SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
MAKALAH BAHASA INDONESIA TRADISI
SARIGA YANG KINI TERLUPAKAN
Disusun oleh :
Nama : Muhamad Arzan
NIM : F1B113021
Program Studi : Fisika
Jurusan : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Halu Oleo
Kendari
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji sukur penyusun panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat hidayah dan kerunia-Nya karya tulis ini dapat diselesaikan.
Disamping itu, penyelesaian karya ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian
karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun selalu penyusun harapkan demi perbaikan-
perbaikan selanjutnya. Akhirnya penyusun berharap semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Kendari, 27 November 2013
Penyusun
2
Daftar Isi
Halaman Sampul ........................................................................................................ 0
Kata Pengantar .......................................................................................................... 1
Daftar Isi ..................................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan ..................................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3. Tujuan........................................................................................................ 4
1.4. Manfaat...................................................................................................... 4
Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 5
Bab III Pembahasan ..................................................................................................... 8
Bab IV Penutup .......................................................................................................... 13
4.1. Kesimpulan.............................................................................................. 13
4.2. Saran ........................................................................................................ 13
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Muna merupakan salah satu daerah kecil di ujung tenggara pulau
Sulawesi dengan keajaiban alam, keindahan dan sumber-sumber alam yang
menakjubkan. Ditambah dengan budaya dan sejarah didaerah ini yang sangat banyak.
Dewasa ini Muna adalah tempat yang menarik. Muna adalah suku yang
jumlahnya paling besar diantara orang-orang Buton, dengan jumlah jiwa 300.000.
Orang Muna yang tinggal dalam Kabupaten Muna merasa bangga menjadi orang
muna dan mengidentifikasi diri dengan kota Raha, khususnya mereka yang tinggal di
utara pulau ini (Coppenger, 2012).
Dalam masyarakat Muna terdapat falsafah daerah yang memiliki makna
sangat mendalam. Dalam Muharto (2012) falsafah ini menggambarkan strukturisasi
nilai yang ,menjadi prioritas dalam memilih landasan hidup. Bunyi falsafah tersebut
adalah “Hansuru-hansur u mbadha kono hansuru liwu. Hansuru-hansuru liwu
kono hansuru adhati. Hansuru-hansuru adhati kono hansuru (tangka) agama”.
Kabupaten Muna merupakan daerah yang cukup banyak memiliki cerita,
tradisi dan realitas soisal budaya yang ada namun tidak terekam dengan baik atau
tidak bnayak diketahui oleh masyarakat luas. Seiring dengan perjalanan waktu pada
akhirnya cerita, tradisi dan realitas itu menjadi kabur, jauh dan tenggelam secara
perlahan-lahan, tanpa meninggalkan jejak. Hal itu patut dimaklumi karena pada saat
ini sudah banyak masyrakat khususnya suku Muna yang tak mengetahui atau tidak
pernah lagi menjalankan tradisi nenek moyang yang telah berkembang sejak zaman
dahulu kala itu . Misalnya tradisi kasambu, kaago-ago, kafematai, kaalano wulu,
kasampu, katoba, sariga, karia dan sebagainya, tradisi tradisi itu sekarang sebagian
sedikit demi sedikit telah ditinggalkan atau dicampur adukkan dengan budaya barat.
Selain hal itu, tradisi-tradisi tersebut termasuk bahasa daerah muna sendiri pun saat
4
ini dikategorikan sudah terancam punah, sebab banyak masyarakat mulai
meninggalkan tradisi-tradisi tersebut dalam kehidupan sehari harinya, bahkan
masyarakat yang tinggal dikampung-kampungpun sudah sedikit demi sedikit mulai
meninggalkannya.
Oleh karena itu, muncul keinginan penulis untuk menghidupkan kembali
cerita tradisi dan realitas kehidupan sosial budaya masyarakat Kabupaten Muna Pada
khususnya dan Sulawesi Tenggara pada umumnya, khususnya yang menyangkut
kehidupan masyarakat muna, melalui karya tulis ini. Adapun materi yang penulis
angkat adalah salah satu tradisi yang kini mulai terlupakan yaitu tradisi sariga.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas dirumuskan beberapa permasalahan yang
akan diuraikan sebagai berikut.
a. Apakah yang dimaksud dengan tradisi sariga?
b. Bagaimana pelaksanaan tradisi sariga ?
c. Bagaimana eksistensi tradisi sariga di Kabupaten Muna saat ini ?
1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan karya tulis ini adalah dapat
mengetahui bagaimana pelaksanaan dan eksistensi tradisi sariga di Kabupaten
Muna, Sulawesi Tenggara.
1.4. Manfaat
Manfaat dari karya tulis ini adalah tidak lain agar para pembaca dapat
menghidupkan kembali kebudayaan daerah muna yang saat ini sudah mulai
banyak ditinggalkan dan bahkan banyak yang mendekati ambang kepunahan.
5
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Koentjaraningrat (2010) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan
gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu.
Menurut Selo Soemardjan (1993) kebudayaan dapat diartikan sebagai
keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut
karsa masyarakat itu.
Budaya menurut Taylor (1871) merupakan suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat serta
kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota
masyarakat (Keesing, 1981).
Dalam Muharto (2012) Kroeber dan Kluckhohn memberikan definisi
kebudayaan dari sisi historis sebagai warisan yang dialih-turunkan dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah
sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan
suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau
agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi
yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (seringkali) lisan,
karena tanpa adanya ini suatu tradisi dapat punah (Wikipedia, 2013).
Dalam masyarakat Muna terdapat falsafah budaya daerah yang memiliki
makna sangat mendalam. Dalam Muharto (2012) falsafah ini menggambarkan
strukturisasi nilai yang ,menjadi prioritas dalam memilih landasan hidup. Agama
merupakan nilai tertinggi yang harus diprioritaskan. Dalam falsafah tersebut
mengharuskan agar agama dapat menjadi fondasi yang harus dipertaruhkan dalam
totalitaspotensi yang dimiliki oleh seseorang . Bunyi falsafah tersebut adalah
6
“Hansuru-hansuru mbadha kono hansuru liwu. Hansuru-hansuru liwu kono
hansuru adhati. Hansuru-hansuru adhati kono hansuru (tangka) agama”.
Pesta katoba adalah pesta pada waktu anak-anak diislamkan pada umur kira-
kira sebelas tahun atau hampir mencapai umur kedewasaan. Para anak laki-laki
termasuk golongan maradika, dihiasi dengan pakaian yang paling bagus memakai
pengikat kepala sama dengan yang dipakai oleh lakina agama, serta memakai sebuah
keris. Para anak perempuan berpakaian lengkap dengan perhiasan keluarga (apabila
keluarga tidak memiliki perhiasan maka dipinjam dari orang lain), wajah mereka
dihiasi dengan bedak berwarna putih atau kuning muda, alis digunting rapi sehingga
berbentuk sabit, rambut kepala dekat telinga dicukur sedikit, sedangkan rambut
kepala bagian depan diselipkan sebuah pena rambut terbuat dari emas atau perak
lengkap dengan perhiasan kecil-kecil yang melambai-lambai seperti daun-daun
pohon yang tertiup angin bila mereka berjalan. Pendek kata, mereka ini dihiasi
secantik mungkin.
Kemudian para anak laki-laki dan perempuan dari golongan La Ode yang
telah didandani itu, dipikul diatas bahu oleh beberapa anggota keluarganya dan
diantar kepada pejabat agama, dalam hal ini lakina agama, imam atau khatib. Pada
golongan wesembali dan maradika anak-anak ini harus berjalan, pejabat agama
mereka adalah modhi bhalano (Couvreur, 2001).
Tradisi sariga merupakan salah satu dari sekian banyak tradisi sakral yang
biasa dilakukan oleh masyarakat suku Muna, di Sulawesi Tenggara. Tradisi ini wajib
dilakukan oleh orang tua yang telah memiliki sepasang anak laki-laki dan
perempuan. Tradisi ini dilakukan dengan harapan agar anak nantinya menjadi anak
yang shaleh dan tidak durhaka kepada kedua orang tuanya (Wikipedia, 2013).
Apabila anak telah dapat mengenal atau membedakan ibu dan bapaknya
dengan orang lain, maka dia diwajibkan mengikuti pendidikan yang dalam bahasa
muna dikenal dengan sebutan sariga (Fariki, 2010).
Pendekatan pengajaran materi toba pada sariga berbeda dengan pendekatan
pada mangkilo/kangkilo. Toba pada sariga diberikan dalam bentuk perbuatan yaitu
membanting-banting kepala anak sebanyak 7 kali dipapan setiap pagi dan sore
7
selama 4 hari. Makna membanting-banting kepala, yaitu agar anak selalu taat pada
perintah orang tua atau tidak durhaka kepada orang tua (Fariki, 2009).
Sariga dilakukan pada saat seorang anak berumur antara 1-10 tahun. Makna
prosesi ini adalah supaya anak kelak tidak menjadi manusia durhaka, tetapi dapat
menghormati kedua orang tuanya. Anak dilatih sejak dini agar mereka patuh
terhadap orang tua.
Cara prosesi ini, yaitu gendang dipukul menurut irama Muna dan anak
dimandikan sambil disandar sandarkan kepala si anak di lantai yang telah
dipersiapkan sebanyak 7 kali mengikuti irama gendang. Acara ini berlangsung setiap
pagi dan sore hari selama 4 hari. Acara ini ditutup dengan doa selamat (Fariki, 2009).
Menurut Caleb Coppenger (2012) di Kabupaten Muna terdapat banyak ritual
dan upacara tradisional yang dilakukan dimasa silam, namun ada beberapa ritual dan
upacara tradisional yang sudah tidak dilakukan lagi.
8
BAB III
PEMBAHASAN
Kabupaten Muna merupakan daerah kecil di ujung pulau Sulawesi. Daerah
ini beribukotakan kota Raha dengan jumlah penduduk 248.461 jiwa (Survei Sosial
Ekonomi Nasional - BPS 2010). Pada daerah ini kita dapat melihat cukup banyak
keindahan alam, sumber-sumber sejarah yang masih terjaga, budaya, cerita-cerita
tradisional (folklore, mitos, dan legenda), tradisi serta realitas soisal budaya yang
menarik. Di daerah ini kita masih dapat menjumpai berbagai tradisi-tradisi yang
merupakan warisan budaya dalam masyarakatnya. Tradisi-tardisi ini telah berjalan
sejak masa lampau dan dilaksanakan secara turun-temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Salah satunya adalah tradisi sariga.
Sariga merupakan salah satu bentuk tradisi pada masyarakat suku Muna,
Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara yang kini mulai terlupakan. Sariga biasa
dilakukan oleh masyarakat suku Muna pada anak yang baru mulai tumbuh gigi atau
pada anak yang akan memasuki usia balig/dewasa (berusia antara 1-10 tahun).
Tradisi ini dilakukan dengan harapan agar anak yang disariga tidak menjadi anak
yang durhaka terhadap kedua orang tuanya serta agar sang anak cepat beradaptasi
dengan lingkungannya. Selain hal itu tradisi ini juga dilakukan dengan tujuan untuk
mengobati anak-anak suku Muna yang terkena penyakit kulit, seperti kudis agar
cepat sembuh dari penyakitnya. Tradisi ini dilakukan pada hari yang dianggap baik
oleh suku Muna, berdasarkan perhitungan/penanggalan yang masih menggunakan
cara yang sangat tradisional berdasarkan penampakan bulan dilangit.
Tradisi sariga dahulu merupakan tradisi sakral dikalangan suku Muna,
pelaksanaannya memiliki makna agar anak kelak tidak menjadi manusia durhaka,
yang melupakan orang tua dan Tuhannya, namun menjadi anak-anak shaleh dan
tetap berbakti serta menghormati kedua orang tuanya. Para orang tua berharap anak
yang disariga nantinya akan menyadari bahwa semua perbuatan yang akan
dilakukannya kelak ketika memasuki usia balig/dewasa akan mendapat balasan dari
9
Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta. Kebaikan akan dibalas dengan pahala,
sebaliknya keburukan akan dibalas dengan dosa. Yang nantinya hasil perbuatannya
akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Berbeda dengan katoba yang menerapkan pemberitahuan dan pengingatan
kepada sang anak agar patuh dan taat terhadap orang tuanya serta tidak melupakan
Allah SWT selaku Tuhan yang menciptakannya , tradisi ini lebih menekankan
pengingatan terlebih dahulu dalam bentuk perbuatan kepada sang anak.
Dalam budaya muna, apabila suatu keluarga telah memiliki sepasang anak
laki-laki dan anak perempuan, maka keluarga tersebut telah diwajibkan untuk
melaksanakan tradisi sariga.
 Syarat-syarat dalam Tradisi Sariga
Syarat untuk melakukan tradisi ini tidak terlalu sulit. Syarat ini merupakan
syarat utama untuk melaksanakan tradisi sariga . Adapun syarat untuk melaksanakan
tradisi sariga adalah sebagai berikut:
a. Keluarga yang akan melaksanakannya telah memiliki sepasanang anak laki-
laki dan anak perempuan.
b. Keluarga wajib menyediakan bahan-bahan yang telah ditentukan dalam
pelaksanaan tradisi sariga.
c. Tradisi ini dilakukan pada hari yang dianggap baik berdasarkan perhitungan
penanggalan para pemuka suku muna.
Dalam pelaksanaanya pihak keluarga diwajibkan menyediakan bahan-bahan
yang diperlukan dalam pelaksanaan prosesi sariga. Bahan-bahan mudah ditemukan
dilingkungan sekitar masyarakat muna. Bahan-bahan yang wajib disediakan oleh
keluarga yang akan melaksanakan tradisi ini adalah sebagai berikut:
1. Selembar papan
2. Pucuk bunga kelapa (bansa)
10
10
3. Pelepah kulit batang pinang (kulubhea)
4. Umbi-umbian yang dalam suku muna dikenal sebagai mafu.
5. Sebatang pohon pisang
6. Sebatang Tebu yang masih berdaun
7. Pelepah kelapa
8. Gerabah tanah (nuhua wite)
9. Keranjang buah
 Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Sariga
Tata cara pelaksanaan tradisi ini memiliki cara yang beragam disetiap kampung
atau kecamatan di Kabupaten Muna. Tata cara yang akan penulis uraikan disini
adalah tata pelaksanaan tradisi sariga yang umum digunakan. Tradisi ini biasa
dimulai dari malam hari dan dilanjutkan pada pagi harinya.
Adapun tata cara pelaksanaan tradisi ini pada malam hari adalah anak yang
akan disariga terlebih dahulu dimandikan oleh orang tua/sesepuh kampung, dan
diiringi dengan pukulan gong dan gendang sesuai dengan irama muna. Setelah
dimandikan, anak tersebut dibaringkan sejenak diatas papan yang telah
dipersiapkan, sebelumnya pepan tersebut dilapisi dahulu dengan pelepah pohon
pinang (kulubhea ). Kemudian kepala sang anak disandar-sandarkan secara
perlahan (dibanting-banting secara halus) oleh orang tua/sesepuh kampung pada
papan yang telah dilapisi pelepah batang pinang tadi sesuai irama pukulan gong dan
gendang sebanyak 7 (tujuh) kali ke kanan dan 7 (tujuh) kali ke kiri .
Pada Pagi harinya, dilaksanakan kegiatan yang sama seperti pada malam
harinya, yaitu anak yang akan disariga terlebih dahulu dimandikan oleh orang
tua/sesepuh kampung, dan diiringi dengan pukulan gong dan gendang sesuai dengan
irama muna. Setelah dimandikan, anak tersebut dibaringkan sejenak diatas papan
yang telah dipersiapkan, sebelumnya papan tersebut dilapisi dahulu dengan pelepah
pohon pinang (kulubhea ). Kemudian kepala sang anak disandar-sandarkan
secara
11
11
perlahan (dibanting-banting secara halus) oleh orang tua/sesepuh kampung pada
papan yang telah dilapisi pelepah batang pinang tadi sesuai irama pukulan gong dan
gendang sebanyak 7 (tujuh) kali ke kanan dan 7 (tujuh) kali ke kiri . Setelah itu,
anak-anak yang disariga diberi pakaian muna yang dilengkapi dengan pengikat
kepala bagi laki-laki serta mereka didandani seelok/secantik mungkin. Bagi batita
cukup diberi pakaian yang menarik. Apabila sang anak telah didandani sedemikian
rupa maka ia dibawa ketempat keluarga sang anak berkumpul untuk didoakan
bersama dengan imam (modhi) kampung. Pada saat sang anak didoakan oleh imam
(modhi) kampung biasanya keluarga/orang tua anak tersebut menyediakan
dupa/menyan* (saat ini agar lebih praktis banyak yang menggunakan lilin) serta
sesajen berupa bahan makanan yang diletakkan diatas nampan dan ditutup dengan
penutup berupa kain putih.
Pada saat sang anak telah selesai didoakan, seseorang dari kelurganya
(ayah/paman/sepupu) menunggunya diluar untuk memikulnya dibahu kemudian
diarak keliling kampung. Biasanya sang anak dibawa menuju kearah timur sampai
ketempat yang telah ditentukan diiringi dengan pukulan gendang dan gong serta tari-
tarian suku Muna. Pada saat mulai mengarak biasanya didahului dengan para pesilat
muna yang menunjukan kebolehannya dalam adu silat bersenjata tajam
menggunakan parang (ewa wuna). Setelah tiba ditempat tujuan yang telah
ditetapkan, sang anak diarak kembali kerumah.
Sambil menunggu arakan selesai, keluarga sang anak yang disariga
menyiapkan sebatang pohon pisang yang telah ditancapkan di halaman rumah.
Dibawah pohon pisang disiapkan pula keranjang buah untuk diletakkan mafu dan
pucuk bunga kelapa (ba nsa). Disamping keranjang tersebut disusun rapih
gerabah tanah (nuhua wite), pelepah kelapa, dan sebatang tebu yang masih berdaun.
Setelah tiba di rumah, satu dari para pesilat yang terdiri dari 4 orang
memisahkan diri dari kelompoknya. Salah satu pesilat ingin menjaga pohon pisang
dihalaman rumah sang anak dan yang lainnya ingin mencuri dan momotong pohon
pisang tersebut. Akhirnya, satu dari ketiga pesilat yang ingin memotong pohon
pisang yang dimaksud bertarung dengan yang menjaganya menggunakan senjata
12
12
tajam berupa parang/golok. Pertarungan mereka mengikuti irama pukulan gong.
Irama pukulan gong yang dilakukan oleh pemukul gong tidak sembarang, apabila
pemukul gong memukul dengan irama yang salah maka salah satu dari pesilat yang
bertarung akan terluka parah terkena sabetan senjata tajam/parang. Sebelum
memukul gong untuk pertarungan pesilat tersebut pemukul gong membaca mantra-
mantra. Pertarungan akan berhenti apabila ada dua pesilat lainnya berhasil memotong
batang pisang tersebut. Pertarungan silat tersebut dapat pula menjadi hiburan bagi
anak yang disariga ataupun para penonton dari keluarga besar orang tua anak yang
disariga. Biasanya para penonton akan bersorak ketika batang pohon pisang berhasil
dipotong/ditebas dengan menggunakan parang oleh salah seorang pesilat
Setelah batang pisang berhasil dipotong/ditebas oleh pesilat, anak yang akan
disariga, dibanting-bantingkan pantatnya sebanyak tiga kali diujung potongan
tersebut. Tiap bantingan mengikuti irama pukulan gong Tujuan membanting banting
pantat anak pada ujung potongan tersebut adalah untuk menghilangkan katutura atau
penyakit yang tidak dinginkan pada anak, biasanya untuk menghindarkan atau
mengobati anak dari penyakit kulit seperti kudis.
Setelah rangkaian prosesi tersebut anak-anak yang disariga dilemparkan uang
atau hadiah tertentu oleh keluarga sebagai tanda berakhirnya prosesi sariga.
Saat ini tradisi sariga banyak ditinggalkan oleh masyarakat muna . Salah satu
penyebab ditinggalkannya tradisi ini adalah kurangnya perhatian masyarakat dan
pemerintah untuk menjaga budayanya akibat pengaruh moderenisasi dan globalisasi.
Selain itu, dari tinjauan bahwa tradisi ini dapat mengobati/mencegah penyakit kulit
hanya dianggap sebagai sebuah mitos belaka yang tidak terbukti secara medis.
Namun bagi para orang tua yang rata-rata kelahiran tahun 50 an tradisi ini masih
dianggap merupakan tradisi sakral dan apabila ada anak atau cucu mereka yang
terkena penyakit kulit cara yang efektif untuk menyembuhkan penyakit kulit anak-
anak mereka atau cucu-cucu mereka adalah tradisi sariga. Tradisi ini masih dapat kita
jumpai di daerah Tongkuno atau Wakuru, Kabupaten Muna.
13
13
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Tradisi sariga merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh suku Muna yang
memiliki makna agar anak kelak tidak menjadi manusia durhaka, yang melupakan
orang tua dan Tuhannya, namun menjadi anak-anak shaleh dan tetap berbakti serta
menghormati kedua orang tuanya. Pelaksanaan tradisi ini melalui tahapan
membentur-benturkan kepala anak yang akan disariga pada selembar papan yang
telah dilapisi pelepah pohon pinang sebanyak 7 kali, pada malam dan pagi hari.
Makna membanting-banting kepala, yaitu agar anak selalu taat pada perintah orang
tua atau tidak durhaka kepada orang tua. Namun saat ini tradisi sariga mulai
ditinggalkan, akibat tergerus arus arus moderenisasi dan globalisasi.
4.2. Saran
Penyusun berharap agar para pembaca dapat mengetahui tradisi-tradisi yang
ada di Kabupaten Muna. Selain itu penyusun berharap masyarakat Muna paling tidak
dapat menjaga atau menjalankannya, agar tradisi tersebut tidak ditinggalkan atau
tidak akan punah dengan sendirinya. Oleh karena itu mari kita jaga tradisi ini sebagai
salah satu unsur kebudayaan Indonesia.
14
14
Daftar Pustaka
BPS. 2010. Kebupaten Muna dalam Angka. Kendari: Badan Pusat Statistik Sulawesi
Tenggara.
Coppenger, Caleb. 2012. Misteri Kepulauan Buton: Menurut Sesepuh dan
Saya
(dalam terjemahan Doreen Widja yana ). Jakarta: Adonai
Couvreur, J. 2001. Seja rah dan Kebudayaan Kerajaan Muna (dalam
terjemahan
Rene van den Berg). Kupang: Artha Wacana Press.
Fariki, La. 2009. Mengapa Perempuan Buton dan Muna dipingit.
Kendari: Komunika.
.2009. Pusaka Moral dari Pulau Muna. Kendari: Komunika.
.2010. Sistem Pendidikan Toba pada Masyarakat Buton dan Muna .
Kendari: Komunika.
Keesing, Roger M. 1981. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer
(dalam terjemahan Guna wan Samuel). Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. 2010. Manusia dan Kebudayaa n di Indonesia. Jakarta:
Djambatan. Muharto. 2012. Wuna Barakati: Antara Falsafah dan Realitas.
Jogjakarta: Indie
Book Corner.
Soemardjan, Selo. 1993. Masyara kat dan Manusia dalam Pembangunan.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Wikipedia. 2013. Tradisi. http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi.
Wikipedia. 2013. Tradisi Sariga. http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi_Sariga.

More Related Content

What's hot

Pengertian Negara Maju dan Negara Berkembang
Pengertian Negara Maju dan Negara BerkembangPengertian Negara Maju dan Negara Berkembang
Pengertian Negara Maju dan Negara BerkembangEni_Cahya
 
Makalah sejarah kerajaan hindu budha di indonesia
Makalah sejarah kerajaan hindu budha di indonesiaMakalah sejarah kerajaan hindu budha di indonesia
Makalah sejarah kerajaan hindu budha di indonesiaOperator Warnet Vast Raha
 
PPT Perkembangan islam-pada-masa-modern
PPT Perkembangan islam-pada-masa-modernPPT Perkembangan islam-pada-masa-modern
PPT Perkembangan islam-pada-masa-modernkiatbelajar95
 
pernikahan adat jawa
pernikahan adat jawapernikahan adat jawa
pernikahan adat jawaunidev26
 
Makalah globalisasi dalam budaya
Makalah globalisasi dalam budayaMakalah globalisasi dalam budaya
Makalah globalisasi dalam budayaWarnet Raha
 
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, MandarBudaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, MandarKhrisna Ariyudha
 
Makalah kebudayaan dalam islam
Makalah kebudayaan dalam islamMakalah kebudayaan dalam islam
Makalah kebudayaan dalam islamahmddrmnsyh
 
Tujuan dan manfaat dakwah
Tujuan dan manfaat dakwahTujuan dan manfaat dakwah
Tujuan dan manfaat dakwahLBB. Mr. Q
 
Masuknya hindu budha ke indonesia
Masuknya hindu budha ke indonesiaMasuknya hindu budha ke indonesia
Masuknya hindu budha ke indonesiaSci-Five
 
analisis tujuan pendidikan nasional
analisis tujuan pendidikan nasionalanalisis tujuan pendidikan nasional
analisis tujuan pendidikan nasionalsofwan jamiel
 
proposal pengalaman organisasi terhadap gaya kepemimpinan mahasiswa prodi S1 ...
proposal pengalaman organisasi terhadap gaya kepemimpinan mahasiswa prodi S1 ...proposal pengalaman organisasi terhadap gaya kepemimpinan mahasiswa prodi S1 ...
proposal pengalaman organisasi terhadap gaya kepemimpinan mahasiswa prodi S1 ...Anis Lee Xie
 
Pertumbuhan Masyarakat dan Sumber Daya Alam
Pertumbuhan Masyarakat dan Sumber Daya AlamPertumbuhan Masyarakat dan Sumber Daya Alam
Pertumbuhan Masyarakat dan Sumber Daya AlamMelda Amelia
 

What's hot (20)

Pengertian Negara Maju dan Negara Berkembang
Pengertian Negara Maju dan Negara BerkembangPengertian Negara Maju dan Negara Berkembang
Pengertian Negara Maju dan Negara Berkembang
 
Makalah sejarah kerajaan hindu budha di indonesia
Makalah sejarah kerajaan hindu budha di indonesiaMakalah sejarah kerajaan hindu budha di indonesia
Makalah sejarah kerajaan hindu budha di indonesia
 
Kebudayaan Minangkabau (ppt)
Kebudayaan Minangkabau (ppt)Kebudayaan Minangkabau (ppt)
Kebudayaan Minangkabau (ppt)
 
PPT Perkembangan islam-pada-masa-modern
PPT Perkembangan islam-pada-masa-modernPPT Perkembangan islam-pada-masa-modern
PPT Perkembangan islam-pada-masa-modern
 
pernikahan adat jawa
pernikahan adat jawapernikahan adat jawa
pernikahan adat jawa
 
Makalah globalisasi dalam budaya
Makalah globalisasi dalam budayaMakalah globalisasi dalam budaya
Makalah globalisasi dalam budaya
 
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, MandarBudaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
 
Lpj lengkap
Lpj lengkapLpj lengkap
Lpj lengkap
 
Seni budaya kabupaten muna
Seni budaya kabupaten munaSeni budaya kabupaten muna
Seni budaya kabupaten muna
 
Proposal maulid nabi
Proposal maulid nabiProposal maulid nabi
Proposal maulid nabi
 
Unsur budaya sistem mata pencaharian 1
Unsur budaya sistem mata pencaharian 1Unsur budaya sistem mata pencaharian 1
Unsur budaya sistem mata pencaharian 1
 
Makalah kebudayaan dalam islam
Makalah kebudayaan dalam islamMakalah kebudayaan dalam islam
Makalah kebudayaan dalam islam
 
Tujuan dan manfaat dakwah
Tujuan dan manfaat dakwahTujuan dan manfaat dakwah
Tujuan dan manfaat dakwah
 
Masuknya hindu budha ke indonesia
Masuknya hindu budha ke indonesiaMasuknya hindu budha ke indonesia
Masuknya hindu budha ke indonesia
 
analisis tujuan pendidikan nasional
analisis tujuan pendidikan nasionalanalisis tujuan pendidikan nasional
analisis tujuan pendidikan nasional
 
Mesir
MesirMesir
Mesir
 
Materi awal masuknya islam di indonesia
Materi awal masuknya islam di indonesiaMateri awal masuknya islam di indonesia
Materi awal masuknya islam di indonesia
 
Proposal mtq-reimusna
Proposal mtq-reimusnaProposal mtq-reimusna
Proposal mtq-reimusna
 
proposal pengalaman organisasi terhadap gaya kepemimpinan mahasiswa prodi S1 ...
proposal pengalaman organisasi terhadap gaya kepemimpinan mahasiswa prodi S1 ...proposal pengalaman organisasi terhadap gaya kepemimpinan mahasiswa prodi S1 ...
proposal pengalaman organisasi terhadap gaya kepemimpinan mahasiswa prodi S1 ...
 
Pertumbuhan Masyarakat dan Sumber Daya Alam
Pertumbuhan Masyarakat dan Sumber Daya AlamPertumbuhan Masyarakat dan Sumber Daya Alam
Pertumbuhan Masyarakat dan Sumber Daya Alam
 

Viewers also liked (19)

Makalah konsep pembelajaran
Makalah konsep pembelajaranMakalah konsep pembelajaran
Makalah konsep pembelajaran
 
Awal mds ( tugas kimia )
Awal mds    (  tugas kimia  )Awal mds    (  tugas kimia  )
Awal mds ( tugas kimia )
 
Makalah simbiosis masra
Makalah simbiosis  masraMakalah simbiosis  masra
Makalah simbiosis masra
 
Makalah shalat
Makalah shalatMakalah shalat
Makalah shalat
 
Arnhy
ArnhyArnhy
Arnhy
 
Makalah tingkatan organisme makhluk hidup nurlianti
Makalah tingkatan organisme makhluk hidup  nurliantiMakalah tingkatan organisme makhluk hidup  nurlianti
Makalah tingkatan organisme makhluk hidup nurlianti
 
Makalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakterMakalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakter
 
Makalah gagal ginjal
Makalah gagal ginjalMakalah gagal ginjal
Makalah gagal ginjal
 
Makalah bidang kedokteraan mirnawati s
Makalah bidang kedokteraan mirnawati sMakalah bidang kedokteraan mirnawati s
Makalah bidang kedokteraan mirnawati s
 
Makalah anak usian dini
Makalah anak usian diniMakalah anak usian dini
Makalah anak usian dini
 
Indra mds
Indra mdsIndra mds
Indra mds
 
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru
Makalah penerapan kode etik pada profesi guruMakalah penerapan kode etik pada profesi guru
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru
 
Makalah simbiosis harlianti
Makalah simbiosis  harliantiMakalah simbiosis  harlianti
Makalah simbiosis harlianti
 
Makalah morfologi daun
Makalah morfologi daunMakalah morfologi daun
Makalah morfologi daun
 
Makalah permasalahan anak yatni
Makalah permasalahan anak yatniMakalah permasalahan anak yatni
Makalah permasalahan anak yatni
 
Makalah amilosa
Makalah amilosaMakalah amilosa
Makalah amilosa
 
Makalah tingkat organisasi mahluk hidup yogi
Makalah tingkat organisasi mahluk hidup yogiMakalah tingkat organisasi mahluk hidup yogi
Makalah tingkat organisasi mahluk hidup yogi
 
Makalah trombosit
Makalah trombositMakalah trombosit
Makalah trombosit
 
Makalah multikulturalisme
Makalah multikulturalismeMakalah multikulturalisme
Makalah multikulturalisme
 

Similar to Makalah tradisi sariga kabupaten muna

Kata penganta1 sumbawas
Kata penganta1 sumbawasKata penganta1 sumbawas
Kata penganta1 sumbawasBagas Doni
 
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)Adi Widodo
 
Proposal tesis new bba 1 3. docx
Proposal tesis new bba 1 3. docxProposal tesis new bba 1 3. docx
Proposal tesis new bba 1 3. docxNancy Rothstein
 
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docxMAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docxSariCahyati
 
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMakna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMunawirSyahputra
 
Global Village
Global VillageGlobal Village
Global Villagedianaists
 
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855YuliaZ3
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin Amq
 
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin Amq
 
Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi ...
Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi ...Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi ...
Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi ...Linda Rosita
 
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptxTITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptxTITINASNITAPOHANSPD
 
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat LanjutHasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat LanjutChristina Dwi Rahayu
 

Similar to Makalah tradisi sariga kabupaten muna (20)

Kata penganta1 sumbawas
Kata penganta1 sumbawasKata penganta1 sumbawas
Kata penganta1 sumbawas
 
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
 
Tesis lisan kantola di kabupaten muna
Tesis lisan kantola di kabupaten munaTesis lisan kantola di kabupaten muna
Tesis lisan kantola di kabupaten muna
 
Modul media pembelajaran
Modul media pembelajaranModul media pembelajaran
Modul media pembelajaran
 
Proposal tesis new bba 1 3. docx
Proposal tesis new bba 1 3. docxProposal tesis new bba 1 3. docx
Proposal tesis new bba 1 3. docx
 
327226832.pdf
327226832.pdf327226832.pdf
327226832.pdf
 
04 bab i
04 bab i04 bab i
04 bab i
 
Buku kearifan lokal
Buku kearifan lokalBuku kearifan lokal
Buku kearifan lokal
 
Proposal antrokum madura
Proposal antrokum maduraProposal antrokum madura
Proposal antrokum madura
 
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docxMAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
 
Digital 20304110 t30731-tradisi lisan
Digital 20304110 t30731-tradisi lisanDigital 20304110 t30731-tradisi lisan
Digital 20304110 t30731-tradisi lisan
 
Jurnal rizki
Jurnal rizkiJurnal rizki
Jurnal rizki
 
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMakna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
 
Global Village
Global VillageGlobal Village
Global Village
 
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
Kelas11 seni budaya_buku_siswa_sma_ma_smk_mak_kelas_xi_semester_2_1855
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
 
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
ambon Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
 
Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi ...
Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi ...Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi ...
Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi ...
 
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptxTITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
 
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat LanjutHasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
 

More from Septian Muna Barakati (20)

Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
 
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
 
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
 
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
 
Dokomen polisi
Dokomen polisiDokomen polisi
Dokomen polisi
 
Dokumen perusahaan
Dokumen perusahaanDokumen perusahaan
Dokumen perusahaan
 
Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3
 
Dosa besar
Dosa besarDosa besar
Dosa besar
 
Ekosistem padang lamun
Ekosistem padang lamunEkosistem padang lamun
Ekosistem padang lamun
 
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi pendudukFaktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
 
E
EE
E
 
Faktor
FaktorFaktor
Faktor
 
Fho...................
Fho...................Fho...................
Fho...................
 
555555555555555 (2)
555555555555555 (2)555555555555555 (2)
555555555555555 (2)
 
99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya
 
10 impact of global warming
10 impact of global warming10 impact of global warming
10 impact of global warming
 
10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global
 
5 w 1h penyakit hiv
5 w 1h  penyakit hiv5 w 1h  penyakit hiv
5 w 1h penyakit hiv
 

Makalah tradisi sariga kabupaten muna

  • 1. MAKALAH BAHASA INDONESIA TRADISI SARIGA YANG KINI TERLUPAKAN Disusun oleh : Nama : Muhamad Arzan NIM : F1B113021 Program Studi : Fisika Jurusan : Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari 2013
  • 2. 1 KATA PENGANTAR Puji sukur penyusun panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat hidayah dan kerunia-Nya karya tulis ini dapat diselesaikan. Disamping itu, penyelesaian karya ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun selalu penyusun harapkan demi perbaikan- perbaikan selanjutnya. Akhirnya penyusun berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kendari, 27 November 2013 Penyusun
  • 3. 2 Daftar Isi Halaman Sampul ........................................................................................................ 0 Kata Pengantar .......................................................................................................... 1 Daftar Isi ..................................................................................................................... 2 Bab I Pendahuluan ..................................................................................................... 3 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 3 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4 1.3. Tujuan........................................................................................................ 4 1.4. Manfaat...................................................................................................... 4 Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 5 Bab III Pembahasan ..................................................................................................... 8 Bab IV Penutup .......................................................................................................... 13 4.1. Kesimpulan.............................................................................................. 13 4.2. Saran ........................................................................................................ 13 Daftar Pustaka ............................................................................................................ 14
  • 4. 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Muna merupakan salah satu daerah kecil di ujung tenggara pulau Sulawesi dengan keajaiban alam, keindahan dan sumber-sumber alam yang menakjubkan. Ditambah dengan budaya dan sejarah didaerah ini yang sangat banyak. Dewasa ini Muna adalah tempat yang menarik. Muna adalah suku yang jumlahnya paling besar diantara orang-orang Buton, dengan jumlah jiwa 300.000. Orang Muna yang tinggal dalam Kabupaten Muna merasa bangga menjadi orang muna dan mengidentifikasi diri dengan kota Raha, khususnya mereka yang tinggal di utara pulau ini (Coppenger, 2012). Dalam masyarakat Muna terdapat falsafah daerah yang memiliki makna sangat mendalam. Dalam Muharto (2012) falsafah ini menggambarkan strukturisasi nilai yang ,menjadi prioritas dalam memilih landasan hidup. Bunyi falsafah tersebut adalah “Hansuru-hansur u mbadha kono hansuru liwu. Hansuru-hansuru liwu kono hansuru adhati. Hansuru-hansuru adhati kono hansuru (tangka) agama”. Kabupaten Muna merupakan daerah yang cukup banyak memiliki cerita, tradisi dan realitas soisal budaya yang ada namun tidak terekam dengan baik atau tidak bnayak diketahui oleh masyarakat luas. Seiring dengan perjalanan waktu pada akhirnya cerita, tradisi dan realitas itu menjadi kabur, jauh dan tenggelam secara perlahan-lahan, tanpa meninggalkan jejak. Hal itu patut dimaklumi karena pada saat ini sudah banyak masyrakat khususnya suku Muna yang tak mengetahui atau tidak pernah lagi menjalankan tradisi nenek moyang yang telah berkembang sejak zaman dahulu kala itu . Misalnya tradisi kasambu, kaago-ago, kafematai, kaalano wulu, kasampu, katoba, sariga, karia dan sebagainya, tradisi tradisi itu sekarang sebagian sedikit demi sedikit telah ditinggalkan atau dicampur adukkan dengan budaya barat. Selain hal itu, tradisi-tradisi tersebut termasuk bahasa daerah muna sendiri pun saat
  • 5. 4 ini dikategorikan sudah terancam punah, sebab banyak masyarakat mulai meninggalkan tradisi-tradisi tersebut dalam kehidupan sehari harinya, bahkan masyarakat yang tinggal dikampung-kampungpun sudah sedikit demi sedikit mulai meninggalkannya. Oleh karena itu, muncul keinginan penulis untuk menghidupkan kembali cerita tradisi dan realitas kehidupan sosial budaya masyarakat Kabupaten Muna Pada khususnya dan Sulawesi Tenggara pada umumnya, khususnya yang menyangkut kehidupan masyarakat muna, melalui karya tulis ini. Adapun materi yang penulis angkat adalah salah satu tradisi yang kini mulai terlupakan yaitu tradisi sariga. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang di atas dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diuraikan sebagai berikut. a. Apakah yang dimaksud dengan tradisi sariga? b. Bagaimana pelaksanaan tradisi sariga ? c. Bagaimana eksistensi tradisi sariga di Kabupaten Muna saat ini ? 1.3. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan karya tulis ini adalah dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan dan eksistensi tradisi sariga di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. 1.4. Manfaat Manfaat dari karya tulis ini adalah tidak lain agar para pembaca dapat menghidupkan kembali kebudayaan daerah muna yang saat ini sudah mulai banyak ditinggalkan dan bahkan banyak yang mendekati ambang kepunahan.
  • 6. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Koentjaraningrat (2010) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Menurut Selo Soemardjan (1993) kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut karsa masyarakat itu. Budaya menurut Taylor (1871) merupakan suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Keesing, 1981). Dalam Muharto (2012) Kroeber dan Kluckhohn memberikan definisi kebudayaan dari sisi historis sebagai warisan yang dialih-turunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (seringkali) lisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisi dapat punah (Wikipedia, 2013). Dalam masyarakat Muna terdapat falsafah budaya daerah yang memiliki makna sangat mendalam. Dalam Muharto (2012) falsafah ini menggambarkan strukturisasi nilai yang ,menjadi prioritas dalam memilih landasan hidup. Agama merupakan nilai tertinggi yang harus diprioritaskan. Dalam falsafah tersebut mengharuskan agar agama dapat menjadi fondasi yang harus dipertaruhkan dalam totalitaspotensi yang dimiliki oleh seseorang . Bunyi falsafah tersebut adalah
  • 7. 6 “Hansuru-hansuru mbadha kono hansuru liwu. Hansuru-hansuru liwu kono hansuru adhati. Hansuru-hansuru adhati kono hansuru (tangka) agama”. Pesta katoba adalah pesta pada waktu anak-anak diislamkan pada umur kira- kira sebelas tahun atau hampir mencapai umur kedewasaan. Para anak laki-laki termasuk golongan maradika, dihiasi dengan pakaian yang paling bagus memakai pengikat kepala sama dengan yang dipakai oleh lakina agama, serta memakai sebuah keris. Para anak perempuan berpakaian lengkap dengan perhiasan keluarga (apabila keluarga tidak memiliki perhiasan maka dipinjam dari orang lain), wajah mereka dihiasi dengan bedak berwarna putih atau kuning muda, alis digunting rapi sehingga berbentuk sabit, rambut kepala dekat telinga dicukur sedikit, sedangkan rambut kepala bagian depan diselipkan sebuah pena rambut terbuat dari emas atau perak lengkap dengan perhiasan kecil-kecil yang melambai-lambai seperti daun-daun pohon yang tertiup angin bila mereka berjalan. Pendek kata, mereka ini dihiasi secantik mungkin. Kemudian para anak laki-laki dan perempuan dari golongan La Ode yang telah didandani itu, dipikul diatas bahu oleh beberapa anggota keluarganya dan diantar kepada pejabat agama, dalam hal ini lakina agama, imam atau khatib. Pada golongan wesembali dan maradika anak-anak ini harus berjalan, pejabat agama mereka adalah modhi bhalano (Couvreur, 2001). Tradisi sariga merupakan salah satu dari sekian banyak tradisi sakral yang biasa dilakukan oleh masyarakat suku Muna, di Sulawesi Tenggara. Tradisi ini wajib dilakukan oleh orang tua yang telah memiliki sepasang anak laki-laki dan perempuan. Tradisi ini dilakukan dengan harapan agar anak nantinya menjadi anak yang shaleh dan tidak durhaka kepada kedua orang tuanya (Wikipedia, 2013). Apabila anak telah dapat mengenal atau membedakan ibu dan bapaknya dengan orang lain, maka dia diwajibkan mengikuti pendidikan yang dalam bahasa muna dikenal dengan sebutan sariga (Fariki, 2010). Pendekatan pengajaran materi toba pada sariga berbeda dengan pendekatan pada mangkilo/kangkilo. Toba pada sariga diberikan dalam bentuk perbuatan yaitu membanting-banting kepala anak sebanyak 7 kali dipapan setiap pagi dan sore
  • 8. 7 selama 4 hari. Makna membanting-banting kepala, yaitu agar anak selalu taat pada perintah orang tua atau tidak durhaka kepada orang tua (Fariki, 2009). Sariga dilakukan pada saat seorang anak berumur antara 1-10 tahun. Makna prosesi ini adalah supaya anak kelak tidak menjadi manusia durhaka, tetapi dapat menghormati kedua orang tuanya. Anak dilatih sejak dini agar mereka patuh terhadap orang tua. Cara prosesi ini, yaitu gendang dipukul menurut irama Muna dan anak dimandikan sambil disandar sandarkan kepala si anak di lantai yang telah dipersiapkan sebanyak 7 kali mengikuti irama gendang. Acara ini berlangsung setiap pagi dan sore hari selama 4 hari. Acara ini ditutup dengan doa selamat (Fariki, 2009). Menurut Caleb Coppenger (2012) di Kabupaten Muna terdapat banyak ritual dan upacara tradisional yang dilakukan dimasa silam, namun ada beberapa ritual dan upacara tradisional yang sudah tidak dilakukan lagi.
  • 9. 8 BAB III PEMBAHASAN Kabupaten Muna merupakan daerah kecil di ujung pulau Sulawesi. Daerah ini beribukotakan kota Raha dengan jumlah penduduk 248.461 jiwa (Survei Sosial Ekonomi Nasional - BPS 2010). Pada daerah ini kita dapat melihat cukup banyak keindahan alam, sumber-sumber sejarah yang masih terjaga, budaya, cerita-cerita tradisional (folklore, mitos, dan legenda), tradisi serta realitas soisal budaya yang menarik. Di daerah ini kita masih dapat menjumpai berbagai tradisi-tradisi yang merupakan warisan budaya dalam masyarakatnya. Tradisi-tardisi ini telah berjalan sejak masa lampau dan dilaksanakan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satunya adalah tradisi sariga. Sariga merupakan salah satu bentuk tradisi pada masyarakat suku Muna, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara yang kini mulai terlupakan. Sariga biasa dilakukan oleh masyarakat suku Muna pada anak yang baru mulai tumbuh gigi atau pada anak yang akan memasuki usia balig/dewasa (berusia antara 1-10 tahun). Tradisi ini dilakukan dengan harapan agar anak yang disariga tidak menjadi anak yang durhaka terhadap kedua orang tuanya serta agar sang anak cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Selain hal itu tradisi ini juga dilakukan dengan tujuan untuk mengobati anak-anak suku Muna yang terkena penyakit kulit, seperti kudis agar cepat sembuh dari penyakitnya. Tradisi ini dilakukan pada hari yang dianggap baik oleh suku Muna, berdasarkan perhitungan/penanggalan yang masih menggunakan cara yang sangat tradisional berdasarkan penampakan bulan dilangit. Tradisi sariga dahulu merupakan tradisi sakral dikalangan suku Muna, pelaksanaannya memiliki makna agar anak kelak tidak menjadi manusia durhaka, yang melupakan orang tua dan Tuhannya, namun menjadi anak-anak shaleh dan tetap berbakti serta menghormati kedua orang tuanya. Para orang tua berharap anak yang disariga nantinya akan menyadari bahwa semua perbuatan yang akan dilakukannya kelak ketika memasuki usia balig/dewasa akan mendapat balasan dari
  • 10. 9 Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta. Kebaikan akan dibalas dengan pahala, sebaliknya keburukan akan dibalas dengan dosa. Yang nantinya hasil perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Berbeda dengan katoba yang menerapkan pemberitahuan dan pengingatan kepada sang anak agar patuh dan taat terhadap orang tuanya serta tidak melupakan Allah SWT selaku Tuhan yang menciptakannya , tradisi ini lebih menekankan pengingatan terlebih dahulu dalam bentuk perbuatan kepada sang anak. Dalam budaya muna, apabila suatu keluarga telah memiliki sepasang anak laki-laki dan anak perempuan, maka keluarga tersebut telah diwajibkan untuk melaksanakan tradisi sariga.  Syarat-syarat dalam Tradisi Sariga Syarat untuk melakukan tradisi ini tidak terlalu sulit. Syarat ini merupakan syarat utama untuk melaksanakan tradisi sariga . Adapun syarat untuk melaksanakan tradisi sariga adalah sebagai berikut: a. Keluarga yang akan melaksanakannya telah memiliki sepasanang anak laki- laki dan anak perempuan. b. Keluarga wajib menyediakan bahan-bahan yang telah ditentukan dalam pelaksanaan tradisi sariga. c. Tradisi ini dilakukan pada hari yang dianggap baik berdasarkan perhitungan penanggalan para pemuka suku muna. Dalam pelaksanaanya pihak keluarga diwajibkan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prosesi sariga. Bahan-bahan mudah ditemukan dilingkungan sekitar masyarakat muna. Bahan-bahan yang wajib disediakan oleh keluarga yang akan melaksanakan tradisi ini adalah sebagai berikut: 1. Selembar papan 2. Pucuk bunga kelapa (bansa)
  • 11. 10 10 3. Pelepah kulit batang pinang (kulubhea) 4. Umbi-umbian yang dalam suku muna dikenal sebagai mafu. 5. Sebatang pohon pisang 6. Sebatang Tebu yang masih berdaun 7. Pelepah kelapa 8. Gerabah tanah (nuhua wite) 9. Keranjang buah  Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Sariga Tata cara pelaksanaan tradisi ini memiliki cara yang beragam disetiap kampung atau kecamatan di Kabupaten Muna. Tata cara yang akan penulis uraikan disini adalah tata pelaksanaan tradisi sariga yang umum digunakan. Tradisi ini biasa dimulai dari malam hari dan dilanjutkan pada pagi harinya. Adapun tata cara pelaksanaan tradisi ini pada malam hari adalah anak yang akan disariga terlebih dahulu dimandikan oleh orang tua/sesepuh kampung, dan diiringi dengan pukulan gong dan gendang sesuai dengan irama muna. Setelah dimandikan, anak tersebut dibaringkan sejenak diatas papan yang telah dipersiapkan, sebelumnya pepan tersebut dilapisi dahulu dengan pelepah pohon pinang (kulubhea ). Kemudian kepala sang anak disandar-sandarkan secara perlahan (dibanting-banting secara halus) oleh orang tua/sesepuh kampung pada papan yang telah dilapisi pelepah batang pinang tadi sesuai irama pukulan gong dan gendang sebanyak 7 (tujuh) kali ke kanan dan 7 (tujuh) kali ke kiri . Pada Pagi harinya, dilaksanakan kegiatan yang sama seperti pada malam harinya, yaitu anak yang akan disariga terlebih dahulu dimandikan oleh orang tua/sesepuh kampung, dan diiringi dengan pukulan gong dan gendang sesuai dengan irama muna. Setelah dimandikan, anak tersebut dibaringkan sejenak diatas papan yang telah dipersiapkan, sebelumnya papan tersebut dilapisi dahulu dengan pelepah pohon pinang (kulubhea ). Kemudian kepala sang anak disandar-sandarkan secara
  • 12. 11 11 perlahan (dibanting-banting secara halus) oleh orang tua/sesepuh kampung pada papan yang telah dilapisi pelepah batang pinang tadi sesuai irama pukulan gong dan gendang sebanyak 7 (tujuh) kali ke kanan dan 7 (tujuh) kali ke kiri . Setelah itu, anak-anak yang disariga diberi pakaian muna yang dilengkapi dengan pengikat kepala bagi laki-laki serta mereka didandani seelok/secantik mungkin. Bagi batita cukup diberi pakaian yang menarik. Apabila sang anak telah didandani sedemikian rupa maka ia dibawa ketempat keluarga sang anak berkumpul untuk didoakan bersama dengan imam (modhi) kampung. Pada saat sang anak didoakan oleh imam (modhi) kampung biasanya keluarga/orang tua anak tersebut menyediakan dupa/menyan* (saat ini agar lebih praktis banyak yang menggunakan lilin) serta sesajen berupa bahan makanan yang diletakkan diatas nampan dan ditutup dengan penutup berupa kain putih. Pada saat sang anak telah selesai didoakan, seseorang dari kelurganya (ayah/paman/sepupu) menunggunya diluar untuk memikulnya dibahu kemudian diarak keliling kampung. Biasanya sang anak dibawa menuju kearah timur sampai ketempat yang telah ditentukan diiringi dengan pukulan gendang dan gong serta tari- tarian suku Muna. Pada saat mulai mengarak biasanya didahului dengan para pesilat muna yang menunjukan kebolehannya dalam adu silat bersenjata tajam menggunakan parang (ewa wuna). Setelah tiba ditempat tujuan yang telah ditetapkan, sang anak diarak kembali kerumah. Sambil menunggu arakan selesai, keluarga sang anak yang disariga menyiapkan sebatang pohon pisang yang telah ditancapkan di halaman rumah. Dibawah pohon pisang disiapkan pula keranjang buah untuk diletakkan mafu dan pucuk bunga kelapa (ba nsa). Disamping keranjang tersebut disusun rapih gerabah tanah (nuhua wite), pelepah kelapa, dan sebatang tebu yang masih berdaun. Setelah tiba di rumah, satu dari para pesilat yang terdiri dari 4 orang memisahkan diri dari kelompoknya. Salah satu pesilat ingin menjaga pohon pisang dihalaman rumah sang anak dan yang lainnya ingin mencuri dan momotong pohon pisang tersebut. Akhirnya, satu dari ketiga pesilat yang ingin memotong pohon pisang yang dimaksud bertarung dengan yang menjaganya menggunakan senjata
  • 13. 12 12 tajam berupa parang/golok. Pertarungan mereka mengikuti irama pukulan gong. Irama pukulan gong yang dilakukan oleh pemukul gong tidak sembarang, apabila pemukul gong memukul dengan irama yang salah maka salah satu dari pesilat yang bertarung akan terluka parah terkena sabetan senjata tajam/parang. Sebelum memukul gong untuk pertarungan pesilat tersebut pemukul gong membaca mantra- mantra. Pertarungan akan berhenti apabila ada dua pesilat lainnya berhasil memotong batang pisang tersebut. Pertarungan silat tersebut dapat pula menjadi hiburan bagi anak yang disariga ataupun para penonton dari keluarga besar orang tua anak yang disariga. Biasanya para penonton akan bersorak ketika batang pohon pisang berhasil dipotong/ditebas dengan menggunakan parang oleh salah seorang pesilat Setelah batang pisang berhasil dipotong/ditebas oleh pesilat, anak yang akan disariga, dibanting-bantingkan pantatnya sebanyak tiga kali diujung potongan tersebut. Tiap bantingan mengikuti irama pukulan gong Tujuan membanting banting pantat anak pada ujung potongan tersebut adalah untuk menghilangkan katutura atau penyakit yang tidak dinginkan pada anak, biasanya untuk menghindarkan atau mengobati anak dari penyakit kulit seperti kudis. Setelah rangkaian prosesi tersebut anak-anak yang disariga dilemparkan uang atau hadiah tertentu oleh keluarga sebagai tanda berakhirnya prosesi sariga. Saat ini tradisi sariga banyak ditinggalkan oleh masyarakat muna . Salah satu penyebab ditinggalkannya tradisi ini adalah kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah untuk menjaga budayanya akibat pengaruh moderenisasi dan globalisasi. Selain itu, dari tinjauan bahwa tradisi ini dapat mengobati/mencegah penyakit kulit hanya dianggap sebagai sebuah mitos belaka yang tidak terbukti secara medis. Namun bagi para orang tua yang rata-rata kelahiran tahun 50 an tradisi ini masih dianggap merupakan tradisi sakral dan apabila ada anak atau cucu mereka yang terkena penyakit kulit cara yang efektif untuk menyembuhkan penyakit kulit anak- anak mereka atau cucu-cucu mereka adalah tradisi sariga. Tradisi ini masih dapat kita jumpai di daerah Tongkuno atau Wakuru, Kabupaten Muna.
  • 14. 13 13 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Tradisi sariga merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh suku Muna yang memiliki makna agar anak kelak tidak menjadi manusia durhaka, yang melupakan orang tua dan Tuhannya, namun menjadi anak-anak shaleh dan tetap berbakti serta menghormati kedua orang tuanya. Pelaksanaan tradisi ini melalui tahapan membentur-benturkan kepala anak yang akan disariga pada selembar papan yang telah dilapisi pelepah pohon pinang sebanyak 7 kali, pada malam dan pagi hari. Makna membanting-banting kepala, yaitu agar anak selalu taat pada perintah orang tua atau tidak durhaka kepada orang tua. Namun saat ini tradisi sariga mulai ditinggalkan, akibat tergerus arus arus moderenisasi dan globalisasi. 4.2. Saran Penyusun berharap agar para pembaca dapat mengetahui tradisi-tradisi yang ada di Kabupaten Muna. Selain itu penyusun berharap masyarakat Muna paling tidak dapat menjaga atau menjalankannya, agar tradisi tersebut tidak ditinggalkan atau tidak akan punah dengan sendirinya. Oleh karena itu mari kita jaga tradisi ini sebagai salah satu unsur kebudayaan Indonesia.
  • 15. 14 14 Daftar Pustaka BPS. 2010. Kebupaten Muna dalam Angka. Kendari: Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara. Coppenger, Caleb. 2012. Misteri Kepulauan Buton: Menurut Sesepuh dan Saya (dalam terjemahan Doreen Widja yana ). Jakarta: Adonai Couvreur, J. 2001. Seja rah dan Kebudayaan Kerajaan Muna (dalam terjemahan Rene van den Berg). Kupang: Artha Wacana Press. Fariki, La. 2009. Mengapa Perempuan Buton dan Muna dipingit. Kendari: Komunika. .2009. Pusaka Moral dari Pulau Muna. Kendari: Komunika. .2010. Sistem Pendidikan Toba pada Masyarakat Buton dan Muna . Kendari: Komunika. Keesing, Roger M. 1981. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer (dalam terjemahan Guna wan Samuel). Jakarta: Erlangga. Koentjaraningrat. 2010. Manusia dan Kebudayaa n di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Muharto. 2012. Wuna Barakati: Antara Falsafah dan Realitas. Jogjakarta: Indie Book Corner. Soemardjan, Selo. 1993. Masyara kat dan Manusia dalam Pembangunan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Wikipedia. 2013. Tradisi. http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi. Wikipedia. 2013. Tradisi Sariga. http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi_Sariga.