Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia memiliki status sebagai lembaga negara yang independen berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. Independensi ini memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya, namun juga menuntut tanggung jawab yang lebih besar. Secara teoritis, independensi Bank Sentral mencakup kemampuan untuk menetapkan kebijakan moneter secara otonom tanpa campur tangan pihak luar,
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA - LPS, OJK, & KARTU PLASTIK
Bulhuk 080310
1. ISSN : 1693 - 3265
BULETIN Volume 8, Nomor 3, September 2010
HUKUM PERBANKAN
DAN KEBANKSENTRALAN
Implikasi Landasan Hukum Independensi dan Posisi Dalam Sistem Ketatanegaraan Bagi Pencapaian Tujuan
dan Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral RI
Implementasi Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan Dampaknya Pada Peranan dan
Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan Stabilitas Keuangan
Peran Bank Sentral Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
Bank Indonesia: Independensi, Pengawasan Bank dan Stabilitas Sistem Keuangan
Beberapa Catatan Terhadap RUU Otoritas Jasa Keuangan
Resensi Buku: Konstitusi Ekonomi (Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH)
Cakrawala Hukum: Seminar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, RUU Otoritas Jasa Keuangan, Adakah Solusi Alternatif ?
Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia, Mei - Oktober 2010
Ringkasan Peraturan Bank Indonesia, Mei - Oktober 2010
2. Volume 8, Nomor 3, September 2010
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
Direktorat Hukum Bank Indonesia
Pelindung
Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia
Penanggung Jawab
Ahmad Fuad, Heru Pranoto, Agus Santoso
Pemimpin Redaksi
Agus Santoso
Sekretaris Redaksi
Dyah Pratiwi
Dewan Redaksi
Zulkarnain Sitompul, Wahyudi Santoso, Sudarmaji, Bambang Djauhari, Herminingsih,
Rosalia Suci, Suprianto, Hari Sugeng Raharjo, Umi Widji. R.
Redaksi Pelaksana
Arief. R. Permana, Gufron Baehaki, Hilman Tisnawan,
Teddy Yusuf, Anton Purba, Kuwat Wijayanto
Mitra Bestari
Prof. Dr. Erman Radjagukguk, SH, LLM
Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, LLM
Prof. Dr. Huala Adolf, SH, LLM
Dr. Inosentius Samsul, SH, LLM
Dr. Lastuti Abubakar, SH, MH
Penanggung Jawab Pelaksana dan Distribusi
Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum,
Direktorat Hukum Bank Indonesia
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia. Isi dan hasil penelitian
dalam tulisan-tulisan dalam buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi
Bank Indonesia.
Buletin ini pada awal tahun penerbitan, tahun 2003, diterbitkan 6 (enam) bulan sekali, yaitu pada bulan Juli dan Desember.
Mulai tahun 2004 buletin ini terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember, dan mulai tahun 2009, buletin
diterbitkan pada bulan Januari, Mei, dan September. Peminat buletin ini dapat menghubungi Bagian Administrasi Direktorat
Statistik Ekonomi dan Moneter, Gedung B Lt. 16, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, telepon (021) 381 8629, facsimile
(021) 350 1931, email: buletinhukum_dhk@bi.go.id
Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah serta resensi buku berkenaan dengan hukum
perbankan dan kebanksentralan. Tulisan tersebut dapat disampaikan kepada Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum,
Direktorat Hukum Bank Indonesia, Gedung Tipikal Lt 9 Jl M.H Thamrin No. 2 Jakarta 10350, telepon (021) 381 7346, facsimile
(021) 380 1430. Atas dimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, Redaksi memberikan uang jasa penulisan.
“Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia
di http://www.bi.go.id, pilih links riset, survey dan
publikasi, kemudian pilih publikasi”
4. Dari Meja Redaksi
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 8 Nomor 3, Edisi September 2010 kembali hadir dan menyapa
pembaca sekalian.
Pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK) sebagai amanat Pasal 34 UU Bank Indonesia harus dilakukan
untuk membangun industri jasa keuangan yang sehat, teratur dan mempunyai daya saing yang tinggi guna mewujudkan
perekonomian yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Namun demikian, pembentukan Lembaga Pengawas
Jasa Keuangan (LPJK) harus dicermati dari berbagai aspek. Dari aspek filosofis, pembentukan UU mengenai LPJK harus dilihat
apakah dapat meningkatkan fungsi administratif kontrol dan manajerial kontrol terhadap otoritas jasa keuangan agar kebijakan
yang telah ditetapkan dilaksanakan secara taat asas sesuai peraturan perundang-undangan bebas dari berbagai penyimpangan
atau penyelewengan dalam rangka pencapaian tujuan. Dari aspek yuridis, RUU berkaitan LPJK tidak boleh dilihat terpisah dari
UU lain yang terkait. Dari aspek sosiologis, penyusunan RUU mengenai LPJK hendaknya secara sungguh mempertimbangkan
best practice dan dinamika perkembangan di sektor jasa keuangan.
Menyoroti hal tersebut, dalam edisi kali ini Buletin akan khusus menghadirkan artikel berkaitan dengan rencana
pembentukan OJK, yaitu: Implikasi Landasan Hukum, Independensi dan Posisi Dalam Sistem Ketatanegaraan Bagi Pencapaian
Tujuan dan Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral, yang ditulis oleh Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, LLM;
Implementasi Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan Dampaknya Pada Peran dan Fungsi Bank Indonesia di
Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan Stabilitas Sistem Keuangan, yang ditulis oleh Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, LLM;
Peran Bank Sentral Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, Oleh Dr. Wimboh Santoso, Kepala Biro Stabilitas Sistem
Keuangan Bank Indonesia; Independensi Bank Indonesia dan Peran Baru Dalam Stabilitas Sistem Keuangan, oleh Drs. Ec.
Abdul Mongid, MA; serta Beberapa Catatan Terhadap RUU Otoritas Jasa Keuangan, oleh Oka Mahendra, SH;
Sementara itu, dalam rubrik Cakrawala Hukum, redaksi menampilkan pula seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia: RUU OJK, Adakah Solusi ?
Selanjutnya sebagai referensi, redaksi juga telah menyediakan resensi buku: Konstitusi Ekonomi.
Akhirnya, guna memberikan pengkinian informasi produk perundang-undangan Bank Indonesia, buletin ini akan
memuat daftar Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran (SE) Ekstern Bank Indonesia dari bulan Mei sampai dengan
Oktober 2010, yang dilengkapi dengan Ringkasan Peraturan Bank Indonesia, dengan harapan agar semakin mempermudah
pembaca dalam menelusuri dan mencari regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Selamat membaca.
Jakarta, September 2010
Redaksi
i
6. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan
Volume 8, Nomor 3, September 2010
Halaman
Dari Meja Redaksi............................................................................................................................................ i
Daftar Isi.......................................................................................................................................................... iii
Implikasi Landasan Hukum Independensi dan Posisi Dalam Sistem Ketatanegaraan Bagi Pencapaian Tujuan
dan Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral RI....................................................................... 1-9
Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, LLM
Implementasi Pasal 34 Undang-Undang Tentang Bank Indonesia dan Dampaknya Pada Peranan dan
Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan Stabilitas Keuangan................................... 11 - 16
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, LLM
Peran Bank Sentral Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan........................................................................ 17 - 22
Dr. Wimboh Santoso
(Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia)
Bank Indonesia: Independensi, Pengawasan Bank dan Stabilitas Sistem Keuangan........................................... 23 - 36
Drs. Ec. Abdul Mongid, MA
Beberapa Catatan Terhadap RUU Otoritas Jasa Keuangan................................................................................. 37 - 43
Oka Mahendra, SH
Resensi Buku:
Konstitusi Ekonomi (Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH).......................................................................................... 45 - 46
Veri Dhyatmika Adhiraharja
Cakrawala Hukum:
Seminar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, RUU Otoritas Jasa Keuangan, Adakah Solusi Alternatif ?................ 47 - 49
Redaksi
Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia, Mei - Oktober 2010...................... 51 -53
Tim Informasi Hukum
(Direktorat Hukum Bank Indonesia)
Ringkasan Peraturan Bank Indonesia, Mei - Oktober 2010................................................................................ 55 - 70
Tim Informasi Hukum
(Direktorat Hukum Bank Indonesia)
iii
8. Implikasi Landasan Hukum Independensi dan Posisi
Dalam Sistem Ketatanegaraan Bagi Pencapaian
Tujuan dan Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia
Sebagai Bank Sentral RI
Oleh: Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, LLM
A. LANDASAN DAN STATUS BANK INDONESIA masih merupakan bagian dari Eksekutif. Konsekuensinya
Bank Indonesia dituntut transaparan dan memenuhi
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 jo prinsip akuntabilitas kepada publik dalam menetapkan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank kebijakannya serta terbuka bagi pengawasan oleh
Indonesia (UUBI), Bank Indonesia adalah Lembaga masyarakat.
Negara yang independen. Sebagai Lembaga Negara
yang independen, Pemerintah dan/atau pihak-pihak Apakah sebenarnya hakekat independen itu, apakah
lainnya dilarang melakukan campur tangan terhadap independen berarti BI steril sama sekali dari segala bentuk
pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia (BI). intervensi?. Adakah batas-batas toleransinya?. Secara
Bahkan ditegaskan di dalam UUBI, BI wajib menolak teoritis, pada hakekatnya terminologi “independensi“
dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan itu mempunyai cakupan yang sangat luas.
dari pihak-pihak yang disebutkan di muka.
Independence: “the state or condition of being free from
Pelanggaran terhadap larangan campur tangan maupun dependence, subjection or control. Political independence
terhadap kewajiban untuk menolak campur tangan, is the attribute of a nation or state which is enterely
diancam penjara minimal 2 (dua) tahun, maksimal 5 (lima) autonomous and not subject to government, control or
tahun serta denda minimal Rp 2 miliar, maksimal Rp 5 dictation of any exterior power“. Independence: “not
miliar. Demikian terangkum dalam Pasal 67 dan 68 UUBI. depending on autority, self governing, not depend on
something for validity or efficiency, not supported by
B. INDEPENDENSI BI public fund (for institution), unwilling to be under
obligation to others, independent of any political aprty
Sebagai Lembaga Negara yang indepedenden, BI adalah (for politician) (Riyanto Sastroadmodjo, 1999).
badan hukum yang status badan hukumnya diperoleh
melalui penetapan Undang-Undang (UU). BI adalah Jika dikaitkan dengan Independensi Bank Sentral, maka
badan hukum publik, dengan kriteria: cara pendiriannya independensi Bank Sentral seperti BI terkait hal-hal
dilakukan penguasa negara berdasarkan UU, pelaksanaan sebagai berikut: Suatu Bank Sentral yang efektif harus
tugasnya berhubungan dengan publik, diberi wewenang kuat dengan cakupan ekonomi yang luas dalam
membuat peraturan sendiri yang mengikat masyarakat. operasinya dan terlepas dari campur tangan partisan
Saat ini produk peraturan tersebut dituangkan dalam serta tekanan partai politik. Sebagai lembaga independen
Peraturan Bank Indonesia (PBI). di lingkungan pemerintahan suatu Negara, Bank Sentral
seharusnya memiliki kemampuan atau otoritas atau
Adapun wewenang yang diberikan oleh UU kepada BI kewenangan judgment dalam kaitannya dengan
antara lain wewenang mengelola kekayaan sendiri persoalan kebijakan moneter suatu negara, namun tidak
terlepas dari APBN. Independensi BI memberikan dalam arti berada dalam posisi isolasi terhadap seluruh
kewenangan yang lebih besar kepada BI dengan kebijakan perekonomian suatu negara (Paul A Volcker,
harapan akan dapat lebih besar meningkatkan efektivitas Ex Chairman Board of Governors FRS US 79-87).
pelaksanaan tugasnya. Namun di sisi lain, independensi
menuntut tanggung jawab yang lebih besar. Dalam Itulah kualifikasi dan persyaratan suatu Bank Sentral
sistem ketatanegaraan Indonesia, posisi BI tampaknya yang independence. Dalam praktek negara maju,
1
9. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
kualifikasi dan persyaratan itu biasanya melekat dan 2. Kemandirian Fungsi
tercermin di dalam UU yang mengaturnya. Independen
diperlukan untuk pengembangan institusi dan Suatu Bank Sentral dapat dinilai mempunyai
mempertahankan jati dirinya secara bertanggung jawab. kemandirian fungsi bila ia mempunyai kebebasan
Independen sering terkait dengan prinsip politik yang dalam menggunakan instrumen-instrumen kebijakan
dianut suatu pemerintah, secara historical maupun moneter seperti: penyesuaian tingkat suku bunga
tradisional, terutama terletak pada masalah keuangan dan operasi pasar terbuka (OPT) dan pemberian
pemerintah. tingkat diskonto atau pengautan tentang kebijakan
perkreditan.
Di Amerika Serikat (United State/US ) pemberian status
independen Federal Reserve ( FDR ) atau Bank Sentral Dalam konteks ini kemandirian BI dapat diartikan
Amerika terutama untuk tujuan agar FDR dapat sebagai kemandirian instrumen yang menggambarkan
mengatur kebijakan moneter US secara bebas dari bahwa suatu bank sentral memiliki kebebasan memilih
“political presures“ (Lash, 1987: 28) instrumen yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan sasaran moneter yang telah ditetapkan.
C. KEMANDIRIAN BI
Hasil dari pelaksanaan kewenangan tersebut di atas,
Sebagai Lembaga Negara yang independen, maka BI sekalipun dengan biaya besar, misalnya dalam hal
dituntut mempunyai kemandirian terutama dalam 4 pelaksanaan OPT, tidak tepat jika dinilai atau dievaluasi
(empat) hal, yaitu: kemandirian institusi, kemandirian dengan tolak ukur out put yang dicapainya. Bisa jadi
fungsi, kemandirian keuangan dan kemandirian tidak sebanding, namun itulah keputusan yang
organisasi. Masing-masing kemandirian tersebut dapat diambil oleh BI yang tidak boleh diintervensi.
diuraikan sebagai berikut.
Bank Sentral yang independen harus memiliki
1. Kemandirian Institusi kebebasan untuk memutuskan kapan dan dalam
hal apa saja bantuan kredit atau fasilitas kredit
Kemandirian Institusi diartikan sebagai status BI likuiditas dapat diberikan. Pasal 10 UUBI mengatakan:
secara institusi terpisah dari kekuasaan eksekutif ”BI dalam mengendalikan kebijakan moneter
dan legislatif. BI diberi kewenangan menetapkan berwenang menggunakan instrumen-instrumen
kebijakan moneter secara independen dan bebas moneter yang telah ditetapkan dalam UU tanpa
dari campur tangan pemerintah. Demikian meminta atau memperoleh persetujuan dari
ditegaskan di dalam Pasal 4 Ayat (2) UUBI. Pemerintah”. Oleh sebab itu, jika kemandirian fungsi
ini dikaitkan dengan kebijakan Kredit Likuiditas Bank
Secara struktural kedudukan BI tidak berada di bawah Indonesia (KLBI) misalnya, seharusnya kebijakan
atau di dalam Kabinet Pemerintah, namun mempunyai seperti KLBI ini tidak boleh ditugaskan kepada BI,
kedudukan sejajar dengan Kabinet Pemerintah. karena akan mengganggu kemandirian fungsi BI.
KLBI diberikan untuk membiayai berbagai kredit
Kemandirian dalam hal menetapkan kebijakan program pemerintah. KLBI dikucurkan terutama
moneter merupakan syarat kemandirian institusi. untuk membiayai pengadaan pangan dan kegiatan
Sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 8 huruf a yang menyentuh secara langsung kepada usaha
UUBI: BI berwenang untuk menetapkan dan kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah.
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan Diantaranya untuk Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit
menjaga kelancaran sistem pembayaran serta Pemilikan Rumah Sederhana dan Sangat Sederhana
mengatur dan mengawasi bank. Kewenangan ini (KPRS/SS), Kredit Kepada Koperasi Primer untuk
tidak dapat diintervensi Pemerintah. Demikian anggotanya (KKPA), Kredit Kepada Koperasi (KKOP),
ditentukan di dalam Pasal 9 Ayat (1) UUBI. Kredit Modal Kerja Kepada BPR (KMK BPR), Kredit
2
10. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
Kepada Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM) (BI, 2002: atas, intervensi maupun pressure politik tersebut
20). Oleh sebab itu tepat jika kemudian oleh UUBI tidak boleh terjadi pada Bank Sentral seperti BI. Oleh
di dalam Pasal 56 KLBI telah dihapuskan, karena karena itu UUBI mengatur bahwa anggaran BI adalah
dipandang mengganggu konsep kemandirian BI. mandiri terpisah dari Pemerintah. Terpisah di sini
mengandung arti “lepas“ sama sekali dari induknya.
Kalau secara kaedah fungsi BI sebagai Lembaga Pemerintah tidak menganggarkan kebutuhan
Negara yang mandiri, independen telah diatur secara keuangan BI. Oleh sebab itulah, maka Pasal 60 UUBI
tegas dalam UU, maka seharusnya perdebatan siapa mengatakan: “anggaran BI ditetapkan oleh Dewan
yang harus bertanggung jawab atas kebijakan BLBI Gubernur. Tidak perlu approval DPR, tapi perlu
untuk mengatasi krisis tahun 1997 yang lalu tidak diinformasikan kepada DPR, sebagai bentuk kontrol
perlu terjadi. Sebagaimana diketahui BI adalah institusi tidak langsung.
yang paling disorot dalam kasus BLBI tersebut. Saat
itu terjadi perdebatan yang berkepanjangan di Panja 4. Kemandirian Organisasi
BLBI seputar apakah BI termasuk dalam jajaran
pemerintahan/Kabinet atau tidak (Mintoraharjo, Kemandirian organisasi diperlukan oleh BI karena
2001: 20). Ada satu pandangan yang mengatakan sangat erat kaitannya dengan komposisi dari organ
BI termasuk dalam jajaran kabinet. Argumennya badan hukum BI dan sistem pengangkatan dan
adalah dari segi keuangan dapat dipisahkan, namun pemberhentian pegawai BI sebagai bank sentral.
dalam kebijakan yang dilakukan BI merupakan Pihak lain dilarang melakukan campur tangan
pelaksanaan dari kebijakan pemerintah. Pada saat terhadap pelaksanaan tugas BI, sebaliknya BI wajib
itu BI tidak hanya berfungsi sebagai Bank Sentral, menolak dan atau mengabaikan segala bentuk
tapi sekaligus sebagai agent of development yang campur tangan dari pihak luar. Setiap pihak yang
punya kaitan dengan kebijakan perekonomian melakukan campur tangan dikenai sanksi yang
pemerintah secara keseluruhan. Pandangan lain tegas. Demikian dalam disimpulkan dari ketentuan
mengatakan tidak demikian. BI adalah lembaga yang Pasal 67 jo Pasal 9 UUBI.
independen, lembaga yang otonom berdasarkan UU
No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral waktu itu. Belakangan ini independensi dan kemandirian serta
Perbedaan pandangan demikian seharusnya tidak kredibilitas BI diuji, karena ditengarai di dalam
perlu terjadi jika semua pihak benar-benar memahami pelaksanaan BI sebagai Lembaga Negara yang
fungsi Bank Sentral sebagai Lembaga Negara yang independen, ternyata BI belum mampu menempatkan
independen, mandiri dari segi fungsinya, sebagaimana dirinya sebagaimaan dikehendaki oleh UUBI. Netralitas
kami kemukakan di atas. BI sebagai bank sentral ternyata belum sepenuhnya
benar-benar mampu mandiri. Intervensi dan pressure
3. Kemandirian Keuangan politik masih sering mempengaruhi kinerja dan kebijakan
yang dijalankan oleh BI sebagai Lembaga Negara yang
Mengacu kepada peran Pemerintah dan DPR independen. Akibatnya begitu BI menjalankan tugas-
terhadap anggaran bank sentral, maka diperlukan tugasnya sebagaimana diamanatkan oleh UUBI, banyak
adanya kemandirian keuangan pada BI. Mengapa pihak kemudian mempermasalahkan landasan hukum
demikian, karena bila dalam masalah keuangan kebijakan dalam rangka pelaksanaan tugas BI, status
terdapat kontrol dari Pemerintah, hal ini akan berarti dan kewenangan BI. Tidak mustahil pula kemudian
bahwa BI tidak lagi bisa memainkan peran banyak kalangan pemerhati BI yang juga menengarai
independensinya secara optimal. Dengan adanya intervensi dan pressure politik tersebut sebagai upaya
kontrol pemerintah akan sangat rentan intervensi lain yang bertujuan merongrong pencapaian kinerja
atau pressure politik, khususnya berkaitan dengan dan pelaksanaan tugas BI.
kebijakan moneter. Secara teoritis mengacu pada
difinisi independen sebagaimana dikemukakan di
3
11. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
D. POSISI BI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
MPR Lembaga Tertinggi Negara
Menyampaikan
Laporan Keuangan BI
yang telah diperiksa
Lembaga Badan Dewan Presiden Dewan
Mahkamah
Tinggi Pemeriksa Perwakilan Kepala Kepala Agung Pertimbangan
Negara Keuangan Rakyat Agung
Negara Pemerintahan
UU BI (UUD 45) Mengambil Sumpah
Memeriksa Informasi Tertulis Informasi Pimpinan BI (UUBI) dan Janji Anggota
Laporan Triwulan/sewaktu-waktu Tahunan Dewan Gubernur
Keuangan BI Tertulis
Bank Indonesia
Lembaga Negara Lembaga Negara yang Departemen
(UU No. 23/1999 Independen dan Badan Hukum
joUU No.3/04
Publik
(Informasi Tahunan)
Sumber : Diolah kembali dari BI dan Rahbini, 2000.
Struktur Bank Indonesia
Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
MPR
Presiden
Bank Indonesia DPR DPA BPK MA
Kepala Kepala
Negara Pemerintahan
1. Menetapkan dan Melaksanakan
Kebijakan Moneter:
a. Inflasi
b. Nilai Tukar
2. Mengatur dan Menjaga Kelancaran Peraturan Peraturan
Sistem Pembayaran Bank Indonesia Pemerintah
3. Mengatur dan Mengawasi Bank
Sumber : Rahbini, 2000 : 166.
4
12. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
Status BI yang independen dan mandiri sebagaimana E. TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
diuraikan di atas, secara legal berdasarkan UUBI, dapat
dipelajari bahwa posisi BI dalam system ketatanegaraan Menurut Pasal 7 UUBI, BI hanya mempunyai satu tujuan
Indonesia terlihat tidak sejajar dengan DPR, Mahkamah yaitu: MENCAPAI & MEMELIHARA KESTABILAN NILAI
Agung, BPK maupun Presiden sebagai Lembaga Tertinggi RUPIAH
Negara ( Rahbini, 2000 : 167 ). Posisi BI juga tidak sejajar Pencapaian dan pemeliharaan kestabilan nilai Rupiah,
atau sederajat dengan Depertemen atau Kementeraian tercermin pada:
Departemen, karena posisi BI berada di luar Pemerintahan Terhadap barang dan jasa = inflasi
atau Kabinet. Secara legal menurut hemat saya, pendekatan Terhadap mata uang negara lain = kurs
demikian yang tepat, karena berdasarkan UUBI tegas
dikatakan di dalam Pasal 4 bahwa BI adalah Lembaga Menurut Pasal 8 UUBI, guna mencapai tujuan kestabilan
Negara yang independen. BI adalah Lembaga Negara bukan nilai tukar rupiah, BI memiliki tiga tugas yaitu:
Lembaga Pemerintah. Pemerintah boleh menyusun • Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
kabinetnya dan setiap saat boleh diganti atau berubah- • Mengatur dan menjaga kelancaran sistem
ubah dan oleh UU perubahan seperti itu menjadi hak pembayaran;
prerogative Presiden, namun untuk posisi BI berdasarkan • Mangatur dan mengawasi bank.
UU tidak perlu harus ikut arus perubahan seperti dalam
sistem kabinet dan/atau pemerintahan. Tugas Penetapan dan Pelaksanaan Kebijakan Moneter
Dalam rangka melaksanakan tugas menetapkan dan
Di sinilah sebenarnya posisi BI sebagai Bank Sentral yang melaksanakan kebijakan moneter, BI menetapkan sasaran
tidak boleh dicampuri oleh pihak manapun, termasuk inflasi dengan memperhatikan perkembangan dan prospek
Pemerintah. Jadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, ekonomi makro, terutama perkembangan harga. Untuk
BI adalah Lembaga Negara yang independen. BI tidak mencapai sasaran laju inflasi, BI menetapkan sasaran
berada dalam struktur kabinet atau struktur Pemerintahan, besaran moneter atau likuiditas perekonomian.
posisinya berada di luar strtuktur tersebut dan mandiri.
Rahbini mengatakan bahwa kedudukan BI adalah sejajar Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan
dengan kedudukan Presiden. Sebagai Lembaga Negara BI berbagai instrumen a.l. Operasi Pasar Terbuka (OPT),
dikatakan mengambil sebagian peran Presiden sebagai penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
Kepala Negara. Kedudukan seperti ini belum dipahami minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.
oleh banyak kalangan, sehingga memerlukan sosialisasi
yang lebih mendalam (Rahbini, 2000 : 167). Dalam melaksanakan tugas menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, BI tetap mempunyai fungsi sebagai
Jika poisisi demikian dipahami kebenarannya, maka lender of the last resort yang memungkinkan BI membantu
perdebatan tentang apakah BI merupakan bagian dalam kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank.
Kabinet Pemerintahan atau bukan, seperti yang terjadi pada Pemberian bantuan dana kepada bank dalam rangka tugas
waktu-waktu yang lalu, seperti terkait dengan perdebatan sebagai lender of the last resort tersebut dibatasi jangka
tentang kasus BLBI di Panja BLBI yang lalu seharusnya tidak waktunya, yaitu paling lama 90 hari; Penggunaannya hanya
perlu terjadi. Jika hal ini dikaitkan dengan perbincangan untuk kepentingan mismatch dan harus dijamin dengan
tentang sudah saatnya atau belum kehadiran OJK atau LPJK surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.
untuk menggantikan peran BI sebagai Pengawas Perbankan, Demikian dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 11 UUBI.
barangkali memerlukan perenungan atau penyimakan lebih
mendalam, sebagaimana akan dibahas pada uraian di bawah, Berpijak dari pengalaman krisis moneter tahun 1997/98
mengingat pemahaman tentang posisi atau kedudukan, yang lalu, menurut hemat saya seyogyanya BI tidak lagi
kemandirian BI sebagai Bank Sentral saja oleh sementara masuk ke ranah pendanaan Bank yang menghadapi masalah
kalangan pemerhati di bidang perbankan belum sepenuhnya insolvency. Mengapa demikian, karena menurut hemat
benar. saya jika hal ini dilakukan oleh BI, risikonya akan terlalu
5
13. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
besar, jika ternyata Bank yang Insolven tersebut tidak Dalam jangka pendek, kebijakan perbankan diarahkan
kunjung dapat disehatkan bahkan bisa jadi akan semakin untuk mempercepat penyehatan bank-bank agar dapat
kolaps dan kemudian menghadapi pailit yang sudah pasti mendukung pemulihan ekonomi.
tidak mungkin dapat diharapkan mampu mengembalikan
dana bantuan tersebut. Satu-satunya jalan adalah dana Yang menjadi perhatian saat ini adalah kaitannya dengan
bantuan pendanaan tersebut kemudian hanya akan dijadikan tugas mengawasi bank. Amanat UU tugas pengawasan
penyertaan.Sementara itu kebijakan penyertaan tersebut bank tersebut akan dialihkan kepada lembaga pengawasan
tidak boleh berlangsung terus. Pada saatnya harus dijual sektor jasa keuangan yang akan dibentuk dan diharapkan
lagi kepada investor atau pihak ketiga yang berminat dan paling lambat akhir tahun 2010. Nama lembaga pengawas
memadai. Disinilah persoalan akan muncul, jika ternyata tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan, di mana Rancangan
hasilnya tidak juga mampu menutup dana bantuan yang Undang-undangnya sudah disiapkan baik oleh Departemen
telah dikeluarkan tersebut. Keuangan, DPR ataupun BI sendiri. Diharapkan pada saat
pengalihan tugas pengawasan bank kepada lembaga
Selanjutnya, dalam rangka menjalankan tugas menetapkan pengawas yang baru tersebut, bank-bank yang selama ini
dan melaksanakan kebijakan moneter, BI mempunyai mengalami masalah likuiditas dan masalah penyehatan
wewenang untuk melaksanakan kebijakan nilai tukar akan benar-benar telah dapat disehatkan, sehingga tidak
berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan Pemerintah menimbulkan masalah baru dikemudian hari.
atas usul BI. Tugas ini erat kaitannya dengan masalah
lalulintas devisa dan system nilai tukar sebagaimana diatur F. KEHADIRAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
dalam UU Tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. ATAU LEMBAGA PENJAMIN JASA KEUANGAN (LPJK).
Di samping itu, menurut Pasal 13 UUBI, BI juga bertugas Jika mendasarkan pada amanat Pasal 34 UUBI
mengelola cadangan devisa negara yang ada di BI. sebenarnya OJK atau LPJK tersebut diharapkan sudah
Pengelolaan cadangan devisa tersebut dilakukan dengan terbentuk pada akhir tahun 2002 .Hal tersebut berarti
memperhatikan prinsip security, liquidity, dan probity. Undang-undang OJK sudah harus lahir pada tahun 2002
tersebut. Namun pada kenyataannya sampai saat ini
Tugas Pengaturan dan Penyelenggaraan Sistem UUOJK tersebut belum juga kunjung ada. Kemudian
Pembayaran diharapkan akhir tahun 2010 UUOJK diharapkan sudah
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan penyelenggaraan bisa disetujui dan disahkan oleh DPR bersama-sama
sistem pembayaran, menurut Pasal 15 UUBI, BI berwenang: dengan Pemerintah.
• Melaksanakan dan memberikan persetujuan serta izin
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran Dengan hadirnya OJK, maka Lembaga keuangan Bank
• Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran maupun bukan Bank nantinya akan diawasi oleh OJK
untuk menyampaikan laporan kegiatannya tersebut. Namun demikian, saat ini masih banyak
• Menetapkan penggunaan alat pembayaran kalangan yang mempertanyakan apakah kehadiran OJK
tersebut benar-benar sudah merupakan kebutuhan
Tugas Pengaturan dan Pengawasan Bank untuk mengawasi dalam satu atap lembaga keuangan
Selanjutnya dalam rangka tugas pengaturan dan pengawasan bank maupun non bank, termasuk pasar modal dan
bank, menurut Pasal 24 UUBI, BI berwenang: asuransi. Saat ini justru banyak kalangan juga yang
• Menetapkan peraturan di bidang perbankan mengkawatirkan kehadiran OJK tidak akan mampu
• Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan mengambil alih fungsi pengawasan tersebut, jika fakta
kegiatan tertentu dari bank efouria saat ini tidak mencerminkan kesiapan SDM yang
• Melakukan pengawasan bank baik langsung maupun memadai untuk mendukung kehadiran OJK tersebut.
tidak langsung
• Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan Coba bandingkan dengan kasus Pajak yang
ketentuan perundang-undangan menghebohkan saat ini, banyak pihak menyatakan
6
14. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
bahwa kehadiran Pengadilan Pajak ternyata bukan solusi Pejabat/pensiunan BI seperti halnya pada Peradilan Pajak,
terbaik untuk mendukung reformasi sistem perpajakan maka jujur saya khawatir kasus serupa akan terjadi juga
di Indonesia. di OJK tersebut. Jika konstatasi ini benar, maka menurut
hemat saya saat ini masih perlu dikaji ulang apakah
Pernyataan yang layak direnungkan saat ini adalah, mandat Pasal 34 UUBI tersebut sudah sepenuhnya tepat
persoalan sebenarnya atau persoalan substansial terkait dan benar. Jangan-jangan mandat tersebut hanya
dengan krisis perbankan selama ini yang ditengarai didasari atau dilatarbelakangi oleh sikap emosional
antara lain karena pelaksanaan fungsi pengawasan BI karena trauma masa lalu.
kurang memadai, apakah persoalan tersebut terletak
pada lembaganya atau pada SDMnya ?. Bercermin Jika pandangan ini diterima, bukankah yang lebih
pada Peradilan Pajak sebagaimana dikemukakan di esensial dan substansial adalah persoalan reformasi
atas, bukankah hal tersebut secara substansial persoalan SDM bukan reformasi kelembagaannya. Secara sistem
mendasar adalah terletak pada SDMnya yang tidak barangkali kelembagaannya sudah benar, sudah tepat
kredibel, tidak qualified, tidak jujur dan mempunyai berada di jajaran BI, akan tetapi SDM pemegang kunci
kemampuan maupun integritas yang tinggi. Jika pengambil keputusan dan/atau kebijakan di bidang
kehadiran OJK nanti ternyata hanya akan memindahkan tugas pengawasan yang harus direformasi dan bukan
SDM Divisi Pengawasan BI ke lembaga baru yang sistemnya.
bernama OJK, jika tidak dibarengi dengan SDM yang Saya kawatir kehadiran OJK yang mengambil fungsi
memadai, kredibel, mempunyai integritas yang tinggi, pengawasan BI atas Bank-bank Umum, akan tetap
tegas dalam menjalankan fungsi pengawasan yang tumbuh atau bertabrakan dengan fungsi pengaturan
mandiri, independen, saya kawatir hal intu hanya akan BI yang secara tidak langsung akan bersinggungan
menimbulkan masalah baru dikemudian hari. dengan fungsi pengawasan (macroprudential).
Saya terus terang kawatir kehadiran OJK yang dimanatkan G. HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN
oleh Pasal 34 UUBI tersebut, hanya dilatar belakangi
oleh sikap traumatis pembentuk UU waktu itu terhadap Dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, hubungan
peristiwa krisis perbankan masa lalu yang satu diantaranya BI dengan Presiden dapat digambarkan sebagai berikut.
ditengarai karena pelaksanaan tugas pengawasan BI
terhadap bank-bank umum di Indonesia yang kurang Hubungan dengan Presiden sebagai Kepala Negara,
efektif. Presiden berwenang:
• Mengusulkan dan mengangkat Gubernur & Deputi
Jika konstatasi ini benar, maka kehadiran OJK sebenarnya Senior
belum tentu mencerminkan solusi tepat pengaturan dan • Mengangkat Deputi Gubernur
pembenahan tugas dan fungsi pengawasan perbankan • Mengusulkan calon Gubernur & Deputi Senior
saat ini. Bercermin pada kasus Pajak sebagaimana saya kepada DPR
kemukakan di atas, kehadiran Pengadilan Pajak yang • DPR menyampaikan hasil persetujuannya kepada
hanya diisi oleh SDM dari Pegawai Pajak dan Mantan Presiden untuk diangkat
Pegawai Pajak dan/atau Konsultan Pajak dengan dalih • Memberikan persetujuan tertulis jika anggota Dewan
merekalah yang mempunyai pengalaman dan keahlian Gubernur akan menjalani proses hukum.
dibidang pajak, ternyata tidak memberikan solusi terbaik
sistem pengelolaan perpajakan di Indonesia, ternyata Hubungan dengan Makamah Agung, Mahkamah
juga masih rentan dengan KKN yang sungguh Agung yang bertugas mengambil sumpah/janji anggota
membahayakan kepentingan publik dan keuangan negara. Dewan Gubernur.
Hubungan dengan Badan Pemeriksa Keuangan:
Jika kehadiran OJK ternyata juga hanya akan diisi oleh • Menerima dan melakukan pemeriksaan atas laporan
SDM dari BI yang dieksodus ke LPJK/OJK dan mantan keuangan tahunan BI
7
15. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
• Melakukan pemeriksaan khusus terhadap BI apabila • Dalam melaksanakan tugasnya, LPJK yang akan
diminta oleh DPR datang mempunyai kewajiban melakukan koordinasi
• BPK menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada & kerja sama dengan BI sebagai bank sentral. Kerja
DPR. sama tersebut akan di atur dalam UU LPJK atau OJK
yang akan datang, sebagaimana diamanatkan oleh
Hubungan dengan Pemerintah: Pasal 34 UUBI.
• Hubungan dengan Kantor Menteri Sekretaris Negara
untuk pemuatan PBI dalam Lembaran Negara RI. H. PENUTUP
Hubungan dengan Bea & Cukai dalam hal larangan Dengan mendasarkan pada UUBI sebagaimana beberapa
membawa uang rupiah ke luar atau ke dalam wilayah kaedahnya telah di bahas dalam uraian di atas, implikasi
pabean RI: terhadap independensi dan posisi dalam sistem
• BI mengelola cadangan devisa milik negara ketatanegaraan bagi pencapaian tujuan dan pelaksanaan
• Pemerintah dapat hadir dalam Rapat Dewan tugas BI sebagai Bank Sentral RI, ternyata masih
Gubernur (RDG) bulanan untuk menetapkan menyisakan perbedaan pemahaman diantara sebagian
kebijakan umum di bidang moneter dengan hak kalangan pemerhati BI sebagai Lembaga Negara yang
bicara tanpa hak suara independen. Secara kaedah pengaturan independensi
• BI sebagai pemegang kas Pemerintah BI sebagai Bank Sentral sebenarnya sudah cukup tegas,
• Untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima sebagaimana dapat dilihat pada ketentuan Pasal 8
pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta UUBI. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa
menyelesaikan tagihan & kewajiban keuangan independensi tersebut masih sering tidak dapat
Pemerintah terhadap pihak luar negeri diimplementasikan secara benar di dalam praktek karena
• Pemerintah wajib meminta pendapat dan/atau adanya intervensi baik dari Pemerintah maupun pressure
mengundang BI dalam sidang kabinet yang politik.
membahas masalah ekonomi, perbankan &
keuangan, atau masalah lain yang berkatan dengan Kehadiran OJK atau LPJK sebagai salah satu solusi untuk
tugas & wewenang BI menempatkan peran pengawasan perbankan pada
• Pemerintah wajib konsultasi dengan BI & DPR dalam Institusi mandiri di luar BI, ditengarai masih menyisakan
penerbitan surat-surat utang negara problem mendasar dikemudian hari, karena kesiapan
• BI dapat membantu Pemerintah dalam penerbitan SDM untuk itu masih mengambil atau hanya
surat-surat utang negara. memindahkan saja Direktorat Pengawasan BI menjadi
• Menerima sisa surplus hasil kegiatan BI bagian dari Lembaga Pengawasan yang baru tersebut.
• Pemerintah dengan persetujuan DPR wajib menutup Kajian kritis berkaitan dengan hal itu adalah apakah
kekurangan dalam hal modal BI menjadi kurang kehadiran OJK atau LPJK itu sudah benar-benar
dari Rp 2 triliun merupakan kebutuhan atau justru hanya merupakan
efouria karena trauma masa lalu sebagai dampak dari
Hubungan Internasional, BI bertugas: krisis perbankan yang berkepanjangan yang satu
• Melakukan kerja sama dengan bank sentral negara diantaranya adalah karena fungsi pengawasan BI tidak
lain, organisasi dan lembaga internasional optimal.
• Apabila keanggotaan suatu lembaga internasional/
multilateral dipersyaratkan adalah negara, BI dapat
bertindak sebagai anggota lembaga tersebut untuk
dan atas nama Negara
Hubungan dengan Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan
yang Independen yang akan datang.
8
16. Referensi
Bank Indonesia, 2002, Mengurai Benang Kusut BLBI, Bank Indonesia.
Lash, Nicholas, A.,1987, Banking Law and Regulations: An Economis Perspentive, Prentice-Hall Inc, USA.
Mintorahardjo, Sukowaluyo, 2001., BLBI Simalakama, Resi, Jakarta.
Macey, Jonathan, R and Miller, Geoffrey, P., 1992, Banking Law and Regulation, Litle Brown Company, Boston, Toronto, London.
Rahbini, Didik J; Suwidi Tono, 1987, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta.
UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
UU NO. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.
9
18. Implementasi Pasal 34 Undang-Undang Tentang
Bank Indonesia dan Dampaknya Pada Peranan dan
Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem
Pembayaran dan Stabilitas Keuangan
Oleh: Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, LLM**
Apabila judul makalah ini didekati dari teori hukum, maka Artinya kedudukan Bank Sentral dalam struktur
teori hukum itu memberikan sarana kepada kita untuk ketatanegaraan terpatri atau memperoleh mandat dari
merangkum dan memahami masalah implementasi Pasal konstitusi yang sekaligus memberikan jaminan dari konstitusi
34 “Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank untuk Bank Sentral yang independen.
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004, terakhir dengan Undang-Undang Apabila diperhatikan secara mendalam, maka penafsiran
Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia.” (“UUBI”). bahwa Bank Sentral ditentukan dalam pasal 23D UUD 1945
adalah Bank Indonesia, sebagaimana telah pula ditentukan
Dengan ini dapat dipahami persoalan-persoalan yang bersifat dalam pasal 4 ayat (1) UU BI. Berdasarkan hukum Bank
yang hakiki dari UUBI itu. Radbruch menyatakan, bahwa Indonesia telah ditentukan sebagai Bank Sentral dan
tugas teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai serta kedudukannya diakui oleh konstitusi.
postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya
yang tertinggi.1 Untuk itu dapat dipahami berbagai pendapat yang mengkaji
kedudukan bank sentral yang independen dalam konstitusi.
Berdasarkan itu harus diteliti antara lain sebagai berikut.2 Seperti dikatakan oleh Arend Lijhart, bahwa “A central
Petama, mengapa UUBI itu berlaku? Kedua, apa dasar bank can be made particularly strong if us independence
kekuatan mengikatnya ? Ketiga, apa yang menjadi tujuan is enshrined not just a central bank charter but in the
UUBI.? Keempat, bagaimana seharusnya UUBI dipahami? constitution”. Sementara itu, John Elster menyatakan pula,
bahwa “…they cannot be change through the ordinary
UU BI merupakan derivatif dari ketentuan pasal 23 UUD legislative pocess but require a more stringent procedure".3
1945.
Konstitusi itulah yang menjadi desain utama dan pokok
dari keseluruhan sistem aturan yang berlaku sebagai
pegangan bersama dalam kehidupan warga Negara dalam
suatu Negara, yang keseluruhannya membentuk suatu
** Mendapat Sarjana Hukum dari USU (1983), Magister Hukum dari
Universitas Indonesia (1994), Doktor dari Universitas Indonesia (2001), kesatuan sistem hukum. Karena itu, hukum dan konstitusi
Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU (2004), Dosen disuatu Negara itu haruslah menjadi sesuatu yang hidup
Fakultas Hukum USU Medan, tahun 1987-sekarang, Dosen Pascasarjana
Hukum USU Medan, tahun 1999-sekarang, Dosen Magister Manajemen dalam praktek kehidupan bernegara sehari-hari. Dari sinilah
Pascasarjana USU Medan, tahun 2002, Dosen Magister Kenotariatan
kita dapat meyakini “the rule of law” atau prinsip supremasi
Pascasarjana USU Medan, tahun 2002-sekarang, Dosen Magister
Hukum Pascasarjana Univ. Pancasila Jakarta, tahun 2001-sekarang, hukum (supremacy of law) dapat benar-benar diwujudkan
Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ. Krisnadwipayana Jakarta,
tahun 2001–2002, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Sekolah Tinggi
dalam kenyataan. Jika tidak, niscaya prinsip “the rule of
Hukum Militer (STHM), Jakarta, tahun 2003-sekarang. Magister Hukum law” dan “supremacy of law” itu hanya menjadi jargon
Pascasarjana Universitas Islam, Jakarta, tahun 2004-sekarang. Dosen
Magister Hukum Pascasarjana Universitas Nasional, Jakarta, 2005. atau slogan kosong belaka.4
Dosen Penguji dan Pembimbing Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Indonesia, tahun 2002-sekarang. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana 3 Arend Lijphart dan jon Elster dalam Maqdir Ismail, “Independensi,
Universitas Sumatera Utara, Tahun 2006-sekarang. Akuntabilitas, dan Transparansi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral:
Studi Perbandingan Undang Undang Bank Indonesia”, Disertasi pada
1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 224- Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2005), hal.263.
225.
4 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar Pilar Demokrasi, (Jakarta:
2 Bandingkan. Satjipto Rahardjo, Op. Cit, halaman. 225 Konstitusi Press, 2006), hal.79.
11
19. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
Dalam konteks kedudukan Bank Sentral dalam konstitusi memberikan independen kepada bank sentral sebenarnya
memberikan penjelasan bahwa tata urutan atau susunan tidak berdasar. Independensi tidak berarti bank sentral bebas
hierarkis tatanan hukum berkenaan dengan kegiatan menjalankan kebijakan moneter yang mereka inginkan.
perbankan, termasuk pengawasan bank, harus bertitik Independen berarti bank sentral dapat menggunakan
tolak kepada ketentuan yang mengatur tentang Bank instrumen yang dimilikinya untuk mencapai tujuan yang
Sentral sebagaimana telah ditentukan dalam konstitusi. telah ditetapkan oleh sistem politik tanpa adanya campur
Sebab apabila dipostulasikan dengan norma dasar, konstitusi tangan dari pihak diluar bank sentral. Ini yang disebut
menempati urutan tertinggi dalam hukum nasional. dengan ”instrument independence” bukan ”goal
Konstitusi tidak hanya menentukan organ-organ dan independence”. Konsekwensi independen bagi bank sentral
prosedur pembentukan undang undang, tetapi juga sampai adalah harus lebih akuntabel untuk tindakan yang dilakukan
derajat tertentu, isi dari hukum yang akan datang. Konstitusi dan kebijakan moneter yang dilakukan secara transparan.
menentukan secara negatif bahwa hukum tidak boleh Menarik untuk dicermati bahwa meskipun pada awalnya
memuat isi tertentu, misalnya bahwa parlemen tidak boleh ada keraguan dalam memberikan independensi kepada
mengesahkan (rancangan) undang undang yang bank sentral pada akhirnya masyarakat sangat puas terhadap
bertentangan dengan konstitusi.5 independensi bank sentral. Tidak ada satu negara pun yang
menyesal telah memberikan independensi kepada bank
Dengan demikian, peranan dan tugas Bank Indonesia yang sentralnya.7 Terdapat kesepakatan diantara para ahli bahwa
independen sebagai Bank Sentral sebagaimana ditentukan bank sentral independen yang bebas dari campur tangan
dalam konstitusi, harus dipertahankan kedudukannya, pemerintah dapat mencapai tujuan menjaga stabilitas harga
termasuk tidak ada undang-undang yang akan datang yang dengan lebih baik. Untuk mencapai kestabilan harga
dapat mencabut fungsi dan tugas bank Indonesia. Mengingat dibutuhkan waktu lebih panjang dan komitmen tinggi
peranan dan tugas bank Indonesia sangat penting dan terhadap pengawasan moneter.
berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara, terutama yang berhubungan dengan masalah Alan S. Blinder menyatakan bahwa independensi bank
ekonomi, perbankan dan keuangan. Selanjutnya sentral dapat berarti dua hal. Pertama, bank sentral memiliki
independensi Bank Indonesia harus dipahami juga sebagai kebebasan untuk menentukan bagaimana untuk mencapai
suatu hal yang penting untuk menjamin demokrasi.6 tujuannya, dan kedua, keputusan-keputusan yang diambil
olehnya sulit untuk dibatalkan oleh cabang-cabang atau
Kedudukan Independensi Bank Indonesia lembaga pemerintahan lainnya.8 Kebebasan dalam
menentukan bagaimana untuk mencapai tujuannya bukan
Independensi merupakan salah satu isu penting dalam berarti bahwa bank sentral dapat menentukan sendiri
membahas peran Bank Sentral. Memiliki suatu bank sentral tujuannya, karena tujuan bank sentral secara umum tentu
yang independen mungkin merupakan elemen proses saja ditetapkan melalui legislasi yang disepakati bersama
reformasi moneter yang memicu perdebatan sengit dan melalui suatu sistem demokrasi. Tapi yang dimaksud adalah
dianggap sangat kontroversial pada dekade yang lalu. Secara bahwa bank sentral memiliki diskresi yang luas mengenai
alamiah para politisi merasa tidak nyaman memberikan bagaimana menggunakan instrumen-instrumennya untuk
independensi kepada bank sentral karena mengurangi mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui undang-
kewenangan dalam bidang-bidang penting yang selama ini undang.9
mereka miliki. Namun demikian keprihatinan para politisi
7 Lars Nyberg, “The Framework of Modern Central Banking”, Speech
at a Conference on Reforming the State Bank of Thailand, Hanoi,
5 Bandingkan. Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, 21 March 2006
(Bandung, penerbit Nusamedia & Penerbit Nuansa, 2006), hal. 180-
181. 8 Alan S. Blinder, Central Banking in Theory and Practice, (Cambridge:
The MIT Press, 1998), hal. 54.
6 Bandingkan. Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitualisme Indonesia,
(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hal.157. 9 Ibid.
12
20. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
Lebih jauh lagi, Blinder menegaskan mengapa independensi menetapkan tiga tugas Bank Indonesia yaitu : (1) menetapkan
bank sentral menjadi begitu penting. Kebijakan moneter dan melaksanakan kebijakan moneter; (2) mengatur dan
menurut Blinder memerlukan yang ia sebut sebagai long menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta; (3) mengatur
time horizon, atau pandangan yang jauh kedepan10. Hal dan mengawasi bank. Oleh karena itu pelaksanaan amanat
ini karena, pertama, efek-efek yang dihasilkan dari suatu Pasal 34 berpotensi menyulitkan BI dalam mencapai tujuan
kebijakan moneter, seperti yang terkait dengan inflasi baru yang diamanatkan oleh UU BI. Pasal 34 tersebut telah
dapat dilihat setelah sekian waktu lamanya, sehingga para mengamputasi instrumen penting yang dimiliki BI dalam
decision makers tidak bisa langsung melihat hasil kerja mencapai tujuannya.
mereka. Kedua, kebijakan-kebijakan moneter memiliki
karakteristik yang sama seperti halnya aktivitas investasi, Dari sejarah pembentukan UU BI diketahui bahwa
yaitu memerlukan sesuatu dibayar dimuka, dan akan keberadaan Pasal 34 dipenuhi kontroversi. Pasal tersebut
mendapatkan hasil secara berkala setelah sekian waktu.11 didasarkan pada pandangan yang keliru tentang lembaga
yang bertanggung jawab atas krisis keuangan yang terjadi
Tetapi, orang-orang politik yang duduk di pemerintahan, pada tahun 1997/98. BI dianggap tidak dapat menjalankan
bukanlah orang-orang yang memiliki kesabaran ataupun tugasnya dengan efektif sehingga menimbulkan krisis
long time horizon. Kebanyakan dari mereka hanya melihat keuangan yang parah. Pandangan ini tidak sepenuhnya
segala sesuatunya dalam short-term basis saja, tanpa beralasan. Bila diteliti struktur pengawasan perbankan
mempertimbangkan long term gains.12 Dari sini dapat pada waktu itu akan diketahui bahwa pengawasan bank
dilihat betapa bahayanya, apabila kebijakan moneter bank dilakukan oleh dua lembaga yaitu BI dan Departemen
sentral yang mempengaruhi kondisi negara secara makro Keuangan. BI bertugas mengawasi bank dalam arti sempit
diintervensi secara politis. (audit) sedangkan tugas mengatur dan memberi/mencabut
ijin usaha bank ada pada Departemen Keuangan. Oleh
Dampak Keberlakuan Pasal 34 UU BI sebab itu tidak efektifnya tugas pengawasan bank sehingga
memicu terjadi krisis pada tahun 1997/1998 tentunya
Pasal 34 UU BI mengamanatkan pembentukan Lembaga adalah tanggung jawab bersama kedua lembaga tersebut.
Pengawas Sektor Keuangan (LPJK) paling lambat pada tahun Berdasarkan latar belakang seperti itu maka penerapan
2010. Amanat Pasal 34 tersebut sejak awal penyusunannya Pasal 34 UU BI perlu dikaji ulang secara komprehensif.
telah mengandung kontroversi dan perdebatan. Berdasarkan
Pasal 34 UU BI fungsi BI dalam mengawasi bank dialihkan Secara teoritis, terdapat dua aliran (school of thought) dalam
kepada LPJK. Pengalihan fungsi pengawasan bank dari bank hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat
sentral di negara yang industri keuangannya didominasi aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri
oleh industri perbankan tentunya menimbulkan perdebatan keuangan sebaiknya dilakukan oleh institusi tunggal.
dan memicu kontroversi. Bank sentral yang diberikan Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan
tanggung jawab untuk menciptakan stabilitas nilai rupiah industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan oleh beberapa
tentu akan menemukan kesulitan untuk memenuhi tanggung lembaga. Di Inggris misalnya industri keuangannya diawasi
jawab tersebut apabila tidak memiliki kewenangan oleh Financial Supervisory Authority (FSA), sedangkan di
mengawasi bank. Itu sebabnya UU BI meletakan tujuan BI Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa
dalam Pasal 7 yaitu mencapai dan memelihara kestabilan institusi. SEC misalnya mangawasi perusahaan sekuritas
nilai rupiah dan untuk mencapai tujuan mencapai dan sedangkan industri perbankan diawasi oleh bank sentral
memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut Pasal 8 UU BI (the Fed), FDIC, dan OCC. Alasan dasar yang melatarbelakangi
kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan
yang dianut oleh negara tersebut. Juga, seberapa dalam
konvergensi di antara lembaga-lembaga keuangan. Dari
10 Ibid. hal.55.
sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku
11 Ibid.
yaitu commercial banking system dan universal banking
12 Ibid. hal.55-56. system. Commercial banking, seperti yang berlaku di negara
13
21. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
kita dan di Amerika Serikat, melarang bank dalam melakukan dalam jasa keuangan sifatnya masih sederhana dan
kegiatan usaha keuangan non bank seperti asuransi. Hal volumenya belum besar sehingga belum dapat dikatakan
ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara sebagai masalah krusial yang dapat menimbulkan masalah
lain negara-negara Eropa dan Jepang yang membolehkan sistemik. Produk hybrid adalah produk yang merupakan
bank melakukan kegiatan usaha keuangan non bank perpaduan antara produk perbankan, asuransi atau pasar
seperti investment banking dan asuransi. Di samping alasan modal. Di Indonesia, produk-produk tersebut masih
sistem perbankan yang berlaku yang juga menjadi dasar merupakan produk asuransi atau pasar modal murni sehingga
pertimbangan adalah seberapa dalam telah terjadi dalam hal ini bank hanya berfungsi sebagai penjual (agent)
konvergensi pada industri keuangan. Konvergensi yang dan mendapatkan komisi (fee) dari jasanya tersebut. Ambil
dalam akan menyebabkan munculnya masalah kewenangan contoh produk hybrid yang baru dikenal di Indonesia yaitu
regulasi. Hal ini terjadi karena produk-produk yang dihasilkan bancassurance yang memiliki dua pengertian yaitu: Pertama,
lembaga-lembaga keuangan sudah sedemikian menyatunya a bank that can offer banking, insurance lending and
sehingga sulit menentukan apakah suatu produk keuangan investment product to customer, Kedua, a French term
tertentu dihasilkan oleh industri perbankan sehingga diregulasi referring to the selling of insurance through a bank’s
oleh bank sentral atau produk perusahaan sekuritas dan established distribution channel. Di negara-negara Eropa
harus tunduk pada regulasi Bapepam. Dengan diselesaikannya yang menganut universal banking system produk ini sudah
kewenangan pengawasan kepada satu institusi maka masalah lama berkembang dan dilakukan sesuai dengan pengertian
kewenangan regulasi tersebut akan terpecahkan. bancassurance yang pertama. Di Indonesia produk ini masih
murni produk perusahaan asuransi yang ditawarkan atau
Secara empiris, survey yang dilakukan Central Banking dijual melalui jalur distribusi (distribution channel) perbankan
Publication (1999) menunjukkan bahwa dari 123 negara sehingga lebih tepat dengan pengertian bancassurance yang
yang diteliti, tiga perempatnya memberikan kewenangan kedua. Hal ini sesuai dengan undang-undang perbankan
pengawasan industri perbankan kepada bank sentral. Hal yang melarang bank melakukan kegiatan asuransi. Larangan
ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. ini sesuai pula dengan sistem perbankan yang dianut oleh
Khusus untuk negara yang sedang berkembang alasannya Indonesia, yaitu commercial banking system. Keuntungan
adalah masalah sumber daya (resourches). Bank sentral bank menjual produk hybrid tersebut adalah selain menerima
dianggap memadai dalam hal sumber daya (sumber daya komisi juga sekaligus dapat memperbesar customer base
manusia dan dana). Dari kaca mata politik, dicabutnya dan menjaga loyalitas nasabah.
kewenangan pengawasan dari bank sentral sejalan dengan
munculnya kecenderungan pemberian independensi Kedua, membentuk lembaga baru seberkuasa dan sebesar
kepada bank sentral. Ada kekhawatiran bahwa dengan OJK tentunya membutuhkan sumber daya yang besar. Pada
independennya bank sentral, apabila bank sentral juga saat negara sedang ”sakit” seperti saat ini pastilah lebih
berwenang mengawasi bank bank sentral akan memiliki bijaksana apabila sumber daya yang tidak sedikit itu
kewenangan yang sedemikian besar. Bank of England digunakan untuk memperbaiki infrastruktur yang sudah
misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan parah. Masalah utama yang dihadapi industri keuangan
keindependenannya, namun dua minggu kemudian khususnya perbankan saat ini bukanlah telah semakin
kewenangan pengawasan bank diambil alih dari bank menyatunya dengan industri keuangan lainnya, tetapi
sentral tersebut. lemahnya penerapan good corporate governance. Masalah
good corporate governance tidak akan selesai dengan
Menjawab pertanyaan kapan waktu yang tepat mulai beralihnya kewenangan pengawasan. Orang bijak
beroperasinya OJK dapat dilakukan dengan mengatakan don’t change your jokey in the middle of the
mempertimbangkan ketiga alasan di atas dan memperhatikan race otherwise you will lose the game. Hal ini terbukti dalam
hal-hal berikut. Pertama, data menunjukkan bahwa industri pengalaman Jepang dalam menerapkan FSA, suatu lembaga
keuangan kita 90% lebih di antaranya dikuasai oleh industri semacam OJK, pada saat industri perbankan Jepang menjadi
perbankan. Belum terjadi konvergensi yang dalam di antara lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari bangkrutnya Long-Term
industri keuangan tersebut. Kalaupun ada produk hybrid Credit Bank dan Nippon Credit Bank, dua bank besar yang
14
22. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
terbukti merekayasa pembukuannya. Masalah koordinasi Dengan demikian implementasi ketentuan pasal 34 UUBI
antara FSA dengan bank sentral juga muncul misalnya dapat merubah esensi sistem dari suatu kesatuan UUBI
dalam kasus Ishikawa Bank dan Masalah kredit macet dan dan berpotensi menyulitkan BI dalam mencapai tujuan
kecurangan (fraud) masih mewarnai perbankan Jepang.13 sebagaimana yang diamanatkan oleh UUBI.
Apabila pasal 34 UU BI diimplementasikan maka kewenangan Seharusnya peranan Bank Indonesia dalam menjaga
dalam mengawasi bank oleh BI tidak akan ada lagi, padahal stabilitas sistem keuangan seyogyanya tidak perlu
kewenangan mengawasi bank oleh BI merupakan tanggung diintervensi oleh lembaga manapun. Karena, tugas Bank
jawabnya dalam menciptakan nilai rupiah yang stabil. Indonesia berfungsi juga untuk menjaga stabilitas keuangan.
Selanjutnya akan mengakibatkan perubahan lainnya terhadap Hal ini sejalan dengan nafas independensi Bank Indonesia
substansi ketentuan UU BI lainnya yang pada gilirannya sebagaimana ditetapkan oleh norma dasar di Indonesia.
dapat mengganggu fungsi BI di bidang moneter, sistem
pembayaran dan stabilitas keuangan. Apabila munculnya berbagai badan atau lembaga yang
kewenangannya sudah merupakan kewenangan Bank
Ketentuan pengawasan bank oleh BI sebelum adanya Indonesia akan menjadi permasalahan dalam bidang hukum.
ketentuan pasal 34 UUBI adalah merupakan suatu ketentuan Sebab, merupakan hal yang aneh apabila berbagai undang-
yang berada dalam satu sistem hukum BI. Oleh karena itu undang melahirkan berbagai badan atau lembaga yang
tidak bisa kewenangan pengawasan bank oleh BI dipisahkan mempunyai kewenangan yang mirip.
dengan kewenangan BI lainnya.
Hal ini dapat berpotensi dibatalkannya undang-undang
Beberapa ciri dari suatu kesatuan sebagai berikut:14 yang menjadi dasar hukum pendirian badan atau lembaga
1. Sistem adalah suatu kompleksitas elemen yang terbentuk tersebut, apalagi sebagai Bank Sentral telah diatur dalam
dalam satu kesatuan interaksi (proses). UUD 1945.
2. Masing-masing elemen terikat dalam satu kesatuan
hubungan yang satu sama lain saling bergantung PENUTUP
(interdepende of its parts).
3. Kesatuan elemen yang kompleks itu membentuk satu Amanat Pasal 34 UUBI bila dilaksanakan akan mengakibatkan
kesatuan yang lebih besar, yang meliputi keseluruhan tidak efektifnya Bank Indonesia dalam menciptakan stabilitas
elemen pembentuknya itu (the whole is more than the nilai rupiah sebagaimana yang diamanatkan oleh pasal 7
sum of its parts). UUBI. Tujuan BI sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal
4. Keseluruhan itu menentukan ciri dari setiap bagian 7 tersebut, hanya dapat dilaksanakan secara efektif apabila
pembentuknya (the whole determines the nature of its Bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan
parts) kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
5. Bagian dari keseluruhan itu tidak dapat dipahami jika pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank
ia dipisahkan, atau dipahami secara terpisah dari sebagaimana ditetapkan dalam pasal 8 UUBI.
keseluruhan itu (the parts canot be under-stood if
considered in isolation from the whole). Singkat kata, apabila amanat pasal 34 UUBI ingin dijalankan,
6. Bagian-bagian itu bergerak secara dinamis secara maka seluruh tanggung jawab dan tugas yang diembankan
mandiri atau secara keseluruhan dalam keseluruhan kepada Bank Indonesia harus dikaji ulang, karena pasal 34
(sistem) itu. UUBI tersebut dilaksanakan akan mengamputasi salah satu
pondasi Bank Indonesia dalam mencapai tujuannya.
13 The Economist, 30 Agustus 2003.
14 Lili Rasjidi dan Wyasa Saputra, Hukum Sebagai Suatu Sistem (Bandung:
Mandar Maju, tahun 2003 ,hal. 65.
15
23. Daftar Pustaka
Alan S. Blinder, Central Banking in Theory and Practice, Cambridge: The MIT Press, 1998.
Arend Lijphart dan jon Elster dalam Maqdir Ismail, “Independensi, Akuntabilitas, dan Transparansi Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral: Studi Perbandingan Undang Undang Bank Indonesia”, Disertasi pada Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2005.
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung, penerbit Nusamedia & Penerbit Nuansa, 2006.
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar Pilar Demokrasi, Jakarta: Konstitusi Press, 2006.
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitualisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2006.
Lars Nyberg, “The Framework of Modern Central Banking”, Speech at a Conference on Reforming the State Bank of Thailand,
Hanoi, 21 March 2006 .
Lili Rasjidi dan Wyasa Saputra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Mandar Maju, tahun 2003.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1998
The Economist, 30 Agustus 2003.
16
24. Peran Bank Sentral Dalam Menjaga Stabilitas
Sistem Keuangan
Oleh: Dr. Wimboh Santoso1
I. Pendahuluan (3) Bagaimana kerja sama antar otoritas untuk
mendukungnya; (4) Dengan apa kita bisa menjaga
Stabilitas sistem keuangan telah menjadi sasaran yang stabilitas sistem keuangan.
penting dalam kebijakan ekonomi keuangan selama
beberapa puluh tahun terakhir terutama paska krisis II. Apa yang dimaksud stabilitas sistem keuangan
Asia pada tahun 1998. Pada tahun 1980an, deregulasi
terhadap pasar keuangan terutama pemberian kredit Meskipun beberapa negara telah menaruh perhatian
atau pemberian fasilitas sejenisnya dari bank serta cukup besar terhadap stabilitas sistem keuangan, deskripsi
pengaturan aliran modal antar negara telah dihapuskan tentang "stabilitas sistem keuangan" tetap masih menjadi
secara bertahap di beberapa negara. Kondisi ini telah diskusi yang hangat. Agar rumah tangga dan perusahaan
menyebabkan adanya fondasi yang kuat untuk korporasi dapat secara optimal melakukan perannya
mengembangkan sektor keuangan sehingga lebih cepat yaitu mengkonsumsi barang-barang dan juga melakukan
dari pertumbuhan dari sektor-sektor ekonomi lainnya. investasi secara berkesinambungan, maka harus ada
Dalam phase ini, sistem keuangan telah berkembang sistem keuangan yang berperan secara baik dalam hal
secara struktural dan menjadi lebih komplek. Instrumen melakukan intermediasi dari para penyimpan dana
keuangan telah berkembang menjadi beraneka ragam, (surplus unit) dan peminjam dana (deficit unit),
aktivitasnya lebih terdiversifikasi dan risikonya lebih rumit memberikan layanan pembayaran transaksi, dan
dengan perubahan yang sangat dinamis. Sektor keuangan melakukan realokasi risiko secara baik.
juga menjadi lebih terintegrasi dan terkait erat satu sama
lain dari segi dimensi industri maupun secara geographis, Dalam pendekatan pemahaman yang lebih sempit atas
sehingga sulit diidentifikasi originalitasnya dan siapa stabilitas sistem keuangan dapat dilakukan dengan
yang bertanggung jawab apabila terjadi permasalahan. mendefinisikan sebaliknya yaitu menghindari adanya
Sejalan dengan pertumbuhan yang pesat di sektor "instabilitas sistem keuangan" dimana telah terjadi
keuangan, maka diikuti pula dengan berbagai gangguan terhadap perekonomian. Definisi ini lebih
permasalahan yang semakin sulit terdeteksi secara lebih melihat dari sisi kebalikannya dari kondisi yang stabil
dini. Krisis di sektor keuangan biasanya berkaitan dengan serta bagaimana mengupayakan untuk menghindari
siklus "boom" dan "bust"terhadap nilai aset dan kredit. terjadinya instabilitas.
Terjadinya perkembangan pertumbuhan yang cepat
harga property dan kredit konsumsi telah menjadi Gangguan terhadap perekonomian ditandai dengan
indikator awal permasalahan instabilitas. Pertanyaannya: timbulnya biaya yang harus dibayar oleh pemerintah.
apakah kebijakan moneter dapat digunakan untuk Beberapa tahun terakhir terlihat bahwa biaya dari krisis
memitigasi perkembangan yang pesat tersebut? Paper ini cukup besar bila dibandingkan dengan GDP suatu
ini akan mengulas beberapa pertanyaan terkait dengan: negara. Dari pengalaman juga menunjukan bahwa
(1) Apa yang disebut stabilitas sistem keuangan?; (2) krisis keuangan dapat terjadi baik dinegara berkembang
Bagaimana melakukan analisisnya agar bisa melakukan maupun di negara maju serta dapat menimbulkan
deteksi lebih dini dan mengambil kebijakan mitigasinya; dampak ikutan ke negara lain.
Begitu terdapat biaya yang menjadi beban negara untuk
1 Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia penyelamatan sistem keuangan, maka dapat dikatakan
17
25. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
bahwa sudah terjadi instabilitas di sistem keuangan. dapat terekspose risiko. Tanpa disadari bahwa risiko
Penyelematan oleh pemerintah dimaksudkan agar biaya sistemik akan dapat manganulir persepsi bahwa
yang ditimbulkan dari krisis dapat diminimalisir. risikonya telah dijual, sedangkan lembaga yang membeli
risiko ternyata sudah terlalu besar risiko yang dibelinya
Definisi stabilitas sistem keuangan yang banyak dipakai dan tidak bisa dimitigasi ke lembaga lain. Kalau terjadi
dibeberapa negara mengkombinasikan atas tiga hal default atas maka hanya bailout dari otoritas yang
yaitu: terjadi alokasi resources dengan baik sehingga dapat menyelesaikannya.
proses intermediasi bisa berjalan dengan normal,
berbagai indikator sistem keuangan masih memenuhi Melakukan analisis risiko yang berasal dari dalam sistem
batas stabil dan belum ada dana publik yang dipakai keuangan akan lebih jelas kalau dapat dibedakan melalui
untuk penyelamatan sistem keuangan. dua pendekatan micro dan macroprudential.
III. Bagaimana otoritas melakukan analisis stabilitas Microprudential analisis lebih mengarah kepada
sistem keuangan? perkembangan dalam individu lembaga keuangan
dengan lebih menaruh perhatian pada menghindari
Setelah pemahaman stabilitias sistem keuangan dan problem individual lembaga untuk melindungi
sasaran yang akan dicapai disepakati dan dipahami kepentingan para deposan.
oleh otoritas, maka pelaksanaan analisis simpul simpul
kerawanan yang dapat menyebabkan instabilitas akan Macroprudential analisis lebih mengarah kepada
dapat dilakukan dengan mudah dalam organisasi bank sistem keuangan secara keseluruhan dengan sasaran
sentral. Terdapat dua pendekatan yang saling agar tidak terjadi permasalahan untuk menghindari
melengkapi: biaya yang akan dibebankan kepada pemerintah
(pembayar pajak). Untuk menghindari sistemic risk
Pertama, kita perlu memfokuskan kepada berbagai dilakukan analisis risiko terhadap semua unsur di sistem
faktor risiko yang berasal dari dalam sistem keuangan keuangan. Khusus untuk lembaga keuangan, analisis
itu sendiri yaitu terdiri dari lembaga keuangan, pasar terhadap keterkaitan antar lembaga keuangan yang
keuangan dan infrastruktur keuangan seperti settlement diakibatkan oleh permasalahan likuiditas maupun
yang dilakukan oleh bank sentral (RTGS) maupun lembaga solvabilitas merupakan analisis macroprudential yang
settlement lainnya. Unsur internal sistem keuangan ini penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
akan selalu dihadapkan kepada berbagai faktor risiko
seperti risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan Kedua, pendekatan dengan menekankan risiko yang
risiko operasional. Analisis atas berbagai risiko tersebut berasal dari luar sistem keuangan. Pendekatan ini telah
telah semakin sulit beberapa tahun terakhir ini sejalan dipahami oleh para pengambil kebijakan beberapa
dengan sistem keuangan yang semakin komplek dan tahun terakhir. Perkembangan yang pesat perdagangan
saling berkaitan baik antar industri maupun secara instrument derivatives atas surat hutang dan harga
geographis. assets, termasuk juga gangguan makro ekonomi seperti
turunnya harga komoditi serta terjadinya ketidak
Peningkatan kompleksitas sistem keuangan di tunjukan seimbangan dalam ekonomi dunia dan pasar keuangan
dengan pesatnya pasar di credit derivatives. Instrumen akan dapat menimbulkan risiko instabilitas. Untuk
ini relatif masih baru yang bentuknya bisa beraneka melakukan identifikasi dari sumber instabilitas, kita
ragam. Meskipun instrumen ini sangat baik untuk memerlukan berbagai indikator yang dapat memberikan
mitigasi risiko, namun terdapat kemungkinan bahwa informasi tanda-tanda terjadinya instabilitas. Dengan
tehnis penilaiannya akan rumit serta dapat menimbulkan mendasarkan perbandingan beberapa indikator pada
moral hazard atau rentan terjadinya spekulasi dan fraud. waktu tertentu dengan pada waktu normal, maka kita
Lembaga keuangan baik yang melakukan mitigasi bisa melakukan analisis seberapa besar perbedaan atas
dengan menjual risikonya kepada pihak lain masih indikator instabilitas tersebut. Kalau perbedaannya
18
26. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 8, Nomor 3, September 2010
besar dengan trend yang meningkat maka kita bisa monitor sistem keuangan. Terintegrasinya lembaga dan
mengindikasikan kondisi keuangan mengarah kepada pasar keuangan dengan pasar global telah membuat
instabilitas. Namun demikian, sering sekali mendapatkan bank sentral perlu melakukan analisis sistem keuangan
kesulitan untuk melakukan interpretasi atas berbagai global dalam laporan stabilitas sistem keuangannya yang
indikator instabilitas karena indikator normal kadang- dipublikasikan secara rutin. Pengembangan berbagai
kadang sulit untuk ditentukan mengingat perkembangan tool analisis merupakan tantangan bank sentral agar
ekonomi yang sangat dinamis. Berbagai informasi yang dapat menangkap simpul kerawanan secara lebih dini.
belum secara terintegrasi dalam sistem keuangan
merupakan faktor yang penting untuk dapat dijadikan IV. Bagaimana koordinasi antar otoritas untuk
judgment dalam melakukan analisis kondisi sistem bersama-sama menjaga stabilitas sistem keuangan
keuangan.
Koordinasi antar otoritas ini sangat diperlukan dalam
Analisis dampak negatif atas guncangan ekonomi makro menjaga agar terhindar dari krisis dan mempermudah
terhadap stabilitas sistem keuangan juga dapat dalam penyelesaian krisis apabila ternyata tidak dapat
diterapkan. Macro stress testing merupakan pendekatan dihindari. Dalam koordinasi ini, peran dan tanggung
yang biasanya digunakan dalam analisis ini dengan jawab masing-masing otoritas harus jelas dan dituangkan
tujuan untuk mengukur ketahanan bank atau lembaga dalam undang-undang. Tugas menjaga stabilitas sistem
keuangan dalam menghadapi berbagai shocks atas keuangan ini dilakukan oleh bank sentral, dengan
kondisi ekonomi dan respon kebijakan makro ekonomi berkoordinasi dengan pengawasan pasar keuangan dan
yang diperlukan dari otoritas. Berbagai skenario kondisi menteri keuangan sebagai otoritas fiskal. Di negara
makro ekonomi dapat disimulasikan untuk melakukan yang otoritas pengawasan lembaga keuangan dipisahkan
pengujian atas ketahanan bank atau lembaga keuangan dari bank sentral, maka otoritas tersebut akan menjadi
termasuk dalam kondisi ekstrim, pendekatan ini sering bagian dari otoritas yang harus melakukan koordinasi
disebut micro stress testing. Lembaga keuangan dan dibawah menteri keuangan. Untuk mencapai sasaran
pasar keuangan sudah semakin terintegrasi serta sangat dalam mencegah dan menyelesaikan krisis, maka sharing
tinggi ketergantungannya sehingga analisis keterkaitan informasi antar otoritas sangat diperlukan baik dalam
antar lembaga dan pasar keuangan sangat membantu kondisi normal maupun krisis. Dalam hal permasalahan
untuk mengukur sejauhmana permasalahan yang disektor keuangan menyangkut bank yang operasinya
mungkin timbul di lembaga atau pasar keuangan dapat secara multinasional maka koordinasi akan menyangkut
menimbulkan dampak sistemik di sistem keuangan. otoritas antar negara dengan berbagai kerangka hukum
Aliran dana masuk dan keluar di pasar keuangan telah yang berbeda. Sebagaimana yang terjadi terhadap
meningkat cukup besar aktivitasnya di beberapa tahun Lehman Brothers pada tahun 2008, otoritas di sejumlah
terkahir. Transaksi oleh para pelaku pasar antar negara negara terlena melakukan koordinasi untuk melakukan
telah meningkat cukup pesat baik di pasar saham, assessment dampak penutupan lehman brothers ini
obligasi dan juga financial instrumen lainnya seperti terhadap lembaga keuangan lain dan pasar keuangan
produk off-shore dan derivatives. Pemerintah di berbagai dinegara lain. Pandangan umum sementara ini, otoritas
negara banyak sekali mengeluarkan surat hutang untuk di suatu negara hanya bertanggung jawab pengawasan
membantu memperbaiki cash flow anggaran belanjanya terhadap bank yang didirikan dengan badan hukum
dan banyak para pelaku pasar yang melakukan di negara tersebut, sedangkan bank disuatu negara
diversifikasi risikonya dengan melakukan hedging yang didirikan dengan dasar hukum di negara lain
diberbagai pasar dunia. Analisis dengan mendasarkan (ie. Kantor cabang bank asing) maka tanggung jawab
domain domestik ternyata tidak cukup sehingga global pengawasannya ada di home supervisory authorities.
analisis tentang pasar dan lembaga keuangan sangat Permasalahan ini muncul apabila terdapat bank yang
diperlukan untuk melihat secara lebih akurat simpul beroperasi secara multinational dan mengalami
kerawanan di sistem keuangan. Bank sentral mempunyai permasalahan di kantor pusatnya sehingga harus ditutup,
tanggung jawab khusus dalam melakukan analisis dan maka secara legal seluruh kantor cabangnya harus
19