PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
161597327 diabetic-foot-case-report
1. Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB 1
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi.
Diabetes mellitus (DM) dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari
akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat
badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai
kemudian orang tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.1
1
2. Penyakit DM terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru
ditemukan pada saat pemeriksaan penyaringan atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Dari sudut
pasien diabetes mellitus sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter
dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes mellitus dengan keluhan yaitu terjadi kelainan pada
kulit seperti gatal-gatal, bisulan. Selain itu juga terjadi kelainan ginekologis seperti keputihan
dan lain-lain. 1
Gejala-gejala pada DM merupakan akibat dari adanya ketidakseimbangan dalam metabolisme
karbohidrat, protein, lemak dengan produksi ataupun fungsi horman insulin. Diabetes Mellitus
(DM) adalah suatu sindrom klinik yang terdiri dari peningkatan kadar gula darah, ekskresi gula
melalui air seni dan gangguan mekanisme kerja hormon insulin. Kelainan tersebut timbul secara
bertahap dan bersifat menahun. 1
Berdasarkan suatu hasil studi epidemiologi terbaru, tanpa memandang gender, ras, usia,
Indonesia telah memasuki epidemi diabetes melitus tipe 2. Di Indonesia diperkirakan masih
banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis. Jika sudah terdiagnosis pun,
dua pertiganya saja yang menjalani pengobatan (non farmakologik maupun farmakologik) dan
hanya sepertiganya saja yang terkendali dengan baik. 2
Diabetes merupakan penyakit seumur hidup, jadi bukan hanya tim medis saja yang memiliki
peran penting dalam pengelolaan penyakit ini, namun pasien dan orang disekelilingnya memiliki
peran yang jauh lebih penting. 3
Salah satu komplikasi dari DM adalah Diabetik Foot, yang disebabkan adanya gejala neuropati,
terjadi perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan faktor aliran darah yang berkurang.
2
4. LAPORAN KASUS
2.1 Identitas pasien
Nama : IWR
Umur : 41 yo
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Baturiti, Tabanan
2.2 Anamnesis (2 Juni 2011)
Keluhan Utama
Mencret
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dirujuk dari RS Tabanan. Sebelumnya pasien mengeluh mencret 1 hari sebelum
Masuk Rumah Sakit (SMRS). Mencret diawali dengan perut yang terasa mulas. Mencret
dikatakan dengan konsistensi cair seperti putih telur, warna kekuningan, dengan ampas,
dengan frekuensi hingga 10 kali/hari. Bau fesesnya dikatakan tidak terlalu amis dan tidak
terlalu berbeda dari feses biasanya. Volume tiap mencret mencapai 100 - 200 cc (tidak
tentu). Kram perut, adanya lendir dan darah pada feses pasien disangkal. Sebelum mencret
pasien hanya mengkonsumsi nasi dan sayur kacang panjang. Pada hari pemeriksaan BAB
pasien sudah membaik dengan konsistensi lunak dengan warna kuning dengan frekuensi 2
x/hari.
Pasien juga Mengeluh muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 3 kali. Volumenya
diperkirakan 100 cc tiap kali muntah. Pasien muntah sesaat setelah makan atau minum. Isi
muntah adalah makanan dan minuman yang pasien konsumsi sebelumnya. Pada hari
pemeriksaan pasien sudah tidak mengalami keluhan mual dan muntah lagi.
4
5. Pasien juga mengeluh suara serak sejak 1 hari SMRS. Pada hari pemeriksaan pasien tidak
mengeluhkan hal ini lagi. Pasien juga mengeluh Haus dari awal MRS hingga hari
pemeriksaaan. Volume air yang diminum per harinya adalah 800 cc
Riwayat Pengobatan
Pasien adalah rujukan dari RS Tabanan karena kamar RS Tabanan penuh pada saat itu.
sepanjang perjalanan dari RS, pasien diberikan infus Ringer Laktat sebanyak 1 flash.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Riwayat DM, Hipertensi
disangkal oleh pasien.
Riwayat Keluarga
Di keluarga pasien dikatakan tidak ada yang mengidap penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat sosial
Pasien bekerja sebagai petani kebun, dimana sehari hari pasien bekerja bercocok tanam di
kebun pasien bersama suami. Pasien juga memiliki ternak sapi, dimana kotorannya dipakai
sebagai pupuk untuk tanaman yang ada di kebun pasien. Sebelum makan pasien selalu
mencuci tangannya dengan air yang berasal dari PAM. Keluarga pasien selalu BAB di
jamban yang tersedia di rumah pasien.
2.3 Pemeriksaan Fisik (20 Juni 2011)
Status Present
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/mnt reguler isi cukup
Respirasi : 20 x/mnt tipe pernafasan torakoabdominal reguler
Suhu aksila : 36.5 °C
Berat badan : 40 kg
5
6. Tinggi badan : 149 cm
BMI : 18, 01 kg/m2
Status General
Mata : anemia -/-, ikterus -/- , odem palpebra -/- . refleks pupil +/+ isokor,
Cowong -/-
THT : Sekret (-) , Faring Hiperemi (-)
Thorax: simetris (+)
Cor
Inspeksi : Ictus Cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS 5 MCL Sinistra
Perkusi : Batas Jantung
Atas ICS 3 MCL Sinistra.
Bawah ICS 5 MCL Sinistra.
Kanan ICS 4 Parasternal line dextra.
Kiri ICS 5 Mid Clavicula Line Sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris +, Retraksi (+)
Palpasi : Focal Fremistus (Normal/Normal)
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), Nyeri Ketok CVA (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) Hepar/Lien/Ginjal : ttb, Turgor kembali < 2 detik.
Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--, pemeriksaan sensitivitas kaki
Normal/Normal
6
8. Feces Rutin
EKG :
Axis: Normal
LVH (-)
ST change (-)
Conclusion: Normal ECG
2.5 Diagnosis
GEA ec sp Bacterial ec susp Cholera dd Dysentri
-mild dehydration
Daldiyono score
• Muntah +1
• Vox cholerica/ hoarsness +2
• (score/15)x BW x 10% x 1 liter # 0,8 L
8
9. 2.6 Penatalaksanaan
o MRS
o IVFD ringer Laktat 800cc lanjutkan ke maintenance 20 tts/menit lanjutkan ke ORS
100 cc/kgbb/hari sampai diare berhenti dengan cairan rendah garam (Air/susu yang
diencerkan)
o Ondansetron 2 x 4g iv
o Doksisiklin 1 x 300 mg PO
P/dx :
-BUN, Creatinin
Mx :
-CM-CK
-Keluhan
-vital sign
9
10. BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis Diabetes Mellitus.
Untuk mendiagnosa Diabetes Mellitus (DM), kita memerlukan informasi baik dari pemeriksaaan
klinis dan pemeriksaan gula darah. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Kriteria diagnosis
DM :
1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL
Gejala Klasik DM dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu gejala yang khas dan gejala yang
kurang khas. Keluhan khas DM berupa poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan yang tidak khas yang mungkin dikemukakan
pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, dan mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritus
vulva (wanita). Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu≥ 200 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl
juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200
mg/dl pada hari yang lain.2
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu atau Glukosa Darah Puasa Terganggu tergantung
hasil yang diperoleh.
- TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL
- GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL
10
11. Gambar 2. Skema langkah-langkah diagnosis DM4
Klasifikasi diabetes melitus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe
lain (defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindroma
genetik lain yang berkaitan dengan DM), dan DM gestasional.2,4
DM tipe 1 dan 2 secara
epidemiologis menggambarkan dua bentuk onset penyakit yang berbeda, namun secara klinik
keduanya memperlihatkan gejala penyakit yang amat susah dibedakan. DM tipe 2 dapat tidak
menunjukkan gejala klinis selama beberapa tahun sebelum didiagnosis dan angka insidennya
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, serta dipengaruhi oleh peningkatan berat badan4
.
Prevalensi DM tipe 2 meningkat seiring dengan umur, dan >9% orang yang berusia diatas 65
tahun akan menderita penyakit ini. Hal yang karakteristik terjadi pada DM tipe 2 yaitu resistensi
insulin dan menurunnya sekresi insulin.
11
12. Adapun beberapa faktor resiko yang mendukung diagnosa Diabetes Mellitus. Faktor-faktor
resiko ini dapat kita gali menggunakan teknik Fundamental Four.
Tabel 1. Faktor-faktor resiko Diabetes Melitus Tipe 24
Obesitas sangat mempengaruhi sensitivitas insulin. Resistensi insulin juga erat kaitannya dengan
terjadinya komplikasi hipertensi, dislipidemia, dan resiko aterosklerosis.1
Penderita DM tipe 2 biasanya
terjadi pada umur tua (>45 tahun), onset lambat, penderita biasanya gemuk, terapi tidak harus dengan
insulin. Sedangkan karakteristik DM tipe 1 biasanya terjadi pada umur yang lebih muda, onset akut,
badan kurus, dan pengobatan harus dengan insulin.2
Pasien ini, didiagnosis menderita diabetes melitus karena berdasarkan hasil anamnesis didapatkan
keluhan khas DM yaitu banyak kencing, banyak minum, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas,
serta didapatkan pula keluhan lain yang tidak khas pada DM yaitu rasa lemah, kesemutan, pandangan
kabur, dan juga disfungsi ereksi. Pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu didapatkan hasil 525 mg/dl
(>200 mg/dl). Berdasarkan hasil anamnesis yaitu adanya keluhan khas DM, dan dari hasil pemeriksaan
glukosa darah sewaktu yang lebih dari 126 mg/dl, maka pasien ini didiagnosis menderita diabetes melitus.
Penderita dimasukkan ke dalam DM tipe 2 karena umur yang tua (44 tahun), onset lambat dan
12
13. terdiagnosis 5 tahun yang lalu. Adapun beberapa faktor resiko yang dimiliki oleh pasien adalah faktor
genetik karena kakak kandung pasien juga terdiagnosa dengan diabetes mellitus.
3.2 Profil Lemak Darah Pada Diabetes Mellitus
Kelainan lemak darah yang khas pada diabetes adalah peningkatan kadar trigliserida, dan menurunnya
kadar kolesterol HDL, sedangkan kolesterol LDL pada kebanyakan kasus tidak berbeda dengan non
diabetes. Selain itu dijumpai pula peningkatan kadar non kolesterol HDL ( kolesterol LDL dan VLDL)
pada penderita diabetes, khas dijumpai kolesterol LDL yang lebih kecil dan lebih padat yang disebut
dengan small dense LDL cholesterol yang terbukti lebih aterogenik meskipun kadar kolesterol LDL
absolute tidak meningkat.5
Adanya dislipidemia dapat berupa peningkatan faktor aterogenik seperti
trigliserida total, trigliserida VLDL, dan kolesterol LDL serta adanya penurunan faktor antiaterogenik
seperti kolesterol HDL.2
LDL yang berasal dari sirkulasi dapat berdifusi pasif melewati tigh junction yang mengikat sel
endotel yang berdekatan, dan laju difusi akan meningkat jika jumlah LDL yang ada dalam sirkulasi juga
meningkat. Akumulasi lipid subendotel, terutama lipid yang telah teroksidasi dapat menstimulasi reaksi
inflamasi local yang dapat menimbulkan aktivasi sel endotel diatasnya. Sel endotel yang teraktivasi ini
akan melepaskan selektin, molekul-molekul adesi, dan juga beberapa jenis kemokin seperti MCP 1. Disisi
lain HDL yang mempunyai fungsi protektif akan mencegah terjadinya aterosklerosis melalui kemampuan
memblok pengeluaran sejumlah molekul adesi oleh sel endotel. Kemokin merupakan proinflammatory
cytokine yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kemoatraksi, migrasi dan aktivasi leukosit. Proses
aterosklerosis dimulai dari lapisan tunika intima dinding arteri. Secara histology awal dari terjadinya
proses ini adalah akumulasi dari lipid laden macrophage/foam cells yang disebut sebagai fatty streak.
Seiring waktu lesi akan berkembang progresif, kemudian plak yang sudah terbentuk akan nekrotik,
mengandung debris sel, kolesterol, dan sel-sel inflamasi seperti macrophage foam cells. Lesi menjadi
kompleks dan mengalami kalsifikasi, ulserasi yang secara progresif akan menimbulkan komplikasi dan
penyakit. Arteri adalah pembuluh darah yang paling sering mengalami aterosklerotik. Terlihat
peningkatan intima media thickness dinding arteri pada hipertensi, perokok, dan hiperkolesterolemia.5
Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini menunjukkan kelainan profil lipid yaitu berupa peningkatan
Kolesterol LDL dan penurunan Kolesterol HDL. Nilai kolesterol total dan trigliserida didapatkan normal
pada pasien.
Lipid Profile 21/05/11 Nilai Rujukan
Cholesterol 141 <200
13
14. HDL direct 25,26 40-60
LDL 101,3 <100
Triglycerides 71 <150
3.3 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2
Prinsip penatalaksanaan DM antara lain:
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan prilaku telah terbentuk secara
mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku. Untuk mencapai perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi. Diantaranya pemahaman tentang perjalanan penyakit DM, makna dan
perlunya pengendalian dan pemantauan DM, faktor penyulit DM dan faktor resikonya,
intervensi farmakologis dan non-farmakologis, serta pentingnya latihan jasmani yang teratur.4
2. Terapi Gizi Medis
Terapi gizi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli
gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap diabetis sebaiknya
mendapatkan penatalaksanaan TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target
terapi. Pada diabetis perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin. Pada konsensus PERKENI 2002, telah ditetapkan bahwa
standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi yang seimbang berupa
karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (15-20%), diet cukup serat, serta
pembatasan garam. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis
kelamin, usia, aktifitas fisik/ pekerjaan, dan berat badan.2
Penentuan Kebutuhan Kalori Berdasarkan Rumus Brocca4
Kalori basal = BB Ideal (82)×30 kal/kg =2460 kal
14
15. Koreksi / Penyesuaian
1. Umur > 40 th = -5% ×2460 kal = -123 kal
2. Aktivitas ringan = + 10% × 2460 =+246 kal
3. Berat badan lebih -10% × 2460 = -246 kal
4. Stres metabolik: ulkus di kaki 10% x 2460 = +246 kal
Total Kebutuhan Kalori yaitu = 2583 kal
1. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Latihan jasmani selain menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang.4
2. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan bila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
TGM dan latihan jasmani.
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
a. Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea, glinid, GLP 1 Agonist, dan DPP-IV
Inhibitor
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolindindion
c. Penghambat glukoneogenesis : metformin, GLP 1 Agonist, dan DPP-IV Inhibitor
15
18. GLP 1
Agonist
Exenatide Hormon incretin (GLP-1)
merupakan respon terhadap
asupan makanan, berfungsi
membantu meningkatkan
respon ssekresi insulin oleh
makanan, menekan sekresi
glukagon sehingga
menghambat
glukoneogenesi. Incretin
juga memperlambat
pengosongan lambung dan
memiliki efek anoreksia
sentral.4
DPP-IV
Inhibitor
Sitagliptin
Vildagliptin
GLP 1 endogen memiliki
waktu paruh yang sangat
pendek akibat inaktivasi
oleh enzim DPP IV. Obat
ini menghambat kerja enzim
tersebut sehingga masa kerja
hormon GLP-1 menjadi
lebih lama dan efektif untuk
menurunkan hiperglikemia4
18
19. Insulin
Indikasi pemberian Insulin pada keadaan:
a. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin
endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada
b. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin
apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
c. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke
d. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin,
apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
e. Ketoasidosis diabetik
f. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia
hiperosmolar non-ketotik.
g. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen
tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap
memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan
kebutuhan insulin.
h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO
19
20. Tabel 3. Klasifikasi dan Spesifikasi Terapi Insulin
Gambar 3. Algoritme pemberian kombinasi insulin dan OHO
Gambar 4. Algoritma Kontrol Glikemik pada pasien Diabetes Mellitus PERKENI 20067
20
22. Gambar 5. Algoritma pengendalian kadar glikemik pada pasien DM tipe 2 menurut AACE6
Gambar 6. Kriteria DM terkendali4
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang merupakan
target terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta
kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.4
Lima tahun lalu saat pasien pertama kali didiagnosa DM, obat yang diberikan adalah Glibenclamid, yaitu
Obat anti hiperglikemik oral golongan sulfonilurea. Hal ini mungkin kurang sesuai dengan algoritma dari
PERKENI tahun 2006 maupun AACE tahun 2009, dimana seharusnya pasien diberikan metformin
terlebih dahulu dan diedukasi untuk meningkatkan/memperbaiki pola hidupnya. Saat pasien datang ke
RSUP Sanglah, pemeriksaan HbA1C menunjukkan nilai 11,9 % dan nilai ini cukup tinggi menilik target
terapi diabetes adalah < 6,5 %. Hal ini menjadi petunjuk apabila Penyakit Diabetes pada pasien ini tidak
terkontrol dengan baik.
Pemberian terapi insulin pada pasien ini berdasarkan beberapa indikasi antara lain :
1. Nilai HbA1C pasien yang tinggi (>9%). Menurut PERKENI 2006, apabila setelah diberikan dual
therapy OHO angka HbA1C pasien > 7%, maka Insulin Basal dapat diberikan pada pasien.
Algoritma AACE 2009 pun mengatakan hal serupa dimana kadar HbA1C pasien > 9% maka
Terapi Insulin dapat dimulai.
22
23. 2. Pemberian terapi insulin dapat dipertimbangkan saat pasien mengalami keadaan stress seperti
pada infeksi berat. Pasien saat ini mengalami keadaan Diabetic Foot dan dengan adanya nanah
dan kenaikan White Blood Cell pada pemeriksaan Darah Lengkap (14,4 dengan nilai rujukan 4-
11). Maka dapat disimpulkan bahwa pasien sedang mengalami infeksi walaupun tidak terlalu
berat.
Insulin yang digunakan adalah Lantus (Gargline/Long Acting Insulin) dikombinasikan dengan Novorapid
(Aspart/Ultra Rapid Acting insulin). Metode pemberian insulin adalah empat kali sehari basal bolus
insulin. Yaitu pemberian Novorapid 3x dalam sehari saat makan dan Lantus 1x sehari sebelum tidur.
Dalam penentuan dosis insulin, digunakan rumus dari Joslin Diabetes Mellitus 2005:
Gambar 7. Penentuan Dosis dalam terapi Insulin Diabetes Mellitus
Dosis yang diberikan adalah Novorapid 3x6 IU dan Lantus 20 IU. Total dari Insulin yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan yaitu ½ x 76 kg yaitu 38 IU (20+18 IU).
3.4 Terapi Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL. Dalam proses
aterosklerosis, semuanya mempunyai peranan penting. Langkah awal pengelolaan dislipidemia
adalah upaya non-farmakologis yang meliputi modifikasi diit, latihan jasmani serta pengelolaan berat
badan. Walaupun kelainan lipid yang khas pada diabetes melitus tipe 2 adalah hipertrigliseridemia
dan rendahnya kolesterol HDL, menurut NCEP ATP III pilihan obat pertama adalah golongan statin,
kecuali bila penderita disertai dengan hipertrigliseridemia >450 mg/dl. Statin sangat efektif dalam
23
Calculate Total Daily InsulinCalculate Total Daily Insulin
(TDI)(TDI)
= 0.5 unitsx weight (kg) OR= 0.5 unitsx weight (kg) OR
(sum of current doses)(sum of current doses)
eg: if weight is 60 kg, TDI =eg: if weight is 60 kg, TDI =
30 units30 units
Total Mealtime InsulinTotal Mealtime Insulin
(lispro, aspart or regular)(lispro, aspart or regular)
= 60% of TDI= 60% of TDI
Total Basal InsulinTotal Basal Insulin
(NPH, glargin, ultralente)(NPH, glargin, ultralente)
= 40% of TDI= 40% of TDI
Total Basal InsulinTotal Basal Insulin
(NPH, glargin, ultralente)(NPH, glargin, ultralente)
= 40% of TDI= 40% of TDI
Breakfast dosesBreakfast doses
= 1/3 of= 1/3 of
mealtimemealtime
InsulinInsulin
Bedtime dosesBedtime doses
= total basal= total basal
insulininsulin
Bedtime dosesBedtime doses
= total basal= total basal
insulininsulin
Dinner dosesDinner doses
= 1/3 of= 1/3 of
mealtimemealtime
InsulinInsulin
Lunch dosesLunch doses
= 1/3 of= 1/3 of
mealtimemealtime
InsulinInsulin
24. menurunkan kolesterol LDL dan relatif aman . Dari beberapa penelitian besar seperti 4-S dengan
simvastatin, dan sebagainya terbukti kemampuannya menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit kardiovaskular. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis kolesterol di sel hati sehingga
kandungan kolesterol di hati menurun. Untuk mengoptimalkan kandungan kolesterol tersebut, sel
meningkatkan produksi dan aktivitas reseptor LDL, kemudian memasukkan LDL ke dalam sel hati.
Dengan demikian terjadi katabolisme LDL sehingga terjadi penurunan LDL. Pemakaian obat
hipolipidemik pada pasien ini dipilih simvastatin 20 mg (1×20 mg).3
3.5 Diabetic Foot Sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus4
Diabetik foot merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus yang paling ditakuti. Terjadinya
masalah Diabetik foot diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang diabetes melitus yang
menyebabkan kelainan neuropati, naik neuropati sensorik, sensorik maupun autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, kemudian menyebabkan terjadi perubahan
distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinnya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang berkurang juga
akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan Diabetik foot.
Klasifikasi dari Diabetik foot menurut Wagner sebagai berikut :
- 0 = kulit intak/ utuh
- 1 = Tukak superfisial
- 2 = Tukak Dalam ( sampai tendon, tulang )
- 3 = Tukak Dalam dengan infeksi
- 4 = Tukak dengan ganggren pada 1-2 jari
- 5 = Tukak dengan ganggren luas seluruh kaki.
Pada pasien dari anamnesis ditemukan pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba tiba pada pagi hari saat
pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada
daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri. Pasien mengeluh bengkak pada kaki
24
25. kiri sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba-tiba
pada pagi hari saat pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti
ditusuk tusuk pada daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri.
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ekstremitas ditemukan :
o Look : Ulkus di dorso pedis dengan ukuran 4x1 cm
oedem (+), erythema (-), pus (+) in dorso pedis
o Feel : hangat (+), nyeri (+), pulsasi arteri pedis dorsalis (+)
o Move : range of motion digiti pedis I-V D terbatas karena bengkak dan nyeri
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :
Darah Lengkap 18/5/11 31/5/11 Nilai Rujukan
WBC 14,4 9,55 4,1 - 11
Neutrofil 11,2 (77,5%) 6,99 (73,2%) 2,5 – 7,5 (47-
80%)
Limfosit 2,2 (15%) 1,77 (18,6%) 1-4 (13-40%)
Monosit 0,9 (6,6%) 0,61 (6,39%) 0,1 – 1,2 (2-
11%)
Eosinofil 0,10 (0,5%) 0,055 (0,579
%)
0 – 0,5 (0-
5%)
Basofil 0,3 (0,3%) 0,121
(1.26%)
0 – 0,1 (0-2%)
Peningkatan WBC mengindikasikan adanya infeksi pada Ulkus di kaki.
Penatalaksaan pasien ini diberikan IVFD Cefotaxim 3x1 g, Metronidazole 3x50 mg, Ciprofloxacin
2x200 mg, Rawat Luka setiap hari dengan konsultasi ke bagian bedah.
25
26. 3.6 Penyakit Ginjal Kronis Sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus8,9,10,11,12
Diagnosis PGK mengacu pada kriteria K/DOQI didasarkan atas 2 kriteria, yaitu :
1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa
penurunan penurunan laju filtrasi glomerolus berdasarkan kelainan patologik atau
petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urin atau kelainan
pada pemeriksaan pencitraan.
2. Laju filtrasi glomerolus < 60 ml/min/1,73 m3
selama ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
PGK diklasifikasikan berdasarkan oleh laju filtrasi glomerolus, yaitu stadium yang lebih
tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerolus yang lebih rendah, berdasarkan ada atau
tidaknya penyakit ginjal.
Tabel 4. Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Stadium Deskripsi LFG (ml.min/1,73 m3
)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau > 90
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 60-89
3 Penurunan LFG sedang 30-59
4 Penurunan LFG berat 15-29
5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis
LFG dihitung menggunakan rumus Cockroft Gault yaitu :
LFG (ml/menit/1,73 m3
) = ( 140 – umur ) x BB x 0,85 (jika wanita)
72 x kreatinin plasma
Pasien ini didiagnosis dengan PGK stadium II ec. susp. DKD. Berdasarkan rumus Cockroft
Gault, LFG pasien saat ini adalah 77,5. Hal ini berarti sesuai dengan kriteria dan klasifikasi yaitu
PGK Stadium II.
Penyakit ginjal diabetik (PGD) atau nefropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi
yang sering terjadi pada penderita diabetes. Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada filter ginjal
26
27. atau yang dikenal dengan glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah
protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan
adalah albumin. Pada keadaan normal albumin juga diekskresikan dalam jumlah sedikit dalam
urine. Peningkatan kadar albumin dalam urine merupakan tanda awal adanya kerusakan ginjal
oleh karena diabetes. PGD dapat dibedakan menjadi dua kategori utama berdasarkan jumlah
albumin yang hilang pada ginjal, yaitu:
1. Mikroalbuminuria
Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga
dikenal sebagai tahapan nefropati insipien.
2. Proteinuri
Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300mg/hari. Keadaan ini
dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt. Pada PGD ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/ 24 jam atau >200µg/menit) pada minimal dua kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan
Dasar dari diagnosis penyakit ginjal diabetik adalah adanya riwayat diabetes mellitus
yang lama disertai dengan ditemukannya protein atau albumin dalam urin. Secara klinis nefropati
diabetik ditandai dengan adanya peningkatan proteinuria yang progresif, penurunan GFR,
hipertensi, dan risiko tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular. Tahapan nefropati diabetik
oleh Mogensen dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
Tabel 5. Tahapan nefropati diabetik oleh Mogensen
Tahap Kondisi AER LFG TD Prognosis
1 Hipertropi
hiperfungsi
N ↑ N Reversibel
2 Kelainan struktur N ↑/N ↑/N Mungkin
reversibel
3 Mikroalbuminuria
persisten
20-200
mg/menit
↑ ↑ Mungkin
reversibel
4 Makroalbuniuria
Proteinuria
>200
mg/menit
Rendah Hipertensi Mungkin
bisa
stabilisasi
5 Uremia Tinggi/rendah <10 Hipertensi Kesintasan
27
28. ml/menit 2 tahun +
50%
Pasien ini juga didiagnosa anemia ringan normokromik normositer ec. PGK. Secara laboratorik
anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin, eritrosit dan hematokrit di bawah
normal. Sesuai dengan umur pasien maka kadar RBC 2,93juta/mm3
, HgB 8,6gr/dL, HCT 25,6%
berada dibawah normal. Derajat anemia pada pasien ini adalah anemia ringan, sesuai dengan
klasifikasi derajat anemia ringan yaitu HgB 8-9,9 g/dl. Klasifikasi anemia pada pasien ini
didasarkan atas morfologik dan etiopatogenesis yaitu anemia normokromik normositer ec. ACD
karena nilai MCV 87,1fl (80-94), MCH 29,5pg (27-32) masih dalam batas normal serta
penyebab anemia pada pasien ini oleh karena ACD.
28
29. BAB IV
KESIMPULAN
Pasien dengan inisial KNW datang pada tanggal 18 mei 2011 ke triage interna RSUP Sanglah dengan
keluhan utama bengkak pada kaki kiri. Pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba tiba pada pagi hari saat
pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada
daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri. Dua hari kemudian, pasien mengatakan
bahwa kulit pada kaki kiri mulai mengelupas, timbul bisul dan akhirnya luka pada kaki kiri. Rasa
sakit dirasakan dengan tingkat kesakitan sedang sehingga membuat pasien tidak mampu
beraktivitas seperti saat sebelum bengkak. pasien merasa sakit pada kaki bertambah apabila
digerakkan dan sedikit berkurang apabila diistirahatkan. Pasien sempat memeriksakan keluhan
ini kepada dokter umum, dan diberikan obat untuk mengontrol gula darah (Glibenclamid) dan
salep. Rasa sakit dirasakan berkurang setelah pemberian salep, tetapi hanya berlangsung sebentar
dan kemudian sakit kembali dirasakan. Keluhan dirasakan menetap selama dua bulan.
Penderita sudah didiagnosis menderita diabetes mellitus sejak tahun 2005. Diagnosa diabetes
mellitus ditegakkan dari adanya keluhan khas DM yaitu poliuri dan polydipsi disertai penurunan berat
badan tanpa sebab yang jelas. Selain itu dari pengakuan pasien didapatkan informasi bahwa gula darah
sewaktu pasien saat itu adalah 525 mg/dl. Pasien dikatakan menderita diabetes mellitus serta
mendapat obat minum yaitu Glibenclamid diminum 2 x 1 setiap hari
Pada pemeriksaan fisik general dan tanda vital tidak ditemukan kelainan pada pasien. Pada pemeriksaal
lokalis ditemukan Pemeriksaan
• Inspeksi: Ulkus di dorso pedis dengan ukuran 4x1 cm
oedem (+), erythema (-), pus (+) in dorso pedis
• Palpasi: hangat (+), nyeri (+), pulsasi arteri pedis dorsalis (+)
• ROM: range of motion digiti pedis I-V D terbatas karena bengkak dan nyeri
29
30. Pada pemeriksaan Laboratorium ditemukan beberapa abnormalitas seperti :
Kriteria Nilai Interpretasi
Albumin 2,9 Menurun
WBC 14,4 Meningkat
Protein 150 Seharusnya Negative
Glucose 1.000 Seharusnya Negative
Erytrocyte 25 Seharusnya Negative
HDL direct 25,26
Menurun
LDL 101,3
Meningkat
HbA1C
11,9 Meningkat
Diagnosis pasien saat ini adalah
- Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Diabetic Foot Wagner Grade II Pedis sinistra
- Anemia Ringan Normokromik Normositer etc susp. Anemia on Chronic Disease
- Hipoalbuminemia etc Chronic Infection
- Chronic Kidney Disease stage II etc susp DKD
Dari Diagnosis tersebut, maka rencana penanganan pasien adalah
- IVFD Normal Saline 0,9% 20 tetes/menit
- Diet DM 1900 kkal
- Cefotaxim 3x1 g
- Metronidazole 3x50 mg
- Ciprofloxacin 2x200 mg
30
31. - Lantus 0-0-0-20 IU
- Novorapid 3x6 IU
- Simvastatin 0-0-0-20 mg
- Rawat Luka setiap Hari konsul Bedah Thorax Kardio Vaskular
Rencana Follow up tiap hari:
- Vital Sign (Tekanan Darah, Suhu, Denyut Nadi, Pernafasan)
- Gula darah puasa dan 2 jam PP setiap Hari
- Kondisi kaki diabetes
- keluhan
31
32. DAFTAR PUSTAKA
1. Kahn R. Dissorder of fuel metabolism. 2001. In: Principles and Practice of
Endocrinology and metabolism. 3rd
ed. 2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;
p.506-512;
2. Perkeni. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2002. Jakarta: PB
Perkeni; p.9-19;
3. Amerikan Diabetes Association.2003. Pheripheral arterial disease in people with
diabetes. Diabetes Care;2003; 26: 3333-12.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S. 2009. PAPDI Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Faxon. DP, Fuster V, Libby P, et al. 2004.Atherosklerosis vascular disease conference
writing group III: Pathophysiology. American Heart Association. New York;2617-2625.
6. American Association of Clinical Endocrinologists / American College of
Endocrinology. 2009. AACE/ACE Glycemic Control Algorithm Consensus Panel.
Glycemic Control Algorithm, Endocr Pract. 2009;15(No. 6) 541
7. PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.
8. Bethesda.”Kidney Disease of Diabetes” . 2006.Available at: http: // www. kidney. niddk.
nih. gov / kudiseases / pubs / kdd / index.htm. Accessed December l8 (5)
9. Joshua, A.,”Diabetic Nephropathy”, 2008. Available at: http: // www. Cleveland
clinicmeded. com / disease management/ nephrology.htm. (Accessed: at December l8 .(9)
10. DeFronzo RA, (1996), Diabetic Nephropathy. In: Ellendberg & Rifkin’s DM, 5th
ed.
Connecticut: Appleton Lange. pp: 971-1008.
11. Michael, S., “Diabetic Nephropathy: Clinical Evidence Concise”, Available at:
http://www.aafp.org/afp/20051201/bmj.html, (Accessed 2008, December l8). (14)
12. Roesli R, Endang S,Djaafar J. Nefropati Diabetik.1996. In: Buku ajar ilmu penyakit
dalam . 3rd
ed. Jakarta: Gaya Baru; II: 356-365 (17)
32