Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Meningkatkan Kesehatan Ibu
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sejak akhir tahun 1980-an, peningkatan kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian
ibu telah menjadi isu penting dalam beberapa pertemuan internasional, termasuk pada
Millennium Summit 2000. Satu dari delapan Millennium Development Goals (MDG) yang
diadaptasi dari pertemuan tersebut adalah termasuk peningkatan kesehatan ibu (MDG5). Untuk
mencapai hal ini, telah disepakati target penurunan angka kematian ibu (AKI) yaitu hingga 3/4
kali antara tahun 1990 hingga 2015. Oleh karena itu AKI merupakan indikator kunci untuk
menilai kemajuan pencapaian target MDG5.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
2. BAB II
ISI
EPIDEMIOLOGI
Menurut data yang dikeluarkan oleh UNFPA, WHO, UNICEF dan Bank Dunia
menunjukkan bahwa satu wanita meninggal dunia tiap menitnya akibat masalah kehamilan.
Rasio kematian ibu (jumlah kematian tiap 100,000 kelahiran hidup) telah menurun secara global
pada laju kurang dari 1%. Jumlah kematian wanita hamil atau akibat persalinan secara
keseluruhan juga menunjukkan penurunan yang cukup berarti antara tahun 1990-2005. Pada
tahun 2005, 536,000 wanita hamil meninggal dunia dibandingkan dengan tahun 1990 yang
sebanyak 576,000.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Demikian pula
angka kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada
pada kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup. Keadaan ini menempatkan upaya kesehatan ibu dan
bayi baru lahir menjadi upaya prioritas dalam bidang kesehatan.
Melihat kondisi itu semua, disusunlah suatu gerakan yang disebut dengan Safe
Motherhood. Gerakan ini pertama kali dicanangkan pada International Conference on Safe
Motherhood, Nairobi, 1987. Program ini sendiri telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun
1988 dengan melibatkan secara aktif berbagai sektor pemerintah dan non-pemerintah,
masyarakat, serta dukungan dari berbagai badan internasional.
PEMBERDAYAAN PREMPUAN DALAM EMPAT PILAR SAVE
MOTHERHOOD
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh perempuan
menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan bersalin. Tujuan program Save
Motherhood adalah menurunkan angka kematian ibu untuk pemberdayaan prempuan :
3. Empat pilar Save Motherhood:
1. Keluarga Berencana
KB dapat menurunkan angka kematian ibu karena dapat merencanakan waktu yang tepat
untuk hamil, mengatur jarak kehamilan, menentukan jumlah anak. Sehingga tidak ada kehamilan
yang tidak diinginkan, “4 terlalu”, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering hamil, dan terlalu
banyak anak. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi kehamilan yang tidak diinginkan
sehingga angka aborsi akan berkurang.
Pelayanan KB harus menjangkau siapa saja, baik ibu/calon ibu maupun perempuan
remaja. Dalam memberi pelayanan KB, perlu diadakan konseling yang terpusat pada kebutuhan
ibu dan berbagai pilihan metode KB termasuk kontrasepsi darurat.
2. Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan.
Selain itu, juga menjadi sarana edukasi bagi perempuan tentang kehamilan.
Komponen penting pelayanan antenatal meliputi:
a. Skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular seksual.
b. Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi, edema, dan pre-eklampsia.
c. Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan bagaimana cara memperoleh
pelayanan rujukan.
3. Persalinan yang bersih dan aman
Persalinan yang bersih dan aman memiliki tujuan memastikan setiap penolong
kelahiran/persalinan mempunyai kemampuan, ketrampilan, dan alat untuk memberikan
pertolongan yang bersih dan aman, serta memberikan pelayanan nifas pada ibu dan bayi.
Sebagian besar komplikasi obstetri yang berkaitan dengan kematian ibu tidak dapat
dicegah dan diramalkan, tetapi dapat ditangani bila ada pelayanan yang memadai. Kebanyakan
pelayanan obstetri esensial dapat diberikan pada tingkat pelayanan dasar oleh bidan atau dokter
umum. Akan tetapi, bila komplikasi yang dialami ibu tidak dapat ditangani di tingkat pelayanan
dasar, maka bidan atau dokter harus segera merujuk dengan terlebih dahulu melakukan
pertolongan pertama. Dengan memperluas berbagai pelayanan kesehatan ibu sampai ke tingkat
masyarakat dengan jalur efektif ke fasilitas rujukan, keadaan tersebut memastikan bahwa setiap
4. wanita yang mengalami komplikasi obstetri mendapat pelayanan gawat darurat secara cepat dan
tepat waktu.
4. Pelayanan obstetri esensial
Pelayanan obstetri esensial pada hakekatnya adalah tersedianya pelayanan secara terus
menerus dalam waktu 24 jam untuk bedah cesar, pengobatan penting (anestesi, antibiotik, dan
cairan infus), transfusi darah, pengeluaran plasenta secara manual, dan aspirasi vakum untuk
abortus inkomplet.
Tanpa peran serta masyarakat, mustahil pelayanan obstetri esensial dapat menjamin
tercapainya keselamatan ibu. Oleh karena itu, diperlukan strategi berbasis masyarakat yang
meliputi:
a. Melibatkan anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan pelayanan setempat, dalam
upaya memperbaiki kesehatan ibu.
b. Bekerjasama dengan masyarakat, wanita, keluarga, dan dukun untuk mengubah sikap terhadap
keterlambatan mendapat pertolongan.
c. Menyediakan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang komplikasi obstetri
serta kapan dan dimana mencari pertolongan.
Dalam pilar pelayanan obstetri esensial, puskesmas menekankan kebijakan berupa:
a. Memberikan pelayanan kesehatan untuk semua macam penyakit obstetri
b. Khusus untuk obstetri harus mampu melakukan:
1. Pelayanan obstetri esensial darurat (POED)
- melakukan pertolongan persalinan sungsang
- melakukan pertolongan persalinan vakum ekstraksi
- melakukan plasenta manual
5. - memasang infus dan memberikan obat parenteral
- meneruskan sistem rujukan bila fasilitas tidak memadai
2. Pelayanan Obstetri dan Neonatus Esensial Darurat (PONED)
merupakan pelayanan POED ditambah dengan melakukan pelayanan neonatus yang mengalami
asfiksia ringan, sedang, dan berat. Bila tidak memungkinkan, segera melakukan rujukan.
c. Melaksanakan konsep sayang ibu dan sayang bayi.
Penyebab kematian langsung yaitu:
1. setiap komplikasi persalinan disetiap fase kehamilan (kehamilan, persalinan dan pasca
persalinan).
2. akibat tindakan (kesalahan pengobatan atau dari kesalahan yang terjadi disetiap rangkaian
kejadian diatas). Contohnya seperti perdarahan, pre-eklamsia/eklamsia, akibat komplikasi
anestesi atau bedah kaisar.
Penyebab kematian tak langsung yaitu akibat penyakit lain yang telah ada sebelumnya
atau berkembang selama kehamilan dan yang tidak berhubungan dengan penyebab langsung
tetapi dipicu secara fisiologis oleh kehamilan. Contohnya seperti kematian akibat penyakit ginjal
atau jantung.
Kematian ibu hamil dilatarbelakangi oleh:
• Persalinan yang ditolong dukun
• Persalinan yang dilakukan dirumah, bila terjadi komplikasi dan memerlukan rujukan, akan
membutuhkan waktu cukup lama.
• Derajat kesehatan ibu sebelum dan saat hamil masih rendah yaitu 50% menderita anemia, 30%
berisiko kurang energi kronis, sekitar 65% berada dalam keadaan “4 terlalu”
• Status perempuan masih rendah sehingga terlambat untuk mengambil keputusan ditingkat
keluarga untuk mencari pertolongan.
Making Pregnancy Safer
Departemen Kesehatan pada tahun 2000 telah menyusun Rencana Strategis (Renstra)
jangka panjang upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam
6. Renstra ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap
untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang
dikenal dengan sebutan "Making Pregnancy Safer (MPS)” atau “Membuat Kehamilan Lebih
Aman”.
Indonesia telah mencanangkan Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai strategi
pembangunan kesehatan masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010 pada 12 Oktober 2000
sebagai bagian dari program Safe Motherhood. Dalam arti kata luas tujuan Safe Motherhood dan
Making Pregnancy Safer sama, yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan
mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan
persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. MPS merupakan strategi sektor kesehatan yang
fokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam melaksanakan intervensi klinis
dan pelayanan kesehatan. MPS dilaksanakan berdasarkan upaya-upaya yang telah ada dengan
penekanan pada pentingnya kemitraan antara sektor pemerintah, lembaga pembangunan, sektor
swasta, keluarga dan anggota masyarakat.
Melalui MPS diharapkan seluruh pejabat yang berwenang, mitra pembangunan dan
pihak-pihak lain yang terlibat lainnya untuk melaksanakan upaya bersama dalam meningkatkan
kemampuan pelayanan kesehatan guna menjamin pelaksanaan dan pemanfaatan intervensi yang
efektif berdasarkan bukti ilmiah (evidence based). Perhatian difokuskan pada kegiatan-kegiatan
berbasis masyarakat yang menjamin agar ibu dan bayi baru lahir mempunyai akses terhadap
pelayanan yang mereka butuhkan bilamana diperlukan, dengan penekanan khusus pada
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terampil pada saat melahirkan serta
pelayanan yang tepat dan berkesinambungan.
Strategi MPS mendukung target internasional yang telah disepakati. Dengan demikian,
tujuan global MPS adalah untuk menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir
sebagai berikut:
a. Menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% pada tahun 2015 dari AKI tahun 1990.
b. Menurunkan angka kematian bayi menjadi kurang dari 35/1.000 kelahiran hidup pada tahun
2015.
Berdasarkan lesson learned dari upaya Safe Motherhood, maka pesan-pesan kunci
MPS adalah:
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
7. b. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
c. Setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Visi
Dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, visi MPS
adalah:Semua perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman
dan bayi dilahirkan hidup dan sehat.
Misi
Misi MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir melalui
pemantapan sistem kesehatan untuk menjamin akses terhadap intervensi yang cost effective
berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan perempuan, keluarga dan
masyarakat mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang lestari sebagai suatu
prioritas dalam program pembangunan nasional.
Tujuan
Menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.
Target
Target yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut:
a. Target dampak kesehatana. Menurunkan AKI menjadi 125/100.000 kelahiran hidup.
b. Menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15/1.000 kelahiran hidup.
c. Menurunkan anemia gizi besi pada ibu hamil menjadi 20%.
d. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan dari 17,1% menjadi 11%.
Empat strategi utama tersebut adalah:
a. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang
cost-effective dan berdasarkan bukti.
b. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra
lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta
meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS.
c. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk
menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
d. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
8. Prinsip dasar pelaksanaan strategi
a. MPS dilaksanakan dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat
2010.
b. MPS dilaksanakan dalam konteks pelayanan kesehatan primer melalui pemantapan sistem
pelayanan dan rujukan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta perluasan pelayanan di berbagai
tingkat.
c. MPS dilaksanakan dalam konteks desentralisasi yang menjamin integrasi yang mantap dalam
perencanaan pembangunan kesehatan serta proses alokasi anggaran.
d. MPS difokuskan pada pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sesuai dengan standar, cost-effective
dan berdasar bukti pada semua tingkat pelayanan dan rujukan kesehatan baik di sektor
pemerintah maupun swasta.
e. MPS difokuskan pada peningkatan sistem pelayanan kesehatan untuk menjamin ketersediaan
akses terhadap pelayanan kesehatan.
f. MPS difokuskan pada pendekatan yang berorientasi pada ibu sebagai sasaran pelayanan. Dengan
demikian, perempuan akan lebih tanggap dan mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan.
g. MPS bekerjasama dengan wakil masyarakat dan kelompok masyarakat lainnya guna
mengidentifikasi kegiatan di tingkat keluarga dan masyarakat yang mendukung kegiatan yang
mempunyai dampak kesehatan.
h. MPS bekerjasama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam masyarakat untuk mengidentifikasi
isu-isu sosial, budaya dan ekonomi yang perlu diatasi.
i. MPS bekerja secara partisipatif, terkoordinasi dan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam
mengembangkan strategi daerah milik sendiri. Pendekatan ini dapat memaksimalkan kualitas,
pemanfaatan dan kelestarian.
j. MPS memfasilitasi kegiatan-kegiatan lokal sambil meningkatkan kemampuan pihak-pihak yang
terlibat dalam menentukan dan melaksanakan solusi mereka sendiri.
k. MPS berupaya untuk mempromosikan keadilan dalam alokasi sumber daya untuk menjamin
agar pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dapat dijangkau oleh kaum miskin dan
penduduk yang kurang mampu dimanapun mereka berada.
l. MPS diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dana dan sumber daya
kabupaten/kota yang bersangkutan.
9. m. MPS didasarkan pada semua kegiatan yang telah ada dan bekerjasama dengan mitra untuk
memaksimalkan sumber daya dan mengurangi tumpang tindih kegiatan.
n. MPS menjamin agar bidan di desa meningkatkan kerjasama dengan dukun bayi untuk memberi
dukungan pada pelayanan ibu dan bayi baru lahir.
o. MPS melakukan pemantauan kemajuan kegiatan dan evaluasi program setelah 2 tahun
pelaksanaan.
p. MPS akan menetapkan peningkatan kegiatan berdasarkan pengalaman/lessons learned.
Kemajuan program kesehatan ibu dan anak di Indonesia dapat dilihat melalui indikator
proses, yaitu adanya peningkatan angka kunjungan pertama (K1) dan keempat pelayanan
antenatal (K4), dan peningkatan proporsi persalinan yang ditolong tenaga kesehatan.Faktor
penyebab medis kematian ibu, seperti perdarahan, eklampsi, dan infeksi tidak sulit, tetapi yang
menyangkut faktor penyebab non-medis, seperti faktor sosial budaya yang kurang mendukung,
kemampuan sosial ekonomi yang terbatas, pendidikan yang rendah, status perempuan yang
masih rendah, dan hambatan transportasi, tidak mudah diatasi. Hal terakhir ini menjadi persoalan
yang secara tidak langsung bermuara kepada dua hal penting:
a. Tiga terlambat, mencakup: keluarga terlambat mengambil keputusan mencari pelayanan
diantaranya disebabkan status perempuan yang rendah, terlambat tiba di rumah sakit karena
masalah transportasi, dan terlambat dilakukan tindakan medis. Keterlambatan terakhir karena
tidak memadainya fasilitas pelayanan yang tersedia.
b. Empat terlalu, yaitu terlalu muda hamil, terlalu tua hamil, terlalu banyak anak, dan terlalu
pendek jarak kelahiran, lebih berkait dengan masalah sosial-budaya. Hambatan non-medis ini
merupakan yang terberat. Teknologi kesehatan untuk mengatasi komplikasi kehamilan dan
persalinan sebenarnya tidaklah sulit, tetapi yang sulit adalah membuat teknologi ini dekat kepada
masyarakat, terutama masyarakat kita yang tinggal di desa-desa terpencil dengan sarana
transportasi yang kurang.
10. Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan (Repost)
dari program safe motherhood
BERBAGAI hak, seperti hak atas ketersediaan bahan makanan dan minuman secara cukup, hak
atas kesehatan, hak atas keselamatan, hak atas keamanan produk, hak atas perlindungan
ekonomi, hak atas ganti rugi, dan lain-lain hak konsumen, merupakan hak-hak yang terpaut
dengan hak asasi manusia (HAM).
DI mana pun dan dalam keadaan apa pun, hak-hak konsumen sebagai bagian tak terpisahkan dari
HAM harus tetap dihormati dan dijunjung tinggi. Bila dikaitkan dengan kenyataan, mayoritas
kelompok masyarakat yang banyak terkait dengan persoalan konsumen adalah kaum perempuan.
Merekalah yang paling berurusan dengan produsen, agen, dan penjual.
Perlindungan konsumen merupakan kegiatan manusia yang fundamental, yakni menyangkut
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Bila pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang manusia
menjadi kebutuhan penting, maka tepatlah jika dikatakan bahwa perlindungan konsumen adalah
bagian dari HAM. Pengabaian perlindungan konsumen dengan sendirinya juga bermakna
pelanggaran terhadap hak perempuan.
Hak-hak di bidang konsumsi berhubungan dengan Pasal 25 Deklarasi Universal HAM dan Pasal
11 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Kedua pasal ini pada
dasarnya berisi norma tentang hak atas standar kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan pada diri setiap orang beserta keluarganya, termasuk hak-hak yang berkenaan
dengan makanan, pakaian, dan rumah yang memadai.
Kasus pemusnahan sapi berpenyakit sapi gila di Inggris dan pemberantasan ayam berpenyakit flu
burung di Hongkong yang sempat menghebohkan dunia beberapa waktu lalu, mendapat sorotan
dan tekanan dari masyarakat internasional yang peduli agar konsumen berbagai negara tidak
mengonsumsi daging yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
KASUS-kasus di atas menunjukkan bahwa perlindungan hak konsumen atas kesehatan,
keselamatan, dan keamanan bahan makanan tetap menjadi perhatian masyarakat internasional
dan tetap dipandang sebagai bagian upaya perlindungan HAM. Tulang punggung upaya
menegakkan hal ini sebagian besar berada di tangan perempuan. Bagaimana dan sejauh mana
implementasi hal ini, tentu saja memerlukan kajian lebih lanjut oleh pemerintah, lembaga
swadaya masyarakat di bidang jender, serta pusat-pusat studi wanita yang ada di berbagai
perguruan tinggi.
Kasus tewasnya 28 orang di Indonesia pada bulan Oktober 1989 karena mengonsumsi biskuit
yang mengandung bahan kimia atau sodium nitrit (Aminuddin Kasim, 1995), kasus Supermie
yang menewaskan beberapa orang di Sumatera, kasus bakso mengandung boraks, kasus Dancow,
kasus Ajinomoto,dan lain-lain, semua ini merupakan pelajaran mengenai pelanggaran hak
konsumen dan sekaligus merupakan bagian dari pelanggaran hak kemanusiaan. Dalam kaitan ini,
11. aktivitas ekonomi warga masyarakat tidak lagi memadai hanya disandarkan pada pertimbangan
etika bisnis, akan tetapi perlu disentuh penegakan norma hukum yang intensif dan masif serta
tidak bias jender.
Kerugian jiwa dan atau materi yang dialami konsumen dalam aktivitas perdagangan bukan saja
dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum, akan tetapi juga bertentangan dengan
nilai moral agama dan moral kemanusiaan. Bagaimanapun, hak atas kecukupan bahan makanan
dan hak atas kesehatan bahan makanan adalah hak-hak konsumen yang behubungan dengan
ukuran kelayakan hidup seseorang.
Selain hak atas kesehatan produk, hak memilih, konsumen juga memiliki hak untuk
mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikan kepada penjual. Hak konsumen ini
antara lain ditentukan oleh kesadaran pedagang atau penjual dalam menggunakan satuan alat
takaran dan timbangan secara legal untuk jenis bahan makanan tertentu, serta kesungguhan
pemerintah untuk mengefektifkan pengawasan fungsional terhadap penggunaan alat-alat
tersebut.
Dengan demikian, hak atas kecukupan bahan makanan (hak atas nutrisi yang cukup) adalah
bagian dari hak kesejahteraan paling mendasar. Tanpa itu, kepentingan atas kehidupan,
kesehatan, dan kebebasan berada dalam bahaya dan penderitaan dahsyat, terjadinya berbagai
perbuatan melanggar hukum serta tindak kekerasan terhadap perempuan, bahkan kematian dapat
tak terelakkan.
Berdasarkan logika berpikir di atas, pemerintah wajib mengatur hubungan hukum antara
konsumen dengan pihak produsen serta pedagang dan penjual dalam menciptakan ketertiban
hubungan manusia. .
Pemerintah juga berkewajiban mengatur penyediaan dan distribusi bahan-bahan makanan dan
minuman sampai ke pasar, termasuk mengawasi segi kesehatan dari bahan-bahan makanan dan
minuman pada saat proses produksi dan atau fabrikasi berlangsung.
Kehadiran Undang-Undang ( Perlindungan Konsumen (UU Nomor 8 Tahun 1999) dapat
dikatakan sebagai salah satu pranata hukum ekonomi yang melengkapi instrumen perlindungan
hak asasi manusia.
Dalam Pasal 4 undang-undang itu ditetapkan hak-hak konsumen, seperti, a) hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa; b) hak
memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c) hak atas informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa; d) hak didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan jasa yang digunakan; e) hak mendapatkan advokasi mengenai perlindungan dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f) hak mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen; g) hak diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; h) hak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i)
hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
12. PERTANYAANNYA, sudahkah masyarakat secara umum dan perempuan khususnya
memahami hak-hak tersebut? Sejauh mana perempuan diberdayakan dalam menegakkan hak-hak
itu?
Eksistensi manusia, baik sebagai individu maupun makhluk sosial, kurang mempunyai arti
manakala hak asasinya hanya sebatas pada pengekspresian hak-hak dalam bidang politik dan
keamanan. Manusia butuh makan dan minum, perlu sehat, berhak menikmati kesejahteraan, dan
hak-hak lain dalam bidang ekonomi.
Semua hak asasi manusia dalam bidang ekonomi ini ikut menentukan dalam mewujudkan
keutuhan manusia secara umum dan perempuan secara khusus sebagai makhluk yang memiliki
harkat dan martabat. Di mana pun dan dalam keadaan apa pun, hak-hak konsumen guna
pemberdayaan perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia harus tetap
dihormati dan dijunjung tinggi.
BAB. III
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA