SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171
JURNAL KOMUNITAS
Research & Learning in Sociology and Anthropology
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas
WARAK NGENDOG: SIMBOL AKULTURASI BUDAYA
PADA KARYA SENI RUPA
Triyanto 
, Nur Rokhmat, Mujiyono
Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Warak Ngendog merupakan kreativitas budaya lokal yang menjadi maskot dalam
tradisi ritual Dugderan masyarakat Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan
mengkaji masalah maskot seni rupa tersebut sebagai simbol akulturasi budaya
melalui analisis intra estetik dan ekstra estetik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari aspek intra estetik, perwujudan Warak Ngendog sebagai maskot
Dugderan merepresentasikan hewan rekaan berkaki empat yang bersifat
enigmatik, unik, eksotik, dan ekspresif. Dari aspek ekstra estetik, maskot tersebut
secara simbolik mencerminkan akulturasi budaya Jawa, Arab, dan Cina yang
merefleksikan pesan-pesan edukatif ajaran moral Islami serta nilai harmoni
kehidupan masyarakat multikultur. Interaksi sistemik unsur-unsur ulama,
pemerintah, masyarakat, ritual Dugderan, dan maskot seni rupa Warak Ngendog
sebagai simbol akulturasi budaya dapat berperan secara sinergis sebagai model
dalam membangun integrasi budaya.
Article History
Received 	 : June 2012
Accepted	 : August 2013
Published	: Sept 2013
Keyword
Warak Ngendog;
Dugderan;
cultural acculturation;
intra-aesthetic;
extra-aesthetic
WARAK NGENDOG: CULTURAL ACCULTURATION SYMBOL ON VISUAL
ARTWORKS
Abstract
Warak Ngendog, a mascot of Semarang City in Dugderan ritual tradition, is a sym-
bolically laden cultural creativity. This research aims to study visual artwork of a
mascot as a symbol of cultural accuturation through intra-aesthetic and extra-ae-
sthetic analysis. The result of the research showed that, from intra-aesthetic aspect,
the actualization of Warak Ngendog as Dugderan mascot presents fictional four-
legged animal which were enigmatic, unique, exotic, and expressive. In addition,
from extra-aesthetic aspects, the mascot symbolically mirrors Javanese, Arabic,
and Chinese cultural acculturation reflecting educational messages of Islamic mo-
rals and invitation for harmony in a multicultural society. Creating systemic inter-
action between ulama, government, society, Dugderan ritual and its mascot plays
important roles as a model for developing cultural integrity.
© 2013 Universitas Negeri Semarang

Corresponding author :
Address: Gedung B5 Lantai 2, Kampus Sekaran,
Gunungpati, Semarang, Indonesia 50229
E-mail address: triyantoma57@gmail.com
ISSN 2086-5465
UNNES JOURNALS
163 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa
UNNES JOURNALS
PENDAHULUAN
Pemeliharaan (konservasi) keseni-
an tradisi menjadi signifikan ketika suatu
bangsa memiliki komitmen untuk memili-
ki jati diri yang khas di tengah-tengah arus
mengglobalnya kebudayaan asing. Memeli-
hara kesenian tradisi merupakan upaya
penting yang menjadi tanggung jawab se-
mua pihak. Banyak cara yang dapat dila-
kukan dalam upaya mewujudkan komitmen
di atas. Berkenaan dengan hal ini, pengka-
jian dan pendokumentasian terhadap kese-
nian tradisi dapat dipandang sebagai salah
satu upaya tersebut. Dengan memiliki pen-
getahuan dan pemahaman terhadap budaya
kesenian tradisi sendiri, diharapkan tum-
buh sikap menghargai. Tumbuhnya sikap
menghargai (apresiasi) ini, pada gilirannya
dapat menjadi modal penting untuk mem-
bangkitkan kesadaran bangsa terhadap ni-
lai-nilai kebudayaan yang dimiliki.
Salah satu kekayaan kesenian tradisi
yang dimiliki itu ialah hadirnya budaya vi-
sual (seni rupa) Warak Ngendog, yaitu se-
buah karya seni rupa yang menjadi maskot
utama dalam kegiatan tradisi ritual Dugde-
ran di Kota Semarang. Karya seni rupa tradi-
si ini menjadi pusat perhatian dalam setiap
prosesi ritual tahunan untuk menyambut
sehari sebelum datangnya bulan suci Rama-
dan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Kota Semarang yang diikuti oleh hampir
sebagian besar masyarakat. Suasana ge-
gap gempita dan meriah ketika arak-arakan
(karnaval) Warak Ngendog ini dikirab keli-
ling kota dengan mendapat sambutan yang
antusias dari warga masyarakat.
Aneka rupa bentuk, warna, dan uku-
ran Warak Ngendog yang ditampilkan oleh
wakil masyarakat dari setiap kecamatan
atau kelompok masyarakat lainnya yang
mengikuti karnaval tersebut, menjadi mag-
net yang memikat warga masyarakat untuk
melihatnya. Sudah tentu, hadirnya feno-
mena budaya rupa ini, baik secara intra es-
tetik maupun secara ekstra estetik memiliki
keunikan yang menarik untuk dikaji lebih
dalam agar diperoleh informasi akademik
untuk lebih menumbuhkan apresiasi warga
masyarakat pemilik atau pendukungnya
Selain itu, penelitian ini dipandang
memiliki nilai kebaruan karena mengka-
ji masalah seni rupa bukan hanya sebagai
artefak fisik-estetik semata, melainkan me-
nempatkan kajian terhadapnya sebagai sim-
bol akulturasi budaya yang berguna sebagai
pengetahuan ilmiah untuk ikut membantu
mengatasi masalah integrasi budaya dalam
masyarakat multikultur. Dan, hal ini men-
jadi berbeda dengan penelitian terdahulu
seperti Noviena (2005) “Make-Up of the
Pengantin Pegon: Cultural Acculturation in
Surabaya City” dan Fatuyi (2007) “Cultural
Interaction and Cultural Change: The Effects
of Acculturation on Traditional Societies”
yang lebih banyak menguraikan tentang
kontak budaya atau akulturasi budaya se-
cara umum dan bukan menekankan aspek
seni rupa secara khusus.
Berdasarkan paparan tersebut, pen-
elitian ini berupaya mengkaji secara intra
estetik dan ekstra estetik ekspresi seni Wa-
rak Ngendog. Secara lebih rinci, aspek yang
dikaji adalah perwujudan bentuk, pesan
edukatif, dan unsur-unsur yang berperan
dalam proses akulturasi budaya melalui
perwujudan Warak Ngendog. Selaras den-
gan masalah tersebut maka tujuan peneliti-
an ini adalah ingin mengidentifikasi, me-
mahami, dan menjelaskan bentuk estetik,
latar kehidupan budaya Semarang, pesan
edukatif, dan unsur-unsur yang berperan
dalam proses akulturasi budaya melalui
perwujudan Warak Ngendog.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini memilih pendekatan
kualitatif. Sasaran penelitian ini adalah
aspek-aspek intra estetik dan ekstra estetik
perwujudan bentuk Warak Ngendog seba-
gai simbol akulturasi budaya masyarakat
Kota Semarang. Lokasi penelitian, sesu-
ai dengan judul penelitian ini adalah Kota
Semarang terutama tempat berlangsung-
nya prosesi kirab tradisi ritual Dugderan.
Teknik pengumpulan data yang digu-
nakan dalam penelitian ini adalah pen-
gamatan, wawancara mendalam, dan do-
kumentasi. Operasionalisasi penggunaan
teknik ini besifat fleksibel sesuai dengan
kondisi yang berkembang di lapangan. Se-
suai dengan ciri-ciri penelitian kualita-
Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 164
UNNES JOURNALS
tif, alat atau instrumen yang digunakan
untuk mengumpulkan data adalah human
instrument, yaitu tim peneliti (ketua dan
anggota). Secara umum, data yang berhasil
dikumpulkan kemudian dianalisis dengan
menggunakan pendekatan analisis kuali-
tatif. Secara khusus, operasionalisasi dari
penggunaan pendekatan analisis ini ada-
lah diimplementasikannya sebuah model
analisis siklus interaktif sebagaimana disa-
rankan oleh Miles dan Huberman (1992).
Prosedur analisis ditempuh melalui proses
reduksi, penyajian, dan verifikasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Semarang memiliki sejarah yang pan-
jang. Di masa dulu, seorang dari Kesultanan
Demak bernama pangeran Made Pandan
bersama putranya Raden Pandan Arang,
meninggalkan Demak menuju ke daerah
Barat di suatu tempat yang kemudian ber-
nama Pulau Tirang, membuka hutan dan
mendirikan pesantren dan menyiarkan aga-
ma Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu
semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu
muncullah pohon asam yang arang (bahasa
Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan
nama daerah itu menjadi Semarang. Seba-
gai pendiri desa, Made Pandan kemudian
menjadi kepala daerah setempat, dengan
gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Baru, ke-
mudian mulai tahun 1945, pemerintahan di-
pimpin oleh walikota.
Letak Kota Semarang berada di wila-
yah pesisir pantai utara Jawa. Wilayah kota
ini, sebelah barat berbatasan dengan Ka-
bupaten Kendal, sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Semarang,
dan sebelah utara dibatasi oleh laut Jawa.
Luas wilayah kota Semarang 373,7 km2
dan
terdiri atas 20 kecamatan dan 218 kelurahan.
Penduduk Semarang umumnya adalah suku
Jawa dan menggunakan Bahasa Jawa seba-
gai bahasa sehari-hari. Agama mayoritas
yang dianut adalah Islam. Selain mayoritas
dihuni oleh penduduk bersuku Jawa, juga
dihuni oleh penduduk keturunan Arab dan
Tionghoa. Seperti di daerah lainnya di Jawa,
terutama di Jawa Tengah, mereka sudah
berbaur erat dengan penduduk setempat
dan menggunakan Bahasa Jawa pesisir khas
Semarangan dalam berkomunikasi sejak ra-
tusan tahun silam. Dunia perdagangan, in-
dustri, dan jasa merupakan mata pencaha-
rian sebagian besar warga masyarakat Kota
Semarang.
Semarang termasuk dalam wilayah
budaya Jawa pesisiran. Pergumulan budaya
lokal dengan berbagai ragam budaya etnis
Eropa, Cina, dan Arab telah menghasilkan
mozaik budaya yang lokal sekaligus plural.
Tampak pada aktivitas kultural upacara
dan/atau tradisi yang berkembang. Karakter
masyarakat pesisir yang bersemangat kera-
kyatan (egaliter), terbuka, apa adanya, dan
religius diimplementasikan dalam bentuk
tradisi sedekah laut di kampung nelayan
Tambak Lorok dan Bandarjo. Semarang juga
pernah memiliki seorang dalang hebat yang
bernama Ki Narto Sabdo.
Tidak ada sumber sejarah yang pasti
secara tertulis kapan dimulainya ritual Dug-
deran namun diduga telah dimulai sejak
1881. Pada masa dahulu, sidang Isbat pe-
nentuan awal bulan puasa di Semarang di-
lakukan di Masjid Besar Kauman Semarang
yang dipimpin oleh Kanjeng Kyai Tafsir
Anom selaku Penghulu Masjid. Hasil sidang
Isbat berupa Shukuf Halaqah yang selanjut-
nya oleh Penghulu Masjid diserahkan kepa-
da pemimpin pemerintahan setempat yaitu
Bupati RMT Aryo Purbaningrat. Kemudian
Kanjeng Bupati membacakan atau mengu-
mumkan Shukuf Halaqah kepada masyara-
kat. Inti isi Shukuf Halaqoh tersebut adalah
informasi agar masyarakat Kota Semarang
mengetahui bahwa bulan Romadan akan
dimulai pada hari esoknya. Untuk itu, ma-
syarakat diminta untuk tidak melakukan
tindakan yang maksiat tetapi sebaliknya
untuk lebih meningkatkan tawaqal kepada
Allah SWT. Tujuannya tidak lain agar di-
berikan barokah sehingga Kota Semarang
menjadi lebih makmur, barang-barang ke-
butuhan sehari-hari murah terjangkau dan
keamanan, ketertiban terjaga. Setelah itu,
RMT Aryo Purbaningrat memukul bedug
sehingga mengeluarkan suara “dug..dug..
dug”. Untuk menambah jangkauan suara
maka ditambah suara/bunyi meriam/bom
udara sehingga berbunyi “der..der..der”. Per-
165 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa
UNNES JOURNALS
paduan dua bunyi tersebutlah yang pada
akhirnya menghasilkan Dugderan. Setelah
itu dibagikan sebuah ganjril (roti) dan air
khataman yang dipercaya memiliki khasi-
at karena telah dibacakan surat-surat Al-
Quran oleh para kyai-kyai. Kegiatan ritual
ini diawali adanya sebuah keramaian atau
pasar malam selama satu bulan penuh den-
gan banyaknya orang berjualan makanan,
minuman, dan mainan anak-anak. Salah
satunya adalah mainan khas anak Semarang
Warak Ngendog.
Dugderan sebagai tradisi budaya yang
diadakan rutin setiap tahunnya terdiri tiga
agenda yaitu pasar (malam) Dugder, prose-
si ritual pengumuman awal puasa dan kirab
budaya Warak Ngendog. Ketiga agenda ter-
sebut merupakan satu kesatuan tradisi Dug-
deran. Tradisi ini sampai sekarang terus di-
lestarikan dan dilaksanakan dengan segala
dinamikanya.
Pasar Dugderan dilaksanakan sela-
ma satu bulan penuh mulai siang sampai
malam dan dipusatkan di Pasar Johar atau
Masjid Kauman karena bernilai strategis
baik secara ekonomis dan historis. Menarik-
nya adalah pasar tersebut ramai dikunjungi
oleh masyarakat pada saat malam hari. Se-
telah diadakan pasar malam selama satu
bulan penuh dilanjutkan acara puncak un-
tuk menandai awal bulan puasa yaitu ritual
prosesi pengumuman awal puasa dan kirab
budaya Dugderan. Diawali sebuah kirab bu-
daya yang dipimpin oleh pimpinan tertinggi
di Kota Semarang yaitu Walikota yang me-
merankan KRMT Purbaningrat dengan rute
awal dari balaikota, melewati Jalan Pemuda,
menuju Masjid Besar Kauman, dan berakhir
di Masjid Agung Jawa Tengah. Sebelum be-
rangkat, atraksi seni dan budaya digelar ter-
lebih dahulu di Balaikota. Pemimpin rom-
bongan naik Kereta Kencana Solo. Pejabat
lain naik bendi. Di belakangnya, deretan
mobil hias mengikuti rombongan utama.
Mobil-mobil hias ini diisi peserta dari ber-
bagai kecamatan, UPTD pendidikan, para
pegiat pariwisata, organisasi keagamaan
dan kemasyarakatan di wilayah Semarang.
Mobil-mobil hias yang sedang pawai ini
menampilkan Warak Ngendog sebagai daya
tarik utama.
Sesampainya di Masjid Besar Kau-
man, pemimpin rombongan melaksanakan
prosesi inti atau esensi ritual Dugderan di
Semarang yakni: (1) sidang Isbat penentuan
awal bulan Ramadhan oleh para tokoh ma-
syarakat, ulama, dan umaro, (2) penyerahan
hasil sidang Isbat “Shukuf” oleh Penghulu
Masjid kepada Wali Kota (2) pembacaan
shukuf halaqah, (3) pemukulan bedug dan
bom udara, (4) pembagian ganjril dan air
khataman Al Quran.
Dilanjutkan perjalanan Wali Kota me-
nuju ke Masjid Agung Jawa Tengah dengan
agenda atau prosesi yang sama seperti Mas-
jiad Agung Kauman yaitu: (1) Wali Kota me-
nyerahkan “Shukuf” kepada Gubernur yang
memerankan RMH Probo Hadikusumo (2)
Gubernur membacakan “Shukuf” sebagai
pengumuman dimulainya puasa bulan Ra-
madan kepada masyarakat. Gubernur seba-
gai pemimpin wilayah provinsi merupakan
bentuk simbolis pengumuman awal puasa
secara lebih luas, dan (3) Setelah pemba-
caan Shukuf, dilanjutkan dengan pemuku-
lan bedug dan pembunyian meriam (mer-
con)/bom udara.
Kegiatan di Masjid Agung Jawa Te-
ngah ini merupakan upaya untuk menye-
suaikan dinamika perkembangan jaman
karena secara pariwisata dan ekonomi dapat
lebih meningkatkan pendapatan masya-
rakat setempat. Perubahan tersebut oleh
beberapa ahli masih sesuatu yang alamiah
karena tetap mempertahankan atau me-
representasikan nilai-nilai esensi dan nilai
historis ritual Dugderan itu sendiri. Upaya
lainnya, pawai mobil hias dibagi menjadi
dua rute. Rute kereta kencana dan bendi
dimulai dari halaman Balai Kota menyusuri
Jl. Pemuda berakhir di Masjid Kauman. Se-
dangkan mobil hias Warak Ngendog dite-
ruskan sampai dengan Masjid Agung Jawa
Tengah melalui Jl. Pemuda, Jl. Gajah Mada,
Simpang Lima, Jl. Ahmad Yani, Jl. Brigjen
Sudiarto dan Jl. Gajah sehingga masyarakat
secara lebih luas akan dapat menikmatinya.
Perubahan lainnya misalnya adalah modi-
fikasi perupaan Warak Ngendog dan variasi
mobil hias itu sendiri.
Salah satu ritual Dugderan adalah di-
adakannya pasar malam selama satu bulan
Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 166
UNNES JOURNALS
menjelang bulan puasa. Agar tidak hanya
orang-orangtua yang berbelanja namun
anak-anak juga dapat menikmati suasana
pasar malam maka muncul gagasan dicipta-
kanlah sebuah mainan. Mainan harus unik
dan dapat berfungsi sebagai penanda ha-
kikat berpuasa. Ide tersebut kemudian di-
aktualisasikan oleh orang-orang yang ahli
atau masyarakat yang memiliki kreativitas
menjadi sebuah mainan Warak Ngendog.
Struktur mainan Warak Ngendog berben-
tuk hewan berkaki empat dibuat dengan
struktur kayu yang dibungkus dengan bu-
lu-bulu kertas mengkilap bewarna-warni.
Bagian alasnya dipasang empat roda dan
disambungkan dengan tali sehingga anak-
anak bisa menariknya. Agar anak menjadi
semakin senang maka pada bagian depan di
antara kedua kakinya ditempatkan sebuah
telur. Mainan Warak Ngendog inilah yang
kemudian menjadi maskot utama dalam
sebuah pawai atau kirab Dugderan. Wujud-
nya tidak lagi sebuah mainan tetapi telah
menjadi patung raksasa yang diarak den-
gan cara konstruksi menjadi satu kesatuan
dengan mobil hias. Lewat maskot utama
wak Ngendog inilah kirab Dugderan selalu
menjadi perhatian masyarakat menjelang
Ramadhan.
Sejak awal munculnya pasar malam
Dugderan, mainan Warak Ngendog selalu
hadir dan memenuhi seluruh area bagian
lokasi pasar. Namun sekarang ini, hampir
jarang ditemukan kios-kios atau penjual
yang menjajakan sebuah mainan Warak
Ngendog. Hampir disetiap sudut pasar ma-
lam tidak ditemukan mainan khas tradi-
sional Warak Ngendog. Jikapun ada hanya
beberapa penjual saja. Bentuk warak pun
tidak dilengkapi roda, telur, dan tali sehing-
ga tidak bisa ditarik untuk dijalankan. Pen-
jual atau toko-toko yang ada di pasar malam
lebih menjual mainan-mainan dari plastik
atau mainan elektronik dengan segala kera-
gaman keunggulannya. Warak Ngendog se-
makin tergusur oleh mainan modern karena
memang anak-anak lebih tertarik mainan
modern yang lebih bervariatif bentuk dan
jenisnya.
Kontras dengan Warak Ngendog seba-
gai mainan justru pada acara kirab Dugde-
ran ini Warak Ngendog dibuat dalam uku-
ran raksasa dan variatif. Warak Ngendog
merupakan objek sentral ketika masyarakat
sedang menyaksikan kirab budaya. Seba-
gai obyek yang paling dinanti-nanti, Warak
Ngendog diciptakan dan dikreasikan meny-
atu dengan mobil hias. Masyarakat semakin
termanjakan karena warak yang dihadirkan
jumlahnya cukup banyak dan dibuat den-
gan kualitas yang baik. Bentuknya memiliki
tingkat representasi yang realistik sampai
sederhana bahkan kartunal.
Gambar 1. Masyarakat tampak berjubel
dan antusias untuk menyaksikan kirab Dug-
deran dengan maskot utama sebuah Warak
Ngendog raksasa
Pada awalnya, Warak Ngendog sebuah
hewan berkaki empat tercipta dalam struk-
tur bentuk mainan. Eksistensinya telah
langgeng sejak ada kegiatan pasar malam
Dugderan. Kemudian, dalam empat dekade
terkahir ini, hewan tersebut diperkenalkan
sekaligus ditetapkan sebagai maskot atau
ikon utama kirab Dugderan. Seiring per-
kembangan teknologi dan budaya yang te-
rus berkembang maka bentuk Warak Ngen-
dog juga mengalami perkembangan hiasan
yang cukup bervariasi namun masih memi-
liki struktur yang utuh.
Dalam kirab, Warak Ngendog ada-
167 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa
UNNES JOURNALS
lah patung raksasa berupa hewan berkaki
empat lengkap dengan kepala, leher, ba-
dan, dan keempatkakinya. Keberadaannya
sengaja dikonstruksi secara tegak mengha-
dap ke depan dalam mobil hias agar men-
jadi subjek yang sentral. Terkadang Warak
Ngendog dipertautkan dengan bentuk hia-
san pendukung lainnya berupa rumah,
masjid, bedug, atau bangunan tertentu. Ada
pula yang hadir secara utuh, tunggal dengan
hiasan pendukung yang tidak berlebihan.
Tetapi secara umum dimensinya adalah 3
m x 3 m x 3m. Kepala warak ada yang di-
representasikan seperti kepala naga, singa,
bahkan sapi. Keberanian memodifikasi pe-
serta juga tidak berhenti sampai di kepala.
Ada juga peserta kirab yang menampilkan
Warak Ngendog tidak dibuat dengan kertas
warna-warni yang lazim dipakai tetapi lang-
sung menggunakan kain batik untuk me-
nutupi seluruh tubuhnya. Hal yang nyata
telah muncul adalah semakin hilangnya wa-
rak yang ditampilkan bertelur. Bahkan ny-
aris tidak ada. Padahal Ngendog dalam satu
kesatuan Warak Ngendog memiliki makna
yang penting. Kata “Ngendog” dalam Bahasa
Indonesia yang berarti telur memiliki mak-
na kemenangan. Berdasarkan tradisi jaman
dulu, telur adalah sesuatu yang disukai oleh
anak-anak untuk dimakan karena mengan-
dung protein yang tinggi.
Modifikasi yang tidak disadari seca-
ra sepenuhnya dapat berakibat resiko yai-
tu akan dapat menghilangkan semangat
atau ruh awal tentang hewan tersebut yang
memang memiliki sarat makna yang mele-
kat. Namun di lain pihak, hasil ekspresinya
menjadikan kirab lebih atraktif, menarik,
bahkan inovatif sehingga dapat memberi-
kan pesona keindahan kirab itu tersendiri.
Keragaman Warak Ngendog terjadi dapat
disimpulkan oleh karena berbagai faktor
sebagai berikut: (1) kemampuan teknis dan
penggunaan bahan dan alat yang dimili-
ki oleh pembuatnya tidak sama, (2) daya
kreasi dan imajinasi untuk menghasilkan
karya yang bagus setiap peserta juga ber-
variatif tingkat kemampuannya, (3) adanya
dorongan untuk melambangkan identitas
peserta, (4) kemampauan ekonomi yang
dimiliki oleh peserta sangat beragam, dan
(5) perspektif atau pemahaman interpreta-
si kreator terhadap esensi Warak Ngendog
tidak baku.
Ketika para kreator sedang mempro-
duksi Warak Ngendog sebenarnya memiliki
pola kerja atau tahapan berkarya yang sama
yaitu dimulai pembuatan kontruksi, pem-
bungkusan, dan finishing. Namundemikian,
informan KD berdasarkan apa yang diketa-
huinya secara turun-menurun adalah harus
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut
ini: Pertama, ngrongkoni adalah pembua-
tan kerangka atau struktur anatomi Warak
Ngendog yang terbuat dari kayu. Kayu-kayu
yang telah diukurdan dipotong berdasarkan
proporsi badan, kaki, leher, kepala warak
yang diinginkan saling disatukan dengan
paku atau kawat besi. Kedua, napehi adalah
pekerjaan membungkus seluruh kerangka
kayu yang masih berupa struktur-struktur
garis dengan kertas tebal atau karton atau
kertas semen agar bagian badan, leher, ke-
pala, kaki, dan ekor bervolume dan berke-
san anatomis. Ketiga, Ngeroki adalah upaya
menempel kertas-kertas yang agak tipis dan
bewarna-warni seperti kertas doorslag dan
kertas minyak pada permukaan kertas kar-
ton yang tebal dengan menggunakan lem.
Ngeroki merupakan penghiasan terhadap
seluruh permukaan luar anggota tubuh.
Keempat, ngrodani adalah pemberian em-
pat roda pada bidang alas agar Warak Ngen-
dog bisa berjalan. Kelima, neluri adalah
pemberian telur yang biasanya pada jaman
dulu adalah telur bebek yang sudah matang
untuk ditempatkan pada sisi bagian tengah
pada kedua kaki bagian depan.
Warak Ngendog sebagai karya seni
rupa juga memiliki keindahan secara intrin-
sik maupun ekstrinsik yang sangat komp-
leks dan integratif. Warak Ngendog dapat
memiliki keindahan secara formalistik,
kontekstual, simbolik, dan ekspresionistik.
Secara formalistik bahwa tampilan kombi-
nasi antar garis, bentuk, warna, tekstur yang
didapatkan dari bahan untuk diolah dengan
alat dan teknik kreatornya pada akhirnya
telah menghasilkan satu kesatuan bentuk
Warak Ngendog yang indah. Penggunaan
kertas berwarna-warni, ukuran antar badan
dan anggota badan, kepala yang penggara-
Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 168
UNNES JOURNALS
pannya realistik menunjukkan kesan irama,
perbandingan, dan pusat perhatian. Jika di-
tinjau dari aspek waktu pelaksanaan kirab
Warak Ngendog maka keindahannya ber-
sifat kontekstual karena penanda awal bu-
lan puasa yang unik dan khas di Semarang.
Dari aspek keindahan simboliknya, kepala
dan leher yang bewarna merah merupakan
hewan yang rakus dan berangas sebagai
simbol nafsu manusia oleh karena itu per-
lu dikendalikan dengan simbol bulu khas
warak yang berupa kebalik (pithik walik).
Dari aspek tingkat ekspresinya, secara des-
kriptif kepala, leher, kaki, dan badan Warak
Ngendog secara dominan memiliki struktur
sudut-sudut bentuk dan garis yang lurus,
tegas dan kaku. Berbagai konfigurasi unsur-
unsur rupa pembentuk raut muka juga te-
lah berhasil memunculkan karakter hewan
yang berangas, menakutkan, dan rakus.
Berdasarkan rentang waktu dari seki-
tar1930-ansampai sekarang, secarasederha-
na bentuk Warak Ngendog dapat dikelom-
pokkan menjadi tiga bagian, yaitu struktur
yang mengacu pada pakem (tradisional),
modern, dan kontemporer. Pertama, ben-
tuk tradisional ini mengikuti pakem yaitu
bentuk struktur dan atribut masih bersifat
simbolik. Hewan berbentuk imajiner, mulut
menganga dan bertaring, leher dan kepala
bewarna merah, dan struktur bentuk tubuh
bergaris lurus. Aspek-aspek tersebut sebagai
petanda pentingnya manusia untuk dapat
melawan hawa nafsu selama menjalani iba-
dah puasa. Kedua, bentuk Warak Ngendog
modern terlihat secara struktur dan bentuk
visualnya masih memiliki pakem atau sim-
bolik namun terkadang sangat mengejar
keindahan bentuk visualnya sehingga secara
perlahan-lahan ada nilai-nilai simbolik yang
mulai terabaikan. Ketiga, bentuk visual Wa-
rak Ngendog posmodern telah mengalami
perubahan atau meninggalkan struktur dan
atribut yang bersifat pakem. Struktur dan
atribut sudah tidak memiliki nilai simbolik
semua. Di bawah ini, secara visual dikemu-
kakan analisis estetik sebuah bentuk Warak
Ngedog yang mendekati bentuk awal (asli)
sebagai contoh kasus.
Jika ditilik dari bentuk awal kemuncu-
lannya maka sesungguhnya, Warak Ngen-
dog bukanlah dimaksudkan sebagai simbol
akulturasi budaya Cina, Jawa, dan Arab. Ia
hanyalah sebuah binatang rekaan hasil re-
Gambar 2. Nilai-nilai estetika pada perupaan Warak Ngendog
169 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa
UNNES JOURNALS
kayasa ulama sepuh yang ditujukan sebagai
sarana penanaman nilai-nilai keIslaman
kepada anak-anak dalam bentuk mainan.
Melalui itu, anak-anak ditradisikan untuk
bersemangatdansenang menyambutdatan-
gannya bulan suci Ramadan. Sebagai sebu-
ah tradisi budaya ketika sudah menjadi mi-
lik dan ekspresi suatu kelompok masyarakat
maka akan mengalami perkembangan dan
bahkan perubahan baik bentuk maupun pe-
maknaannya. Didukung Semarang sebagai
kawasan pesisiran maka relatif terbuka dan
terpengaruh dari luar dalam dinamika kehi-
dupan masyarakat dan budayanya yang ber-
sifat multietnis dan multikultur. Akhirnya,
Warak Ngendog dipersepsikan, ditafsirkan,
oleh masyarakatnya sebagai simbol akultu-
rasi budaya karena adanya keinginan atau
kebutuhan semua warga masyarakat Sema-
rang yang terdiri atas etnis Jawa, Arab, dan
Cina agar beridentitas dan berintegrasi se-
cara budaya.
Menurut penuturan informan kun-
ci utama peneliti, HI, kata warak berasal
dari bahasa Arab waro’a, wariq yang berarti
menghindari yang dilarang oleh Allah Swt.
Dari ungkapan bentuk kepala warak (yang
asli) dengan kepala mendongak ke atas mu-
lut membuka lebar sehingga terlihat ada gi-
gi-gigi taring menyimbolkan sifat manusia
yang suka makan dan sifat rakus, buas, serta
amarah pada manusia. Bentuk leher hingga
kepala yang dibalut dengan bulu berwarna
merah menyimbolkan watak jelek, negatif,
atau angkara murka manusia. Sifat-sifat ne-
gatif manusia harus dihilangkan melalui
laku puasa melalui simbolisasi bulu keriting
seperti bulu pitik walik. Sebaiknya manu-
sia membalik (mengembalikan) sifat atau
nafsu jelek manusia menjadi baik kembali
melalui kegiatan berpuasa dengan harapan
fitrah kembali yang dilambangkan (endog).
Telur adalah simbol kesucian layaknya ja-
nin yang ada dalam kandungan yang masih
suci dari segala dosa.
Pesan budaya yang terkandung pada
Warak Ngendog itu, setidaknya sesuai den-
gan penjelasan DM, memiliki spirit antara
lain; (1) egaliter, (2) religiusitas, (3) spon-
tanitas, dan (4) kejawen. Egaliter, yaitu
bersifat kerakyatan tidak memperhatikan
hal-hal yang formalitas dan kedudukan.
Religiusitas tercermin pada kirab Warak
Ngendog yang merupakan ritual keagamaan
menyambut bulan Ramadan. Spontanitas,
yaitu kehadiran Warak Ngendog merupa-
kan ekspresi keindahan, dan kegembiraan
yang lebih bersifat spontan bagi masyarakat
Semarang. Kejawen, yaitu bagi orang Jawa
memiliki makna bahwa dalam menyambut
datangnya bulan Ramadan melakukan ke-
giatan “Nyadran”.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan penelitian di atas, maka di-
temukan konstruksi temuan model empi-
rik realitas Warak Ngendog sebagai simbol
akulturasi budaya untuk dijadikan sebagai
sebuah model strategi untuk membangun
integrasi budaya dalam masyarakat multi-
kultur yang tergambarkan sebagai berikut
ini:
Gambar 3. Konstruksi temuan model empirik
Warak Ngendog sebagai simbol akulturasi bu-
daya untuk strategi membangun integrasi bu-
daya
Dalam peristiwa ritual Dugderan,
ada tiga pihak yang secara aktif berperan
di dalamnya secara sinergis, yaitu Ulama
(direpresentasikan oleh penghulu masjid),
Pemerintah (dalam hal ini diwakili oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata), dan
Masyarakat luas yang terdiri atas berbagai
elemen dan etnis (Jawa, Arab, dan Cina). Pe-
ran ulama adalah pihak yang memberikan
rujukan atau legalitas kepada pemerintah
dan masyarakat kapan awal puasa di bulan
Ramadan dimulai. Pemerintah memiliki
kewenangan mengatur apa dan bagaimana
berjalannya prosesi ritual tersebut; menen-
Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 170
UNNES JOURNALS
tukan awal puasa berdasarkan keputusan
sidang para ulama dan menjadikan Warak
Ngendog sebagai maskot di dalamnya. Ma-
syarakat selain berperan sebagai pelaku
dalam prosesi ritual Dugderan dan pem-
buat maskot Warak Ngendog, juga beperan
sebagai subjek sasaran untuk menikmati
sajian ritual Dugderan dan subjek sasaran
untuk menerima pengumuman dari pe-
merintah. Warak Ngendog yang diciptakan
dan dikembangkan oleh warga masyarakat
(yang pada awalnya digagas dan diciptakan
oleh ulama untuk mainan anak-anak beri-
kut dengan misi edukatifnya itu) kemudian
diangkat oleh pemerintah sebagai maskot
dalam prosesi ritual Dugderan.
Dalam perkembangannya, kehadiran
Warak Ngendog dengan perannya sebagai
maskot ritual Dugderan, oleh masyarakat
luas dimaknai sebagai simbol akulturasi
budaya atas dasar pertimbangan karena ke-
seluruhan perupaannya merepresentasikan
simbol budaya tiga etnis warga masyarakat
Kota Semarang, yaitu etnis Jawa (melalui
perupaan badan kambing), etnis Arab (me-
lalui perupaan leher unta), dan etnis Cina
(melalui perupaan kepala naga). Selain
sebagai simbol akulturasi budaya, struktur
dan perupaan Warak Ngendog, juga memi-
liki nilai-nilai estetik yang unik dan spesifik
sehingga dapat menjadi salah satu identitas
Kota Semarang dan memiliki makna-makna
atau nilai-nilai edukatif Islami yang mem-
bawa pesan-pesan ajaran moral keagamaan
kepada masyarakat muslim pada khusus-
nya dan masyarakat Kota Semarang pada
umumnya. Secara keseluruhan, rentetan
interaksi tiga pihak yang berperan dalam
peristiwa ritual Dugderan yang kemudian
memunculkan penciptaan maskot Warak
Ngendog dengan pemberian maknanya se-
bagai simbol akulturasi budaya bernilai es-
tetik dan edukatif Islami itu, sesungguhnya
bermuara pada terciptanya entitas budaya
baru milik bersama yang dapat mempersa-
tukan identitas budaya warga masyarakat
yang bersifat multikultur. Dengan demiki-
an sebagai simbol budaya akulturasi buda-
ya, Warak Ngendog dapat berfungsi sebagai
sarana untuk membangun integrasi budaya
masyarakat Kota Semarang secara keseluru-
han, yakni warga masayarakat pada umum-
nya, pemerintah, dan ulama.
SIMPULAN
Simpulan hasil penelitian itu adalah
sebagai berikut: Pertama, secara intra este-
tik, bentuk Warak Ngendog merepresentasi-
kan binatang rekaan sebagai hewan berkaki
empat, berekor, berbadan seperti kambing,
berleher panjang seperti unta, berkepala
naga dan seluruh tubuhnya berbulu keriting
seperti bulu pitik walik berwarna-warni.
Kedua, latar belakang kehidupan bu-
daya masyarakat Semarang yang multi kul-
tur, yakni budaya Jawa, Arab, dan Cina, se-
cara ekstra estetik (simbolik) terakulturasi
pada ekspresi keseluruhan struktur bentuk
yang terdiri atas badan, kaki, dan ekor kam-
bing yang dimaknai merepresentasikan bu-
daya Jawa, leher unta yang dimaknai merep-
resentasikan budaya Arab, dan kepala naga
yang dimaknai merepresentasikan budaya
Cina.
Ketiga, pesan edukatif yang teref-
leksikan dalam simbol Warak Ngendok
adalah ajaran-ajaran nilai-nilai moral kea-
gamaan yang bersifat Islami, yakni mengen-
dalikan nafsu-nafsu negatif manusia dalam
menjalani laku ibadah puasa dalam rangka
menuju kembali ke fitrah kesucian. Selain
itu, secara ekstra estetik Warak Ngendog
melambangkan harmoninya kehidupan bu-
daya yang membentuk kesatuan identitas
bersama dalam realitas budaya yang bera-
gam.
Keempat, interaksi dan sinergi un-
sur Ulama, Pemerintah, Masyarakat, Ritual
Dugderan, dan Warak dalam kesatuan sis-
tem yang bulat dapat menjadi modal dan se-
kaligus model dalam membangun integrasi
budaya masyarakat masyarakat Semarang
yang multikultur. Efek dari integrasi budaya
itu memunculkan Warak Ngendog sebagai
salah satu identitas budaya masyarakat yang
dirasakan sebagai milik bersama. 	
DAFTAR PUSTAKA
Berry, J. W. 2008. Globalisation and Acculturation. In-
ternational Journal of Intercultural Relations”
Jounal homepage: www. elsivier.com/locate/
ijintril.
Berry, J. W. 2005. Acculturation: Living Successfully
171 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa
UNNES JOURNALS
in Two Cultres. International Journal of Inter-
cultural Relations
Blackman, M. B. 1976. Creativity in Acculturation:
Art, Architecture, and Ceremony. Journal
STOR Ethnography. 23(4)
Brunetti, R, & Belardinelli, M. A. 2003. Effects of Mu-
sical Acculturation: Learning, Reproducing,
and Recalling Music From Different Cultural
Traditions. Journal International ECONA –In-
ter University Centre for Research on Cognitive
Process in Natural and Artificial Systems.
Budhisantoso, S. 1982. Kesenian dan Nilai-nilai Bu-
daya. Analisis Kebudayaan. Jakarta: Departe-
men Pendidikan dan Kebudayaan.
Cassirer, E. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei
tentang Manusia. Jakarta: Gramedia.
Chamim, A. I. dkk. 2003. Purifikasi dan Reproduksi
Budaya di Pantai Utara Jawa. Kartasura: Pusat
Studi Budaya dan Perubahan Sosial Uni-
versitas Muhammadiyah Surakarta.
Dahana, R. P. 2012. Bersama dalam Tempurung Ke-
budayaan. Kompas, Minggu, 30 September
2012, hal 13.
Dillistone, F. W. 2002. The Power of Symbols.
Terjemahan: A. Widyamartaya. Yogyakarta:
Kanisius.
Fatuyi, R. 2007. Cultural Interaction and Cultural
Change: The Effects ofAcculturation on Tra-
ditional Societies. The International Journal of
Art & Design Education. 5(2)
Geertz, C. 1973. The Interpretation of Culture. New
York: Basic Books.	
Gundono, S. 2012. Kesenian Rakyat Sungguh Dah-
syat. Suara Merdeka, Minggu, 14 Oktober 2012,
hal,7.
Kayam, U. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta:
Sinar Harapan,
Keesing, P. M. and Keesing, R. M. 1971. New Perspec-
tve in Cultural Anthropology. Chicago: Holt
Rinehart and Winston
Koentjaraningrat, 1985. Metode-metode Penelitian
Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi.
Jakarta: Aksara Baru.
Miles, M. B. dan Huberman, M. 1992. Analisis Data
Kualitatif. Terjemahan: T.R.Rohidi. Jakarta: UI
Press.
Nahwandi, A & Malekzadeh, A. R. 2012. Acculturation
in Mergers and Acquitions. The Academy of
Management Review, 13(1).
Noviena, D. 2005. Make-Up of the Pengantin Pegon:
Cultural Acculturation in Surabaya City. Jurnal
Unair.ac.id/filer/ pdf/ Pengantin Pegon Eng-
lish Version.
Oberg, K. 1990. “Gegar Budaya dan Masalah Penye-
suaian Diri dalam Lingkungan Budaya Baru”
dalam: D. Mulyana dan. J. Rakhmat.1990. Ko-
munikasi Antarbudaya. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Otten, C. M. 1971. Anthropology and Art: Reading in
Cross-Cultural Aesthetics. New York: Garden
City.
Rohidi, T. R. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebu-
dayaan. Bandung: STISI.
Sedyawati, E, 1991. “Pelestarian dan Pengembangan
Kesenian Tradisi Indonesia” Makalah dalam
Konggres Kebudayaan 1991 di Jakarta.
Spradley, J. P. 1972. Culture and Cognition: Rules,
Maps, and Plans. Chandlerr Publishing Com-
pany, USA.
Spradley, J. P. 1980. Participant Observation. New
York: Holt Rinehart and Winston.
Sujatmoko. 1990. Dimensi Manusia dalam Pembangu-
nan. Jakarta: LP3ES.
Sunaryo. A. 2002, “Nirmana ” Hand-out Perkuliahan
Nirmana. Jurusan Seni Rupa FBS Unnes.
Suparlan, P. 1983. “Manusia, Kebudayaan, dan Ling-
kungannya: Perspektif Antropologi“ Dalam:
M. Soerjani dan B. Somad (Eds.) 1983. Manusia
dalam Keserasian Lingkungan. Jakarta: Lem-
baga Penerbit Fakultas Ekonomi UI Jakarta.
Sutopo, H. B. 1990. “Metode Penelitian Kualitatif”
Makalah Disajikan di depan dosen Jurusan
Teknologi Pendidikan dan Kejuruan FKIP
UNS Surakarta, Tgl. 21-12-1990.
Wolff, J. 1989. The Social Production of Art. New York:
New York University Press.
Wong, W. 1996. Beberapa Asas Merancang Trima-
tra. Terj. Adjat Sakri. Bandung: ITB
Xavier, M. S. 2012. Impact of Acculturation on Tradi-
tional Material Culure: A Study of Lambada
Tribes in Andhra Pradesh, India. International
Journal of Social Science Tomorrow. 1(6)

More Related Content

What's hot

Programa 3ro. Ciclo básico - Educación visual y plástica
Programa 3ro. Ciclo básico - Educación visual y plásticaPrograma 3ro. Ciclo básico - Educación visual y plástica
Programa 3ro. Ciclo básico - Educación visual y plásticaLucia M
 
Modelos pedagogicos en educacion artistica
Modelos pedagogicos en educacion artisticaModelos pedagogicos en educacion artistica
Modelos pedagogicos en educacion artisticadiana_sanboni
 
Grabado Y Estampacion
Grabado Y EstampacionGrabado Y Estampacion
Grabado Y Estampacionantoniogar
 
Propuesta para usar el graffiti en la educación secundaria
Propuesta para usar el graffiti en la educación secundariaPropuesta para usar el graffiti en la educación secundaria
Propuesta para usar el graffiti en la educación secundariaPaul Ulloa
 
Trabajo practico Nº 2 Comunicación Visual.
Trabajo practico Nº 2 Comunicación Visual.Trabajo practico Nº 2 Comunicación Visual.
Trabajo practico Nº 2 Comunicación Visual.Juan Sanvitale
 
1960-1980 imagen conceptual (Polonia y Japón en la posguerra)
1960-1980 imagen conceptual (Polonia y Japón en la posguerra)1960-1980 imagen conceptual (Polonia y Japón en la posguerra)
1960-1980 imagen conceptual (Polonia y Japón en la posguerra)Ana Gutierrez
 
Unidad didáctica van gogh pdf
Unidad didáctica van gogh pdfUnidad didáctica van gogh pdf
Unidad didáctica van gogh pdfUCLM
 
Metodologia do ensino das artes visuais
Metodologia do ensino das artes visuais   Metodologia do ensino das artes visuais
Metodologia do ensino das artes visuais HENRIQUE GOMES DE LIMA
 
Управління інформаційними потоками в ЗНЗ
Управління інформаційними потоками в ЗНЗ Управління інформаційними потоками в ЗНЗ
Управління інформаційними потоками в ЗНЗ НМЦ
 
Presentacion Protocolo de Investigación para Maestría
Presentacion Protocolo de Investigación para MaestríaPresentacion Protocolo de Investigación para Maestría
Presentacion Protocolo de Investigación para MaestríaIvette Avila
 
«Книга – твій найкращий друг – книга знає все навкруг». Бібліотечний урок для...
«Книга – твій найкращий друг – книга знає все навкруг». Бібліотечний урок для...«Книга – твій найкращий друг – книга знає все навкруг». Бібліотечний урок для...
«Книга – твій найкращий друг – книга знає все навкруг». Бібліотечний урок для...Ilya Lipchak
 
Unidad didáctica de plástica sobre el espacio
Unidad didáctica de plástica sobre el espacioUnidad didáctica de plástica sobre el espacio
Unidad didáctica de plástica sobre el espacioVir_gg
 
Акції, як ефективний засіб активізації діяльності бібліотек
Акції,  як ефективний  засіб  активізації  діяльності  бібліотекАкції,  як ефективний  засіб  активізації  діяльності  бібліотек
Акції, як ефективний засіб активізації діяльності бібліотекНадвірнянська ЦРБ
 
secuencias didáctica(1)
secuencias didáctica(1)secuencias didáctica(1)
secuencias didáctica(1)orquini
 
El docente y la educación artística. Necesidad en arte.
El docente y la educación artística. Necesidad en arte.El docente y la educación artística. Necesidad en arte.
El docente y la educación artística. Necesidad en arte.jomamasa
 
Comentario sobre un cartel publicitario
Comentario sobre un cartel publicitarioComentario sobre un cartel publicitario
Comentario sobre un cartel publicitarioLaura Oliva Miron
 

What's hot (20)

Programa 3ro. Ciclo básico - Educación visual y plástica
Programa 3ro. Ciclo básico - Educación visual y plásticaPrograma 3ro. Ciclo básico - Educación visual y plástica
Programa 3ro. Ciclo básico - Educación visual y plástica
 
Modelos pedagogicos en educacion artistica
Modelos pedagogicos en educacion artisticaModelos pedagogicos en educacion artistica
Modelos pedagogicos en educacion artistica
 
Grabado Y Estampacion
Grabado Y EstampacionGrabado Y Estampacion
Grabado Y Estampacion
 
Propuesta para usar el graffiti en la educación secundaria
Propuesta para usar el graffiti en la educación secundariaPropuesta para usar el graffiti en la educación secundaria
Propuesta para usar el graffiti en la educación secundaria
 
Trabajo practico Nº 2 Comunicación Visual.
Trabajo practico Nº 2 Comunicación Visual.Trabajo practico Nº 2 Comunicación Visual.
Trabajo practico Nº 2 Comunicación Visual.
 
1960-1980 imagen conceptual (Polonia y Japón en la posguerra)
1960-1980 imagen conceptual (Polonia y Japón en la posguerra)1960-1980 imagen conceptual (Polonia y Japón en la posguerra)
1960-1980 imagen conceptual (Polonia y Japón en la posguerra)
 
POSTER
POSTERPOSTER
POSTER
 
Teknik Membuat Poster
Teknik Membuat PosterTeknik Membuat Poster
Teknik Membuat Poster
 
Unidad didáctica van gogh pdf
Unidad didáctica van gogh pdfUnidad didáctica van gogh pdf
Unidad didáctica van gogh pdf
 
Metodologia do ensino das artes visuais
Metodologia do ensino das artes visuais   Metodologia do ensino das artes visuais
Metodologia do ensino das artes visuais
 
Sarau
SarauSarau
Sarau
 
Популяризація книги та розвиток читання шляхом розкриття бібліотечного фонду
Популяризація книги та розвиток читання шляхом розкриття бібліотечного фонду Популяризація книги та розвиток читання шляхом розкриття бібліотечного фонду
Популяризація книги та розвиток читання шляхом розкриття бібліотечного фонду
 
Управління інформаційними потоками в ЗНЗ
Управління інформаційними потоками в ЗНЗ Управління інформаційними потоками в ЗНЗ
Управління інформаційними потоками в ЗНЗ
 
Presentacion Protocolo de Investigación para Maestría
Presentacion Protocolo de Investigación para MaestríaPresentacion Protocolo de Investigación para Maestría
Presentacion Protocolo de Investigación para Maestría
 
«Книга – твій найкращий друг – книга знає все навкруг». Бібліотечний урок для...
«Книга – твій найкращий друг – книга знає все навкруг». Бібліотечний урок для...«Книга – твій найкращий друг – книга знає все навкруг». Бібліотечний урок для...
«Книга – твій найкращий друг – книга знає все навкруг». Бібліотечний урок для...
 
Unidad didáctica de plástica sobre el espacio
Unidad didáctica de plástica sobre el espacioUnidad didáctica de plástica sobre el espacio
Unidad didáctica de plástica sobre el espacio
 
Акції, як ефективний засіб активізації діяльності бібліотек
Акції,  як ефективний  засіб  активізації  діяльності  бібліотекАкції,  як ефективний  засіб  активізації  діяльності  бібліотек
Акції, як ефективний засіб активізації діяльності бібліотек
 
secuencias didáctica(1)
secuencias didáctica(1)secuencias didáctica(1)
secuencias didáctica(1)
 
El docente y la educación artística. Necesidad en arte.
El docente y la educación artística. Necesidad en arte.El docente y la educación artística. Necesidad en arte.
El docente y la educación artística. Necesidad en arte.
 
Comentario sobre un cartel publicitario
Comentario sobre un cartel publicitarioComentario sobre un cartel publicitario
Comentario sobre un cartel publicitario
 

Viewers also liked

Bruto, Netto dan Tara
Bruto, Netto dan TaraBruto, Netto dan Tara
Bruto, Netto dan TaraDesy Aryanti
 
Bruto, Netto, Tara dan Diskon (Aritmatika Sosial) SMP kelas 7
Bruto, Netto, Tara dan Diskon (Aritmatika Sosial) SMP kelas 7Bruto, Netto, Tara dan Diskon (Aritmatika Sosial) SMP kelas 7
Bruto, Netto, Tara dan Diskon (Aritmatika Sosial) SMP kelas 7Aulia Nurrahman
 
Powerpoint Materi Aritmatika Sosial
Powerpoint Materi Aritmatika SosialPowerpoint Materi Aritmatika Sosial
Powerpoint Materi Aritmatika SosialRully Febrayanty
 
Bahan ajar aritmatika sosial untuk SMP kelas 7
Bahan ajar aritmatika sosial untuk SMP kelas 7Bahan ajar aritmatika sosial untuk SMP kelas 7
Bahan ajar aritmatika sosial untuk SMP kelas 7Agung Maulana
 
Soal UAS Seni Budaya kelas VIII
Soal UAS Seni Budaya kelas VIIISoal UAS Seni Budaya kelas VIII
Soal UAS Seni Budaya kelas VIIIsahda qonita
 
Aritmatika sosial SMP kelas VII semester I
Aritmatika sosial SMP kelas VII semester IAritmatika sosial SMP kelas VII semester I
Aritmatika sosial SMP kelas VII semester Imatematikasik
 

Viewers also liked (8)

Aritmetika sosial 1
Aritmetika sosial 1Aritmetika sosial 1
Aritmetika sosial 1
 
Ict
IctIct
Ict
 
Bruto, Netto dan Tara
Bruto, Netto dan TaraBruto, Netto dan Tara
Bruto, Netto dan Tara
 
Bruto, Netto, Tara dan Diskon (Aritmatika Sosial) SMP kelas 7
Bruto, Netto, Tara dan Diskon (Aritmatika Sosial) SMP kelas 7Bruto, Netto, Tara dan Diskon (Aritmatika Sosial) SMP kelas 7
Bruto, Netto, Tara dan Diskon (Aritmatika Sosial) SMP kelas 7
 
Powerpoint Materi Aritmatika Sosial
Powerpoint Materi Aritmatika SosialPowerpoint Materi Aritmatika Sosial
Powerpoint Materi Aritmatika Sosial
 
Bahan ajar aritmatika sosial untuk SMP kelas 7
Bahan ajar aritmatika sosial untuk SMP kelas 7Bahan ajar aritmatika sosial untuk SMP kelas 7
Bahan ajar aritmatika sosial untuk SMP kelas 7
 
Soal UAS Seni Budaya kelas VIII
Soal UAS Seni Budaya kelas VIIISoal UAS Seni Budaya kelas VIII
Soal UAS Seni Budaya kelas VIII
 
Aritmatika sosial SMP kelas VII semester I
Aritmatika sosial SMP kelas VII semester IAritmatika sosial SMP kelas VII semester I
Aritmatika sosial SMP kelas VII semester I
 

Similar to WARAK NGENDOG SYMBOL

Buku Siswa Kelas 11 Seni Budaya Semester 1 dan 2 Kurikulum K13
Buku Siswa Kelas 11 Seni Budaya Semester 1 dan 2 Kurikulum K13Buku Siswa Kelas 11 Seni Budaya Semester 1 dan 2 Kurikulum K13
Buku Siswa Kelas 11 Seni Budaya Semester 1 dan 2 Kurikulum K13MuhammadAmarRahman
 
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMakna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMunawirSyahputra
 
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855YuliaZ3
 
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)Adi Widodo
 
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 selumaTUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 selumaSiswantoRaehan2
 
Buku Harmoni di Mata Kaum Muda 2013
Buku Harmoni di Mata Kaum Muda 2013Buku Harmoni di Mata Kaum Muda 2013
Buku Harmoni di Mata Kaum Muda 2013Guss No
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten munaSeptian Muna Barakati
 
Power Point UJIAN TESIS Mengenai Kearifan Lokal.pptx
Power Point UJIAN TESIS Mengenai Kearifan Lokal.pptxPower Point UJIAN TESIS Mengenai Kearifan Lokal.pptx
Power Point UJIAN TESIS Mengenai Kearifan Lokal.pptxDudiMunggara1
 
Paparan dan Hasil Diskusi Selvinia Kel 1.pptx
Paparan dan Hasil Diskusi Selvinia Kel 1.pptxPaparan dan Hasil Diskusi Selvinia Kel 1.pptx
Paparan dan Hasil Diskusi Selvinia Kel 1.pptxEndahNurmalaSari2
 
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.pdf
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.pdfKajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.pdf
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.pdfZukét Printing
 
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.docx
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.docxKajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.docx
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.docxZukét Printing
 
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdfsdn9barurejo
 

Similar to WARAK NGENDOG SYMBOL (20)

18 artikel endah_ok
18 artikel endah_ok18 artikel endah_ok
18 artikel endah_ok
 
Jurnal rizki
Jurnal rizkiJurnal rizki
Jurnal rizki
 
Buku Siswa Kelas 11 Seni Budaya Semester 1 dan 2 Kurikulum K13
Buku Siswa Kelas 11 Seni Budaya Semester 1 dan 2 Kurikulum K13Buku Siswa Kelas 11 Seni Budaya Semester 1 dan 2 Kurikulum K13
Buku Siswa Kelas 11 Seni Budaya Semester 1 dan 2 Kurikulum K13
 
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMakna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
 
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
 
Buku kearifan lokal
Buku kearifan lokalBuku kearifan lokal
Buku kearifan lokal
 
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
 
Tesis lisan kantola di kabupaten muna
Tesis lisan kantola di kabupaten munaTesis lisan kantola di kabupaten muna
Tesis lisan kantola di kabupaten muna
 
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 selumaTUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
Buku Harmoni di Mata Kaum Muda 2013
Buku Harmoni di Mata Kaum Muda 2013Buku Harmoni di Mata Kaum Muda 2013
Buku Harmoni di Mata Kaum Muda 2013
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
Power Point UJIAN TESIS Mengenai Kearifan Lokal.pptx
Power Point UJIAN TESIS Mengenai Kearifan Lokal.pptxPower Point UJIAN TESIS Mengenai Kearifan Lokal.pptx
Power Point UJIAN TESIS Mengenai Kearifan Lokal.pptx
 
Paparan dan Hasil Diskusi Selvinia Kel 1.pptx
Paparan dan Hasil Diskusi Selvinia Kel 1.pptxPaparan dan Hasil Diskusi Selvinia Kel 1.pptx
Paparan dan Hasil Diskusi Selvinia Kel 1.pptx
 
pp proposal.ppt
pp proposal.pptpp proposal.ppt
pp proposal.ppt
 
power point.pptx
power point.pptxpower point.pptx
power point.pptx
 
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.pdf
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.pdfKajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.pdf
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.pdf
 
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.docx
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.docxKajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.docx
Kajian Antropolinguistik Terhadap Tradisi Lisan.docx
 
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
 

Recently uploaded

1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 

Recently uploaded (20)

1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 

WARAK NGENDOG SYMBOL

  • 1. Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 JURNAL KOMUNITAS Research & Learning in Sociology and Anthropology http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas WARAK NGENDOG: SIMBOL AKULTURASI BUDAYA PADA KARYA SENI RUPA Triyanto  , Nur Rokhmat, Mujiyono Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang Abstrak Warak Ngendog merupakan kreativitas budaya lokal yang menjadi maskot dalam tradisi ritual Dugderan masyarakat Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan mengkaji masalah maskot seni rupa tersebut sebagai simbol akulturasi budaya melalui analisis intra estetik dan ekstra estetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari aspek intra estetik, perwujudan Warak Ngendog sebagai maskot Dugderan merepresentasikan hewan rekaan berkaki empat yang bersifat enigmatik, unik, eksotik, dan ekspresif. Dari aspek ekstra estetik, maskot tersebut secara simbolik mencerminkan akulturasi budaya Jawa, Arab, dan Cina yang merefleksikan pesan-pesan edukatif ajaran moral Islami serta nilai harmoni kehidupan masyarakat multikultur. Interaksi sistemik unsur-unsur ulama, pemerintah, masyarakat, ritual Dugderan, dan maskot seni rupa Warak Ngendog sebagai simbol akulturasi budaya dapat berperan secara sinergis sebagai model dalam membangun integrasi budaya. Article History Received : June 2012 Accepted : August 2013 Published : Sept 2013 Keyword Warak Ngendog; Dugderan; cultural acculturation; intra-aesthetic; extra-aesthetic WARAK NGENDOG: CULTURAL ACCULTURATION SYMBOL ON VISUAL ARTWORKS Abstract Warak Ngendog, a mascot of Semarang City in Dugderan ritual tradition, is a sym- bolically laden cultural creativity. This research aims to study visual artwork of a mascot as a symbol of cultural accuturation through intra-aesthetic and extra-ae- sthetic analysis. The result of the research showed that, from intra-aesthetic aspect, the actualization of Warak Ngendog as Dugderan mascot presents fictional four- legged animal which were enigmatic, unique, exotic, and expressive. In addition, from extra-aesthetic aspects, the mascot symbolically mirrors Javanese, Arabic, and Chinese cultural acculturation reflecting educational messages of Islamic mo- rals and invitation for harmony in a multicultural society. Creating systemic inter- action between ulama, government, society, Dugderan ritual and its mascot plays important roles as a model for developing cultural integrity. © 2013 Universitas Negeri Semarang  Corresponding author : Address: Gedung B5 Lantai 2, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, Indonesia 50229 E-mail address: triyantoma57@gmail.com ISSN 2086-5465 UNNES JOURNALS
  • 2. 163 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa UNNES JOURNALS PENDAHULUAN Pemeliharaan (konservasi) keseni- an tradisi menjadi signifikan ketika suatu bangsa memiliki komitmen untuk memili- ki jati diri yang khas di tengah-tengah arus mengglobalnya kebudayaan asing. Memeli- hara kesenian tradisi merupakan upaya penting yang menjadi tanggung jawab se- mua pihak. Banyak cara yang dapat dila- kukan dalam upaya mewujudkan komitmen di atas. Berkenaan dengan hal ini, pengka- jian dan pendokumentasian terhadap kese- nian tradisi dapat dipandang sebagai salah satu upaya tersebut. Dengan memiliki pen- getahuan dan pemahaman terhadap budaya kesenian tradisi sendiri, diharapkan tum- buh sikap menghargai. Tumbuhnya sikap menghargai (apresiasi) ini, pada gilirannya dapat menjadi modal penting untuk mem- bangkitkan kesadaran bangsa terhadap ni- lai-nilai kebudayaan yang dimiliki. Salah satu kekayaan kesenian tradisi yang dimiliki itu ialah hadirnya budaya vi- sual (seni rupa) Warak Ngendog, yaitu se- buah karya seni rupa yang menjadi maskot utama dalam kegiatan tradisi ritual Dugde- ran di Kota Semarang. Karya seni rupa tradi- si ini menjadi pusat perhatian dalam setiap prosesi ritual tahunan untuk menyambut sehari sebelum datangnya bulan suci Rama- dan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Semarang yang diikuti oleh hampir sebagian besar masyarakat. Suasana ge- gap gempita dan meriah ketika arak-arakan (karnaval) Warak Ngendog ini dikirab keli- ling kota dengan mendapat sambutan yang antusias dari warga masyarakat. Aneka rupa bentuk, warna, dan uku- ran Warak Ngendog yang ditampilkan oleh wakil masyarakat dari setiap kecamatan atau kelompok masyarakat lainnya yang mengikuti karnaval tersebut, menjadi mag- net yang memikat warga masyarakat untuk melihatnya. Sudah tentu, hadirnya feno- mena budaya rupa ini, baik secara intra es- tetik maupun secara ekstra estetik memiliki keunikan yang menarik untuk dikaji lebih dalam agar diperoleh informasi akademik untuk lebih menumbuhkan apresiasi warga masyarakat pemilik atau pendukungnya Selain itu, penelitian ini dipandang memiliki nilai kebaruan karena mengka- ji masalah seni rupa bukan hanya sebagai artefak fisik-estetik semata, melainkan me- nempatkan kajian terhadapnya sebagai sim- bol akulturasi budaya yang berguna sebagai pengetahuan ilmiah untuk ikut membantu mengatasi masalah integrasi budaya dalam masyarakat multikultur. Dan, hal ini men- jadi berbeda dengan penelitian terdahulu seperti Noviena (2005) “Make-Up of the Pengantin Pegon: Cultural Acculturation in Surabaya City” dan Fatuyi (2007) “Cultural Interaction and Cultural Change: The Effects of Acculturation on Traditional Societies” yang lebih banyak menguraikan tentang kontak budaya atau akulturasi budaya se- cara umum dan bukan menekankan aspek seni rupa secara khusus. Berdasarkan paparan tersebut, pen- elitian ini berupaya mengkaji secara intra estetik dan ekstra estetik ekspresi seni Wa- rak Ngendog. Secara lebih rinci, aspek yang dikaji adalah perwujudan bentuk, pesan edukatif, dan unsur-unsur yang berperan dalam proses akulturasi budaya melalui perwujudan Warak Ngendog. Selaras den- gan masalah tersebut maka tujuan peneliti- an ini adalah ingin mengidentifikasi, me- mahami, dan menjelaskan bentuk estetik, latar kehidupan budaya Semarang, pesan edukatif, dan unsur-unsur yang berperan dalam proses akulturasi budaya melalui perwujudan Warak Ngendog. METODE PENELITIAN Penelitian ini memilih pendekatan kualitatif. Sasaran penelitian ini adalah aspek-aspek intra estetik dan ekstra estetik perwujudan bentuk Warak Ngendog seba- gai simbol akulturasi budaya masyarakat Kota Semarang. Lokasi penelitian, sesu- ai dengan judul penelitian ini adalah Kota Semarang terutama tempat berlangsung- nya prosesi kirab tradisi ritual Dugderan. Teknik pengumpulan data yang digu- nakan dalam penelitian ini adalah pen- gamatan, wawancara mendalam, dan do- kumentasi. Operasionalisasi penggunaan teknik ini besifat fleksibel sesuai dengan kondisi yang berkembang di lapangan. Se- suai dengan ciri-ciri penelitian kualita-
  • 3. Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 164 UNNES JOURNALS tif, alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah human instrument, yaitu tim peneliti (ketua dan anggota). Secara umum, data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis kuali- tatif. Secara khusus, operasionalisasi dari penggunaan pendekatan analisis ini ada- lah diimplementasikannya sebuah model analisis siklus interaktif sebagaimana disa- rankan oleh Miles dan Huberman (1992). Prosedur analisis ditempuh melalui proses reduksi, penyajian, dan verifikasi data. HASIL DAN PEMBAHASAN Semarang memiliki sejarah yang pan- jang. Di masa dulu, seorang dari Kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah Barat di suatu tempat yang kemudian ber- nama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan aga- ma Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan nama daerah itu menjadi Semarang. Seba- gai pendiri desa, Made Pandan kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Baru, ke- mudian mulai tahun 1945, pemerintahan di- pimpin oleh walikota. Letak Kota Semarang berada di wila- yah pesisir pantai utara Jawa. Wilayah kota ini, sebelah barat berbatasan dengan Ka- bupaten Kendal, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah utara dibatasi oleh laut Jawa. Luas wilayah kota Semarang 373,7 km2 dan terdiri atas 20 kecamatan dan 218 kelurahan. Penduduk Semarang umumnya adalah suku Jawa dan menggunakan Bahasa Jawa seba- gai bahasa sehari-hari. Agama mayoritas yang dianut adalah Islam. Selain mayoritas dihuni oleh penduduk bersuku Jawa, juga dihuni oleh penduduk keturunan Arab dan Tionghoa. Seperti di daerah lainnya di Jawa, terutama di Jawa Tengah, mereka sudah berbaur erat dengan penduduk setempat dan menggunakan Bahasa Jawa pesisir khas Semarangan dalam berkomunikasi sejak ra- tusan tahun silam. Dunia perdagangan, in- dustri, dan jasa merupakan mata pencaha- rian sebagian besar warga masyarakat Kota Semarang. Semarang termasuk dalam wilayah budaya Jawa pesisiran. Pergumulan budaya lokal dengan berbagai ragam budaya etnis Eropa, Cina, dan Arab telah menghasilkan mozaik budaya yang lokal sekaligus plural. Tampak pada aktivitas kultural upacara dan/atau tradisi yang berkembang. Karakter masyarakat pesisir yang bersemangat kera- kyatan (egaliter), terbuka, apa adanya, dan religius diimplementasikan dalam bentuk tradisi sedekah laut di kampung nelayan Tambak Lorok dan Bandarjo. Semarang juga pernah memiliki seorang dalang hebat yang bernama Ki Narto Sabdo. Tidak ada sumber sejarah yang pasti secara tertulis kapan dimulainya ritual Dug- deran namun diduga telah dimulai sejak 1881. Pada masa dahulu, sidang Isbat pe- nentuan awal bulan puasa di Semarang di- lakukan di Masjid Besar Kauman Semarang yang dipimpin oleh Kanjeng Kyai Tafsir Anom selaku Penghulu Masjid. Hasil sidang Isbat berupa Shukuf Halaqah yang selanjut- nya oleh Penghulu Masjid diserahkan kepa- da pemimpin pemerintahan setempat yaitu Bupati RMT Aryo Purbaningrat. Kemudian Kanjeng Bupati membacakan atau mengu- mumkan Shukuf Halaqah kepada masyara- kat. Inti isi Shukuf Halaqoh tersebut adalah informasi agar masyarakat Kota Semarang mengetahui bahwa bulan Romadan akan dimulai pada hari esoknya. Untuk itu, ma- syarakat diminta untuk tidak melakukan tindakan yang maksiat tetapi sebaliknya untuk lebih meningkatkan tawaqal kepada Allah SWT. Tujuannya tidak lain agar di- berikan barokah sehingga Kota Semarang menjadi lebih makmur, barang-barang ke- butuhan sehari-hari murah terjangkau dan keamanan, ketertiban terjaga. Setelah itu, RMT Aryo Purbaningrat memukul bedug sehingga mengeluarkan suara “dug..dug.. dug”. Untuk menambah jangkauan suara maka ditambah suara/bunyi meriam/bom udara sehingga berbunyi “der..der..der”. Per-
  • 4. 165 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa UNNES JOURNALS paduan dua bunyi tersebutlah yang pada akhirnya menghasilkan Dugderan. Setelah itu dibagikan sebuah ganjril (roti) dan air khataman yang dipercaya memiliki khasi- at karena telah dibacakan surat-surat Al- Quran oleh para kyai-kyai. Kegiatan ritual ini diawali adanya sebuah keramaian atau pasar malam selama satu bulan penuh den- gan banyaknya orang berjualan makanan, minuman, dan mainan anak-anak. Salah satunya adalah mainan khas anak Semarang Warak Ngendog. Dugderan sebagai tradisi budaya yang diadakan rutin setiap tahunnya terdiri tiga agenda yaitu pasar (malam) Dugder, prose- si ritual pengumuman awal puasa dan kirab budaya Warak Ngendog. Ketiga agenda ter- sebut merupakan satu kesatuan tradisi Dug- deran. Tradisi ini sampai sekarang terus di- lestarikan dan dilaksanakan dengan segala dinamikanya. Pasar Dugderan dilaksanakan sela- ma satu bulan penuh mulai siang sampai malam dan dipusatkan di Pasar Johar atau Masjid Kauman karena bernilai strategis baik secara ekonomis dan historis. Menarik- nya adalah pasar tersebut ramai dikunjungi oleh masyarakat pada saat malam hari. Se- telah diadakan pasar malam selama satu bulan penuh dilanjutkan acara puncak un- tuk menandai awal bulan puasa yaitu ritual prosesi pengumuman awal puasa dan kirab budaya Dugderan. Diawali sebuah kirab bu- daya yang dipimpin oleh pimpinan tertinggi di Kota Semarang yaitu Walikota yang me- merankan KRMT Purbaningrat dengan rute awal dari balaikota, melewati Jalan Pemuda, menuju Masjid Besar Kauman, dan berakhir di Masjid Agung Jawa Tengah. Sebelum be- rangkat, atraksi seni dan budaya digelar ter- lebih dahulu di Balaikota. Pemimpin rom- bongan naik Kereta Kencana Solo. Pejabat lain naik bendi. Di belakangnya, deretan mobil hias mengikuti rombongan utama. Mobil-mobil hias ini diisi peserta dari ber- bagai kecamatan, UPTD pendidikan, para pegiat pariwisata, organisasi keagamaan dan kemasyarakatan di wilayah Semarang. Mobil-mobil hias yang sedang pawai ini menampilkan Warak Ngendog sebagai daya tarik utama. Sesampainya di Masjid Besar Kau- man, pemimpin rombongan melaksanakan prosesi inti atau esensi ritual Dugderan di Semarang yakni: (1) sidang Isbat penentuan awal bulan Ramadhan oleh para tokoh ma- syarakat, ulama, dan umaro, (2) penyerahan hasil sidang Isbat “Shukuf” oleh Penghulu Masjid kepada Wali Kota (2) pembacaan shukuf halaqah, (3) pemukulan bedug dan bom udara, (4) pembagian ganjril dan air khataman Al Quran. Dilanjutkan perjalanan Wali Kota me- nuju ke Masjid Agung Jawa Tengah dengan agenda atau prosesi yang sama seperti Mas- jiad Agung Kauman yaitu: (1) Wali Kota me- nyerahkan “Shukuf” kepada Gubernur yang memerankan RMH Probo Hadikusumo (2) Gubernur membacakan “Shukuf” sebagai pengumuman dimulainya puasa bulan Ra- madan kepada masyarakat. Gubernur seba- gai pemimpin wilayah provinsi merupakan bentuk simbolis pengumuman awal puasa secara lebih luas, dan (3) Setelah pemba- caan Shukuf, dilanjutkan dengan pemuku- lan bedug dan pembunyian meriam (mer- con)/bom udara. Kegiatan di Masjid Agung Jawa Te- ngah ini merupakan upaya untuk menye- suaikan dinamika perkembangan jaman karena secara pariwisata dan ekonomi dapat lebih meningkatkan pendapatan masya- rakat setempat. Perubahan tersebut oleh beberapa ahli masih sesuatu yang alamiah karena tetap mempertahankan atau me- representasikan nilai-nilai esensi dan nilai historis ritual Dugderan itu sendiri. Upaya lainnya, pawai mobil hias dibagi menjadi dua rute. Rute kereta kencana dan bendi dimulai dari halaman Balai Kota menyusuri Jl. Pemuda berakhir di Masjid Kauman. Se- dangkan mobil hias Warak Ngendog dite- ruskan sampai dengan Masjid Agung Jawa Tengah melalui Jl. Pemuda, Jl. Gajah Mada, Simpang Lima, Jl. Ahmad Yani, Jl. Brigjen Sudiarto dan Jl. Gajah sehingga masyarakat secara lebih luas akan dapat menikmatinya. Perubahan lainnya misalnya adalah modi- fikasi perupaan Warak Ngendog dan variasi mobil hias itu sendiri. Salah satu ritual Dugderan adalah di- adakannya pasar malam selama satu bulan
  • 5. Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 166 UNNES JOURNALS menjelang bulan puasa. Agar tidak hanya orang-orangtua yang berbelanja namun anak-anak juga dapat menikmati suasana pasar malam maka muncul gagasan dicipta- kanlah sebuah mainan. Mainan harus unik dan dapat berfungsi sebagai penanda ha- kikat berpuasa. Ide tersebut kemudian di- aktualisasikan oleh orang-orang yang ahli atau masyarakat yang memiliki kreativitas menjadi sebuah mainan Warak Ngendog. Struktur mainan Warak Ngendog berben- tuk hewan berkaki empat dibuat dengan struktur kayu yang dibungkus dengan bu- lu-bulu kertas mengkilap bewarna-warni. Bagian alasnya dipasang empat roda dan disambungkan dengan tali sehingga anak- anak bisa menariknya. Agar anak menjadi semakin senang maka pada bagian depan di antara kedua kakinya ditempatkan sebuah telur. Mainan Warak Ngendog inilah yang kemudian menjadi maskot utama dalam sebuah pawai atau kirab Dugderan. Wujud- nya tidak lagi sebuah mainan tetapi telah menjadi patung raksasa yang diarak den- gan cara konstruksi menjadi satu kesatuan dengan mobil hias. Lewat maskot utama wak Ngendog inilah kirab Dugderan selalu menjadi perhatian masyarakat menjelang Ramadhan. Sejak awal munculnya pasar malam Dugderan, mainan Warak Ngendog selalu hadir dan memenuhi seluruh area bagian lokasi pasar. Namun sekarang ini, hampir jarang ditemukan kios-kios atau penjual yang menjajakan sebuah mainan Warak Ngendog. Hampir disetiap sudut pasar ma- lam tidak ditemukan mainan khas tradi- sional Warak Ngendog. Jikapun ada hanya beberapa penjual saja. Bentuk warak pun tidak dilengkapi roda, telur, dan tali sehing- ga tidak bisa ditarik untuk dijalankan. Pen- jual atau toko-toko yang ada di pasar malam lebih menjual mainan-mainan dari plastik atau mainan elektronik dengan segala kera- gaman keunggulannya. Warak Ngendog se- makin tergusur oleh mainan modern karena memang anak-anak lebih tertarik mainan modern yang lebih bervariatif bentuk dan jenisnya. Kontras dengan Warak Ngendog seba- gai mainan justru pada acara kirab Dugde- ran ini Warak Ngendog dibuat dalam uku- ran raksasa dan variatif. Warak Ngendog merupakan objek sentral ketika masyarakat sedang menyaksikan kirab budaya. Seba- gai obyek yang paling dinanti-nanti, Warak Ngendog diciptakan dan dikreasikan meny- atu dengan mobil hias. Masyarakat semakin termanjakan karena warak yang dihadirkan jumlahnya cukup banyak dan dibuat den- gan kualitas yang baik. Bentuknya memiliki tingkat representasi yang realistik sampai sederhana bahkan kartunal. Gambar 1. Masyarakat tampak berjubel dan antusias untuk menyaksikan kirab Dug- deran dengan maskot utama sebuah Warak Ngendog raksasa Pada awalnya, Warak Ngendog sebuah hewan berkaki empat tercipta dalam struk- tur bentuk mainan. Eksistensinya telah langgeng sejak ada kegiatan pasar malam Dugderan. Kemudian, dalam empat dekade terkahir ini, hewan tersebut diperkenalkan sekaligus ditetapkan sebagai maskot atau ikon utama kirab Dugderan. Seiring per- kembangan teknologi dan budaya yang te- rus berkembang maka bentuk Warak Ngen- dog juga mengalami perkembangan hiasan yang cukup bervariasi namun masih memi- liki struktur yang utuh. Dalam kirab, Warak Ngendog ada-
  • 6. 167 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa UNNES JOURNALS lah patung raksasa berupa hewan berkaki empat lengkap dengan kepala, leher, ba- dan, dan keempatkakinya. Keberadaannya sengaja dikonstruksi secara tegak mengha- dap ke depan dalam mobil hias agar men- jadi subjek yang sentral. Terkadang Warak Ngendog dipertautkan dengan bentuk hia- san pendukung lainnya berupa rumah, masjid, bedug, atau bangunan tertentu. Ada pula yang hadir secara utuh, tunggal dengan hiasan pendukung yang tidak berlebihan. Tetapi secara umum dimensinya adalah 3 m x 3 m x 3m. Kepala warak ada yang di- representasikan seperti kepala naga, singa, bahkan sapi. Keberanian memodifikasi pe- serta juga tidak berhenti sampai di kepala. Ada juga peserta kirab yang menampilkan Warak Ngendog tidak dibuat dengan kertas warna-warni yang lazim dipakai tetapi lang- sung menggunakan kain batik untuk me- nutupi seluruh tubuhnya. Hal yang nyata telah muncul adalah semakin hilangnya wa- rak yang ditampilkan bertelur. Bahkan ny- aris tidak ada. Padahal Ngendog dalam satu kesatuan Warak Ngendog memiliki makna yang penting. Kata “Ngendog” dalam Bahasa Indonesia yang berarti telur memiliki mak- na kemenangan. Berdasarkan tradisi jaman dulu, telur adalah sesuatu yang disukai oleh anak-anak untuk dimakan karena mengan- dung protein yang tinggi. Modifikasi yang tidak disadari seca- ra sepenuhnya dapat berakibat resiko yai- tu akan dapat menghilangkan semangat atau ruh awal tentang hewan tersebut yang memang memiliki sarat makna yang mele- kat. Namun di lain pihak, hasil ekspresinya menjadikan kirab lebih atraktif, menarik, bahkan inovatif sehingga dapat memberi- kan pesona keindahan kirab itu tersendiri. Keragaman Warak Ngendog terjadi dapat disimpulkan oleh karena berbagai faktor sebagai berikut: (1) kemampuan teknis dan penggunaan bahan dan alat yang dimili- ki oleh pembuatnya tidak sama, (2) daya kreasi dan imajinasi untuk menghasilkan karya yang bagus setiap peserta juga ber- variatif tingkat kemampuannya, (3) adanya dorongan untuk melambangkan identitas peserta, (4) kemampauan ekonomi yang dimiliki oleh peserta sangat beragam, dan (5) perspektif atau pemahaman interpreta- si kreator terhadap esensi Warak Ngendog tidak baku. Ketika para kreator sedang mempro- duksi Warak Ngendog sebenarnya memiliki pola kerja atau tahapan berkarya yang sama yaitu dimulai pembuatan kontruksi, pem- bungkusan, dan finishing. Namundemikian, informan KD berdasarkan apa yang diketa- huinya secara turun-menurun adalah harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut ini: Pertama, ngrongkoni adalah pembua- tan kerangka atau struktur anatomi Warak Ngendog yang terbuat dari kayu. Kayu-kayu yang telah diukurdan dipotong berdasarkan proporsi badan, kaki, leher, kepala warak yang diinginkan saling disatukan dengan paku atau kawat besi. Kedua, napehi adalah pekerjaan membungkus seluruh kerangka kayu yang masih berupa struktur-struktur garis dengan kertas tebal atau karton atau kertas semen agar bagian badan, leher, ke- pala, kaki, dan ekor bervolume dan berke- san anatomis. Ketiga, Ngeroki adalah upaya menempel kertas-kertas yang agak tipis dan bewarna-warni seperti kertas doorslag dan kertas minyak pada permukaan kertas kar- ton yang tebal dengan menggunakan lem. Ngeroki merupakan penghiasan terhadap seluruh permukaan luar anggota tubuh. Keempat, ngrodani adalah pemberian em- pat roda pada bidang alas agar Warak Ngen- dog bisa berjalan. Kelima, neluri adalah pemberian telur yang biasanya pada jaman dulu adalah telur bebek yang sudah matang untuk ditempatkan pada sisi bagian tengah pada kedua kaki bagian depan. Warak Ngendog sebagai karya seni rupa juga memiliki keindahan secara intrin- sik maupun ekstrinsik yang sangat komp- leks dan integratif. Warak Ngendog dapat memiliki keindahan secara formalistik, kontekstual, simbolik, dan ekspresionistik. Secara formalistik bahwa tampilan kombi- nasi antar garis, bentuk, warna, tekstur yang didapatkan dari bahan untuk diolah dengan alat dan teknik kreatornya pada akhirnya telah menghasilkan satu kesatuan bentuk Warak Ngendog yang indah. Penggunaan kertas berwarna-warni, ukuran antar badan dan anggota badan, kepala yang penggara-
  • 7. Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 168 UNNES JOURNALS pannya realistik menunjukkan kesan irama, perbandingan, dan pusat perhatian. Jika di- tinjau dari aspek waktu pelaksanaan kirab Warak Ngendog maka keindahannya ber- sifat kontekstual karena penanda awal bu- lan puasa yang unik dan khas di Semarang. Dari aspek keindahan simboliknya, kepala dan leher yang bewarna merah merupakan hewan yang rakus dan berangas sebagai simbol nafsu manusia oleh karena itu per- lu dikendalikan dengan simbol bulu khas warak yang berupa kebalik (pithik walik). Dari aspek tingkat ekspresinya, secara des- kriptif kepala, leher, kaki, dan badan Warak Ngendog secara dominan memiliki struktur sudut-sudut bentuk dan garis yang lurus, tegas dan kaku. Berbagai konfigurasi unsur- unsur rupa pembentuk raut muka juga te- lah berhasil memunculkan karakter hewan yang berangas, menakutkan, dan rakus. Berdasarkan rentang waktu dari seki- tar1930-ansampai sekarang, secarasederha- na bentuk Warak Ngendog dapat dikelom- pokkan menjadi tiga bagian, yaitu struktur yang mengacu pada pakem (tradisional), modern, dan kontemporer. Pertama, ben- tuk tradisional ini mengikuti pakem yaitu bentuk struktur dan atribut masih bersifat simbolik. Hewan berbentuk imajiner, mulut menganga dan bertaring, leher dan kepala bewarna merah, dan struktur bentuk tubuh bergaris lurus. Aspek-aspek tersebut sebagai petanda pentingnya manusia untuk dapat melawan hawa nafsu selama menjalani iba- dah puasa. Kedua, bentuk Warak Ngendog modern terlihat secara struktur dan bentuk visualnya masih memiliki pakem atau sim- bolik namun terkadang sangat mengejar keindahan bentuk visualnya sehingga secara perlahan-lahan ada nilai-nilai simbolik yang mulai terabaikan. Ketiga, bentuk visual Wa- rak Ngendog posmodern telah mengalami perubahan atau meninggalkan struktur dan atribut yang bersifat pakem. Struktur dan atribut sudah tidak memiliki nilai simbolik semua. Di bawah ini, secara visual dikemu- kakan analisis estetik sebuah bentuk Warak Ngedog yang mendekati bentuk awal (asli) sebagai contoh kasus. Jika ditilik dari bentuk awal kemuncu- lannya maka sesungguhnya, Warak Ngen- dog bukanlah dimaksudkan sebagai simbol akulturasi budaya Cina, Jawa, dan Arab. Ia hanyalah sebuah binatang rekaan hasil re- Gambar 2. Nilai-nilai estetika pada perupaan Warak Ngendog
  • 8. 169 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa UNNES JOURNALS kayasa ulama sepuh yang ditujukan sebagai sarana penanaman nilai-nilai keIslaman kepada anak-anak dalam bentuk mainan. Melalui itu, anak-anak ditradisikan untuk bersemangatdansenang menyambutdatan- gannya bulan suci Ramadan. Sebagai sebu- ah tradisi budaya ketika sudah menjadi mi- lik dan ekspresi suatu kelompok masyarakat maka akan mengalami perkembangan dan bahkan perubahan baik bentuk maupun pe- maknaannya. Didukung Semarang sebagai kawasan pesisiran maka relatif terbuka dan terpengaruh dari luar dalam dinamika kehi- dupan masyarakat dan budayanya yang ber- sifat multietnis dan multikultur. Akhirnya, Warak Ngendog dipersepsikan, ditafsirkan, oleh masyarakatnya sebagai simbol akultu- rasi budaya karena adanya keinginan atau kebutuhan semua warga masyarakat Sema- rang yang terdiri atas etnis Jawa, Arab, dan Cina agar beridentitas dan berintegrasi se- cara budaya. Menurut penuturan informan kun- ci utama peneliti, HI, kata warak berasal dari bahasa Arab waro’a, wariq yang berarti menghindari yang dilarang oleh Allah Swt. Dari ungkapan bentuk kepala warak (yang asli) dengan kepala mendongak ke atas mu- lut membuka lebar sehingga terlihat ada gi- gi-gigi taring menyimbolkan sifat manusia yang suka makan dan sifat rakus, buas, serta amarah pada manusia. Bentuk leher hingga kepala yang dibalut dengan bulu berwarna merah menyimbolkan watak jelek, negatif, atau angkara murka manusia. Sifat-sifat ne- gatif manusia harus dihilangkan melalui laku puasa melalui simbolisasi bulu keriting seperti bulu pitik walik. Sebaiknya manu- sia membalik (mengembalikan) sifat atau nafsu jelek manusia menjadi baik kembali melalui kegiatan berpuasa dengan harapan fitrah kembali yang dilambangkan (endog). Telur adalah simbol kesucian layaknya ja- nin yang ada dalam kandungan yang masih suci dari segala dosa. Pesan budaya yang terkandung pada Warak Ngendog itu, setidaknya sesuai den- gan penjelasan DM, memiliki spirit antara lain; (1) egaliter, (2) religiusitas, (3) spon- tanitas, dan (4) kejawen. Egaliter, yaitu bersifat kerakyatan tidak memperhatikan hal-hal yang formalitas dan kedudukan. Religiusitas tercermin pada kirab Warak Ngendog yang merupakan ritual keagamaan menyambut bulan Ramadan. Spontanitas, yaitu kehadiran Warak Ngendog merupa- kan ekspresi keindahan, dan kegembiraan yang lebih bersifat spontan bagi masyarakat Semarang. Kejawen, yaitu bagi orang Jawa memiliki makna bahwa dalam menyambut datangnya bulan Ramadan melakukan ke- giatan “Nyadran”. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian di atas, maka di- temukan konstruksi temuan model empi- rik realitas Warak Ngendog sebagai simbol akulturasi budaya untuk dijadikan sebagai sebuah model strategi untuk membangun integrasi budaya dalam masyarakat multi- kultur yang tergambarkan sebagai berikut ini: Gambar 3. Konstruksi temuan model empirik Warak Ngendog sebagai simbol akulturasi bu- daya untuk strategi membangun integrasi bu- daya Dalam peristiwa ritual Dugderan, ada tiga pihak yang secara aktif berperan di dalamnya secara sinergis, yaitu Ulama (direpresentasikan oleh penghulu masjid), Pemerintah (dalam hal ini diwakili oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata), dan Masyarakat luas yang terdiri atas berbagai elemen dan etnis (Jawa, Arab, dan Cina). Pe- ran ulama adalah pihak yang memberikan rujukan atau legalitas kepada pemerintah dan masyarakat kapan awal puasa di bulan Ramadan dimulai. Pemerintah memiliki kewenangan mengatur apa dan bagaimana berjalannya prosesi ritual tersebut; menen-
  • 9. Jurnal Komunitas 5 (2) (2013): 162-171 170 UNNES JOURNALS tukan awal puasa berdasarkan keputusan sidang para ulama dan menjadikan Warak Ngendog sebagai maskot di dalamnya. Ma- syarakat selain berperan sebagai pelaku dalam prosesi ritual Dugderan dan pem- buat maskot Warak Ngendog, juga beperan sebagai subjek sasaran untuk menikmati sajian ritual Dugderan dan subjek sasaran untuk menerima pengumuman dari pe- merintah. Warak Ngendog yang diciptakan dan dikembangkan oleh warga masyarakat (yang pada awalnya digagas dan diciptakan oleh ulama untuk mainan anak-anak beri- kut dengan misi edukatifnya itu) kemudian diangkat oleh pemerintah sebagai maskot dalam prosesi ritual Dugderan. Dalam perkembangannya, kehadiran Warak Ngendog dengan perannya sebagai maskot ritual Dugderan, oleh masyarakat luas dimaknai sebagai simbol akulturasi budaya atas dasar pertimbangan karena ke- seluruhan perupaannya merepresentasikan simbol budaya tiga etnis warga masyarakat Kota Semarang, yaitu etnis Jawa (melalui perupaan badan kambing), etnis Arab (me- lalui perupaan leher unta), dan etnis Cina (melalui perupaan kepala naga). Selain sebagai simbol akulturasi budaya, struktur dan perupaan Warak Ngendog, juga memi- liki nilai-nilai estetik yang unik dan spesifik sehingga dapat menjadi salah satu identitas Kota Semarang dan memiliki makna-makna atau nilai-nilai edukatif Islami yang mem- bawa pesan-pesan ajaran moral keagamaan kepada masyarakat muslim pada khusus- nya dan masyarakat Kota Semarang pada umumnya. Secara keseluruhan, rentetan interaksi tiga pihak yang berperan dalam peristiwa ritual Dugderan yang kemudian memunculkan penciptaan maskot Warak Ngendog dengan pemberian maknanya se- bagai simbol akulturasi budaya bernilai es- tetik dan edukatif Islami itu, sesungguhnya bermuara pada terciptanya entitas budaya baru milik bersama yang dapat mempersa- tukan identitas budaya warga masyarakat yang bersifat multikultur. Dengan demiki- an sebagai simbol budaya akulturasi buda- ya, Warak Ngendog dapat berfungsi sebagai sarana untuk membangun integrasi budaya masyarakat Kota Semarang secara keseluru- han, yakni warga masayarakat pada umum- nya, pemerintah, dan ulama. SIMPULAN Simpulan hasil penelitian itu adalah sebagai berikut: Pertama, secara intra este- tik, bentuk Warak Ngendog merepresentasi- kan binatang rekaan sebagai hewan berkaki empat, berekor, berbadan seperti kambing, berleher panjang seperti unta, berkepala naga dan seluruh tubuhnya berbulu keriting seperti bulu pitik walik berwarna-warni. Kedua, latar belakang kehidupan bu- daya masyarakat Semarang yang multi kul- tur, yakni budaya Jawa, Arab, dan Cina, se- cara ekstra estetik (simbolik) terakulturasi pada ekspresi keseluruhan struktur bentuk yang terdiri atas badan, kaki, dan ekor kam- bing yang dimaknai merepresentasikan bu- daya Jawa, leher unta yang dimaknai merep- resentasikan budaya Arab, dan kepala naga yang dimaknai merepresentasikan budaya Cina. Ketiga, pesan edukatif yang teref- leksikan dalam simbol Warak Ngendok adalah ajaran-ajaran nilai-nilai moral kea- gamaan yang bersifat Islami, yakni mengen- dalikan nafsu-nafsu negatif manusia dalam menjalani laku ibadah puasa dalam rangka menuju kembali ke fitrah kesucian. Selain itu, secara ekstra estetik Warak Ngendog melambangkan harmoninya kehidupan bu- daya yang membentuk kesatuan identitas bersama dalam realitas budaya yang bera- gam. Keempat, interaksi dan sinergi un- sur Ulama, Pemerintah, Masyarakat, Ritual Dugderan, dan Warak dalam kesatuan sis- tem yang bulat dapat menjadi modal dan se- kaligus model dalam membangun integrasi budaya masyarakat masyarakat Semarang yang multikultur. Efek dari integrasi budaya itu memunculkan Warak Ngendog sebagai salah satu identitas budaya masyarakat yang dirasakan sebagai milik bersama. DAFTAR PUSTAKA Berry, J. W. 2008. Globalisation and Acculturation. In- ternational Journal of Intercultural Relations” Jounal homepage: www. elsivier.com/locate/ ijintril. Berry, J. W. 2005. Acculturation: Living Successfully
  • 10. 171 Triyanto, dkk, Warak Ngendog: Simbol Akulturasi Budaya pada Karya Seni Rupa UNNES JOURNALS in Two Cultres. International Journal of Inter- cultural Relations Blackman, M. B. 1976. Creativity in Acculturation: Art, Architecture, and Ceremony. Journal STOR Ethnography. 23(4) Brunetti, R, & Belardinelli, M. A. 2003. Effects of Mu- sical Acculturation: Learning, Reproducing, and Recalling Music From Different Cultural Traditions. Journal International ECONA –In- ter University Centre for Research on Cognitive Process in Natural and Artificial Systems. Budhisantoso, S. 1982. Kesenian dan Nilai-nilai Bu- daya. Analisis Kebudayaan. Jakarta: Departe- men Pendidikan dan Kebudayaan. Cassirer, E. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei tentang Manusia. Jakarta: Gramedia. Chamim, A. I. dkk. 2003. Purifikasi dan Reproduksi Budaya di Pantai Utara Jawa. Kartasura: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Uni- versitas Muhammadiyah Surakarta. Dahana, R. P. 2012. Bersama dalam Tempurung Ke- budayaan. Kompas, Minggu, 30 September 2012, hal 13. Dillistone, F. W. 2002. The Power of Symbols. Terjemahan: A. Widyamartaya. Yogyakarta: Kanisius. Fatuyi, R. 2007. Cultural Interaction and Cultural Change: The Effects ofAcculturation on Tra- ditional Societies. The International Journal of Art & Design Education. 5(2) Geertz, C. 1973. The Interpretation of Culture. New York: Basic Books. Gundono, S. 2012. Kesenian Rakyat Sungguh Dah- syat. Suara Merdeka, Minggu, 14 Oktober 2012, hal,7. Kayam, U. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan, Keesing, P. M. and Keesing, R. M. 1971. New Perspec- tve in Cultural Anthropology. Chicago: Holt Rinehart and Winston Koentjaraningrat, 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia. Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Miles, M. B. dan Huberman, M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan: T.R.Rohidi. Jakarta: UI Press. Nahwandi, A & Malekzadeh, A. R. 2012. Acculturation in Mergers and Acquitions. The Academy of Management Review, 13(1). Noviena, D. 2005. Make-Up of the Pengantin Pegon: Cultural Acculturation in Surabaya City. Jurnal Unair.ac.id/filer/ pdf/ Pengantin Pegon Eng- lish Version. Oberg, K. 1990. “Gegar Budaya dan Masalah Penye- suaian Diri dalam Lingkungan Budaya Baru” dalam: D. Mulyana dan. J. Rakhmat.1990. Ko- munikasi Antarbudaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Otten, C. M. 1971. Anthropology and Art: Reading in Cross-Cultural Aesthetics. New York: Garden City. Rohidi, T. R. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebu- dayaan. Bandung: STISI. Sedyawati, E, 1991. “Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisi Indonesia” Makalah dalam Konggres Kebudayaan 1991 di Jakarta. Spradley, J. P. 1972. Culture and Cognition: Rules, Maps, and Plans. Chandlerr Publishing Com- pany, USA. Spradley, J. P. 1980. Participant Observation. New York: Holt Rinehart and Winston. Sujatmoko. 1990. Dimensi Manusia dalam Pembangu- nan. Jakarta: LP3ES. Sunaryo. A. 2002, “Nirmana ” Hand-out Perkuliahan Nirmana. Jurusan Seni Rupa FBS Unnes. Suparlan, P. 1983. “Manusia, Kebudayaan, dan Ling- kungannya: Perspektif Antropologi“ Dalam: M. Soerjani dan B. Somad (Eds.) 1983. Manusia dalam Keserasian Lingkungan. Jakarta: Lem- baga Penerbit Fakultas Ekonomi UI Jakarta. Sutopo, H. B. 1990. “Metode Penelitian Kualitatif” Makalah Disajikan di depan dosen Jurusan Teknologi Pendidikan dan Kejuruan FKIP UNS Surakarta, Tgl. 21-12-1990. Wolff, J. 1989. The Social Production of Art. New York: New York University Press. Wong, W. 1996. Beberapa Asas Merancang Trima- tra. Terj. Adjat Sakri. Bandung: ITB Xavier, M. S. 2012. Impact of Acculturation on Tradi- tional Material Culure: A Study of Lambada Tribes in Andhra Pradesh, India. International Journal of Social Science Tomorrow. 1(6)