1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KEBUTUHAN
AKTIVITAS AKIBAT PATOLOGIS SISTEM PERSARAFAN
PADA STROKE
2. Stroke Trombosis :
berkembangnya aterosklerosis
Stroke Emboli :
Embolus yang berasal dari
bagian tubuh yang lain
Ruptur pembuluh darah akibat :
1. Aneurysma
2. Arteriovenous Malformation
3. Hypertensi
PATOFISIOLOGI
3. • Autoregulasi serebrovaskular: 50-60 ml/100 gr
jaringan otak/menit dengan Mean Arterial Pressure
(MAP) 50-150 mmHg.
• stenosis vaskular atau oklusi menyebabkan
mekanisme kompensasi berupa vasodilatasi
• Defisit neurologis terjadi ketika aliran darah serebral
berada pada ambang iskemik kritis (kira-kira 20
ml/100 gr/menit)
4. • Jika terjadi penurunan aliran darah dibawah
ambang infark (kira-kira 8-10 ml/100
gr/menit) menyebabkan tidak adanya proses
metabolik sel diikuti kerusakan jaringan
6. ASUHAN KEPERAWATAN
• PENGKAJIAN
– Anamneses
• Tanyakan riwayat aktivitas pasien ketika terjadi stroke.
– Stroke iskemik sering terjadi saat tidur, sedangkan
stroke hemorrhagik sering terjadi saat aktivitas.
– Tanyakan pada pasien dan keluarga bagaimana
gejala dirasakan. Gejala stroke emboli dan
hemoragik terjadi secara tiba-tiba, sedangkan
stroke trombosis umumnya berkembang secara
bertahap
7. • Selama anamneses, observasi tingkat kesadaran, kaji
gangguan memori dan kesulitan berbicara.
8. • Tanyakan riwayat penyakit seperti cedera kepala,
diabetes, hipertensi, penyakit jantung, anemia, obesitas
dan nyeri kepala.
• Tanyakan tentang penggunaan obat-obatan baik yang
diresepkan maupun yang dibeli sendiri.
– Antikoagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat ilegal
mengandung ephedra atau produk herbal yang
mempengaruhi pembekuan darah
9. • Lengkapi riwayat sosial termasuk pendidikan,
pekerjaan, aktivitas kejang, kebiasaan
(merokok, diet, aktivitas, penggunaan obat
dan alkohol)
10. – Pemeriksaan Fisik
• Pengkajian Neurologis
– Hasil pengkajian neurologis tergantung pada luas
dan lokasi iskemik dan arteri yang dipengaruhi
• Perubahan Kognitif
–Tingkat kesadaran dapat bervariasi
tergantung pada besarnya peningkatan TIK
oleh luas dan lokasi stroke.
–Bervariasi akibat hipoksemia atau gangguan
metabolik
11. • Kaji penolakan terhadap penyakit, spasial atau
proprioseptif; gangguan memori, penurunan
kemampuan berkonsentrasi .
• Gangguan tersebut tergantung pada hemisfer yang
dipengaruhi :
– Lesi hemisfer kanan ditandai dengan paralisis pada
sisi kiri tubuh, defek lapang penglihatan kiri,
gangguan persepsi, peningkatan distraktibilitas,
perilaku impulsif, kurang kesadaran terhadap
defisit.
– Lesi hemisfer kiri ditandai dengan paralisis pada
tubuh bagian kanan, defek lapang pandang kanan,
afasia, perubahan kemampuan intelektual dan
perilaku lambat
12. – Perubahan Motorik
• Hemiplegia atau hemipareses kanan mengindikasikan
stroke mempengaruhi hemisfer serebral kiri karena
serabut saraf motorik menyilang dalam medula
sebelum masuk spinal cord dan perifer.
• Jika stroke di batang otak atau serebellum, pasien dapat
mengalami hemiparesis, kuadriparesis atau ataksia.
• Kaji adanya hipotonia (paralisis flaccid) dan hipertonia
(paralisis spastik)
• Hambatan ROM dan subluksasi bahu mudah terjadi
akibat flaccid atau spastik.
13. • Perubahan Sensorik
– Pengkajian sensori untuk mengevaluasi respon
terhadap sentuhan dan nyeri.
– Penurunan fungsi motorik biasanya terjadi
penurunan sensasi pada sisi tubuh yang
dipengaruhi
14. – Fungsi Saraf Kranial
• Kaji kemampuan mengunyah (NC V), kemampuan
menelan (NC IX dan X).
• Catat adanya paralisis fasial (NCVII), tidak adanya gag
refleks (NC IX) dan gangguan pergerakan lidah (NC XII).
• Pasien yang mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan makanan atau cairan berisiko mengalami
aspirasi pneumonia dan dapat mengalami konstipasi
akibat tidak adekuatnya intake cairan.
15. – Pengkajian Kardiovaskular
• Pasien stroke embolik terdapat murmur jantung,
disritmia dan hipertensi.
• Meskipun pasien datang dengan tekanan darah yang
tinggi, mempertahankan tekanan darah (150/100
mmHg) diperlukan untuk mempertahankan perfusi
serebral setelah stroke.
16. • Pengkajian Psikososial
– Kaji emosional labil khususnya stroke di lobus
frontal.
– Penting bagi perawat untuk menjelaskan kondisi
yang tidak terkontrol ke keluarga atau orang
terdekat.
17. • PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
– Peningkatan hematokrit dan Hb sering dihubungkan
dengan kompensasi tubuh terhadap kurangnya
oksigen di otak.
– Peningkatan sel darah putih mengindikasikan adanya
infeksi, kemungkinan endokarditis bakterial subakut,
atau reson fisiologis terhadap stress.
– Darah dalam CSF atau sel darah merah meningkat
dalam CSF mengindikasikan hemoragik subarachnoid.
20. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
• Terkait aktivitas :
– Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot
• Diagnosis lain :
– Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d edema serebral
– Ansietas b.d krisis situasional, perubahan kondisi fisik dan emosi
– Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
– Defisit perawatan diri total (hygiene, makan, berpakaian, dan
toileting) b.d kelemahan
– Gangguan menelan b.d gangguan serebrovaskular
– Risiko aspirasi d.d gangguan menelan
– Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d hipertensi, DM,
hiperkolesterol
– Risiko luka tekan d.d immobilisasi fisik
21. PERENCANAAN/IMPLEMENTASI
• Monitoring Tekanan Intra Kranial
– Pasien berisiko mengalami PTIK akibat edema
serebral, elevasi kepala tempat tidur 30 derajat.
– Pertahankan kepala dalam posisi midline, posisi
netral untuk menfasilitasi aliran balik vena dari
otak.
– Hindari fleksi leher dan pinggul yang dapat
meningkatkan TIK
– Monitor vital sign minimal setiap 4 jam, umumnya
pasien mengalami peningkatan ringan (150/100
mmHg) untuk mempertahankan perfusi serebral
yang adekuat.
22. • Terapi Obat
– Obat diresepkan tergantung jenis stroke dan
gangguang fungsi neurologis. Umumnya tujuan
terapi untuk mencegah trombosis, meningkatkan
aliran darah dan melindungi neuron
23. • Intervensi untuk gangguan mobilitas dan
defisit self care
– Perawat dan keluarga melakukan ROM passif
setiap 2-3 jam pada ekstremitas yang dipengaruhi.
– Anjurkan pasien melakukan ROM aktif
– Kerjasama dengan fisioterapist atau occupational
therapist tentang tekhnik saat berbaring, duduk
atau berpindah dari tempat tidur ke kursi.
24. – Komplikasi utama gangguan mobilitas fisik adalah
deep vein thrombosis (DVT), gunakan stoking,
ubah posisi dengan sering dan lakukan mobilisasi.
– Kaji adanya indikasi DVT, dokumentasikan dan
laporkan.
– Terapi rehabilitasi mengevaluasi kemampuan ADLs
dan persiapkan pemulangan.
26. Pendidikan Kesehatan untuk Pencegahan
Stroke Berulang
• Hipertensi
– Terapi antihipertensi
– Target penurunan tekanan darah tidak pasti dan
bersifat individu tetapi ada manfaat untuk
mencapai tekanan darah sistolik <140 mmHg dan
tekanan darah diastolic <90 mmHg
– Modifikasi gaya hidup.
27. Dislipidemia
• Guideline ADA
– Metformin terapi awal
untuk DM tipe 2
– Jika HT, Target TD
<140/90 mmHg
– Turunkan BB jika
overweight
– Kurangi natrium,
tingkatkan aktivitas fisik
– Multiple-drugs therapy
(Simvastatin)
Diabetes Melitus
28. Obesitas
Manfaat menurunkan
BB pasien TIA atau
stroke iskemik dengan
obesitas belum jelas
(Class IIb, Level of
Evidence C)
BMI Normal Asia: 18.5-22.9 kg/m2
29. Nutrisi
• Pasien riwayat stroke atau TIA
mengurangi asupan natrium
<2.4 gram perhari.
Pengurangan lebih hingga
<1.5 g per hari juga wajar dan
berhubungan dengan
penurunan tekanan darah
yang lebih besar.
30. • Inaktivitas Fisik
– Pasien yang mampu dan mau memulai untuk meningkatkan
aktivitas fisik, merujuk ke program yang berorientasi perilaku
direkomendasikan.
• Merokok
– Pemberi pelayanan kesehatan harus menyarankan setiap
pasien stroke atau TIA yang telah merokok untuk berhenti
– Anjurkan pasien untuk menghindari sebagai perokok pasif
– Konseling produk nikotin dan obat oral untuk menghentikan
merokok diketahui efektif untuk perokok.
• Alkohol
– Pasien dengan stroke iskemik sebelumnya atau TIA yang
pernah menjadi peminum berat harus menghilangkan atau
mengurangi konsumsi alcohol