Bab ini membahas manajemen risiko dalam sistem pelayanan kesehatan untuk mencegah kerugian pasien. Prinsipnya adalah mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko melalui peningkatan proses, standarisasi, serta pemahaman tentang penurunan keselamatan sistem. Tujuannya adalah meningkatkan pelayanan dan melindungi pasien."
Jual Cytotec Di Banjar Ori👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Chapter 9 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care
1. 1
BAB 9
MENILAI RISIKO DAN KERUGIAN DALAM MIKROSISTEM KLINIS
Tujuan bab ini adalah mendiskusikan cara mengembangkan pelayanan jasa
kesehatan sembari menanamkan visi menghindari kerugian pada kultur sistem
pelayanan kesehatan. Untuk mencapai visi ini, diperlukan manajemen risiko yang
meliputi (1) Pengenalan risiko—mencari tahu kesalahan-kesalahan yang terjadi; (2)
Menganalisis risiko—mengumpulkan data dan menggunakan metodologi yang tepat
untuk memahaminya; (3) Mengendalikan risiko—membuat dan menerapkan
strategi-strategi agar dapat mendeteksi, mengelola dan mencegah timbulnya
persoalan dengan lebih baik (Dickson, 1995).
MANAJEMEN RISIKO – LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN
Secara tradisional, risiko dipandang sebagai pemaparan terhadap kejadian-
kejadian yang dapat mengancam atau merusak organisasi (Walshe, 2011). Pada
dasarnya, risiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan memberi dampak
kepada elemen-elemen kunci. Risiko dapat diukur dalam bentuk konsekuensi dan
kemungkinan kejadian. Tugas manajemen risiko adalah menyeimbangkan biaya dan
konsekuensi risiko dengan ongkos pengurangan risiko, sedangkan tujuan manajemen
risiko klinis yaitu meningkatkan pelayanan dan melindungi pasien dari kerugian
(Vincent, 1997). Manajemen risiko klinis merupakan kultur, proses dan struktur-
struktur yang ditujukan kepada manajemen peluang-peluang potensial dan kejadian-
kejadian kesalahan secara efektif. Risiko diukur dalam bentuk kemungkinan dan
konsekuensi terjadinya kesalahan, yang kontras dengan pengukuran mutu. Mutu
pada umumnya diukur dengan melihat suatu produk yang aman, tepat waktu,
efisien, layak dan berpusat pada pasien (Institute of Medicine, 2001).
Kejadian-Kejadian Kecelakaan
Kecelakaan dapat terjadi tanpa memandang tingkat kecakapan dan maksud
dari para pelakunya, yang dipandang sebagai kejadian normal dan sulit dicegah.
Menurut Perrow (1984), semakin rumit suatu sistem, maka semakin kecil
2. 2
kemungkinan orang untuk dapat mengenali kesalahan yang akan muncul. Ada tiga
hal yang menyusun kecelakaan:
1. Semua orang, tak peduli kecakapan, kemampuan dan pelatihan khusus yang
mereka ikuti, dapat melakukan kekeliruan dan melakukan tindakan yang
merugikan. Hal ini dapat dikelola dengan pemilihan, pelatihan dan
penggunaan peralatan yang dirancang dengan baik serta manajemen yang
bermutu, namun tidak dapat dihilangkan sepenuhnya.
2. Semua sistem yang dibuat manusia berpotensi gagal pada tingkat tertentu.
Kejadian-kejadian kesalahan dapat timbul dari gabungan beberapa kesalahan
kecil yang tak terlihat.
3. Terdapat risiko di semua usaha yang dilakukan manusia. Ada beberapa teknik
dan prosedur untuk mencegah kerusakan, tetapi tidak ada yang dapat
meramalkan segala kemungkinan kesalahan dan selalu terdapat celah dalam
setiap perlindungan.
Kita dapat meredakan risiko kesalahan melalui peningkatan proses,
standardisasi, dan pemahaman mendalam tentang penurunan keselamatan dalam
sistem, namun kita tidak dapat mencegah semua risiko. Di luar bidang kesehatan,
telah banyak terjadi kerugian besar yang disebabkan oleh kesalahan manusia,
misalnya tabrakan di landasan Tenerife pada tahun 1977 (540 fasilitas), bencana
nuklir di Three Mile Island 1979, dan lain-lain. Beberapa tahun terakhir, telah ada
perhatian lebih terhadap peran kesalahan manusia dalam kejadian-kejadian
kesalahan medis (Millenson, 1997).
Kecelakaan Organisasional
Beberapa sistem tertentu telah didesain dan dirancang ulang dengan
berbagai teknik dan prosedur perlindungan, akan tetapi kecelakaan dan kesalahan
masih menjadi persoalan. Jenis-jenis kesalahan seperti ini disebut sebagai
kecelakaan organisasional (Perrow, 1984; Reason, 1997). Kecelakaan organisasional
adalah kejadian-kejadian yang muncul dari perubahan kebiasaan yang
membahayakan karena akumulasi kegagalan yang terdapat pada lingkup manajerial
dan organisasional. Kegagalan-kegagalan laten tersebut kemudian dapat bergabung
3. 3
dengan kegagalan-kegagalan aktif dan faktor-faktor pemicu hingga menembus
pertahanan sistem. Etiologi kecelakaan organisasional dibagi menjadi lima fase
(Perrow, 1984):
1. Proses-proses organisasional menumbuhkan kegagalan-kegagalan laten
2. Kondisi-kondisi yang menghasilkan kesalahan dan kerusakan dalam tempat
kerja (contoh: ruang operasi, farmasi, ICU)
3. Kerusakan dan pelanggaran oleh personel ‘ujung lancip’ [yang dimaksud
‘ujung lancip’ adalah orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan
pasien. Sebaliknya, ‘ujung tumpul’ mengacu pada berbagai lapisan sistem
pelayanan kesehatan yang mempengaruhi orang-orang di ujung lancip. Kata-
kata ini secara formal dikenal dengan ‘kesalahan aktif’, yang muncul pada
titik kontak antara manusia dan beberapa aspek dari sistem yang lebih besar,
dan ‘kesalahan laten’ yang merupakan kegagalan-kegagalan organisasi yang
tidak terlalu tampak].
4. Penerobosan perlindungan atau keamanan
5. Hasil yang ditimbulkan, mulai dari ‘pelajaran secara cuma-cuma’ hingga
malapetaka.
Salah satu prinsip dasar dari manajemen kesalahan adalah bahwa peralihan
kondisi mental berkaitan dengan terjadinya kesalahan – kurangnya perhatian,
gangguan, keasyikan, kealpaan – adalah hal-hal yang paling sulit dikelola karena
tidak disengaja dan tak dapat diduga (Hollnagel dkk, 2006). Kondisi-kondisi tersebut
dapat menjangkiti petugas pelayanan kesehatan setiap waktu, sehingga sistem harus
dirancang untuk mengurangi dampak kemunduran sementara ini demi
mempertahankan integritas perawatan pasien.
Kesalahan Manusia dan Keterbatasan Performa
Penelitian mengenai kesalahan manusia dan kultur dan iklim organisasional,
juga penyelidikan kerusakan secara intensif, telah dikembangkan selama beberapa
dekade (Rasmussen, 1990; Sagan, 1993). Anggapan tentang peningkatan risiko dalam
pelayanan kesehatan telah membawa kejadian-kejadian kesalahan medis menjadi
perhatian para petugas klinis dan masyarakat umum (Kasperson dkk, 1988). Teori-
4. 4
teori penyebab kesalahan dan kecelakaan telah berkembang dan dapat diaplikasikan
pada berbagai aktivitas manusia, termasuk perawatan kesehatan (Reason, 1997).
Perkembangan tersebut telah memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai
penyebab kecelakaan, dengan fokus yang berkurang terhadap pelaku kesalahan
pada ‘ujung lancip’ kejadian dan lebih kepada faktor-faktor organisasional dan sistem
yang memberi kesempatan munculnya kesalahan dan kerugian bagi pasien.
Konsekuensi pentingnya adalah kesadaran bahwa teknik-teknik analisis kecelakaan
yang tepat dan inovatif dapat mengungkapkan unsur-unsur organisasi yang
mengakar, laten dan tidak aman. Memahami dan meramalkan performa dalam
tatanan yang kompleks membutuhkan pemahaman yang rinci tentang tatanan yang
bersangkutan, lingkungan pengaturan, dan faktor-faktor manusia yang
mempengaruhi performanya.
MODEL-MODEL MANAJEMEN RISIKO
Secara umum, model-model manajemen risiko mempertimbangkan
kemungkinan suatu kejadian yang akan muncul, yang kemudian diperbanyak dengan
dampak potensial dari kejadian tersebut.
Gambar 9-1 – Model Manajemen Risiko
Kemungkinan/probabilitas
Rendah Menengah Tinggi
D
a
m
p
a
k
Signifikan
Dibutuhkan
manajemen yang
masuk akal
Manajemen
substansial dan
pemantauan risiko
Manajemen kritis
secara luas
Sedang
Dapat menanggung
risiko, namun
kemudian
memantaunya
Cukup layak
dilakukan upaya
manajemen
Dibutuhkan upaya
manajemen
Terbatas/
kecil
Menanggung risiko
Menanggung risiko,
tetapi memantaunya
Mengelola dan
memantau risiko
5. 5
MEMBANGUN KULTUR KESELAMATAN
Suatu kultur/budaya dapat dijelaskan sebagai kumpulan nilai perorangan dan
kelompok, sikap, dan praktik-praktik yang memandu perilaku anggota kelompok
(Helmreich dan Merrit, 2001). Karakteristik kultur keselamatan yang kuat meliputi
(Pronovost dkk, 2003):
1. Komitmen kepemimpinan untuk mendiskusikan dan belajar dari kesalahan
2. Komunikasi yang dibangun dari saling mempercayai dan menghormati
3. Persepsi yang sama akan arti penting keselamatan
4. Dukungan dan praktik kerja tim
5. Kerja sama dari sistem-sistem yang tidak menghakimi untuk melaporkan dan
menganalisis kejadian-kejadian kesalahan
Mengejar kultur keselamatan merupakan pembelajaran kolektif.
Mengumpulkan dan belajar dari penyerempetan pun penting untuk dilakukan.
Penyerempetan yang dimaksud adalah kesalahan yang berpotensi menyebabkan
kesalahan, namun tidak menimbulkan kerugian pada pasien. Fokus untuk belajar dari
penyerempetan dapat memberikan beberapa manfaat (Barach dan Small, 2000):
1. Penyerempetan yang terjadi 3-300 kali lebih sering daripada kejadian
kesalahan dapat membantu analisis kuantitatif
2. Lebih sedikit muncul penghalang untuk mengumpulkan data, sehingga
analisis keterkaitan kegagalan-kegagalan kecil dapat dilakukan
3. Strategi-strategi perbaikan dapat dipelajari untuk mengembangkan tindakan
proaktif dan mengurangi kebiasaan pelimpahan kesalahan
4. Peninjauan yang berat sebelah dapat dikurangi secara efektif
MEMASANGKAN KONSEP MANAJEMEN RISIKO PADA PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN DALAM MIKROSISTEM KLINIS
Mikrosistem klinis—sebagai suatu unit penelitian, analisis dan praktik—
merupakan tingkat penting yang memuat usaha-usaha yang berfokus pada
keselamatan pasien. Menurut Haddon (1966-1969), ada beberapa strategi untuk
mengurangi kerugian:
Mencegah pengerahan energi
6. 6
Mengurangi jumlah energi yang dikerahkan
Mencegah pelepasan energi
Mengubah tingkat atau distribusi spasial dari pelepasan energi
Memisahkan energi yang terlepas dalam ruang dan waktu dan struktur yang
rentan
Menggunakan pembatas fisik untuk memisahkan energi dan struktur yang
rentan
Mengubah permukaan atau struktur kontak yang dapat disentuh orang-orang
Memperkuat struktur yang mungkin dapat rusak oleh perpindahan energi
Jika terdapat kerusakan, deteksi dengan cepat dan tanggulangi pelebaran dan
kelanjutannya
Jika terdapat kerusakan, ambil segala tindakan perbaikan yang diperlukan
Semua strategi ini mempunyai urutan logis yang berhubungan dengan tiga
fase pokok pengendalian cedera luka, yaitu praluka, luka dan pascaluka. Jika
ditempatkan pada konteks keselamatan pasien, kita dapat menyesuaikan fase-fase
tersebut menjadi prakejadian, kejadian dan pascakejadian. Faktor-faktor yang
terlibat dalam hal ini adalah pasien-keluarganya, petugas pelayanan kesehatan,
sistem dan lingkungan.
Mikrosistem dan Makrosistem
Organisasi-organisasi pelayanan kesehatan tersusun atas berbagai
mikrosistem otonom yang berlainan dan bervariasi. Sistem-sistem kecil yang saling
bergantung ini membentuk ikatan yang kendor dan ketat (Weick dan Sutcliffe, 2001).
Beberapa anggapan mengenai hubungan antara mikrosistem dengan makrosistem
(Nelson dkk, 2002):
1. Sistem-sistem yang lebih besar (makrosistem) tersusun dari sistem-sistem
yang lebih kecil
2. Sistem-sistem yang lebih kecil ini (mikrosistem) menciptakan kualitas,
keamanan, dan biaya hasil pada garis depan pelayanan
3. Hasil dari sistem-sistem makro tidak bisa lebih baik daripada sistem-sistem
mikro penyusunnya.
7. 7
Anggapan-anggapan tersebut menunjukkan bahwa jika suatu organisasi ingin
mengadakan peningkatan secara menyeluruh, maka perlu dilakukan tindakan mulai
dari masing-masing mikrosistem. Suatu mikrosistem tidak dapat berfungsi secara
independen dari mikrosistem yang lain, mikrosistem biasa bekerja bersama atau di
dalam makrosistem.
Mengembangkan Keuletan Sistem Antar dan Antara Mikrosistem
Sistem-sistem mikro biasanya muncul bersama mikrosistem-mikrosistem lain
dalam organisasi yang bersangkutan. Memahami dinamika dari hubungan organisasi
yang efektif dapat membantu mempertimbangkan cara untuk mempertahankan
hubungan di antara mikrosistem dalam organisasi yang sama dan pada organisasi
yang lainnya. Hubungan-hubungan lintas mikrosistem ini pada dasarnya
berhubungan dengan peningkatan penanganan, juga memberikan peluang untuk
mempelajari persoalan-persoalan sistemik di dalam institusi dan tindakan-tindakan
untuk meningkatkan kualitas dan keselamatan.
Kelompok-kelompok yang ulet memiliki interaksi yang saling menghormati
yang dibangun dari tiga elemen utama (Weick, 1996):
1. Kepercayaan—kemauan untuk mendasarkan keyakinan dan tindakan pada
laporan dari kelompok lain
2. Kejujuran—memberikan laporan agar yang lain dapat menggunakan
pengamatan yang telah dilakukan dalam mengembangkan dan memperluas
keyakinan mereka sendiri
3. Menghormati diri sendiri—mengintegrasikan persepsi dan keyakinan dengan
laporan yang dibuat oleh orang lain tanpa melecehkan mereka atau diri
sendiri.
Empat aspek yang dapat menghasilkan tanggapan-tanggapan kreatif
terhadap tantangan-tantangan yang harus ditangani bersama (Zimmerman dan
Hayday, 1999):
1. Pemisahan dan perbedaan dari dua mikrosistem
2. Kesempatan yang dimiliki dua mikrosistem untuk berbincang-mendengarkan-
menyelaraskan
8. 8
3. Peluang melakukan tindakan yang dimiliki oleh dua kesatuan
4. Alasan-alasan mereka untuk bekerja sama
Keseimbangan perhatian pada masing-masing aspek ini menciptakan karya yang
kreatif.
Mitchell dan Shortell (2000) mengemukakan beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan hubungan antarorganisasi:
Konteks: Lingkungan yang mengandung hubungan kerja sama—stakeholder
internal dan eksternal, riwayat hubungan mereka dan pengaruhnya,
keberadaan atau ketiadaan sumber daya manusia dan keuangan, lingkungan
politik, sentimen publik dan tantangan-tantangan yang menghadang
komunitas yang bersangkutan
Tujuan yang strategis: konsep yang sama untuk konsensus pada masalah-
masalah eksternal yang dihadapi organisasi—mengacu pada alasan-alasan
hubungan tersebut dibentuk.
Dasar sumber: Dasar sumber yang bermacam-macam akan membantu
memastikan bahwa tindakan kolaboratif tersebut dapat untuk mengejar
tujuan strategis dengan memenuhi sasaran-sasaran dari setiap pendanaan
Keberagaman anggota: Keseimbangan antara jumlah anggota yang
berpartisipasi dan jenis-jenis partisipan yang ada.
Koordinasi kecakapan: Mekanisme komunikasi formal maupun informal
memastikan bahwa pihak-pihak yang berkolaborasi dapat mencapai tujuan
mereka sendiri
Tanggapan terhadap akuntabilitas: Mekanisme komunikasi formal dan
informal memastikan bahwa pihak-pihak yang berkolaborasi dapat
menunjukkan kemajuan secara internal maupun eksternal.
Table 9-1 – Keterkaitan Karakteristik-Karakteristik Mikrosistem dan Keselamatan
Pasien
Karakteristik
Mikrosistem
Artinya Bagi Keselamatan Pasien
9. 9
1. Kepemimpin
an
Menentukan visi keselamatan dari organisasi
Mengenali kekangan dalam organisasi
Mengalokasikan sumber-sumber daya untuk pengembangan,
implementasi perencanaan, juga pemantauan dan evaluasi yang
berlangsung
Membangun partisipasi dan input mikrosistem untuk
merencanakan pengembangan
Menata mutu organisasional dan tujuan-tujuan keselamatan
Menjalin saling kepercayaan dalam pembicaraan mengenai
kemajuan organisasional untuk mencapai tujuan-tujuan
keselamatan
Memberikan pengakuan terhadap kesalahan atau kerusakan
yang disampaikan dengan terus terang
Memberi penghargaan atas perubahan-perubahan yang
meningkatkan keselamatan
2. Dukungan
Organisasional
Bekerja dengan mikrosistem-mikrosistem klinis untuk mengenali
masalah-masalah keselamatan pasien dan membuat perubahan-
perubahan yang sesuai
Meletakkan sumber-sumber dan perangkat di tangan
perseorangan
3. Fokus
pegawai
Menilai kultur keselamatan yang ada
Mengidentifikasi jarak antara kultur yang sedang berlangsung
dan visi keselamatan
Merencanakan tindakan kultural
Melakukan penilaian kultur secara periodik
Memberikan contoh-contoh hasil yang diharapkan
4. Pendidikan
dan pelatihan
Mengembangkan kurikulum keselamatan pasien
Memberikan pelatihan dan program pendidikan mengenai
kepemimpinan klinis dan manajemen
10. 10
Mengembangkan pusat keselamatan pasien yang terdiri atas
orang-orang yang dapat bekerja di berbagai mikrosistem
5. Inter-
dependensi tim
pelayanan
Membangun siklus PDSA dalam pertemuan-pertemuan
Melakukan pengecekan dan mencatat kesalahan yang
ditemukan setiap harinya
6. Fokus pasien Membentuk kerja sama pasien dengan keluarganya
Mendukung pengungkapan kesalahan medis
7. Fokus
komunitas dan
pasar
Menganalisis persoalan-persoalan keselamatan dalam
komunitas, dan bekerja sama dengan kelompok luar untuk
mengurangi risiko
8. Hasil-hasil
kinerja
Mengembangkan ukuran-ukuran keselamatan yang utama
Menciptakan mekanisme umpan balik untuk membagikan
hasilnya dengan mikrosistem
9. Peningkatan
proses
Mengenali prioritas keselamatan pasien berdasarkan penilaian
atas ukuran-ukuran keselamatan
Mengarahkannya pada upaya yang akan diperlukan pada tingkat
mikrosistem
10. Informasi
dan teknologi
informasi
Mengembangkan sistem pelaporan kesalahan
Membangun konsep-konsep keselamatan pada aliran informasi
(misalnya checklist)
PERAN MANAJEMEN RISIKO DAN PENGUNGKAPAN PASIEN
Para petugas pelayanan kesehatan mempunyai tanggung jawab atau tugas
untuk bertindak sebaik mungkin demi pasien (Kraman dan Hamm, 1999). Menilai
dengan tepat jenis prosedur yang direncanakan, faktor-faktor risiko pasien, jenis
obat-obatan yang digunakan dan gaya tim dan tingkat dukungannya, semuanya
merupakan hal yang penting. Banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa
dapat dimaklumi jika para petugas pelayanan kesehatan merasa segan untuk
mendiskusikan kesalahan, karena berpikir mereka tidak mempunyai jaminan
perlindungan hukum (LeBlang dan King, 1984). Perasaan segan ini nantinya dapat
11. 11
mengganggu upaya-upaya sistemik dan yang telah diprogram untuk mencegah
kesalahan medis. Gagasan-gagasan pun dikembangkan untuk menyokong diskusi
yang terbuka dan terus terang bersama para pasien dan keluarga mereka setelah
muncul kejadian kesalahan; usaha ini telah menghasilkan efek yang mengagumkan.
Kejadian kesalahan harus diungkapkan jika kesalahan tersebut (1)
menimbulkan akibat yang tampak jelas pada pasien, yang pada awalnya tidak
didiskusikan sebagai risiko, (2) menimbulkan keharusan untuk dilakukan perubahan
pada perawatan pasien yang bersangkutan, (3) berpotensi memiliki risiko penting
pada kesehatan pasien di masa mendatang, (4) terjadi akibat pemberian perawatan
tanpa persetujuan pasien yang bersangkutan (Cantor dkk, 2005). Secara etis, proses
pengungkapan seharusnya dimulai pada saat membahas formulir persetujuan dan
pengobatan/perawatan bersama pasien.
KESIMPULAN
Peningkatan keamanan pelayanan kesehatan diperlukan karena masih
banyak pasien yang menderita karena perawatan medis. Kepemimpinan yang kuat
dibutuhkan untuk mengubah kultur organisasional untuk mencapai visi pencegahan
kerugian tanpa toleransi. Penerapan prinsip-prinsip ilmu keselamatan, metodologi,
dan perangkat analitiknya dalam sektor kesehatan menjanjikan pengembangan
strategi-strategi perubahan yang saling berhubungan satu sama lain. Perubahan-
perubahan kultural dan proses menuntut adanya peralihan pemikiran manajemen,
penguasaan staf dan kecakapan komunikasi dalam disiplin yang sama maupun lintas
disiplin. Menempatkan kesalahan pada kegagalan sistem tidak akan membebaskan
para petugas klinis dari tugas mereka untuk merawat atau melakukan tindakan
terbaik bagi pasien-pasien mereka. Justru dengan mengenali kegagalan-kegagalan
sistem, bertanggung jawab untuk mengakui kesalahan, bersedia bekerja sama untuk
menyelidiki kesalahan-kesalahan tersebut, akan dapat membantu merancang
kembali sistem yang lebih aman. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan
menguraikan kesalahan-kesalahan dan kegagalan-kegagalan sejak awal dimulainya
perawatan kesehatan agar dapat menaksir risiko dan mengembangkan strategi
12. 12
untuk menanggulangi risiko. Hal itu dapat diwujudkan dengan memasangkan
kualitas dan keselamatan pada mikrosistem.
Sumber : William A.Sollecito dan Julie K.Johson. Chapter 9 Buku Implementing
Continuous Quality Improvement in Health care edisi ke empat (2011).