Dokumen tersebut membahas penelitian awal tentang arsitektur tradisional di Ternate, Halmahera, dan sekitarnya. Penelitian ini mencatat bentuk bangunan tradisional dan strukturnya, serta mengidentifikasi ciri khas arsitektur lokal seperti bentuk konsentris, penggunaan bahan lokal, dan hiasan yang rumit. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperluas cakupan daerah dan meneliti perubahan
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
Arsitektur Tradisional
1. Arsitektur Tradisional Ternate dan Halmahera (Studi Analisa Konstruksi
Tradisional)
Indonesia memiliki banyak sekali arsitektur lokal semacam ini, dengan ragamnya yang
amat kaya tersebar di seantero kepulauan kita. Berjenis arsitektur lokal di pelbagai
daerah di Indonesia ini, jelas merupakan sumber-sumber informasi bagi pengetahuan
khususnya tentang bangunan-bangunan dan lingkungan fisik yang khas dari masyarakat
pribumi daerah yang bersangkutan.
Pendahuluan
Sudah diakui, bahwa dunia kini memiliki satu corak arsitektur. Perwujudannya adalah
"Arsitektur Modern" yang disebut pula sebagai Arsitektur "Gaya Internasional". Corak ini
merupakan hasil dari kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
abad 19 dan 20 yang mengakibatkan sebagian kebutuhan dan persyaratan hidup
menjadi relatif sama pada masyarakat-masyarakat di dunia.
Pemilikan teknik bangunan, teknologi membangun. bahan bangunan produk industri
serta standar pendidikan arsitek/teknisi yang sama, terpakai dan berlaku di mana-
mana, yang kemudian memperkuat kecenderungan wajah arsitektur di kota-kota dan
kota-kota besar di dunia menjadi senada dan sebahasa. Asal usul gaya ini dan sejarah
perkembangannya, sudah lama difikirkan dan ditulis orang, dan kini sudah merupakan
pengetahuan tentang sejarah arsitektur dunia.
Di pihak lain, walaupun belum (atau tidak) dimasukkan dalam bagian pengetahuan
tentang sejarah arsitektur dunia tersebut di atas, sesungguhnya di bagian-bagian lain di
dunia ini masih ada lagi arsitektur dengan corak yang sangat berbeda dengan corak
modern. Banyak orang belum pernah tahu, bahkan memang orang belum memberikan
nama pada arsitektur jenis ini. Kita boleh menamakannya arsitektur diaiek (vernacular),
arsitektur tanpa nama (anonymus), arsitektur pedesaan (rural), arsitektur asli
(indigenous), arsitektur alamiah (spontaneous), atau apa pun, tapi yang jelas ia adalah
arsitektur lokal, setempat, sangat khas, yang dibangun menurut tradisi budaya
masyarakat yang bersangkutan.
Arsitektur-arsitektur lokal ini pada dasarnya berkaitan erat dengan hunian atau tempat
tinggal beserta bangunan-bangunan dan struktur pelengkapnya (lumbung, tempat
2. pemujaan, bangunan-bangunan tambahan, dll). Bangunan-bangunan hunian itu
didirikan menurut konsep-konsep, nilai-nilai dan norma-norma yang diwariskan nenek
moyang mereka. Perwujudan bentuk sebagai hasilnya seperti terlihat saat ini dapat
dianggap tidak berbeda jauh dari perwujudan bentuk hasil tradisi yang sama pada
masa-masa yang lampau walaupun perubahan-perubahan kecil maupun besar bisa saja
terjadi pada masa yang silam.
Dengan demikian, kalau kita mengamati bangunan-bangunan dalam "enclave"
arsitektur lokal sekarang ini, yang dianggap oleh para anggota masyarakat setempat
sebagai bangunan yang struktur dan bentuknya adalah sesuai dengan tradisi budaya
mereka, paling tidak, ia dapat dianggap sebagai perwujudan tradisi mereka yang sama
di masa lampau.
Atas dasar anggapan ini, arsitektur lokal seperti yang dimaksud di atas dalam tulisan ini
akan disebut sebagai arsitektur tradisional karena pernyataan bentuknya sesuai dengan
kaidah-kaidah yang diakui bersama atau masih dianut oleh sebagian besar anggota
masyarakat sebagai tradisi yang turun temurun. Kini, apa yang sedang terjadi pada
kantong-kantong arsitektur tradisional kita ? Beberapa kasus dapat disebutkan berikut
Ini:
Masyarakat To Lore yang sudah ribuan tahun beranak pinak dan hidup serasi dengan
tanah dan- hutan di dataran tinggi Sulawesi Tengah, mungkin akan segera dipindahkan
dan dimukimkan kembali ke daerah lain. Hutan dan lembah di lereng Gunung Nokilalaki
tempat mereka bermukim ini akan dijadikan cagar alam dan taman nasional "Lore
Kalamanta". Tidakkah pemisahan secara drastis semacam ini, akan menimbulkan
dekadensi kebudayaan dan punahnya suatu tradisi lama sebelum kita mengenalnya
secara mendalam.
Program "pemukiman kembali" yang teratur dan terarah terhadap masyarakat Badui
Luar di Jawa Barat dari daerah asalnya di Kanekes ke Gunung Tunggal merupakan
contoh yang sejenis dengan kasus masyarakat To Lore. Cepat atau lambat
kemungkinan besar masyarakat Badui Dalam akan mengalami pula gilirannya.
Contoh lain adalah program "turun ke tanah" yang dilaksahakan terhadap masyarakat
Dayak di pedalaman Kalimantan Timur, yang selain dimukimkan kembali akibat daerah
pemukiman asalnya termasuk hutan yang di-"konsesikan" mereka juga diajar untuk
tinggal satu keluarga dalam satu rumah, tidak lagi bersama-sama dengan keluarga-
keluarga lain semasyarakat.
Banyak sekali lingkungan dan bangunan tradisional harus dibongkar dan dihancurkan
akibat dilaksanakannya rencana pelebaran jalan, atau pembangunan "fasilitas" baru
bagi lingkungan (shopping center, perkantoran dll.), baik pada tingkat kota, kecamatan
maupun kabupaten.
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa bangunan-bangunan dan lingkungan
tradisional kini berada dalam masa transisi di mana ia sedang mengalami perubahan-
perubahan besar yang mengandung unsur kecenderungan untuk punah. Keinginan
untuk memperbanyak usaha melakukan pencatatan dan perekaman pengetahuan
tentang arsitektur tradisional adalah dalam rangka menyelamatkan pengetahuan ini
agar tidak musnah bersamaan dengan musnahnya arsitektur itu sendiri.
Penelitian arsitektur tradisional di Ternate, Halmahera dan sekitarnya yang dipaparkan
dalam tulisan ini, merupakan realisasi dari keinginan dan usaha tersebut di atas.
Penelitian ini masih merupakan penelitian awal dari serentetan rencana penelitian
serupa yang akan dilakukan pada sebanyak mungkin arsitektur tradisional daerah-
daerah lain di Indonesia. Penelitian-penelitian awal ini dilaksanakan dalam kerangka
3. "Pra-Penelitian Sejarah Arsitektur Indonesia" oleh Jurusan llmu-ilmu Sejarah, Fakultas
Sastra Universitas Indonesia.
Penelitian-penelitian Awal Yang Telah Dilaksanakan
1. Ruang Lingkup.
Penelitian awal ini berusaha merekam arsitektur tradisional sebagaimana ia dibangun
dan sebagaimana adanya dari beberapa lokasi di Ternate, Halmahera dan sekitarnya.
Pengertian arsitektur, demikian pula arsitektur tradisional sebenarnya luas sekali. la
mencakup bagian-bagian yang teraga dan juga yang tidak teraga. la mengandung
standar-standar fisik dan simbolik dan ia memiliki pula banyak aspek, baik alamiah
maupun manusiawi. Sebagai tahap paling awal penelitian ini membatasi diri pada
perekaman kenyataan-kenyataan fisik saja dari bangunan-bangunan yang berkaitan
dengan hunian atau tempat hnggal beserta bangunan-bangunan lain sebagai
pelengkapnya.
2. Metode Penelitian.
Menentukan contoh-contoh yang kiranya mewakili bentuk hunian atau lingkungan suatu
wilayah dengan bantuan kepustakaan yang ada serta wawancara di lapangan.
Melakukan pengukuran terhadap bangunan secara keseluruhan dan detail-detail bagian-
bagian yang dianggap penting dalam arti mengandung telaah yang kaya dan majemuk.
Untuk mendapatkan kesan-kesan yang menyeluruh digunakan alat potret sehingga
terekam keterangan visual seperti suasana gelap/terang, warna, tekstur, hubungan-
hubungan konstruksi dan bentuk-bentuk hiasan yang rumit.
Untuk mencatat kemungkinan adanya varian dalam suatu `penyelesaian arsitektural,
adanya bagian-bagian yang pernah diubah atau perubahan-perubahan akibat pengaruh
ikiim dan cuaca, dilakukan wawancara dengan orang-orang terpandang yang tahu
dalam bidang yang bersangkutan dengan menggunakan pita kaset.
Menghubungkan data-data pengukuran dengan keterangan-keterangan hasil
wawancara maupun literatur dan menuangkannya dalam bentuk "penggambaran
kembali". .
Hasil yang diperoleh adalah data-data dalam bentuk gambar-gambar yang terukur dan
terskala sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
3. Hasil-hasil Penelitian Awal
Hasil-hasil penelitian awal ini merupakan arsitektur-arsitektur daerah-daerah Siko dan
Facei di Ternate, Dokiri di Tidore, Taraudu (Sahu), Cempaka (Sahu), Katana (Tobelo)
dan Galela di Halmahera. Gambar-gambar dan keterangan-keterangan yang diberikan di
sini, diambil dan merupakan sebagian kecil dari bahan laporan data.
Kesimpulan-Kesimpulan Sementara
Pra-penelitian yang hanya mengamati kenyataan-kenyataan fisik ini sangat dibatasi oleh
obyek yang ada, sifat-sifatnya dan jumlah yang berhasil diamati.
Sesungguhnya makin beragam dan majemuk serta makin banyak jumlah obyek yang
diamati, akan makin memperhalus hasil yang dapat diperoleh. Pada penelitian awal
yang telah dilakukan ini masih dianggap bahwa obyek yang diamati terlampau sedikit
sehingga dalam menarik hasil daripadanya peneliti banyak melakukan "rampatan"
(generalization). Oleh karena itu hasil-hasil ini perlu dianggap sebagai hasil yang masih
bersifat sementara.
4. Dari hasil rekaman yang sudah dikumpulkan, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan
sementara yang menunjukkan sifat-sifat umum arsitektur tradisional Halmahera dan
sekitarnya, sebagai benkut :
Bangunan-bangunan tempat tinggal umumnya konsentris, terdiri dari bagian inti di
tengah (bilik dalam) dan bagian-bagian luar yang mengelilingi bagian inti (bilik luar).
Bangunan-bangunan ini sebagian berdiri dengan lantai diangkat ±90 -150 cm di atas
tanah (Siko, Pacei, Taraudu) dan sebagian lagi berlantai langsung di atas tanah (Dokiri,
Katana, Galela). (c) Struktur bangunan adalah s`stem rangka (skeleton) dari kayu,
bambu dan kombinasi dari keduanya.
Bentuk bangunan adalah geometris, bentuk tetap segi delapan, dengan bagian yang
tertinggi berbentuk pelana mengindikasikan bilik dalam sebagai bagian yang terpenting
dari rumah.
Bahan bangunan yang dipakai adalah bahan bangunan lokal, yang langsung terdapat di
daerah itu seperti : kayu untuk rangka rumah; bambu untuk tulangan utama dinding,
untuk tulangan dasar dari dinding, untuk bahan dinding/lantai (bambu belah); daun
nipah untuk bahan atap, dan untuk dinding (pelepahnya).
Tiang-tiang utama rangka rumah dan tulangan dasar dinding berdiri di atas umpak
batu.
Penyelesaian-penyelesaian detail sambungan konstruksi dan ke-mampuan membuat
aneka ragam ornamen cukup unik, menun-jukkan adanya potensi pertukangan yang
besar (skilled).
Bangunan-bangunan memberikan asosiasi pada bentuk kapal.
Kemungkinan-kemungkinan Penelitian Lebih Lanjut
Dalam Laporan Pra-penelitian Sejarah Arsitektur Indonesia, telah disebut kemungkinan-
kemungkinan penelitian lebih lanjut, yang jelas berlaku pula bagi kelanjutan penelitian
awal terhadap arsitektur tradisional Ternate dan Halmahera. Kemungkinan-
kemungkinan tersebut adalah sebagai berikut :
Rekaman-rekaman yang telah diperoleh, merupakan rekaman dari keadaannya pada
satu waktu tertentu. Dengan perkataan lain, perekaman ini pada waktu-waktu tertentu
di masa yang akan datang perlu dikerjakan lagi secara berkala tapi terus menerus agar
dapat menghasilkan rekaman-rekaman yang dapat memperlihatkan po/a perubahannya
di kemudian hari. Perekaman terus menerus ini akan dapat memberikan petunjuk akan
arah-arah perubahan yang disukai oleh seseorang atau sekelompok masyarakat yang
bersangkutan. Langkah selanjutnya adalah meneliti perangai seseorang atau
sekelompok masyarakat tersebut, dalam menghadapi setiap bentuk perubahan di
tengah-tengah pembangunan ini.
Rekaman-rekaman yang telah diperoleh, merupakan rekaman petunjuk-petunjuk untuk
menyempurnakan metode penelitian yang dianut sebelumnya. Dengan metode yang
disempurnakan ini penelitian-penelitian serupa dapat segera diterapkan pada daerah-
daerah lain guna memperkaya jumlah obyek yang diamati sehingga dengan demikian
generalisasi yang terpaksa telah di-lakukan pada hasil-hasil penelitian yang sekarang
dapat diperhalus.
Penelitian ini pun dapat membuka mata ke arah kenyataan akan adanya hubungan
timbal balik antara "kepercayaan" (yakni hu-bungan kejiwaan antara manusia dengan
alam lingkungannya) dengan pemanfaatan atau pengolahan benda. Hal ini menunjuk
kepada gejala-gejala semiologik/semiotika, kaidah-kaidah linguis-tik atau penciptaan
simbol-simbol, yang pada gilirannya merupa-kan bagian dari environmental
communication. Hasil dari kegiatan ini akan mencakup berbagai bidang keilmuan.