SlideShare a Scribd company logo
1 of 162
1
DAFTAR ISI
SEKTOR PANGAN JELANG KRISIS
Atang Trisnanto 4
LEPAS MDGs, SONGSONG SDGs
Firmanzah 7
YANG TUA YANG TELANTAR?
Dinna Wisnu 10
MEREDAM RISIKO KETIDAKPASTIAN
Firmanzah 14
YUNANI DAN REFERENDUM
Dinna Wisnu 17
MUDIK DAN MOBILISASI
Rhenald Kasali 20
THE FED, YUNANI, DAN CINA
Firmanzah 23
ENERGI TERBARUKAN DAN BATU AKIK
Dinna Wisnu 26
ARTI KUNJUNGAN CAMERON
Dinna Wisnu 29
EL NINO DAN EKONOMI DOMESTIK
Firmanzah 32
MEMULIHKAN OPTIMISME
Firmanzah 35
KITA DAN DAGING SAPI
Rhenald Kasali 38
SEMANGAT KEJUANGAN DALAM EKONOMI
Firmanzah 41
KITA SUDAH KERJA KERAS, SEKARANG APA LAGI?
Rhenald Kasali 44
DANA PENSIUN CINA DAN KRISIS EKONOMI
Dinna Wisnu 47
PENTINGNYA EKONOMI DAERAH BAGI NASIONAL
2
Firmanzah 50
MENYIKAPI TENAGA KERJA ASING
Dinna Wisnu 53
MENGAUDIT KINERJA BANK INDONESIA
Mukhamad Misbakhun 56
KRISIS DAN HANTU
Rhenald Kasali 59
TANTANGAN LAHIRKAN WIRAUSAHA LOKAL
Elfindri 63
MENGANTISIPASI GEMPURAN TENAGA KERJA ASING
Dzulfian Syafrian 65
JEBAKAN PSIKOLOGIS EKONOMI
Candra Fajri Ananda 68
TARGET PAJAK DAN PERLAMBATAN EKONOMI
Kodrat Wibowo 72
MELAWAN MAFIA DAGING SAPI
Posman Sibuea 76
PAKET IKLIM INVESTASI DAN ARAH PEMULIHAN
Aunur Rofiq 80
AKSELERATOR PEREKONOMIAN
Djonnie Rahmat 83
KESIAPAN JELANG MEA 2015
Firmanzah 87
SISTEM PEMBAYARAN PEMERINTAH DAN PENDIDIKAN
Achmad Deni Daruri 90
GAGAL PAHAM PAKET STIMULUS
Enny Sri Hartati 93
JEREMY CORBYN
Dinna Wisnu 96
OPPORTUNITY COST
Rhenald Kasali 99
SAIL TOMINI DAN POROS MARITIM DUNIA
Rokhmin Dahuri 103
3
JANJI DONGKRAK PELEMAHAN EKONOMI
Frans H Winarta 108
MENGGAIRAHKAN EKONOMI KITA
Jazilul Fawaid 111
MEMBANGUN PERBATASAN NEGARA KITA
Sonny Harry B Harmadi 114
LAMPU KUNING ANGKA KEMISKINAN
Firmanzah 117
INOVASI “0 KE 1”
Yuswohady 120
SOLUSI PANGAN PERIKANAN
M Riza Damanik 124
PERANG MATA UANG DAN BISNIS KITA
Rhenald Kasali 127
COUNTER CYCLICAL DAN DEPRESIASI RUPIAH
Bambang Soesatyo 131
MEMAJUKAN SISTEM PEMBAYARAN DI KALIMANTAN
Achmad Deni Daruri 135
PHK DAN UPAYA MENYELAMATKAN INDUSTRI
Firmanzah 138
TENDER KERETA API CEPAT
Dinna Wisnu 141
DEVISA HASIL EKSPOR DAN PENGUATAN RUPIAH
Aunur Rofiq 144
PERANG MATA UANG DAN BISNIS KITA (2)
Rhenald Kasali 148
ERA BARU PENGELOLAAN PANGAN
Khudori 152
INVESTASI GAYA TIDUR
Lukas Setia Atmaja 155
VILLAGE BIOPRENEUR
Yuswohady 157
INTEGRASI EKONOMI DAN VOLATILITAS
Firmanzah 160
4
Sektor Pangan Jelang Krisis
Koran SINDO
1 September 2015
Presiden Joko Widodo sudah menempatkan target swasembada beberapa komoditas penting
pangan sebagai agenda penting pemerintahannya. Untuk mempertegas sasaran tersebut,
pemerintah hingga saat ini menutup opsi impor rapat-rapat atas sejumlah komoditas pangan.
Komitmen pemerintah menutup keran impor pangan diharapkan dapat merangsang
kemampuan swadaya bangsa demi meningkatkan produktivitasnya dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Namun, perlu diingat, kebijakan ini harus diikuti dengan kalkulasi yang
cermat, program terukur, serta realisasi kebijakan yang tepat. Kenapa? Karena, jika
pemerintah kurang tepat mengelola stok pangan nasional, yang terjadi adalah keributan pasar
dan inflasi yang tinggi.
Dari sisi produksi, langkah prioritas dalam perbaikan dan penyediaan infrastruktur pertanian
sudah tepat. Tapi, itu belum cukup. Banyak hal yang menjadi faktor penentu produksi
pangan. Perlu ada perbaikan sistem perbenihan, aplikasi massal teknologi budi daya
pertanian, penguatan kelembagaan petani, dan sistem pembiayaan pertanian.
Itu baru dari lini produksi. Belum lagi masalah kronis dalam mekanisme pasar pangan yang
terbukti kerap bikin masalah. Sebagai contoh dari buruknya sistem pasar pangan, tengoklah
fluktuasi tajam harga-harga komoditas pangan akhir-akhir ini. Dimulai dari gejolak harga
beras pada minggu ketiga Februari 2015–yang mencapai 30%–tertinggi sepanjang sejarah
Reformasi. Disusul kenaikan harga bawang merah dan cabai pada Juni, harga daging sapi
pada Juli-Agustus, terakhir kenaikan harga daging ayam dan telur pada Agustus. Harga
daging ayam mencapai Rp45.000 dari semula Rp26.000. Harga daging sapi menjadi
Rp140.000 dari semula Rp90.000. Padahal, belum genap setahun pemerintahan baru bekerja.
Lantas, bagaimana proyeksi harga pangan menjelang krisis ekonomi ke depan? Fakta bahwa
hanya dalam kurun waktu enam bulan terjadi kenaikan tajam di beberapa harga komoditas
pangan utama menjadi indikasi bahwa sistem manajemen stok pangan nasional perlu
diperbaiki.
Mekanisme pasar pangan beberapa komoditas jelas menyisakan sistem oligopoli dan
membuat pasar tidak berjalan baik. Kendati produksi tidak mengkhawatirkan, situasi pasar
tetap mencemaskan. Ada beberapa pemain besar yang dapat men-drive pasar dan berlaku
sebagai price maker.
5
Ini akan semakin menjadi-jadi jika manajemen stok pangan nasional turut amburadul.
Ketidakakuratan dalam perhitungan angka produksi dan konsumsi akan menimbulkan
ketidakseimbangan supply-demand. Ketidakmampuan mengalkulasi peta produksi dan
pengelolaan jalur distribusi akan menghambat suplai barang ke pasar. Dengan kelemahan
tersebut, pemain besar yang memiliki infrastruktur memadai akan semakin mudah
menentukan harga dan stok pangan di pasar. Jika ini berlangsung terus, gap antara harga
pangan di petani dan pasar bakal kian timpang. Petani tidak mendapatkan insentif karena
harga yang mereka terima rendah, sedangkan masyarakat luas sebagai konsumen harus
membayar dengan harga tinggi.
***
Dalam situasi menjelang krisis–tercermin dari kenaikan dolar yang menembus Rp14.000–
hampir dapat dipastikan bahwa pasar pangan domestik pun akan semakin berat ujiannya.
Belum lagi musim kering yang panjang di berbagai daerah di Indonesia. Namun, apa pun
kondisinya, pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini tidak boleh menyerah.
Mungkin sudah agak terlambat kita mengantisipasi krisis, namun tidak ada salahnya kita
kembali memasang kuda-kuda dan merancang kebijakan yang tepat dari sekarang. Ingat,
pertanian adalah sektor yang dapat bertahan dan diandalkan ketika krisis 1998.
Nah, kali ini ada beberapa hal bisa kita lakukan: Pertama, segera petakan wilayah lahan atau
sawah yang terdampak kekeringan. Buat kodifikasinya. Segera implementasikan upaya hujan
buatan untuk daerah-daerah yang kemungkinan kehilangan produksi tertinggi. Salurkan
segera pompa air ke berbagai wilayah untuk mengurangi dampak yang terlalu luas.
Kedua, pastikan bahwa seluruh petani bisa berproduksi. Artinya, ketersediaan benih unggul
harus disiapkan, ketidakmampuan menggarap lahan akibat kekurangan modal ditutupi dengan
bantuan perbankan, kekurangan sarana produksi harus dipenuhi.
Ketiga, beli komoditas pangan utama petani dengan harga yang menguntungkan petani. Hal
ini akan meningkatkan stok Bulog sehingga psikologi pasar tidak terganggu. Selain itu, harga
tersebut juga akan menjadi insentif bagi petani yang terancam turun produksinya sehingga
masih dapat digunakan sebagai modal untuk musim tanam berikutnya. Untuk itu, ubah aturan
HPP dan segera anggarkan khusus untuk penyerapan total produk pangan petani.
Keempat, segera revisi mata anggaran yang kurang penting menjadi pembangunan
infrastruktur irigasi yang dapat diandalkan jika musim kering terjadi. Infrastruktur irigasi ini
bisa berupa dam parit, embung, long storage, sumur dangkal (sumur pantek), dan sumur
dalam.
Kelima, benahi rantai pasok (supply chain) dengan memperbaiki jalur distribusi, penyiapan
angkutan distribusi, dan pengamanan jalur distribusi. Selama ini sistem rantai pasok pangan
masih amburadul dan mendatangkan biaya tinggi.
6
Keenam, aktifkan satgas khusus pangan untuk monitoring penyerapan produk pangan petani
dan pengawasan mekanisme pasar pangan. Para pengambil rente yang memanfaatkan
kesempatan dengan cara menahan suplai perlu mendapat tindakan hukum yang tegas.
Ketujuh, kalkulasikan dengan cermat kebutuhan supply and demand komoditas penting. Jika
tidak mencukupi, segera lakukan proses G to G importasi melalui instrumen yang dimiliki
pemerintah.
Dalam jangka menengah, pemerintah harus mulai menyiapkan sistem budi daya padi hemat
air, pengembangan dan penyiapan benih pangan tahan kekeringan. Pemerintah juga perlu
memperbaiki jaringan irigasi primer sampai tersier yang terintegrasi antarkementerian serta
mengendalikan pasar pangan. Bila langkah-langkah tersebut serius digarap pemerintah,
setidaknya akan meringankan dampak yang lebih besar pada masa krisis.
Dengan segala power yang dimilikinya, pemerintah tidak boleh kalah oleh pasar. Ini
pertarungan terhormat karena pemerintah bertarung untuk rakyat dan bangsanya. Kecuali,
kalau ada niat untuk bertarung demi yang lain. Selamat bekerja Indonesia.
ATANG TRISNANTO MSi
Direktur Eksekutif National Food Security Studies (Nafis)
7
Lepas MDGs, Songsong SDGs
Koran SINDO
15 Juni 2015
Tahun 2015 merupakan tahun transisi dari berakhirnya Millennium Development Goals
(MDGs). Tahun 2016 merupakan tahun pertama implementasi agenda pembangunan dunia
post-2015 atau yang kita kenal sebagai Sustainable Developmet Goals (SDGs).
Sidang Umum PBB pada 4 Desember 2014 telah menyetujui platform agenda pembangunan
dunia post-2015 berdasar pada hasil Open Working Group on Sustainable Development
Goals yang akan menjadi target dan tujuan pembangunan dunia sampai 2030. Pembahasan
awal tentang SDGs muncul pada pertemuan KTT Rio+20 tahun 2012 di mana 192 negara
setuju membuat platform SDGs, antara lain mempertimbangkan berbagai aspek seperti action
oriented, dapat diimplementasikan, dan bersifat universal. Aspek itu tetap
mempertimbangkan kondisi negara masing-masing, terukur dan mudah terkomunikasikan.
***
Agenda pembangunan SDGs merupakan keberlanjutan dari MDGs yang telah membuat
sejumlah kemajuan yang sangat berarti di dunia. Meskipun masih meninggalkan sejumlah
tantangan, MDGs telah mampu membantu banyak negara berkembang untuk lebih sejahtera
dan berkeadilan.
Deklarasi MDGs ditandatangani pada September 2000 oleh 147 negara pada KTT
Millennium di New York. MDGs berisi delapan agenda pembangunan, yaitu menanggulangi
kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan
kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan malaria serta penyakit menular lainnya,
memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk
pembangunan.
MDGs telah menjadi referensi penting bagi hampir semua negara di dunia. Meskipun masih
menyisakan sejumlah catatan, kemajuan berarti atas pencapaian target pembangunan MDGs
dari 2000 sampai saat ini telah tertorehkan. Laporan MDGs 2014 oleh PBB menyebutkan,
jika pada tahun 1990 hampir setengah populasi di negara berkembang hidup di bawah
USD1,25/hari, pada tahun 2010 proporsi tersebut turun menjadi hanya 22%. Penurunan
proporsi ini juga telah mampu mengeluarkan tidak kurang 700 juta manusia dari kondisi
kemiskinan ekstrem.
Antara 2000 hingga 2010, tidak kurang 3,3 juta penderita penyakit malaria terselamatkan
8
hidupnya. Sementara itu tidak kurang dari 22 juta penderita tuberkulosis juga terselamatkan
hidupnya sejak 1995. Pada 2012 tercatat 89% penduduk dunia memiliki akses terhadap air
bersih. Di bidang kesetaraan gender juga dunia mengalami perbaikan. Pada Januari 2014
tidak kurang dari 46 negara memiliki lebih dari 30% keterwakilan perempuan dalam
parlemen mereka. Dana bantuan internasional untuk pembangunan dasar ke negara miskin
dan berkembang mencapai rekor jumlahnya pada 2013 sebesar USD134,8 miliar.
Bagi Indonesia, meskipun masih perlu melakukan banyak perbaikan, terdapat tidak sedikit
pencapaian dari target MDGs yang positif. Laporan MDGs yang dikeluarkan Bappenas
menunjukkan sejumlah pencapaian untuk memenuhi target pembangunan milenium.
Meskipun mengalami perlambatan penurunan, persentase penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan dapat diturunkan dari 15,1% di tahun 1990 menjadi 10,96% di 2014.
Prevalensi balita dengan berat badan rendah atau gizi buruk dapat diturunkan dari 31% di
tahun 1980 menjadi 19,60% di 2013. Di sektor pendidikan dasar, Indonesia telah mampu
meningkatkan angka partisipasi murni (APM) SD/MI/sederajat dari 88,70% di tahun 1990
menjadi 95,71% di tahun 2012. Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun meningkat
menjadi 99,08% di tahun 2012. Di tahun yang sama, Indonesia mendapatkan penghargaan
dari UNESCO karena sukses melawan buta huruf.
Indikator ketimpangan gender untuk akses ke pendidikan juga mengalami perbaikan yang
berarti dan terlihat dari porsi rasio APM perempuan dan laki-laki baik pada jenjang SD, SMP
maupun SMA. Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif juga semakin meningkat dari
waktu ke waktu.
Angka kematian bayi juga berhasil diturunkan dari 97/kelahiran di tahun 1990 menjadi
41/kelahiran di tahun 2012. Akses terhadap air bersih juga meningkat dari 37,73% di tahun
1990 menjadi 67,73% di tahun 2013.
Meskipun MDGs telah mencapai sejumlah pencapaian berarti, beberapa tantangan masih
membutuhkan usaha bersama untuk mempercepat perbaikannya. Misalnya emisi
karbondioksida (CO2) terus meningkat di mana jumlahnya meningkat 50% di tahun 2011
dari level 1990.
Sementara itu, meski telah mampu menurunkan proporsi penduduk yang mengalami
malnutrisi di negara miskin dan berkembang dari 24% di tahun 1990-1992 menjadi 14% di
tahun 2011, kecepatan penurunan semakin melambat akhir-akhir ini. Hal ini mengancam
target pencapaian MDGs untuk menurunkan setengah dari persentase penduduk dunia yang
menderita kelaparan di tahun 2015. Oleh karenanya, dunia membutuhkan agenda
pembangunan lanjutan sebagai referensi dan platform bersama agar sumber daya dan
prioritas menjadi lebih efisien dan terfokus. Sekaligus melakukan koreksi dari kekurangan
implementasi MDGs selama 15 tahun.
9
***
Rumusan SDGs terdiri atas 17 tujuan dan 169 target yang meliputi penghapusan kemiskinan
dan kelaparan, pendidikan inklusif, kesehatan, kesamaan gender, kesediaan air bersih dan
sanitasi untuk semua, serta akses dan kesediaan sumber energi untuk semua. Kemudian
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan ketersediaan lapangan kerja, pembangunan
infrastruktur dan inovasi, mengurangi kesenjangan, mengatasi dampak perubahan iklim,
pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan, mendorong tatanan masyarakat yang
damai, dan mendorong kerja sama global. Masing-masing dari 17 tujuan kemudian dipecah
menjadi target yang lebih terukur untuk menciptakan masyarakat dunia 2030 jauh lebih baik
dari saat ini.
Dari elemen-elemen tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam elemen kunci, yaitu dignity
untuk mengakhiri kemiskinan dan memerangi ketimpangan, prosperity melalui pertumbuhan
yang inklusif dan mentransformasi masyarakat, justice melalui perwujudan masyarakat yang
aman dan damai serta penguatan kelembagaan, partnership dengan mendorong solidaritas
global untuk pembangunan berkelanjutan, planet dengan melindungi bumi dan ekosistem
untuk generasi saat ini dan ke depan, people dengan memastikan hidup sehat dan inklusi
perempuan serta anak-anak.
Target pembangunan universal yang tertuang dalam SDGs membutuhkan dukungan dari
semua elemen masyarakat dunia. Termasuk di dalamnya pemerintahan, LSM, swasta,
perguruan tinggi, dan masyarakat. Di setiap negara, tidak hanya negara miskin dan
berkembang tetapi juga negara maju, rumusan SDGs merupakan sumber penting untuk
menyelaraskan strategi dan kebijakan demi membuat kehidupan di muka bumi menjadi lebih
baik.
Bagi Indonesia, rumusan SDGs dan target pencapaian dapat menjadi salah satu rujukan
dalam penyusunan rencana pembangunan nasional. Selain tentunya amanat dari konstitusi
dan janji politik selama kampanye capres, SDGs merupakan referensi dalam penyusunan baik
RPJMN maupun rencana kerja pemerintah (RKP) tahunan hingga pelaksanaannya. Rencana
Aksi Daerah (RAD) di tiap provinsi perlu disusun agar perencanaan dan implementasi
menjadi lebih fokus sesuai dengan tantangan daerah masing-masing.
Kita dapat melakukan penahapan dari target SDGs sesuai dengan siklus penyusunan RPJMN
lima tahunan 2015-2020, 2020-2025, dan 2025-2030. Melalui penahapan ini, kita dapat
menyesuaikan dengan kondisi nasional baik skala prioritas, penganggaran maupun penataan
serta kerja sama kelembagaan.
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
10
Yang Tua yang Telantar?
Koran SINDO
17 Juni 2015
Indonesia saat ini masih berbangga sebagai negara dengan angkatan kerja muda dalam
jumlah relatif besar.
Hal ini dianggap sebagai alasan mengapa Indonesia perlu bergegas meningkatkan
produktivitas pekerja agar jangan sampai Indonesia masuk ke dalam ”jebakan kelas
menengah” (middle income trap). Kondisi dengan, pertama-tama, tingkat pertumbuhan
ekonomi sangat dinamis, tetapi kemudian melambat dengan cepat pula sehingga gagal
mengantar negara ke tingkat penghasilan tinggi.
Sudut pandang itu cukup dominan dianut para pengambil keputusan era Presiden Joko
Widodo. Presiden menekankan perlunya perbaikan iklim usaha dan daya saing. Dalam
kampanye dia pernah mengusung ide perbaikan sistem teknologi dalam pengelolaan bisnis
dan investasi. Nawacita yang digaungkannya pun mengutip perlunya penegakan hukum yang
bebas dari korupsi dan tepercaya, lagi-lagi demi mendukung perbaikan perekonomian di
Indonesia sehingga negeri ini lebih berdaulat secara ekonomi. Bahkan ada istilah revolusi
karakter bangsa yang antara lain juga diterjemahkan sebagai langkah yang diperlukan untuk
keluar dari ”jerat” ketidakberdayaan di tengah potensi ekonomi yang sesungguhnya besar.
Sayangnya ada satu sisi penting dari republik ini yang luput dipertimbangkan jika hanya itu
sudut pandang kita dalam melihat angkatan kerja di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS)
dalam Sensus 2010 mengungkap bahwa jumlah penduduk usia 60 tahun ke atas yang kini
18,1 juta jiwa akan meningkat hampir 2 kali lipat menjadi 33,7 juta jiwa pada tahun 2025 dan
di tahun 2035 menjadi 48,2 juta. Rata-rata usia penduduk pun akan bergeser dari waktu itu
27,2 tahun menjadi 33,7 tahun. Temuan ini konsisten dengan masalah terkini dari TNP2K di
Kantor Presiden di mana per 2013 diperkirakan sudah terdapat 20 juta jiwa penduduk yang
berusia lebih dari 60 tahun.
Sejumlah provinsi yang sukses menekan angka kelahiran (dan kemiskinan) telah menjadi
provinsi yang menua dengan cepat juga. Artinya ruang gerak kita untuk sekadar fokus pada
mengejar pertumbuhan ekonomi telah makin sempit. Dalam kurun kurang dari 10 tahun,
Indonesia akan masuk dalam kategori negara yang menua.
Dalam negara yang menua, sejumlah hal patut menjadi perhatian. Penuaan penduduk erat
kaitannya dengan morbiditas (derajat sakit), meningkatnya kebutuhan akan layanan
kesehatan, turunnya produktivitas dalam pekerjaan, dan akhirnya perlambatan dalam tingkat
11
pertumbuhan ekonomi makro. Kualitas hidup seorang lansia ditentukan oleh kemampuannya
melalui masa-masa sulit tersebut dengan tingkat penghasilan yang menurun.
Menurut studi Evi Arifin (2012), sejumlah kabupaten/kota di Pulau Jawa termasuk yang
cepat menua, antara lain Gunung Kidul, Wonogiri, Kulon Progo, Klaten hingga Sragen.
Daerah-daerah tersebut lebih banyak yang tergolong miskin. Daerah yang tergolong sangat
muda penduduknya contohnya Batam, Bontang, Murung Raya, Mamuju Utara dan Kutai
Timur; daerah yang justru belum cukup dikelola.
Artinya, kita tidak bisa lagi berpikir sekadar sampai Pemilu 2019. Sepuluh tahun adalah
waktu yang sangat singkat. Kita perlu mengantisipasi perubahan pola sosial dan ekonomi
dalam masyarakat, termasuk juga karena para mitra kerja sama ekonomi dan investasi akan
mempertimbangkan faktor penuaan tadi.
***
Saat ini pemerintah belum cukup sigap merespons tren penuaan tersebut. Sampai saat ini
perhatian pemerintah pada kelompok usia tua terbatas pada para pensiunan pegawai negeri
sipil. Per 4 Juni 2015, Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33/2015 tentang
Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS dan Janda/Dudanya. PP tersebut mengatur angka
nominal terendah yang diterima seorang pensiunan (yakni Rp1.051.800 bagi pensiun
janda/duda PNS, Rp1.486.500 bagi pensiun janda/duda PNS yang telah mangkat, dan
Rp297.300 bagi orang tua PNS yang telah mangkat). Selain itu ada pula Peraturan
Pemerintah Nomor 38/2015 tentang Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan Bulan Ke-13 bagi
pegawai negeri sipil, anggota TNI, Polri, pejabat negara dan penerima pensiun/tunjangan.
Sudut pandang kebijakan di atas masih sebatas memberi peningkatan nominal dan bukannya
memberi kecukupan bagi kebutuhan seseorang ketika sudah menua. Kualitas hidup lansia
yang tidak bisa lagi dianggap produktif di sektor publik maupun swasta belum menjadi
pertimbangan pengambilan kebijakan. Fokus perhatian masih pada perbaikan taraf hidup hari
ini. Tidak jelas perhitungannya untuk pengadaan pajak yang mendukung keberlanjutan
program.
Lebih penting lagi, kedua kebijakan tersebut hanya menyentuh para pegawai dan pensiunan
sektor publik. Padahal mayoritas penduduk Indonesia justru hidup dari sektor swasta, bahkan
lebih dari 80% berwirausaha, bekerja tanpa kontrak kerja, dan tanpa penghasilan bulanan
yang tetap.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia patut menyadari sejumlah standar internasional tentang
perlunya menjaga kelayakan hidup warga negara. Kelayakan hidup tersebut menyangkut
perhatian pada perbaikan akses kesehatan, fasilitasi bagi lansia yang sakit atau tanpa
keluarga, serta penyediaan fasilitas-fasilitas publik yang ramah lansia. Sesungguhnya itulah
yang dipahami secara internasional sebagai bagian dari prinsip kewarganegaraan
(citizenship). Segala kegiatan bernegara dan layanan publik patut mengarah pada
12
kebersamaan sosial (social inclusion) di mana tak satu pun orang, termasuk lansia, telantar.
***
Saat ini sebenarnya sudah ada kerangka program nasional untuk mengembangkan jaring
pengaman sosial bagi pensiunan di sektor swasta, yakni yang dikelola oleh BPJS
Ketenagakerjaan (badan layanan umum yang merupakan transformasi dari BUMN PT
Jamsostek). Program ini diberi payung UU 40/2004 dan UU 24/2011. Per 1 Juli 2015
sebenarnya program nasional tersebut diwajibkan secara hukum untuk diterapkan secara
nasional. Sayangnya, sampai hari ini belum ada peraturan pemerintah tentang penerapan
kedua UU tersebut, terutama yang terkait soal pensiun.
Pada 5 Juni 2015 sempat beredar informasi bahwa Presiden sedang dalam proses
memutuskan tarif premi pensiun; paling lambat 8 Juni akan keluar peraturan pemerintahnya.
Sampai sekarang aturan itu belum keluar juga. Yang memprihatinkan adalah kebimbangan ini
disinyalir lagi-lagi karena soal sudut pandang pemerintah yang belum utuh melihat tren
nasional ke arah penuaan tadi. Sudut pandang yang dominan adalah pertimbangan dari para
pengusaha yang ingin memperkecil iuran pensiun (menjadi 1,5% upah dari dulu 3,7% upah)
karena alasan perekonomian melambat.
Di sisi lain para aktuaris dan ahli bidang pensiun yang duduk di Dewan Jaminan Sosial
Nasional dan di Kementerian Tenaga Kerja sudah menghitung secara profesional tentang
angka kontribusi yang paling mungkin diterapkan saat ini, yakni 5% dari pengusaha
(ditambah 3% dari pekerja). Harapannya agar nominal dana pensiun yang diterima setelah
mengiur 15 tahun terbilang masih cukup untuk memenuhi biaya hidup masa itu. Prediksi
inflasi, angka harapan hidup dan biaya kesehatan sudah dihitung di sana. Hasilnya,
pemerintah bergeming.
Dalam kondisi seperti ini, patut saya sampaikan observasi dari seorang ekonom senior Prof
Grenville dari Lowy Institute di Australia tentang kondisi bisnis di Indonesia. Ia mengamati
bahwa mayoritas perusahaan besar di Indonesia hidup dari tabungan. Bahkan perusahaan
besar yang sudah go-public di pasar modal memilih untuk menanamkan sahamnya di
perusahaan sendiri dan bukan di perusahaan atau sektor usaha lain. Artinya upaya Pemerintah
Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi belum didukung perilaku dunia usaha.
Di tingkat mikro, kecenderungannya adalah untuk mengandalkan kekuatan sendiri
dibandingkan mengembangkan jejaring yang berpotensi memperkuat basis usaha dalam
jangka panjang. Dengan kecenderungan seperti itu, Prof Grenville mengingatkan bahwa
itulah sebabnya terbentuknya dana pensiun nasional menjadi sangat penting.
Dana tersebut menjadi pegangan angkatan kerja karena perusahaan memilih untuk
mengandalkan kemampuan diri sendiri dan perspektifnya masih jangka pendek. Artinya
risiko jatuh-bangunnya perusahaan menjadi suatu keniscayaan. Kalau para pekerja (dan
majikannya) tidak dibiasakan untuk menabung untuk masa tua, masa produktif hari ini tidak
13
akan membantu Indonesia mempersiapkan diri memasuki masa penuaan yang tak lebih dari
10 tahun lagi.
Pemerintah perlu sigap dan segera mengantisipasi jangan sampai Indonesia menjadi tua tanpa
kepastian sumber dana untuk memenuhi kebutuhan hidup.
DINNA WISNU, PhD
Pengamat Hubungan Internasional; Co-founder & Director Paramadina Graduate School of
Diplomacy
@dinnawisnu
14
Meredam Risiko Ketidakpastian
Koran SINDO
22 Juni 2015
Banyak penelitian di berbagai negara dan kawasan yang menunjukkan aktor ekonomi akan
mengambil posisi wait and see ketika berhadapan situasi yang penuh ketidakpastian. Mereka
hanya akan mulai meningkatkan investasi atau konsumsi apabila dirasa ada kepastian yang
memadai, khususnya investment return bagi pengusaha dan job-security bagi konsumen.
Menahan diri untuk berinvestasi atau berbelanja sampai melihat kejelasan perekonomian
suatu negara, lazim terjadi di saat seperti ini. Akibat dari ini, siklus ekonomi akan semakin
melambat karena mesin ekonomi baik dari sisi produksi maupun konsumsi kian terbatas
ruang ekspansinya.
Bagi pengambil kebijakan ekonomi, rumusan kebijakan untuk meredam persepsi
ketidakpastian sangatlah diperlukan agar optimisme yang mendorong produksi dan konsumsi
pulih kembali. Mengelola risiko ketidakpastian dan optimisme para pelaku ekonomi menjadi
tantangan utama ekonomi saat ini.
Risiko ketidakpastian saat ini dihadapi tidak hanya oleh Indonesia tetapi hampir semua
negara. Sekarang ini sangat sulit untuk memprediksi secara persis ke mana perekonomian
dunia dan regional akan bergerak. Bahkan, banyak lembaga internasional seperti Bank Dunia,
IMF, OECD, dan ADB yang terus-menerus merevisi secara berkala target pertumbuhan
ekonomi dunia, regional maupun suatu negara.
Terintegrasinya perekonomian dunia baik melalui mekanisme perdagangan, lalu lintas modal
maupun investasi fisik membuat gejolak di suatu negara berdampak, baik langsung maupun
tidak langsung, ke negara atau kawasan lain. Dinamika dan kompleksitas ekonomi global
semakin meningkat dan membuat ketidakpastian semakin tinggi. Dampak psikologis maupun
ekonomis akan ketidakpastian perlu diantisipasi agar efeknya tidak memperburuk kondisi
ekonomi domestik.
***
Salah satu sumber ketidakpastian perekonomian global adalah ketidakpastian keputusan The
Fed untuk meningkatkan suku bunga acuan di Amerika Serikat.
Pertemuan terakhir Komite Pasar Terbuka Bank Sentral AS (FOMC) pada 16-17 Juni 2015
mengindikasikan penyesuaian suku bunga akan dilakukan tahun ini namun tidak secepat
dugaan awal. Gubernur Bank Sentral AS Jannet Yallen menyatakan,” No decisions has been
15
made by the committee about the right timing of an increase, but certainly an increase this
year is possible.” Pernyataan ini diartikan kenaikan suku bunga tidak akan terjadi pada Juni
tetapi menciptakan spekulasi dilakukan pada September tahun ini.
Bagi Indonesia, situasi ini berarti memperpanjang masa ketidakpastian (extending uncertainty
period) dan membuat kita harus menghadapi gejolak di pasar uang dan pasar modal sampai
akhir tahun ini. Akibatnya, baik BI maupun pemerintah harus pandai dalam mengelola
ekspektasi dari para pelaku pasar.
Dari sisi eksternal, ekonomi Indonesia masih akan menghadapi penurunan harga dan
permintaan sejumlah komoditas ekspor nasional. Menurunnya, kinerja negara tujuan ekspor
utama seperti Cina membuat permintaan ekspor komoditas nasional mengalami tekanan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I/2015 ekspor non-migas nasional
tercatat sebesar USD33,43 miliar atau turun 8,23% dibandingkan dengan periode yang sama
tahun lalu. Tercatat sejumlah komoditas seperti batu bara, kakao, CPO, dan karet mengalami
penurunan harga internasional.
Kapan harga komoditas dunia akan kembali pada posisi yang tinggi juga menambah kadar
ketidakpastian bagi produsen dalam negeri. Selain itu, perlambatan kinerja industri berbasis
sumber daya alam juga meningkatkan rasio tidak tercapainya kinerja perbankan yang
memberikan porsi pembiayaan cukup besar ke sektor ini.
***
Kondisi ekonomi internasional dan domestik membuat posisi wait and see dari para pelaku
industri. Hal ini tecermin dari data BPS tentang neraca perdagangan Mei 2015. Meskipun
terdapat surplus neraca perdagangan secara akumulatif Januari-Mei 2015 sebesar USD3,75
miliar, surplus ini lebih disebabkan penurunan yang lebih tajam dari impor dibandingkan
penurunan ekspor. Impor bahan baku dan barang modal Januari-Mei 2015 turun sebesar
18,91% dan 14,62% dibandingkan dengan tahun lalu.
Dengan masih terbatasnya kapasitas industri dalam negeri untuk substitusi impor, penurunan
impor bahan baku dan barang modal menjadi indikasi awal persoalan baru bagi industri
dalam negeri. Tren depresiasi nilai tukar mata uang rupiah akan meningkatkan biaya
produksi. Kondisi ini diperparah dengan melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan
harga di dalam negeri.
Dari sisi konsumsi, sejumlah data menunjukkan adanya perlambatan. Survei yang dilakukan
oleh Bank Indonesia baru-baru ini menunjukkan nilai saldo bersih tertimbang (SBT) hanya
sebesar 13,7% pada kuartal I/2015 dan lebih rendah dibandingkan dengan periode
sebelumnya sebesar 84,0%. Perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi disumbang oleh
penurunan kredit multiguna sebesar 39,5% dan kredit kendaraan bermotor 3,2%.
Sementara sejumlah data sektor riil yang dikeluarkan oleh beberapa asosiasi seperti ritel,
16
properti, dan Gaikindo juga menunjukkan perlambatan dari sisi konsumsi. Besar
kemungkinan yang terjadi lantaran posisi wait and see konsumen yang berujung pada
penundaan konsumsi yang membuat terjadinya penurunan konsumsi dalam negeri.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan tren pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK)
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit selama kuartal I 2015. Dibandingkan
kuartal sebelumnya, pertumbuhan kredit kuartal I 2015 sebesar 0,15% sementara
pertumbuhan DPK mencapai 2,04%. Data ini menunjukkan kecenderungan konsumen
menahan konsumsi dan cenderung wait and see dengan menaruh dana mereka ke tabungan.
Di tengah situasi perekonomian dunia yang penuh ketidakpastian, otoritas moneter dan fiskal
semakin dituntut untuk membuat kebijakan yang mampu meredam kecemasan para pelaku
pasar terhadap prospek perekonomian. Dari sisi fiskal, kebijakan yang mendorong daya beli
masyarakat melalui keringanan pajak atau stimulus fiskal ke sejumlah industri padat karya
perlu dilakukan.
Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif listrik golongan 450 volt ampere (VA) dan 900
volt ampere (VA) untuk tahun depan perlu ditinjau ulang. Meski dampak ekonomis rencana
ini baru dirasakan tahun depan, dampak psikologis rencana ini akan dirasakan langsung oleh
masyarakat. Rencana kebijakan ini akan semakin menurunkan optimisme konsumen tentang
daya beli mereka di tahun depan.
Justru yang sekarang ini kita butuhkan adalah membangun optimisme baik bagi produsen
maupun konsumen untuk memitigasi kecemasan terhadap ketidakpastian ekonomi global dan
nasional. Kita perlu memberikan stimulus kepada produsen dan konsumen untuk keluar dari
posisi wait and see.
Membangun sentimen positif melalui kebijakan yang bersifat relaksasi (pelonggaran LTV,
pengenaan barang mewah tidak kena pajak, tax holiday) maupun peningkatan kemudahan
perizinan investasi perlu dipercepat. Stimulus kepada UMKM maupun industri padat karya
juga perlu segera dikeluarkan oleh pemerintah untuk membantu meringankan beban akibat
fluktuasi nilai tukar, beban cost of fund, dan tekanan daya beli masyarakat yang masih tinggi.
Sementara itu, kebijakan yang berpotensi menurunkan optimisme dan semakin meningkatkan
kecemasan para pelaku pasar perlu dihindari untuk meredam risiko ketidakpastian ekonomi.
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
17
Yunani dan Referendum
Koran SINDO
1 Juli 2015
Krisis Yunani saat ini akan masuk dalam episode yang genting, namun juga menarik karena
langkah-langkah politik luar negeri dan kebijakan ekonomi yang tidak biasa dilakukan oleh
pemerintahan Yunani.
Minggu lalu saya menyimpulkan bahwa Perdana Menteri (PM) Yunani, Alexis Tsipras, akan
menemui hambatan dalam menegosiasikan kembali utang-utangnya karena para kepala
negara pemilik mata uang euro tampak tetap menuntut Yunani menjalankan kebijakan
pengetatan anggaran atau akan menghadapi default atau gagal bayar. PM Yunani yang
disokong oleh Kelompok Kiri itu tampaknya mencoba untuk keluar dari permainan negosiasi
tersebut dengan mengumumkan lewat media sosial pada pagi hari tanggal 27 Juni.
Intinya, dia akan melakukan referendum untuk bertanya kepada rakyat Yunani apakah
mereka menerima atau tidak kebijakan pengetatan anggaran yang didorong oleh Uni Eropa,
the International Monetary Fund (IMF), dan the European Central Bank (ECB) pada 5 Juli
2015. Langkah ini diambil mengingat rakyat yang telah mendukung Partai Syriza di Yunani
itu tidak sepenuhnya setuju gagasan untuk menolak kebijakan pengetatan anggaran. Sebagian
besar rakyat masih cenderung takut bahwa mereka tidak akan dapat maju tumbuh bila tidak
bersama Eropa.
Langkah ini tentu mengundang reaksi negatif dari para pemimpin Eropa, namun Yunani
tampaknya tetap bergeming dengan keputusan mereka. Keputusan menerima atau menolak
kebijakan pengetatan anggaran sebagai syarat untuk menerima utang lagi demi menutupi
utang lama mereka tidak otomatis mendorong Yunani keluar dari Zona Euro walaupun
konsekuensi itu selalu ditegaskan dalam setiap pembicaraan atau negosiasi antara Perdana
Menteri Yunani dan para kepala negara Eropa. Bola keputusan akan berada di tangan para
pemimpin Eropa.
Referendum itu juga bukan sesuatu yang luar biasa karena negara anggota Eropa lain,
Swedia, pernah melakukan hal yang sama pada 2003. Pada saat itu rakyat Swedia
menyatakan tidak mau bergabung untuk membentuk mata uang euro.
Mata uang euro saat ini dipegang oleh 19 negara anggota Uni Eropa, sementara negara
anggota lain seperti Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Hongaria, Polandia, Rumania, dan
Swedia menggunakan mata uang masing-masing. Apabila rakyat Yunani menolak maka akan
ada 7 negara anggota Uni Eropa yang tidak menggunakan mata uang Euro di wilayah
mereka.
18
Penolakan Yunani secara politik akan menyudutkan kebijakan pengetatan anggaran
(austerity) yang selama ini menjadi rumus ekonomi kebijakan liberal negara-negara Eropa.
Banyak ekonom yang simpati dengan Yunani terlepas dari apakah pemerintahannya dipimpin
oleh kelompok kiri atau bukan.
Dalam sebuah artikel yang ditulis di Financial Times (26/07) Joseph Stiglitz, Thomas Piketty,
Marcus Miller dan mantan PM Italia Massimo D’Alem memberikan pesan bagi para
pemimpin Eropa untuk berpikir lebih manusiawi dan rasional dalam menghadapi kesulitan
yang dialami Yunani. Persatuan Eropa akan ditentukan oleh kompromi yang tercapai antara
Yunani dan kreditor mereka.
Sebagian besar ekonom yang bersimpati kepada Yunani mengecam kebijakan Bank Sentral
Eropa yang tidak manusiawi dalam menetapkan reformasi yang sangat ketat kepada Yunani.
Tingkat pengangguran di Yunani saat ini mencapai 25% dan 50% di antara mereka adalah
angkatan kerja muda. GDP Yunani telah turun hingga 25% sejak 2009 dan membuktikan
bahwa paket reformasi dan kebijakan pengetatan anggaran tidak efektif menyelesaikan
masalah di Yunani.
Kreditor juga menggunakan batas waktu pengembalian utang sebagai alat politik untuk
menekan Yunani dan rakyat mereka. Para pemimpin Eropa mengatakan bahwa batasan waktu
bagi Yunani untuk mengembalikan utang adalah kredibilitas yang dipertahankan secara
politik dan batas waktu itu juga terkait dengan kepentingan negara lain yang tergabung di Uni
Eropa.
Pendapat ini dianggap tidak beralasan. Thomas Piketty dalam wawancara dengan Spiegel
Online Internasional mengingatkan bahwa Jerman dan Inggris yang terlibat utang pada 1945
bahkan belum membayar penuh utang-utang mereka. Tapi mengapa mereka sekarang yang
justru tidak bersikap simpati dengan negara yang sedang mengalami kesulitan uang. Batas
waktu dianggap politis dan tidak ada kaitan langsung dengan perbaikan ekonomi.
Para ekonom mengatakan bahwa yang dibutuhkan oleh Yunani saat ini adalah kelonggaran
waktu agar mereka bisa berkembang dan tumbuh. Para kreditor jangan hanya memikirkan
uang mereka kembali dengan cepat, tetapi juga harus memikirkan apa yang diderita oleh
rakyat Yunani untuk membayar utang-utang tersebut. Ekonomi mereka tidak bisa tumbuh
apabila pada waktu bersamaan mereka harus membayar utang dengan tingkat inflasi yang
tinggi.
Andrew Marshal (17/07/2011) juga memandang bahwa para pemimpin Eropa sangat licik
karena pada saat mereka meminta Pemerintah Yunani memotong belanja negara, mengurangi
pegawai negeri, dan menaikkan pajak, Angela Merkel and Nicolas Sarkozy juga memaksa
PM Yunani Papandreou untuk tetap menaati kontrak pembelian senjata dan peralatan perang
dari Jerman dan Inggris (AFP, 7/05/2010).
Para ekonom meminta agar para pemimpin Eropa memberikan kelonggaran dan waktu yang
19
lebih panjang bagi Yunani untuk dapat membayar utang-utang mereka sesuai dengan kondisi
yang mereka hadapi saat ini dan bukan kondisi yang dibayangkan oleh para kreditor.
Pengetatan anggaran juga jangan dijadikan alat untuk menghukum manajemen salah urus
yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Piketty menggambarkan Yunani seperti seorang
anak yang dihukum keras karena perbuatan orang tuanya yang tidak benar.
Dengan kejadian ini semua, kita perlu apresiasi tindakan pemimpin Yunani dalam mencari
jalan keluar dari krisis. Orientasi mereka untuk mengurangi penderitaan warga negaranya
adalah inspirasi bagi kita semua.
DINNA WISNU, PhD
Pengamat Hubungan Internasional; Co-founder & Director Paramadina Graduate School of
Diplomacy
@dinnawisnu
20
Mudik dan Mobilisasi
Koran SINDO
2 Juli 2015
Pekan-pekan ini topik hangat yang menjadi pembicaraan utama di kantor-kantor adalah
seputar tunjangan hari raya (THR) dan rencana mudik Lebaran 2015.
Selain memang waktunya kian mendekat, beroperasinya jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali)
menjadi kabar gembira bagi para pemudik dengan kendaraan roda empat. Mereka berharap
perjalanan mudik menjadi semakin lancar, tidak menyiksa seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pemudik dengan kendaraan roda dua juga tak kalah gembiranya dengan dibukanya tol Cipali.
Mereka memang tak bisa melewati tol tersebut. Tapi dengan beralihnya sebagian besar mobil
ke jalan tol, diharapkan jalur pantura akan menjadi lebih lapang dan nyaman untuk mereka
lalui. Setidak-tidaknya begitulah bayangan yang ada di benak kita saat ini.
Di negara kita, mudik telah menjadi fenomena yang luar biasa. Mungkin inilah salah satu
fenomena perpindahan penduduk terbesar di dunia selama kurun waktu satu-dua mingguan.
Maka sudah sepatutnya kalau pemerintah tidak mengurusnya dengan cara yang biasa.
Business as usual. Harus ada cara luar biasa. Mengapa? Berikut adalah catatan saya.
Dua Hari
Pertama, jumlah pemudik yang terus meningkat. Ini artinya urbanisasi di Tanah Air luar
biasa. Pada tahun 2013, jumlahnya mencapai 22 juta jiwa. Di dunia saja, setiap tahun ada 65
juta penduduk yang melakukan urbanisasi. Artinya 30% ada di negeri ini. Lalu, tahun lalu
meningkat menjadi 27 juta jiwa atau naik lebih dari 20%. Untuk tahun 2015, menurut
perkiraan Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik bakal naik 2% atau menjadi 27,5 juta.
Ini jelas bukan jumlah yang sedikit untuk diurus dengan cara-cara biasa.
Kedua, harap diingat perpindahan penduduk dalam jumlah yang sebesar itu mungkin hanya
akan berlangsung dalam waktu dua hari. Pihak kepolisian memperkirakan itu hanya akan
terjadi 15-16 Juli 2015. Hal serupa juga akan terjadi pada saat pulang mudik. Puncaknya juga
mungkin jatuh dalam waktu dua hari menjelang H+7. Dengan pemudik yang begitu besar dan
terus bertambah jumlahnya, serta puncak waktu kepulangan atau keberangkatan yang rata-
rata hanya dua hari, maka sarana transportasi publik yang tersedia pasti tak akan
memadai. Begitu pula dengan kemampuan jalan-jalan raya untuk menampung kendaraan-
kendaraan pribadi.
21
Maka tak heran kalau kemacetan luar biasa selalu terjadi pada saat mudik. Ini tentu akan
berimbas pada lamanya waktu perjalanan. Pada tahun 2013, misalnya, rata-rata lama tempuh
pemudik dengan kendaraan bermotor atau mobil untuk tujuan Solo atau Yogyakarta bisa
mencapai 20-an jam. Anda mungkin masih ingat, selama tahun 2014 lama perjalanan yang
ditempuh pemudik amat mengerikan. Akibat rusaknya Jembatan Comal di Pemalang, Jawa
Tengah, perjalanan pulang mudik molor bisa mencapai lebih dari 30 jam. Di beberapa
perusahaan, saya dengar keluhan banyak karyawannya yang terpaksa telat ngantor karena
harus menghabiskan waktu lebih dari satu hari, bahkan ada yang lebih dari dua hari
perjalanan.
Ketiga, terus meningkatnya jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan
pribadi. Kementerian Perhubungan memprediksi pemudik dengan mobil bakal naik hampir
6% dan yang memakai sepeda motor tumbuh hampir 8%.
Keempat, ini yang membuat kita miris. Selama perjalanan berangkat dan pulang mudik selalu
saja terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban luka ringan, berat, sampai meninggal
dunia. Celakanya angkanya terus bertambah. Pada tahun 2014, jumlah korban jiwa memang
turun menjadi 538 jiwa, sementara tahun sebelumnya mencapai 686 jiwa. Namun, apakah
angka statistiknya sudah tepat? Mestinya ini tidak boleh terjadi. Pulang mudik dan
merayakan Lebaran adalah pesta penuh kegembiraan. Jangan sampai diwarnai oleh tangisan
dari keluarga korban.
Kelima, tidak bisa tidak, kita mesti menyinggung masalah bisnis. Selama waktu Lebaran,
jumlah uang yang berpindah dari kota ke desa-desa bakal meningkat. Untuk tahun 2014,
menurut data Bank Indonesia, jumlahnya mencapai minimal Rp118 triliun. Ini naik 14,9%
dibandingkan mudik tahun 2013 yang Rp103,2 triliun.
Anda tahu berapa jumlah uang yang beredar selama tahun 2014? Menurut data BI, nilainya
mencapai Rp4.170,7 triliun. Itu artinya selama Lebaran 2014 yang berlangsung kira-kira
selama dua minggu, sebanyak 2,5% dari uang yang beredar secara nasional berpindah dari
kota ke desa-desa. Ini tentu baik bagi kawasan perdesaan.
Jangan BAU
Melihat lima alasan tadi, saya kira Anda bisa menambahkan dengan beberapa alasan lainnya,
saya kira sudah sepantasnya kalau pemerintah lebih serius mengurus para pemudik tadi.
Ingat, mereka adalah pemegang saham Republik ini. Jadi jangan ditangani dengan sikap
business as usual atau BAU. Harus ada upaya ekstra.
Sangat pantas jika negara berbuat untuk melayani para pemudik. Apa yang bisa dilakukan
pemerintah? Mobilisasi mudik. Bagaimana caranya? Mudah saja. Pemerintah menetapkan
hari dan jam keberangkatan pemudik. Dengan asumsi banyak pemudik akan berangkat pada
Rabu, 15 Juli 2015, pemerintah mengatur bahwa untuk pukul 07.00 adalah pemberangkatan
pemudik yang menggunakan sepeda motor. Lalu, mulai pukul 12.00 untuk rombongan
22
pemudik dengan kendaraan roda empat. Lalu untuk angkutan udara dan laut, tetapkan
mekanisme tarif yang berbeda untuk mengatur arus. Jangan sampai semua orang ingin
berangkat pada jam yang sama. Ya, tarifnya harus dibedakan.
Rombongan tidak dilepas begitu saja, tetapi harus dikawal sepanjang perjalanan. Proses
pengawalan bisa dilakukan secara estafet oleh Polda Metro Jaya, yang dilanjutkan oleh Polda
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dengan cara seperti ini, kecepatan kendaraan
rombongan pemudik bisa dikendalikan dan tak ada lagi pengemudi yang mau ngebut
seenaknya sendiri.
Lalu, jalan raya yang akan dilalui para pemudik mesti dikosongkan terlebih dahulu. Semua
jalur selama pemudik melintas dibuat satu arah. Begitu pula pasar-pasar tumpah mesti
dibereskan. Jangan ada pasar tumpah. Informasi soal ini juga harus diumumkan jauh-jauh
hari agar pengguna jalan yang lain bisa menyesuaikan diri. Jangan sampai mereka bertemu
dengan rombongan para pemudik.
Untuk mengakomodasi kepentingan bisnis, dan memberikan waktu beristirahat bagi para
pemudik, silakan pemerintah daerah menyiapkan kantong-kantong guna dijadikan rest area.
Setiap lima jam, sebaiknya para pemudik beristirahat. Kantong-kantong itu juga dijaga
kebersihannya.
Saya yakin mudik kali ini bisa dikelola dengan cara seperti itu, dimobilisasi, waktu tempuh
akan jauh lebih singkat, dan korban jiwa akibat kecelakaan bisa ditekan seminimal mungkin.
Sebagai penutup, supaya ini menjadi proyek nasional, alangkah baiknya kalau Presiden
Jokowi memimpin langsung rombongan pemudik. Silakan Presiden Jokowi mengendarai
Esemka-nya untuk pulang mudik dari Jakarta ke Solo. Bukankah sekali waktu kita pantas
memberikan kesempatan kepada presiden kita untuk beristirahat, berkumpul bersama
keluarga besarnya pada hari yang penuh berkah. Selamat mudik!
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
23
The Fed, Yunani, dan Cina
Koran SINDO
13 Juli 2015
Di saat ekonomi nasional fokus untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi, kita
harus menghadapi tekanan yang bertubi-tubi dari eksternal. Ekonomi global penuh dengan
kejutan yang langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap kinerja ekonomi
nasional.
Di saat hampir semua negara emerging dan berkembang mewaspadai dampak kenaikan suku
bunga The Fed yang keputusannya mengalami serangkaian penundaan, dunia dikejutkan
dengan eskalasi persoalan krisis utang Yunani. Sebelum krisis utang Yunani menemukan
penyelesaian, dunia dikejutkan dengan jatuhnya harga saham di pasar modal Cina yang
membuat panik tidak hanya pasar keuangan, melainkan juga para pelaku ekonomi
global. Melihat perkembangan seperti ini, tidak akan mengherankan apabila dalam waktu
dekat pertumbuhan ekonomi global akan kembali direvisi ke bawah oleh sejumlah lembaga
internasional.
Meski rencana The Fed untuk melakukan pengurangan stimulus (tapering-off) dan
menaikkan suku bunga bagi Indonesia dampaknya tidak sebesar beberapa negara seperti
Rusia, Brasil, dan Turki, efeknya tidak juga bisa dianggap ringan. Seperti kita ketahui
bersama, dampak rencana keputusan The Fed untuk melakukan pengurangan dana stimulus
moneter sebesar USD85 miliar per bulan untuk pembelian obligasi telah kita rasakan
tekanannya sejak kuartal akhir 2013. Salah satu dampak yang sangat kita rasakan adalah
tekanan terhadap nilai tukar mata uang rupiah.
Sampai Juni-Juli 2013, nilai tukar mata uang rupiah kita berada dalam kisaran Rp9.800-9.900
per dolar Amerika Serikat (AS). Namun dengan adanya rencana pengurangan stimulus
moneter dan rencana normalisasi kebijakan The Fed melalui kenaikan suku bunga acuan,
kurs rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS. Pada awal September 2013, kurs rupiah di pasar
spot bergerak di level Rp11.093 per dolar AS. Dan pada 24 Desember 2013, di pasar spot
tercatat rupiah terdepresiasi di level Rp12.215 per dolar AS. Sepanjang tahun 2014,
ketidakpastian kapan The Fed akan mengakhiri stimulus moneter dan menaikkan suku bunga
juga sangat memengaruhi sentimen para pelaku ekonomi.
Memang masih terdapat beberapa faktor lain yang juga ikut memengaruhi kurs rupiah,
mobilitas, dan aliran dana akibat konsolidasi investor global di pasar keuangan ikut
memengaruhi pergerakan rupiah. Nilai tukar rupiah juga bergerak fluktuatif dari posisi
12.000 di awal Januari 2014, kemudian menguat di posisi 11.692 seusai putusan Mahkamah
Konstitusi tentang pilpres pada 21 Agustus 2014, tetapi kembali terdepresiasi di posisi
24
terendah dan menyentuh Rp12.900 pada pertengahan Desember 2014. Saat ini, nilai tukar
rupiah masih tertekan dan berada di posisi Rp13.314 per dolar AS pada Jumat (10/7).
***
Di saat kita masih menunggu kepastian kapan The Fed akan menaikkan suku bunga,
perhatian dunia teralihkan pada krisis utang di Yunani. Eskalasi persoalan Yunani memuncak
ketika negara itu berada dalam posisi tidak mampu melunasi utang kepada IMF sebesar
USD1,8 miliar yang jatuh tempo pada 30 Juni 2015.
Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras menyerahkan keputusan apakah Yunani akan
menerima dana talangan dari Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa, dan IMF sebesar 7,2 miliar
euro, tetapi dengan persyaratan yang cukup berat melalui mekanisme referendum pada 5 Juli
2015. Hasil referendum menyatakan, 61,5% rakyat Yunani menolak dana talangan dan saat
ini perundingan untuk mencari solusi sedang dilakukan.
Meskipun dampak krisis Yunani terhadap perekonomian nasional tidak terlalu besar, efek
psikologisnya bagi investor global ternyata tidak sederhana. Transmisi dari krisis Yunani ke
perekonomian nasional tidaklah langsung mengingat baik perdagangan maupun investasi
Yunani dan Eropa dengan Indonesia tidaklah sesensitif dengan negara ASEAN, Cina, Jepang,
dan Amerika Serikat. Persoalan muncul ketika krisis Yunani hadir di saat banyak negara
sedang mempersiapkan kebijakan mitigasi kalau The Fed ternyata menaikkan suku bunga
acuan pada September 2015.
Kekhawatiran krisis Yunani akan membuat indeks dolar menguat terhadap mata uang euro.
Dan hal ini akan menambah komplikasi baru bagi banyak negara di saat mereka sedang
bersiap melakukan policy response terhadap kebijakan The Fed terkait dengan pengelolaan
cadangan devisa, nilai tukar mata uang, tingkat suku bunga, dan stabilitas sistem keuangan.
***
Ketika kita semua fokus pada krisis Yunani, tiba-tiba kita dikejutkan dengan kejatuhan bursa
saham Cina. Sebelumnya indeks saham Shanghai, Shenzhen, dan Hong Kong menguat
dengan cepat dan menciptakan bubble karena peningkatan harga saham tidak diimbangi
dengan penguatan di sektor riil akibat perlambatan ekonomi di Cina.
Kekhawatiran ini telah membuat harga saham di Cina jatuh 30% dari posisi tertinggi pada
Juni 2015. Jatuhnya bursa saham di Cina sempat membuat investor panik baik pemodal
dalam negeri maupun global. Hal ini tidaklah mengherankan karena 80% saham dimiliki
investor kecil dan kelas menengah baru Cina. Kejatuhan harga saham membuat kekayaan
mereka tiba-tiba hilang dalam hitungan minggu.
Sementara bagi investor global, apa yang terjadi di bursa saham Cina menambah tekanan
risiko berinvestasi di negara berkembang dan emerging. Kejatuhan harga saham Cina
25
menambah deretan fragilitas pasar saham negara berkembang setelah bursa saham Brasil
yang turun 20% (Juni-Juli 2013), Cile turun 22% (Maret-September 2013), Rusia 31% (Mei-
Oktober 2011).
Meski begitu, dalam beberapa hari terakhir bursa saham Cina menunjukkan arah perbaikan
setelah adanya intervensi dari pemerintah. Pada penutupan perdagangan (10/07) indeks
Shanghai naik 4,5% dan indeks Hong Kong juga naik 2,08%, tetapi hal ini belum
memberikan kepastian arah dan prospek perekonomian Cina secara keseluruhan. Mengingat
kerugian investor cukup besar akibat jatuhnya pasar saham Cina dan ditaksir angkanya
mencapai tidak kurang dari USD3 triliun.
Selain itu, Cina yang saat ini menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia berpotensi
mengganggu prospek ekonomi regional maupun global. Transmisi dampak tidak hanya ke
sektor pasar uang dan saham, melainkan juga berisiko mengganggu kinerja sektor riil ke
negara-negara yang selama ini menjadi mitra perdagangan dan investasi Cina.
Bagi Indonesia, ketiga tekanan tersebut perlu diwaspadai karena dampaknya tidak hanya akan
kita rasakan pada pasar saham, uang, melainkan juga prospek ekspor nasional. Di saat
perekonomian nasional menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi, di mana pada
kuartal I 2015 kita hanya mampu tumbuh 4,71% dan pada kuartal II 2015 sepertinya
pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tidak juga mengalami lonjakan pertumbuhan output
secara signifikan, maka tekanan eksternal berpotensi mengurangi tingkat keyakinan
(confidence level) baik konsumen maupun produsen dalam negeri.
Proyeksi BI terakhir juga memperkirakan ekonomi nasional hanya akan tumbuh sebesar 4,7%
pada kuartal II 2015. Sementara itu, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi kita akan tumbuh
sebesar 4,7%.
Harus diakui, saat ini perekonomian nasional menghadapi dua tantangan sekaligus. Pertama,
memitigasi dampak ketidakpastian yang saat ini bersumber dari The Fed, Yunani, dan
Cina. Kedua, meningkatkan optimisme baik konsumen maupun para pelaku ekonomi dalam
negeri akan prospek perekonomian nasional.
Pemerintah semakin dituntut untuk terus waspada dan tidak meremehkan kondisi ini
mengingat integrasi perekonomian nasional ke sistem ekonomi global semakin
dalam. Akibatnya ekonomi kita akan menjadi semakin sensitif terhadap setiap gejolak yang
terjadi di negara lain. Pemerintah diharapkan cepat dan tepat membuat kebijakan yang
terukur agar ekonomi kita berdaya tahan di tengah ketidakpastian dan dampak gejolak yang
bersumber dari eksternal.
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
26
Energi Terbarukan dan Batu Akik
Koran SINDO
15 Juli 2015
Apa persamaan dan perbedaan antara perdagangan batu akik dan perdagangan energi
terbarukan? Persamaannya adalah berlakunya hukum permintaan dan penawaran.
Perbedaannya adalah nilai tambah yang dikembangbiakkan oleh rantai produksi. Batu akik
lahir dari momentum yang sifatnya jangka pendek, sementara perdagangan energi terbarukan
lahir dari proses pertimbangan yang panjang dan mendalam. Ruang lingkup ekspansinya juga
lebih luas, membutuhkan dukungan luas di tingkat global.
Perbandingan perdagangan batu akik dan energi terbarukan mungkin tidak apple to apple.
Tapi memang maksud dari perbandingan itu adalah untuk menjelaskan bahwa dalam
perdagangan luar negeri dan kaitannya dengan politik hubungan internasional, negara dunia
berkembang atau Indonesia khususnya selalu tertinggal dan mengekor tren pasar.
Mereka yang berinvestasi di pasar saham mengenal istilah “tren”. Istilah ini digunakan untuk
menggambarkan kecenderungan harga saham atau pasar. Ketika harga saham naik karena
diburu orang dikenallah istilah “bullish”, sementara bila orang berlomba-lomba menjualnya
disebut “bearish”.
Tren dapat bersifat jangka panjang dan jangka pendek. Salah satu tren jangka pendek yang
menuntut sikap kehati-hatian adalah ketika berada di dalam situasi crowded short, yaitu pasar
yang tidak stabil karena tidak didukung oleh dasar ekonomi yang kuat dan hanya
menguntungkan sesaat.
Fenomena perdagangan batu akik bagi saya bukan sesuatu yang luar biasa karena
demikianlah sistem pasar bekerja. Yang membedakan dengan perdagangan energi terbarukan
adalah nilai tambah dan nilai ekonomis yang dilahirkannya. Perbedaan ini juga
mencerminkan perbedaan tingkat kekuatan produksi sebuah masyarakat dibandingkan dengan
masyarakat lain. Kekuatan produksi yang dimaksud adalah tingkat kemajuan teknologi dan
pengetahuannya. Semakin tinggi teknologi dan pengetahuannya, semakin kuat kekuatan
produksinya.
Kita bandingkan misalnya antara perdagangan batu akik dan perdagangan energi terbarukan
Perdagangan batu akik, tanaman anturium atau produk-produk lain yang dilakukan oleh
negara berkembang mengandalkan sumber daya alam yang melimpah. Kita hanya perlu
investasi teknologi yang mengembangbiakkan komoditas dalam skala tertentu atau menggali
jauh ke dalam hutan atau sungai untuk menemukan bongkahan batu idaman yang dapat
27
dipoles menjadi batu akik. Tingkat pengetahuan yang dikembangkan pun terbatas.
Perdagangan itu memang akan mendorong dan menggerakkan rantai produksi lain seperti
mesin pemotong, ampelas, dan alat produksi lainnya, tetapi hanya sebatas itu. Saat pasar
sudah jenuh, kita tidak dapat melakukan ekspansi lebih luas. Karena perdagangan ini hanya
memiliki momentumnya di Indonesia dan tidak berkelanjutan.
Perdagangan energi terbarukan juga menggunakan prinsip yang sama, tetapi dalam kekuatan
produksi yang jauh lebih tinggi. Masyarakat yang terlibat jenis perdagangan ini telah
merencanakannya dengan matang, mencakup seluruh aspek dari ekonomi, sosial hingga
politik luar negerinya. Mereka mencoba membuat perdagangan ini tidak hanya mencapai
momentum di Eropa, tetapi juga di dunia sehingga bisa berkelanjutan dan bahkan
mengembangbiakkan jenis produk lain yang berkaitan.
Satu tanda menarik dari fenomena ini adalah deklarasi negara-negara G-7 minggu lalu yang
menetapkan tidak akan menggunakan bahan bakar fosil pada akhir abad ini. Kanada dan
Jepang yang biasanya sulit untuk memberikan konsensus mengenai perubahan iklim terpaksa
tunduk mengikuti. Mereka menyepakati untuk mempertahankan tingkat kenaikan suhu dunia
di bawah 2 derajat Celsius. Mereka setuju dengan Intergovernmental Panel on Climate
Change yang merekomendasikan pengurangan 40-70% gas emisi rumah kaca dari batas tahun
2010 dan dekarbonisasi ekonomi global pada akhir abad ini.
Konfirmasi bahwa perdagangan energi terbarukan akan menjadi dasar perdagangan dunia
dalam beberapa puluh tahun ke depan juga dapat dilihat dari sikap Cina yang mengumumkan
target pengurangan emisi gas kaca kepada PBB pada minggu lalu. Cina yang selama ini
menjadi salah satu negara polutan tertinggi dan enggan untuk melakukan komitmen
perjanjian lingkungan dunia yang dianggap akan menghambat pertumbuhan ekonominya
telah menyatakan komitmen untuk mengurangi tingkat aktivitas karbonnya menjadi 60-65%
dari tingkat tahun 2005 pada 2030.
Saya meyakini sikap Cina sebagai konfirmasi perubahan peta perdagangan dunia karena Cina
adalah negara yang memiliki informasi penuh terhadap kompetitor mereka di Eropa dan
Amerika. Mereka tidak melakukan komitmen apabila tidak yakin bahwa komitmen itu akan
menguntungkan pertumbuhan ekonominya. Kita sebagai negara yang memiliki keterbatasan
dalam menggali informasi negara maju dapat memanfaatkan kelebihan Cina sebagai
pertimbangan kebijakan ekonomi-politik kita ke masa depan.
Konsekuensi dari komitmen Eropa, Amerika, dan Cina adalah timbulnya permintaan pasar
terhadap energi terbarukan. Stian Reklev yang dikutip Bloomberg menyatakan bahwa untuk
Cina sendiri, komitmen itu sudah akan menumbuhkan pasar sumber energi non-fosil
sebanyak 20% pada 2030.
Dunia saat ini berlomba-lomba memasang pembangkit energi terbarukan dibandingkan
energi fosil yang berasal dari minyak atau batu bara. Tahun 2013 di dunia telah terpasang
28
sumber listrik dari energi terbarukan dengan kapasitas 143 gigawatt, tidak jauh dibandingkan
kapasitas listrik dari pembangkit tenaga fosil (141 gigawatt) (Tom Randall, Bloomberg 15/4/
2015). Dalam tahun 2030, akan empat kali lebih banyak terinstalasi sumber energi
terbarukan.
Ini tanda bahwa pembangunan energi kita berjalan bertolak belakang dengan tren ke depan.
Di saat dunia, bahkan Cina, mulai membuang pembangkit listrik yang berbahan bakar fosil,
kita justru tengah gencar menginstalasi pembangkit tersebut. Saya membayangkan apa yang
terjadi tahun 2030 nanti adalah tekanan politik yang keras terhadap produk-produk Indonesia
seperti yang kini terjadi pada produk agrikultur semisal minyak kelapa sawit.
Saat ini kita bertahan karena Cina sebagai pasar terbesar minyak kelapa sawit masih
menerima produk-produk yang dianggap tidak ramah lingkungan oleh negara maju.
Bayangkan apa yang terjadi apabila Cina sudah berada di posisi politik yang sama dengan
negara maju karena mereka sudah meramalkan tren energi? Mereka mungkin tidak peduli
dengan nasib produk-produk kita.
Dalam jangka pendek, kita juga harus hati-hati menggunakan produk teknologi dari negara-
negara lain. Karena kemungkinan mereka sendiri sudah membuang teknologi tersebut
sehingga kita justru membutuhkan biaya yang besar setelah pembelian teknologi hanya demi
memperbaiki atau mengubahnya.
Pemerintah harus cermat melihat perkembangan ekonomi dan politik internasional yang
terjadi belakangan ini terutama dalam proses restrukturisasi pasar akibat resesi ekonomi sejak
tahun 2008. Kita tidak bisa membiarkan diri terus mengekor tren pasar yang ditentukan oleh
negara-negara lain. Apabila kita tidak dapat menciptakan tren alternatif, kita harus mampu
bersaing dengan mereka dalam tren pasar yang berkembang ke depan dengan memperkuat
inovasi teknologi dan pengetahuan.
DINNA WISNU, PhD
Pengamat Hubungan Internasional; Co-founder & Director Paramadina Graduate School of
Diplomacy
@dinnawisnu
29
Arti Kunjungan Cameron
Koran SINDO
29 Juli 2015
Dua hari lalu saya menghadiri sebuah pertemuan bisnis antara para pengusaha Inggris dengan
perwakilan pengusaha Indonesia di Sekretariat ASEAN. Pertemuan tersebut seiring dengan
kunjungan Perdana Menteri David Cameron ke Indonesia.
Sambil para pebisnis berdiskusi, Cameron menemui para petinggi diplomasi dari negara-
negara ASEAN. Tujuannya tidak lain adalah membicarakan upaya peningkatan hubungan
ekonomi antara Inggris dan ASEAN.
Ada beberapa catatan yang mungkin menarik untuk kita lihat perkembangannya dalam
beberapa tahun ke depan. Pertama, para pelaku usaha dari Inggris ingin mengadakan kerja
sama perdagangan melalui satu pintu, yaitu ASEAN. Mereka mengharapkan bahwa dengan
bertemu para perwakilan ASEAN, tawaran kerja sama dapat otomatis bergulir dari negara-
negara anggota ASEAN.
Tentu hal ini mengejutkan banyak orang yang hadir karena kita semua tahu, ASEAN bukan
seperti Masyarakat Uni Eropa yang homogen dan bisa bergerak satu langkah dalam kerja
sama perdagangan dengan negara lain. Otonomi negara anggota ASEAN lebih kuat daripada
ASEAN itu sendiri sehingga sulit untuk melakukan kebijakan satu pintu. Saya tidak paham
apakah pandangan tersebut dilandasi kurangnya informasi atau memang mereka meyakini
bahwa “satu pintu” ekonomi ASEAN dapat terwujud.
Di sisi lain pernyataan ini mungkin juga disebabkan Inggris merasa bahwa perdagangan
antara Eropa dan ASEAN kalah cepat dibandingkan antara ASEAN dengan Cina atau
ASEAN dengan Jepang. Cina, misalnya, terlihat dengan jelas telah menanam investasi di
mana-mana dan produk-produk mereka pun sudah masuk ke pasar ASEAN, termasuk ke
jaringan pasar kaki lima hingga pasar gelap.
Inggris mengetahui bahwa bila perjanjian perdagangan antara Eropa dan ASEAN dapat
berjalan mulus, ada potensi keuntungan ekonomi sebesar 3 miliar poundsterling per tahun
bagi Inggris (Guardian, 27/7/2015). Sayangnya ini masih mimpi.
Kedua, Perdana Menteri Inggris berkunjung dengan membawa serta lebih dari 30 pimpinan
perusahaan asal Inggris yang sebagian besar bergerak di industri teknologi, infrastruktur,
keuangan, dan energi yang terbarukan. Ini adalah sinyal strategi Inggris untuk tidak
menggantungkan diri pada pasar Eropa.
30
Hal ini bisa saja terkait dengan rencana Cameron yang telah berjanji dalam kampanyenya
bahwa pemerintahannya akan bertanya kepada masyarakat Inggris melalui referendum
apakah mereka tetap akan berada di dalam Masyarakat Uni Eropa (UE) atau keluar sama
sekali. Walaupun Cameron memilih untuk bertahan di dalam masyarakat UE, ia mesti
menghadapi kenyataan dua pertiga dari anggota partai yang memenangkan dirinya sebagai
perdana menteri lebih memilih untuk keluar dari UE.
Di sisi lain, kunjungannya ke Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain bisa
disimpulkan demi meningkatkan daya tawar atau memberi tekanan kepada UE agar
melakukan reformasi. Beberapa “paket reformasi” yang selalu ia komunikasikan dengan para
pemimpin Eropa lain di antaranya: mengizinkan Inggris untuk tidak mengikuti ambisi UE
“mempererat union“ masyarakat Eropa, membatasi akses tunjangan pekerja bagi migran-
migran UE, memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen nasional untuk
menghadang/menolak legislasi UE, membebaskan bisnis dari rumitnya birokrasi dan “campur
tangan berlebihan” dari Brussels, serta menyediakan akses bagi pasar-pasar baru melalui
“cara cepat” mengembangkan kesepakatan perdagangan bebas dengan Amerika dan Asia
(BBC, 13/5/2015). Cameron sudah mengancam sejak jauh-jauh hari bahwa kalau reformasi
itu tidak disetujui, ia tidak mau berkampanye agar Inggris tetap di dalam Masyarakat Eropa.
***
Langkah Perdana Menteri Inggris untuk menyiapkan pasar seandainya Inggris nanti benar-
benar ingin keluar dari Masyarakat UE patut kita ambil hikmahnya. Ia sebagai perdana
menteri telah mempersiapkan pemerintahannya untuk tidak hanya mandiri, tetapi juga
mampu bersaing dengan negara-negara anggota UE lain dalam merebut pasar di Asia.
Menarik bahwa Cameron merasa perlu melakukan langkah agresif karena negara-negara lain
seperti Cina atau India sudah mulai masuk bersaing merebut “keunggulan komparatif”
bangsa-bangsa Eropa yang selama ini menguasai pasar produk-produk dengan nilai tambah
tinggi seperti teknologi informasi, pesawat terbang, mesin-mesin, teknologi energi
terbarukan, komunikasi, dan sebagainya.
Ecaterina Stanculescu (2014) memaparkan bahwa dalam kategori tersebut, ekspor Eropa ke
pasar internasional lebih rendah dibandingkan dengan ekspor Cina di sektor yang sama.
Ekspor Eropa ke pasar internasional pada 2007 hanya USD268 miliar, sedangkan Cina
USD338,4 miliar. Di tahun 2012, Eropa hanya USD350,7 miliar, Cina mampu mencapai
USD592,2 miliar.
“Kekalahan” Eropa itu tidak hanya di pasar internasional, tetapi juga dalam hubungan
perdagangan antara Eropa dan Cina itu sendiri. Tahun 2007, produk teknologi tinggi yang
diekspor dari Eropa ke Cina senilai USD18,3 miliar, sedangkan mereka mengimpor USD80,8
miliar dari Cina. Defisit ini juga terjadi di tahun 2012 di mana Eropa dapat meningkatkan
nilai ekspor menjadi USD30,3 miliar, tetapi juga mengimpor lebih banyak, yakni senilai
USD111,6 miliar.
31
Di sisi lain, langkah Cina untuk masuk dalam kompetisi pasar teknologi tinggi mungkin
didorong rasa nasionalisme yang tinggi pula untuk maju sebagai negara besar. Tapi hal yang
paling penting adalah prediksi bahwa mata uang mereka, renminbi, mungkin akan menguat
dalam beberapa tahun ke depan. Apabila renminbi menguat, industri ekspor Cina akan kalah
bersaing. Oleh sebab itu, penting bagi Cina untuk menghasilkan produk teknologi tinggi agar
mereka mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dengan biaya produksi yang lebih
ekonomis. Apabila Cina tidak segera mengembangkan industri-industri padat teknologi yang
mampu memproduksi produk-produk yang dibutuhkan pasar, mereka akan kehilangan
momentum tersebut.
Fakta-fakta tersebutlah yang membuat Inggris tampaknya jauh lebih “rasional” menghadapi
tantangan pasar ke depan dibandingkan dengan negara anggota Eropa lain. Bagi Indonesia,
langkah Inggris itu bisa bermanfaat bagi kita untuk meningkatkan daya tawar kita kepada
Cina juga.
Di sisi lain, kita, khususnya politisi, aktivis, dan birokrat/birokrasi, perlu belajar dari Cina dan
Inggris bahwa kebijakan politik dan ekonomi harus benar-benar diperhitungkan dengan baik.
Konsolidasi politik yang cukup baik dan membuat pasar stabil harus menjadi modal
pemerintah ke depan untuk memikirkan langkah-langkah strategis.
Inggris dan Cina adalah dua negara dengan sistem politik yang bertolak belakang, tetapi
mereka bisa melakukan manuver politik ekonomi yang akan menguntungkan generasi mereka
di masa depan. Bagaimana dengan Indonesia?
DINNA WISNU, PhD
Pengamat Hubungan Internasional; Co-founder & Director Paramadina Graduate School of
Diplomacy
@dinnawisnu
32
El Nino dan Ekonomi Domestik
Koran SINDO
3 Agustus 2015
Saat ini perekonomian nasional tengah menghadapi tantangan baru dengan hadirnya
fenomena alam El Nino.
Gelombang panas El Nino yang melanda Indonesia saat ini mengakibatkan kenaikan
temperatur dan memundurkan awal musim hujan di wilayah Indonesia. Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengidentifikasi wilayah-wilayah yang terdampak
kekeringan akibat El Nino seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tenggara.
El Nino yang melanda Indonesia saat ini tergolong moderat, tetapi berpeluang menguat
sampai November 2015. Kekeringan, kebakaran hutan, kekurangan air, menurunnya produksi
holtikultura, dan tertekannya tingkat kesejahteraan petani serta potensi naiknya angka
kemiskinan terutama di perdesaan merupakan dampak yang harus diantisipasi, baik oleh
pemerintah pusat maupun daerah. Tanpa penanganan yang serius dan terpadu, dikhawatirkan
El Nino akan memperparah kondisi perekonomian nasional yang dalam beberapa waktu
terakhir mengalami tekanan dari berbagai sisi.
El Nino dipastikan akan menambah tekanan baru bagi perekonomian nasional. Di saat kita
fokus untuk memitigisi tekanan volatilitas di pasar saham, penurunan nilai tukar rupiah,
melemahnya permintaan dan harga komoditas ekspor utama nasional, serta ketidakpastian
pengumuman serta besaran kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, dampak El Nino akan
meningkatkan risiko prospek perekonomian nasional. Sementara di dalam negeri kita juga
masih terkendala pelemahan daya beli domestik, lambatnya serapan belanja pemerintah,
terbatasnya pertumbuhan industri dan sektor riil serta melambatnya pertumbuhan angkatan
kerja.
Persiapan dan antisipasi kebijakan yang tepat dan terukur perlu segera disusun agar dampak
El Nino tidak memperburuk situasi perekonomian dan kesejahteraan rakyat khususnya para
petani dan masyarakat yang tinggal di perdesaan. Dampak El Nino tidak bisa dianggap ringan
dan sederhana terutama bagi negara yang porsi ekonomi pertanian dan perkebunannya sangat
besar. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga sejumlah negara akan terkena dampak yang
sangat serius dari El Nino seperti Australia, Malaysia, Filipina, dan India.
Sejumlah penelitian di beberapa negara juga mendokumentasikan dampak El Nino yang
sangat besar bagi perekonomian suatu negara. Misalnya saja penelitian yang dilakukan
33
Hoogeven (2000) menunjukkan dampak El Nino yang terjadi di Filipina ke peningkatan
angka kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan dengan dampak krisis keuangan 1997-1998.
Akibat El Nino pada waktu itu, sektor pertanian Filipina terkontraksi sebesar 6,6% dan output
industri turun 1,7%.
Hal ini mengakibatkan angka pengangguran Filipina naik dua digit menjadi 10,1% di 1998
dan angka inflasi juga tercatat dua digit seiring dengan penurunan produksi di sektor
pertanian yang mengerek harga komoditas. Pada akhirnya krisis membuat penerimaan negara
di Filipina turun dan memaksa belanja publik dipangkas.
Tidak jauh berbeda dengan Filipina, bagi Indonesia, sektor pertanian, perkebunan, dan
kehutanan memainkan peranan sangat penting bagi perekonomian nasional. Kontribusi sektor
ini tecermin baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi, dan kontribusi terhadap pembentukan produk domestik bruto. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS), per Februari 2015 dari 120 juta tenaga kerja usia 15 tahun ke atas, tidak
kurang dari 40 juta orang bekerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perburuan.
Sektor ini menyerap angkatan kerja terbesar dan merepresentasikan serapan sebesar 33,2%.
Selain itu, juga menurut data BPS, sektor ini menjadi salah satu kontributor penting
pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015 dengan sumbangan sebesar 0,5% setelah sektor industri
pengolahan (0,85%) dan konstruksi (0,57%). Sektor ini menempati urutan kedua atas
pembentukan PDB sebesar 13,75% setelah industri pengolahan sebesar 21,14%.
Dengan kata lain, perekonomian nasional memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap
kinerja output maupun ketenagakerjaan dari sektor pertanian dan perkebunan. Ketika sektor
ini mengalami penurunan akibat El Nino, sangat berisiko mengganggu perekonomian
domestik pada kuartal III dan IV 2015. Sementara pemerintah sangat mengharapkan kinerja
ekonomi di dua kuartal terakhir dapat mengompensasi lambatnya pertumbuhan ekonomi pada
kwartal I 2015 yang hanya 4,71% dan belum menggeliatnya ekonomi pada kuartal II 2015.
Apabila kondisi ini berlanjut tanpa penanganan yang serius, tidak menutup kemungkinan
realisasi pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin jauh di bawah target APBNP-2015
sebesar 5,7%. Terlebih isu yang beredar menguatkan The Fed akan menaikkan suku bunga
pada September 2015 yang berpeluang diikuti dengan kenaikan BI rate. Apabila hal ini
terjadi, ekonomi nasional akan semakin tertekan akibat dampak kenaikan suku bunga, masih
melemahnya daya beli masyarakat dan terganggunya produktivitas di sektor pertanian dan
perkebunan yang berkontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan dan pembentukan PDB
nasional.
Dampak lainnya yang akan terasa adalah kesejahteraan petani, pengangguran, menurunnya
produksi holtikultura, dan memperbesar angka kemiskinan di sektor pertanian dan perdesaan.
Data dari BPS pada 2014 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan di perdesaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan. Terdapat
13,8% penduduk di perdesaan yang masuk dalam kelompok miskin, sedangkan di perkotaan
34
persentasenya sebesar 8,2%.
Kualitas hidup seperti akses dan ketersediaan air bersih yang semakin menurun akibat
kekeringan akibat El Nino juga akan semakin menurun apabila tidak tertangani secara baik.
BMKG juga telah mengidentifikasi daerah seperti Jawa tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara
Timur (NTT), danNusa Tenggara Barat (NTB) telah mengalami musim kemarau yang
panjang serta kekeringan.
Belajar dari pengalaman sejumlah negara ditambah dengan kondisi perekonomian nasional
saat ini serta risiko ke depan yang masih terus kita hadapi, sudah sepatutnya pemerintah
mengambil langkah-langkah serius memitigasi dampak El Nino terhadap perekonomian
nasional. Kebijakan lintas sektoral yang terpadu dan komprehensif perlu dirumuskan yang
melibatkan antarkementerian/lembaga serta pemerintahan daerah.
Kesibukan mempersiapkan pilkada serentak juga tidak boleh mengalihkan perhatian kita
semua, baik di pusat maupun di daerah, atas ancaman El Nino, utamanya di sektor pertanian
dan perkebunan. Mengingat peran dan kontribusi sektor ini sangat besar bagi Indonesia, baik-
buruknya penanganan dampak El Nino bisa menjadi penentu apakah ekonomi nasional di
tahun 2015 berhasil atau tidak mencapai target kinerja seperti yang diharapkan.
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
35
Memulihkan Optimisme
Koran SINDO
10 Agustus 2015
Menjaga dan meningkatkan optimisme di kala pertumbuhan ekonomi melambat merupakan
tugas berat yang harus dilakukan oleh pemerintah di setiap negara.
Penelitian ilmiah di banyak kawasan dan negara menunjukkan optimisme merupakan
prasyarat penting yang membantu perekonomian suatu negara pulih secara cepat dari
perlambatan, stagnasi maupun krisis ekonomi.
Sebaliknya ketika optimisme absen dalam waktu cukup lama, para aktor ekonomi maupun
konsumen tidak memiliki gairah dalam perekonomian. Ini bisa mengakibatkan proses
produksi terhambat lantaran dunia usaha mengambil posisi wait and see serta menunda
ekspansi sampai kondisi membaik. Kondisi ini membuat siklus yang saling melemahkan dan
membutuhkan intervensi kebijakan untuk memotong lingkaran setan (vicious cycle).
Baik secara teoretis maupun temuan empiris, optimisme pelaku ekonomi dan konsumen
terhadap perekonomian bukanlah dimensi non-rasional. Pelaku ekonomi selalu bertindak
rasional dengan melihat arah tren ekonomi berdasarkan data, indikator, dan pengamatan di
lapangan. Bahkan di tingkat konsumen yang selama ini dianggap sering kali melakukan
pembelian yang tidak rasional melalui fenomena panic-buying dan impulsive-buying, proses
tersebut tetap saja dengan mempertimbangkan kemampuan daya beli mereka serta prospek
pendapatan yang diterima di masa depan. Dunia usaha dan konsumen akan selalu mengamati
perkembangan perekonomian saat ini dan digunakan untuk menentukan keputusan bisnis
serta perilaku konsumsi di masa depan.
Selain itu, optimisme pelaku ekonomi dapat dibentuk melalui stimulan kebijakan pemerintah
yang dianggap kredibel dan logis di mata aktor ekonomi. Menjadi bumerang apabila
kebijakan pemerintah yang semula ditujukan untuk memulihkan ekonomi ternyata justru
dianggap tidak tepat dan semakin menurunkan optimisme di kalangan pelaku ekonomi dan
konsumen.
Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Konstatinuou dan Tagkalakis (2010) di
Yunani bagaimana kebijakan fiskal dapat meningkatkan atau menurunkan optimisme pelaku
usaha dan konsumen. Mereka menunjukkan bahwa kebijakan seperti pemotongan pajak akan
secara positif menaikkan confidence pelaku usaha dan konsumen. Sebaliknya, ketika
pemerintah menaikkan gaji pegawai dan belanja pemerintah akan menurunkan confidence
karena pelaku usaha dan konsumen melihat pajak akan dinaikkan oleh pemerintah.
36
Bagi Indonesia, memulihkan optimisme pelaku usaha dan konsumen dalam negeri menjadi
prioritas saat ini. Posisi wait and see pelaku usaha dan penundaan pembelian yang dilakukan
konsumen terjadi sepanjang semester I/2015. Beberapa data dan indikator menunjukkan
pertumbuhan ekspansi usaha masih terbatas dan konsumsi dalam negeri tumbuh secara
terbatas.
Bagi pelaku usaha, ketidakpastian arah perekonomian global, fluktuasi nilai tukar rupiah,
pelemahan daya beli masyarakat, kelancaran belanja modal pemerintah dan target pajak
dalam APBN-P 2015 yang ditargetkan naik secara signifikan menjadi faktor yang membuat
ruang ekspansi terbatas. Sementara dari sisi konsumen, pelemahan daya beli, kepastian
lapangan kerja, stabilitas harga dan perlambatan penciptaan lapangan kerja membuat mereka
sangat berhati-hati dalam melakukan belanja.
Fakta di lapangan di atas terekam secara jelas dari agregasi data yang dilakukan Badan Pusat
Statistik (BPS) di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2015 sebesar 4,67%,
sedikit di bawah kuartal I/2015 sebesar 4,71%. Realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal
II/2015 semakin meningkatkan kekhawatiran banyak kalangan tentang risiko tidak
tercapainya target pertumbuhan ekonomi tahunan di atas 5%.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) beberapa waktu lalu memublikasikan hasil survei
konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen Juli
2015 menurun sebesar 1,4 poin menjadi 109,9 poin dari bulan sebelumnya. Pelemahan indeks
ini terjadi karena terdapat penurunan dari dua indeks pembentuknya, yaitu Indeks Kondisi
Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
Dengan kata lain, terjadi penurunan keyakinan dan optimisme di tingkat konsumen pada Juli
2015 terkait kondisi perekonomian dan ekspektasi penghasilan serta ketersediaan lapangan
kerja. Tanpa adanya kebijakan yang mampu memulihkan optimisme rasanya akan semakin
sulit bagi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi seperti yang
direncanakan.
***
Menurut saya, paling tidak ada tiga kelompok yang perlu dipulihkan segera optimismenya
bahwa perekonomian nasional akan menjadi lebih baik pada semester I/2015 dan tahun-tahun
berikutnya.
Kelompok pertama adalah pelaku usaha. Optimisme pelaku usaha perlu segera dipulihkan
melalui serangkaian kebijakan yang lebih pro-dunia usaha. Selain kebijakan yang
memudahkan doing-business, untuk membantu industri padat karya terhindar dari risiko PHK
dan penghapusan hambatan investasi diperlukan kebijakan di sektor perpajakan yang lebih
business-friendly.
Komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dengan asosiasi dunia usaha yang intens dapat
37
meningkatkan penyamaan persepsi tentang opsi-opsi kebijakan yang diperlukan. Melalui hal
ini, kebijakan akan lebih kredibel, tepat dan terukur serta perlahan namun pasti akan
meningkatkan optimisme pelaku usaha.
Kelompok kedua yang perlu dipulihkan optimismenya adalah konsumen. Kebijakan seperti
pengendalian harga yang tepat dan terukur, mengurangi risiko kenaikan harga produk
strategis seperti energi dan pangan, menjamin lapangan kerja tetap tersedia, mendorong terus
bergeraknya sektor UMKM, pengamanan industri padat karya dan pertanian, serta bila
dimungkinkan relaksasi pajak di sektor konsumsi yang mampu meningkatkan daya beli
masyarakat sangat diperlukan untuk memulihkan kondisi permintaan domestik.
Tidak hanya pemerintah, BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga perlu secara kolektif ikut
memperkuat permintaan domestik. Beberapa langkah telah dilakukan seperti kebijakan
relaksasi loan to value (LTV) yang membuat sektor kredit beberapa waktu lalu terkontraksi.
Kelompok ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah optimisme para penyelenggara negara.
Menggenjot penyerapan anggaran, utamanya pembangunan infrastruktur, menjadi pertaruhan
pemerintah di semester II/2015 untuk mengompensasi lambatnya pertumbuhan ekonomi pada
semester I/2015.
Selain komitmen politik dari presiden dan para anggota kabinet tentang target pembangunan
infrastruktur, proses di tingkat eselon I, II, dan III juga akan sangat menentukan realisasi
target serapan. Selain itu, hal ini juga sangat dipengaruhi proses dokumen proyek
infrastruktur di daerah.
Birokrasi di pusat maupun di daerah perlu terus ditingkatkan kualitas kerja dan
profesionalismenya agar kualitas belanja infrastruktur menjadi lebih efisien dan
efektif. Tanpa didukung lingkungan kerja yang kondusif di birokrasi dengan pengawasan
yang tepat dan terukur, target pembangunan infrastruktur melalui anggaran APBN-P baik di
tingkat pusat maupun daerah berisiko tidak sesuai target yang ditetapkan.
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
38
Kita dan Daging Sapi
Koran SINDO
13 Agustus 2015
Biasanya, setiap menjelang Lebaran, kita selalu dihadapkan pada fenomena kenaikan harga.
Tak terkecuali harga daging sapi. Pada Lebaran 2015, misalnya, harganya naik dari
Rp90.000/kg menjadi Rp120.000-an.
Sehabis Lebaran biasanya turun kembali. Tapi, mengapa tahun ini tidak? Sebaliknya,
harganya terus bergerak naik. Beberapa minggu setelah Lebaran bahkan sudah menembus
Rp150.000/kg. Fenomena ini tentu mengejutkan. Ada apa? Menurut saya, setidak-tidaknya
ada empat penyebab.
Pertama, ada spekulasi terhadap kebijakan pemerintah untuk memangkas impor sapi dari
200.000 ekor tahun ini menjadi 50.000 ekor. Pengurangan hingga 150.000 ekor jelas bukan
jumlah yang sedikit. Untuk Anda ketahui, selama tahun 2015 ini pemerintah memperkirakan
kebutuhan sapi mencapai 4 juta ekor. Dari jumlah itu biasanya sekitar 20% atau 750.000
dipasok lewat impor. Maka pengurangan impor sapi sebanyak itu pasti
berdampak. Pasokannya berkurang. Ini menyebabkan harga sapi bergerak naik.
Kedua, sekitar lima minggu lagi masyarakat kita bakal memasuki Idul Adha atau Hari Raya
Kurban. Jadi permintaan sapi bakal meningkat lagi. Sementara peternak kecil jelas menahan
sampai Hari Raya Kurban tiba karena di sanalah mereka akan mendapatkan harga terbaik.
Ingat, ya, saat itu mereka bisa jual ternaknya secara utuh. Ini berbeda dengan menjual daging
yang ada ongkos untuk tukang jagalnya. Minimal kepala, ekor, dan jeroan sudah ada hak
masing-masing yang harus diikhlaskan peternak. Kondisi inilah yang menyebabkan para
peternak dan pedagang sapi menahan penjualan sapi-sapinya. Lagipula pasokan sapi
berkurang sehingga tak mengherankan bila harga-harga kembali bergerak naik.
Ketiga, tentu saja kita tak bisa menutupi kenyataan, ada yang menginginkan kuota baru untuk
mengimpor dalam jumlah besar. Keempat, kalau kita mau secara serius membangun
kemandirian, sebenarnya potensi peternakan sapi kita lumayan besar. Banyak pulau terpencil
kita yang punya kemampuan menjadi sentra pembiakan dan penggemukan sapi. Meski tidak
besar, Rumah Perubahan saja, sebagai social enterprise, punya 200-an ekor sapi yang
dikelola masyarakat di Pulau Buru.
Masalahnya, ongkos bongkar muat di pelabuhannya amat mahal, belum lagi biaya
transportasinya. Cari kapalnya saja minta ampun. Lebih mudah cari kapal di Australia untuk
mendatangkan ribuan ekor sapi ketimbang mengangkut sapi antarpulau.
39
Keempat kondisi itu mestinya bisa diketahui jauh-jauh hari. Kini tinggallah kita menyaksikan
potret kemarahan pedagang daging. Ini juga agak janggal. Katanya mogok karena tak ada
pasokan daging yang harganya terjangkau. Tapi begitu digelontorkan, mereka enggan
menjualnya. Argumentasi mereka, kalau harganya mahal, tak ada pembeli. Pembelinya
mungkin tenang-tenang saja karena masih ada daging ayam atau mungkin juga lebih baik
makan ikan.
Dua Potret
Namun saya kira kurang bijak bila kita menganggap sepele masalah mahalnya harga daging
sapi ini. Terlepas ada yang memainkannya atau tidak.
Anda tahu salah satu konsumen daging sapi adalah para pedagang bakso yang jumlahnya
diperkirakan 2,5 juta orang. Menurut Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (Apmiso) Indonesia,
omzet total dari seluruh pedagang bakso per hari mencapai lebih dari Rp1 triliun. Kalau
mereka kesulitan memperoleh daging, omzet mereka tentu juga berkurang. Atau mereka
bakal memilih menaikkan harga. Anda rela membayar semangkuk bakso seharga Rp20.000?
Maaf, ini dari penjual bakso kelas bawah, bukan yang ada di bandara atau mal.
Kalau Anda penggemar rendang, pasti juga akan merasakan dampak dari lonjakan harga
daging sapi. Entah dalam bentuk potongan daging rendang yang semakin kecil atau harganya
yang naik.
Bicara soal daging sapi, saya akan ajak Anda menengok sedikit cerita dari sebuah keluarga
yang di Indonesia pasti jumlahnya banyak sekali. Begini ceritanya. Ada seorang ibu yang
setiap hari memasak untuk keluarganya. Ia biasanya berbelanja dari pedagang sayur keliling.
Ketika melihat seonggok daging di gerobak si pedagang, hatinya tergelitik.
Sesekali ia ingin menyenangkan keluarganya. Ia tahu anak-anak, suami, dan ibu mertua yang
tinggal bersamanya tentu bosan kalau berbulan-bulan terus disuguhi lauk nabati. Otaknya
beku. Kalau yang memakannya saja bosan, apalagi dia yang membuatnya. Maka, ketika
melihat seonggok daging sapi, hatinya tergoda. Bertanyalah dia ke sang pedagang.
”Berapa harga dagingnya, Bang?” Jawab sang pedagang, ”Sekilo Rp150.000.” Mulut sang
ibu tiba-tiba kelu. Anggaran belanjanya per hari hanya Rp25.000. Kalau membeli sekilo
daging, itu berarti enam hari ke depan keluarganya mesti puasa. Jelas tidak mungkin.
Tapi, dorongan kuat untuk menyenangkan perasaan keluarganya membuat sang ibu gelap
mata. Akhirnya ia memutuskan untuk membeli setengah kilogram daging sapi. Soal belanja
untuk besok, itu dipikir nanti sajalah.
Itu potret satu keluarga dan daging sapi. Saya yakin potret semacam ini banyak kita jumpai di
Indonesia. Mari kita lihat potret lainnya.
40
Skandal Kuota Impor
Beberapa tahun lalu kita dengan antusias mengikuti berita tentang sebuah partai besar yang
para pimpinannya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat skandal
kuota impor daging sapi.
Di pengadilan kita mendengar oknum politisi partai tersebut, bersama direktur utama sebuah
perusahaan, mengatur jatah kuota impor daging sapi. Kebetulan menteri yang mengurus
kuota impor daging sapi tersebut adalah kader dari partai tersebut. Jadi, sang presiden partai
merasa memiliki akses agar menterinya bisa menetapkan kuota impor daging sapi. Untuk
perannya sebagai pelobi menteri, sang politisi dijanjikan memperoleh bayaran Rp40 miliar.
Namun, baru menerima uang Rp1 miliar, ia telanjur ditangkap KPK.
Cerita pengaturan kuota impor daging sapi kemudian berkembang dengan sangat seru,
dramatis, dan ... ah, sudahlah. Kini, para pelaku dalam skandal tersebut sudah masuk bui.
Mahkamah Agung bahkan menambah lama hukuman politisi itu dari 16 tahun menjadi 18
tahun.
Itulah tiga potret kontras di masyarakat kita yang sama-sama terkait dengan urusan daging
sapi impor. Ada para pedagang bakso yang tengah habis-habisan memutar otak agar
penjualannya jangan terlalu anjlok dan ada yang sedang mengutak-atik kesempatan. Selain
itu ada ibu rumah tangga yang tengah pusing bagaimana mengatur uang belanjanya tiga hari
ke depan. Jadi, siapa bilang urusan daging sapi seenak rasanya?
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
41
Semangat Kejuangan dalam Ekonomi
Koran SINDO
18 Agustus 2015
Tujuh puluh tahun Indonesia merdeka. Semangat dan nilai-nilai perjuangan para pendiri
bangsa perlu terus kita gelorakan untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Semangat perjuangan ini semakin penting di tengah situasi perekonomian dunia dan nasional
yang melambat dan penuh dengan ketidakpastian. Optimisme para pendiri bangsa perlu kita
warisi dengan tekad bahwa kondisi perekonomian nasional akan mampu melewati turbulensi
dan gejolak perekonomian dunia. Diperlukan keterpaduan baik dari unsur pemerintah, dunia
usaha, perguruan tinggi maupun stakeholder lainnya untuk terus memperkuat fundamental
perekonomian nasional. Hanya melalui hal ini kita dapat melanjutkan perjuangan para pendiri
bangsa untuk terus memajukan dan membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi
besar dunia.
Saya melihat salah satu warisan terbesar dari para pendiri bangsa adalah semangat dan tekad
yang sangat kuat untuk menjadikan Indonesia negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur. Peristiwa Rengasdengklok menjadi saksi sejarah bagaimana optimisme kaum
muda mampu meyakinkan Soekarno-Hatta untuk mempercepat Proklamasi Kemerdekaan RI.
Meski pada saat itu infrastruktur untuk suatu negara baik di bidang pemerintahan, politik,
pendidikan, ekonomi maupun keuangan, serta alat dan kelengkapan kenegaraan lainnya,
masih sangat terbatas, namun tidak menyurutkan tekad kelompok muda untuk meyakinkan
Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
***
Tekad kuat, optimisme, dan keyakinan generasi pendahulu merupakan modal penting bagi
kita dalam menyikapi kondisi perekonomian nasional saat ini. Siklus perlambatan ekonomi
kembali hadir saat ini. Sebelumnya, ekonomi Indonesia telah melalui serangkaian krisis
ekonomi baik yang bersumber dari eksternal maupun internal.
Pasca-krisis ekonomi 1998, ekonomi nasional menghadapi serangkaian ujian gejolak
eksternal yang berdampak pada perekonomian dalam negeri. Misalnya krisis subprime-
mortgage di tahun 2008, melambungnya harga minyak mentah dunia yang pernah menyentuh
di atas USD137/barel, krisis utang Eropa, krisis utang Yunani, dan gejolak ekonomi
perekonomian dunia lainnya pernah kita lalui bersama. Perekonomian dan fundamental
ekonomi terus mengalami perbaikan melalui serangkaian kebijakan dan optimisme para
pelaku pasar baik industri besar, sedang, menengah maupun kecil.
42
Saat ini perekonomian kita sedang diuji kembali oleh beberapa hal seperti ketidakpastian
besaran dan kapan The Fed akan mengumumkan kenaikan suku bunga, rendahnya
permintaan dan harga komoditas dunia, devaluasi yuan, dan gejolak pasar keuangan lainnya.
Dampak yang paling kita rasakan tekanannya adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat (AS), indeks harga saham gabungan (IHSG), serta naiknya harga barang
yang memiliki komponen impor tinggi.
Nilai tukar rupiah minggu lalu sempat menyentuh titik terendah selama 17 tahun dengan kurs
di pasar spot berada di level Rp13.900 per dolar AS. Meski ditutup pada kisaran Rp13.700-
an, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih akan terus kita rasakan dalam waktu dekat ini.
Di dalam negeri, perlambatan ekonomi sangat kita rasakan. Pertumbuhan ekonomi selama
semester I/2015 tidak setinggi yang kita harapkan serta belanja pemerintah juga masih
rendah. Pemerintah berjanji akan memperbaiki target penyerapan anggaran di semester
II/2015 yang nantinya diharapkan menggerakkan roda perekonomian baik di daerah maupun
secara nasional. Kondisi ekonomi yang melambat juga tecermin dari menurunnya
pertumbuhan penjualan di sektor ritel, automotif, properti, elektronik, dan perhotelan.
Target penyaluran kredit direvisi oleh BI dan diperkirakan sepanjang tahun ini akan tumbuh
sebesar 11-13%. Sementara itu, kredit bermasalah (non performing loan - NPL) juga
meningkat meskipun masih dalam koridor terjaga. Namun, yang perlu diwaspadai adalah
NPL di sektor UMKM yang menunjukkan tren yang harus kita antisipasi bersama.
Pengalaman pada masa lalu menunjukkan bahwa di tengah situasi perekonomian yang sedang
melambat dibutuhkan optimisme dari semua kalangan. Pemerintah perlu terus-menerus
memompa optimisme bagi dunia usaha maupun rumah tangga terhadap prospek
perekonomian nasional. Hal ini hanya bisa dilakukan melalui serangkaian kebijakan yang
tidak hanya lebih pro terhadap dunia usaha, tetapi juga mampu mengembalikan daya beli
masyarakat.
Bagaimana kita menghadapi krisis subprime-mortgage, menjadi pembelajaran berharga bagi
kita semua. Komunikasi, kerja sama, koordinasi, dan kolektivitas anak bangsa untuk
memitigasi dampak negatif telah membuat ekonomi nasional berdaya tahan. Pertumbuhan
ekonomi saat itu sempat turun menjadi 4,5% di tahun 2009 namun tahun berikutnya mampu
pulih dan tumbuh 6,1%. Semangat kebersamaan itulah yang kita perlukan saat ini di tengah
perlambatan dan ketidakpastian perekonomian dunia.
Kita masih akan dikagetkan oleh kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti keputusan
Bank Sentral Cina mendevaluasi secara mendadak yuan minggu lalu. Di tengah situasi seperti
ini maka semangat kolektivitas anak bangsa melalui koordinasi lintas kementerian/lembaga,
lintas otoritas, pusat-daerah, dunia usaha, serikat pekerja, perguruan tinggi dan media untuk
terus saling memahami dan melepaskan egosektoral.
Budaya kolektivisme dan Indonesia Incorporated menjadi kunci penting bagi jalannya
43
pembangunan. Sementara sikap saling menyalahkan, melemahkan, mengunci, dan acuh tak
acuh menjadi bumerang bagi kita semua.
Mengisi kemerdekaan adalah tugas dari kita semua. Semangat dan perjuangan
memerdekakan bangsa oleh para pendiri bangsa menjadi inspirasi bagi kita
semua. Infrastruktur pada saat itu terbatas dan sangat tidak lengkap, namun tidak pernah
mematahkan nilai juang bagi bangsa dan negara. Semoga warisan semangat juang dan
optimisme yang diberikan oleh para pendiri bangsa ini dapat meresap dan menghancurkan
dinding egosektoral kelembagaan agar dapat berpikir dan bertindak bagi kepentingan
nasional yang lebih luas.
Generasi saat ini baik yang duduk di pemerintahan, dunia kampus, dunia usaha, media, civil-
society, dan elemen bangsa lainnya perlu terus menjaga optimisme bahwa kita akan mampu
melewati masa-masa sulit di tengah perlambatan perekonomian dunia dan nasional.
Selamat hari kemerdekaan, terima kasih para pahlawan, dan nilai-nilai kejuangan menjadi
penyemangat bagi generasi saat ini dan mendatang untuk melanjutkan pembangunan demi
Indonesia Raya!
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
44
Kita Sudah Kerja Keras, Sekarang Apa
Lagi?
Koran SINDO
20 Agustus 2015
Dulu, beberapa komoditas kita pernah menjadi pemain kelas dunia. Maksudnya, posisi ekspor
komoditas kita sangat menentukan di pasar internasional, tetapi perlahan-lahan tergusur oleh
negara-negara yang lahannya tak sebesar kita. Sebut saja timah, kakao, CPO, kayu manis,
pala, karet, kopi, dan beberapa produk mineral.
Untuk sekadar diketahui, sampai saat ini kita masih menjadi eksportir timah terbesar di dunia,
tetapi volume produksi timah kita masih kalah dari Cina. Meski demikian, sebagian besar
produksi timah Cina dipakai untuk kebutuhan dalam negeri. Hanya sedikit yang diekspor.
Sebaliknya dengan kita. Volume produksi timah kita mencapai 100.000 metrik ton per tahun,
tetapi hampir 95%-nya dijual ke pasar ekspor. Hanya 5% yang kita konsumsi sendiri. Artinya
kita belum cukup membangun industri hilirnya. Ini penting saat kita memaksa industri
tambang kita membangun smelter.
Pertanyaannya, siapa yang mau pakai output-nya? Baiklah, kita renungkan hal itu. Tapi posisi
kita di pasar timah internasional sangat berpengaruh. Kalau produksi timah kita sampai
terganggu, harga di pasar dunia tentu bakal bergejolak.
Komoditas kita lainnya yang merajai pasar dunia adalah crude palm oil alias CPO. Bersama
Malaysia, kita menguasai sekitar 85% pasar ekspor CPO dunia. Menjelang 1990-an, produksi
CPO kita memang masih kalah dari Malaysia. Tapi, lahan di Malaysia sangat terbatas.
Sementara lahan kita yang bisa dikonversi menjadi perkebunan sawit masih sangat luas.
Sampai tahun lalu luas lahan perkebunan sawit kita mencapai lebih dari 10,2 juta hektare.
Produksi CPO kita juga sudah menembus 31 juta metrik ton, jauh meninggalkan
Malaysia. Kita mengekspor CPO terutama ke Cina dan India. Tapi mengapa produk
turunannya masih amat terbatas?
Kita juga masih punya karet. Sampai saat ini kita masih menjadi eksportir karet terbesar
kedua di dunia. Ekspor karet kita hanya kalah dari Thailand. Kita mengekspor karet ke
Amerika Serikat, Cina, dan Jepang. Beberapa komoditas kita lainnya saat ini juga masih
berperan menentukan di pasar dunia. Biji kakao, misalnya, kita menjadi produsen terbesar
ketiga di dunia. Kita masih kalah dari Pantai Gading dan Ghana. Sama dengan pala yang
masih kalah dari negeri kepulauan yang amat kecil: Granada.
Ekspor kopi kita juga menempati peringkat ketujuh di dunia. Di sini kita masih kalah dari
Brasil yang menjadi produsen dan eksportir utama kopi dunia. Tapi, untuk minyak atsiri,
45
yang menjadi bahan baku pembuatan parfum, ekspor kita sampai saat ini masih yang terbesar
di dunia.
Pada komoditas yang berbasis mineral, misalnya, volume ekspor kita juga masih sangat
menentukan. Kita masih menjadi eksportir batu bara terbesar kedua di dunia. Lalu ekspor
nikel kita juga terbesar keempat di dunia. Kita juga mengekspor bauksit, bijih besi, gas,
tembaga, emas, dan berbagai mineral lain dalam volume yang menentukan di pasar dunia.
Kerja Keras vs Kerja Cerdas
Melihat kinerja ekspor sejumlah komoditas tadi kita tentu senang. Itu jelas hasil kerja keras
anak-anak bangsa. Hasil kerja keras kita semua. Tapi, apakah kita sudah puas dengan kerja
keras tersebut? Rasanya belum. Mengapa? Mari kita lihat untuk komoditas timah.
Meski kita menjadi eksportir timah terbesar di dunia, bukan kita yang menentukan
harganya. Harga timah masih ditentukan bursa timah dunia yang dikendalikan oleh dua
negara, yakni Malaysia dan Inggris. Begitu pula dengan CPO. Harga CPO dunia ditentukan
di bursa Rotterdam, Belanda. Di sana pengendali utama bursa masih Malaysia.
Di dalam negeri bahkan harga biji kakao kita ditentukan oleh para pedagang dari Singapura.
Setiap kali menjelang panen kakao, para pedagang dari negeri jiran tersebut langsung masuk
ke pelosok-pelosok daerah yang menjadi produsen utama Indonesia. Mereka memborong
kakao dari para petani kita.
Saya tak akan membahas untuk komoditas-komoditas lain. Kalau terhadap dua komoditas
utama saja kita belum menjadi penentu harga, tentu kondisinya kurang lebih serupa untuk
komoditas-komoditas lain. Itu artinya kerja kita belum selesai. Kita sudah bekerja keras,
tetapi masih perlu bekerja lebih cerdas. Seperti apa kerja cerdasnya?
Kerja cerdas tidak mungkin bisa dilakukan jika kita tak pernah merasakan berhasil atau gagal.
Hanya orang, maaf, bodoh yang mengatakan bahwa kerja cerdas itu mudah. Buat saya, kerja
cerdas harus dimulai dengan kerja keras. Sederhananya, kita harus memulainya dengan kerja
keras terlebih dahulu. Harus dimulai dengan melengkapi prasarananya secara agresif, juga
kualitas manusianya. Bila perlu datangkan dari luar yang the best untuk tinggal dan bekerja di
sini. Ya, yang terbaik. Bukan yang buruh kasarnya.
Jadi, bisa dengan metode turun bertahap, dari 90% kerja keras, 10% kerja cerdas. Lalu, turun
lagi menjadi 80%:20%, 70%:30%, dan seterusnya sampai mungkin komposisinya menjadi
30%:70% atau bahkan 10%:90%.
Jadi kalau dulu kita bekerja keras sampai tidak memiliki waktu dan tenaga untuk melakukan
kegiatan lain. Seluruhnya habis untuk bekerja. Sementara, dengan bekerja cerdas, kita masih
waktu dan tenaga untuk melakukan apa saja di luar pekerjaan, tetapi tetap memperoleh hasil
yang sama.
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015
(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015

More Related Content

What's hot

8 peranan sektor pertanian.pptx
8 peranan sektor pertanian.pptx8 peranan sektor pertanian.pptx
8 peranan sektor pertanian.pptxemi halimi
 
Pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Berskala Besar (food estate)
Pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Berskala Besar (food estate)Pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Berskala Besar (food estate)
Pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Berskala Besar (food estate)Togar Simatupang
 
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vmaWeek 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vmaYusinadia Sekar Sari
 
Sektor pertanian
Sektor pertanianSektor pertanian
Sektor pertanianifa_talita
 
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan (Perekonomian Indonesia BAB 9)
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan (Perekonomian Indonesia BAB 9)Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan (Perekonomian Indonesia BAB 9)
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan (Perekonomian Indonesia BAB 9)Bagus Cahyo Jaya Pratama Pratama
 
Pembangunan pertanian di indonesia
Pembangunan pertanian di indonesiaPembangunan pertanian di indonesia
Pembangunan pertanian di indonesiasarianputra
 
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan PertanianKebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan PertanianCut Endang Kurniasih
 
Peranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianPeranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianLutfiyah Siti
 
peranan sektor pertanian
peranan sektor pertanianperanan sektor pertanian
peranan sektor pertanianAsgari S
 
PERANAN SEKTOR PERTANNIAN
PERANAN SEKTOR PERTANNIAN PERANAN SEKTOR PERTANNIAN
PERANAN SEKTOR PERTANNIAN Dini Sri Rahayu
 
Peranan pertanian 1
Peranan pertanian 1Peranan pertanian 1
Peranan pertanian 1Yusuf Abidin
 
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanianMakalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanianOpissen Yudisyus
 
PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN BANGSA DAN PERAN SUMBER D...
PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN BANGSA DAN PERAN SUMBER D...PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN BANGSA DAN PERAN SUMBER D...
PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN BANGSA DAN PERAN SUMBER D...Miftakhul Jannah
 
Peran sektor pertanian
Peran sektor pertanianPeran sektor pertanian
Peran sektor pertanianNursyidah alit
 
Peranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianPeranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianmona munawaroh
 
10 peranan sektor pertanian
10 peranan sektor pertanian10 peranan sektor pertanian
10 peranan sektor pertanianbayuajinugraha21
 

What's hot (19)

8 peranan sektor pertanian.pptx
8 peranan sektor pertanian.pptx8 peranan sektor pertanian.pptx
8 peranan sektor pertanian.pptx
 
Pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Berskala Besar (food estate)
Pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Berskala Besar (food estate)Pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Berskala Besar (food estate)
Pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Berskala Besar (food estate)
 
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vmaWeek 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
 
8 peranan sektor pertanian
8 peranan sektor pertanian8 peranan sektor pertanian
8 peranan sektor pertanian
 
Sektor pertanian
Sektor pertanianSektor pertanian
Sektor pertanian
 
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan (Perekonomian Indonesia BAB 9)
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan (Perekonomian Indonesia BAB 9)Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan (Perekonomian Indonesia BAB 9)
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan (Perekonomian Indonesia BAB 9)
 
Pembangunan pertanian di indonesia
Pembangunan pertanian di indonesiaPembangunan pertanian di indonesia
Pembangunan pertanian di indonesia
 
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan PertanianKebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
 
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan PetaniKonsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
 
Peranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianPeranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanian
 
peranan sektor pertanian
peranan sektor pertanianperanan sektor pertanian
peranan sektor pertanian
 
PERANAN SEKTOR PERTANNIAN
PERANAN SEKTOR PERTANNIAN PERANAN SEKTOR PERTANNIAN
PERANAN SEKTOR PERTANNIAN
 
Peranan pertanian 1
Peranan pertanian 1Peranan pertanian 1
Peranan pertanian 1
 
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanianMakalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
 
PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN BANGSA DAN PERAN SUMBER D...
PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN BANGSA DAN PERAN SUMBER D...PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN BANGSA DAN PERAN SUMBER D...
PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN BANGSA DAN PERAN SUMBER D...
 
Peran sektor pertanian
Peran sektor pertanianPeran sektor pertanian
Peran sektor pertanian
 
Peranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanianPeranan sektor pertanian
Peranan sektor pertanian
 
10 peranan sektor pertanian
10 peranan sektor pertanian10 peranan sektor pertanian
10 peranan sektor pertanian
 
Ekoper
EkoperEkoper
Ekoper
 

Viewers also liked

Team leadership do'nt do it
Team leadership do'nt do itTeam leadership do'nt do it
Team leadership do'nt do itkhaneducation
 
克服團隊領導的五大障礙 (The five dysfunction of a team:a leadership fable)
克服團隊領導的五大障礙 (The five dysfunction of a team:a leadership fable)克服團隊領導的五大障礙 (The five dysfunction of a team:a leadership fable)
克服團隊領導的五大障礙 (The five dysfunction of a team:a leadership fable)周建良 Zhou Jian Liang
 
Team leadership in the age of Agile - Roy Osherove
Team leadership in the age of Agile  - Roy OsheroveTeam leadership in the age of Agile  - Roy Osherove
Team leadership in the age of Agile - Roy OsheroveRoy Osherove
 
The 5 Team Leadership Principles for Project Success
The 5 Team Leadership Principles for Project SuccessThe 5 Team Leadership Principles for Project Success
The 5 Team Leadership Principles for Project SuccessDr. Thomas Juli
 
The Next Generation Sales Operations Team
The Next Generation Sales Operations TeamThe Next Generation Sales Operations Team
The Next Generation Sales Operations TeamMichael Gerard
 
E-commerce Trends from 2015 to 2016 by Divante
E-commerce Trends from 2015 to 2016 by DivanteE-commerce Trends from 2015 to 2016 by Divante
E-commerce Trends from 2015 to 2016 by DivanteDivante
 
Teamwork Presentation
Teamwork PresentationTeamwork Presentation
Teamwork PresentationJo Woolery
 
Team Building PowerPoint PPT Content Modern Sample
Team Building PowerPoint PPT Content Modern SampleTeam Building PowerPoint PPT Content Modern Sample
Team Building PowerPoint PPT Content Modern SampleAndrew Schwartz
 
Teamwork presentation
Teamwork presentation Teamwork presentation
Teamwork presentation ct231
 
Deloitte retail trends 2016
Deloitte retail trends 2016Deloitte retail trends 2016
Deloitte retail trends 2016Deloitte UK
 

Viewers also liked (11)

Team leadership do'nt do it
Team leadership do'nt do itTeam leadership do'nt do it
Team leadership do'nt do it
 
克服團隊領導的五大障礙 (The five dysfunction of a team:a leadership fable)
克服團隊領導的五大障礙 (The five dysfunction of a team:a leadership fable)克服團隊領導的五大障礙 (The five dysfunction of a team:a leadership fable)
克服團隊領導的五大障礙 (The five dysfunction of a team:a leadership fable)
 
Team leadership in the age of Agile - Roy Osherove
Team leadership in the age of Agile  - Roy OsheroveTeam leadership in the age of Agile  - Roy Osherove
Team leadership in the age of Agile - Roy Osherove
 
Team Leadership
Team LeadershipTeam Leadership
Team Leadership
 
The 5 Team Leadership Principles for Project Success
The 5 Team Leadership Principles for Project SuccessThe 5 Team Leadership Principles for Project Success
The 5 Team Leadership Principles for Project Success
 
The Next Generation Sales Operations Team
The Next Generation Sales Operations TeamThe Next Generation Sales Operations Team
The Next Generation Sales Operations Team
 
E-commerce Trends from 2015 to 2016 by Divante
E-commerce Trends from 2015 to 2016 by DivanteE-commerce Trends from 2015 to 2016 by Divante
E-commerce Trends from 2015 to 2016 by Divante
 
Teamwork Presentation
Teamwork PresentationTeamwork Presentation
Teamwork Presentation
 
Team Building PowerPoint PPT Content Modern Sample
Team Building PowerPoint PPT Content Modern SampleTeam Building PowerPoint PPT Content Modern Sample
Team Building PowerPoint PPT Content Modern Sample
 
Teamwork presentation
Teamwork presentation Teamwork presentation
Teamwork presentation
 
Deloitte retail trends 2016
Deloitte retail trends 2016Deloitte retail trends 2016
Deloitte retail trends 2016
 

Similar to (Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015

Makalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilirMakalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilirWarnet Raha
 
Strategi kemandirian pangan indonesia
Strategi kemandirian pangan indonesiaStrategi kemandirian pangan indonesia
Strategi kemandirian pangan indonesiaTogar Simatupang
 
Peran sektor Pertanian
Peran sektor PertanianPeran sektor Pertanian
Peran sektor PertanianEem Masitoh
 
Strategi Pembangunan Pertanian di Indonesia.pdf
Strategi Pembangunan Pertanian di Indonesia.pdfStrategi Pembangunan Pertanian di Indonesia.pdf
Strategi Pembangunan Pertanian di Indonesia.pdflembaga2023
 
5 direktorat ibu kemenkes ri
5 direktorat ibu kemenkes ri5 direktorat ibu kemenkes ri
5 direktorat ibu kemenkes riMuh Saleh
 
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMIPERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMIalifanurkhanzaghaniy
 
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptxRosmalahUMK
 
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesiaMakalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesiaOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesiaMakalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesiaOperator Warnet Vast Raha
 
Booklet Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan.pdf
Booklet Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan.pdfBooklet Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan.pdf
Booklet Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan.pdfPutriHaryani3
 
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...erika herawati
 
Kedaulatan Pangan dan Swasta dalam mendukung Ketahanan Pangan
Kedaulatan Pangan dan Swasta dalam mendukung Ketahanan PanganKedaulatan Pangan dan Swasta dalam mendukung Ketahanan Pangan
Kedaulatan Pangan dan Swasta dalam mendukung Ketahanan PanganSyahyuti Si-Buyuang
 

Similar to (Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015 (20)

Makalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilirMakalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilir
 
Makalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilirMakalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilir
 
Makalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilirMakalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilir
 
Strategi kemandirian pangan indonesia
Strategi kemandirian pangan indonesiaStrategi kemandirian pangan indonesia
Strategi kemandirian pangan indonesia
 
Peran sektor Pertanian
Peran sektor PertanianPeran sektor Pertanian
Peran sektor Pertanian
 
Lipi daya saing inklusif (yuti)
Lipi   daya saing inklusif (yuti)Lipi   daya saing inklusif (yuti)
Lipi daya saing inklusif (yuti)
 
Strategi Pembangunan Pertanian di Indonesia.pdf
Strategi Pembangunan Pertanian di Indonesia.pdfStrategi Pembangunan Pertanian di Indonesia.pdf
Strategi Pembangunan Pertanian di Indonesia.pdf
 
Makalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilirMakalah agribisnis hilir
Makalah agribisnis hilir
 
Ekonomi
EkonomiEkonomi
Ekonomi
 
5 direktorat ibu kemenkes ri
5 direktorat ibu kemenkes ri5 direktorat ibu kemenkes ri
5 direktorat ibu kemenkes ri
 
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMIPERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
 
Subsidi Pertanian Terpadu
Subsidi Pertanian TerpaduSubsidi Pertanian Terpadu
Subsidi Pertanian Terpadu
 
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
1-paradigma-baru-penyuluhan-pertanian.pptx
 
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...
 
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesiaMakalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
 
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesiaMakalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
Makalah peranan pemerintahan sby terhadap pertanian indonesia
 
Dasar dasar awam di malaysia
Dasar dasar awam di malaysiaDasar dasar awam di malaysia
Dasar dasar awam di malaysia
 
Booklet Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan.pdf
Booklet Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan.pdfBooklet Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan.pdf
Booklet Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan.pdf
 
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
Resume pertemuan ke 2 sampai 7 dan pertemuan ke 9 sampai 14 EKONOMI INTERNASI...
 
Kedaulatan Pangan dan Swasta dalam mendukung Ketahanan Pangan
Kedaulatan Pangan dan Swasta dalam mendukung Ketahanan PanganKedaulatan Pangan dan Swasta dalam mendukung Ketahanan Pangan
Kedaulatan Pangan dan Swasta dalam mendukung Ketahanan Pangan
 

Recently uploaded

Saham dan hal-hal yang berhubungan langsung
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsungSaham dan hal-hal yang berhubungan langsung
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsunghaechanlee650
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxFrida Adnantara
 
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.pptKarakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.pptmuhammadarsyad77
 
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.ppt
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.pptsejarah dan perkembangan akuntansi syariah.ppt
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.pptpebipebriyantimdpl
 
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnis
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnisMemahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnis
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnisGallynDityaManggala
 
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh CityAbortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh Cityjaanualu31
 
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5SubhiMunir3
 
kasus audit PT KAI 121212121212121212121
kasus audit PT KAI 121212121212121212121kasus audit PT KAI 121212121212121212121
kasus audit PT KAI 121212121212121212121tubagus30
 
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah okebsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah okegaluhmutiara
 
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanianpresentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanianHALIABUTRA1
 
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.pptPresentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.pptzulfikar425966
 
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaan
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaanReview Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaan
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaanHakamNiazi
 
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdf
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdfSlide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdf
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdfSriHandayani820917
 

Recently uploaded (20)

Saham dan hal-hal yang berhubungan langsung
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsungSaham dan hal-hal yang berhubungan langsung
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsung
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
 
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.pptKarakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
 
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.ppt
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.pptsejarah dan perkembangan akuntansi syariah.ppt
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.ppt
 
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnis
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnisMemahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnis
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnis
 
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh CityAbortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
 
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptxPEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
 
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
 
kasus audit PT KAI 121212121212121212121
kasus audit PT KAI 121212121212121212121kasus audit PT KAI 121212121212121212121
kasus audit PT KAI 121212121212121212121
 
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah okebsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
 
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanianpresentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
 
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptxMETODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
 
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.pptPresentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
 
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptxMODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
 
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaan
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaanReview Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaan
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaan
 
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptxTEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
 
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotecAbortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
 
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get CytotecAbortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
 
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdf
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdfSlide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdf
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdf
 
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptxMODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
 

(Sindonews.com) Opini ekonomi 1 september 2015-12 Oktober 2015

  • 1. 1 DAFTAR ISI SEKTOR PANGAN JELANG KRISIS Atang Trisnanto 4 LEPAS MDGs, SONGSONG SDGs Firmanzah 7 YANG TUA YANG TELANTAR? Dinna Wisnu 10 MEREDAM RISIKO KETIDAKPASTIAN Firmanzah 14 YUNANI DAN REFERENDUM Dinna Wisnu 17 MUDIK DAN MOBILISASI Rhenald Kasali 20 THE FED, YUNANI, DAN CINA Firmanzah 23 ENERGI TERBARUKAN DAN BATU AKIK Dinna Wisnu 26 ARTI KUNJUNGAN CAMERON Dinna Wisnu 29 EL NINO DAN EKONOMI DOMESTIK Firmanzah 32 MEMULIHKAN OPTIMISME Firmanzah 35 KITA DAN DAGING SAPI Rhenald Kasali 38 SEMANGAT KEJUANGAN DALAM EKONOMI Firmanzah 41 KITA SUDAH KERJA KERAS, SEKARANG APA LAGI? Rhenald Kasali 44 DANA PENSIUN CINA DAN KRISIS EKONOMI Dinna Wisnu 47 PENTINGNYA EKONOMI DAERAH BAGI NASIONAL
  • 2. 2 Firmanzah 50 MENYIKAPI TENAGA KERJA ASING Dinna Wisnu 53 MENGAUDIT KINERJA BANK INDONESIA Mukhamad Misbakhun 56 KRISIS DAN HANTU Rhenald Kasali 59 TANTANGAN LAHIRKAN WIRAUSAHA LOKAL Elfindri 63 MENGANTISIPASI GEMPURAN TENAGA KERJA ASING Dzulfian Syafrian 65 JEBAKAN PSIKOLOGIS EKONOMI Candra Fajri Ananda 68 TARGET PAJAK DAN PERLAMBATAN EKONOMI Kodrat Wibowo 72 MELAWAN MAFIA DAGING SAPI Posman Sibuea 76 PAKET IKLIM INVESTASI DAN ARAH PEMULIHAN Aunur Rofiq 80 AKSELERATOR PEREKONOMIAN Djonnie Rahmat 83 KESIAPAN JELANG MEA 2015 Firmanzah 87 SISTEM PEMBAYARAN PEMERINTAH DAN PENDIDIKAN Achmad Deni Daruri 90 GAGAL PAHAM PAKET STIMULUS Enny Sri Hartati 93 JEREMY CORBYN Dinna Wisnu 96 OPPORTUNITY COST Rhenald Kasali 99 SAIL TOMINI DAN POROS MARITIM DUNIA Rokhmin Dahuri 103
  • 3. 3 JANJI DONGKRAK PELEMAHAN EKONOMI Frans H Winarta 108 MENGGAIRAHKAN EKONOMI KITA Jazilul Fawaid 111 MEMBANGUN PERBATASAN NEGARA KITA Sonny Harry B Harmadi 114 LAMPU KUNING ANGKA KEMISKINAN Firmanzah 117 INOVASI “0 KE 1” Yuswohady 120 SOLUSI PANGAN PERIKANAN M Riza Damanik 124 PERANG MATA UANG DAN BISNIS KITA Rhenald Kasali 127 COUNTER CYCLICAL DAN DEPRESIASI RUPIAH Bambang Soesatyo 131 MEMAJUKAN SISTEM PEMBAYARAN DI KALIMANTAN Achmad Deni Daruri 135 PHK DAN UPAYA MENYELAMATKAN INDUSTRI Firmanzah 138 TENDER KERETA API CEPAT Dinna Wisnu 141 DEVISA HASIL EKSPOR DAN PENGUATAN RUPIAH Aunur Rofiq 144 PERANG MATA UANG DAN BISNIS KITA (2) Rhenald Kasali 148 ERA BARU PENGELOLAAN PANGAN Khudori 152 INVESTASI GAYA TIDUR Lukas Setia Atmaja 155 VILLAGE BIOPRENEUR Yuswohady 157 INTEGRASI EKONOMI DAN VOLATILITAS Firmanzah 160
  • 4. 4 Sektor Pangan Jelang Krisis Koran SINDO 1 September 2015 Presiden Joko Widodo sudah menempatkan target swasembada beberapa komoditas penting pangan sebagai agenda penting pemerintahannya. Untuk mempertegas sasaran tersebut, pemerintah hingga saat ini menutup opsi impor rapat-rapat atas sejumlah komoditas pangan. Komitmen pemerintah menutup keran impor pangan diharapkan dapat merangsang kemampuan swadaya bangsa demi meningkatkan produktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan pangan. Namun, perlu diingat, kebijakan ini harus diikuti dengan kalkulasi yang cermat, program terukur, serta realisasi kebijakan yang tepat. Kenapa? Karena, jika pemerintah kurang tepat mengelola stok pangan nasional, yang terjadi adalah keributan pasar dan inflasi yang tinggi. Dari sisi produksi, langkah prioritas dalam perbaikan dan penyediaan infrastruktur pertanian sudah tepat. Tapi, itu belum cukup. Banyak hal yang menjadi faktor penentu produksi pangan. Perlu ada perbaikan sistem perbenihan, aplikasi massal teknologi budi daya pertanian, penguatan kelembagaan petani, dan sistem pembiayaan pertanian. Itu baru dari lini produksi. Belum lagi masalah kronis dalam mekanisme pasar pangan yang terbukti kerap bikin masalah. Sebagai contoh dari buruknya sistem pasar pangan, tengoklah fluktuasi tajam harga-harga komoditas pangan akhir-akhir ini. Dimulai dari gejolak harga beras pada minggu ketiga Februari 2015–yang mencapai 30%–tertinggi sepanjang sejarah Reformasi. Disusul kenaikan harga bawang merah dan cabai pada Juni, harga daging sapi pada Juli-Agustus, terakhir kenaikan harga daging ayam dan telur pada Agustus. Harga daging ayam mencapai Rp45.000 dari semula Rp26.000. Harga daging sapi menjadi Rp140.000 dari semula Rp90.000. Padahal, belum genap setahun pemerintahan baru bekerja. Lantas, bagaimana proyeksi harga pangan menjelang krisis ekonomi ke depan? Fakta bahwa hanya dalam kurun waktu enam bulan terjadi kenaikan tajam di beberapa harga komoditas pangan utama menjadi indikasi bahwa sistem manajemen stok pangan nasional perlu diperbaiki. Mekanisme pasar pangan beberapa komoditas jelas menyisakan sistem oligopoli dan membuat pasar tidak berjalan baik. Kendati produksi tidak mengkhawatirkan, situasi pasar tetap mencemaskan. Ada beberapa pemain besar yang dapat men-drive pasar dan berlaku sebagai price maker.
  • 5. 5 Ini akan semakin menjadi-jadi jika manajemen stok pangan nasional turut amburadul. Ketidakakuratan dalam perhitungan angka produksi dan konsumsi akan menimbulkan ketidakseimbangan supply-demand. Ketidakmampuan mengalkulasi peta produksi dan pengelolaan jalur distribusi akan menghambat suplai barang ke pasar. Dengan kelemahan tersebut, pemain besar yang memiliki infrastruktur memadai akan semakin mudah menentukan harga dan stok pangan di pasar. Jika ini berlangsung terus, gap antara harga pangan di petani dan pasar bakal kian timpang. Petani tidak mendapatkan insentif karena harga yang mereka terima rendah, sedangkan masyarakat luas sebagai konsumen harus membayar dengan harga tinggi. *** Dalam situasi menjelang krisis–tercermin dari kenaikan dolar yang menembus Rp14.000– hampir dapat dipastikan bahwa pasar pangan domestik pun akan semakin berat ujiannya. Belum lagi musim kering yang panjang di berbagai daerah di Indonesia. Namun, apa pun kondisinya, pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini tidak boleh menyerah. Mungkin sudah agak terlambat kita mengantisipasi krisis, namun tidak ada salahnya kita kembali memasang kuda-kuda dan merancang kebijakan yang tepat dari sekarang. Ingat, pertanian adalah sektor yang dapat bertahan dan diandalkan ketika krisis 1998. Nah, kali ini ada beberapa hal bisa kita lakukan: Pertama, segera petakan wilayah lahan atau sawah yang terdampak kekeringan. Buat kodifikasinya. Segera implementasikan upaya hujan buatan untuk daerah-daerah yang kemungkinan kehilangan produksi tertinggi. Salurkan segera pompa air ke berbagai wilayah untuk mengurangi dampak yang terlalu luas. Kedua, pastikan bahwa seluruh petani bisa berproduksi. Artinya, ketersediaan benih unggul harus disiapkan, ketidakmampuan menggarap lahan akibat kekurangan modal ditutupi dengan bantuan perbankan, kekurangan sarana produksi harus dipenuhi. Ketiga, beli komoditas pangan utama petani dengan harga yang menguntungkan petani. Hal ini akan meningkatkan stok Bulog sehingga psikologi pasar tidak terganggu. Selain itu, harga tersebut juga akan menjadi insentif bagi petani yang terancam turun produksinya sehingga masih dapat digunakan sebagai modal untuk musim tanam berikutnya. Untuk itu, ubah aturan HPP dan segera anggarkan khusus untuk penyerapan total produk pangan petani. Keempat, segera revisi mata anggaran yang kurang penting menjadi pembangunan infrastruktur irigasi yang dapat diandalkan jika musim kering terjadi. Infrastruktur irigasi ini bisa berupa dam parit, embung, long storage, sumur dangkal (sumur pantek), dan sumur dalam. Kelima, benahi rantai pasok (supply chain) dengan memperbaiki jalur distribusi, penyiapan angkutan distribusi, dan pengamanan jalur distribusi. Selama ini sistem rantai pasok pangan masih amburadul dan mendatangkan biaya tinggi.
  • 6. 6 Keenam, aktifkan satgas khusus pangan untuk monitoring penyerapan produk pangan petani dan pengawasan mekanisme pasar pangan. Para pengambil rente yang memanfaatkan kesempatan dengan cara menahan suplai perlu mendapat tindakan hukum yang tegas. Ketujuh, kalkulasikan dengan cermat kebutuhan supply and demand komoditas penting. Jika tidak mencukupi, segera lakukan proses G to G importasi melalui instrumen yang dimiliki pemerintah. Dalam jangka menengah, pemerintah harus mulai menyiapkan sistem budi daya padi hemat air, pengembangan dan penyiapan benih pangan tahan kekeringan. Pemerintah juga perlu memperbaiki jaringan irigasi primer sampai tersier yang terintegrasi antarkementerian serta mengendalikan pasar pangan. Bila langkah-langkah tersebut serius digarap pemerintah, setidaknya akan meringankan dampak yang lebih besar pada masa krisis. Dengan segala power yang dimilikinya, pemerintah tidak boleh kalah oleh pasar. Ini pertarungan terhormat karena pemerintah bertarung untuk rakyat dan bangsanya. Kecuali, kalau ada niat untuk bertarung demi yang lain. Selamat bekerja Indonesia. ATANG TRISNANTO MSi Direktur Eksekutif National Food Security Studies (Nafis)
  • 7. 7 Lepas MDGs, Songsong SDGs Koran SINDO 15 Juni 2015 Tahun 2015 merupakan tahun transisi dari berakhirnya Millennium Development Goals (MDGs). Tahun 2016 merupakan tahun pertama implementasi agenda pembangunan dunia post-2015 atau yang kita kenal sebagai Sustainable Developmet Goals (SDGs). Sidang Umum PBB pada 4 Desember 2014 telah menyetujui platform agenda pembangunan dunia post-2015 berdasar pada hasil Open Working Group on Sustainable Development Goals yang akan menjadi target dan tujuan pembangunan dunia sampai 2030. Pembahasan awal tentang SDGs muncul pada pertemuan KTT Rio+20 tahun 2012 di mana 192 negara setuju membuat platform SDGs, antara lain mempertimbangkan berbagai aspek seperti action oriented, dapat diimplementasikan, dan bersifat universal. Aspek itu tetap mempertimbangkan kondisi negara masing-masing, terukur dan mudah terkomunikasikan. *** Agenda pembangunan SDGs merupakan keberlanjutan dari MDGs yang telah membuat sejumlah kemajuan yang sangat berarti di dunia. Meskipun masih meninggalkan sejumlah tantangan, MDGs telah mampu membantu banyak negara berkembang untuk lebih sejahtera dan berkeadilan. Deklarasi MDGs ditandatangani pada September 2000 oleh 147 negara pada KTT Millennium di New York. MDGs berisi delapan agenda pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan malaria serta penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. MDGs telah menjadi referensi penting bagi hampir semua negara di dunia. Meskipun masih menyisakan sejumlah catatan, kemajuan berarti atas pencapaian target pembangunan MDGs dari 2000 sampai saat ini telah tertorehkan. Laporan MDGs 2014 oleh PBB menyebutkan, jika pada tahun 1990 hampir setengah populasi di negara berkembang hidup di bawah USD1,25/hari, pada tahun 2010 proporsi tersebut turun menjadi hanya 22%. Penurunan proporsi ini juga telah mampu mengeluarkan tidak kurang 700 juta manusia dari kondisi kemiskinan ekstrem. Antara 2000 hingga 2010, tidak kurang 3,3 juta penderita penyakit malaria terselamatkan
  • 8. 8 hidupnya. Sementara itu tidak kurang dari 22 juta penderita tuberkulosis juga terselamatkan hidupnya sejak 1995. Pada 2012 tercatat 89% penduduk dunia memiliki akses terhadap air bersih. Di bidang kesetaraan gender juga dunia mengalami perbaikan. Pada Januari 2014 tidak kurang dari 46 negara memiliki lebih dari 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen mereka. Dana bantuan internasional untuk pembangunan dasar ke negara miskin dan berkembang mencapai rekor jumlahnya pada 2013 sebesar USD134,8 miliar. Bagi Indonesia, meskipun masih perlu melakukan banyak perbaikan, terdapat tidak sedikit pencapaian dari target MDGs yang positif. Laporan MDGs yang dikeluarkan Bappenas menunjukkan sejumlah pencapaian untuk memenuhi target pembangunan milenium. Meskipun mengalami perlambatan penurunan, persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dapat diturunkan dari 15,1% di tahun 1990 menjadi 10,96% di 2014. Prevalensi balita dengan berat badan rendah atau gizi buruk dapat diturunkan dari 31% di tahun 1980 menjadi 19,60% di 2013. Di sektor pendidikan dasar, Indonesia telah mampu meningkatkan angka partisipasi murni (APM) SD/MI/sederajat dari 88,70% di tahun 1990 menjadi 95,71% di tahun 2012. Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun meningkat menjadi 99,08% di tahun 2012. Di tahun yang sama, Indonesia mendapatkan penghargaan dari UNESCO karena sukses melawan buta huruf. Indikator ketimpangan gender untuk akses ke pendidikan juga mengalami perbaikan yang berarti dan terlihat dari porsi rasio APM perempuan dan laki-laki baik pada jenjang SD, SMP maupun SMA. Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif juga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Angka kematian bayi juga berhasil diturunkan dari 97/kelahiran di tahun 1990 menjadi 41/kelahiran di tahun 2012. Akses terhadap air bersih juga meningkat dari 37,73% di tahun 1990 menjadi 67,73% di tahun 2013. Meskipun MDGs telah mencapai sejumlah pencapaian berarti, beberapa tantangan masih membutuhkan usaha bersama untuk mempercepat perbaikannya. Misalnya emisi karbondioksida (CO2) terus meningkat di mana jumlahnya meningkat 50% di tahun 2011 dari level 1990. Sementara itu, meski telah mampu menurunkan proporsi penduduk yang mengalami malnutrisi di negara miskin dan berkembang dari 24% di tahun 1990-1992 menjadi 14% di tahun 2011, kecepatan penurunan semakin melambat akhir-akhir ini. Hal ini mengancam target pencapaian MDGs untuk menurunkan setengah dari persentase penduduk dunia yang menderita kelaparan di tahun 2015. Oleh karenanya, dunia membutuhkan agenda pembangunan lanjutan sebagai referensi dan platform bersama agar sumber daya dan prioritas menjadi lebih efisien dan terfokus. Sekaligus melakukan koreksi dari kekurangan implementasi MDGs selama 15 tahun.
  • 9. 9 *** Rumusan SDGs terdiri atas 17 tujuan dan 169 target yang meliputi penghapusan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan inklusif, kesehatan, kesamaan gender, kesediaan air bersih dan sanitasi untuk semua, serta akses dan kesediaan sumber energi untuk semua. Kemudian pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan ketersediaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur dan inovasi, mengurangi kesenjangan, mengatasi dampak perubahan iklim, pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan, mendorong tatanan masyarakat yang damai, dan mendorong kerja sama global. Masing-masing dari 17 tujuan kemudian dipecah menjadi target yang lebih terukur untuk menciptakan masyarakat dunia 2030 jauh lebih baik dari saat ini. Dari elemen-elemen tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam elemen kunci, yaitu dignity untuk mengakhiri kemiskinan dan memerangi ketimpangan, prosperity melalui pertumbuhan yang inklusif dan mentransformasi masyarakat, justice melalui perwujudan masyarakat yang aman dan damai serta penguatan kelembagaan, partnership dengan mendorong solidaritas global untuk pembangunan berkelanjutan, planet dengan melindungi bumi dan ekosistem untuk generasi saat ini dan ke depan, people dengan memastikan hidup sehat dan inklusi perempuan serta anak-anak. Target pembangunan universal yang tertuang dalam SDGs membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat dunia. Termasuk di dalamnya pemerintahan, LSM, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat. Di setiap negara, tidak hanya negara miskin dan berkembang tetapi juga negara maju, rumusan SDGs merupakan sumber penting untuk menyelaraskan strategi dan kebijakan demi membuat kehidupan di muka bumi menjadi lebih baik. Bagi Indonesia, rumusan SDGs dan target pencapaian dapat menjadi salah satu rujukan dalam penyusunan rencana pembangunan nasional. Selain tentunya amanat dari konstitusi dan janji politik selama kampanye capres, SDGs merupakan referensi dalam penyusunan baik RPJMN maupun rencana kerja pemerintah (RKP) tahunan hingga pelaksanaannya. Rencana Aksi Daerah (RAD) di tiap provinsi perlu disusun agar perencanaan dan implementasi menjadi lebih fokus sesuai dengan tantangan daerah masing-masing. Kita dapat melakukan penahapan dari target SDGs sesuai dengan siklus penyusunan RPJMN lima tahunan 2015-2020, 2020-2025, dan 2025-2030. Melalui penahapan ini, kita dapat menyesuaikan dengan kondisi nasional baik skala prioritas, penganggaran maupun penataan serta kerja sama kelembagaan. PROF FIRMANZAH PhD Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
  • 10. 10 Yang Tua yang Telantar? Koran SINDO 17 Juni 2015 Indonesia saat ini masih berbangga sebagai negara dengan angkatan kerja muda dalam jumlah relatif besar. Hal ini dianggap sebagai alasan mengapa Indonesia perlu bergegas meningkatkan produktivitas pekerja agar jangan sampai Indonesia masuk ke dalam ”jebakan kelas menengah” (middle income trap). Kondisi dengan, pertama-tama, tingkat pertumbuhan ekonomi sangat dinamis, tetapi kemudian melambat dengan cepat pula sehingga gagal mengantar negara ke tingkat penghasilan tinggi. Sudut pandang itu cukup dominan dianut para pengambil keputusan era Presiden Joko Widodo. Presiden menekankan perlunya perbaikan iklim usaha dan daya saing. Dalam kampanye dia pernah mengusung ide perbaikan sistem teknologi dalam pengelolaan bisnis dan investasi. Nawacita yang digaungkannya pun mengutip perlunya penegakan hukum yang bebas dari korupsi dan tepercaya, lagi-lagi demi mendukung perbaikan perekonomian di Indonesia sehingga negeri ini lebih berdaulat secara ekonomi. Bahkan ada istilah revolusi karakter bangsa yang antara lain juga diterjemahkan sebagai langkah yang diperlukan untuk keluar dari ”jerat” ketidakberdayaan di tengah potensi ekonomi yang sesungguhnya besar. Sayangnya ada satu sisi penting dari republik ini yang luput dipertimbangkan jika hanya itu sudut pandang kita dalam melihat angkatan kerja di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus 2010 mengungkap bahwa jumlah penduduk usia 60 tahun ke atas yang kini 18,1 juta jiwa akan meningkat hampir 2 kali lipat menjadi 33,7 juta jiwa pada tahun 2025 dan di tahun 2035 menjadi 48,2 juta. Rata-rata usia penduduk pun akan bergeser dari waktu itu 27,2 tahun menjadi 33,7 tahun. Temuan ini konsisten dengan masalah terkini dari TNP2K di Kantor Presiden di mana per 2013 diperkirakan sudah terdapat 20 juta jiwa penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun. Sejumlah provinsi yang sukses menekan angka kelahiran (dan kemiskinan) telah menjadi provinsi yang menua dengan cepat juga. Artinya ruang gerak kita untuk sekadar fokus pada mengejar pertumbuhan ekonomi telah makin sempit. Dalam kurun kurang dari 10 tahun, Indonesia akan masuk dalam kategori negara yang menua. Dalam negara yang menua, sejumlah hal patut menjadi perhatian. Penuaan penduduk erat kaitannya dengan morbiditas (derajat sakit), meningkatnya kebutuhan akan layanan kesehatan, turunnya produktivitas dalam pekerjaan, dan akhirnya perlambatan dalam tingkat
  • 11. 11 pertumbuhan ekonomi makro. Kualitas hidup seorang lansia ditentukan oleh kemampuannya melalui masa-masa sulit tersebut dengan tingkat penghasilan yang menurun. Menurut studi Evi Arifin (2012), sejumlah kabupaten/kota di Pulau Jawa termasuk yang cepat menua, antara lain Gunung Kidul, Wonogiri, Kulon Progo, Klaten hingga Sragen. Daerah-daerah tersebut lebih banyak yang tergolong miskin. Daerah yang tergolong sangat muda penduduknya contohnya Batam, Bontang, Murung Raya, Mamuju Utara dan Kutai Timur; daerah yang justru belum cukup dikelola. Artinya, kita tidak bisa lagi berpikir sekadar sampai Pemilu 2019. Sepuluh tahun adalah waktu yang sangat singkat. Kita perlu mengantisipasi perubahan pola sosial dan ekonomi dalam masyarakat, termasuk juga karena para mitra kerja sama ekonomi dan investasi akan mempertimbangkan faktor penuaan tadi. *** Saat ini pemerintah belum cukup sigap merespons tren penuaan tersebut. Sampai saat ini perhatian pemerintah pada kelompok usia tua terbatas pada para pensiunan pegawai negeri sipil. Per 4 Juni 2015, Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33/2015 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS dan Janda/Dudanya. PP tersebut mengatur angka nominal terendah yang diterima seorang pensiunan (yakni Rp1.051.800 bagi pensiun janda/duda PNS, Rp1.486.500 bagi pensiun janda/duda PNS yang telah mangkat, dan Rp297.300 bagi orang tua PNS yang telah mangkat). Selain itu ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 38/2015 tentang Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan Bulan Ke-13 bagi pegawai negeri sipil, anggota TNI, Polri, pejabat negara dan penerima pensiun/tunjangan. Sudut pandang kebijakan di atas masih sebatas memberi peningkatan nominal dan bukannya memberi kecukupan bagi kebutuhan seseorang ketika sudah menua. Kualitas hidup lansia yang tidak bisa lagi dianggap produktif di sektor publik maupun swasta belum menjadi pertimbangan pengambilan kebijakan. Fokus perhatian masih pada perbaikan taraf hidup hari ini. Tidak jelas perhitungannya untuk pengadaan pajak yang mendukung keberlanjutan program. Lebih penting lagi, kedua kebijakan tersebut hanya menyentuh para pegawai dan pensiunan sektor publik. Padahal mayoritas penduduk Indonesia justru hidup dari sektor swasta, bahkan lebih dari 80% berwirausaha, bekerja tanpa kontrak kerja, dan tanpa penghasilan bulanan yang tetap. Sebagai negara demokrasi, Indonesia patut menyadari sejumlah standar internasional tentang perlunya menjaga kelayakan hidup warga negara. Kelayakan hidup tersebut menyangkut perhatian pada perbaikan akses kesehatan, fasilitasi bagi lansia yang sakit atau tanpa keluarga, serta penyediaan fasilitas-fasilitas publik yang ramah lansia. Sesungguhnya itulah yang dipahami secara internasional sebagai bagian dari prinsip kewarganegaraan (citizenship). Segala kegiatan bernegara dan layanan publik patut mengarah pada
  • 12. 12 kebersamaan sosial (social inclusion) di mana tak satu pun orang, termasuk lansia, telantar. *** Saat ini sebenarnya sudah ada kerangka program nasional untuk mengembangkan jaring pengaman sosial bagi pensiunan di sektor swasta, yakni yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan (badan layanan umum yang merupakan transformasi dari BUMN PT Jamsostek). Program ini diberi payung UU 40/2004 dan UU 24/2011. Per 1 Juli 2015 sebenarnya program nasional tersebut diwajibkan secara hukum untuk diterapkan secara nasional. Sayangnya, sampai hari ini belum ada peraturan pemerintah tentang penerapan kedua UU tersebut, terutama yang terkait soal pensiun. Pada 5 Juni 2015 sempat beredar informasi bahwa Presiden sedang dalam proses memutuskan tarif premi pensiun; paling lambat 8 Juni akan keluar peraturan pemerintahnya. Sampai sekarang aturan itu belum keluar juga. Yang memprihatinkan adalah kebimbangan ini disinyalir lagi-lagi karena soal sudut pandang pemerintah yang belum utuh melihat tren nasional ke arah penuaan tadi. Sudut pandang yang dominan adalah pertimbangan dari para pengusaha yang ingin memperkecil iuran pensiun (menjadi 1,5% upah dari dulu 3,7% upah) karena alasan perekonomian melambat. Di sisi lain para aktuaris dan ahli bidang pensiun yang duduk di Dewan Jaminan Sosial Nasional dan di Kementerian Tenaga Kerja sudah menghitung secara profesional tentang angka kontribusi yang paling mungkin diterapkan saat ini, yakni 5% dari pengusaha (ditambah 3% dari pekerja). Harapannya agar nominal dana pensiun yang diterima setelah mengiur 15 tahun terbilang masih cukup untuk memenuhi biaya hidup masa itu. Prediksi inflasi, angka harapan hidup dan biaya kesehatan sudah dihitung di sana. Hasilnya, pemerintah bergeming. Dalam kondisi seperti ini, patut saya sampaikan observasi dari seorang ekonom senior Prof Grenville dari Lowy Institute di Australia tentang kondisi bisnis di Indonesia. Ia mengamati bahwa mayoritas perusahaan besar di Indonesia hidup dari tabungan. Bahkan perusahaan besar yang sudah go-public di pasar modal memilih untuk menanamkan sahamnya di perusahaan sendiri dan bukan di perusahaan atau sektor usaha lain. Artinya upaya Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi belum didukung perilaku dunia usaha. Di tingkat mikro, kecenderungannya adalah untuk mengandalkan kekuatan sendiri dibandingkan mengembangkan jejaring yang berpotensi memperkuat basis usaha dalam jangka panjang. Dengan kecenderungan seperti itu, Prof Grenville mengingatkan bahwa itulah sebabnya terbentuknya dana pensiun nasional menjadi sangat penting. Dana tersebut menjadi pegangan angkatan kerja karena perusahaan memilih untuk mengandalkan kemampuan diri sendiri dan perspektifnya masih jangka pendek. Artinya risiko jatuh-bangunnya perusahaan menjadi suatu keniscayaan. Kalau para pekerja (dan majikannya) tidak dibiasakan untuk menabung untuk masa tua, masa produktif hari ini tidak
  • 13. 13 akan membantu Indonesia mempersiapkan diri memasuki masa penuaan yang tak lebih dari 10 tahun lagi. Pemerintah perlu sigap dan segera mengantisipasi jangan sampai Indonesia menjadi tua tanpa kepastian sumber dana untuk memenuhi kebutuhan hidup. DINNA WISNU, PhD Pengamat Hubungan Internasional; Co-founder & Director Paramadina Graduate School of Diplomacy @dinnawisnu
  • 14. 14 Meredam Risiko Ketidakpastian Koran SINDO 22 Juni 2015 Banyak penelitian di berbagai negara dan kawasan yang menunjukkan aktor ekonomi akan mengambil posisi wait and see ketika berhadapan situasi yang penuh ketidakpastian. Mereka hanya akan mulai meningkatkan investasi atau konsumsi apabila dirasa ada kepastian yang memadai, khususnya investment return bagi pengusaha dan job-security bagi konsumen. Menahan diri untuk berinvestasi atau berbelanja sampai melihat kejelasan perekonomian suatu negara, lazim terjadi di saat seperti ini. Akibat dari ini, siklus ekonomi akan semakin melambat karena mesin ekonomi baik dari sisi produksi maupun konsumsi kian terbatas ruang ekspansinya. Bagi pengambil kebijakan ekonomi, rumusan kebijakan untuk meredam persepsi ketidakpastian sangatlah diperlukan agar optimisme yang mendorong produksi dan konsumsi pulih kembali. Mengelola risiko ketidakpastian dan optimisme para pelaku ekonomi menjadi tantangan utama ekonomi saat ini. Risiko ketidakpastian saat ini dihadapi tidak hanya oleh Indonesia tetapi hampir semua negara. Sekarang ini sangat sulit untuk memprediksi secara persis ke mana perekonomian dunia dan regional akan bergerak. Bahkan, banyak lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, OECD, dan ADB yang terus-menerus merevisi secara berkala target pertumbuhan ekonomi dunia, regional maupun suatu negara. Terintegrasinya perekonomian dunia baik melalui mekanisme perdagangan, lalu lintas modal maupun investasi fisik membuat gejolak di suatu negara berdampak, baik langsung maupun tidak langsung, ke negara atau kawasan lain. Dinamika dan kompleksitas ekonomi global semakin meningkat dan membuat ketidakpastian semakin tinggi. Dampak psikologis maupun ekonomis akan ketidakpastian perlu diantisipasi agar efeknya tidak memperburuk kondisi ekonomi domestik. *** Salah satu sumber ketidakpastian perekonomian global adalah ketidakpastian keputusan The Fed untuk meningkatkan suku bunga acuan di Amerika Serikat. Pertemuan terakhir Komite Pasar Terbuka Bank Sentral AS (FOMC) pada 16-17 Juni 2015 mengindikasikan penyesuaian suku bunga akan dilakukan tahun ini namun tidak secepat dugaan awal. Gubernur Bank Sentral AS Jannet Yallen menyatakan,” No decisions has been
  • 15. 15 made by the committee about the right timing of an increase, but certainly an increase this year is possible.” Pernyataan ini diartikan kenaikan suku bunga tidak akan terjadi pada Juni tetapi menciptakan spekulasi dilakukan pada September tahun ini. Bagi Indonesia, situasi ini berarti memperpanjang masa ketidakpastian (extending uncertainty period) dan membuat kita harus menghadapi gejolak di pasar uang dan pasar modal sampai akhir tahun ini. Akibatnya, baik BI maupun pemerintah harus pandai dalam mengelola ekspektasi dari para pelaku pasar. Dari sisi eksternal, ekonomi Indonesia masih akan menghadapi penurunan harga dan permintaan sejumlah komoditas ekspor nasional. Menurunnya, kinerja negara tujuan ekspor utama seperti Cina membuat permintaan ekspor komoditas nasional mengalami tekanan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I/2015 ekspor non-migas nasional tercatat sebesar USD33,43 miliar atau turun 8,23% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tercatat sejumlah komoditas seperti batu bara, kakao, CPO, dan karet mengalami penurunan harga internasional. Kapan harga komoditas dunia akan kembali pada posisi yang tinggi juga menambah kadar ketidakpastian bagi produsen dalam negeri. Selain itu, perlambatan kinerja industri berbasis sumber daya alam juga meningkatkan rasio tidak tercapainya kinerja perbankan yang memberikan porsi pembiayaan cukup besar ke sektor ini. *** Kondisi ekonomi internasional dan domestik membuat posisi wait and see dari para pelaku industri. Hal ini tecermin dari data BPS tentang neraca perdagangan Mei 2015. Meskipun terdapat surplus neraca perdagangan secara akumulatif Januari-Mei 2015 sebesar USD3,75 miliar, surplus ini lebih disebabkan penurunan yang lebih tajam dari impor dibandingkan penurunan ekspor. Impor bahan baku dan barang modal Januari-Mei 2015 turun sebesar 18,91% dan 14,62% dibandingkan dengan tahun lalu. Dengan masih terbatasnya kapasitas industri dalam negeri untuk substitusi impor, penurunan impor bahan baku dan barang modal menjadi indikasi awal persoalan baru bagi industri dalam negeri. Tren depresiasi nilai tukar mata uang rupiah akan meningkatkan biaya produksi. Kondisi ini diperparah dengan melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga di dalam negeri. Dari sisi konsumsi, sejumlah data menunjukkan adanya perlambatan. Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia baru-baru ini menunjukkan nilai saldo bersih tertimbang (SBT) hanya sebesar 13,7% pada kuartal I/2015 dan lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 84,0%. Perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi disumbang oleh penurunan kredit multiguna sebesar 39,5% dan kredit kendaraan bermotor 3,2%. Sementara sejumlah data sektor riil yang dikeluarkan oleh beberapa asosiasi seperti ritel,
  • 16. 16 properti, dan Gaikindo juga menunjukkan perlambatan dari sisi konsumsi. Besar kemungkinan yang terjadi lantaran posisi wait and see konsumen yang berujung pada penundaan konsumsi yang membuat terjadinya penurunan konsumsi dalam negeri. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan tren pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit selama kuartal I 2015. Dibandingkan kuartal sebelumnya, pertumbuhan kredit kuartal I 2015 sebesar 0,15% sementara pertumbuhan DPK mencapai 2,04%. Data ini menunjukkan kecenderungan konsumen menahan konsumsi dan cenderung wait and see dengan menaruh dana mereka ke tabungan. Di tengah situasi perekonomian dunia yang penuh ketidakpastian, otoritas moneter dan fiskal semakin dituntut untuk membuat kebijakan yang mampu meredam kecemasan para pelaku pasar terhadap prospek perekonomian. Dari sisi fiskal, kebijakan yang mendorong daya beli masyarakat melalui keringanan pajak atau stimulus fiskal ke sejumlah industri padat karya perlu dilakukan. Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif listrik golongan 450 volt ampere (VA) dan 900 volt ampere (VA) untuk tahun depan perlu ditinjau ulang. Meski dampak ekonomis rencana ini baru dirasakan tahun depan, dampak psikologis rencana ini akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Rencana kebijakan ini akan semakin menurunkan optimisme konsumen tentang daya beli mereka di tahun depan. Justru yang sekarang ini kita butuhkan adalah membangun optimisme baik bagi produsen maupun konsumen untuk memitigasi kecemasan terhadap ketidakpastian ekonomi global dan nasional. Kita perlu memberikan stimulus kepada produsen dan konsumen untuk keluar dari posisi wait and see. Membangun sentimen positif melalui kebijakan yang bersifat relaksasi (pelonggaran LTV, pengenaan barang mewah tidak kena pajak, tax holiday) maupun peningkatan kemudahan perizinan investasi perlu dipercepat. Stimulus kepada UMKM maupun industri padat karya juga perlu segera dikeluarkan oleh pemerintah untuk membantu meringankan beban akibat fluktuasi nilai tukar, beban cost of fund, dan tekanan daya beli masyarakat yang masih tinggi. Sementara itu, kebijakan yang berpotensi menurunkan optimisme dan semakin meningkatkan kecemasan para pelaku pasar perlu dihindari untuk meredam risiko ketidakpastian ekonomi. PROF FIRMANZAH PhD Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
  • 17. 17 Yunani dan Referendum Koran SINDO 1 Juli 2015 Krisis Yunani saat ini akan masuk dalam episode yang genting, namun juga menarik karena langkah-langkah politik luar negeri dan kebijakan ekonomi yang tidak biasa dilakukan oleh pemerintahan Yunani. Minggu lalu saya menyimpulkan bahwa Perdana Menteri (PM) Yunani, Alexis Tsipras, akan menemui hambatan dalam menegosiasikan kembali utang-utangnya karena para kepala negara pemilik mata uang euro tampak tetap menuntut Yunani menjalankan kebijakan pengetatan anggaran atau akan menghadapi default atau gagal bayar. PM Yunani yang disokong oleh Kelompok Kiri itu tampaknya mencoba untuk keluar dari permainan negosiasi tersebut dengan mengumumkan lewat media sosial pada pagi hari tanggal 27 Juni. Intinya, dia akan melakukan referendum untuk bertanya kepada rakyat Yunani apakah mereka menerima atau tidak kebijakan pengetatan anggaran yang didorong oleh Uni Eropa, the International Monetary Fund (IMF), dan the European Central Bank (ECB) pada 5 Juli 2015. Langkah ini diambil mengingat rakyat yang telah mendukung Partai Syriza di Yunani itu tidak sepenuhnya setuju gagasan untuk menolak kebijakan pengetatan anggaran. Sebagian besar rakyat masih cenderung takut bahwa mereka tidak akan dapat maju tumbuh bila tidak bersama Eropa. Langkah ini tentu mengundang reaksi negatif dari para pemimpin Eropa, namun Yunani tampaknya tetap bergeming dengan keputusan mereka. Keputusan menerima atau menolak kebijakan pengetatan anggaran sebagai syarat untuk menerima utang lagi demi menutupi utang lama mereka tidak otomatis mendorong Yunani keluar dari Zona Euro walaupun konsekuensi itu selalu ditegaskan dalam setiap pembicaraan atau negosiasi antara Perdana Menteri Yunani dan para kepala negara Eropa. Bola keputusan akan berada di tangan para pemimpin Eropa. Referendum itu juga bukan sesuatu yang luar biasa karena negara anggota Eropa lain, Swedia, pernah melakukan hal yang sama pada 2003. Pada saat itu rakyat Swedia menyatakan tidak mau bergabung untuk membentuk mata uang euro. Mata uang euro saat ini dipegang oleh 19 negara anggota Uni Eropa, sementara negara anggota lain seperti Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Hongaria, Polandia, Rumania, dan Swedia menggunakan mata uang masing-masing. Apabila rakyat Yunani menolak maka akan ada 7 negara anggota Uni Eropa yang tidak menggunakan mata uang Euro di wilayah mereka.
  • 18. 18 Penolakan Yunani secara politik akan menyudutkan kebijakan pengetatan anggaran (austerity) yang selama ini menjadi rumus ekonomi kebijakan liberal negara-negara Eropa. Banyak ekonom yang simpati dengan Yunani terlepas dari apakah pemerintahannya dipimpin oleh kelompok kiri atau bukan. Dalam sebuah artikel yang ditulis di Financial Times (26/07) Joseph Stiglitz, Thomas Piketty, Marcus Miller dan mantan PM Italia Massimo D’Alem memberikan pesan bagi para pemimpin Eropa untuk berpikir lebih manusiawi dan rasional dalam menghadapi kesulitan yang dialami Yunani. Persatuan Eropa akan ditentukan oleh kompromi yang tercapai antara Yunani dan kreditor mereka. Sebagian besar ekonom yang bersimpati kepada Yunani mengecam kebijakan Bank Sentral Eropa yang tidak manusiawi dalam menetapkan reformasi yang sangat ketat kepada Yunani. Tingkat pengangguran di Yunani saat ini mencapai 25% dan 50% di antara mereka adalah angkatan kerja muda. GDP Yunani telah turun hingga 25% sejak 2009 dan membuktikan bahwa paket reformasi dan kebijakan pengetatan anggaran tidak efektif menyelesaikan masalah di Yunani. Kreditor juga menggunakan batas waktu pengembalian utang sebagai alat politik untuk menekan Yunani dan rakyat mereka. Para pemimpin Eropa mengatakan bahwa batasan waktu bagi Yunani untuk mengembalikan utang adalah kredibilitas yang dipertahankan secara politik dan batas waktu itu juga terkait dengan kepentingan negara lain yang tergabung di Uni Eropa. Pendapat ini dianggap tidak beralasan. Thomas Piketty dalam wawancara dengan Spiegel Online Internasional mengingatkan bahwa Jerman dan Inggris yang terlibat utang pada 1945 bahkan belum membayar penuh utang-utang mereka. Tapi mengapa mereka sekarang yang justru tidak bersikap simpati dengan negara yang sedang mengalami kesulitan uang. Batas waktu dianggap politis dan tidak ada kaitan langsung dengan perbaikan ekonomi. Para ekonom mengatakan bahwa yang dibutuhkan oleh Yunani saat ini adalah kelonggaran waktu agar mereka bisa berkembang dan tumbuh. Para kreditor jangan hanya memikirkan uang mereka kembali dengan cepat, tetapi juga harus memikirkan apa yang diderita oleh rakyat Yunani untuk membayar utang-utang tersebut. Ekonomi mereka tidak bisa tumbuh apabila pada waktu bersamaan mereka harus membayar utang dengan tingkat inflasi yang tinggi. Andrew Marshal (17/07/2011) juga memandang bahwa para pemimpin Eropa sangat licik karena pada saat mereka meminta Pemerintah Yunani memotong belanja negara, mengurangi pegawai negeri, dan menaikkan pajak, Angela Merkel and Nicolas Sarkozy juga memaksa PM Yunani Papandreou untuk tetap menaati kontrak pembelian senjata dan peralatan perang dari Jerman dan Inggris (AFP, 7/05/2010). Para ekonom meminta agar para pemimpin Eropa memberikan kelonggaran dan waktu yang
  • 19. 19 lebih panjang bagi Yunani untuk dapat membayar utang-utang mereka sesuai dengan kondisi yang mereka hadapi saat ini dan bukan kondisi yang dibayangkan oleh para kreditor. Pengetatan anggaran juga jangan dijadikan alat untuk menghukum manajemen salah urus yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Piketty menggambarkan Yunani seperti seorang anak yang dihukum keras karena perbuatan orang tuanya yang tidak benar. Dengan kejadian ini semua, kita perlu apresiasi tindakan pemimpin Yunani dalam mencari jalan keluar dari krisis. Orientasi mereka untuk mengurangi penderitaan warga negaranya adalah inspirasi bagi kita semua. DINNA WISNU, PhD Pengamat Hubungan Internasional; Co-founder & Director Paramadina Graduate School of Diplomacy @dinnawisnu
  • 20. 20 Mudik dan Mobilisasi Koran SINDO 2 Juli 2015 Pekan-pekan ini topik hangat yang menjadi pembicaraan utama di kantor-kantor adalah seputar tunjangan hari raya (THR) dan rencana mudik Lebaran 2015. Selain memang waktunya kian mendekat, beroperasinya jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) menjadi kabar gembira bagi para pemudik dengan kendaraan roda empat. Mereka berharap perjalanan mudik menjadi semakin lancar, tidak menyiksa seperti tahun-tahun sebelumnya. Pemudik dengan kendaraan roda dua juga tak kalah gembiranya dengan dibukanya tol Cipali. Mereka memang tak bisa melewati tol tersebut. Tapi dengan beralihnya sebagian besar mobil ke jalan tol, diharapkan jalur pantura akan menjadi lebih lapang dan nyaman untuk mereka lalui. Setidak-tidaknya begitulah bayangan yang ada di benak kita saat ini. Di negara kita, mudik telah menjadi fenomena yang luar biasa. Mungkin inilah salah satu fenomena perpindahan penduduk terbesar di dunia selama kurun waktu satu-dua mingguan. Maka sudah sepatutnya kalau pemerintah tidak mengurusnya dengan cara yang biasa. Business as usual. Harus ada cara luar biasa. Mengapa? Berikut adalah catatan saya. Dua Hari Pertama, jumlah pemudik yang terus meningkat. Ini artinya urbanisasi di Tanah Air luar biasa. Pada tahun 2013, jumlahnya mencapai 22 juta jiwa. Di dunia saja, setiap tahun ada 65 juta penduduk yang melakukan urbanisasi. Artinya 30% ada di negeri ini. Lalu, tahun lalu meningkat menjadi 27 juta jiwa atau naik lebih dari 20%. Untuk tahun 2015, menurut perkiraan Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik bakal naik 2% atau menjadi 27,5 juta. Ini jelas bukan jumlah yang sedikit untuk diurus dengan cara-cara biasa. Kedua, harap diingat perpindahan penduduk dalam jumlah yang sebesar itu mungkin hanya akan berlangsung dalam waktu dua hari. Pihak kepolisian memperkirakan itu hanya akan terjadi 15-16 Juli 2015. Hal serupa juga akan terjadi pada saat pulang mudik. Puncaknya juga mungkin jatuh dalam waktu dua hari menjelang H+7. Dengan pemudik yang begitu besar dan terus bertambah jumlahnya, serta puncak waktu kepulangan atau keberangkatan yang rata- rata hanya dua hari, maka sarana transportasi publik yang tersedia pasti tak akan memadai. Begitu pula dengan kemampuan jalan-jalan raya untuk menampung kendaraan- kendaraan pribadi.
  • 21. 21 Maka tak heran kalau kemacetan luar biasa selalu terjadi pada saat mudik. Ini tentu akan berimbas pada lamanya waktu perjalanan. Pada tahun 2013, misalnya, rata-rata lama tempuh pemudik dengan kendaraan bermotor atau mobil untuk tujuan Solo atau Yogyakarta bisa mencapai 20-an jam. Anda mungkin masih ingat, selama tahun 2014 lama perjalanan yang ditempuh pemudik amat mengerikan. Akibat rusaknya Jembatan Comal di Pemalang, Jawa Tengah, perjalanan pulang mudik molor bisa mencapai lebih dari 30 jam. Di beberapa perusahaan, saya dengar keluhan banyak karyawannya yang terpaksa telat ngantor karena harus menghabiskan waktu lebih dari satu hari, bahkan ada yang lebih dari dua hari perjalanan. Ketiga, terus meningkatnya jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi. Kementerian Perhubungan memprediksi pemudik dengan mobil bakal naik hampir 6% dan yang memakai sepeda motor tumbuh hampir 8%. Keempat, ini yang membuat kita miris. Selama perjalanan berangkat dan pulang mudik selalu saja terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban luka ringan, berat, sampai meninggal dunia. Celakanya angkanya terus bertambah. Pada tahun 2014, jumlah korban jiwa memang turun menjadi 538 jiwa, sementara tahun sebelumnya mencapai 686 jiwa. Namun, apakah angka statistiknya sudah tepat? Mestinya ini tidak boleh terjadi. Pulang mudik dan merayakan Lebaran adalah pesta penuh kegembiraan. Jangan sampai diwarnai oleh tangisan dari keluarga korban. Kelima, tidak bisa tidak, kita mesti menyinggung masalah bisnis. Selama waktu Lebaran, jumlah uang yang berpindah dari kota ke desa-desa bakal meningkat. Untuk tahun 2014, menurut data Bank Indonesia, jumlahnya mencapai minimal Rp118 triliun. Ini naik 14,9% dibandingkan mudik tahun 2013 yang Rp103,2 triliun. Anda tahu berapa jumlah uang yang beredar selama tahun 2014? Menurut data BI, nilainya mencapai Rp4.170,7 triliun. Itu artinya selama Lebaran 2014 yang berlangsung kira-kira selama dua minggu, sebanyak 2,5% dari uang yang beredar secara nasional berpindah dari kota ke desa-desa. Ini tentu baik bagi kawasan perdesaan. Jangan BAU Melihat lima alasan tadi, saya kira Anda bisa menambahkan dengan beberapa alasan lainnya, saya kira sudah sepantasnya kalau pemerintah lebih serius mengurus para pemudik tadi. Ingat, mereka adalah pemegang saham Republik ini. Jadi jangan ditangani dengan sikap business as usual atau BAU. Harus ada upaya ekstra. Sangat pantas jika negara berbuat untuk melayani para pemudik. Apa yang bisa dilakukan pemerintah? Mobilisasi mudik. Bagaimana caranya? Mudah saja. Pemerintah menetapkan hari dan jam keberangkatan pemudik. Dengan asumsi banyak pemudik akan berangkat pada Rabu, 15 Juli 2015, pemerintah mengatur bahwa untuk pukul 07.00 adalah pemberangkatan pemudik yang menggunakan sepeda motor. Lalu, mulai pukul 12.00 untuk rombongan
  • 22. 22 pemudik dengan kendaraan roda empat. Lalu untuk angkutan udara dan laut, tetapkan mekanisme tarif yang berbeda untuk mengatur arus. Jangan sampai semua orang ingin berangkat pada jam yang sama. Ya, tarifnya harus dibedakan. Rombongan tidak dilepas begitu saja, tetapi harus dikawal sepanjang perjalanan. Proses pengawalan bisa dilakukan secara estafet oleh Polda Metro Jaya, yang dilanjutkan oleh Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dengan cara seperti ini, kecepatan kendaraan rombongan pemudik bisa dikendalikan dan tak ada lagi pengemudi yang mau ngebut seenaknya sendiri. Lalu, jalan raya yang akan dilalui para pemudik mesti dikosongkan terlebih dahulu. Semua jalur selama pemudik melintas dibuat satu arah. Begitu pula pasar-pasar tumpah mesti dibereskan. Jangan ada pasar tumpah. Informasi soal ini juga harus diumumkan jauh-jauh hari agar pengguna jalan yang lain bisa menyesuaikan diri. Jangan sampai mereka bertemu dengan rombongan para pemudik. Untuk mengakomodasi kepentingan bisnis, dan memberikan waktu beristirahat bagi para pemudik, silakan pemerintah daerah menyiapkan kantong-kantong guna dijadikan rest area. Setiap lima jam, sebaiknya para pemudik beristirahat. Kantong-kantong itu juga dijaga kebersihannya. Saya yakin mudik kali ini bisa dikelola dengan cara seperti itu, dimobilisasi, waktu tempuh akan jauh lebih singkat, dan korban jiwa akibat kecelakaan bisa ditekan seminimal mungkin. Sebagai penutup, supaya ini menjadi proyek nasional, alangkah baiknya kalau Presiden Jokowi memimpin langsung rombongan pemudik. Silakan Presiden Jokowi mengendarai Esemka-nya untuk pulang mudik dari Jakarta ke Solo. Bukankah sekali waktu kita pantas memberikan kesempatan kepada presiden kita untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga besarnya pada hari yang penuh berkah. Selamat mudik! RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
  • 23. 23 The Fed, Yunani, dan Cina Koran SINDO 13 Juli 2015 Di saat ekonomi nasional fokus untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi, kita harus menghadapi tekanan yang bertubi-tubi dari eksternal. Ekonomi global penuh dengan kejutan yang langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap kinerja ekonomi nasional. Di saat hampir semua negara emerging dan berkembang mewaspadai dampak kenaikan suku bunga The Fed yang keputusannya mengalami serangkaian penundaan, dunia dikejutkan dengan eskalasi persoalan krisis utang Yunani. Sebelum krisis utang Yunani menemukan penyelesaian, dunia dikejutkan dengan jatuhnya harga saham di pasar modal Cina yang membuat panik tidak hanya pasar keuangan, melainkan juga para pelaku ekonomi global. Melihat perkembangan seperti ini, tidak akan mengherankan apabila dalam waktu dekat pertumbuhan ekonomi global akan kembali direvisi ke bawah oleh sejumlah lembaga internasional. Meski rencana The Fed untuk melakukan pengurangan stimulus (tapering-off) dan menaikkan suku bunga bagi Indonesia dampaknya tidak sebesar beberapa negara seperti Rusia, Brasil, dan Turki, efeknya tidak juga bisa dianggap ringan. Seperti kita ketahui bersama, dampak rencana keputusan The Fed untuk melakukan pengurangan dana stimulus moneter sebesar USD85 miliar per bulan untuk pembelian obligasi telah kita rasakan tekanannya sejak kuartal akhir 2013. Salah satu dampak yang sangat kita rasakan adalah tekanan terhadap nilai tukar mata uang rupiah. Sampai Juni-Juli 2013, nilai tukar mata uang rupiah kita berada dalam kisaran Rp9.800-9.900 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun dengan adanya rencana pengurangan stimulus moneter dan rencana normalisasi kebijakan The Fed melalui kenaikan suku bunga acuan, kurs rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS. Pada awal September 2013, kurs rupiah di pasar spot bergerak di level Rp11.093 per dolar AS. Dan pada 24 Desember 2013, di pasar spot tercatat rupiah terdepresiasi di level Rp12.215 per dolar AS. Sepanjang tahun 2014, ketidakpastian kapan The Fed akan mengakhiri stimulus moneter dan menaikkan suku bunga juga sangat memengaruhi sentimen para pelaku ekonomi. Memang masih terdapat beberapa faktor lain yang juga ikut memengaruhi kurs rupiah, mobilitas, dan aliran dana akibat konsolidasi investor global di pasar keuangan ikut memengaruhi pergerakan rupiah. Nilai tukar rupiah juga bergerak fluktuatif dari posisi 12.000 di awal Januari 2014, kemudian menguat di posisi 11.692 seusai putusan Mahkamah Konstitusi tentang pilpres pada 21 Agustus 2014, tetapi kembali terdepresiasi di posisi
  • 24. 24 terendah dan menyentuh Rp12.900 pada pertengahan Desember 2014. Saat ini, nilai tukar rupiah masih tertekan dan berada di posisi Rp13.314 per dolar AS pada Jumat (10/7). *** Di saat kita masih menunggu kepastian kapan The Fed akan menaikkan suku bunga, perhatian dunia teralihkan pada krisis utang di Yunani. Eskalasi persoalan Yunani memuncak ketika negara itu berada dalam posisi tidak mampu melunasi utang kepada IMF sebesar USD1,8 miliar yang jatuh tempo pada 30 Juni 2015. Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras menyerahkan keputusan apakah Yunani akan menerima dana talangan dari Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa, dan IMF sebesar 7,2 miliar euro, tetapi dengan persyaratan yang cukup berat melalui mekanisme referendum pada 5 Juli 2015. Hasil referendum menyatakan, 61,5% rakyat Yunani menolak dana talangan dan saat ini perundingan untuk mencari solusi sedang dilakukan. Meskipun dampak krisis Yunani terhadap perekonomian nasional tidak terlalu besar, efek psikologisnya bagi investor global ternyata tidak sederhana. Transmisi dari krisis Yunani ke perekonomian nasional tidaklah langsung mengingat baik perdagangan maupun investasi Yunani dan Eropa dengan Indonesia tidaklah sesensitif dengan negara ASEAN, Cina, Jepang, dan Amerika Serikat. Persoalan muncul ketika krisis Yunani hadir di saat banyak negara sedang mempersiapkan kebijakan mitigasi kalau The Fed ternyata menaikkan suku bunga acuan pada September 2015. Kekhawatiran krisis Yunani akan membuat indeks dolar menguat terhadap mata uang euro. Dan hal ini akan menambah komplikasi baru bagi banyak negara di saat mereka sedang bersiap melakukan policy response terhadap kebijakan The Fed terkait dengan pengelolaan cadangan devisa, nilai tukar mata uang, tingkat suku bunga, dan stabilitas sistem keuangan. *** Ketika kita semua fokus pada krisis Yunani, tiba-tiba kita dikejutkan dengan kejatuhan bursa saham Cina. Sebelumnya indeks saham Shanghai, Shenzhen, dan Hong Kong menguat dengan cepat dan menciptakan bubble karena peningkatan harga saham tidak diimbangi dengan penguatan di sektor riil akibat perlambatan ekonomi di Cina. Kekhawatiran ini telah membuat harga saham di Cina jatuh 30% dari posisi tertinggi pada Juni 2015. Jatuhnya bursa saham di Cina sempat membuat investor panik baik pemodal dalam negeri maupun global. Hal ini tidaklah mengherankan karena 80% saham dimiliki investor kecil dan kelas menengah baru Cina. Kejatuhan harga saham membuat kekayaan mereka tiba-tiba hilang dalam hitungan minggu. Sementara bagi investor global, apa yang terjadi di bursa saham Cina menambah tekanan risiko berinvestasi di negara berkembang dan emerging. Kejatuhan harga saham Cina
  • 25. 25 menambah deretan fragilitas pasar saham negara berkembang setelah bursa saham Brasil yang turun 20% (Juni-Juli 2013), Cile turun 22% (Maret-September 2013), Rusia 31% (Mei- Oktober 2011). Meski begitu, dalam beberapa hari terakhir bursa saham Cina menunjukkan arah perbaikan setelah adanya intervensi dari pemerintah. Pada penutupan perdagangan (10/07) indeks Shanghai naik 4,5% dan indeks Hong Kong juga naik 2,08%, tetapi hal ini belum memberikan kepastian arah dan prospek perekonomian Cina secara keseluruhan. Mengingat kerugian investor cukup besar akibat jatuhnya pasar saham Cina dan ditaksir angkanya mencapai tidak kurang dari USD3 triliun. Selain itu, Cina yang saat ini menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia berpotensi mengganggu prospek ekonomi regional maupun global. Transmisi dampak tidak hanya ke sektor pasar uang dan saham, melainkan juga berisiko mengganggu kinerja sektor riil ke negara-negara yang selama ini menjadi mitra perdagangan dan investasi Cina. Bagi Indonesia, ketiga tekanan tersebut perlu diwaspadai karena dampaknya tidak hanya akan kita rasakan pada pasar saham, uang, melainkan juga prospek ekspor nasional. Di saat perekonomian nasional menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi, di mana pada kuartal I 2015 kita hanya mampu tumbuh 4,71% dan pada kuartal II 2015 sepertinya pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tidak juga mengalami lonjakan pertumbuhan output secara signifikan, maka tekanan eksternal berpotensi mengurangi tingkat keyakinan (confidence level) baik konsumen maupun produsen dalam negeri. Proyeksi BI terakhir juga memperkirakan ekonomi nasional hanya akan tumbuh sebesar 4,7% pada kuartal II 2015. Sementara itu, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi kita akan tumbuh sebesar 4,7%. Harus diakui, saat ini perekonomian nasional menghadapi dua tantangan sekaligus. Pertama, memitigasi dampak ketidakpastian yang saat ini bersumber dari The Fed, Yunani, dan Cina. Kedua, meningkatkan optimisme baik konsumen maupun para pelaku ekonomi dalam negeri akan prospek perekonomian nasional. Pemerintah semakin dituntut untuk terus waspada dan tidak meremehkan kondisi ini mengingat integrasi perekonomian nasional ke sistem ekonomi global semakin dalam. Akibatnya ekonomi kita akan menjadi semakin sensitif terhadap setiap gejolak yang terjadi di negara lain. Pemerintah diharapkan cepat dan tepat membuat kebijakan yang terukur agar ekonomi kita berdaya tahan di tengah ketidakpastian dan dampak gejolak yang bersumber dari eksternal. PROF FIRMANZAH PhD Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
  • 26. 26 Energi Terbarukan dan Batu Akik Koran SINDO 15 Juli 2015 Apa persamaan dan perbedaan antara perdagangan batu akik dan perdagangan energi terbarukan? Persamaannya adalah berlakunya hukum permintaan dan penawaran. Perbedaannya adalah nilai tambah yang dikembangbiakkan oleh rantai produksi. Batu akik lahir dari momentum yang sifatnya jangka pendek, sementara perdagangan energi terbarukan lahir dari proses pertimbangan yang panjang dan mendalam. Ruang lingkup ekspansinya juga lebih luas, membutuhkan dukungan luas di tingkat global. Perbandingan perdagangan batu akik dan energi terbarukan mungkin tidak apple to apple. Tapi memang maksud dari perbandingan itu adalah untuk menjelaskan bahwa dalam perdagangan luar negeri dan kaitannya dengan politik hubungan internasional, negara dunia berkembang atau Indonesia khususnya selalu tertinggal dan mengekor tren pasar. Mereka yang berinvestasi di pasar saham mengenal istilah “tren”. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kecenderungan harga saham atau pasar. Ketika harga saham naik karena diburu orang dikenallah istilah “bullish”, sementara bila orang berlomba-lomba menjualnya disebut “bearish”. Tren dapat bersifat jangka panjang dan jangka pendek. Salah satu tren jangka pendek yang menuntut sikap kehati-hatian adalah ketika berada di dalam situasi crowded short, yaitu pasar yang tidak stabil karena tidak didukung oleh dasar ekonomi yang kuat dan hanya menguntungkan sesaat. Fenomena perdagangan batu akik bagi saya bukan sesuatu yang luar biasa karena demikianlah sistem pasar bekerja. Yang membedakan dengan perdagangan energi terbarukan adalah nilai tambah dan nilai ekonomis yang dilahirkannya. Perbedaan ini juga mencerminkan perbedaan tingkat kekuatan produksi sebuah masyarakat dibandingkan dengan masyarakat lain. Kekuatan produksi yang dimaksud adalah tingkat kemajuan teknologi dan pengetahuannya. Semakin tinggi teknologi dan pengetahuannya, semakin kuat kekuatan produksinya. Kita bandingkan misalnya antara perdagangan batu akik dan perdagangan energi terbarukan Perdagangan batu akik, tanaman anturium atau produk-produk lain yang dilakukan oleh negara berkembang mengandalkan sumber daya alam yang melimpah. Kita hanya perlu investasi teknologi yang mengembangbiakkan komoditas dalam skala tertentu atau menggali jauh ke dalam hutan atau sungai untuk menemukan bongkahan batu idaman yang dapat
  • 27. 27 dipoles menjadi batu akik. Tingkat pengetahuan yang dikembangkan pun terbatas. Perdagangan itu memang akan mendorong dan menggerakkan rantai produksi lain seperti mesin pemotong, ampelas, dan alat produksi lainnya, tetapi hanya sebatas itu. Saat pasar sudah jenuh, kita tidak dapat melakukan ekspansi lebih luas. Karena perdagangan ini hanya memiliki momentumnya di Indonesia dan tidak berkelanjutan. Perdagangan energi terbarukan juga menggunakan prinsip yang sama, tetapi dalam kekuatan produksi yang jauh lebih tinggi. Masyarakat yang terlibat jenis perdagangan ini telah merencanakannya dengan matang, mencakup seluruh aspek dari ekonomi, sosial hingga politik luar negerinya. Mereka mencoba membuat perdagangan ini tidak hanya mencapai momentum di Eropa, tetapi juga di dunia sehingga bisa berkelanjutan dan bahkan mengembangbiakkan jenis produk lain yang berkaitan. Satu tanda menarik dari fenomena ini adalah deklarasi negara-negara G-7 minggu lalu yang menetapkan tidak akan menggunakan bahan bakar fosil pada akhir abad ini. Kanada dan Jepang yang biasanya sulit untuk memberikan konsensus mengenai perubahan iklim terpaksa tunduk mengikuti. Mereka menyepakati untuk mempertahankan tingkat kenaikan suhu dunia di bawah 2 derajat Celsius. Mereka setuju dengan Intergovernmental Panel on Climate Change yang merekomendasikan pengurangan 40-70% gas emisi rumah kaca dari batas tahun 2010 dan dekarbonisasi ekonomi global pada akhir abad ini. Konfirmasi bahwa perdagangan energi terbarukan akan menjadi dasar perdagangan dunia dalam beberapa puluh tahun ke depan juga dapat dilihat dari sikap Cina yang mengumumkan target pengurangan emisi gas kaca kepada PBB pada minggu lalu. Cina yang selama ini menjadi salah satu negara polutan tertinggi dan enggan untuk melakukan komitmen perjanjian lingkungan dunia yang dianggap akan menghambat pertumbuhan ekonominya telah menyatakan komitmen untuk mengurangi tingkat aktivitas karbonnya menjadi 60-65% dari tingkat tahun 2005 pada 2030. Saya meyakini sikap Cina sebagai konfirmasi perubahan peta perdagangan dunia karena Cina adalah negara yang memiliki informasi penuh terhadap kompetitor mereka di Eropa dan Amerika. Mereka tidak melakukan komitmen apabila tidak yakin bahwa komitmen itu akan menguntungkan pertumbuhan ekonominya. Kita sebagai negara yang memiliki keterbatasan dalam menggali informasi negara maju dapat memanfaatkan kelebihan Cina sebagai pertimbangan kebijakan ekonomi-politik kita ke masa depan. Konsekuensi dari komitmen Eropa, Amerika, dan Cina adalah timbulnya permintaan pasar terhadap energi terbarukan. Stian Reklev yang dikutip Bloomberg menyatakan bahwa untuk Cina sendiri, komitmen itu sudah akan menumbuhkan pasar sumber energi non-fosil sebanyak 20% pada 2030. Dunia saat ini berlomba-lomba memasang pembangkit energi terbarukan dibandingkan energi fosil yang berasal dari minyak atau batu bara. Tahun 2013 di dunia telah terpasang
  • 28. 28 sumber listrik dari energi terbarukan dengan kapasitas 143 gigawatt, tidak jauh dibandingkan kapasitas listrik dari pembangkit tenaga fosil (141 gigawatt) (Tom Randall, Bloomberg 15/4/ 2015). Dalam tahun 2030, akan empat kali lebih banyak terinstalasi sumber energi terbarukan. Ini tanda bahwa pembangunan energi kita berjalan bertolak belakang dengan tren ke depan. Di saat dunia, bahkan Cina, mulai membuang pembangkit listrik yang berbahan bakar fosil, kita justru tengah gencar menginstalasi pembangkit tersebut. Saya membayangkan apa yang terjadi tahun 2030 nanti adalah tekanan politik yang keras terhadap produk-produk Indonesia seperti yang kini terjadi pada produk agrikultur semisal minyak kelapa sawit. Saat ini kita bertahan karena Cina sebagai pasar terbesar minyak kelapa sawit masih menerima produk-produk yang dianggap tidak ramah lingkungan oleh negara maju. Bayangkan apa yang terjadi apabila Cina sudah berada di posisi politik yang sama dengan negara maju karena mereka sudah meramalkan tren energi? Mereka mungkin tidak peduli dengan nasib produk-produk kita. Dalam jangka pendek, kita juga harus hati-hati menggunakan produk teknologi dari negara- negara lain. Karena kemungkinan mereka sendiri sudah membuang teknologi tersebut sehingga kita justru membutuhkan biaya yang besar setelah pembelian teknologi hanya demi memperbaiki atau mengubahnya. Pemerintah harus cermat melihat perkembangan ekonomi dan politik internasional yang terjadi belakangan ini terutama dalam proses restrukturisasi pasar akibat resesi ekonomi sejak tahun 2008. Kita tidak bisa membiarkan diri terus mengekor tren pasar yang ditentukan oleh negara-negara lain. Apabila kita tidak dapat menciptakan tren alternatif, kita harus mampu bersaing dengan mereka dalam tren pasar yang berkembang ke depan dengan memperkuat inovasi teknologi dan pengetahuan. DINNA WISNU, PhD Pengamat Hubungan Internasional; Co-founder & Director Paramadina Graduate School of Diplomacy @dinnawisnu
  • 29. 29 Arti Kunjungan Cameron Koran SINDO 29 Juli 2015 Dua hari lalu saya menghadiri sebuah pertemuan bisnis antara para pengusaha Inggris dengan perwakilan pengusaha Indonesia di Sekretariat ASEAN. Pertemuan tersebut seiring dengan kunjungan Perdana Menteri David Cameron ke Indonesia. Sambil para pebisnis berdiskusi, Cameron menemui para petinggi diplomasi dari negara- negara ASEAN. Tujuannya tidak lain adalah membicarakan upaya peningkatan hubungan ekonomi antara Inggris dan ASEAN. Ada beberapa catatan yang mungkin menarik untuk kita lihat perkembangannya dalam beberapa tahun ke depan. Pertama, para pelaku usaha dari Inggris ingin mengadakan kerja sama perdagangan melalui satu pintu, yaitu ASEAN. Mereka mengharapkan bahwa dengan bertemu para perwakilan ASEAN, tawaran kerja sama dapat otomatis bergulir dari negara- negara anggota ASEAN. Tentu hal ini mengejutkan banyak orang yang hadir karena kita semua tahu, ASEAN bukan seperti Masyarakat Uni Eropa yang homogen dan bisa bergerak satu langkah dalam kerja sama perdagangan dengan negara lain. Otonomi negara anggota ASEAN lebih kuat daripada ASEAN itu sendiri sehingga sulit untuk melakukan kebijakan satu pintu. Saya tidak paham apakah pandangan tersebut dilandasi kurangnya informasi atau memang mereka meyakini bahwa “satu pintu” ekonomi ASEAN dapat terwujud. Di sisi lain pernyataan ini mungkin juga disebabkan Inggris merasa bahwa perdagangan antara Eropa dan ASEAN kalah cepat dibandingkan antara ASEAN dengan Cina atau ASEAN dengan Jepang. Cina, misalnya, terlihat dengan jelas telah menanam investasi di mana-mana dan produk-produk mereka pun sudah masuk ke pasar ASEAN, termasuk ke jaringan pasar kaki lima hingga pasar gelap. Inggris mengetahui bahwa bila perjanjian perdagangan antara Eropa dan ASEAN dapat berjalan mulus, ada potensi keuntungan ekonomi sebesar 3 miliar poundsterling per tahun bagi Inggris (Guardian, 27/7/2015). Sayangnya ini masih mimpi. Kedua, Perdana Menteri Inggris berkunjung dengan membawa serta lebih dari 30 pimpinan perusahaan asal Inggris yang sebagian besar bergerak di industri teknologi, infrastruktur, keuangan, dan energi yang terbarukan. Ini adalah sinyal strategi Inggris untuk tidak menggantungkan diri pada pasar Eropa.
  • 30. 30 Hal ini bisa saja terkait dengan rencana Cameron yang telah berjanji dalam kampanyenya bahwa pemerintahannya akan bertanya kepada masyarakat Inggris melalui referendum apakah mereka tetap akan berada di dalam Masyarakat Uni Eropa (UE) atau keluar sama sekali. Walaupun Cameron memilih untuk bertahan di dalam masyarakat UE, ia mesti menghadapi kenyataan dua pertiga dari anggota partai yang memenangkan dirinya sebagai perdana menteri lebih memilih untuk keluar dari UE. Di sisi lain, kunjungannya ke Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain bisa disimpulkan demi meningkatkan daya tawar atau memberi tekanan kepada UE agar melakukan reformasi. Beberapa “paket reformasi” yang selalu ia komunikasikan dengan para pemimpin Eropa lain di antaranya: mengizinkan Inggris untuk tidak mengikuti ambisi UE “mempererat union“ masyarakat Eropa, membatasi akses tunjangan pekerja bagi migran- migran UE, memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen nasional untuk menghadang/menolak legislasi UE, membebaskan bisnis dari rumitnya birokrasi dan “campur tangan berlebihan” dari Brussels, serta menyediakan akses bagi pasar-pasar baru melalui “cara cepat” mengembangkan kesepakatan perdagangan bebas dengan Amerika dan Asia (BBC, 13/5/2015). Cameron sudah mengancam sejak jauh-jauh hari bahwa kalau reformasi itu tidak disetujui, ia tidak mau berkampanye agar Inggris tetap di dalam Masyarakat Eropa. *** Langkah Perdana Menteri Inggris untuk menyiapkan pasar seandainya Inggris nanti benar- benar ingin keluar dari Masyarakat UE patut kita ambil hikmahnya. Ia sebagai perdana menteri telah mempersiapkan pemerintahannya untuk tidak hanya mandiri, tetapi juga mampu bersaing dengan negara-negara anggota UE lain dalam merebut pasar di Asia. Menarik bahwa Cameron merasa perlu melakukan langkah agresif karena negara-negara lain seperti Cina atau India sudah mulai masuk bersaing merebut “keunggulan komparatif” bangsa-bangsa Eropa yang selama ini menguasai pasar produk-produk dengan nilai tambah tinggi seperti teknologi informasi, pesawat terbang, mesin-mesin, teknologi energi terbarukan, komunikasi, dan sebagainya. Ecaterina Stanculescu (2014) memaparkan bahwa dalam kategori tersebut, ekspor Eropa ke pasar internasional lebih rendah dibandingkan dengan ekspor Cina di sektor yang sama. Ekspor Eropa ke pasar internasional pada 2007 hanya USD268 miliar, sedangkan Cina USD338,4 miliar. Di tahun 2012, Eropa hanya USD350,7 miliar, Cina mampu mencapai USD592,2 miliar. “Kekalahan” Eropa itu tidak hanya di pasar internasional, tetapi juga dalam hubungan perdagangan antara Eropa dan Cina itu sendiri. Tahun 2007, produk teknologi tinggi yang diekspor dari Eropa ke Cina senilai USD18,3 miliar, sedangkan mereka mengimpor USD80,8 miliar dari Cina. Defisit ini juga terjadi di tahun 2012 di mana Eropa dapat meningkatkan nilai ekspor menjadi USD30,3 miliar, tetapi juga mengimpor lebih banyak, yakni senilai USD111,6 miliar.
  • 31. 31 Di sisi lain, langkah Cina untuk masuk dalam kompetisi pasar teknologi tinggi mungkin didorong rasa nasionalisme yang tinggi pula untuk maju sebagai negara besar. Tapi hal yang paling penting adalah prediksi bahwa mata uang mereka, renminbi, mungkin akan menguat dalam beberapa tahun ke depan. Apabila renminbi menguat, industri ekspor Cina akan kalah bersaing. Oleh sebab itu, penting bagi Cina untuk menghasilkan produk teknologi tinggi agar mereka mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dengan biaya produksi yang lebih ekonomis. Apabila Cina tidak segera mengembangkan industri-industri padat teknologi yang mampu memproduksi produk-produk yang dibutuhkan pasar, mereka akan kehilangan momentum tersebut. Fakta-fakta tersebutlah yang membuat Inggris tampaknya jauh lebih “rasional” menghadapi tantangan pasar ke depan dibandingkan dengan negara anggota Eropa lain. Bagi Indonesia, langkah Inggris itu bisa bermanfaat bagi kita untuk meningkatkan daya tawar kita kepada Cina juga. Di sisi lain, kita, khususnya politisi, aktivis, dan birokrat/birokrasi, perlu belajar dari Cina dan Inggris bahwa kebijakan politik dan ekonomi harus benar-benar diperhitungkan dengan baik. Konsolidasi politik yang cukup baik dan membuat pasar stabil harus menjadi modal pemerintah ke depan untuk memikirkan langkah-langkah strategis. Inggris dan Cina adalah dua negara dengan sistem politik yang bertolak belakang, tetapi mereka bisa melakukan manuver politik ekonomi yang akan menguntungkan generasi mereka di masa depan. Bagaimana dengan Indonesia? DINNA WISNU, PhD Pengamat Hubungan Internasional; Co-founder & Director Paramadina Graduate School of Diplomacy @dinnawisnu
  • 32. 32 El Nino dan Ekonomi Domestik Koran SINDO 3 Agustus 2015 Saat ini perekonomian nasional tengah menghadapi tantangan baru dengan hadirnya fenomena alam El Nino. Gelombang panas El Nino yang melanda Indonesia saat ini mengakibatkan kenaikan temperatur dan memundurkan awal musim hujan di wilayah Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengidentifikasi wilayah-wilayah yang terdampak kekeringan akibat El Nino seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. El Nino yang melanda Indonesia saat ini tergolong moderat, tetapi berpeluang menguat sampai November 2015. Kekeringan, kebakaran hutan, kekurangan air, menurunnya produksi holtikultura, dan tertekannya tingkat kesejahteraan petani serta potensi naiknya angka kemiskinan terutama di perdesaan merupakan dampak yang harus diantisipasi, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Tanpa penanganan yang serius dan terpadu, dikhawatirkan El Nino akan memperparah kondisi perekonomian nasional yang dalam beberapa waktu terakhir mengalami tekanan dari berbagai sisi. El Nino dipastikan akan menambah tekanan baru bagi perekonomian nasional. Di saat kita fokus untuk memitigisi tekanan volatilitas di pasar saham, penurunan nilai tukar rupiah, melemahnya permintaan dan harga komoditas ekspor utama nasional, serta ketidakpastian pengumuman serta besaran kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, dampak El Nino akan meningkatkan risiko prospek perekonomian nasional. Sementara di dalam negeri kita juga masih terkendala pelemahan daya beli domestik, lambatnya serapan belanja pemerintah, terbatasnya pertumbuhan industri dan sektor riil serta melambatnya pertumbuhan angkatan kerja. Persiapan dan antisipasi kebijakan yang tepat dan terukur perlu segera disusun agar dampak El Nino tidak memperburuk situasi perekonomian dan kesejahteraan rakyat khususnya para petani dan masyarakat yang tinggal di perdesaan. Dampak El Nino tidak bisa dianggap ringan dan sederhana terutama bagi negara yang porsi ekonomi pertanian dan perkebunannya sangat besar. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga sejumlah negara akan terkena dampak yang sangat serius dari El Nino seperti Australia, Malaysia, Filipina, dan India. Sejumlah penelitian di beberapa negara juga mendokumentasikan dampak El Nino yang sangat besar bagi perekonomian suatu negara. Misalnya saja penelitian yang dilakukan
  • 33. 33 Hoogeven (2000) menunjukkan dampak El Nino yang terjadi di Filipina ke peningkatan angka kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan dengan dampak krisis keuangan 1997-1998. Akibat El Nino pada waktu itu, sektor pertanian Filipina terkontraksi sebesar 6,6% dan output industri turun 1,7%. Hal ini mengakibatkan angka pengangguran Filipina naik dua digit menjadi 10,1% di 1998 dan angka inflasi juga tercatat dua digit seiring dengan penurunan produksi di sektor pertanian yang mengerek harga komoditas. Pada akhirnya krisis membuat penerimaan negara di Filipina turun dan memaksa belanja publik dipangkas. Tidak jauh berbeda dengan Filipina, bagi Indonesia, sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan memainkan peranan sangat penting bagi perekonomian nasional. Kontribusi sektor ini tecermin baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi terhadap pembentukan produk domestik bruto. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), per Februari 2015 dari 120 juta tenaga kerja usia 15 tahun ke atas, tidak kurang dari 40 juta orang bekerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perburuan. Sektor ini menyerap angkatan kerja terbesar dan merepresentasikan serapan sebesar 33,2%. Selain itu, juga menurut data BPS, sektor ini menjadi salah satu kontributor penting pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015 dengan sumbangan sebesar 0,5% setelah sektor industri pengolahan (0,85%) dan konstruksi (0,57%). Sektor ini menempati urutan kedua atas pembentukan PDB sebesar 13,75% setelah industri pengolahan sebesar 21,14%. Dengan kata lain, perekonomian nasional memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap kinerja output maupun ketenagakerjaan dari sektor pertanian dan perkebunan. Ketika sektor ini mengalami penurunan akibat El Nino, sangat berisiko mengganggu perekonomian domestik pada kuartal III dan IV 2015. Sementara pemerintah sangat mengharapkan kinerja ekonomi di dua kuartal terakhir dapat mengompensasi lambatnya pertumbuhan ekonomi pada kwartal I 2015 yang hanya 4,71% dan belum menggeliatnya ekonomi pada kuartal II 2015. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa penanganan yang serius, tidak menutup kemungkinan realisasi pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin jauh di bawah target APBNP-2015 sebesar 5,7%. Terlebih isu yang beredar menguatkan The Fed akan menaikkan suku bunga pada September 2015 yang berpeluang diikuti dengan kenaikan BI rate. Apabila hal ini terjadi, ekonomi nasional akan semakin tertekan akibat dampak kenaikan suku bunga, masih melemahnya daya beli masyarakat dan terganggunya produktivitas di sektor pertanian dan perkebunan yang berkontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan dan pembentukan PDB nasional. Dampak lainnya yang akan terasa adalah kesejahteraan petani, pengangguran, menurunnya produksi holtikultura, dan memperbesar angka kemiskinan di sektor pertanian dan perdesaan. Data dari BPS pada 2014 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di perdesaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan. Terdapat 13,8% penduduk di perdesaan yang masuk dalam kelompok miskin, sedangkan di perkotaan
  • 34. 34 persentasenya sebesar 8,2%. Kualitas hidup seperti akses dan ketersediaan air bersih yang semakin menurun akibat kekeringan akibat El Nino juga akan semakin menurun apabila tidak tertangani secara baik. BMKG juga telah mengidentifikasi daerah seperti Jawa tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), danNusa Tenggara Barat (NTB) telah mengalami musim kemarau yang panjang serta kekeringan. Belajar dari pengalaman sejumlah negara ditambah dengan kondisi perekonomian nasional saat ini serta risiko ke depan yang masih terus kita hadapi, sudah sepatutnya pemerintah mengambil langkah-langkah serius memitigasi dampak El Nino terhadap perekonomian nasional. Kebijakan lintas sektoral yang terpadu dan komprehensif perlu dirumuskan yang melibatkan antarkementerian/lembaga serta pemerintahan daerah. Kesibukan mempersiapkan pilkada serentak juga tidak boleh mengalihkan perhatian kita semua, baik di pusat maupun di daerah, atas ancaman El Nino, utamanya di sektor pertanian dan perkebunan. Mengingat peran dan kontribusi sektor ini sangat besar bagi Indonesia, baik- buruknya penanganan dampak El Nino bisa menjadi penentu apakah ekonomi nasional di tahun 2015 berhasil atau tidak mencapai target kinerja seperti yang diharapkan. PROF FIRMANZAH PhD Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
  • 35. 35 Memulihkan Optimisme Koran SINDO 10 Agustus 2015 Menjaga dan meningkatkan optimisme di kala pertumbuhan ekonomi melambat merupakan tugas berat yang harus dilakukan oleh pemerintah di setiap negara. Penelitian ilmiah di banyak kawasan dan negara menunjukkan optimisme merupakan prasyarat penting yang membantu perekonomian suatu negara pulih secara cepat dari perlambatan, stagnasi maupun krisis ekonomi. Sebaliknya ketika optimisme absen dalam waktu cukup lama, para aktor ekonomi maupun konsumen tidak memiliki gairah dalam perekonomian. Ini bisa mengakibatkan proses produksi terhambat lantaran dunia usaha mengambil posisi wait and see serta menunda ekspansi sampai kondisi membaik. Kondisi ini membuat siklus yang saling melemahkan dan membutuhkan intervensi kebijakan untuk memotong lingkaran setan (vicious cycle). Baik secara teoretis maupun temuan empiris, optimisme pelaku ekonomi dan konsumen terhadap perekonomian bukanlah dimensi non-rasional. Pelaku ekonomi selalu bertindak rasional dengan melihat arah tren ekonomi berdasarkan data, indikator, dan pengamatan di lapangan. Bahkan di tingkat konsumen yang selama ini dianggap sering kali melakukan pembelian yang tidak rasional melalui fenomena panic-buying dan impulsive-buying, proses tersebut tetap saja dengan mempertimbangkan kemampuan daya beli mereka serta prospek pendapatan yang diterima di masa depan. Dunia usaha dan konsumen akan selalu mengamati perkembangan perekonomian saat ini dan digunakan untuk menentukan keputusan bisnis serta perilaku konsumsi di masa depan. Selain itu, optimisme pelaku ekonomi dapat dibentuk melalui stimulan kebijakan pemerintah yang dianggap kredibel dan logis di mata aktor ekonomi. Menjadi bumerang apabila kebijakan pemerintah yang semula ditujukan untuk memulihkan ekonomi ternyata justru dianggap tidak tepat dan semakin menurunkan optimisme di kalangan pelaku ekonomi dan konsumen. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Konstatinuou dan Tagkalakis (2010) di Yunani bagaimana kebijakan fiskal dapat meningkatkan atau menurunkan optimisme pelaku usaha dan konsumen. Mereka menunjukkan bahwa kebijakan seperti pemotongan pajak akan secara positif menaikkan confidence pelaku usaha dan konsumen. Sebaliknya, ketika pemerintah menaikkan gaji pegawai dan belanja pemerintah akan menurunkan confidence karena pelaku usaha dan konsumen melihat pajak akan dinaikkan oleh pemerintah.
  • 36. 36 Bagi Indonesia, memulihkan optimisme pelaku usaha dan konsumen dalam negeri menjadi prioritas saat ini. Posisi wait and see pelaku usaha dan penundaan pembelian yang dilakukan konsumen terjadi sepanjang semester I/2015. Beberapa data dan indikator menunjukkan pertumbuhan ekspansi usaha masih terbatas dan konsumsi dalam negeri tumbuh secara terbatas. Bagi pelaku usaha, ketidakpastian arah perekonomian global, fluktuasi nilai tukar rupiah, pelemahan daya beli masyarakat, kelancaran belanja modal pemerintah dan target pajak dalam APBN-P 2015 yang ditargetkan naik secara signifikan menjadi faktor yang membuat ruang ekspansi terbatas. Sementara dari sisi konsumen, pelemahan daya beli, kepastian lapangan kerja, stabilitas harga dan perlambatan penciptaan lapangan kerja membuat mereka sangat berhati-hati dalam melakukan belanja. Fakta di lapangan di atas terekam secara jelas dari agregasi data yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2015 sebesar 4,67%, sedikit di bawah kuartal I/2015 sebesar 4,71%. Realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal II/2015 semakin meningkatkan kekhawatiran banyak kalangan tentang risiko tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi tahunan di atas 5%. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) beberapa waktu lalu memublikasikan hasil survei konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen Juli 2015 menurun sebesar 1,4 poin menjadi 109,9 poin dari bulan sebelumnya. Pelemahan indeks ini terjadi karena terdapat penurunan dari dua indeks pembentuknya, yaitu Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Dengan kata lain, terjadi penurunan keyakinan dan optimisme di tingkat konsumen pada Juli 2015 terkait kondisi perekonomian dan ekspektasi penghasilan serta ketersediaan lapangan kerja. Tanpa adanya kebijakan yang mampu memulihkan optimisme rasanya akan semakin sulit bagi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi seperti yang direncanakan. *** Menurut saya, paling tidak ada tiga kelompok yang perlu dipulihkan segera optimismenya bahwa perekonomian nasional akan menjadi lebih baik pada semester I/2015 dan tahun-tahun berikutnya. Kelompok pertama adalah pelaku usaha. Optimisme pelaku usaha perlu segera dipulihkan melalui serangkaian kebijakan yang lebih pro-dunia usaha. Selain kebijakan yang memudahkan doing-business, untuk membantu industri padat karya terhindar dari risiko PHK dan penghapusan hambatan investasi diperlukan kebijakan di sektor perpajakan yang lebih business-friendly. Komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dengan asosiasi dunia usaha yang intens dapat
  • 37. 37 meningkatkan penyamaan persepsi tentang opsi-opsi kebijakan yang diperlukan. Melalui hal ini, kebijakan akan lebih kredibel, tepat dan terukur serta perlahan namun pasti akan meningkatkan optimisme pelaku usaha. Kelompok kedua yang perlu dipulihkan optimismenya adalah konsumen. Kebijakan seperti pengendalian harga yang tepat dan terukur, mengurangi risiko kenaikan harga produk strategis seperti energi dan pangan, menjamin lapangan kerja tetap tersedia, mendorong terus bergeraknya sektor UMKM, pengamanan industri padat karya dan pertanian, serta bila dimungkinkan relaksasi pajak di sektor konsumsi yang mampu meningkatkan daya beli masyarakat sangat diperlukan untuk memulihkan kondisi permintaan domestik. Tidak hanya pemerintah, BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga perlu secara kolektif ikut memperkuat permintaan domestik. Beberapa langkah telah dilakukan seperti kebijakan relaksasi loan to value (LTV) yang membuat sektor kredit beberapa waktu lalu terkontraksi. Kelompok ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah optimisme para penyelenggara negara. Menggenjot penyerapan anggaran, utamanya pembangunan infrastruktur, menjadi pertaruhan pemerintah di semester II/2015 untuk mengompensasi lambatnya pertumbuhan ekonomi pada semester I/2015. Selain komitmen politik dari presiden dan para anggota kabinet tentang target pembangunan infrastruktur, proses di tingkat eselon I, II, dan III juga akan sangat menentukan realisasi target serapan. Selain itu, hal ini juga sangat dipengaruhi proses dokumen proyek infrastruktur di daerah. Birokrasi di pusat maupun di daerah perlu terus ditingkatkan kualitas kerja dan profesionalismenya agar kualitas belanja infrastruktur menjadi lebih efisien dan efektif. Tanpa didukung lingkungan kerja yang kondusif di birokrasi dengan pengawasan yang tepat dan terukur, target pembangunan infrastruktur melalui anggaran APBN-P baik di tingkat pusat maupun daerah berisiko tidak sesuai target yang ditetapkan. PROF FIRMANZAH PhD Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
  • 38. 38 Kita dan Daging Sapi Koran SINDO 13 Agustus 2015 Biasanya, setiap menjelang Lebaran, kita selalu dihadapkan pada fenomena kenaikan harga. Tak terkecuali harga daging sapi. Pada Lebaran 2015, misalnya, harganya naik dari Rp90.000/kg menjadi Rp120.000-an. Sehabis Lebaran biasanya turun kembali. Tapi, mengapa tahun ini tidak? Sebaliknya, harganya terus bergerak naik. Beberapa minggu setelah Lebaran bahkan sudah menembus Rp150.000/kg. Fenomena ini tentu mengejutkan. Ada apa? Menurut saya, setidak-tidaknya ada empat penyebab. Pertama, ada spekulasi terhadap kebijakan pemerintah untuk memangkas impor sapi dari 200.000 ekor tahun ini menjadi 50.000 ekor. Pengurangan hingga 150.000 ekor jelas bukan jumlah yang sedikit. Untuk Anda ketahui, selama tahun 2015 ini pemerintah memperkirakan kebutuhan sapi mencapai 4 juta ekor. Dari jumlah itu biasanya sekitar 20% atau 750.000 dipasok lewat impor. Maka pengurangan impor sapi sebanyak itu pasti berdampak. Pasokannya berkurang. Ini menyebabkan harga sapi bergerak naik. Kedua, sekitar lima minggu lagi masyarakat kita bakal memasuki Idul Adha atau Hari Raya Kurban. Jadi permintaan sapi bakal meningkat lagi. Sementara peternak kecil jelas menahan sampai Hari Raya Kurban tiba karena di sanalah mereka akan mendapatkan harga terbaik. Ingat, ya, saat itu mereka bisa jual ternaknya secara utuh. Ini berbeda dengan menjual daging yang ada ongkos untuk tukang jagalnya. Minimal kepala, ekor, dan jeroan sudah ada hak masing-masing yang harus diikhlaskan peternak. Kondisi inilah yang menyebabkan para peternak dan pedagang sapi menahan penjualan sapi-sapinya. Lagipula pasokan sapi berkurang sehingga tak mengherankan bila harga-harga kembali bergerak naik. Ketiga, tentu saja kita tak bisa menutupi kenyataan, ada yang menginginkan kuota baru untuk mengimpor dalam jumlah besar. Keempat, kalau kita mau secara serius membangun kemandirian, sebenarnya potensi peternakan sapi kita lumayan besar. Banyak pulau terpencil kita yang punya kemampuan menjadi sentra pembiakan dan penggemukan sapi. Meski tidak besar, Rumah Perubahan saja, sebagai social enterprise, punya 200-an ekor sapi yang dikelola masyarakat di Pulau Buru. Masalahnya, ongkos bongkar muat di pelabuhannya amat mahal, belum lagi biaya transportasinya. Cari kapalnya saja minta ampun. Lebih mudah cari kapal di Australia untuk mendatangkan ribuan ekor sapi ketimbang mengangkut sapi antarpulau.
  • 39. 39 Keempat kondisi itu mestinya bisa diketahui jauh-jauh hari. Kini tinggallah kita menyaksikan potret kemarahan pedagang daging. Ini juga agak janggal. Katanya mogok karena tak ada pasokan daging yang harganya terjangkau. Tapi begitu digelontorkan, mereka enggan menjualnya. Argumentasi mereka, kalau harganya mahal, tak ada pembeli. Pembelinya mungkin tenang-tenang saja karena masih ada daging ayam atau mungkin juga lebih baik makan ikan. Dua Potret Namun saya kira kurang bijak bila kita menganggap sepele masalah mahalnya harga daging sapi ini. Terlepas ada yang memainkannya atau tidak. Anda tahu salah satu konsumen daging sapi adalah para pedagang bakso yang jumlahnya diperkirakan 2,5 juta orang. Menurut Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (Apmiso) Indonesia, omzet total dari seluruh pedagang bakso per hari mencapai lebih dari Rp1 triliun. Kalau mereka kesulitan memperoleh daging, omzet mereka tentu juga berkurang. Atau mereka bakal memilih menaikkan harga. Anda rela membayar semangkuk bakso seharga Rp20.000? Maaf, ini dari penjual bakso kelas bawah, bukan yang ada di bandara atau mal. Kalau Anda penggemar rendang, pasti juga akan merasakan dampak dari lonjakan harga daging sapi. Entah dalam bentuk potongan daging rendang yang semakin kecil atau harganya yang naik. Bicara soal daging sapi, saya akan ajak Anda menengok sedikit cerita dari sebuah keluarga yang di Indonesia pasti jumlahnya banyak sekali. Begini ceritanya. Ada seorang ibu yang setiap hari memasak untuk keluarganya. Ia biasanya berbelanja dari pedagang sayur keliling. Ketika melihat seonggok daging di gerobak si pedagang, hatinya tergelitik. Sesekali ia ingin menyenangkan keluarganya. Ia tahu anak-anak, suami, dan ibu mertua yang tinggal bersamanya tentu bosan kalau berbulan-bulan terus disuguhi lauk nabati. Otaknya beku. Kalau yang memakannya saja bosan, apalagi dia yang membuatnya. Maka, ketika melihat seonggok daging sapi, hatinya tergoda. Bertanyalah dia ke sang pedagang. ”Berapa harga dagingnya, Bang?” Jawab sang pedagang, ”Sekilo Rp150.000.” Mulut sang ibu tiba-tiba kelu. Anggaran belanjanya per hari hanya Rp25.000. Kalau membeli sekilo daging, itu berarti enam hari ke depan keluarganya mesti puasa. Jelas tidak mungkin. Tapi, dorongan kuat untuk menyenangkan perasaan keluarganya membuat sang ibu gelap mata. Akhirnya ia memutuskan untuk membeli setengah kilogram daging sapi. Soal belanja untuk besok, itu dipikir nanti sajalah. Itu potret satu keluarga dan daging sapi. Saya yakin potret semacam ini banyak kita jumpai di Indonesia. Mari kita lihat potret lainnya.
  • 40. 40 Skandal Kuota Impor Beberapa tahun lalu kita dengan antusias mengikuti berita tentang sebuah partai besar yang para pimpinannya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat skandal kuota impor daging sapi. Di pengadilan kita mendengar oknum politisi partai tersebut, bersama direktur utama sebuah perusahaan, mengatur jatah kuota impor daging sapi. Kebetulan menteri yang mengurus kuota impor daging sapi tersebut adalah kader dari partai tersebut. Jadi, sang presiden partai merasa memiliki akses agar menterinya bisa menetapkan kuota impor daging sapi. Untuk perannya sebagai pelobi menteri, sang politisi dijanjikan memperoleh bayaran Rp40 miliar. Namun, baru menerima uang Rp1 miliar, ia telanjur ditangkap KPK. Cerita pengaturan kuota impor daging sapi kemudian berkembang dengan sangat seru, dramatis, dan ... ah, sudahlah. Kini, para pelaku dalam skandal tersebut sudah masuk bui. Mahkamah Agung bahkan menambah lama hukuman politisi itu dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Itulah tiga potret kontras di masyarakat kita yang sama-sama terkait dengan urusan daging sapi impor. Ada para pedagang bakso yang tengah habis-habisan memutar otak agar penjualannya jangan terlalu anjlok dan ada yang sedang mengutak-atik kesempatan. Selain itu ada ibu rumah tangga yang tengah pusing bagaimana mengatur uang belanjanya tiga hari ke depan. Jadi, siapa bilang urusan daging sapi seenak rasanya? RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
  • 41. 41 Semangat Kejuangan dalam Ekonomi Koran SINDO 18 Agustus 2015 Tujuh puluh tahun Indonesia merdeka. Semangat dan nilai-nilai perjuangan para pendiri bangsa perlu terus kita gelorakan untuk mewujudkan cita-cita bersama. Semangat perjuangan ini semakin penting di tengah situasi perekonomian dunia dan nasional yang melambat dan penuh dengan ketidakpastian. Optimisme para pendiri bangsa perlu kita warisi dengan tekad bahwa kondisi perekonomian nasional akan mampu melewati turbulensi dan gejolak perekonomian dunia. Diperlukan keterpaduan baik dari unsur pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi maupun stakeholder lainnya untuk terus memperkuat fundamental perekonomian nasional. Hanya melalui hal ini kita dapat melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa untuk terus memajukan dan membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi besar dunia. Saya melihat salah satu warisan terbesar dari para pendiri bangsa adalah semangat dan tekad yang sangat kuat untuk menjadikan Indonesia negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Peristiwa Rengasdengklok menjadi saksi sejarah bagaimana optimisme kaum muda mampu meyakinkan Soekarno-Hatta untuk mempercepat Proklamasi Kemerdekaan RI. Meski pada saat itu infrastruktur untuk suatu negara baik di bidang pemerintahan, politik, pendidikan, ekonomi maupun keuangan, serta alat dan kelengkapan kenegaraan lainnya, masih sangat terbatas, namun tidak menyurutkan tekad kelompok muda untuk meyakinkan Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. *** Tekad kuat, optimisme, dan keyakinan generasi pendahulu merupakan modal penting bagi kita dalam menyikapi kondisi perekonomian nasional saat ini. Siklus perlambatan ekonomi kembali hadir saat ini. Sebelumnya, ekonomi Indonesia telah melalui serangkaian krisis ekonomi baik yang bersumber dari eksternal maupun internal. Pasca-krisis ekonomi 1998, ekonomi nasional menghadapi serangkaian ujian gejolak eksternal yang berdampak pada perekonomian dalam negeri. Misalnya krisis subprime- mortgage di tahun 2008, melambungnya harga minyak mentah dunia yang pernah menyentuh di atas USD137/barel, krisis utang Eropa, krisis utang Yunani, dan gejolak ekonomi perekonomian dunia lainnya pernah kita lalui bersama. Perekonomian dan fundamental ekonomi terus mengalami perbaikan melalui serangkaian kebijakan dan optimisme para pelaku pasar baik industri besar, sedang, menengah maupun kecil.
  • 42. 42 Saat ini perekonomian kita sedang diuji kembali oleh beberapa hal seperti ketidakpastian besaran dan kapan The Fed akan mengumumkan kenaikan suku bunga, rendahnya permintaan dan harga komoditas dunia, devaluasi yuan, dan gejolak pasar keuangan lainnya. Dampak yang paling kita rasakan tekanannya adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), indeks harga saham gabungan (IHSG), serta naiknya harga barang yang memiliki komponen impor tinggi. Nilai tukar rupiah minggu lalu sempat menyentuh titik terendah selama 17 tahun dengan kurs di pasar spot berada di level Rp13.900 per dolar AS. Meski ditutup pada kisaran Rp13.700- an, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih akan terus kita rasakan dalam waktu dekat ini. Di dalam negeri, perlambatan ekonomi sangat kita rasakan. Pertumbuhan ekonomi selama semester I/2015 tidak setinggi yang kita harapkan serta belanja pemerintah juga masih rendah. Pemerintah berjanji akan memperbaiki target penyerapan anggaran di semester II/2015 yang nantinya diharapkan menggerakkan roda perekonomian baik di daerah maupun secara nasional. Kondisi ekonomi yang melambat juga tecermin dari menurunnya pertumbuhan penjualan di sektor ritel, automotif, properti, elektronik, dan perhotelan. Target penyaluran kredit direvisi oleh BI dan diperkirakan sepanjang tahun ini akan tumbuh sebesar 11-13%. Sementara itu, kredit bermasalah (non performing loan - NPL) juga meningkat meskipun masih dalam koridor terjaga. Namun, yang perlu diwaspadai adalah NPL di sektor UMKM yang menunjukkan tren yang harus kita antisipasi bersama. Pengalaman pada masa lalu menunjukkan bahwa di tengah situasi perekonomian yang sedang melambat dibutuhkan optimisme dari semua kalangan. Pemerintah perlu terus-menerus memompa optimisme bagi dunia usaha maupun rumah tangga terhadap prospek perekonomian nasional. Hal ini hanya bisa dilakukan melalui serangkaian kebijakan yang tidak hanya lebih pro terhadap dunia usaha, tetapi juga mampu mengembalikan daya beli masyarakat. Bagaimana kita menghadapi krisis subprime-mortgage, menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua. Komunikasi, kerja sama, koordinasi, dan kolektivitas anak bangsa untuk memitigasi dampak negatif telah membuat ekonomi nasional berdaya tahan. Pertumbuhan ekonomi saat itu sempat turun menjadi 4,5% di tahun 2009 namun tahun berikutnya mampu pulih dan tumbuh 6,1%. Semangat kebersamaan itulah yang kita perlukan saat ini di tengah perlambatan dan ketidakpastian perekonomian dunia. Kita masih akan dikagetkan oleh kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti keputusan Bank Sentral Cina mendevaluasi secara mendadak yuan minggu lalu. Di tengah situasi seperti ini maka semangat kolektivitas anak bangsa melalui koordinasi lintas kementerian/lembaga, lintas otoritas, pusat-daerah, dunia usaha, serikat pekerja, perguruan tinggi dan media untuk terus saling memahami dan melepaskan egosektoral. Budaya kolektivisme dan Indonesia Incorporated menjadi kunci penting bagi jalannya
  • 43. 43 pembangunan. Sementara sikap saling menyalahkan, melemahkan, mengunci, dan acuh tak acuh menjadi bumerang bagi kita semua. Mengisi kemerdekaan adalah tugas dari kita semua. Semangat dan perjuangan memerdekakan bangsa oleh para pendiri bangsa menjadi inspirasi bagi kita semua. Infrastruktur pada saat itu terbatas dan sangat tidak lengkap, namun tidak pernah mematahkan nilai juang bagi bangsa dan negara. Semoga warisan semangat juang dan optimisme yang diberikan oleh para pendiri bangsa ini dapat meresap dan menghancurkan dinding egosektoral kelembagaan agar dapat berpikir dan bertindak bagi kepentingan nasional yang lebih luas. Generasi saat ini baik yang duduk di pemerintahan, dunia kampus, dunia usaha, media, civil- society, dan elemen bangsa lainnya perlu terus menjaga optimisme bahwa kita akan mampu melewati masa-masa sulit di tengah perlambatan perekonomian dunia dan nasional. Selamat hari kemerdekaan, terima kasih para pahlawan, dan nilai-nilai kejuangan menjadi penyemangat bagi generasi saat ini dan mendatang untuk melanjutkan pembangunan demi Indonesia Raya! PROF FIRMANZAH PhD Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
  • 44. 44 Kita Sudah Kerja Keras, Sekarang Apa Lagi? Koran SINDO 20 Agustus 2015 Dulu, beberapa komoditas kita pernah menjadi pemain kelas dunia. Maksudnya, posisi ekspor komoditas kita sangat menentukan di pasar internasional, tetapi perlahan-lahan tergusur oleh negara-negara yang lahannya tak sebesar kita. Sebut saja timah, kakao, CPO, kayu manis, pala, karet, kopi, dan beberapa produk mineral. Untuk sekadar diketahui, sampai saat ini kita masih menjadi eksportir timah terbesar di dunia, tetapi volume produksi timah kita masih kalah dari Cina. Meski demikian, sebagian besar produksi timah Cina dipakai untuk kebutuhan dalam negeri. Hanya sedikit yang diekspor. Sebaliknya dengan kita. Volume produksi timah kita mencapai 100.000 metrik ton per tahun, tetapi hampir 95%-nya dijual ke pasar ekspor. Hanya 5% yang kita konsumsi sendiri. Artinya kita belum cukup membangun industri hilirnya. Ini penting saat kita memaksa industri tambang kita membangun smelter. Pertanyaannya, siapa yang mau pakai output-nya? Baiklah, kita renungkan hal itu. Tapi posisi kita di pasar timah internasional sangat berpengaruh. Kalau produksi timah kita sampai terganggu, harga di pasar dunia tentu bakal bergejolak. Komoditas kita lainnya yang merajai pasar dunia adalah crude palm oil alias CPO. Bersama Malaysia, kita menguasai sekitar 85% pasar ekspor CPO dunia. Menjelang 1990-an, produksi CPO kita memang masih kalah dari Malaysia. Tapi, lahan di Malaysia sangat terbatas. Sementara lahan kita yang bisa dikonversi menjadi perkebunan sawit masih sangat luas. Sampai tahun lalu luas lahan perkebunan sawit kita mencapai lebih dari 10,2 juta hektare. Produksi CPO kita juga sudah menembus 31 juta metrik ton, jauh meninggalkan Malaysia. Kita mengekspor CPO terutama ke Cina dan India. Tapi mengapa produk turunannya masih amat terbatas? Kita juga masih punya karet. Sampai saat ini kita masih menjadi eksportir karet terbesar kedua di dunia. Ekspor karet kita hanya kalah dari Thailand. Kita mengekspor karet ke Amerika Serikat, Cina, dan Jepang. Beberapa komoditas kita lainnya saat ini juga masih berperan menentukan di pasar dunia. Biji kakao, misalnya, kita menjadi produsen terbesar ketiga di dunia. Kita masih kalah dari Pantai Gading dan Ghana. Sama dengan pala yang masih kalah dari negeri kepulauan yang amat kecil: Granada. Ekspor kopi kita juga menempati peringkat ketujuh di dunia. Di sini kita masih kalah dari Brasil yang menjadi produsen dan eksportir utama kopi dunia. Tapi, untuk minyak atsiri,
  • 45. 45 yang menjadi bahan baku pembuatan parfum, ekspor kita sampai saat ini masih yang terbesar di dunia. Pada komoditas yang berbasis mineral, misalnya, volume ekspor kita juga masih sangat menentukan. Kita masih menjadi eksportir batu bara terbesar kedua di dunia. Lalu ekspor nikel kita juga terbesar keempat di dunia. Kita juga mengekspor bauksit, bijih besi, gas, tembaga, emas, dan berbagai mineral lain dalam volume yang menentukan di pasar dunia. Kerja Keras vs Kerja Cerdas Melihat kinerja ekspor sejumlah komoditas tadi kita tentu senang. Itu jelas hasil kerja keras anak-anak bangsa. Hasil kerja keras kita semua. Tapi, apakah kita sudah puas dengan kerja keras tersebut? Rasanya belum. Mengapa? Mari kita lihat untuk komoditas timah. Meski kita menjadi eksportir timah terbesar di dunia, bukan kita yang menentukan harganya. Harga timah masih ditentukan bursa timah dunia yang dikendalikan oleh dua negara, yakni Malaysia dan Inggris. Begitu pula dengan CPO. Harga CPO dunia ditentukan di bursa Rotterdam, Belanda. Di sana pengendali utama bursa masih Malaysia. Di dalam negeri bahkan harga biji kakao kita ditentukan oleh para pedagang dari Singapura. Setiap kali menjelang panen kakao, para pedagang dari negeri jiran tersebut langsung masuk ke pelosok-pelosok daerah yang menjadi produsen utama Indonesia. Mereka memborong kakao dari para petani kita. Saya tak akan membahas untuk komoditas-komoditas lain. Kalau terhadap dua komoditas utama saja kita belum menjadi penentu harga, tentu kondisinya kurang lebih serupa untuk komoditas-komoditas lain. Itu artinya kerja kita belum selesai. Kita sudah bekerja keras, tetapi masih perlu bekerja lebih cerdas. Seperti apa kerja cerdasnya? Kerja cerdas tidak mungkin bisa dilakukan jika kita tak pernah merasakan berhasil atau gagal. Hanya orang, maaf, bodoh yang mengatakan bahwa kerja cerdas itu mudah. Buat saya, kerja cerdas harus dimulai dengan kerja keras. Sederhananya, kita harus memulainya dengan kerja keras terlebih dahulu. Harus dimulai dengan melengkapi prasarananya secara agresif, juga kualitas manusianya. Bila perlu datangkan dari luar yang the best untuk tinggal dan bekerja di sini. Ya, yang terbaik. Bukan yang buruh kasarnya. Jadi, bisa dengan metode turun bertahap, dari 90% kerja keras, 10% kerja cerdas. Lalu, turun lagi menjadi 80%:20%, 70%:30%, dan seterusnya sampai mungkin komposisinya menjadi 30%:70% atau bahkan 10%:90%. Jadi kalau dulu kita bekerja keras sampai tidak memiliki waktu dan tenaga untuk melakukan kegiatan lain. Seluruhnya habis untuk bekerja. Sementara, dengan bekerja cerdas, kita masih waktu dan tenaga untuk melakukan apa saja di luar pekerjaan, tetapi tetap memperoleh hasil yang sama.