AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
Logika deduktif, induktif dan kebanaran
1. Astri Anto
NIM: 217040101111010
Resume logika deduktif dan induktif serta kebenaran
1. Logika deduktif dan Induktif
Penalaran adalah proses berfikir yang membuahkan pengetahuan (Suriasumantri,
2013 hal 46). Karena manusia adalah makhluk yang mengembangkan pengetahuan
dengan cara bersungguh-sungguh, dengan pengetahuan ini dia mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Penalaran juga merupakan kemampuan berfikir
cepat, tepat dan mantap. Selain itu penalaran merupakan proses berfikir dan menarik
kesimpulan berupa pengetahuan.Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau
proses penarikan kesimpulan dilakukan menurut cara tertentu yang disebut logika.
Nama logika untuk pertama kali muncul pada filusuf Cicero (abad ke -1 sebelum
Masehi), tetapi dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan
abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata ‘logika’
dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Disebut logika bilamana
ia secara luas dapat definisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara benar, yang
bermuara pada kesimpulan yang benar (Mustofa, 2016).
Selain itu kata logika diturunkan dari kata “logike” (bahasa yunani), yang
berhubungan dengan kata benda logos, suatu yang menunjukkan kepada kita adanya
hubungan yang erat dengan pikiran dan kata yang merupakan pernyataan dalam bahasa.
Jadi, secara etimologi, logika adalah ilmu yang mempelajari pikiran melalui bahasa.
Logika juga bisa dikatakan penarikan kesimpulan dari apa yang dianggap benar dari suatu
proses penalaran.
logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat.
Agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta
menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Logika itu adalah cara berpikir manusia
yang disusun berdasarkan pola tertentu. Berpikir adalah objek material logika. Berpikir
disini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir, manusia ‘mengolah’,
‘mengerjakan’ pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan ‘mengolah’ dan
‘mengerjakannya’ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan,
serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
2. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai
dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, maka dilakukan
penelaahan yang seksama hanya terhadap dua jenis penarikan kesimpulan yakni logika
induktif dan logika deduktif.
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus, selain itu metode deduksi ialah cara penanganan
terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang
bersifat umum. Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas
penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu
kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut
bentuk saja.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir yang
dinamakan silogismus. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang
kemudian dapat dibedakan sebagai permis mayor dan permis minor. Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua permis
tersebut. Logika deduktif membicarakan cara-cara untuk mencapai kesimpulan-
kesimpulan bila lebih dahulu telah diajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau
sejumlah ini di antara suatu kelompok barang sesuatu. Kesimpulan yang sah pada suatu
penalaran deduktif selalu merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pertnyaan-
pertanyaan yang lebih dahulu diajukan. Pembahasan mengenai logika deduktif itu sangat
luas dan meliputi salah satu di antara persoalan-persoalan yang menarik.
Contoh membuat silogismus deduksi sebagai berikut: Semua makhluk hidup
memerlukan udara: (Premis mayor); Dewi adalah makhluk hidup (Premis minor); jadi
Dewi memerlukan udara (Kesimpulan). Kesimpulan yang diambil bahwa si Dewi
memerlukan udara adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditasrik
secara logis dari dua permis yang mendukungnnya. Pertanyaan apakah kesimpulan itu
benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar.
Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara
penarikan kesimpulannya adalah tidak sah.Dengan demikian maka ketepatan penarikan
kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis
minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan.
3. Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik kesimpulan umum dari berbagai
kasus yang bersifat individual. Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik
kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala
yang bersifat umum atau universal. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini
bertolak dari kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan statemen
yang bersifat komplek dan umum (Mustofa, 2016). Logika induktif merupakan suatu
ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus
sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Kesimpulan yang bersifat
umum ini penting artinya sebab mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang pertama
ialah bahwa pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi
yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Umpamanya kita mempunyai fakta
bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa,
kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan –kenyataan ini kita dapat menarik
kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang mempunyai mata.
2. Kebenaran
Bilamana mendengar atau membaca kata logika, riset, dan kebenaran secara
terpisah-pisah, dalam pikiran kita akan terbentuk konsep yang terpisah antara ketiga
materi tersebut. Sebetulnya, kalau dipikir berdasarkan telaah reduksionisme-parsinomi,
yaitu suatu tinjauan terhadap hubungan antar-hal dengan jalan menelusuri sampai pada
bagian yang paling kecil, atau proses pengkajian secara mendalam (diepte), ternyata
antara ketiga materi di atas terdapat hubungan yang hakiki. Tanpa kegiatan riset, tidak
akan pernah ditemukan kebenaran, dan kegiatan riset ini hanya bisa dilakukan karena
manusia pada hakikatnya mempunyai logika (Nyoman, 2011).
Pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pengalaman sehari-hari dan didukung oleh
metode mencoba-coba (trial and error). Kadangkala suatu pengetahuan muncul dari
pengalaman yang bersifat kebetulan. Hanya saja himpunan pengetahuan ini belum
disistematisasi dan diorganisasi, sehingga belum merupakan suatu ilmu. Perlu disadari
bahwa pengetahuan berdasarkan akal sehat merupakan ajang telaah yang sangat penting
bagi filsafat dan ilmu dalam mencari kebenaran.
4. Penelitian merupakan applied dari suatu tataran keilmuan dalam hal memecahkan
suatu persoalan. Simpulan-simpulan dari suatu penelitian merupakan base of phylosophy
bagi science development. Simpulan dalam suatu penelitian dapat dianggap sebagai
kebenaran yang bersifat tentatif. Hal ini disebabkan oleh sepanjang belum ada bukti yang
menyangkal kebenaran simpulan tersebut, maka simpulan yang dihasilkan dalam suatu
kegiatan riset tetap diakui sebagai suatu kebenaran. Namun begitu, ada peneliti lain yang
memverifikasi suatu simpulan penelitian, dan melaporkan data yang tidak mendukung
simpulan yang bersangkutan, maka gugurlah simpulan itu. Inilah merupakan bukti bahwa
kebenaran suatu pernyataan tidak bisa bertahan selamalamanya (abadi), kebenaran itu
selalu berubah, dan yang kekal (tidak berubah) adalah perubahan itu sendiri.
Kebenaran yang diperoleh melalui penelitian terhadap fenomena yang fana adalah
suatu kebenaran yang telah ditemukan melalui proses ilmiah, karena penelitian tersebut
dilakukan secara ilmiah. Sebaliknya, banyak juga kebenaran terhadap fenomena yang
fana tidak melalui proses penelitian. Umpama, suatu kebenaran ilmiah dapat diterima
dikarenakan oleh tiga hal, yaitu: adanya koheren, adanya korespondensi, dan adanya
pragmatis. Di sini makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna kebenaran
keilmuan (ilmiah). Kebenaran ini tidak mutlak dan tidak samad (langgeng), melainkan
bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif), dan hanya merupakan pendekatan.
1. Teori kebenaran koherensi. Suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan
tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Misalnya, suatu pernyataan bahwa Nadya Hutagalung akan mati dapat dipercaya, karena
pernyataan tersebut koheren dengan pernyataan semua orang akan mati. Kebenaran
matematika misalnya, didasarkan atas sifat koheren, karena dalil matematika disusun
berdasarkan beberapa aksioma yang telah diketahui kebenarannya lebih dahulu. Sebagai
contoh, resapilah deduksi matematika berikut! Jika a = b, b = c, maka a = c. Menurut
Suriasumantri (2013, hal 57), matematika ialah bentuk pengetahuan yang penyusunannya
dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun di atas
beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar, yakni aksioma. Dengan
mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema. Di atas teorema, maka
dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu
sistem yang konsisten. Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
5. mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid
dalam menyusun ilmu ukurnya.
2. Teori kebenaran korespondensi. Salah satu dasar untuk mempercayai
kebenaran adalah sifat korespondensi yang diprakarsai oleh Bertrand Russel (1872-
1970). Suatu pernyataan dianggap benar, jika materi pengetahuan yang terkandung dalam
kenyataan tersebut berhubungan atau mempunyai korespondensi dengan objek yang
dituju oleh pernyataan tersebut. Pernyataan bahwa ibukota Provinsi Daerah Istimewa
Aceh adalah Banda Aceh adalah benar, karena pernyataan tersebut mempunyai
korespondensi dengan lokasi atau faktualisasi bahwa Banda Aceh memang ibukota
Provinsi Aceh. Jika orang mengatakan bahwa ibukota Republik Indonesia adalah Kuala
Lumpur, maka orang tidak akan percaya, karena tidak terdapat objek yang mempunyai
korespondensi dengan pernyataan tersebut. Secara faktual, ibukota Republik Indonesia
adalah Jakarta, bukan Kuala Lumpur. Sifat kebenaran yang diperoleh dalam proses
berpikir secara ilmiah umumnya mempunyai sifat koherensi dan sifat korespondensi.
Berpikir deduktif adalah menggunakan sifat koheren dalam menentukan kebenaran,
sedangkan berpikir secara induktif, peneliti menggunakan sifat korespondensi dalam
menentukan kebenaran.
3. Teori kebenaran pragmatis. Kebenaran lain dipercaya karena adanya sifat
pragmatis. Dengan perkataan lain, bahwa suatu pernyataan dipercaya benar karena
pernyataan tersebut mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan. Suatu pernyataan atau
simpulan dianggap benar, jika pernyataan tersebut mempunyai sifat pragmatis dalam
kehidupan sehari-hari. Teori kebenaran dengan sifat pragmatis ini dicetuskan oleh
Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang
berjudul ‘How to Make Our Ideas Clear’. Teori ini kemudian dikembangkan oleh
beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang
menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini
di antaranya adalah William James (1842- 1910), John Dewey (1859-1952), George
Herbert Mead (1863-1931), dan C.I. Lewis. Bagi seorang pragmatis, maka kebenaran
suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional
dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
Sekiranya ada orang yang menyatakan sebuah teori X dalam pendidikan, dan dengan teori
6. X tersebut dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori
itu dianggap benar, sebab teori X ini adalah fungsional dan mempunyai kegunaan-
kegunaan.
Teori kebenaran pragmatis mensintesiskan pandangan teori kebenaran koherensi
dan korespondensi. Hal ini disebabkan oleh teori kebenaran pragmatis mengakui adanya
kebenaran (realitas) dalam bentuk fakta-fakta yang diperoleh melalui pengalaman,
prinsip-prinsip yang didapat dari logika murni, dan nilai-nilai. Kebenaran setiap
pernyataan, filsafat, ideologi, teori, dan sebagainya harus diuji dari tiga kriteria, yaitu: 1)
practical consequences, 2) usefulness, dan 3) workability.
Berdasarkan uraian mengenai teori kebenaran, dapat diinferensikan bahwa antara
riset dan kebenaran terdapat hubungan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh hasil dari
analisis data yang menerima hipotesis sebetulnya merupakan derivat dari penalaran
deduktif dan penalaran induktif, akan dapat ditinjau kebenarannya melalui teori
kebenaran pragmatis. Hipotesis yang diturunkan dari penalaran deduktif kebenarannya
akan dapat dikaji lewat teori kebenaran koheren, dan verifikasi data yang diturunkan
melalui penalaran induktif, kebenarannya akan dapat dikaji lewat teori kebenaran
korespondensi.
Sumber Pustaka
https://ikamakoto.wordpress.com/kuliah-ku/filsafat-ilmu/c-penalaran-logika-deduktif-
induktif-dan-metode-ilmiah/
Kertayasa, I Nyoman. 2011. Logika, Riset dan Kebenaran. WIDYATECH Jurnal Sains
dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011.
Mustofa, Imron. 2016. Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar
Penalaran Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6,
Nomor 2, Juli-Desember 2016.
Suriasumantri, Jujun S. 2013. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.