 21
5. Belajar membedakan (discrimination)
Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda pada stimulus yang
mempunyai kesamaan.
Contoh : Untuk menyelesaikan soal persamaan linier 2 variabel, setiap siswa
mengerjakan dengan cara yang berbeda-beda, tetapi tujuannya sama yaitu
untuk menyelesaikan persamaan linier 2 variabel. (banyak cara tapi tujuannya
sama)
6.Belajar konsep (concept learning)
Belajar mengklsifikasikan stimulus atau menempatkan objek - objek dalam
kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan arti yang
mewakili kesamaan ciri).
Contoh : Siswa menyelesaikan soal operasi himpunan (penjumlahan dan
selisih) dengan menggunakan konsep opersai himpunan.
7. Belajar dalil (rule learning)
Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang
terdiri dari penggabungan beberapa konsep.
Contoh: Siswa menyelesaikan soal tentang bilangan berpangkat dengan
berbagai cara sehingga mendapatkan rumus, sifat-sifat dari bilangan
berpangkat.
8. Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk
memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher
order rule).
Contoh :Ketika siswa telah dapat menyelesaikan suatu soal, siswa harus
membuktikan kembali kebenarannya dari penyelesaian yang didapat dengan
mencobanya ke dalam soal kembali
26. 22
2.2 Jenis Belajar Menurut Benyamin S.Bloom
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian,
danketerampilan berpikir. Bloom membagi domain kognisi kedalam 6
tingkatan.
Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.
Contoh : Simbol-simbol dalam matematika seperti, =, <, >, +, -
Pemahaman (comprehension)
Pada tahap ini seseorang sudah memahami sesuatu seperti sebuah gambaran,
diagram, grafik, laporan, peraturan dan lain- lain.
Contoh : Siswa dapat membaca sebuah diagram
Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan,
prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.
Contoh : Soal yang mengenai kehidupan sehari - hari
Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang
masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian
yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu
mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yg rumit.
Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesa akan mampu
menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak
terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk
menghasilkan solusi yg dibutuhkan.
27. 23
Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi,
gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau
standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
2.Affective Domain (RanahAfektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan
cara penyesuaian diri.
Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam
pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya,
dan mengarahkannya.
Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi
persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek,
fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari
serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya,
dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or
Value Complex).
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi
karakteristik gaya-hidupnya.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,
mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
28. 24
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain
berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di
dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan
meyakinkan dan cakap.
Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola
gerakan yang kompleks.
Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam
berbagai situasi.
Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau
permasalahan tertentu.
2.3 Jenis Belajar Menurut UNESCO
1. Learning to know
Pada Learning to know ini terkandung makna bagaimana belajar, ada tiga
aspek. Apa yang dipelajari, bagaimana caranya dan siapa yang belajar.
2. Learning to do
Hal ini dikaitkan dengan dunia kerja, membantu seseorang mampu
mempersiapkan diri untuk bekerja atau mencari nafkah. Jadi dalam hal ini
29. 25
menekankan perkembangan ketrampilan untuk yang berhubungan dengan
dunia kerja.
3. Learning to live together
Belajar ini ditekankan seseorang/pihak yang belajar mampu hidup bersama,
dengan memahami orang lain, sejarahnya, budayanya, dan mampu
berinteraksi dengan orang lain secara harmonis.
4. Learning to be
Belajar ini ditekankan pada pengembangan potensi insani secara maksimal.
Setiap individu didorong untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri.
Dengan learning to be seseorang akan mengenal jati diri, memahami
kemampuan dan kelemahanya dengan kompetensi-kompetensinya akan
membangun pribadi secara utuh.
2.4 Prinsip - Prinsip Belajar
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari
kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984: 335).
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai
sesuatu yang di butuhkan, di perlukan untuk belajar lebih lanjut atau
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam
kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan
aktivitas seseorang.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat
juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain.
30. 26
1. Keaktifan
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah
makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu,
mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidakbisa di paksakan
eloh orang lain dan juga tidak bisa di limpahkan kepada orang lain. Belajar
hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
John Dewey mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang
harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari
siswa sendiri, guru hanya sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewey
1916, dalam Davies, 1937:31).
2. Pengalaman
Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajarnya, mengemukakan
bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.
Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati
secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam
perbuatan, dan bertanggung jawabt rehadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John
Dewey dengan“Learning by doing” –nya. Belajar sebaiknya dialami melalui
perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik,
individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah(problem
solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
3. Pengulangan
Teori Psikologi Daya menerangkan bahwa belajar adalah melatih daya-
daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menangggap,
mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan
mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebutakan berkembang. Seperti
halnya pisau yang selalu di asahakan menjadi tajam, maka daya-daya yang
dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “Law of Exercise”,
mengemukakan bahwa belajarialah pembentukan hubungan antara stimulus
31. 27
dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu
memperbesar peluang timbulnya responbenar.
4. Tantangan
Teorimedan (Field Theori) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa
dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis
dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin di capai
tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka
timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari
bahan belajar tesebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan
belajar talah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan
baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk
mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.
Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah
untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung
masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk
mempelajarinya.
5. Penguatan
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan
hasil yang baik. Apalagi, hasil yang baik akan menjadi balikan yang
menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun
dorongan belajaritu menurut B.F.Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan
Berliner, 1984:272).
6. Perbedaan Inidividual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa
yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain.
Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-
sifatnya.Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar
32. 28
siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatiakan oleh guru dalam
upaya pembelajaran. Sistem penidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita
kurang memperhatikan masalah perbedan individual, umumnya pelaksanaan
pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan
kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula
dengan pengetahuannya. Pembelajaran yang bersifat klasikal yang
mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara.
Antara lain penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi
sehingga perbedaan-perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani.
33. 29
BAB 3
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
3.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah pembelajaran yang memandang
manusia dari sisi perilakunya (behavior). Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya,
seorang guru mengajarkan siswanya berhitung operasi perkalian dan pembagian
pada matematika, dalam proses pembelajaran guru dan siswa benar-benar dalam
situasi belajar yang diinginkan, walaupun pada akhirnya siswa masih harus
menghitung menggunakan bantuan jari dan lambat dalam menghitungnya, namun
hal ini telah terjadi perubahan terhadap siswa yang awalnya sama sekali tidak bisa
berhitung operasi perkalian dan pembagian menjadi bisa berhitung operasi
perkalian dan pembagian meskipun masih harus menggunakan bantuan jari dan
lambat dalam berhitungnya, maka perubahan inilah yang dimaksud dengan
belajar. Contoh lain misalnya, guru mengajarkan siswa materi mengenai matriks,
setelah beberapa pertemuan siswa tersebut mengikuti pertemuan mengenai
matriks ini, siswa belum dapat memahami matriks dan juga belum dapat
menyelesaikan soal-soal mengenai matriks, walaupun si siswa sudah berusaha giat
dan gurunya pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut
belum dapat memahami matriks dan juga belum dapat menyelesaikan soal-soal
mengenai matriks, maka si siswa tersebut belum dianggap belajar, karena ia
belum dapat menunjukkan perilaku sebagai hasil belajar.
Maka, menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
34. 30
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur.
3.2 Ciri – ciri Teori Belajar Behavioristik
Yang membedakan teori belajar behavioristik ini dengan teori belajar yang
lain adalah “pengukuran”, mengapa demikian ? Karena pada teori belajar
behavioristik ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku, karena
berdasarkan pengertian teori belajar behavioristik adalah pembelajaran yang
memandang manusia dari sisi perilakunya (behavior), oleh karena itulah teori
belajar ini mengutamakan pengukuran. Selain itu, teori belajar behavioristik ini
juga mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,
mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar.
3.3 Tokoh- Tokoh Aliran Behavioristik
Ada beberapa tokoh pelopor maupun pengembang dari aliran behavioristik
ini. Pada makalah kali ini, disajikan beberapa tokoh , diantaranya sebagai berikut,
1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Edward Lee Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog
berkebangsaan Amerika. Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika
Serikat di dominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949), teori belajar
Thorndike di sebut “Connectionism”, teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-
an karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara
stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dalam rangka
35. 31
menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang
antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Thorndike
pertama kali mengadakan eksperimen hubungan stimulus dan respon dengan
hewan kucing melalui prosedur yang sistematis.
Eksperimen thorndike ini dikenal dengan Eksperimen Kotak Ajaib.
Gambar 3.1 Eksperimen Kotak Ajaib
Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak
berjeruji yang dilengkapi dengan tombol pembuka, dan pintu akan terbuka bila
tombol itu terinjak oleh si kucing, selain itu sangkar juga dilengkapi peralatan,
seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit
dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga
36. 32
memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di depan
sangkar tadi.
Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (kotak teka-teki)
itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi
melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula
kucing tersebut mengeong, mencakar dan berlari-larian, namun gagal membuka
pintu untuk memperoleh makanan yang ada di depannya. Kucing dalam
kerangkang bergerak kesana kemari mencari jalan keluar, tetapi gagal. Kucing itu
pun terus melakukan usaha dan gagal, keadaan ini berlangsung terus-menerus.
Akhirnya, setelah beberapa kali usaha kucing itu berhasil menekan tombol
dan terbukalah pintu sangkar tersebut. Percobaan Thorndike tersebut diulang-
ulang dan pola gerakan kucing sama saja namun makin cepat kucing dapat
membuka pintunya. Gerakan usahanya makin sedikit dan efisien. Pada kucing tadi
terlihat ada kemajuan-kemajuan tingkah lakunya. Dan akhirnya kucing
dimasukkan dalam box terus dapat menyentuh tombol pembuka (sekali usaha,
sekali terbuka), hingga pintu terbuka. Thorndike menyatakan bahwa prilaku
belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga
menimbulkan respon secara refleks. Stimulus yang terjadi setelah sebuah prilaku
terjadi akan mempengaruhi prilaku selanjutnya. Dari eksperimen ini Thorndike
telah mengembangkan hukum Law Effect. Ini berarti jika sebuah tindakan diikuti
oleh sebuah perubahan yang memuskan dalam lingkungan, maka kemungkinan
tindakan itu akan diulang kembali akan semakin meningkat. Sebaliknya jika
sebuah tindakan diikuti oleh perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan itu
menurun atau tidak dilakukan sama sekali. Dengan kata lain, konsekuen-
konsekuen dari prilaku sesorang akan memainkan peran penting bagi terjadinya
prilaku-prilaku yang akan datang.
Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama instrumental
conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental
(penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar
adalah hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme
juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori
37. 33
ini juga terkenal dengan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada
panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu
tujuan. Apabila kita perhatikan secara seksama dalam eksperimen Thorndike tadi
akan kita dapati 2 hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang,
sudah tentu tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan
tidur saja dalam puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu
tidak akan menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini,
hampir dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang
sangat vital dalam belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek
positif atau memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar
timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon
menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan
semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang
dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap situasi
3. Ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu
Kemudian menurut Thorndike, praktek pendidikan harus dipelajari secara
ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Menurutnya
mengajar yang baik adalah tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi
apa yang akan diberikan, respon apa yang akan diharapkan dan kapan harus
memberi hadiah/ reward.
Ada beberapa aturan yang di buat Thorndike berkenaan dengan
pengajaran, yaitu:
Perhatikan situasi murid
Perhatikan respon apa yang diharapkan dari respon tersebut
Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan
hubungan terjadi dengan sendirinya
38. 34
Situasi – situasi lain yang sama jaangan diabaikan sekiranya dapat
memutuskan hubungan tersebut
Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan –
hubungan lain yang sejenis
Buat hubungan tersebut sedemikian rupa hingga dapat perbuatan nyata
Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
dalam kehidupan sehari – hari
Setelah melakukan eksperimen, lahirlah hukum- hukum Edward Lee
Thorndike, adapun hukum-hukum yang digunakan Edward Lee Thorndike adalah
sebagai berikut :
Hukum Latihan (Law Of Exercise)
Hukum ini mengandung 2 hal yaitu :
1. The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan
atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi kuat bila
sering digunakan. Dengan kata lain bahwa hubungan antara
stimulus dan respon itu akan menjadi kuat semata-mata karena
adanya latihan.
2. The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan bahwa
hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi
lemah bila tidak ada latihan. Prinsip ini menunjukkan bahwa
ulangan merupakan hak yang pertama dalam belajar. Makin sering
suatu pelajaran yang diulang makin mantaplah bahan pelajaran
tersebut dalam diri siswa. Pada prakteknya tentu diperlukan
berbagai variasi, bukan ulangan sembarang ulangan. Dan
pengaturan waktu distribusi frekuensi ulangan dapat menentukan
hasil belajar.
39. 35
Hukum Akibat (Law Of Effect)
Hukum ini juga berisikan 2 hal, yaitu : suatu tindakan/perbuatan
yang menghasilkan rasa puas (menyenangkan) akan cenderung diulang,
sebaliknya suatu tindakan (perbuatan) menghasilkan rasa tidak puas (tidak
menyenangkan) akan cenderung tidak diulang lagi. Hal ini menunjukkan
bagaimana pengaruh hasil perbuatan bagi perbuatan itu sendiri. Dalam
pendidikan, hukum ini diaplikasikan dalam bentuk hadiah dan hukuman.
Hadiah menyebabkan orang cenderung ingin melakukan lagi perbuatan
yang menghasilkan hadiah tadi, sebaliknya hukuman cenderung
menyebabkan seseorang menghentikan perbuatan, atau tidak mengulangi
perbuatan.
Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
Hukum ini menjelaskan tentang kesiapan individu dalam melakukan
sesuatu. Yang dimaksud dengan kesiapan adalah kecenderungan untuk
bertindak. Agar proses belajar mencapai hasil yang sebaik-baiknya, maka
diperlukan adanya kesiapan organisme yang bersangkutan untuk
melakukan belajar tersebut. Ada 3 keadaan yang menunjukkan berlakunya
hukum ini. Yaitu :
1. Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau
berprilaku, dan bila organisme itu dapat melakukan kesiapan
tersebut, maka organisme akan mengalami kepuasan.
2. Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau
berperilaku, dan organisme tersebut tidak dapat melaksanakan
kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kekecewaan.
3. Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan
organisme itu dipaksa untuk melakukannya maka hal tersebut akan
menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas,
konsep penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang
dinamakan Transfer of Training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah
40. 36
dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang
akan datang. Dalam konteks pembelajaran konsep transfer of training merupakan
hal yang sangat penting, sebab seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang
akan dipelajarai tidak akan bermakna.
Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus berguna
dan dapat dipergunakan di luar sekolah. Misalnya, anak belajar membaca, maka
keterampilan membaca dapat digunakan untuk membaca apapun di luar sekolah,
walaupun di sekolah tidak diajarkan bagaimana membaca koran, tapi karena
huruf-huruf yang diajarkan di sekolah sama dengan huruf yang ada dalam koran,
maka keterampilan membaca di sekolah dapat ditransfer untuk membaca koran,
untuk membaca majalah, atau membaca apapun.
Selain ketiga hukum pokok di atas, Thorndike mengemukakan adanya 5
hukum tambahan, yaitu :
Law of Multiple response, yaitu individu mencoba berbagai respon
sebelum mendapat respon yang tepat.
Law of attitude, yaitu proses belajar dapat berlangsung bila ada kesiapan
mental yang positif pada siswa.
Law of partial activity, yaitu individu dapat bereaksi secara selektif
terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu.
Individu dapat memilih hal-hal yang pokok dan mendasarkan tingkah
lakunya kepada hal-hal yang pokok, dan meninggalkan hal-hal yang kecil.
Law of response by analogy, yaitu individu cenderung mempunyai reaksi
yang sama terhadap situasi baru, atau dengan kata lain individu bereaksi
terhadap situasi yang mirip dengan situasi yang dihadapinya waktu yang
lalu.
Law of assciative shifting, yaitu sikap respon yang telah dimiliki individu
dapat melekat stimulus baru.
Dan tak kalah penting lagi, menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan
dengan mencoba-coba. Mencoba-coba ini dapat dilakukan manakala seseorang
tidak tahu bagaimana harus memberikan respon. Karakteristik belajar secara
mencoba-coba adalah sebagai berikut :
41. 37
Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
sesuatu.
Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respon dalam rangka
memenuhi motif-motifnya.
Respon-respon yang dirasakan tidak sesuai dengan motifnya akan
dihilangkan.
Akhirnya, seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Tak hanya itu, Thorndike juga mengemukakan prinsip-prinsip
belajar, prinsip-prinsip belajar sebagai berikut,
Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang bagi dia
termasuk baru, berbagai ragam respon maka akan ia lakukan.
Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang
bersangkutan memperoleh respon yang benar.
Apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman,
kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya
turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
Pada diri seseorang sebenarnya terdapat potensi untu mengadakan
seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang atau tidak
penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi
yang sama.
Orang cenderung menghubungkan respon yang ia kuasai dengan
situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai
dengan situasi tersebut mempunyai hubungan.
Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif lebih
mudah untuk dipelajari.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlo atau lebih dikenal dengan nama singkat Pavlov, adalah
seorang lulusan sekolah kependetaan dan melanjutkan belajar ilmu kedokteran di
Militery Medical Acadeny, St. Petersburg. Pada tahun 1879, ia mendapatkan gelar
42. 38
ahli ilmu pengetahuan alam. Akhir tahun 1800-an, Ivan Pavlov, ahli fisika Rusia,
mempelopori munculnya proses kondisioning responden (respondent
conditioning) atau kondisioning klasik (clasical conditionig), karena itu disebut
kondisioning Ivan Pavlov. Dari penelitian bersama kolegnya, Ivan Pavlov
mendapat Nobel.
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang
psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah
membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang
harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan
ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda
dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran,
tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli
psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam
percobaan itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus
yang dikaitkan dengan makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan
asosiasi (pembentukan hubungan antara gagasan, ingatan atau kegiatan
pancaindra) dengan makanan. Secara ringkas percobaan-percobaan Pavlov dapat
kita uraikan sebagai berikut:
43. 39
Gambar 3.2 Percobaan Pavlov
Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:
Gambar I : Dimana anjing, bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara
otonom anjing akan mengeluarkan air liur (UCR).
Gambar II : Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau
mengeluarkan air liur.
Gambar III : Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan
(UCS) setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga
anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat pemberian makanan.
Gambar IV : Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika
anjing mendengar bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara
otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur
dari mulutnya (CR).
Keterangan :
UCS : Unconditioning Stimulus
UCR : Unconditioning Respon
CS : Conditioning Stimulus
CR : Conditioning Respon
44. 40
Penjelasan jelasnya seperti ini, Ivan Pavlov melakukan eksperimen
terhadap anjing, Pavlov melihat selama penelitian ada perubahan dalam waktu
dan rata-rata keluarnya air liur pada anjing (salivation). Pavlov mengamati, jika
daging diletakkan dekat mulut anjing yang lapar, anjing akan mengeluarkan air
liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan rangsangan pada anjing,
sehingga secara otomatis ia mengeluarkan air liur. Walau pun tanpa latihan atau
dikondisikan sebelumnya, anjing pasti akan mengeluarkan air liur jika dihadapkan
pada daging. Dalm percobaan ini, daging disebut dengan stimulus yang tidak
dikondisikan (unconditionied stimulus). Dan karena air liut itu keluar secara
otomatis pada saat daging diletakkan di dekat anjing tanpa latihan atau
pengkondisian, maka keluarnya air liur pada anjing tersebut dinamakan sebagai
respon yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning).
Kalau daging dapat menyebabkan air liur anjing keluar tanpa latihan atau
pengalaman sebelumnya, maka stimulus lain, seperti bel, tidak dapat
menghasilkan air liur. Karena stimulus tersebut tidak menghasilkan respon, maka
stimulus (bel) tersebut disebut dengan stimulus netral (neutral stimulus). Menurut
eksperimen Palvo, jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging dan
dilakukan secara berulang, maka stimulus netral akan berubah menjadi stimulus
yang dikondisikan (conditioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama
untuk mengarahkan respon anjing seperti ketika ia melihat daging. Oleh karena
itu, bunyi bel sendiri akan dapat menyebabkan anjing akan mengeluarkan air liur.
Proses ini dinamakan classical conditioning.
Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku anjing
agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur
walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya (gambar 2) anjing tidak
merespon apapun ketika mendengar bunyi bel.
Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa bunyi bel dan
kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa makanan.
Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons
(air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
45. 41
Beberapa konsep penting dalam proses pengajaran dan pembelajaran
dihasilkan melalui prinsip pelaziman klasik yang dikemukakan oleh Pavlov.
Konsep tersebut ialah:
GENERALISASI
Generalisasi bermaksud rangsangan yang sama akan menghasilkan tindak balas
yang sama. Contohnya, Ali menjadi risau setiap kali ujian kimia akan diadakan. Ali
juga menjadi risau setiap kali ujian biologi akan diadakan, kerana kedua mata
pelajaran tersebut mempunyai perkaitan antara satu sama lain. Jadi kerisauan dalam
satu mata pelajaran (kimia) telah digeneralisasikan kepada satu mata pelajaran
(biologi).
KONSEP LAIN
PAVLOV
Generalisasi
Penghapusan
Diskriminasi
Pembelajaran
Semula
46. 42
DISKRIMINASI
Dikriminasi berlaku apabila individu bertindak balas terhadap sesuatu rangsangan
yang tertentu sahaja dan tidak pada rangsangan yang lain. Dalam kajian terhadap
anjing, didapati anjing tersebut hanya bertindak balas apabila mendengar bunyi
loceng sahaja, tetapi tidak pada bunyi selain daripada loceng. Dalam kes Ali, Ali
tidak akan menjadi risau jika mengambil ujian bahasa Inggeris atau ujian sejarah,
kerana kedua-dua mata pelajaran tersebut amat berbeza dari mata pelajaran
sains.
PENGHAPUSAN
Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim yang tidak disertai dengan
rangsangan tidak terlazim. Dalam kajian Pavlov, bunyi loceng tidak
disertakan rangsangan tak terlazim (daging). Dalam hal ini, lama-kelamaan bunyi
loceng tadi tidak akan merangsang anjing tersebut untuk mengeluarkan air liur.
Tindak balas akhir akan terhapus danprinsip ini dikenali sebagai penghapusan.
47. 43
PEMBELAJARAN SEMULA
Pavlov juga mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses
akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:
1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui
kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh:
makanan
2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral
dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel
adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi
berupa makanan.
3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara
otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat
penggabungan bunyi bel dengan makanan.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah bahwa tingkah laku
sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks
48. 44
yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana
refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak
berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Dengan kata
lain, gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat
latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu
refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang
lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar
air liur karena menerima atau bereaksi terhadap suara bunyi tertentu.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun
Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu
belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam
belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue
(terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi
secara otomatis.
Dari eksperimen Pavlov tersebut, adakah dalam peristiwa serupa dalam
kehidupan sehari-hari ? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang
sama seperti pada eksperimen anjing tersebut. Sebagai contoh, suara lagu dari
penjual es krim yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara
itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut
bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.Bayangkan, bila tidak
ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
49. 45
dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau
tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu
membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng,
siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah
dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.Contoh lain lagi adalah untuk
menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang
“sangat suka (UCR)” dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan
kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom
dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal
itu dilakukan secara berulang-ulang, selanjutnya cukup dengan bertemu dengan
anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan sangat
suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara
UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh Pavlov.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi
Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Burrhus Frederic Skinner atau lebih dikenal dengan Skinner dilahirkan
pada 20 Mei 1904 di Susquehanna Pennylvania, Amerika Serikat. Masa kanak-
kanaknya dilalui dengan kehidupan yang penuh dengan kehangatan namun, cukup
ketat dan disiplin.meraih sarjana muda di Hamilton Colladge, New York, dalam
bidang sastra Inggris. Pada tahun 1928, Skinner mulai memasuki kuliah psikologi
di Universitas Harvard dengan mengkhususkan diri pada bidang tingkah laku
hewan dan meraih doktor pada tahun 1931.
Dari tahun 1931 hingga 1936, Skinner bekerja di Harvard. Penelitian yang
dilakukannya difokuskan pada penelitian menegenai sistem syaraf hewan. Pada
tahun 1936 sampai 1945, Skinner meneliti karirnya sebagai tenaga pengajar pada
universitas Mingoesta. Dalam karirnya Skinner menunjukkan produktivitasnya
50. 46
yang tinggi sehingga ia dikukuhkan sebagai pemimpin Brhaviorisme yang
terkemuka di Amerika Serikat.
Skinner memberikan definisi belajar “Laerning is a process of progressive
behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa belajar itu
merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti
bahwa sebagai akibat dari belajar adanya sifat progresifitas, adanya tendensi
kearah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada
waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. Pada waktu itu
model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada
pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah seperti cues (pengisyaratan), purposive
behavior (tingkah laku purposive) dan drive stimuli (stimulus dorongan)
dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk memunculkan atau
memicu suatu respon tertentu. Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R
dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat
kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang
terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana
organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukan begitu,banyak tingkah laku
menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai
pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan
organisme itu merespon nanti. Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan
dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi
suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi.
Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari
kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan
kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang
mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi
yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
B.F Skinner melakukan eksperimennya yaitu sebagai berikut :
51. 47
Gambar 3.3 Skinner Box
Dalam eksperimen Skinner, Skinner menggunakan seekor tikus yang
ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan “Skinner Box”.
Peti sangkar ini terdiri atas dua komponen yaitu: manipulandum dan alat pemberi
reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah
komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan
reinforcement. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
Dalam eksperimen ini, mula-mula tikus mengeksplorasi pati sangkar
dengan berlari-lari atau mencakari dinding. Aksi ini disebut “emitted behavior”
(tingkah laku yang terpancar tanpa mempedulikan stimulus tertentu). Sampai pada
suatu ketika secara kebetulan salah satu “emitted behavior” tersebut dapat
menekan pengungkit yang menyebabkan munculnya butir-butir makanan ke
dalam wadahnya sehingga tikus dapat mendapatkan makanan.
Butir-butir makanan ini merupakan reinforce bagi penekanan pengungkit.
Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingakah laku operant yang akan terus
meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yakni penguatan berupa butir-
butir makanan yang muncul.
Dari eksperimen tersebut, Skinner membuahkan teori yang disebut teori
operant conditioning yaitu teori yang membahas tingkah laku bukanlah sekedar
52. 48
respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant.
Operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya. Jadi, operant
conditioning atau operant learning itu melibatkan pengendalian konsekuensi.
Tingkah laku ialah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi
tertentu. Tingkah laku ini terletak di antara dua pengaruh yaitu pengaruh yang
mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal
ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
Antecedent tingkah laku konsekuensi
atau A B C
Dengan demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara mengubah
antecedent, konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner, konsekuensi itu
sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada
saat lain di waktu yang akan datang.
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning
(kondisioning operan) secara sederhana adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi
tingkah laku yang akan dibentuk.
b. Menganalisis, kemudian mengidentifikasi aspek-aspek kecil yang
membentuk tingkah laku yang dimaksud. Aspek-aspek tersebut
lalu disususn dalam urutan yang tepat untuk menuju pada
terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
c. Berdasarkan urutan aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk masing-masing daerah
itu.
d. Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan
urutan aspek-aspek yang telah tersusun itu. Kalau aspek pertama
telah dilakukan maka hadiahnya diberikan; hal ini akan
mengakibatkan aspek itu makin cenderung untuk sering dilakukan.
Kalau itu sudah terbentuk, dilakukannya aspek kedua yang diberi
hadiah (aspek pertama tidak lagi memerlukan hadiah); demikian
berulang-ulang, sampai aspek kedua terbentuk. Setelah itu
53. 49
dilanjutkan dengan aspek ketiga, keempat dan selanjutnya, sampai
seluruh tingkah laku yang diharapkan terbentuk.
Tingkah laku adalah hubungan antara perangsang dan respon. Tingkah
laku terjadi apabila ada stimulus khusus. Skinner berpendapat, pribadi seseorang
terbentuk dari akibat respon terhadap lingkungannya, untuk itu hal yang paling
penting untuk membentuk sebuah kepribadian adalah adanya penghargaan dan
hukuman. Penghargaan akan diberikan untuk respon yang diharapkan sedangkan
hukuman untuk respon yang salah. Pendapat skinner ini memusatkan hubungan
antara tingkah laku dan konsekuen. Contoh, jika tingkah laku individu segera
diikuti oleh tingkah laku menyenangkan, individu akan menggunakan tingkah
laku itu lagi sesering mungkin.
Konsekuen menyenangkan akan memperkuat tingkah laku, sementara
konsekuen yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkah laku. Jadi,
konsekuen yang menyenangkan akan bertambah frekuensinya, sementara
konsekuensi yang tidak menyenangkan akan berkutrang frekuensinya. Skinner
membedakan adanya dua macam respon, yaitu:
1. Respondent response (reflexive response), yaitu respom yang ditimbulkan
oleh suatu perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur saat
melihat makanan tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu
disebut eliciting stimuli, menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
Pada umumnya, perangsang-perangsang yang demikian mendahului
respon yang ditimbulkannya.
2. Operant response (instrumental response), yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-peerangsang tertentu. Perangsang
yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme.
Jadi, perangsang yang demikian itu mengikuti (dan karenanya
memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Jika
seorang anak belajar (telah melakukan perbuatan), lalu mendapat hadiah,
maka ia akan menjadi lebih giatbelajar (intensif/ kuat).
Pada kenyataannya, respon jenis pertama (respondent/reflexive
response/behavior) sangat terbatas adanya pada manusia. Sebaliknya operant
54. 50
response/behavior merupakan bagian terbesar dari tingkah laku manusia dan
kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena itu, fokus
teori Skinner adalah pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini.
Persoalannya adalah bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan
memodifikasi tingkah laku-tingkah laku tersebut (dalam belajar atau dalam
pendidikan).
Apabila reinforcement didasarkan pada prinsip interval tetap, dapat diduga
pola respon yang bakal muncul. Tetapi dengan menggunakan prinsip interval
bervariasi, pola respon yang muncul akan berbeda.
Penggunaan reinforcement secara beragam dapat juga mempengaruhi
cepat lambatnya murid melakukan tugas-tugas belajar. Kalau reinforcement iu
didasarkan atas banyaknya respon yang diberikan seseorang, murid akan lebih
cermat mengendalikan waktu yang digunakan untuk reinforcement. Semakin
cepat murid mengumpulkan respon yang benar, semakin cepat pula reinforcement
diperolehnya.
Aspek lain yang dikenakannya reinforcement adalah kegigihan berusaha.
Kalau reinforcement sama sekali tidak diberikan, orang akan kendur semangat dan
akhirnya tidak merespon sama sekali atau tingkah laku itu akan menghilang.
Apabila reinforcement diberikan setiap kali, seseorang akan cepat berhenti
merespon manakala reinforcement itu berhenti, demikian pula kalau yang
diberikan pola reinforcement tetap. Agar murid terus tetap aktif, yang palingtepat
adalah menggunakan pola reinforcement bervariasi.
Konsekuensi yang timbul dari tingkah laku tertentu dapat menyenangkan
dan atau pun tidak menyenangkan bagi yang bersangkutan. Ada dua hal yang
perlu disinggung sehubungan dengan pengendalian konsekuensi, yaitu:
1. Reinforcement atau Penguatan
Dalam pergaulan sehari-hari, reinforcement kurang lebih berarti “hadiah”.
Dalam dunia psikologi, reinforcement adalah konsekuensi yang memperkuat
tingkah laku. Setiap konsekuensi itu adalah pemberi reinforcement (reinforcer)
kalau dia memperkuat tingkah laku berikutnya. Tingkah laku-tingakah laku yang
diikuti dengan reinforcement akan diulang-ulang di waktu yang akan dating.
Adapun Jenis-jenis reinforcement adalah sebagai berikut.
55. 51
- Reinforcement positif : Disebut reinforcement positif apabila suatu
stimulus terentu (menyenangkan) ditunjukkan atau diberikan sesudah
suatu perbuatan dilakukan. Misalnya, uang atau pujian diberikan
kepada seorang anak yang memperoleh nilai A pada mata pelajaran
tertentu.
- Reinforcement negative : Dinamakan reinforcement negative apabila
suatu stimulus tertentu (tidak menyenangkan) ditolak atau dihindari.
Reinforcement negative memperkuat tingkah laku dengan cara
menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Kalau suatu
perbuatan tertentu menyebabkan seseorang menghindari sesuatu yang
tidak menyenangkan, ayng bersangkutan cenderung mengulangi
perbuatan yang sama apabila pada suatu saat menghadapi situasi yang
serupa. Misalnya, murid yang berungkali dipanggil menghadap
Kepsek, pelanggaran disiplin yang dilakukannya itu menjadi
bertambah kuat karena dia tetap saja melakukannya.
2. Hukuman
Reinforcement negative seringkali dikacaukan dengan hukuman. Proses
reinforcement selalu berupa memperkuat tingkah laku. Sebaliknya, hukuman
mengandung pengurangan atau penekanan tingkah laku. Suatu perbuatan yang
diikuti hukuman, kecil kemungkinannya diulangi lagi pada situasi-situasi yang
serupa di saat lain. Hukuman dibedakan menjadi dua:
- Presentation punishment : Terjadi apabila stimulus yang tidak
menyenangkan ditunjukkan atau diberikan. Misalnya, guru
memberikan tugas-tugas tambahan karena kesalahan-kesalanan yang
dibuat murid.
- Removal punishment : Terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau
diberikan, artinya menghilangkan sesuatu yang menyenangkan atau
diinginkan. Misalnya anak-anak tidak diperkenankan nonton tv
selama seminggu sehingga lalu tidak mau belajar.
3. Penghapusan
56. 52
Maksud dari penghapusan ini adalah perlakuan yang tidak diberi respon atau
teguran akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, seorang siswa yang banyak
bicara dikelas, jika tidak diberikan teguran atau respon maka akan berhenti
dengan sendirinya karena sudah merasa capek. Keadaan ini dapat di atasi jika:
Teguran untuk sesuatu perlakuan itu dapat dikenal pasti.
Teguran itu tidak lagi digunakan.
Guru sanggup bersabar dalam menghadapi proses penghapusan tidak
datang dengan serta merta.
4. Robert Gagne (1916-2002)
Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus,bukan
hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatusituasi
stimulus bersama dengan isi ingatannya mempengaruhi siswa sedemikianrupa
sehingga perbuatannya berubah dari sebelum ia mengalami situasi dengansetelah
mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor dari
luar siswa di mana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam
proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai SR. S adalah situasi
yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya
adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang
yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana
terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini
merupakan input yang berada di luar individu dan respon adalah outputnya, yang
juga berada di luar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.
Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek
tak langsung. objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki,kemampuan
memecahkan masalah, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif
terhadap matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta, keterampilan,
konsep, dan prinsip.
Selain itu juga, menurut Gagne belajar melalui empat fase utama yaitu:
1. Fase pengenalan (apprehending phase)
57. 53
Pada fase ini siswa memperhatikan stimulus tertentu kemudian
menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian
ditafsirkan sendirin dengan berbagai cara. ini berarti bahwa belajar
adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya
setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang
unik yang dia terima pada situasi belajar.
2. Fase perolehan (acqusition phase)
Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan baru dengan
menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan
sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-
asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
3. Fase penyimpanan (storage phase)
Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi
yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang,
melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat
dipindahkan ke memori jangka panjang.
4. Fase pemanggilan (retrieval phase).
Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil
kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja
informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan
denganmemori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu
informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur
dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori,
konsep sehingga lebih mudah dipanggil.
Gagne juga membedakan pola-pola belajar siswa ke delapan tipe belajar,
dengan tipe belajar yang rendah merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih
tinggi hierarkinya. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar
perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya.
2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
58. 54
Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah
faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara stimulus pertama dan
berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya,
semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh dengan tiba-tiba,
akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur dan dikuasai.
Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat dengan
adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan
komponen penting dalam respon itu.
3. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan
dengan keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk
hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah
yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”. Kondisi yang diperlukan
bagi berlangsungnya tipe balajar ini antara lain, secara internal anak didik
sudah harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola S-R, baik psikomotorik
maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan
reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan
hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon verbal yang telah
dipelajari sebelumnya.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Discrimination learning atau belajar membedakan sejumlah rangkaian,
mengenal objek secara konseptual dan secara fisik.
6. Belajar konsep (Concept Learning)
Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau
kejadian dan mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam
suatu kelompok
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu konsep baru
kepada siswa:
Memberikan variasi hal-hal yang berbeda konsep untuk
menfasilitasi generalisasi.
59. 55
Memberikan contoh-contoh perbedaan dikaitkan dengan konsep
untuk membantu diskriminasi.
Memberikan yang bukan contoh dari konsep untuk meningkatkan
pemahaman diskriminasi dan generalisasi.
Menghindari pemberian konsep yang mempunyai karakteristik
umum.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan (Rule learning) adalah kemampuan untuk merespon
sejumlah situasi (stimulus) dengan beberapa tindakan (Respon). Robert
Gagne memberikan 5 tahap dalam mengajarkan aturan:
Tahap 1: menginformasikan pada siswa tentang bentuk perilaku
yang diharapkan ketika belajar
Tahap 2: bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan
pemanggilan kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya
yang menyusun konsep
Tahap 3: menggunakan pernyataan verbal (petunjuk) yang akan
mengarahkan siswa menyatakan aturan sebagai rangkaian konsep
dalam urutan yang tepat.
Tahap 4: dengan bantuan pertanyaan, meminta siswa untuk
“mendemonstrasikan” satu contoh nyata dari aturan
Tahap 5 (bersifat pilihan, tetapi berguna untuk pengajaran
selanjutnya): dengan pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk
membuat pernyataan verbal dari aturan.
8. Pemecahan Masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling
kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama
penggunaan aturan-aturan yang disertai proses analisis dan penarikan
kesimpulan.
Tak kalah penting dari itu, Gagne juga membentuk hasil belajar menjadi
lima kategori kapabilitas sebagai berikut :
1. Informasi verbal
60. 56
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk
mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta.
2. Keterampilan Intelektual
Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
membedakan, menguasai konsep aturan, dan memecahkan masalah.
3. Strategi Kognitif
Kapabilitas Strategi Kognitif adalah Kemampuan untuk
mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berfikir dengan cara
merekam, membuat analisis dan sintesis.
4. Sikap
Kapabilitas Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat
terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut.
5. Keterampilan motorik
Untuk dapat mengetahui seseorang memiliki kapabilitas ketrampilan
motorik dapat dilihat dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran
gerakan otot-otot serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut.
Gagne juga membuat sembilan kondisi instruksional dalam pembelajaran yaitu
sebagai berikut.
1. Gaining attention = Mendapatkan perhatian
2. Inform learner of objectives = Menginformasikan siswa mengenai tujuan
yang akan dicapai
3. Stimulate recall of prerequisite learning = Stimulasi kemampuan dasar
siswa untuk persiapan belajar
4. Present new material = Penyajian materi baru
5. Provide guidance = Menyediakan pembimbingan
6. Elicit performance = Memunculkan tindakan
7. Provide feedback about correctness = Siap memberikan umpan balik
langsung terhadap hasil yang baik
8. Assess performance = Menilai hasil belajar yang ditunjukkan
9. Enhance retention and recall = meningkatkan proses penyimpanan dan
mengingat
61. 57
3.4 Aplikasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik
adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu :
Mementingkan pengaruh lingkungan
Mementingkan bagian-bagian ( elementalistik )
Mementingkan peranan reaksi.
Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedur stimulus respon.
Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya,
Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan
Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan
3.5 Peran Guru dalam Teori Belajar Behavioristik
Peran guru dalam teori behavioristik adalah sebagai berikut,
Menyusun bahan pelajaran dlm bentuk yg sudah siap (modul,
instruksi dll)
Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat
diikuti contoh-contoh dilakukan sendiri / simulasi)
Bahan pelajaran disusun sederhana menuju kompleks
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu
Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati
Kesalahan harus segera diperbaiki
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari
penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu
perilaku yang diinginkan