1. Kesenian Dulmuluk di Palembang
Dulmuluk merupakan salah satu bentuk dari teater yang sangat
menghibur dengan kekocakannya. Selain itu, kesenian ini juga digunakan
sebagai sarana penyampaian pesan, penyuluhan, informasi bahkan nasihat
yang akan sangar berguna sebagai pengembangan pengetahuan bagi yang
menyaksikannya. Dulmuluk sendiri berawal dari sebuah kitab Kejayaan
Kerjaan Melayu yang selesai ditulis pada 8 Rajab 1262 H (2 Juli 1845 M).
Kemudian bangsa Belanda sering menyebut kitab ini dengan nama Syair
Abdul Muluk.
Sedangkan tentang penulis kitab tersebut terdapat dua pendapat yang
berbeda. Pendapat yang pertama dinyatakan oleh Van Eysing yang
mengatakan bahwa penulis kitab yang melatarbelakangi adanya teater
Dulmuluk adalah Raja Ali Haji bin Ali Ahmad yang berasal dari pulau
Penyengat Indra Sakti (Riau). Akan tetapi menurut Van de wall menyebutkan
bahwa penulis dari kitab yang melatarbelakangi adanya teater Dulmuluk
adalah Saleha yang merupakan sepupu Raja Ali Haji.
Penyebaran dan perkembangan kitab Syair Abdul Mulik dimulai pada
tahun 1854. Melalui seorang pedagang keturunan Arab yang bermukim di
daerah Riau. Pedagang keturunan Arab tersebut bernama Wan Bakar yang
membawa kitab ini ke daerah Riau dan kemudian membacakannya di
masyarakat. Melalui pembacaan cerita inilah yang menarik masyarakat untuk
datang berkerumun dan mendengarkannya. Untuk dapat membuat masyarakat
lebih menarik terhadap cerita ini maka juga ditampilkan bebrapa orang yang
akan memerankannya. Pertunjukkan ini mulai dikenal pada awal abad ke-20.
Seni bertutur pantun ini akhirnya berkembang dengan tampilnya
sejumlah pemain untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu, ada yang
2. memerankan seorang Raja, Perdana Menteri, Rakyat dan Khadam sorang
tokoh banyol seperti goro-goro dalam pementasan Wayang Kulit. Pada tahun
1919, tercatat pertama kali pembacaan teks dilantunkan dalam bentuk dialog
yang disertai dengan gerak tubuh sesuai dengan peran masing-masing tokoh.
Dulmuluk akhirnya menjadi seni teater yang berkembang pesat sebagai salah
satu hiburan yang menarik dikalangan masyarakat Sumatera Selatan.
Tahun itu juga 1919, seorang guru mulai memperkenal seni teater
Dulmuluk di Tebing Abang, kecamatan Bayuasin III, sebuah desa yang
terletak sekitar 80 km dari kota Palembang, guru tersebut bernama Hasan yang
berasal dari Desa Talang Pangeran, kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan
Komering Ilir. Orang-orang yang berasal dari daerah pemulutan memang
berperan besar dalam terciptanya seni Dulmuluk. Bebarapa peralatan dipakai
dalam seni pertunjukan itu merupakan hasil rekaan orang-orang yang berasal
dari Pemulutan, misalnya kuda-kudaan yang digunakan dalam pertunjukan
dan Jidur salah satu alat musik merupakan sumbangan dari daerah Pemulutan
juga.
Saat pemerintahan jepang berkuasa di Indonesia yaitu pada tahun 1942,
seni rakyat ini semakin berkembang dan menjadi suatu teater tradisi yang
dipentaskan di atas panggung. Di masa inilah kelompok teater Dulmuluk
bermunculan karena digemari oleh masyarakat. Dulmuluk dapat menarik
masyarakat untuk dapat menontonnya karena menampilkan teater yang
lengkap. Hal tersebut dikarenakan Dulmuluk mengandung lakon, syair, lagu-
lagu Melayu, dan lawakan. Lawakan, yang biasa disebut khadam, sering
mengangkat dan menertawakan kehidupan sehari- hari masyarakat. Tidak
hanya itu bentuk pementasan dari teater Dulmuluk serupa dengan lenong dari
masyarakat Betawi di Jakarta dimana akting pada saat berada di atas panggung
dibawakan secara spontan dan menghibur.
Teater Dulmulk selalu menggunakan dialog atau bahasa yang halus,
apabila diperhatikan dan diperdengarkan dengan baik dialog-dialog yang
disampaikan oleh para pemainnya seperti syair dan pantun. Hal tersebutlah
yang menjadi media ungkapan untuk berkomunikasi dengan penikmatnya.
Meskipun bahasa ungkapan yang dibawakan secara improvisasi. Pemain
3. Dulmuluk sangat kuat dalam membawakan ungkapan-ungkapan dengan nada
pantun (sastra), dengan mengolah cerita-cerita rakyat berupa sastra lisan yang
dikenal oleh masyarakat lama adalah merupakan modal utama bagi setiap
pemain teater Dulmuluk.
Penggunaan bahasa yang halus dan terdengar seperti pantun ataupun
syair dapat diketahui melalui cuplikan dialog yang diucapkan oleh para
pemain sebagai berikut:
Contoh dialog seorang raja yang berkata kepada Perdana Menteri :
“Dengan sebenar saya berperi
Apa khabar bicara negeri
Ramai tiada engkau khabari
Engkau bilangkan nyata dan pasti
Supaya saya dapat ketahui”
Contoh jawaban Perdana Menter kepada Raja :
“Daulat tuanku usul berstari
Dengan sebesar patik berperi
Tuanku bertanya bicara negeri
Negeri kita ramai tiada terperi
Wayang dan landak topeng menari
Dibawah alam payung negeri
Begitu saja patik berperi
Kepada tuanku empunya negeri”
Tidak hanya ditampilkan dengan bahasa yang terdengar seperti syair
ataupun seperti pantun, penampilan tetaer ini juga mengunakan beberapa
musik pengiring sebagai penggunaan warisan dari bangsa melayu yaitu adanya
iringan musik pada pertunjukan teater Dulmuluk yang akan terdengar setiap
pergantian babak atau adegan dan memberikan warna khas yang menarik pada
pementasa Dulmuluk. Musik yang akan terdengar pertama kali sebelum
pemain naik ke atas panggung biasanya adalah musik “Keso”, yang menjadi
tanda pertunjukan akan dimulai. Akan tetapi apabila terdengar musik “Barnas
I”, akan terlihar para pemain di atas panggung dengan kostumnya yang akan
4. mendukung pementasan. Sedangkan musik yang digunakan untuk mengiringi
selama pertunjukkan berlangsung adalah “dagelan” atau musik ekstra
ditambah dengan beberapa lagu serta beberapa tarian yang akan ditampilkan
oleh beberapa pemain di atas panggung. Apabila telah musik Barnas II, dari
atas panggung maka itulah sebagai tanda berakhirnya pertunjukan dari
pemantasan Dulmuluk. Adapun beberapa alat music yang biasanya terlibat
dalam pementasan Dulmuluk yaitu tetabuan gendang, jidur, gong dan biola.
Pada paragraf tadi telah dijelaskan bahwa saat pementasan Dulmuluk
sedang berlangsung akan terdapat beberapa musik yang mengiringi tarian-
tarian di setiap perpindahan adegan satu ke adegan berikutnya. Gerakan tarian
yang ditampilkan akan disesuaikan dan sifat tarian sendiri tidak merupakan
bagian dari cerita yang sedang dipentaskan. Dulmuluk biasanya bercerita
mengenai kehidupan kerajaan, rakyat jelata dan kadang-kadang disisipi kritik
– kritik sosial. Hal tersebut bukanlah inspirasi penciptaannya dari teks-teks
Melayu klasik. Melainkan salah satu bentuk eksperimentasi, tentang
bagaimana sebuah teks bisa tampil lebih menarik bila dihadirkan sebagai
sebuah pertunjukan seni.
Akan tetapi seiring dengan kemajuan zaman pementasa Dulmuluk
akhirnya merubah kemasanya dengan menambahkan ataupun melibatkan
secara tidak sengaja maupun disengaja. Situasi yang baru ini biasanya
dibentuk dari pendapat-pendapat sekitar sebagai bentukan sosial yang bersifat
baru sehingga budaya kehilangan sifat aslinya yang jelas tetapi Dulmuluk
malah memperkaya karakternya secara kemasan pertunjukannya. Perubahan
sosial pertunjukan Dulmuluk yang awalnya adalah suatu cara untuk
penyebaran agama (pesan moral). Saat ini selain membawa pesan lama unsur
hiburannya pun menghiasi kemeriahan penikmatnya. Perubahan yang telah
terjadi pada pertunjukan Dulmuluk sebagai penandaan baru berupa kemasan
dalam penambahan unsur-unsur yang melintasi sebagai kekayaan kreativitas
masyarakatnya yang ditambahkan melalui beberapa unsur yang telah
dijelaskan sebelumnya.
5. Perubahan substansial (perubahan intrinsik), tidak terjadi secara esensi (pesan
moral) dari pertunjukan Dulmuluk itu sendiri. Tetapi terjadi pengurangan hakikat
dari pertunjukan Dul Muluk yang ditradisikan nilai-nilainya, dihawatirkan lama-
kelamaan akan meninggalkan keaslinya (mengalami transisi). Seiring
pertumbuhan perjalanan perubahan sosial masyarakatnya ada yang prinsipil.
Konsep sifatnya akan mengalami perubahan, konsep-konsep tersebut berupa;
suksesi (waktu), identitas yang terlibat dalam suatu perubahan, atau sesuatu yang
dapat diidentifikasikan, yang tetap relatif sama di dalam suatu keadaan yang
sedang berubah, suatu tingkatan variasi atau perubahan dari identitas Dulmuluk.
6. Referensi
Aminudin. 1994. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Gufaandi. 2013. Dulmuluk Warisan Budaya Nasional. Website: http: //gulfaandi.
blogspot.com/2013/12/dul-muluk-warisan-budaya-nasional-asli.html.
Diakses Kamis, 11 Desember 2014 pukul 16.59 WIB.
Puter, J. Vander. 2007. Dalam Berkekalan Persahabatan Surat-surat Raja Ali
Haji kepada Von de Wall. Bogor: Gramedia
Suhendi. 2013. Seni Pementasan Daerah Dulmuluk. Website: http://eprints.unsri.
ac.id/ 3945/2/Isi.pdf. Diakses Kamis, 11 Desember 2014 pukul 16.53 WIB.
_______. 2012. Dulmuluk di Palembang. Website: http://eprints.unsri.ac.id/414 3/
2/LAPORAN_Penelitian_STRANAS%252C_21_Des_2012.pdf. Diakses
Kamis, 11 Desember 2014 pukul 17.00 WIB.