Dokumen tersebut merupakan review paper mengenai pengukuran tingkat signifikansi resiko pada proyek pembangunan terowongan di Malaysia. Metode yang digunakan adalah studi kasus proyek terowongan Berapit dan kuisioner untuk mengidentifikasi resiko. Resiko kemudian diranking menggunakan Analytic Hierarchy Process untuk mengubah nilai kualitatif menjadi kuantitatif. Hasilnya menunjukkan tiga resiko utama yaitu kesehatan dan keselamatan
1. Furqon Mauladani 9114205324
TUGAS REVIEW PAPER MANAJEMEN PROYEK
NAMA : FURQON MAULADANI
NIM : 9114205324
JURUSAN : MANAJEMEN TEKNOLOGI INFORMASI
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN TEKNIK (MMT)
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014
2. Furqon Mauladani 9114205324
No Struktur Review
1 Obyek Judul
Ranking Resiko untuk Proyek Konstruksi Pembangunan Terowongan di Malaysia
(Risk Ranking for Tunnelling Construction Projects in Malaysia)
Pengarang
FE Mohamed Ghazali dan HC Wong
Penerbit
www.jcepm.org tahun 2013
2 Latar
belakang
Pembangunan terowongan telah menjadi metode konstruksi yang tepat untuk jalan
raya di negara dengan kondisi geologi berbukit dan berlereng seperti di
Malaysia. Namun proyek pekerjaan konstruksi pembangunan terowongan biasanya
rumit dan mahal, yang akibatnya memaksakan resiko besar kepada pihak-pihak yang
terlibat.
Terowongan adalah struktur layak bawah tanah yang biasanya dibangun melalui tiga
prosedur konstruksi yaitu metode gali dan tutup, metode pengeboran dan peledakan,
dan ditambang dengan Tunnel Boring Machine (TBM). Sejak teknologi metode
pembangunan terowongan ditingkatkan secara konsisten dari waktu ke waktu,
tingkat kerumitan dan biaya pembangunan terowongan juga telah meningkat secara
signifikan.
Persyaratan yang banyak dari ruang bawah tanah dan kompleksitas infrastruktur
bawah tanah telah meningkat untuk desain pembangunan terowongan yang aman
dan diandalkan. Prosedur konstruksi menjadi lebih sulit dan kompleks, tingkat
resiko dan ketidakpastian untuk sebagian besar proyek pembangunan terowongan
menjadi lebih besar.
Sangking banyaknya resiko yang terjadi dalam proyek, biasanya pada perencanaan
proyek hanya menanggulangi resiko yang besar. Tetapi dalam hal ini nilai besar
tidak bisa dihitung karena bersifat kualitatif sehingga perlu penanganan lebih lanjut
untuk mengubah nilai yang kualitatif lebih terukur dalam membandingkan dengan
nilai kuantitatif.
3 Rumusan
masalah
Bagaimana cara pengukuran tingkat signifikan suatu resiko pada proyek
pembangunan terowongan di Malaysia?
4 Tujuan /
solusi
Tujuannya
Penerapan pengukur manajemen resiko yang efektif.
Mengidentifikasi resiko yang signifikan pada proyek konstruksi pembangunan
terowongan di Malaysia melalui studi kasus.
5 Metode Studi kasus yaitu dengan cara menentukan objek proyek pembangunan terowongan
di Malaysia dalam hal ini proyek pembangunan terowongan Berapit.
Wawancara yaitu pengumpulan data yang diperlukan dengan melakukan tanya
jawab dengan metode kuisioner pada orang yang bersangkutan dalam proyek.
Kuisioner dibuat semi-terstruktur yang memungkinkan responden menambah
kriteria tertentu secara bebas berdasarkan pengalaman proyek mereka.
6 Manfaat Memudahkan penyampaian informasi tingkat kekritisan suatu resiko yang
mungkin terjadi pada proyek (peningkatan dalam penyampaian informasi Risk
Breakdown Structure).
Tingkatan besarnya resiko yang hanya bisa dikenali dengan nilai kualitatif
(tinggi, menengah, kecil) sekarang bisa dikenali dengan nilai kuantitatif.
3. Furqon Mauladani 9114205324
Masalah lebih cepat ditangani, karena resiko dengan kekritisan yang tinggi dapat
diberikan perhatian lebih untuk menanggulangi dampaknya secara tepat pada
proyek.
7 Data Penulis meminta data proyek kepada pemegang proyek pembangunan terowongan
Berapit yang dikerjakan perusahaan Joint Venture (JV) dan pemerintah Malaysia.
Lalu dibuat kuisioner yang berisi daftar resiko dan sub-resiko yang teridentifikasi
dari proyek konstruksi pembangunan terowongan di seluruh dunia, terutama
identifikasi dari tinjauan literatur. Responden disuruh menentukan bobot prioritas
masing-masing sub-resiko terhadap sub-resiko dan juga resiko utama terhadap
resiko utama. Pada kuisioner disertakan data proyek terowongan tersebut seperti
lokasi, kondisi tanah, panjang terowongan, kedalaman dan lain-lain yang membantu
responden dalam menentukan bobot dari resiko yang ada.
Kuisioner diberikan kepada para kontraktor yang terlibat proyek pembangunan
terowongan, yang terdiri dari 11 orang sebagai konsultan, manajer konstruksi,
insinyur C & S dan insinyur terowongan. Kuisioner bersifat semi-sruktural sehingga
bisa ditambahkan resiko berdasarkan pengalaman para responden. Contoh
kuisionernya:
Responden membandingkan sub-resiko confined area (area kerja terbatas) cukup
penting senilai 3.0 terhadap sub-resiko dusty hazardous (lingkungan kerja berdebu
dan berbahaya).
8 Cara
pengolahan
data
Melalui metode perbandingan berpasangan Analytic Hierarchy Process (AHP)
dimana data diukur dengan sistem matriks untuk menentukan signifikansi
kepentingan resikonya. Pada paper cara menghitung AHP-nya otomatis dengan
software dan hanya membahas sub-resiko pada 3 resiko utama (kesehatan dan
keamanan, kelebihan biaya konstruksi, kelebihan waktu konstruksi). Berikut ini cara
manual perhitungan dengan AHP (contoh perhitungan sub-resiko pada resiko
kesehatan dan keselamatan):
1. Data hasil kuisioner dikelompokkan dan diakumulasi nilai bobot resiko dan
sub-resikonya masing-masing.
2. Data tersebut dimasukkan dalam matriks perbandingan. Lalu jumlahkan data
nilainya pada masing-masing kolom dan masukkan hasilnya pada baris sum of
collum.
3. Lalu data tadi diatas dibagi dengan hasil penjumlahan tadi, cara lengkapnya:
4. Furqon Mauladani 9114205324
4. Rata-ratakan data nilai perbaris dan masukkan hasilnya pada kolom AVG
5. Hasil dari pembobotan sub-resiko yang signifikan pada resiko kesehatan dan
keselamatan adalah confined area dengan nilai kuantitatif 0,633
Proses perhitungan dengan AHP terus dilakukan sampai semua sub-resiko dihitung
pada masing-masing resiko utama. Setelah itu dilakukan proses perhitungan bobot
signifikan pada resiko utama (kesehatan dan keamanan, kelebihan biaya konstruksi,
kelebihan waktu konstruksi, resiko desain, resiko kontrak, resiko geologi dan keadaan
memaksa).
9 Dimensi
PMBOK
Dimensinya adalah Risk pada bagian Planning, karena tujuannya adalah
mengidentifikasi resiko yang signifikan pada proyek konstruksi pembangunan
terowongan di Malaysia yang berarti berhubungan dengan merencanakan dan resiko.
Pada paper ini membahas tentang identifikasi resiko (Identify Risk) pada studi kasus
proyek melalui literatur dan juga contoh-contoh proyek pembangunan terowongan.
Identifikasi tambahan selain itu dengan bantuan responden pada kuisioner yang
dibuat semi-terstruktur. Dengan metode AHP, resiko yang tadinya bersifat penilaian
kualitatif diubah menjadi kuantitatif sehingga bisa diukur tingkat signifikansinya
(Perform Qualitative Risk Analysis)
10 Penelitian
terdahulu
H.K.J Adnan, K.S Mohd, “The Malaysian Construction Industry’s Risk
Management in Design and Build”, Journal of Applied Science, vol. 2, no. 5, pp.
27-33, 2008.
Z. He, “Risk management for overseas construction projects”, International
Journal of Project Management, vol. 13, no. 4, pp.231-237, 1995.
5. Furqon Mauladani 9114205324
KICEM Jurnal Teknik Konstruksi dan Manajemen Proyek www.jcepm.org
Online ISSN 2233-9582 http://dx.doi.org/10.6106/JCEPM.2014.4.1.029
Ranking Resiko untuk Proyek Konstruksi Pembangunan
Terowongan di Malaysia
FE Mohamed Ghazali1 dan HC Wong2
Diterima 14 Desember 2012 / Revisi 13 September 2013 / Diterima 24 September 2013
Abstrak: Pembangunan terowongan telah menjadi metode konstruksi yang tepat untuk jalan raya di negara
dengan kondisi geologi berbukit dan berlereng seperti di Malaysia. Namun proyek pekerjaan konstruksi
pembangunan terowongan biasanya rumit dan mahal, yang akibatnya memaksakan resiko besar kepada pihak-
pihak yang terlibat. Paper ini mengidentifikasi resiko dan sub-resiko yang signifikan untuk proyek-proyek
konstruksi pembangunan terowongan di Malaysia melalui studi kasus. Wawancara digunakan sebagai sarana
tersendiri untuk menentukan resiko yang signifikan dari sebelas personil kontraktor proyek yang terlibat langsung
dalam pembangunan terowongan tersebut seperti konsultan, manajer konstruksi dan insinyur
terowongan. Pentingnya resiko yang teridentifikasi kemudian diprioritaskan dan diberi peringkat melalui
pendekatan perbandingan berpasangan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan kekritisan
resikonya menuju keberhasilan proyek. Hasilnya, tiga resiko utama telah diidentifikasi sebagai hal yang
signifikan bagi studi kasus proyek pembangunan terowongan, yaitu kesehatan dan keselamatan, kenaikan biaya
dalam konstruksi dan kenaikan waktu dalam konstruksi. Dua sub-resiko yang terakhir karena tidak terukur dan
tidak terduga (kelebihan biaya konstruksi) dan juga kegagalan mesin dan keterlambatan pengiriman bahan
(kelebihan waktu konstruksi) telah menduduki peringkat resiko kelima secara keseluruhan.
Kata kunci: Analytic Hierarchy Process (AHP), Malaysia,identifikasi resiko, peringkat resiko, proyek konstruksi
pembangunan terowongan
I. PENDAHULUAN
Terowongan adalah struktur layak bawah tanah yang biasanya dibangun melalui tiga prosedur
konstruksi yaitu metode gali dan tutup, metode pengeboran dan peledakan, dan ditambang dengan Tunnel
Boring Machine (TBM). Prosedur pembangunan terowongan ini masih dianggap baru untuk industri
konstruksi di Malaysia. Sebelum 1995, sebagian besar terowongan digali melalui bor konvensional dan
diledakan ditempat terowongan akan dibuat sesuai prosedur metode pembuatan terowongan Austria [1].
Sejak teknologi metode pembangunan terowongan ditingkatkan secara konsisten dari waktu ke waktu,
tingkat kerumitan dan biaya pembangunan terowongan juga telah meningkat secara signifikan. Persyaratan
yang banyak dari ruang bawah tanah dan kompleksitas infrastruktur bawah tanah telah meningkat untuk
desain pembangunan terowongan yang aman dan diandalkan [2]. Prosedur konstruksi menjadi lebih sulit
dan kompleks, tingkat resiko dan ketidakpastian untuk sebagian besar proyek pembangunan terowongan
menjadi lebih besar. Tanpa penerapan pengukur manajemen resiko yang efektif, proyek konstruksi
pembangunan terowongan tidak akan menimbulkan dampak yang berarti.
Dengan demikian, makalah ini mengidentifikasi resiko yang signifikan pada proyek konstruksi
pembangunan terowongan di Malaysia melalui studi kasus. Resiko signifikan yang teridentifikasi
kemudian diprioritaskan dan diberi peringkat melalui perbandingan berpasangan Analytic Hierarchy
Process (AHP) yang menganalisis kekritisan dan pentingnya setiap resiko untuk keberhasilan studi kasus
pembangunan terowongan.
Ranking pada resiko penting berdasarkan langkanya akses sumber daya yang menonaktifkan
keefektifan dan keefisienan manajemen resiko dibanyak proyek. Dalam mengelola proyek biasanya
perhatian difokuskan pada resiko yang lebih besar sedangkan yang kurang penting diabaikan. Oleh karena
6. Furqon Mauladani 9114205324
itu temuan makalah ini akan memberikan kontribusi yang signifikan ke arah proyek yang sukses dari studi
kasus dan manajemen resiko.
II. RESIKO PADA PROYEK KONSTRUKSI
Industri konstruksi adalah penggerak perkembangan bangsa dengan memulai proyek dari tahap cetak
biru pelaksanaan [3]. Namun tahapan proyek memiliki kecenderungan besar untuk terjadinya resiko
sebagai hasil tak terduga dan tidak pasti [4]. Selama beberapa dekade, sejumlah skala besar proyek tertunda
di seluruh dunia karena resiko tak terduga. Salah satunya adalah Bakun Dam di Malaysia.
Resiko dalam proyek konstruksi dapat dibagi menjadi empat tingkat; nasional / regional, industri
konstruksi, proyek perusahaan [5]. Ada beberapa kategori resiko di proyek konstruksi yang mencakup
resiko komersial, resiko operasional & pemeliharaan, resiko desain, resiko konstruksi serta resiko
keuangan. Sebagian besar resiko tersebut bisa diidentifikasi, diukur, diatasi dan diprioritaskan untuk
meminimalkan konsekuensi dan dampaknya pada proyek [6].
Proses-proses ini melibatkan identifikasi resiko, analisis implikasi, respon untuk meminimalkan resiko
dan alokasi yang tepat yang dikenal sebagai manajemen resiko [7]. Namun sebagian besar kontraktor lokal
Malaysia yang terlibat dalam skala besar konstruksi tidak menyadari pentingnya itu [8]. Meskipun
demikian, dalam skala kecil ada beberapa organisasi atau perusahaan yang menerapkan manajemen resiko
yang tepat dalam proyek pembangunan di Malaysia.
Selama dua puluh tahun terakhir, sebagian besar proyek berskala besar mencakup sektor publik di
Malaysia telah diperoleh melalui kontrak Desain dan Bangun (D & B) [3]. Di antara ciri resiko yang telah
diklasifikasikan kritis dalam pengadaan D & B meliputi; kelebihan waktu (time overrun) konstruksi dan
kelebihan biaya (cost overrun) konstruksi, kurangnya informasi tentang kebutuhan / keinginan dari pekerja,
kesulitan memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, konflik kepentingan dan variasi perubahan [9].
Ada juga potensi resiko kemitraan pada proyek konstruksi yang melibatkan organisasi / perusahaan
yang bekerja bersama. Diantara resiko kemitraan yang berkaitan dalam usaha proyek konstruksi bersama
termasuk kompetensi mitra finansial, ketidaksepakatan pada laba rugi alokasi sumber daya, kurangnya
komunikasi serta hubungan buruk antar pihak yang terlibat [9].
III. RESIKO PADA PROYEK KONSTRUKSI PEMBANGUNANTEROWONGAN
Proyek konstruksi pembangunan terowongan digambarkan “jenis metode konstruksi yang beresiko,
tren menuju desain dan membangun kontrak, jadwal konstruksi ketat dan kontraktor memiliki anggaran
keuangan rendah" [10]. Pada tabel menggambarkan proyek konstruksi pembangunan terowongan didunia
yang berurusan dengan kerugian finansial yang besar sejak tahun 1994.
Diantaranya adalah terowongan Heathrow Express Link di Inggris (1994) dan Shanghai Metro di Cina
(2003) yang kerugiannya timbul sebesar USD 141 juta dan USD 80 juta, masing-masing karena
terowongannya runtuh. Insiden keruntuhan terbaru terjadi tahun 2005 pada proyek Kaohsiung Metro di
Taiwan di mana total perkiraan kerugian sebesar USD 196 juta. Pembangunan terowongan menjadi lebih
kompleks dan mahal, resiko signifikan menjadi lebih besar dalam hal jumlah kejadian dan dampaknya.
Tahun Proyek Terowongan Penyebab Kerugian
2005 Kaohsiung Metro, Taiwan Keruntuhan USD 196 juta
2005 Lane Cove Tunnel, Sydney Keruntuhan Tidak diketahui
2005 Lausanne Metro, Swiss Keruntuhan Tidak diketahui
2005 Barcelona Metro, Spanyol Keruntuhan USD 125 juta
2004 Singapura Metro,Singapura Keruntuhan USD 56 juta
2003 Shanghai Metro, RRC Keruntuhan USD 80 juta
2002 SOCATOP Paris, Prancis Kebakaran USD 8 juta
2002 Taiwan High Speed, jalur kereta api Keruntuhan USD 30 juta
2000 TAV Bologna - Florence, Italia Keruntuhan USD 12 juta
2000 Metro Taegu, Korea Keruntuhan USD 24 juta
1999 Anatolia Motorway, Turki Gempa USD 115 juta
1999 TAV Bologna - Florence, Italia Keruntuhan USD 9 juta
7. Furqon Mauladani 9114205324
1999 Hull Yorkshire Tunnel, UK Keruntuhan USD 55 juta
1995 Metro Taipei, Taiwan Keruntuhan USD 29 juta
1995 Metro Los Angeles, AS Keruntuhan USD 9 juta
1994 Metro Taipei, Taiwan Keruntuhan USD 12 juta
1994 Heathrow Express Link, GB Keruntuhan USD 141 juta
1994 Munich Metro, Jerman Keruntuhan USD 4 juta
1994 Besar Belt Link, Denmark Kebakaran USD 33 juta
TABEL I : Proyek terowongan gagal di dunia sejak 1994 [10]
Beberapa resiko utama dengan tingginya kejadian selama proyek konstruksi pembangunan
terowongan adalah kesehatan dan keselamatan, kondisi geologi, resiko desain dan force majeure (keadaan
memaksa). Resiko kesehatan dan keselamatan minimal mencakup penerapan alat pelindung diri dan
standar prosedur keselamatan kerja.
Masalah kurangnya jalan keluar yang aman bagi pekerja yang beraktifitas diterowongan dalam ruang
tertutup selama konstruksi terkait dengan kesehatan dan keselamatan, dimana akan menjadi bencana jika
tidak diterapkan pada struktur terowongan utama. Kondisi geologi sangat penting untuk struktur bawah
tanah terutama selama instalasi penguatan pondasi dan struktur terowongan.
Force majeure (keadaan memaksa) adalah masalah resiko utama lain yang mendikte masalah proyek
konstruksi pembangunan terowongan. Kejadian bencana alam seperti aktivitas seismik (rambatan energi
yang disebabkan adanya gangguan pada kerak bumi) dari negara tetangga dapat memicu runtuhnya
terowongan. Resiko desain harus diamati ketika terjadi kegagalan untuk mengakomodasi atau memberikan
layanan yang berhasil meski dengan beberapa kekurangan [11].
Di Malaysia, pembangunan terowongan harus cocok dengan proyek konstruksi yang melibatkan
berbagai aplikasi teknik sipil seperti terowongan untuk jalan tol dan kereta api serta pengalihan dan
tekanan terowongan untuk pasokan air dan pembangkit listrik tenaga air [1]. Tabel II merangkum proyek
konstruksi pembangunan terowongan di Malaysia. Beberapa proyek-proyek lokal terkenal adalah
terowongan SMART, Bakun Dam untuk pembangkit listrik tenaga air, jalur kereta transit Kuala Lumpur
Light dan Sg. Selangor Dam untuk pasokan air.
Proyek Terowongan Aplikasi Geologi Pengamatan
Terowongan Larut Jalur kereta api Granit NATM, D & B, pengerjaan
Terowongan Berapit Twin
Bored
Jalur kereta api Granit NATM & MTBM, D & B,
berlangsung
Meru dan
Menora Tunnel
Terowongan
jalan raya
Granit
porfiritik
Rembesan, kebocoran, selesai 1996
Interstate Raw Water
Transfer Scheme
Terowongan
saluran air
Granit 45km, NATM &
TBM, berlangsung
Bakun Dam (hydro electric) Terowongan
pembagi &
penekan
Sandstone D & B
Kinta Dam (water supply) Terowongan
pembagi
Granit D & B
Beris Dam (water supply) Terowongan
pembagi l
Sedimentasi 5m x 200m Dia pengalihan panjang
terowongan, D & B, 2001
Jalur Kereta Transit Kuala
Lumpur Light
Jalur kereta api
kembar
Limestone
/Kenny Hill
fm (meta-
sediment
dan skarn)
Lubang pembuangan / skarn keras
dari 270 MPA UCS, TBM, 2000
Penchala Link Terowongan
jalan raya
Granit /
kesalahan
Beberapa runtuh, dukungan
tambahan, D & B, 2004
Pergau Dam (hydro electric) Terowongan
pembagi &
penekan,
Granit
sebagian
besar, sedikit
Tanah bertekanan rendah,
perubahan hidrotermal, D & B,
1997
8. Furqon Mauladani 9114205324
powerhouse meta-
sediment
Kelinci Dam (water supply) Terowongan
saluran air
Granit /
kesalahan
TBM, 1996
Karak Highway Terowongan
jalan raya
Granit D&B, 1997
SMART Dua peringan
banjir / jalan tol
Limestone/
Alluvium
Lubang pembuangan, TBM,
selesai 2007
Sg. Selangor Dam (water
supply)
Terowongan
pembagi
Granit /
kesalahan
Terlalu banyak overbreak, D & B,
selesai 2003
TABEL II : Proyek Konstruksi Pembangunan Terowongan di Malaysia dari 1995-2005 [1]
Terowongan SMART beroperasi dengan cara berikut; Modus pertama, dalam kondisi normal di mana
tidak ada badai, tidak ada air banjir yang dialihkan ke dalam sistem. Ketika modus kedua diaktifkan, banjir
dialihkan ke jalan terowongan pada saluran yang lebih rendah dari jalan terowongan. Bagian jalan masih
terbuka untuk lalu lintas pada tahap ini. Ketika modus ketiga beroperasi, semua jalan terowongan ditutup.
The Sg. Selangor Dam terdiri dari lapisan 0.62 juta meter kubik material granular. Bendungan dengan
lebar 400m, panjang 800m dan tinggi 110m, terdiri dari 1,2 juta meter kubik inti tanah liat dan 6,4 juta
meter kubik granit. Selama periode aliran rendah, air dari waduk bendungan akan dilepaskan ke sungai
untuk menjamin pasokan air baku yang cukup untuk pengambilan air di hilir.
Laporan teknis proyek terowongan SMART dan Sg. Selangor Dam menunjukkan masalah dalam
eksekusi proyek, yaitu wabah berlebihan dan banyak lubang pembuangan. Meskipun proyek ini berhasil
selesai pada tahun 2007 dan 2003, penentuan awal waktu pengujian di luar tanggal yang sebenarnya.
IV. METODE PENELITIAN
Dua metode penelitian utama, yaitu studi kasus dan wawancara semi-terstruktur yang digunakan untuk
mengidentifikasi resiko dan sub-resiko yang signifikan pada proyek konstruksi pembangunan terowongan
di Malaysia. Beberapa proyek pembangunan terowongan di Malaysia telah selesai dan sekarang beroperasi
sementara beberapa masih menjalani konstruksi. Diantaranya proyek terowongannya adalah Genting
Sempah, terowongan Penchala,terowongan Manajemen Air Hujan dan Jalan/Stormwater Management and
Road Tunnel (SMART),terowongan Larut dan terowongan Berapit. Karena kerahasiaan data dan informasi
proyek terowongan lainnya, hanya satu proyek diperbolehkan untuk digunakan sebagai studi kasus yaitu
terowongan Berapit.
Umumnya proyek studi kasus adalah satu dari dua terowongan yang diusulkan untuk Proyek Dua
Jalur Litrik/Electrified Double Track Project (EDTP) http://www.2t.com.my/EN/project/index.html yang
menuju Ipoh ke Padang Besar, dimana yang terakhir terletak dekat perbatasan Malaysia-
Thailand. Terowongan lain dalam proyek EDTP adalah terowongan Larut. Proyek EDTP diusulkan pada
tahun 2002 oleh MMC-Gamuda, sebuah perusahaan, yang pada waktu itu membangun terowongan
SMART sebagai kelanjutan dari Rawang-Ipoh double-track dan proyek kelistrikan.
Desember 2007, pemerintah Malaysia menerima proposal MMC-Gamuda untuk Ipoh-Padang Besar
EDTP pada kontrak D & B yang bernilai RM 12,5 miliar. Kontrak D & B antara perusahaan Joint Venture
(JV) dan pemerintah Malaysia secara resmi ditandatangani pada bulan Juli 2008. Gambar I menunjukkan
lokasi pemandangan diatas terowongan Berapit yang merupakan fokus dari studi kasus ini. Sekali selesai,
terowongan Berapit diharapkan menjadi terowongan kereta api terpanjang di Asia Tenggara.
9. Furqon Mauladani 9114205324
GAMBAR I : Pemandangan diatas lokasi proyek terowongan Berapit
Kontraktor penting yang terlibat dalam proyek konstruksi pembangunan terowongan termasuk
konsultan, manajer konstruksi, insinyur C & S dan insinyur terowongan. Sebelas dari mereka
diwawancarai untuk mengumpulkan informasi tentang proyek pembangunan terowongan. Kuesioner semi-
terstruktur terdiri daftar resiko dan sub-resiko yang teridentifikasi dari proyek konstruksi pembangunan
terowongan di seluruh dunia, terutama identifikasi dari tinjauan literatur. Diantaranya termasuk kesehatan
dan keamanan, keadaan memaksa dan resiko desain. Kuesioner dikembangkan dalam bentuk semi-
terstruktur untuk memungkinkan responden menambah kriteria tertentu secara bebas berdasarkan
pengalaman proyek mereka.
Semua informasi yang dihasilkan dari wawancara dalam bentuk kuesioner kemudian dianalisis
melalui perbandingan berpasangan Analytic Hierarchy Process (AHP) dimana data diukur dengan sistem
matriks untuk menentukan signifikansi kepentingannya untuk keberhasilan proyek studi
kasus. Perbandingan berpasangan dalam AHP menggabungkan kedua penilaian kualitatif dan kuantitatif
pada analisis tunggal [19]. Jadi AHP cocok untuk mengubah penilaian kualitatif dari yang terlibat dalam
wawancara kuesioner menjadi peringkat resiko kuantitatif, yang merupakan tujuan utama penelitian ini.
Dalam perbandingan berpasangan AHP, signifikansi/pentingnya resiko atas yang lain diukur secara
kualitatif. Skala perbandingan berpasangan AHP dari skor 0 yang menunjukkan sama prioritasnya hingga
skor 9 yang mencerminkan prioritas tertinggi dari yang lain. Namun jika elemen/acara yang diukur kurang
prioritas kepentingannya atas yang lain selama pembandingan nilai, skor terbalik yang biasanya disorot
berwarna merah akan dikenakan kepada elemen/acara secara khusus. Gambar II menggambarkan skala
perbandingan berpasangan dengan pendekatan AHP.
GAMBAR II : Skala perbandingan berpasangan pada AHP
V. HASIL DAN DISKUSI
Bagian ini menyajikan hasil yang dikumpulkan dari wawancara kuisioner yang telah dilakukan
dengan beberapa personil yang terlibat langsung dalam proyek studi kasus. Tujuh resiko utama telah
diidentifikasi, dan disajikan sebagai sub-judul bagian ini dimana tingkat signifikan/pentingnya sub-resiko
dianalisis dan dibahas. Tujuh resiko utama yang diidentifikasi dalam studi kasus proyek adalah kesehatan
10. Furqon Mauladani 9114205324
dan keamanan, kelebihan biaya konstruksi, kelebihan waktu konstruksi, resiko desain, resiko kontrak,
resiko geologi dan keadaan memaksa.
Namun bagian ini hanya membahas hasil perbandingan berpasangan dengan tiga resiko
utama; kesehatan dan keselamatan, kelebihan biaya konstruksi, dan kelebihan waktu konstruksi. Bagian ini
juga membahas keseluruhan peringkat pada ketujuh resiko serta sub-resiko mereka yang menunjukkan
tingkat kekritisan dan pentingnya untuk pengelolaan yang baik dalam rangka memastikan suksesnya studi
kasus proyek.
A. Kesehatan dan Keselamatan
Dari wawancara yang dilakukan dengan personil proyek, berikut sub-resiko utama pada kesehatan dan
keselamatan, yaitu; area kerja terbatas, lingkungan kerja berdebu dan berbahaya serta dampak bahan
peledak. Ciri sebuah proyek konstruksi pembangunan terowongan, pekerja lapangan biasanya bekerja di
ruang sempit yang membatasi gerakan mereka serta cara mereka masuk dan keluar dari terowongan. Oleh
karena itu, bencana apapun yang terjadi di lokasi pembangunan, yaitu kebocoran materi berbahaya atau
terowongan runtuh membuat para pekerja ketakutan menemukan jalan keluar. Dalam lingkungan kerja
berdebu dan berbahaya juga dampak bahan peledak, resiko ini memiliki kemungkinan terjadinnya yang
besar terutama dalam proyek ini yang dibangun dengan menggunakan metode bor dan ledakan seperti
dalam studi kasus. Metode bor dan ledakan biasanya dilakukan berulang-ulang. Proses dimulai dengan
pengeboran untuk pengisian bahan peledak diikuti oleh peledakan, ventilasi dan penggalian. Debu yang
terkumpul dari peledakan dan gas berbahaya dari mesin dan peralatan yang digunakan sangat beresiko bagi
tubuh manusia.
Gambar III menggambarkan nilai yang telah diakumulasi oleh masing-masing sub-resiko melalui
kuesioner wawancara yang dilakukan dengan beberapa personel yang terlibat dalam studi kasus. Misalnya,
ketika area kerja terbatas dinilai dengan skor 5.0 dibanding bahan peledak. Ini berarti area kerja terbatas
memiliki "prioritas kepentingannya kuat" yang harus dikelola secara benar dibandingkan dengan bahan
peledak untuk memastikan resiko kesehatan dan keselamatan dapat diminimalisir.
GAMBAR III : Perbandingan berpasangan untuk sub-resiko pada kesehatan dan keselamatan
Gambar IV menghasilkan peringkat resiko untuk sub-resiko pada kesehatan dan keselamatan. Area
kerja terbatas diperingkat atas, karenanya menjadi sub-resiko yang sangat diprioritaskan untuk kesehatan
dan keselamatan dibanding dengan lingkungan pekerjaan berdebu dan berbahaya, dan dampak
ledakan. Posisi bertingkat pada sub-resiko dapat dipengaruhi oleh fakta bahwa kontrol ketat dan prosedur
penanganan sudah dipraktekkan dalam industri konstruksi di Malaysia. Untuk batas tertentu, ini cukup
untuk meminimalkan resiko lingkungan kerja berdebu dan berbahaya dan dampak ledakan, jika tidak
benar-benar menghilangkan potensi terjadinya keduanya, seperti yang dibandingkan dengan resiko area
kerja terbatas.
GAMBAR VI : Rangking sub-resiko pada kesehatan dan keselamatan
11. Furqon Mauladani 9114205324
B. Kelebihan Biaya Konstruksi
Mengidentifikasi bahwa cost overrun merupakan salah masalah utama dalam proyek
konstruksi. Biasanya biaya konstruksi mewakili sekitar 60% - 70% dari total modal proyek konstruksi. Jadi
setiap biaya kelebihan yang terjadi selama tahap konstruksi akan berdampak signifikan. Tahapan kerja
dalam proyek konstruksi yang rumit dan canggih, bisa terjadi kemungkinan lebih tinggi dari biaya
perkiraan. Hal ini juga diamati dalam studi kasus.
Hasil wawancara menggambarkan bahwa kemungkinan kejadian resiko yang menyebabkan biaya
berlebih di studi kasus proyek adalah sebagai berikut: biaya diremehkan, peristiwa yang tak terduga,
variasi desain, krisis ekonomi, inflasi ekonomi dan fluktuasi nilai tukar.
[13] Mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh biaya proyek infrastruktur transportasi dihitung rendah
dengan kisaran biaya 28% lebih tinggi daripada rata-rata perkiraan biaya. Kurangnya area penyelidikan
biasanya alasan utama menaksir biaya terlalu rendah (underestimate cost) terjadi, akibatnya aktivitas
pekerjaan tambahan sebaiknya dengan biaya tertentu untuk memenuhi spesifikasi desain proyek yang
sebenarnya.
Misalnya, volume tambahan untuk memotong dan menutup terowongan harus telah dieksekusi ketika
kurangnya informasi tentang kondisi tanah sebenarnya di lokasi. Volume beton juga dapat bervariasi ketika
“kerusakan batu" sering terjadi di lokasi karena kurangnya investigasi pada karakteristik dan sifat
batu. Namun dalam beberapa negara, menaksir biaya terlalu rendah disengaja untuk mendapatkan
persetujuan pengadaan proyek tertentu [14].
Resiko tak terduga didefinisikan sebagai kejadian tak terduga yang belum dianggap dalam tahap
perencanaan/desain. Resiko tak terduga dalam proyek konstruksi biasanya berhubungan dengan peristiwa
pengaruh global, misalnya perubahan undang-undang konstruksi serta kejadian keadaan memaksa seperti
banjir, gempa bumi, dll. Namun dalam proyek konstruksi pembangunan terowongan, ada kemungkinan
besar pada banyak proyek terkait dengan peristiwa tak terduga yang terjadi daripada pengaruh global.
Dalam studi kasus misalnya, keberadaan batu berbentuk baji tepat di atas area terowongan yang
membutuhkan pekerjaan perbaikan tambahan, dimana awalnya tidak dianggap dalam spesifikasi desain
atau estimasi biaya. Hasil dari kejadian tak terduga ini, perubahan desain minimal telah dibuat dalam
proyek studi kasus aktual untuk tujuan memperbaiki. Resiko lain yang akan memiliki dampak signifikan
pada biaya konstruksi dari studi kasus adalah krisis ekonomi dan inflasi ekonomi serta fluktuasi tingkat
nilai pertukaran karena ketidakpastian perekonomian dunia.
GAMBAR V : Perbandingan berpasangan untuk sub-resiko pada kelebihan biaya konstruksi
Gambar V menguraikan nilai yang telah dikumpulkan oleh masing-masing sub-resiko melalui
perbandingan berpasangan AHP. Misalnya ketika krisis ekonomi yang dibandingkan terhadap variasi
desain, skor 3.0 yang terlihat merah menyiratkan bahwa yang terakhir diklasifikasikan sebagai “prioritas
kepentingannya cukup". Ini berarti dampak terjadinya variasi desain akan lebih penting daripada dampak
resiko krisis ekonomi, berkenaan dengan biaya proyek. Hasil ini tampaknya dipengaruhi fakta bahwa krisis
ekonomi tidak berorientasi resiko proyek karena biasanya dikelola pemerintah/klien proyek daripada
kontraktor atau pihak proyek lain.
Gambar VI menghasilkan peringkat resiko untuk sub-resiko pada kelebihan biaya konstruksi.
Menaksir biaya terlalu rendah telah diidentifikasi sebagai prioritas resiko utama, diikuti oleh kejadian tak
terduga dan variasi desain.
12. Furqon Mauladani 9114205324
GAMBAR VI : Rangking sub-resiko pada kelebihan biaya konstruksi
C. Kelebihan Waktu Konstruksi
Kelebihan waktu konstruksi mengacu pada pekerjaan konstruksi atau kegiatan yang diselesaikan
terlambat dari tanggal yang diantisipasi. Keterlambatan ini bisa mengakibatkan efek serius pada kegiatan
pekerjaan berikutnya, membuat telatnya penyelesaian konstruksi dan pembayaran. Alternatifnya, tambahan
sumber daya disewa untuk memastikan semua kegiatan penting selesai sesuai jadwal. Dalam proyek studi
kasus, enam sub-resiko diidentifikasi untuk kelebihan waktu konstruksi, seperti; kecelakaan, tenaga
demonstrasi pekerja, perubahan politik, pemberhentian perintah kerja, keterlambatan pengiriman material
serta kegagalan pabrik dan mesin.
Pemberhentian perintah kerja biasanya mencerminkan arahan dari klien proyek, yang dalam proyek
studi kasus adalah pemerintah Malaysia, yang bisa menahan atau memberhentikan saat berlangsungnya
kegiatan proyek. Pemberhentian perintah kerja di proyek konstruksi dapat dikeluarkan karena beberapa
alasan. Diantaranya termasuk dana tidak mencukupi untuk proyek serta pelanggaran peraturan proyek dan
kode/peraturan. Sementara itu, resiko demonstrasi pekerja sering terjadi ketika ada perselisihan atau
sengketa antara klien-kontraktor atau pengusaha-karyawan mengenai pekerjaan seperti kondisi bias pada
kontrak/kerja, tunjangan dan permintaan standar upah yang dapat menyebabkan penundaan proyek.
GAMBAR VII : Perbandingan berpasangan untuk sub-resiko pada kelebihan waktu konstruksi
Gambar VII menunjukkan nilai yang telah dikumpulkan oleh masing-masing sub-resiko melalui
perbandingan berpasangan AHP. Misalnya ketika demonstrasi pekerja untuk berhenti kerja, pemberian
skor kebalikan dari 3.0 berwarna merah yang berarti pemberhentian perintah kerja memiliki "prioritas
kepentingannya cukup" dibandingkan demonstrasi pekerja. Dalam kata lain, pemberhentian perintah kerja
cenderung lebih besar pada kelebihan waktu konstruksi dalam proyek studi kasus daripada demonstrasi
pekerja.
Contoh lain yang hasilnya signifikan dalam perbandingan berpasangan melibatkan penilaian antara
kegagalan pabrik dan mesin terhadap perubahan politik. Pemberian skor 8.0 yang mencerminkan "prioritas
kepentingannya sangat kuat" dibandingkan perubahan politik. Hasil ini hampir tidak dipengaruhi fakta
bahwa sebagian besar responden yang terlibat wawancara berasal dari pihak kontraktor. Jadi resiko proyek
yang berorientasi proyek lebih tinggi prioritasnya daripada pengaruh global lainnya contohnya perubahan
politik yang mana klien proyek biasanya menjadi yang pihak terbaik untuk mengelola resiko tersebut
dalam proyek konstruksi.
Gambar VIII menghasilkan peringkat resiko untuk sub-resiko pada kelebihan waktu konstruksi.
Kegagalan pabrik dan mesin diperingkat resiko paling diprioritaskan yang dapat menyebabkan kelebihan
waktu konstruksi dalam proyek studi kasus. Keterlambatan pengiriman material diperingkat resiko kedua
yang paling diprioritaskan meskipun faktanya sebagian besar proyek konstruksi yang mahal dan berprofil
13. Furqon Mauladani 9114205324
tinggi seperti studi kasus harus memiliki jaringan rantai pasok yang efektif dan efisien dalam mekanisme
pengiriman sebelum pelaksanaan proyek. Mungkin kompleksitas dan komplikasi spesifikasi proyek, yang
melibatkan banyak pihak dan peralatan, telah memprioritaskan resiko ini pada proyek studi kasus.
GAMBAR VIII : Rangking sub-resiko pada kelebihan waktu konstruksi
D. Keseluruhan Rangking Resiko
Hasil perbandingan berpasangan dilakukan pada resiko utama yang diidentifikasi dalam proyek studi
kasus yang ditunjukkan pada Gambar IX. Misalnya ketika resiko kontrak dibandingkan dengan kelebihan
biaya konstruksi, skor kebalikan dari 3.0 yang berarti kelebihan biaya konstruksi memiliki "prioritas
kepentingannya cukup" dalam kekritisan pada studi kasus proyek dibandingkan dengan resiko kontrak.
Hasil ini tampaknya sangat dipengaruhi fakta bahwa sebagian besar klien proyek tidak bersedia
dikenakan tambahan biaya selain dari jumlah yang dianggarkan, mungkin karena faktor seperti inflasi dan /
atau estimasi biaya yang buruk. Kelebihan biaya disetiap jenis proyek konstruksi seperti studi kasus akan
berdampak signifikan pada tanggal proyek. Dengan kata lain, terjadinya kelebihan biaya dalam kegiatan
konstruksi pasti menyebabkan penundaan jadwal penyelesaian proyek yang sebenarnya. Oleh karena itu
kelebihan biaya konstruksi skornya 2.0 diatas kelebihan waktu konstruksi yang berarti "prioritas
kepentingannya sedikit cukup" daripada proyek studi kasus terakhir.
GAMBAR IX : Perbandingan berpasangan untuk resiko utama pada proyek studi kasus
Sebagian besar studi yang dilakukan di masa lalu oleh peneliti lainnya telah mengidentifikasi
kelebihan biaya dan waktu konstruksi sebagai dua masalah resiko yang paling umum pada proyek
konstruksi di seluruh dunia. [15] diidentifikasi 70% proyek publik di Arab Saudi memiliki pengalaman
kelebihan waktu proyek. Menurut [16], penelitian oleh World Bank menemukan bahwa total 1627 proyek,
yang telah selesai antara tahun 1974 dan 1988, telah mengalami kelebihan waktu proyek antara 50% dan
80% dalam setiap proyek. Sementara itu, [17] ditentukan bahwa 70% proyek konstruksi di Botswana yang
terlibat dalam penelitian kinerja biayanya memiliki pengalaman kelebihan biaya proyek. Dari dua resiko
ini, [18] menemukan bahwa kelebihan biaya terjadi lebih sering dibandingkan kelebihan waktu dalam
proyek konstruksi di Indonesia.
Pada proyek studi kasus, kelebihan biaya konstruksi memiliki prioritas resiko yang lebih besar
dibandingkan kelebihan waktu konstruksi. Dengan kata lain, sebagian besar personel yang terlibat dalam
wawancara lebih mengharapkan kelebihan biaya konstruksi daripada kelebihan waktu konstruksi pada
studi kasus ini. Hasil keseluruhan peringkat resiko untuk proyek studi kasus, ditampilkan pada Gambar X.
Namun hasilnya menunjukkan bahwa resiko kesehatan dan keselamatan berperingkat lebih tinggi dari
kelebihan biaya konstruksi dan kelebihan waktu konstruksi dalam proyek studi kasus. Mungkin alasan di
balik kesehatan dan keamanan yang lebih tinggi peringkatnya karena kompleksitas pembangunan
14. Furqon Mauladani 9114205324
terowongan yang dapat beresiko lebih besar terhadap orang-orang yang terlibat terutama pekerja di
lokasi. Terjadinya prioritas utama dalam kesehatan dan keselamatan, akibatnya akan menentukan proyek
studi kasus untuk menambah biaya tambahan (cost overrun) dan / atau penundaan proyek (time overrun)
sebagai hasilnya.
GAMBAR X : Keseluruhan rangking resiko utama pada proyek studi kasus
Gambar XI menunjukkan peringkat keseluruhan dari dua puluh empat sub-resiko dalam tujuh kategori
resiko yang diidentifikasi dalam proyek studi kasus. Area kerja terbatas (di bawah kesehatan dan
keamanan) dan menaksir biaya terlalu rendah (di bawah kelebihan biaya konstruksi) menjadi dua resiko
teratas yang paling diprioritaskan. Meskipun yang terakhir pada peringkat resiko, perbedaan prioritasnya
tidak signifikan. Dengan demikian, kedua area kerja terbatas dan menaksir biaya terlalu rendah dapat
diklasifikasikan sebagai "resiko berprioritas sama penting" untuk proyek studi kasus. Lima besar resiko
pada proyek studi kasus lainnya adalah kegagalan pabrik dan mesin (kelebihan waktu konstruksi) dan
kejadian tak terduga (kelebihan biaya konstruksi) juga karena kontrak tidak ditulis dengan benar (resiko
kontrak) dan keterlambatan pengiriman bahan (kelebihan waktu konstruksi), di mana dua resiko terakhir
berprioritas sama pentingnya.
GAMBAR XI : Keseluruhan rangking semua sub-resiko pada proyek studi kasus
VI. KESIMPULAN
Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan konstruksi teknologi telah layak dan memungkinkan proyek
konstruksi yang rumit seperti konstruksi pembangunan terowongan untuk jalan raya dan rel kereta
api. Dari metode bor konvensional dan ledakan, dan lebih maju lagi Tunnel Boring Machine (TBM),
berbagai jumlah terowongan telah dibangun dan saat ini beroperasi untuk berbagai tujuan di seluruh
dunia. Konstruksi industri di Malaysia juga telah diuntungkan dari kemajuan teknologi pembangunan
15. Furqon Mauladani 9114205324
terowongan. Sejumlah terowongan multi-fungsional telah dikembangkan oleh pemerintah Malaysia untuk
melayani kebutuhan masyarakat.
Di antaranya adalah terowongan SMART yang bertindak tidak hanya sebagai terowongan jalan tetapi
juga sebagai strategi mengurangi banjir dipusat Kuala Lumpur. Terowongan Larut dan Berapit sedang
berlangsung pembangunan terowongan untuk jalur kereta api baru Electrified Double Track Project
(EDTP) yang menghubungkan pantai barat hingga perbatasan utara dari Malaysia dan Thailand. Namun
tidak pernah ada proyek konstruksi pembangunan terowongan yang bebas resiko. Kegagalan mengelola
resiko proyek yang relevan telah mengakibatkan runtuhnya terowongan metro di Swiss, Spanyol dan
Taiwan tahun 2005. Oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi dan memberi peringkat pada resiko
yang signifikan pada awal proyek untuk memastikan penerapan manajemen resiko yang tepat.
Tujuh kategori resiko utama dan dua puluh empat sub-resiko telah diidentifikasi melalui serangkaian
wawancara dengan sebelas personil proyek dari kontraktor perusahaan. Pentingnya prioritas semua
kategori resiko dan sub-resiko dalam setiap kategori resiko telah dievaluasi melalui metode berpasangan
perbandingan AHP, yang menghasilkan peringkat resiko.
Sebagai hasil dari peringkat resiko, tiga kategori resiko untuk studi kasus proyek diatur secara
berurutan dari yang paling signifikan sampai kurang signifikan, adalah sebagai berikut; kesehatan dan
keamanan, kelebihan biaya konstruksi dan kelebihan waktu konstruksi. Dalam hal peringkat sub-resiko,
lima peringkat teratas secara berurutan diisi oleh kategori resikonya masing-masing, seperti; area kerja
terbatas (kesehatan dan keselamatan), menaksir biaya terlalu rendah (cost overrun), kegagalan pabrik dan
mesin (time overrun), kejadian tak terduga (cost overrun) dan keterlambatan pengiriman bahan (time
overrun).
Meskipun kesemuanya telah diidentifikasi sebagai resiko utama dalam sebagian besar proyek
konstruksi di seluruh dunia, untuk waktu yang lama masih belum ada solusi tertentu atau standar yang
ditawarkan untuk meminimalkan, jika tidak sepenuhnya menghilangkan baik kelebihan biaya dan
kelebihan waktu dan sub-resiko utama dalam praktek. Namun demikian, efektivitas dan efisiensi dalam
mengelola resiko ini dengan pihak proyek akan sangat bergantung banyak pada kompleksitas atau ukuran
proyek yang mencerminkan kebutuhan teknis dari klien. Kecuali tindakan manajemen resiko yang sesuai
dan rencana darurat yang berhubungan dengan resiko yang dibahas sebelum pelaksanaan proyek, ada
kemungkinan besar bahwa setidaknya satu dari lima sub-resiko yang teridentifikasi, jika tidak semua akan
terjadi pada proyek konstruksi terowongan di Malaysia.
Hal ini sangat disebabkan oleh fakta bahwa sebagian besar rincian proyek perencanaan termasuk
estimasi biaya dan penjadwalan waktu dikembangkan murni berdasarkan asumsi bukan fakta proyek yang
sebenarnya. Meskipun diidentifikasi melalui studi kasus tunggal, resiko tiga teratas dan lima sub-resiko
yang kritis dan harus dipertimbangkan untuk proyek konstruksi terowongan untuk masa depan Malaysia.
PENGAKUAN
Saya mengucapkan terima kasih atas kemurahan hati Kementerian Pendidikan Malaysia untuk
dukungan penuh keuangan mereka untuk penelitian ini melalui penelitian eksplorasi skema hibah. Saya
juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dari Universitas Sains Malaysia dan Sekolah Teknik Sipil
khususnya, tanpa bantuannya penelitian ini tidak bisa diselesaikan.
REFERENSI
[1] W.H. Ting, T.A Ooi, B.K Tan, “Tunnelling Activities in Malaysia:1995-2005”, Proceedings of
International Conference on Tunnelling and Trenchless Technology, Kuala Lumpur, Malaysia, 2006.
[2] F. Amberg, M. Bettelini, N. Seifert, “Design and Full scale testing for safety of Tunnels and
Underground Structures”, Proceedings of International Conference on Tunnelling and Trenchless
Technology, Kuala Lumpur, Malaysia, 2011.
[3] H.K.J Adnan, K.S Mohd, “The Malaysian Construction Industry’s Risk Management in Design and
Build”, Journal of Applied Science, vol. 2, no. 5, pp. 27-33, 2008.
[4] C. Boothroyd, J. Emmett, “Risk Management: A Practical Guide for Construction Professionals”,
Witherby & Co Ltd., London, UK,1996.
[5] Z. He, “Risk management for overseas construction projects”, International Journal of Project
Management, vol. 13, no. 4, pp.231-237, 1995.
[6] British Standard Institution (BSI), “The International Organization for Standardization, BS ISO
31000: Risk Management – Principles and Guidelines”, BSI, London, UK, 2009.
16. Furqon Mauladani 9114205324
[7] N.J Smith, “Managing Risk in Construction Projects”, Blackwell Science Ltd., 1999.
[8] M.Y Norazian, H. Adnan, F.O Ahmad, “Clients‟ Perspectives of Risk Management Practice in
Malaysian Construction Industry”, Journal of Politics and Law, vol. 1, no. 3. pp. 121-130, 2008.
[9] H. Adnan, M.N. Rahmat, F.N.M Nur, “Risk Management Assessment for Partnering Projects in the
Malaysian Construction Industry”, Journal of Politics and Law, vol. 1, no.1, pp. 76-81, 2008.
[10] H.P. Wannick, “A Code of Practice for Risk Management of Tunnel Works: Future Tunnelling
Insurance from the Insurers ‟ Point of View, Proceedings of International Tunnelling and underground
space Association (ITA) Conference, Seoul, Republic of Korea, 2006.
[11] A. Akintoye, E. Fitzgerald, C. Hardcastle, “Risk Management for Local Authorities‟ Private Finance
Initiative Projects”, RICS, Proceedings of COBRA Conference 1999, vol. 2, pp.81-91, 1999.
[12] P. Reina, W.J Angelo, “Megaprojects need more study up front to avoid cost overruns”, McGraw Hill
Construction, 2002. (Retrieved in May 2012
http://flyvbjerg.plan.aau.dk/News%20in%20English/ENR%20Costlies%20150702.pdf)
[13] B. Flyvbjerg, M.S Holm, S. Buhl, “Underestimating costs in public works projects: Error or Lie?”,
Journal of the American Planning Association, APA, vol. 68, no. 3, pp. 279-295, 2002.
[14] F. Nega, “Causes and effects of cost overrun on public building construction projects in Ethiopia”,
PhD Thesis, Addis Ababa University, Ethiopia
[15] M.I Al-Khalil, M.A Al-Ghafly, “Delay in public utility projects in Saudi Arabia”, International
Journal of Project Management, vol.17, no. 2, pp. 101-106, 1999.
[16] D.W Bordoli, A.N Baldwi, “A methodology for assessing construction projects delays”, Journal of
Construction Management and Economics, vol. 16, no. 3, pp. 327-337, 1998.
[17] D.K Chimwaso, “An evaluation of cost performance of public projects: Case of Botswana”,
Proceedings of the 2 nd International Conference of the CIB, 2000. (Retrieved in June 2011:
http://buildnet.csir.co.za/cdcproc/docs/2nd/chimwaso_dk.pdf)
[18] P.F Kaming, P.O Olomolaiye, G.D Holt, F.C Harris, “Factors influencing construction time and cost
overruns on high-rise projects in Indonesia”, Journal of Construction Management and Economics,
vol. 15, no. 1, pp. 83-94, 1997.
[19] H. Liu, “The Analysis of Project Risk Management Based on AHP”, Proceedings of 2 nd IEEE
International Conference on Information and Financial Engineering, pp. 576-579, 2010. (Retrieved in
February 2011: http://ieeexplore.ieee.org/xpls/abs_all.jsp?arnumber=5609426&tag=1)