1. Illegal Loging Penyebab Terbesar Kerusakan Hutan Indonesia
Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar
per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar
kerusakan hutan itu. Demikian dikatakan Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah
Mada (UGM), Profesor Doktor Soekotjo, di Yogyakarta, Rabu (3/3).
“Selama 1985-1997, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 22,46 juta hektar. Artinya,
rata-rata mencapai 1,6 juta hektar per tahun. Ada empat faktor penyebab kerusakan hutan itu:
penebangan yang berlebihan disertai pengawasan lapangan yang kurang, penebangan liar,
kebakaran hutan dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian atau pemukiman. kebakaran
hutan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia pada 1997, membuat hampir 70 persen hutan
terbakar. Kerusakan hutan bertambah ketika penebangan liar marak terjadi. Penebangan liar
telah merusak segalanya, mulai dari ekosistem hutan sampai perdagangan kayu hutan.
Lantaran hanya dibebani ongkos tebang, tingginya penebangan liar juga membuat harga kayu
rusak. Persaingan harga kemudian membuat banyak industri kayu resmi terpaksa gulung tikar. ”
kata Soekotjo.
Menurut Dr Luca Tacconi. PhD ,pembalakan liar atau kegiatan hutan ilegal meliputi semua
tindakan ilegal yang berhubungan dengan ekosistem hutan, demikian juga industri yang
berhubungan dengan hutan dan hasil hutan kayu serta non-kayu. Kegiatan itu meliputi tindakan
yang melanggar hak-hak atas lahan hutan, melakukan korupsi untuk mendapatkan konsesi
hutan, dan semua kegiatan pada seluruh tahap pengelolaan hutan dan rantai produksi barang
dari hutan, dari tahap penanaman hingga penebangan dan pengangkutan bahan baku serta
bahan jadi hingga pengelolaan keuangan.
Data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi
optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektare kawasan hutan di Indonesia,
dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektare per tahun. Bila
keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan
2. hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis
World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2012.
Sama halnya yang terjadi di Tolitoli – Sulawesi tengah belasan ribu hektar hutan tengah
kritis. Dinas Kehutanan Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, menyatakan 13.315 hektare
kawasan hutan di wilayah itu dalam kondisi kritis akibat penebangan liar. Penebangan liar di
Tolitoli sangat parah, kegiatan eksploitasi hutannya rata-rata tidak mengantongi izin megolahan
kayu hutan atau IPKR yang tidak sesuai peruntukannya, sebab mereka melakukan penebangan
dikawasan yang bukan haknya.
Menurut pandangan saya “Ini dikarenakan lemahnya penegakan hukum bagi para pelaku,
sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi mereka juga merupakan salah satu faktor maraknya
pembalakan liar dan lemahnya fungsi pengawasan dalam pengelolaan hutan maupun proses
rehabilitasi”.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan
kelestarian,mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya,
kehancurankehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya
berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum
menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat
dihasilkan dari sumber daya hutan.Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di
Indonesia mencapai angka 3,8 jutahektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh
aktivitas illegal logging atau penebanganliar (Johnston, 2004)
Penegakan hukum yang selama ini menjadi titik lemah pengamanan hutan harus diprioritaskan
secara sungguh-sungguh. integritas moral dalam menjaga kekayaan alam hutan harus mampu
ditumbuhkan secara swadiri di setiap aparat kehutaan ataupun pihak-pihak yang terkait seperti
pengusaha perkayuan dan masyarakat. Hal yang tidak boleh dilupakan, tanggung jawab pelestarian
pemanfaatan SDH (Sumber Daya Hutan ) ini bukan hanya berada dipundak departemen kehutanan,
melainkan kini justru merupakan tugas utama pemerintah daerah dengan seluruh aparatnya. kekayaan
SDH ( Sumber Daya Hutan ) yang sangat melimpah seharusnya dapat digunakan sebagai modal
kesejahteraan dalam pembangunan nasional dan regional.