2. Pengertian Perkawinan
• Pengertian perkawinan menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang
Perkawinan, bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkn ketuhanan Yang Maha Esa.
• pengertian perkawinan adalah sama-sama menyebutkan adanya ikatan
atau akad antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk
membentuk sebuah keluarga.
Presentation title 2
3. Hukum dan Tujuan Perkawinan dalam
Agama Islam
dalam mazhab fiqih Ahli Sunnah Waljama’ah ada 4 (empat) pendapat
ulama mazhab yakni Mazhab Maliki, Hanafi, Syafi‟i, dan Mazhab
Hambali. Mereka mengatakan bahwa hukumnya berbeda-beda sesuai
dengan keadaan seseorang. Mereka berpendapat bahwa:
• Menikah menjadi wajib hukumnya bagi orang yang mampu melakukan
persetubuhan dan khawatir akan dirinya terjatuh ke dalam perbuatan
dosa besar jika tidak menikah.
4. Presentation title 4
• Menikah menjadi sunnah hukumnya bagi orang yang mampu menahan
syahwatnya hingga tidak terjerumus ke dalam dosa besar.
• Menikah menjadi haram hukumnya bagi orang yang tidak mampu
melakukan persetubuhan dan tidak mampu memberikan nafkah pada
istrinya.
• Menikah menjadi haram hukumnya bagi orang yang tidak mampu
melakukan persetubuhan dan tidak mampu memberikan nafkah pada
istrinya.
5. TUJUAN PERKAWINAN
5
• Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting karena dengan
perkawinan seorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik
secara sosial, biologis maupun secara psikologis. Seseorang dengan
melangsungkan perkawinan dengan sendirinya semua kebutuhan
biologisnya bias terpenuhi. Ia akan bias menyalurkan kebutuhan
seksnya denagn pasangan hidupnya.
6. Rukun dan Syarat Perkawinan
• Calon suami, syarat-syaratnya adalah
a) Beragama islam,
b) Laki-laki,
c) Jelas orangnya,
d) Dapat memberikan persetujuan,
e) Tidak terdapat halangan, misalnya tidak sedang berihram.
7. 7
• Calon istri, syarat-syaratnya adalah
a) Beragama meskipun yahudi atau nasrani,
b) Perempuan,
c) Jelas orangnya,
d) Tidak terdapat halangan perkawinan,
e) Telah mendapat izin dari walinya.
• Wali nikah, syarat-syaratnya adalah
a) Beragama islam,
b) Laki-laki,
c) Dewasa/baligh,
d) Mempunyai hak perwaliannya,
e) Tidak terdapat penghalang perwalian.
8. • Saksi nikah, syarat-syaratnya adalah
a) Minimal dua orang laki-laki,
b) Hadir saat ijab kabul,
c) Dapat mengerti maksud akad,
d) Beragama Islam,
e) Dewasa/baligh,
f) Medeka,
g) Adil.
• Ijab kabul, syarat-syaratnya adalah
a) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali,
b) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria
c) Antara ijab dan kabul berkesinambungan
d) Orang yang berkaitan dengan ijab kabul tidak dalam haji dan umrah
e) Majelis tempat berkumpul para pihak dihadiri minimal empat orang saat itu.
f) Antara ijab dan kabul jelas maksudnya.
9. Hukum Perkawinan Lintas Agama dalam
Prespektif Agama Islam
Menurut Agama Islam, larangan perkawinan lintas agama mendasarkan pada
ketentuan Surat Al-Baqarahn ayat 221, artinya: “Dan janganlah kamu nikahi
wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman, sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari pada wanita musyrik walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan
wanita- wanita mukmin sebelum mereka beriman, sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan perintah-perintahNya
kepada manusia, supaya mereka mengambil pelajaran’.
9
10. 10
Dari pembahasan di atas dapat disimpulakan bahwa pria muslim dilarang menikah
dengan wanita musyrik, begitupun sebaliknya jika pria itu menyembah berhala,
tidak dibolehkan bagi wanita muslim menikah dengannya dan mempertahankan
pernikahannya. Dari semua tafsiran di atas, mereka para mufassir semuanya
mempertegas bahwa wanita kafir yang tidak boleh dinikahi itu adalah dia yang
musyrik, sebagaimana ayat ini turun disebabkan terjadinya perjanjian Hudaibiyah di
antara Nabi SAW dan orang-orang musyrik Quraisy Mekah. Sehingga hal ini memicu
perbedaan pendapat di antara para ulama tentang menikahi wanita kafir selain
musyrik.
11. Kesimpulan
11
Fenomena perkawinan lintas agama di Indonesia dapat menimbulkan
berbagai permasalahan yang dihadapi oleh suami isteri yang berbeda agama,
terkait dengan kehidupan rumah tangga yang dijalani, serta tujuan
perkawinan yang hendak dicapai. Selain itu berdasarkan aturan perundang-
undangan, perkawinan lintas agama tidak diatur karena melihat berbagai
dampak yang mungkin ditimbulkan, serta dari segi keabsahan suatu
perkawinan merupakan ranah atau kewenangan agama dan kepercayaan
masing-masing, sehingga adanya upaya - upaya yang dilakukan oleh pihak-
pihak yang ingin melangsungkan perkawinan lintas agama dengan cara-cara
yang mungkin dapat ditempuh haruslah mendapat pengaturan yang lebih
jelas, sehingga Undang-Undang Perkwinan benar-benar dapat memberikan
pengaturan yang jelas dan tegas mengenai perkawinan lintas agama.
12. Saran
12
Setelah kita mengetahui bagaimana hukum Islam mengatur tentang
perkawinan beda agama, sudah sepantutnya kita menjaga diri dan tidak
melakukan apa yang menjadi larangan Allah SWT dan juga yang tertuang
dalam hadis dan ijtihad sebagai pendukungnya. Karena sejatinya untuk
menjaga diri kita adalah dengan cara menjaga aturan agama yang kita
anut untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.