Tiga kalimat:
Dokumen tersebut membahas tentang gagal jantung kongestif, termasuk definisi, epidemiologi, faktor risiko, etiologi, dan beberapa penjelasan terkait. Gagal jantung kongestif lebih sering terjadi pada usia lanjut dengan faktor risiko seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes, dan merokok. Penyebabnya dapat berupa gangguan mekanik jantung, abnormalitas otot j
1. Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Definisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. (Suryadipraja, R.M., 2004, Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam
Moehadsjah., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi III, 976,981,dan 982, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.) Ketika ini terjadi, darah tidak bergerak
efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai membuat cadangan, meningkatkan tekanan di
dalam pembuluh darah dan memaksa cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh. (O'Brien,
Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University of South Carolina:
2006. Available from URL:
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm. Diakses pada tanggal
4 September 2012.) Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema
paru dan bendungan di sistem vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. (Karim S,
Kabo P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter Umum.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.)
Epidemiologi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. (Mahmud. Congestive
Heart Failure. 2008. Available from URL: http://www.scribd.com/doc/3670294/Congestive-
Heart-Failure. Diakses pada tanggal 4 September 2012) Salah satu penelitian menunjukkan
2. bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia 50 tahun, sekitar 5% dari mereka
berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari mereka yang berusia 85 tahun atau lebih. Karena
jumlah orang tua terus meningkat, jumlah orang yang didiagnosis dengan kondisi ini akan terus
meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang telah didiagnosis gagal jantung dan ada
sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini lebih umum di antara Amerika, Afrika
dari kulit putih. (O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure.)
Di Amerika serikat gagal jantung merupakan penyakit yang cepat pertumbuhnnya. Pada
tahun 2006, prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat sebesar 2,6 % dimana 3,1% pada laki-
laki dan 2,1% pada perempuan. (American Heart Association., 2010. Heart Disease And Stroke
Statistics -2010 Update. http://www.americanheart.org) Di Eropa (2005) prevalensi gagal
jantung sebesar 2-2,5% pada semua umur, dan pada usia diatas 80 tahun prevalensi gagal jantung
>10%. Di London (1999) sekitar 1,3 per 1.000 penduduk pada semua umur mengalami gagal
jantung dan 7,4 per 1.000 penduduk pada usia 75 keatas. Di Wales (2008), insidens gagal jantung
pada laki-laki sebesar 10 per 1.000 pada usia 45-54 tahun, 20 per 1.000 pada usia 55-64 tahun,
40 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 90 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada semua umur
yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 20 per 1.000 orang. (Helth Welsh Survei., 2009.
Prevalence of Heart Failure, 1995/95 To 1970/70, England and Wales, 2008, Wales.
http://www.heartstat.htm)
Insidens gagal jantung pada perempuan 10 per 1.000 pada usia 55-64 tahun, 20 per 1.000
pada usia 65-74 tahun, 60 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada semua umur yang berjenis
kelamin perempuan sebesar 10 per 1.000 orang. (American Heart Association., 2010. Heart
Disease And Stroke Statistics -2010 Update. http://www.americanheart.org)
Di Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak 38.438
orang dengan proporsi 9,88% dan kunjungan rawat inap sebanyak 18.585 orang dengan proporsi
18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per 100.000. Di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan, jumlah penderita gagal jantung yang dirawat inap pada tahun 2000 sebanyak
75 orang, kemudian meningkat pada tahun 2001 menjadi 114 orang,dan meningkat lagi pada
tahun 2002 menjadi 155 orang. (Silalahi, D., 2004. Karakteristik Penderita Gagal Jantung
yang Dirawat Inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2002. USU, Medan)
Faktor Resiko Gagal Jantung Kongestif
3. a. Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun gagal jantung dapat dialami orang
dari berbagai golongan umur tetapi semakin tua seseorang maka akan semakin besar
kemungkinan menderita gagal jantung karena kekuatan pembuluh darah tidak seelastis saat muda
dan juga timbulnya penyakit jantung yang lain pada usia lanjut yang merupakan faktor resiko
gagal jantung. (Mariyono, H., 2007. Gagal Jantung. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK
Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar. Volume 8 Nomor 3 Bulan September 2007) Menurut
penelitian Siagian di Rumah Sakit Haji Adam Malik (2009) proporsi penderita gagal jantung
semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia≤ 15 tahun, 14,8%
pada usia 16-40 tahun dan 75,6% pada usia >40 tahun. (Siagian, 2009. Karakteristik Penderita
Gagal Jantung yang Dirawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008. USU,
Medan)
b. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada perempuan. Hal
ini disebabkan karena perempuan mempunyai hormon estrogen yang berpengaruh terhadap
bagaimana tubuh menghadapi lemak dan kolesterol. (Whelton, dkk., 2001. Risk Factors
Congestive Heart Failure in US Men and Women. American Medical Association
http://www.archinternmed.com)
c. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung
46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok
juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu
berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.( Mariyono, H., 2007. Gagal Jantung.)
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah yang tinggi terus-
menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung akan semakin kesulitan memompa
darah dengan efektif dan setelah waktu yang lama, risiko berkembangnya penyakit jantung
meningkat. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik
dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
4. terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang
menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.
( Mariyono, H., 2007. Gagal Jantung.)
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik. Penyebab utama terjadinya
gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi
aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). ( Mariyono, H., 2007. Gagal Jantung.)
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau
fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. (Roebiono,P.,
2005. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit jantung Bawaan. Bagian Kardiologi FKUI.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/pdf ) Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis
sebelum kelahiran atau sesaat setelah lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa.
Penyakit jantung bawaan dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah pada gagal
jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi
dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan, atau kebocoran,
terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam
Rematik. Demam rematik akut dapat menyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung.
Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan erosi pinggir daun katup. Bila
miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada dinding jantung sehingga dapat
menyebabkan pembesaran jantung yang berakhir pada gagal jantung. ( Mariyono, H., 2007.
Gagal Jantung.)
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi atrium hilang (fibrilasi
atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan
dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. (
Mariyono, H., 2007. Gagal Jantung.)
5. i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung kongenital, ataupun penyakit katup
jantung. Kardiomiopati ditandai dengan kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga
terjadi kelainan fungsi diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel. (Mariyono, H.,
2007. Gagal Jantung.)
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok mempercepat denyut
jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa dan mengirimkan oksigen,
menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan
platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah. Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung,
terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat berefek secara
langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia
(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati
dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari
kasus. (Mariyono, H., 2007. Gagal Jantung.)
Etiologi Gagal Jantung Kongestif
Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu sendiri maupun dari luar.
Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya kerusakan-kerusakan yang sudah dibawa,
sedangkan faktor dari luar cukup banyak, antara lain: penyakit jantung koroner, hipertensi, dan
diabetes mellitus. Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu : (Price,
Sylvia A 1994. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi. Dalam :Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. EGC. Jakarta. 582 – 593) dan (AHA. Heart disease and
stroke statisticsâ€"2004 update. Dallas: American Heart Association, 2004.)
a. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :
• Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left to right shunt,
dan transfusi berlebihan
6. • Beban tekanan (pressure overload), misal: hipertensi, stenosis aorta, koartasio aorta, dan
hipertrofi kardiomiopati
• Hambatan pengisian, misal: constrictive pericarditis dan tamponade
• Tamponade jantung atau konstriski perikard (jantung tidak dapat diastole).
• Obstruksi pengisian bilik
• Aneurisma bilik dan disinergi bilik
• Restriksi endokardial atau miokardial
b. Abnormalitas otot jantung
• Kelainan miokardium (otot): kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal
kronik, anemia), toksin atau sitostatika.
• Kelainan disdinamik sekunder: Deprivasi oksigen (penyakit jantung koroner), kelainan
metabolic, peradangan, penyakit sistemik, dan penyakit Paru Obstruksi Kronis
c. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi: misalnya, irama tenang, fibrilasi,
takikardia atau bradikardia ekstrim, asinkronitas listrik.
Perubahan-perubahan yang terlihat pada gagal jantung :
1 2 3
Keterangan :
Gambar 1 : Jantung normal.
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding jantung
merentang untuk menahan lebih banyak darah.
Gambar 3 : Dinding-dinding jantung menebal, dinding otot jantung menebal untuk memompa
lebih kuat.
7. Mekanisme Kompensasi pada Jantung
Secara keseluruhan, perubahan yang terjadi pada fungsi jantung yang berhubungan dengan
gagal jantung dapat menurunkan daya kontraktilitas. (Klabunde, Richard E. Pathophysiology of
Heart Failure. 2007. Available from URL: http://www.cvphysiology.com/Heart
%20Failure/HF003.htm. Diakses tanggal 4 September 2012.) Ketika terjadi penurunan daya
kontraktilitas, jantung berkompensasi dengan adanya kontraksi paksaan yang kemudian dapat
meningkatkan cardiac output. Pada gagal jantung kongestif, kompensasi ini gagal terjadi
sehingga kontraksi jantung menjadi kurang efisien. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan
stroke volume yang kemudian menyebabkan peningkatan denyut jantung untuk dapat
mempertahankan cardiac output. Peningkatan denyut jantung ini lama-kelamaan berkompensasi
dengan terjadinya hipertrofi miokardium, yang disebabkan peningkatan diferensiasi serat otot
jantung untuk mempertahankan kontaktilitas jantung. Jika dengan hipertrofi miokardium,
jantung masih belum dapat mencapai stroke volume yang cukup bagi tubuh, terjadi suatu
kompensasi terminal berupa peningkatan volume ventrikel. (Heart Failure Pathophysiology. The
Medical News: 2010. Available from URL: http://www.news-medical.net/health/Heart-Failure-
Pathophysiology.aspx. Diakses pada tanggal 4 September 2012).
Gagal jantung kongestif terkompensasi adalah kondisi dengan fraksi ejeksi rnenurun tetapi curah
jantung dapat dipertahankan oleh mekanisme-mekanisme berikut ini dengan atau tanpa terapi
obat.
a. Mekanisme kompensasi sentral termasuk hubungan Frank-Starling dan hipertrofi ventrikel
akibat peningkatan preload atau after-load.
Preload seringkali menunjukkan adanya suatu tekanan diastolik akhir atau volume pada
ventrikel kiri dan secara klinis dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Tolak ukur akhir
pada stroke volume adalah afterload. Afterload adalah volume darah yang dipompa oleh otot
jantung, yang biasanya dapat dilihat dari tekanan arteri rata-rata. (Congestive Heart Failure.
MVS Pathophysiology. Available from URL:
http://sprojects.mmi.mcgill.ca/mvs/PATHOS/CHF.HTM. Diakses pada tanggal 4 September
2012)
b. Mekanisme kompensasi perifer mengakibatkan (1) aktivasi sistem renin-angiotensin, (2)
peningkatan kadar hormon-hormon endogen lokal dan sirkulasi yang bersifat kontra-regulasi
8. terhadap renin-angiotensin, (3) aktivasi dari sistem saraf simpatis dengan peningkatan kadar
nor-epinefrin serum, (4) redistribusi curah jantung untuk mompertahankah aliran darah ke
jantung dan otak, dan (5) peninggian kadar 2,3-difos-fogliserat (DPG).
Diagnosis Gagal Jantung Kongestif
Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan bagian mana dari
jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah, lebih jelasnya sebagai berikut :
(Figueroa, Michael S. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, herapy, and
Implications for Respiratory Care. San Antonio: University of Texas Health Science: 2006. p;
403–412. )
a. Gagal jantung sebelah kiri ; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema
pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya
dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit
maka sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan
tanda lainnya adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxity), detak jantung cepat
(tachycardia), batuk-batuk serta irama degub jantung tidak teratur (Arrhythmia).
b. Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan ; cenderung mengakibatkan pengumpulan darah
yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan pembengkakan di
kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya
adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung cepat serta sering buang air kecil (urin)
dimalam hari (Nocturia).
Tabel . Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA) atau
berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)
(Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, editor.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th
ed. New York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.)
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan struktural dan
kerusakan otot jantung.
Beratnya gagal jantung berdasarkan gejala dan aktivitas
fisik.
Stage
A
Memiliki risiko tinggi mengembangkan gagal
jantung. Tidak ditemukan kelainan struktural
atau fungsional, tidak terdapat tanda/gejala.
Kelas
I
Aktivitas fisik tidak terganggu, aktivitas yang
umum dilakukan tidak menyebabkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak nafas.
Stage
B
Secara struktural terdapat kelainan jantung
yang dihubungkan dengan gagal jantung, tapi
tanpa tanda/gejala gagal jantung.
Kelas
II
Aktivitas fisik sedikit terbatasi. Saat istirahat
tidak ada keluhan. Tapi aktivitas fisik yang umum
dilakukan mengakibatkan kelelahan, palpitasi
9. atau sesak nafas.
Stage
C
Gagal jantung bergejala dengan kelainan
struktural jantung.
Kelas
III
Aktivitas fisik sangat terbatasi. Saat istirahat tidak
ada keluhan. Tapi aktivitas ringan menimbulkan
rasa lelah, palpitasi, atau sesak nafas.
Stage
D
Secara struktural jantung telah mengalami
kelainan berat, gejala gagal jantung terasa
saat istirahat walau telah mendapatkan
pengobatan.
Kelas
IV
Tidak dapat beraktivitas tanpa menimbulkan
keluhan. Saat istirahat bergejala. Jika melakukan
aktivitas fisik, keluhan bertambah berat.
Tabel. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung (Mann DL. Heart Failure and Cor Pul)
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ≥ 120x/menit
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor
Pemeriksaan Penunjang Gagal Jantung Kongestif
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah :
darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine, SGOT/PT, dan BNP.
Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena beberapa
alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit
(hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk
mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik). (Hess OM, Carrol JD.
10. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor.
Braunwald’s Heart Disease. Philadelphia: Saunders; 2007. p. 561-80.)
b) Pemeriksaan Foto thoraks
Tabel . Temuan pada Foto Toraks , Penyebab dan Implikasi Klinis
(Mann DL. Heart Failure and Cor Pul)
Kelainan Penyebab Implikasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel
kanan, atria, efusi perikard
Ekhokardiografi, doppler
Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertropi
Ekhokardiografi, doppler
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri
Gagal jantung kiri
Edema interstisial Peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri
Gagal jantung kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan
peningkatan pengisian tekanan
jika ditemukan bilateral, infeksi
paru, keganasan
Pikirkan diagnosis non kardiak
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis atau gagal jantung
kronis
c) Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-90%),
antara lain: (Gray, H, dkk., 2007. Lecture Notes KARDIOLOGI. Penerbit Erlangga, Jakarta.)
• Gelombang Q yang menunjukkan adanya infark miokard dan kelainan gelombang ST-T
menunjukkan adanya iskemia miokard.
• LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium kiri menunjukkan
adanya disfungsi bilik kiri
• LVH (left ventricular hypertrophy) dan inverse gelombang T menunjukkan adannya stenosis
aorta dan penyakit jantung hipertensi
• Aritmia jantung
d) Pemeriksaan ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam
membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan baku utama
11. (gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu
memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.
Tabel . Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung
(Mann DL. Heart Failure and Cor Pul)
TEMUAN UMUM DISFUNGSI SISTOLIK DISFUNGSI DIASTOLIK
• Ukuran dan bentuk ventrikel
• Ejeksi fraksi ventikel kiri
(LVEF)
• Gerakan regional dinding
jantung, synchronisitas
kontraksi ventrikular
• Remodelling LV (konsentrik
vs eksentrik)
• Hipertrofi ventrikel kiri atau
kanan (Disfunfsi Diastolik :
hipertensi, COPD, kelainan
katup)
• Morfolofi dan beratnya
kelainan katup
• Mitral inflow dan aortic
outflow; gradien tekanan
ventrikel kanan
• Status cardiac output
(rendah/tinggi)
•Ejeksi fraksi ventrikel kiri
berkurang <45%
•Ventrikel kiri membesar
•Dinding ventrikel kiri tipis
•Remodelling eksentrik
ventrikel kiri
•Regurgitasi ringan-sedang
katup mitral*
•Hipertensi pulmonal*
•Pengisian mitral berkurang*
•Tanda-tanda meningkatnya
tekanan pengisian ventrikel*
• Ejeksi fraksi ventrikel kiri
normal > 45-50%
• Ukuran ventrikel kiri
normal
• Dinding ventrikel kiri tebal,
atrium kiri berdilatasi
• Remodelling eksentrik
ventrikel kiri.
• Tidak ada mitral
regurgitasi, jika ada
minimal.
• Hipertensi pulmonal*
• Pola pengisian mitral
abnormal.*
• Terdapat tanda-tanda
tekanan pengisian
meningkat.
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.
e) Tes latihan fisik
Tes latihan fisik sering dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan pada
beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2 maks), yaitu kadar dimana
konsumsi oksigen lebih lanjut. VO2 maks merupakan kadar dimana konsumsi oksigen lebuh lanjut
tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan lebih lanjut. VO2 maks menunjukkan
batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun pada gagal jantung.
f) Kateterisasi jantung
12. Kateterisasi jantung dilakukan pada semua gagal jantung yang penyebabnya belum
diketahui. Dengan kateterisasi jantung maka dapat diketahui besar tekanan ruang-ruang jantung
dan pembuluh darah serta penentuan besarnya curah jantung.
Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Tabel . Topik Keterampilan Merawat Diri yang perlu dipahami penderita Gagal Jantung
Kongestif. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008. European Society Cardiology. European Heart Journal (2008) 29.
2388-2442.
Topik Edukasi Keterampilan dan Perilaku Perawatan Mandiri
Definisi dan etiologi gagal
jantung
Memahami penyebab gagal jantung dan mengana keluhan-keluhan
timbul
Gejala-gejala dan tanda-
tanda gagal jantung
Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung
Mencatat berat badan setiap hari
Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan
Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai anjuran
Terapi farmakologik Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat digunakan
Mengenal efek samping yang umum obat
Modifikasi faktor risiko Berhenti merokok, memantau tekanan darah
Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas
Rekomendasi diet Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi
Rekomendasi olah raga Melakukan olah raga teratur
Kepatuhan mengikuti anjuran pengobatan
Prognosis Mengerti pentingnya faktor-faktor prognostik dan membuat
keputusan realistik
b. Penatalaksanaan Farmakologis
(Behavioural Modification. In: Management of chronic heart failure: A national clinical
guideline. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines Network: 2007. p; 10-13. )
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan
LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
13. • LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
• Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :
• Riwayat adanya angioedema
• Stenosis bilateral arteri renalis
• Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L
• Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)
• Stenosis aorta berat
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE, ARB
direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang tetap simtomatik
walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB, kecuali telah mendapat
antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB :
• Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%
• Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
• Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun sudah
mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.
β-bloker / Penghambat sekat-β (BB)
Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah adanya gejala
takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat memperburuk kondisi gagal jantung.
Pasien dengan kontraindikasi atau tidak ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal
jantung yang simtomatik, dan dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
14. • Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik sehingga
memperbaiki perfusi miokard.
• Meningkatkan LVEF
• Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal
Pasien yang harus mendapat BB:
• LVEF < 40%
• Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien dengan
disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.
• Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
• Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis). Inisiasi
terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada pasien yang
baru saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama pasien telah membaik
dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat inotropik intravenous, dan dapat
diobservasi di rumah sakit setidaknya 24 jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :
• Asthma (COPD bukan kontranindikasi).
• AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan pacemaker),
sinus bradikardi (<50 bpm).
Diuretik
Penggunaan diuretik pada gagal jantung :
• Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.
• Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid karena
efektivitasnya yang lebih tinggi dalam memicu diuresis dan natriuresis.
• Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat perbaikan klinis
dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Dosis harus disesuaikan, terutama setelah
berat badan kering normal telah tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan
15. dehidrasi. Upayakan untuk mencapai hal ini dengan menggunakan dosis diuretik
serendah mungkin.
• Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran berat badan harian
dan tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan harus selalu disokong pada
pasien gagal jantung rawat jalan. Untuk mencapai hal ini diperlukan edukasi
pasien.
Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
• LVEF < 35%
• Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
• Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
Memulai pemberian spironolakton :
• Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
• Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan meningkatkan dosis
jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)
Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji klinis adalah
• Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.
• Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi.
• Manfaat pengobatan lebih jelas ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika.
Kontraindikasinya anatara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal berat
(pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).
Glikosida Jantung (Digoxin)
16. Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :
• Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi
ventrikel kiri.
• Menstimulasi baroreseptor jantung
• Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan
penekanan sekresi renin dari ginjal.
• Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal
tone.
• Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit, dan saat
aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.
• Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%)
yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan
antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat
dipertimbangkan.
Antikoagulan (Antagonis Vit-K)
Temuan yang perlu diingat :
• Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji klinis acak,
termasuk pada pasien dengan gagal jantung, warfarin ditemukan dapat mengurangi risiko
stroke dengan 60-70%.
• Warfarin juga lebih efektif dalam mengurangi risiko stroke dibanding terapi
antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko stroke yang lebih tinggi, seperti
yang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung.
• Tidak terdapat peranan antikoagulan pada pasien gagal lainnya, kecuali pada
mereka yang memiliki katup prostetik.
• Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas warfarin
dan aspirin pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa risiko perawatan
17. kembali secara bermakna lebih besar pada pasien yang mendapat terapi aspirin,
dibandingkan warfarin.
Prognosis Gagal Jantung Kongestif
Secara umum, mortalitas pasien gagal jantung rawat inap sebesar 5-20% dan pada pasien
rawat jalan sebesar 20% pada tahun pertama setelah diagnosis. Angka ini dapat meningkat
sampai 50% setelah 5 tahun pasca diagnosis. Mortalitas pasien gagal jantung dengan NYHA
kelas IV, ACC/AHA tingkat D sebesar lebih dari 50% pada tahun pertama. (Dumitru I. Heart
Failure. April 2011, (http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview#aw2aab6b2b5aa,
diakses pada tanggal 13 Mei 2011).
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Math homework help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Algebra Help
https://www.homeworkping.com/
Calculus Help
https://www.homeworkping.com/
Accounting help
https://www.homeworkping.com/
Paper Help
https://www.homeworkping.com/
Writing Help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutor
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/