2. Awal Berdirinya Perhimpunan
Indonesia
Perhimpunan Indonesia merupakan sebuah organisasi pergerakan Nasional yang
berpaham Nasionalisme. Berjuang untuk bangsa dengan beraktivitas di luar tanah air.
Perhimpunan Indonesia didirikan tahun 1908 oleh mahasiswamahasiswa Indonesia
yang belajar di negeri Belanda. Mereka antara lain: R.P Sosrokartono, R. Hoesein
Djajadiningrat, R.N Notosuroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan Saripada, Sumitro
Kolopaking, dan Apituley.
Perhimpunan yang pada mulanya bernama Indosische Vereniging merupakan
organisasi sosial yang bertujuan memperhatikan kepentingan bersama penduduk Hindia
Beleanda di negeri Belanda. Lama kelamaan muncul kepentingan politik di kalangan
mereka dan akhirnya corak perhimpunan ini berubah menjadi corak politik.
3. Kegiatan Awal
Kegiatannya pada mulanya hanya terbatas pada penyelenggaraan pertemuan sosial
dan para anggota ditambah dengan sekali-sekali mengadakan pertemuan dengan
orang-orang Belanda yang banyak memperhatikan masalah Indonesia, antara lain:
Mr. Abenendanon, Mr. van Deventer, dan Dr. Snouck Hurgronye.
Kedatangan 3 tokoh Indische Partiij ke negeri Belanda yang dibuang oleh pemerintah
kolonial (Cipto Mangunkusumo, R. M Suwardi Suryaningrat, E.F.E. Douwes Dekker)
segera mengubah suasana dan semangatIndische Vereeniging. Tokoh IP tersebut
membawa suasana politik ke dalam pikiran tokoh-tokoh Indische Vereeniging.
4. Udara politik itu lebih segar lagi setelah datangnya Comite Indie
Weerbaar (Panitia Ketahanan Hindia Belanda) yang dibentuk
oleh pemerintah kolonial, sebagai usaha untuk mempertahankan
Indonesia dari ancaman Perang Dunia I. Panitia ini terdiri
atas R.Ng. Dwijosewojo (BU), Abdul Muis (SI), dan Kolonel
RheMrev, seorang Indo-Belanda. Kedatangan tokoh-tokoh IP
dan Comite Indie Weerbaar tersebut, memberikan dimensi
pikiran baru bagi para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda.
Mereka bukan hanya dapat menuntut ilmu, tetapi juga harus
memikirkan bagaimana dapat memperbaiki nasib bangsanya
sendiri.
5. Perubahan Nama
Pada tahun 1912 Indische Vereeniging berganti nama
menjadi Indonesische Vereeniging dan akhirnya diubah lagi
menjadi Perhimpunan Indonesia (1924). Dengan perubahan
itu, terjadi pula perubahan dasar pikiran dan orientasi dalam
pergerakan mereka. Majalah mereka berganti nama
menjadi Indonesia Merdeka(1924). Terjadilah pergeseran cara
berpikir dan gerakan yang radikal, dengan tegas mereka
menginginkan Indonesia merdeka.
6. Perhimpunan Indonesia semakin tegas bergerak
memasuki bidang politik, terlihat dari asasnya yang
dimuat dalam majalah Hindia Poetra, Maret 1923,
yaitu “Mengusahakan suatu pemerintahan untuk
Indonesia yang bertanggungjawab hanya kepada
rakyat Indonesia semata-mata”. Hal yang demikian itu
hanya dapat dicapai oleh orang Indonesia sendiri,
bukan dengan pertolongan siapapun juga. Oleh
karena itu, segala jenis perpecahan harus
dihindarkan, supaya tujuan lekas tercapai.
7. HUT Perhimpunan Indonesia
Dalam rangka memperingati hari ulang tahunnya yang ke- 15, tahun 1924
mereka menerbitkan buku peringatan yang berjudul Gedenkboek. Buku ini
berisi 13 artikel yang ditulis oleh A.A. Maramis, Ahmad Soebardjo,Sukiman
Wiryosanjoyo, Mohammad Hatta, Muhammad Natsir, Sulaiman, R. Ng.
Purbacaraka,Darmawan Mangunkusumo, dan Iwa Kusumasumantri.
Buku ini ternyata mengguncangkan dan menghebohkan pemerintahan
Hindia Belanda. Setelah itu disusul lagi dengan dikeluarkannya pernyataan
yang keras dari pengurus PI di bawah pimpinan Sukiman Wirjosanjoyo
tentang prinsipprinsip yang harus dipakai oleh pergerakan kebangsaan untuk
mencapai kemerdekaan
8. Aksi para anggota PI semakin radikal. Pengawasan
terhadap gerakan mahasiswa Indonesia makin diperkuat
oleh aparat kepolisian Belanda. Namun para anggota PI
tetap melakukan kegiatan politiknya, bahkan mulai
menjalin hubungan dengan berbagai negara di Eropa
dan Asia. Konsepsi-konsepsi PI dan berita-berita tentang
berbagai kejadian di Eropa dikirim ke Indonesia melalui
majalah mereka, Indonesia Merdeka.
9. Kemunduran Perhimpunan Indonesia
Pada Juni 1927, PI dituduh menjalin hubungan dengan PKI untuk melakukan
pemberontakan sehingga diadakan penggeledahan terhadap tokoh-tokoh PI. Pada
September, 4 tokoh PI di negeri Belanda, ditangkap dan diadili. Mereka
adalah Mohammad Hatta, Natzir Datuk Pamoncak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul
Majid Joyodiningrat.
Mereka ditahan sampai tanggal 8 Maret 1928. Namun dalam pengadilan tanggal 22
Maret 1928 di Den Haag, mereka dibebaskan dari tuduhan karena tidak terbukti
bersalah.
Di masa krisis dunia tahun 1930, Perhimpunan Indonesia mengalami kemunduran dan
makin lama makin tidak terdengar lagi. Hal ini disebabkan terutama oleh banyaknya
tokoh Perhimpunan Indonesia yang kembali ke Indonesia. Sejak tahun 1930 juga,
majalah Indonesia merdeka dilarang masuk ke Indonesia.