1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KEBUTUHAN
AKTIVITAS AKIBAT PATOLOGIS SISTEM PERSARAFAN
PADA TRAUMA MEDULA SPINALIS
Muhammad Ardi
2. • Mekanisme terjadinya:
– Fraktur vertebra/dislokasi
– Luka penetrasi
– Perdarahan epidural/subdural
– Trauma tidak langsung
– Trauma intramedular/kontusio
• Whiplash injury: gerakan tiba-tiba hiperekstensi kemudian
diikuti hiperfleksi servikal menyebabkan cedera jaringan
lunak spinal, tidak ada kerusakan pada medula spinalis
3.
4. Sebuah kaskade kejadian patofisiologis kompleks yang
berhubungan dengan radikal bebas, edema vasogenik dan
penurunan aliran darah meningkatkan kerusakan.
Oksigenasi yang normal, perfusi yang baik dan
keseimbangan asam basa diperlukan untuk mencegah
kerusakan yang berlanjut pada cedera medula spinalis
Degenerasi medula spinalis pada tingkat cedera bersifat
reversibel 4-6 jam setelah cedera.
5. • Tujuan pengobatan:
– Menjaga sel yang masih hidup agar terhindar dari kerusakan
berlanjut
– Eliminasi kerusakan akibat proses patogenesis sekunder
– Mengganti sel saraf yang rusak
– Menstimulasi pertumbuhan akson dan koneksitas
– Memaksimalkan penyembuhan neurologis
6. Pengkajian
• Riwayat :
– Tentukan mekanisme cedera selain laporan
dari profesional pra hospital
– Tanyakan keluarga atau significant other (SO)
atau saksi tentang situasi disekitar cedera.
– Jika pasien berada di kendaraan, tentukan
kecepatan dan jenis kendaraan, apakah
terkendali, posisi pasien di dalam kendaraan,
dan jika terlempar bagaimana dampaknya.
7. – Jika pasien jatuh, jarak/ketinggian perlu
diketahui saat pengkajian awal.
– Komponen kunci pasien yang dicurigai SCI
(Spinal cord injury) akut adalah informasi
tentang fungsi motorik dan sensorik pasien
8. • Pemeriksaan Fisik
– Kaji pasien sesegera mungkin setelah cedera
– Kaji fungsi neurologis termasuk GCS dan
refleks pupil
– Survey primer biasanya memerlukan waktu
30 detik fokus pada A, B, C dan stabilisasi
tulang servikal untuk mencegah SCI inkomplit
menjadi komplit
9. – Survey sekunder, menilai head to toe lengkap
– Dalam 48 jam pertama, survey tersier
dilakukan untuk menemukan cedera ringan
yang mungkin terlewatkan selama initial
assessment
– Kaji level cedera pasien
10. Grade Tipe Gangguan Medula Spinalis ASIA/IMSOP
A Komplit Tidak ada fungsi sensorik dan motorik sampai S4-S5
B Inkomplit Fungsi sensorik baik tapi motorik terganggu sampai segmen S4-
S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, kekuatan otot-otot
motorik utama <3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, kekuatan otot-otot
motorik utama >3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal
ASIA: American Spinal Injury Association; IMSOP: International Medical Society of Paraplegia
11. • Gunakan pinprick untuk menilai setiap
dermatom.
• Periksa rectum untuk menilai apakah SCI
komplit atau inkomplit. Tonus spinkter
normal mengindikasikan SCI inkomplit.
• Kaji kekuatan otot pasien untuk
menentukan level cedera
12.
13.
14. • Kaji tanda syok neurogenik yang biasanya
terjadi dalam waktu 30-60 menit setelah
cedera ketika saraf simpatik kehilangan
koneksi normal ke susunan saraf pusat.
• Tanda yang perlu diperhatikan termasuk
penurunan heat rate (denyut jantung dan
hipotensi). Tekanan darah sistolik <90
mmHg
15. Diagnosis Keperawatan
• Bersihan jalan napas tidak efektif
• Risiko syok
• Risiko/gangguan integritas
kulit/jaringan
• Konstipasi
• Retensi urine
• Gangguan mobiitas fisik jika
pasien sudah mobilisasi/tidak
immobilisasi
Respirasi
Sirkulasi
Keamanan
dan proteksi
Eliminasi
Aktivitas
16. Intervensi
• Intervensi keperawatan paling kritis untuk
pasien dengan SCI akut adalah
mempertahankan jalan nafas,
pernapasan, dan sirkulasi.
• Pertahankan servikal alignment dan
immobilisasi
• Komplikasi yang mengancam adalah
disrefleksia otonom
17. • Disfungsi ini dapat terjadi setelah fase akut dan
ditandai dengan respon hipersimpatis terhadap
beberapa rangsangan biasanya ditemukan pada
pasien dengan SCI di atas level T8
18. Faktor Presipitasi Manifestasi Klinik
Distensi kandung kemih atau infeksi saluran
kemih
Distensi usus
Ulkus tekan
Tromboflebitis
Gastric ulcers, gastritis
Emboli paru
Menstruasi
Pakaian ketat
Nyeri
Aktivitas seksual; ejakulasi
Manipulasi bowel atau badder
Spastis
Paparan panas atau dingin
Hipertensi paroksismal
Berdebar-debar
Sakit kepala
Penglihatan kabur
Bradikardia
Diaforesis di atas level cedera
Piloereksi
Hidung tersumbat
Mual
Dilatasi pupil
19. • Deep vein thrombosis juga dapat terjadi,
gunakan alat kompresi
• Periksa tonjolan tulang yang dapat
mengalami luka tekan
• Latihan ROM mencegah kontraktur dan
wasting otot yang berat
• Beberapa pasien mungkin memerlukan splint
untuk ekstremitas atas dan bawah untuk
mencegah fleksi kontraktur dan footdrop
20. • Cegah infeksi saluran kemih dengan kateter
intermitten sejak awal.
• Protokol bervariasi, tetapi kebanyakan
dimulai dengan kateterisasi setiap 4 jam.
• Pantau volume urin sisa; bila kurang dari 400
mL, kateterisasi bisa dilakukan setiap 6 jam.
Catat jumlah urin yang dikeluarkan
• Sebelum kateterisasi, bantu pasien dalam
mengosongkan kandung kemih dengan
metode Crede
21. • Jika pasien tidak memiliki peristaltik usus,
berikan supositoria bisocodyl (Dulcolax).
• Jika pasien adalah NPO (puasa), berikan
bisocodyl setiap malam.
• Stimulasi digital dilakukan bersama
dengan program bowel.
• Status volume cairan adekuat penting
untuk keberhasilan program bowel dan
bladder
22. • Jika pasien dijadwalkan untuk pulang, ajarkan
pasien dan keluarga tentang rekomendasi
aktivitas dan latihan.
• Jelaskan bagaimana mengenali tanda dan gejala
infeksi atau tingkat kesadaran yang memburuk.
• Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
nama, dosis, tindakan, dan kemungkinan efek
samping dari obat yang diresepkan.
• Pastikan pasien dan keluarga mengetahui jadwal
follow-up