1. Nama : Firman Sahari
Kelas : 5P_Ak
NIM : 12140049
MK : Perekonomian Indonesia
2. • 1950-1959 : Sistem ekonomi liberal (masa demokrasi)
• 1959-1966 : Sistem ekonomu etatisme (masa demokrasi
terpimpin)
• 1998-sekarang : sistem ekoonomi pancasila (demokrasi
ekonomi) yang dalam prakteknya cenderung liberal
Sistem Ekonomi di Indonesai
3. MASA DEMOKRASI LIBERAL ( 1950-1959 )
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-
Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950.
Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya
parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya
suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini
disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang
memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai
berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam
perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari
kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk
seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah
berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Sistem ekonomi liberal disebut juga sistem ekonomi pasar bebas atau sistem
ekonomi laissez faire. Sistem ekonomi liberal adalah sistem perekonomian yang
memberikan kebebasan sepenuhnya dalam segala bidang perekonomian kepada
masing-masing individu untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
4. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-
rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun. Kabinet-
kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah :
a. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali-Wongso ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap
f. Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan
untuk menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai
daripada menyelamatkan rakyat.
5. Sementara para elit politik sibung dengan kursi kekuasaan, rakyat
mengalami kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan
beratnya perekonomian ysng menimbulkan labilnya sosial-ekonomi.
Adapun gangguan-gangguan keamanan tersebut antara lain :
a. Pemberontakan Kahar Muzakar
Kahar Muzakar adalah putra Sulawesi yang pada zaman perang
kemerdekaan berjuang di Jawa. Setelah kembali ke Sulawesi bergabung
dengan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan pada tahun 1950
menuntut agar pasukannya masuk APRIS. Tuntutannya ditolak tetapi
kepada anggotanya yang memenuhi syarat diperbolehkan masuk,
sedangkan sisanya dimasukkan ke dalam Corps Cadangan Nasional.
Kahar akan diberikan pangkat letkol, tetapi saat pelantikan, tanggal 17
Agustus 1951, ia bersama anak buahnya melarikan diri ke hutan dan
mengacau. Januari 1952 menyatakan diri ikut sebagai bagian anggota
Kartosuwiryo. Selama empat belas tahun memberontak, namun
akhirnya berhasi dilumpuhkan setelah salah seorang anak buahnya,
yaitu Bahar Matiliu menyerahkan diri. Ia berhasil ditembak oleh
pasukan Divisi Siliwangi pada bulan Februari 1965.
6. b. Pemberontakan di Jawa Tengah
Pengaruh DI meluas di Jawa Tengah, yaitu di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan
yang dihadapi pemerintah dengan operasi-operasi militer. Di Kebumen
pemberontakan dilakukan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan
Kyai Somalangu, yang setelah intinya dapat ditumpas, sisanya bergabung dengan
DI/TII. Di lingkunganAngkatan Darat juga terjadi perembesan pemberontakan ini,
sehingga Batalyon 426 di Kudus dan Magelang juga memberontak dan bergabung
dengan DI/TII (Desember 1951). Sebagian dari mereka mengadakan gerilya di
Merbabu-Merapi Complex (MMC). Untuk menghadapi mereka, pemerintah
membentuk pasukan khusus yang diberi namaBanteng Raiders. Juni 1954 kekuatan
mereka bisa dipatahkan.
c. Pemberontakan di Aceh
Pengikut DI di Aceh memproklamirkan daerahnya sebagai bagian dari NII pada
tanggal 20 September 1953. Pemimpinnya adalah Daud Beureueh, seorang ulama
dan pejuang kemerdekaan yang pernah menjabat gubernur Militer Daerah Aceh
tahun 1947. Pada mulanya mereka dapat menguasai sebagian besar daerah Aceh
termasuk kota-kotanya. Setelah pemerintah mengadakan operasi, mereka
menyingkir ke hutan. Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kol. M. Jasi
mengambil prakarsa mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang
berhasil mengembalikan Daud Beureueh ke masyarakat (Desember 1962).
7. d. Peristiwa 17 Oktober 1952
Peristiwa ini bersumber pada kericuhan yang terjadi di lingkungan Angkatan
Darat. Kol. Bambang Supeno tidak menyetujui kebijaksanaan Kol. A.H. Nasution
selaku KSAD. Ia mengajukan surat kepada Mentri Pertahanan dan Presiden dengan
tembusan kepada parlemen berisi soal tersebut dan meminta agar Kol. A.H.
Nasution diganti. Manai Sophian selaku anggota parlemen mengajukan mosi agar
pemerintah segera membentuk panitia untuk mempelajari masalahnya dan
mengajukan pemecahannya. Hal ini dianggap usaha campur tangan parlemen
terhadap tubuh Angkatan Darat. Pimpinan AD mendesak kepada Presiden untuk
membubarkan Parlemen. Desakan ini jugas dilakukan oleh rakyat dengan
mengadakan demonstrasi ke gedung parlemen dan Istana Merdeka. Presiden
menolak tuntutan ini dewngan alasan tidak ingin menjadi seorang diktator, tetapi
akan berusaha segera mempercepat pemilu. Kol. A.H. Nasution akhirnya
mengundurkan diri, diikuti oleh Mayjen T.B. Simatupang. Jabatan ini akhirnya
digantikan oleh Kol. Bambang Sugeng.
8. e. Peristiwa 27 Juni 1955
Peristiwa ini merupakan lanjutan peristiwa sebelumnya. Karena dianggap bahwa
pemerintah belum mampu menyelesaiakan persolan tersebut. Bambang Sugeng
mengundurkan diri dari jabatannya. Sementara belum terpilih KSAD yang baru,
pimpinan KSAD dipegang oleh Wakil KSAD yaitu Kol. Zulkifli Lubis. Kemudian
pemerintah mengangkat Kol. Bambang Utoyo sebagai KSAD yang baru, tetapi
pada saat pelantikannya, 27 Juni 1955, tidak ada satupun perwira AD yang hadir.
Peristiwa ini menyebabkan kabinet Ali-Wongso jatuh. Kemudian pada masa
Kabinet Burhanudin Harahap, bekas KSAD yang lama, yaitu Kol. A.H. Nasution,
kembali diangkat menjadi KSAD (7 November 1955). Peristiwa di Angkatan Perang
yang bersifat liberal juga terjadi pada tanggal 14 Desember 1955. Yaitu ketika
Komodor Udara Hubertus Suyono dilantik menjadi Staf Angkatan Udara di
Pangkalan Udara Cililitan (Halim Perdanakusuma), segerombolan prajurit
pasukan kehormatan maju dan menolak pelantikan tersebut. Kemudian mereka
meninggalkan barisdan diikuti oleh pasukan pembawa panji-panji Angkata
Udara, sehingga upacara batal.
9. Sejarah Indonesia (1959-1966) adalah masa di mana sistem "Demokrasi
Terpimpin" sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah
sistem demokrasi di mana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpin negara, kala itu Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin
pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang
konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1. Dari segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi
liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.
2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa
demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet
tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk
menggantikan UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh
anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS
1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan
anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara
yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan
dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden
Soekarno tersebut.
10. Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :
• 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
• 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan.
Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut
tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950
2. Berlakunya kembali UUD 1945
3. Dibubarkannya konstituante
4. Pembentukan MPRS dan DPAS
Keterlibatan Amerika Serikat
Di era Demokrasi Terpimpin, antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat
memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jenderal-jenderal militer
Indonesia. Menurut laporan di media cetak "Suara Pemuda Indonesia": Sebelum akhir tahun
1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata Indonesia. Tiap
tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956 dan 1959, lebih
dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan rendah
terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di Amerika pernah
sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja bukan untuk mendukung Soekarno dan
bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil
yang mau membentuk kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah "negara bebas"
11. Dampak ke situasi politik
Era "Demokrasi Terpimpin" diwarnai kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum
buruh dan petani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan masalah-
masalah politis dan ekonomi yang mendesak Indonesia kala itu. Pendapatan ekspor
Indonesia menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
kaum birokrat dan militer menjadi wabah sehingga situasi politik Indonesia menjadi
sangat labil dan memicu banyaknya demonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari
kalangan buruh, petani, dan mahasiswa.
12. Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan
dibangun dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa
prinsip dasar yang ada dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip
kemanusiaan, nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam
ekonomi kerakyatan, dan keadilan.
Sistem Ekonomi Pancasila (SEP)
Karakteristik
Terdapat lima ciri pokok pada konsep Ekonomi Pancasila, yakni:
1. Dikembangkannya koperasi;
2. Adanya komitmen pemerataan;
3. Lahirnya kebijakan ekonomi yang nasionalis;
4. Perencanaan yang terpusat; dan
5. Pelaksanaannya secara desentralisas
13. Kebijakan Perekonomian
Pemerintah telah menerbitkan paket kebijakan ekonomi tambahan pada Oktober
2013. Kebijakan tersebut ditargetkan bisa mengurangi laju impor, mendorong
ekspor, memperkuat struktur industri, dan menahan keluarnya modal asing.[6][7]
Konsep dan instrumen yang akan digunakan dalam kebijakan ini telah rampung di
mana paket baru ini adalah tindak lanjut atas kebijakan Agustus 2013, yang berfokus
pada antisipasi gejolak ekonomi akibat penghentian stimulus Bank Sentral Amerika
Serikat. Paket kebijakan Oktober lebih mengarah pada reformasi struktural.[6]
Khusus untuk Kementerian Keuangan Republik Indoneisa, paket kebijakannya
berkisar di sektor fiskal, seperti pajak dan cukai. Beberapa kebijakan yang mungkin
diterbitkan pemerintah, yakni insentif untuk mendorong investasi industri serta
aturan yang mampu menahan modal asing untuk tidak mudah keluar dari
Indonesia. Ini dilakukan dengan cara mendorong investor asing melakukan re-
investasi atas investasi langsung yang ditanamkan di Indonesia. Sedangkan untuk
mendorong ekspor, pemerintah akan mendorong diversifikasi dari sisi negara
tujuan maupun jenis komoditas.
Pada Agustus 2013, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi
perekonomian. Strategi tersebut dibagi dalam empat paket, yakni perbaikan neraca
transaksi berjalan, menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli, menjaga inflasi
dan percepatan investasi.[6][7]