1. 1c fisiologi rektum dan anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting
untuk menunda buang air besar.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin
berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.2c etiologi hemorroid
Rektum berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh
dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali
material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Fungsi utama anus merupakan feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar
BAB). Setelah dicerna di usus halus, makanan kemudian dibawa ke usus besar yang terdiri dari
sekum, kolon, rectum, dan anus. Di usus besar,terjadi penyerapan air dan sisa-sisa hasil pencernaan
yang melewatiusus besar disebut feses. Feses disimpan di rectum, dan ketika rectum penuh, otot
sfingter eksternal dan internal di saluran anal dan anus akan relaksasi sehingga feses bisa keluar dari
tubuh melalui anus.
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
2c etiologi hemorroid
Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan buang air besar tidak tentu dan setiap kali
berak mengedan terlalu keras, terlalu lama duduk sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat
merupakan faktor-faktor penyebab hemoroid.
Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan, psikis, dan
senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan
peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak
berdiri sendiri tetapi saling berkaitan.
Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
2e patofisiologi hemorroid
2. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan,
kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati
kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis
superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga
mudah terjadi aliran balik.
Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid eksterna di bedakan sebagai
bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis eksternal
akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal, atau dapat diobati
dengan “kompres duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya
merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas : derajat 1, bila terjadi pembesaran
hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2,
pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
Derajat 3, pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan
dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami
thrombosis dan infark.
Sudoyo, A. W., Alwin, I, Setiyohadi, B, Simadribata, K. M., Setiati, S. (2006). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2i diagnosis hemorroid
Diagnosis hemorrhoid tidak sulit, dapat dilakukan pemeriksaan colok dubur termasuk anorektoskopi
(alat untuk melihat kelainan di daerah anus dan rektum). Pada pemeriksaan anorektoskopi dapat
ditentukan derajat hemoroid. Lokasi hemoroid pada posisi tengkurap umumnya adalah pada jam 12,
jam 3, jam 6 dan jam 9. Permukaannya berwarna sama dengan mukosa sekitarnya, bila bekas
berdarah akan tampak bercak-bercak kemerahan. Perdarahan rectum merupakan manifestasi utama
hemorrhoid interna. Lipatan kulit luar yang lunak sebagai akibat dari trombosis hemorrhoid eksterna.
Diagnosis hemorrhoid dapat terlihat dari gejala klinis hemorrhoid, yaitu; darah di anus, prolaps,
perasaan tidak nyaman pada anus (mungkin pruritus anus), pengeluaran lendir, anemia sekunder
(mungkin), tampak kelainan khas pada inspeksi, gambaran khas pada anoskopi atau rektoskopi.
Sudoyo, A. W., Alwin, I, Setiyohadi, B, Simadribata, K. M., Setiati, S. (2006). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
3d patofisiologi fistula in ano
Fistula in ano merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan membentuk traktus.
Kanalis anal mempunyai kelenjar kecil yang terproyeksi melalui sfingter internal dan mengalir
menuju kripta pada linea dentate. Kelenjar dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan.
3. Bersamaan dengan penyumbatan itu, terperangkap juga feses dan bakteri dalam kelenjar.
Penyumbatan ini juga dapat terjadi setelah trauma, pengeluaran feses yang keras, atau proses
inflamasi. Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk abses didalam
rongga intrsfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan jalan keluar dengan meninggalkan
fistula.
Price, S. A., & Wilson, L. M. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.
2005; ed 6:vol 2.
4c manifestasi klinis fisura anal
Secara klinis ada jenis fissura ani :
1. Akut : Baru terjadi pertama kali atau belum lama berselang, belum terjadi penebalan dan
penggantian menjadi jaringan ikat (fibrosis). Umumnya menyembuh dalam beberapa hari
2. Kronis : Terjadi berulang dalam waktu cukup panjang, sering terjadi penebalan pada daerah tepi
dan sekitar luka, dapat terbentuk benjolan kenyal di sebut skintag pada benjolan bawah dan hipertrofi
papilla pada bagian atas. Kadang-kadang disalahtafsirkan sebagai hemorid/wasir.
Nelson R, A Systematic Review of Medical Therapy for Anal Fissure. Dis Colon Rectum
2004; 47: 422–431 DOI: 10.1007/s10350-003-0079-5 The American Society of Colon and
Rectal Surgeons
4e diagnosis fisura anal
1. Anamnesis
Nyeri didaerah rektum, biasanya digambarkan seperti rasa terbakar, rasa terpotong, atau
seperti terasa robekan.Nyeri sejalan dengan kontraksi usus; spasme anus perlu dicurigai
terjadinya fissura ani.
Konstipasi akibat takut nyeri.
Feses keras
Buang air besar berdarah warna merah terang pada permukaan feses. Darah biasanya
tidak bercampur dengan feses.
Mucoid discharge
Pruritus
2. Pemerisaan Fisik
Pada inspeksi sering ditemukan skin tag, fissura, dan hipertropi papilla. Pada sebagian
besar penderita dapat dibuat diagnosis fissura ani hanya dengan inspeksi saja. Pemeriksaan
dilakukan dengan menarik kedua pantat secara perlahan-lahan untuk melihat apakah ada
skin tag, discharge, atau darah.
Pada colok dubur, jari dimasukkan menulusuri bagian lateral terlebih dulu untuk
mengurangi nyeri tekan. Pinggir fissura dapat teraba irregular dengan nyeri tekan yang
4. dirasa sangat menyakitkan. Fissura ani akut terlihat eritem dan mudah berdarah. Pada
fissura yang kronis, nyeri tidak begitu hebat sehingga pemeriksaan colok dubur dapat
dilakukan. Fissura ani kronik ditandai dengan tiga gejala klasik yaitu ulkus yang dalam,
sentinel pile (dimana terbentuk saat bagian dasar fissura mengalami edema dan
hipertropi), Papilla anal membesar.
Proktoskopi juga dilakukan dengan cara yang sama, yaitu anestesi topik dan tekanan
pada sisi kontralateral. Pemakaian protoskopi dewasa pd keadaan akut biasanya tidak
mungkin dilakukan oleh krn sgt nyeri.
Protoskopi
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis fissura ani tidak hanya didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
semata. Pemeriksaan penunjang untuk menyokong diagnosis dari fissura ani sangat
diperlukan untuk mengetahui lebih pasti penyebab dan ketepatan diagnosis.
Adapun pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien fissura ani yaitu
dengan melakukan pemeriksaan hitung jenis darah dan kultur darah. Yang mana
dari pemeriksaan itu dapat diperhatikan jumlah sel darah putih.
Nelson R, A Systematic Review of Medical Therapy for Anal Fissure. Dis Colon Rectum
2004; 47: 422–431 DOI: 10.1007/s10350-003-0079-5 The American Society of Colon and
Rectal Surgeons
7 faktor yang menyebabkan bab ga teratur
1. UMUR
5. Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak
mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2
– 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses
pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-
otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering)
feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses
pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap
muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
2. DIET
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada
makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau
tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian
jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur
dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
3. CAIRAN
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat
ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan
untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi
lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan
cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi
cairan dari chyme.
4. TONUS OTOT
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga
merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah
sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada
pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise),
imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
5. FAKTOR PSIKOLOGI
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare
kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa
beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi.
6. GAYA HIDUP
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang air besar pada waktu
dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan,
atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet,
kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien
yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin
menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.
7. OBAT-OBATAN
6. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal.
Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti
dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara
langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan
memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-
kadang digunakan untuk mengobati diare.
8. PROSEDUR DIAGNOSTIK
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar tidak ada makanan dan
cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering melibatkan enema
sebelum pemeriksaan. Pada tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secara normal sampai ia
diizinkan makan. Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan masalah yagn lebih
jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada di colon, akan mengakibatkan konstipasi dan
kadang-kadang suatu impaksi.
9. ANASTESI DAN PEMBEDAHAN
Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal menurun dengan penghambatan
stimulus parasimpatik pada otot colon. Klien yang mendapat anastesi lokal akan mengalami hal
seperti itu juga. Pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat menyebabkan penghentian
dari pergerakan intestinal sementara. Hal ini disebut paralytic ileus, suatu kondisi yang biasanya
berakhir 24 – 48 jam. Mendengar suara usus yang mencerminkan otilitas intestinal adalah suatu hal
yang penting pada manajemen keperawatan pasca bedah.
10. NYERI
Klien yang mengalami ketidaknyamanan defekasi seperti pasca bedah hemorhoid biasanya sering
menekan keinginan untuk defekasi guna menghindari nyeri. Klien seperti ini akan mengalami
konstipasi sebagai akibatnya.
11. IRITAN
Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi saluran intestinal dan
menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus
12. GANGGUAN SYARAF SENSORIK DAN MOTORIK
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi.
Gangguan mobilitas bisamembatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami
konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi
dari spinkter ani.
Sandra M. Nettina. Manual Of Nursing Practice,. Lippinciott Raven Publishers. 2006; 6 Th Edition.
10 edukasi dan pencegahan pada pasien hemorroid
Melakukan edukasi kepada pasien sebagai upaya pencegahan hemoroid. Pencegahan hemoroid dapat
dilakukan dengan cara:
a. Konsumsi serat 25-30 gram perhari. Hal ini bertujuan untuk membuat feses menjadi lebih lembek
dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus.
b. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari.
7. c. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segerakan ke kamar mandi saat merasa akan buang air besar,
janga ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan.
Smeltzer, C. S. dan Bare, G. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.