1. Dokumen ini membahas pengaruh jumlah populasi ternak ayam dan jarak kandang terhadap penyakit masyarakat di Kabupaten Magetan.
2. Jumlah ternak ayam di kabupaten ini meningkat pesat namun pengelolaan limbah kurang memadai sehingga masyarakat sering mengeluhkan bau dan lalat.
3. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara jumlah ternak ayam, jarak kandang dengan
obat aborsi Bandung wa 081391267345 jual obat aborsi cytotec asli di Bandung
BAB I.docx
1. 1
PENGARUH TINGKAT POPULASI TERNAK AYAM DAN JARAK
KANDANG TERHADAP KECENDERUNGAN MENINGKATNYA
PENYAKIT PADA MASYARAKAT DI KABUPATEN MAGETAN
A. Latar Belakang Masalah
Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam
memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan
peningkatan produksi daging dan telur ayam yang sangat pesat dari tahun ke
tahun. Produksi daging ayam nasional periode 2011-2015 cenderung meningkat
dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,05% per tahun atau setiap tahun rata-rata
produksi daging sebesar 1,48 juta ton. Sedangkan pertumbuhan produksi telur
ayam ras di Indonesia juga menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan.
Peningkatan jumlah populasi ternak ayam petelur dan pedaging di
Kabupaten Magetan juga mengalami peningkatan. Menurut Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Magetan, pada tahun 2015-2016 telah terjadi peningkatan
yang signifikan. Jika pada tahun 2009, jumlah ternak ayam petelur di Kabupaten
Magetan mencapai 2.206.550 ekor, maka pada tahun 2014 meningkat menjadi
2.704.100 ekor, sedangkan jumlah ternak ayam pedaging pada tahun 2009 adalah
sebanyak 558.550 ekor, maka pada tahun 2014 meningkat menjadi 9.327.220
ekor. Adapun menurut data terakhir (2015-2016) tentang populasi ternak ayam
petelur dan pedaging per kecamatan di Kabupaten Magetan dapat dilihat pada
Tabel 1. berikut ini.
2. 2
Tabel 1.
Data Populasi Ternak Ayam Petelur dan Pedaging Menurut Kecamatan Tahun
2015-2016
No. Kecamatan
Ayam Petelur (ekor) Ayam Pedaging (ekor)
2015 2016 2015 2016
1 Poncol 261.735 214.750 490.382 1.195.000
2 Parang 79.984 205.550 490.132 850.200
3 Lembeyan 26.661 19.500 1.085.293 1.877.000
4 Takeran 764.721 515.000 725.195 992.000
5 Nguntornadi 39.016 74.000 115.031 646.000
6 Kawedanan 27.311 71.750 770.208 1.171.500
7 Magetan 128.754 105.400 60.016 201.000
8 Ngariboyo 51.111 58.500 365.098 625.000
9 Plaosan 323.185 248.500 695.187 983.000
10 Sidorejo 195.696 226.000 419.258 716.829
11 Panekan 803.737 686.000 1.015.274 1.417.000
12 Sukomoro 7.933 10.850 307.583 421.500
13 Bendo 3.902 9.000 55.015 260.000
14 Maospati 0 3.000 40.010 236.000
15 Karangrejo 89.738 165.000 385.104 619.000
16 Karas 650 24.600 2.065.557 1.317.750
17 Barat 0 100 125.034 100.000
18 Kartoharjo 390 0 65.018 290.900
Jumlah Total 2.804.524 2.637.500 9.274.395 13.919.679
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan (2017)
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa selama tahun 2015-2016, jumlah
ternak ayam petelur di seluruh Kabupaten Magetan mengalami penurunan.
Namun, untuk jumlah ternak ayam pedaging mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Berkaitan dengan peningkatan jumlah ternak ayam di atas, maka
terdapat kandang-kandang ayam baru di beberapa kecamatan yang menjadi sentral
ternak ayam di Kabupaten Magetan.
Keberadaan usaha peternakan ayam yang semakin banyak berada di
lingkungan masyarakat dirasakan mulai mengganggu masyarakat, terutama
peternakan ayam yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. Masyarakat
3. 3
banyak mengeluhkan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan ayam broiler
maupun pedaging karena masih banyak peternak yang mengabaikan penanganan
limbah dari usahanya. Limbah peternakan ayam broiler berupa feses, sisa pakan,
air dari pembersihan ternak menimbulkan pencemaran lingkungan masyarakat di
sekitar lokasi peternakan tersebut (Setyowati, 2008).
Kementerian Pertanian telah menyadari hal tersebut dengan mengeluarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/OT.140/2/2014 tentang
Pedoman Budi Daya Ayam Pedaging dan Ayam Petelur yang baik, yang memuat
hal pengelolaan terhadap prasarana dan sarana, kesehatan hewan, pelestarian
fungsi lingkungan, sumber daya manusia, pembinaan, pengawasan dan pelaporan.
Usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya
pengelolaan dan pemantauan lingkungan (Kementerian Pertanian, 2014).
Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal
163 bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Kementerian Hukum dan HAM, 2009). Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 69 poin 1 bahwa setiap
orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup (Kementerian Hukum dan HAM, 2009). Kualitas
lingkungan akan menurun apabila terjadi pencemaran baik terhadap tanah, air,
maupun udara. Pencemaran dapat disebabkan oleh adanya limbah yang kurang
diperhatikan dalam pengelolaannya. Limbah merupakan permasalahan yang
4. 4
cukup kompleks dan sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional.
Dampak negatif dari pengelolaan limbah yang tidak baik adalah dapat menganggu
kelestarian fungsi lingkungan, baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan,
sungai, lautan serta dapat menjadi tempat berkembang biak vektor penyakit
seperti serangga dan tikus, gangguan estetika, dan juga menimbulkan bau yang
tidak sedap (Notoatmodjo, 2007).
Pendirian sebuah peternakan ayam seharusnya memilih tempat yang
lokasinya jauh dengan pemukiman masyarakat. Hal ini untuk menjaga agar
dampak yang ditimbulkan oleh kandang ayam tidak sampai ke pemukiman
masyarakat.Arah kandang sebaiknya disesuaikan dengan kecenderungan arah
angin agar penularan penyakit lewat hembusan angin dapat di hindari semaksimal
mungkin. Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2014, disebutkan bahwa jarak terdekat antara kandang dengan bangunan
lain bukan kandang minimal 25 (dua puluh lima) meter. Jarak ini dapat
mengurangi resiko penularan penyakit dan juga mencegah merambatnya api bila
terjadi kebakaran.
Lokasi dan pengelolaan sampah atau limbah yang kurang baik merupakan
tempat yang cocok bagi beberapa organisme, dan menarik berbagai binatang
seperti lalat sebagai pembawa bibit penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang
ditimbulkan akibat limbah seperti penyakit diare, kolera, tifus, penyakit kulit,
serta penyakit yang disebabkan oleh limbah beracun. Penyakit berbasis
lingkungan banyak diderita masyarakat terutama pada usia balita diantaranya
adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), yang dapat dijadikan
5. 5
indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Menurut hasil
Riskesdas 2013, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25% dengan prevalensi
tertinggi terjadi di Propinsi Nusa Tenggara Timur, Papua, Nusa Tenggara Barat,
dan Jawa Timur. Prevalensi kejadian ISPA di Propinsi Jawa Timur sendiri
berdasarkan diagnosis adalah 15,6% dan berdasarkan diagnosis dan gejala adalah
28,3% (Kemenkes RI, 2013).
Potensi pencemaran lingkungan salah satunya menimbulkan dampak negatif
berupa bau dari kandungan gas amoniak yang tinggi. Gas amoniak ini dapat
mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih
basah dan mudah tercium walau dengan konsentrasi yang kecil (5 ppm). Amoniak
dapat menyebabkan gangguan kesehatan ternak dan masyarakat di sekitar
peternakan (Setiawan, 2006).
Pada tahun 2014-2016 ada 8 (delapan) kali masyarakat melapor ke
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan tentang bau busuk yang
menyengat dan banyaknya lalat dari usaha peternakan ayam baik secara lisan
maupun tulisan atau berupa surat dan short message service (SMS) center (Dinas
Kesehatan Kabupaten Magetan, 2016). Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten
Magetan, penyakit ISPA tetap pada peringkat pertama pada 10 (sepuluh) penyakit
terbanyak dari tahun 2016-2016, dengan angka kunjungan pada tahun 2016
sebanyak 45,1%. Hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu
sebesar 41,6%.
Penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti melalui wawancara kepada
petugas Sanitarian Puskesmas Kecamatan Karas didapatkan hasil bahwa kegiatan
6. 6
inspeksi sanitasi tempat-tempat umum pada peternakan ayam broiler, hanya
inspeksi pada sarana sanitasi berupa izin usaha, sarana air bersih, sarana jamban,
pembuangan sampah, lingkungan, alat pelindung diri serta jumlah karyawan,
namun pengawasan terhadap limbah peternakan ayam broiler tidak dilaksanakan.
Hasil wawancara ini sejalan dengan hasil observasi dan telaah dokumen melalui
Laporan Program Penyehatan Lingkungan Puskesmas Karas Tahun 2016.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Seksi Pengawasan Kantor Lingkungan
Hidup didapatkan bahwa kegiatan pengawasan dilakukan hanya pada peternakan
ayam broiler yang akan mengurus izin usaha, namun kegiatan pengawasan secara
rutin tidak dilakukan. Sedangkan hasil wawancara dengan Kepala Pusat
Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan
dinyatakan bahwa kegiatan pengawasan terhadap limbah peternakan ayam di
Kabupaten Magetan hanya dilakukan pada peternakan ayam tingkat rumah
tangga, dengan alasan bahwa peternakan ayam broiler komersial sudah memiliki
dokter hewan sendiri yang mengawasi peternakan tersebut. Namun laporan hasil
pengawasan yang dilakukan oleh dokter hewan tersebut tidak dimiliki oleh Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa usaha
peternakan ayam petelur dan pedaging di Kabupaten Magetan masih mempunyai
beberapa permasalahan yang harus dipecahkan. Permasalahan-permasalahan
tersebut antara lain masalah pencemaran lingkungan berupa bau gas amoniak dan
lalat yang banyak dari tumpukan feses di usaha peternakan dan dampak terhadap
kesehatan masyarakat di sekitar peternakan ayam tersebut. Hal tersebut
7. 7
memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Tingkat
Populasi Ternak Ayam dan Jarak Kandang terhadap Kecenderungan
Meningkatnya Penyakit Pada Masyarakat di Kabupaten Magetan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
didapat adalah:
1. Apakah tingkat populasi ternak ayam berpengaruh terhadap kecenderungan
meningkatnya penyakit pada masyarakat di Kabupaten Magetan?
2. Apakah jarak kandang terhadap kecenderungan meningkatnya penyakit pada
masyarakat di Kabupaten Magetan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh tingkat populasi ternak ayam dan jarak kandang
terhadap kecenderungan meningkatnya penyakit pada masyarakat di Kabupaten
Magetan.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi tingkat populasi ternak ayam di Kabupaten Magetan.
b. Mengidentifikasi jarak kandang ternak ayam terhadap perumahan di
Kabupaten Magetan.
c. Mengidentifikasi kecenderungan penigkatan penyakit pada masyarakat di
sekitar kandang ternak ayam di Kabupaten Magetan.
8. 8
d. Menganalisis pengaruh tingkat populasi ternak ayam dan jarak kandang
terhadap kecenderungan meningkatnya penyakit pada masyarakat di
Kabupaten Magetan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk meningkatkan pengetahuan berkaitan dengan pengaruh tingkat
populasi ternak ayam dan jarak kandang terhadap kecenderungan
meningkatnya penyakit pada masyarakat.
b. Sebagai bahan kajian di bidang penelitian yang sejenisnya dan sebagai
pengembangan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran berkaitan dengan
pengaruh tingkat populasi ternak ayam dan jarak kandang terhadap
kecenderungan meningkatnya penyakit pada masyarakat di Kabupaten
Magetan, yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai
berikut:
a. Bagi subjek penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi subjek
penelitian, sehingga terdapat peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan
persepsi tentang pentingnya menjaga kesehatan lingkungan, khususnya
lingkungan di sekitar ternak ayam.
9. 9
b. Bagi Dinas Peternakan dan Perikanan serta Dinas Kesehatan di Kabupaten
Magetan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam kaitannya
dengan manajemen pengawasan limbah peternakan ayam dan kesehatan
masyarakat terkait dengan keberadaan kandang ternak ayam di Kabupaten
Magetan.
c. Bagi institusi (STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun)
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan pustaka
berkaitan dengan pengaruh tingkat populasi ternak ayam dan jarak kandang
terhadap kecenderungan meningkatnya penyakit pada masyarakat.
d. Bagi peneliti yang akan datang
Sebagai sumber referensi berkaitan dengan tingkat populasi ternak ayam
dan jarak kandang serta pengaruhnya terhadap kecenderungan
meningkatnya penyakit pada masyarakat.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian
penjelasan (explanatory research). Menurut Sugiyono (2010) penelitian
explanatory research adalah “penelitian yang bertujuan untuk menganalisis
hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau
bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.” Berdasarkan tingkat
eksplanasinya penelitian ini digolongkan dalam penelitian asosiatif klausal.
Penelitian asosiatif klausal menurut Sugiyono (2010) merupakan “penelitian yang
10. 10
mencari hubungan atau pengaruh sebab-akibat yaitu hubungan variabel bebas
terhadap variabel terikat.” Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini, yaitu menjelaskan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat.
2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2010) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.” Dengan demikian yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah semua masyarakat Kabupaten Magetan yang bertempat tinggal di sekitar
kandang ayam dan pernah melakukan kunjungan ke Puskesmas-Puskesmas di
Kabupaten Magetan dengan keluhan mengalami gejala ISPA dan disentri.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Magetan, diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kabupaten Magetan tahun 2016 adalah sebanyak 678.858 jiwa.
Menurut Arikunto (2010: 132) “Sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang akan diteliti.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dinyatakan
bahwa sampel adalah bagian-bagian dari populasi, atau suatu prosedur dalam
penelitian dimana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan
dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi.
Oleh karena jumlah populasi sangat besar dan jumlah penduduk Kabupaten
Magetan yang pernah melakukan kunjungan ke Puskesmas-Puskesmas di
Kabupaten Magetan dengan keluhan mengalami gejala ISPA dan disentri dalam
kurun waktu 6 bulan terakhir tidak diketahui dengan pasti, maka dalam penelitian
11. 11
ini jumlah sampel yang digunakan ditentukan berdasarkan rumus model interval
taksiran untuk parameter proporsi P sebagai berikut (Umar, 2011: 109):
n = pq(Zα/2/e)2
n = ukuran sampel
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
tidak ditolerir
p = parameter proporsi p; sedangkan q = 1-p
Jika p dan q tidak diketahui, maka dapat diganti dengan 0,25 sebagai perkalian
antara 0,5 x 0,5. (Umar, 2011: 109). Pada penelitian ini besarnya kesalahan error
(e) adalah sebanyak 10% dengan α sebesar 0,05 (Z=1,96) dan nilai p.q sebesar
0,25, maka besarnya sampel yang akan digunakan adalah:
n = 0,25(1,96/0,1)2 = 96,04 ≈ 100 sampel.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
convenience sampling. Menurut Sugiyono (2010: 120), yaitu “metode pemilihan
sampel yang dilakukan secara tidak acak dengan menggunakan pertimbangan
tertentu (purposive) dan berdasarkan kemudahan (convenience).” Oleh karena
itu, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria sebagai
berikut:
a. Warga Kabupaten Magetan yang diteliti telah berumur 18 tahun ke atas.
b. Warga Kabupaten Magetan yang diteliti merupakan masyarakat yang
bertempat tinggal di sekitar kandang ternak ayam petelur dan pedaging serta
pernah melakukan kunjungan ke Puskesmas-Puskesmas di Kabupaten Magetan
12. 12
dengan keluhan mengalami gejala ISPA dan disentri dalam kurun waktu 6
bulan terakhir.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini diperoleh sampel
sebanyak 100 orang masyarakat Kabupaten Magetan yang tinggal di sekitar
kandang ternak ayam petelur dan pedaging dan pernah melakukan kunjungan ke
Puskesmas-Puskesmas di Kabupaten Magetan dengan keluhan mengalami gejala
ISPA dan disentri dalam kurun waktu 6 bulan terakhir.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder, merupakan data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh pihak lain diluar peneliti dimana data tersebut memberikan
informasi. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi jumlah ternak ayam,
jarak kandang dengan tempat tinggal, dan jumlah kunjungan ke Puskesmas
yang dilakukan masyarakat di sekitar kandang ternak ayam dengan keluhan
penyakit ISPA dan disentri.
b. Sumber Data
Data primer dikumpulkan melalui teknik dokumentasi yang diperoleh dari
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan dan Laporan Program
Penyehatan Lingkungan tahun 2016 yang disampaikan Puskesmas-Puskesmas
yang ada di Kabupaten Magetan.
4. Teknik Analisis Data
13. 13
a. Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2010) statistik deskriptif merupakan “alat analisis
yang berfungsi mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek
yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa
melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum dari data
tersebut.”
Statistik deskriptif dalam penelitian ini adalah dengan memberikan
deskripsi mengenai masing-masing variabel, yaitu populasi ternak ayam di
Kabupaten Magetan, data tentang jarak kandang ternak ayam dengan tempat
tinggal penduduk, serta data-data tentang kunjungan yang dilakukan
penduduk yang bertempat tinggal di sekitar kandang ternak ayam ke
Puskesmas-Puskesmas di Kabupaten Magetan terkait dengan keluhan
penyakit ISPA dan disentri.
b. Analisis Kuantitatif
Menurut Hasan (2010) analisis kuantitatif merupakan “analisis yang
menggunakan alat analisis yang bersifat kuantitatif, yaitu alat analisis yang
menggunakan model-model, seperti model matematika, model statistik dan
ekonometrik.” Analisis kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan model
analisis regresi logistik (logit biner) dengan bantuan SPSS 22. Hasil
pengolahan data tersebut kemudian diinterpretasikan mengenai pengaruh
yang ditimbulkan variabel-variabel prediktor yakni dalam hal ini poluasi
ternak ayam dan jarak kandang dengan tempat tingga apakah berpengaruh
nyata atau tidak terhadap kunjungan ke Puskesmas terkait dengan keluhan
14. 14
penyakit ISPA dan disentri sebagai variabel respon. Disamping itu juga
untuk mengetahui hubungan antara variabel prediktor dengan variabel
respon apakah memiliki hubungan positif atau negatif.
1) Analisis Regresi Logistik
Metode regresi logistik menurut Widarjono (2010) “digunakan
untuk membahas masalah regresi dengan variabel dependen bersifat
kualitatif, dimana variabel kualitatif dapat memiliki dua kategori atau
lebih dengan variabel independen bersifat metrik maupun non-metrik.”
Teknik analisis regresi logistik tidak mensyaratkan asumsi normalitas
pada variabel bebasnya, karena “variabel bebasnya dapat berupa
campuran antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non-
metrik)” (Ghozali, 2011). Estimasi regresi logistik dalam penelitian ini
dapat dinyatakan sebagai berikut:
Li = 8
8
2
2
1
1
0 X
...
X
X
p
-
1
p
Ln
Dimana,
Li : variabel respon, dalam hal ini kecenderungan meningkatnya
penyakit. Y = 1, jika kunjungan ke Puskesmas terkait dengan
keluhan penyakit ISPA dan disentri tinggi; Y = 0, jika
kunjungan ke Puskesmas terkait dengan keluhan penyakit
ISPA dan disentri rendah
p : peluang terjadinya Y = 1
1-p : peluang terjadinya Y = 0
β0 : konstanta
β1... β8 : koefisien variabel prediktor/independen
X1...X2 : variabel prediktor/independen
X1 : tingkat populasi ternak
X2 : jarak kandang dengan tempat tinggal
15. 15
2) Uji Kelayakan Model Regresi (Goodness of Fit Test)
Untuk mengetahui Goodness of fit model dapat dilakukan dengan
memperhatikan dari nilai probabilitas pada Hosmer & Lemeshow
Goodness of Fit Test. Hipotesis:
Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara klasifikasi yang
diprediksi dan yang diamati.
H1 : Ada perbedaan yang signifikan antara klasifikasi yang diprediksi
dan yang diamati.
Dasar keputusannya adalah jika nilai probabilitas pada Hosmer &
Lemeshow Goodness of Fit Test lebih besar dari taraf nyata (α = 0,1),
maka dapat diterima, yang berarti bahwa model regresi layak digunakan
pada analisis selanjutnya karena tidak terdapat perbedaan antara
klasifikasi yang diprediksi dengan yang diamati, begitu pula sebaliknya
(Sarwono, 2013).
3) Uji Kelayakan Model Keseluruhan (Overall Model Fit)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen didalam regresi logistik secara serentak mempengaruhi
variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan memperhatikan nilai
distribusi Chi Square dengan derajat kebebasan (degree of freedom) n-k.
Jika nilai chi square (X2)hitung > nilai tabel chi square (X2) atau p-value
lebih kecil dari taraf nyata (0,1) maka hipotesis nol ditolak yang berarti
semua variabel penjelas secara simultan/bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen atau dengan kata lain setidak-tidaknya ada satu
16. 16
variabel penjelas yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
Begitu juga sebaliknya (Widarjono, 2010: 140).
4) Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (Pseduo R2) di dalam regresi logistik
mengukur proporsi varian didalam variabel dependen yang mampu
dijelaskan oleh variabel independen. Ada dua ukuran Pseduo R2 yang
dapat digunakan untuk mengukur variabilitas variabel dependen yang
dapat dijelaskan oleh variabel independen didalam model regresi logistik
yaitu Pseduo R2 Cox and Snell dan Pseduo R2 Nagelkerke. Interpretasi
ukuran statistika ini sama dengan interpretasi koefisien determinasi R2
pada regresi linier, dimana semakin besar nilainya semakin besar
proporsi varian variabel dependen mampu dijelaskan oleh varian variabel
independen yang diteliti. Akan tetapi, statistika Cox and Snell R2
mengandung kelemahan yaitu nilainya tidak pernah mendekati satu.
Adanya kelemahan ini maka selanjutnya Nagelkerke membuat
modifikasi model Cox and Snell R2 sehingga dapat menghasilkan nilai
antara 0 dan 1 (Widarjono, 2010).
5) Uji Ketepatan Klasifikasi Model Regresi
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar ketepatan
model dalam mengklasifikasikan kasus kedalam dua kelompok, yakni
dalam hal ini kelompok yang memiliki kecenderungan meningkatnya
penyakit tinggi dan kelompok yang memiliki kecenderungan
meningkatnya penyakit rendah. Untuk melihat keakuratan model dalam
17. 17
memprediksi dapat dilihat pada hasil Classification Table (tabel
klasifikasi). Tabel klasifikasi 2 x 2 menghitung nilai estimasi yang benar
(correct) dan salah (incorrect). Pada kolom merupakan dua nilai prediksi
dari variabel dependen dan dalam hal ini tinggi (1) dan rendah (0),
sedangkan pada baris menunjukkan nilai observasi sesungguhnya dari
variabel dependen tinggi (1) dan rendah (0). Pada model yang sempurna,
maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat ketepatan
peramalan 100%. Jika model logistik memiliki homoskedastisitas, maka
presentase yang benar (correct) akan sama untuk kedua baris (Ghozali,
2011).
6) Uji signifikansi Variabel Independen (Significance Test)
Pengujian ini digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing
koefisien logistik/variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen dengan melihat nilai Wald statisticts dan nilai probabilitas.
Dasar penentuannya adalah jika nilai hitung Wald > nilai tabel chi square
maka variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
Sebaliknya, jika nilai hitung Wald < nilai tabel chi square maka variabel
bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Sarwono,
2013). Disamping itu, signifikansi variabel independen juga dapat dilihat
dari nilai probabilitas chi square (sig), yakni jika probabilitas Chi Square
(sig) lebih kecil dari tingkat signifikansi (α=10%) maka pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat adalah signifikan, begitu juga
sebaliknya (Widarjono, 2010).