Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Antara seni berperang ala sun tzu
1. 1 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
ANTARA SENI BERPERANG ALA SUN TZU, AKUNTANSI DAN
SUSTAINABILITAS ORGANISASI
Agung Budi Sulistiyo
agungbudisulistiyo@gmail.com
Jurusan Akuntansi Universitas Jember
PENDAHULUAN
Penelitian ini menjelaskan tentang korelasi antara konsep berperang Sun Tzu, akuntansi,
dan sustainabilitas organisasi. Karena hampir setengah abad perkembangan ilmu akuntansi
didominasi oleh paham positivistik yang mengagungkan keilmiahan, obyektivitas dan bebas
nilai, yang menjadikan dirinya sebuah “logosentrisme” dengan sistem pola pikir yang
mengklaim adanya legitimasi dengan referensi kebenaran universal dan eksternal (Rosebau,
1992). Konsep strategi berperang untuk menafsirkan paradigma non-mainstream dalam
mengembangkan riset dan keilmuwan akuntansi seperti yang dijelaskan dalam penelitian ini.
1. Kearifan muncul dari pemaknaan yang mendalam atas sebuah fenomena akuntansi
bukan sekedar pandangan sekilas tanpa melihat substansi
2. Situasi yang mapan dalam genemoni “penguasa akuntansi” sering melalaikan kita dari
jalan kebenaran, terbukapada kritik yang baik karena itu bisa mengembalikan pada
jalan yang benar
3. Realitas akuntansi yang utuh dibangun melalui kombinasi nilai-nilai kemanusiaan dan
nilai-nilai ketuhanan
4. Nilai-nilai spiritualitas mampu menghadirkan “spirit manusia” dalam diri akuntansi.
Selain itu, (Sahal, 1994) juga berpendapat bahwa logosentrisme cenderung bersifat totaliter
sehingga yang bukan pusat, yang partikular, yang lain, yang berbeda harus disubordinasikan
ke dalamnya. Ketidak seimbangan ini melahirkan ketidak puasan kubu non mainstream untuk
mendobrak hegemoni dan diktatoriasasi kaum positiv ini. Serta upaya mengembalikan
keseimbangan paradigmatik pada jalur riset akuntansi yang proporsional menyiratkan adanya
perang antar paradigma.
2. 2 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
PERANG PARADIGMA
Istilah perang paradigma yang dimaksudkan dalam penelitian ini yang berasal dari
terminologi perang ilmu (science war) yang pertama kali muncul sebagai wacana ilmiah Social
Text tahun 195 (Mulawarman, 2009). Riset akuntansi juga terdapat perang paradigma. (Chua,
1986) melakukan kritik atas klasifikasi paradigma ilmu sosial menurut Burrell dan Morgan
(1979) dan mengaitkan dengan tiga paradigma besar dalam ranah akuntansi yaitu positivistik,
interpretif dan kritis, (Sarantakos, 1993) menambahkan satu paradigma yaitu postmodernisme.
Terdapat gambaran bagaimana karakteristik dari paradigma mainstream dan beberapa
kritikan atas ketidakmampuan mengembangkan disiplin akuntansi yang membawa keadilan
dan kesejahteraan bagi para pelaku akuntansi itu sendiri yang selanjutnya dibahas di penelitian
yang dilakukan oleh peneliti.
WAJAH POSITIVISTIK “SANG MAINSTREAM”
Ilmu pengetahuan barat mengandung doktrin sekulerisme. Doktrin yang ingin
membebaskan ilmu pengetahuan dari belenggu agama. Paham ini menganggap agama akan
menghambat kemajuan ilmu pengetahuan, yang diawali revolusi ilmu pengetahuan di Eropa
Barat abad 16. Hal ini karena banyak kontradiksi antara ilmu pengetahuan dan agama, terutama
gereja, yang melahirkan perkembangan sekulerisme yang bersifat positivistik. Perspektif
positivistik menitik beratkan pada praktik sebagaimana adanya (menjawab pertanyaan what
is). Watts and Zimmerman (1986) menyatakan bahwa fungsi dari ilmu pengetahuan adalah to
explain hubungan antar variabel dan to predict kejadian di masa datang berdasarkan teori yang
telah ada.
Chua (1986) juga menjelaskan hakikat ilmu ontologi paradigma positivistik melihat
dunia sebagai realitas obyektif yang berada di luar diri manusia sebagai subjeknya. Adanya
objektivitas tersebut akan menjadikan ilmu pengetahuan yang bebas nilai dan bersifat
universal. Dua hal tersebut yang membuat ilmu pengetahuan berlandaskan positivistik menjadi
dominan dalam perkembangan peradaban manusia, khususnya pada ilmu sosial.
KRITIK ATAS PARADIGMA DALAM AKUNTANSI
Triyuwono (2006) menyatakan bahwa akuntansi modern tidak mampu merefleksikan
realitas non ekonomi yang diciptakan perusahaan. Harahap (2008) menyatakan beberapa hal
keterbatasan sebuah laporan keuangan akuntansi konvensional, 1) tidak mengakui keberadaan
Tuhan dan tidak percaya adanya pertanggung jawaban di akhirat, 2) tujuan laporan keuangan
3. 3 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
hanya untuk masyarakat Amerika yang se-idiologi, 3) laporan keuangan mayoritas dipakai oleh
perusahaan besar atau go publik, 4) tujuannya hanya untuk informasi akumulasi kekayaan, 5)
laporan keuangan bersifat historis, 6) bersifat umum, bukan melayani kepentingan pihak
khusus, 7) proses penyusunan bersifat taksiran dan pertimbangan subyektif, 8) hanya
melaporkan informasi yang material, 9) mangabaikan informasi kualitatif, 10) hasil penelitian
menunjukkan informasi akuntansi dalam menggambarkan nilai perusahaan hanya sekitar 15-
25%. (Triyuwono 2006) menjelaskan sifat egoisme sangat melekat pada akuntansi modern
sehingga terefleksi kedalam bentuk private costs/benefits dan berorientasi profit pada
kepentingan pemilik modal/ pemegang saham, sehingga mengabaikan pihak lain. Lebih lanjut
menurut Triyuwono kauntansi modern lebih bersifat materialistik sehingga memarjimalkan
nilai-nilai spiritualitas padahal manusia sebgaai perilaku akuntansi memiliki dua hal yakni
material dan spiritual.
Kondisi ini juga menyiratkan penerapan hukum universal dalam ekonomi mainstream
(termasuk akuntansi) memiliki potensi kuat untuk memberangus nilai-nilai lokal (local
wisdom) yang berlaku dalam masyarakat (Muhammad, 2008). Di sisi yang lain, adanya sifat
yang parsial ini melahirkan budaya masyarakat yang mengabaikan bilai-nilai etika, moralitas
dan keberagaman sosial maupun spiritualitas keagamaan (Sulistiyo, 2011)
THE “ART OF WAR” ALA SUN TZU SEBAGAI STRATEGI PERANG PARADIGMA
NON MAINSTREAM
Sun tzu adalah seorang jenderal ahli siasat perang yang hidup sekitar abad ke-6 SM.
Tulisannya yang terkenal berjudul Sun Zi bingfa (Sun Tzu’s Aart of War) yang mendiskripsikan
tentang filsafat militer Cina kuno, satu kalimatnya yang sangat terkenal adalah menang tanpa
bertempur. Penelitian ini ingin menganalisa dan menjelaskan bagaimana upaya para pelaku
akuntansi dan kelompok non mainstream dalam membongkar kungkungan kaum positivis
dengan menggunakan strategi Sun Tzu untuk mengembalikan posisi yang seimbang.
Konsep menang tanpa bertempur ini berarti memenangkan pertempuran tanpa
menyakiti, atau bahkan diharapkan suatu keadaan yang di mana tidak ada pihak yang merasa
dikalahkan dan mengalahkan. Semua merasa itu adalah win-win solution. Lawan dianggap
sebagai kawan yang dipahami keberadaannya, diberikan kritik dan nasihat supaya kembali ke
jalan yang benar, kemudian dirangkul dan mengajaknya untuk bersama-sama mengembangkan
ilmu pengetahuan dengan cinta dan kasih sayang tulus.
4. 4 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan telaah terhadap beberapa tulisan
ilmiah dari pakar akuntansi (di indonesia) yang representaif dan mewakili paradigmanya
masing-masing. Juga sedikit catatan diskusi dengan dua orang profesor akuntansi Indonesia
yang memahami betul “ruh” dari paradigma non mainstream ini. Diskusi berlangsung dalam
kuliah formal dari status peneliti sebagai seorang mahasiswa pascasarjana pada universitas
tempat kedua profesor tersebut mengajar.
BERPERANG DENGAN MEMAHAMI FENOMENA AKUNTANSI LEBIH DALAM
(CERMIN PARADIGMA INTERPRETIF)
Sebagai contoh, penelitian dari Ludigdo (2007) yang meneliti etika di kator KAP, dari
pemikiran kosong dari peneliti, menggunakan paradigma interpretive dengan pendekatan
ethnometodologi. Dengan hasil kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh akuntan dan KAP
dalam merespon lingkungan sosialnya yang memaksa informan dalam hal ini “Drs Madia
Subakti” mengkreasi bentuk lain dari etika akuntan. Membantu klien secara “de jure” telah
melanggar konsepsi independensi yang harus diterapkan oleh akuntan jika melakukan audit.
Dari penelitian diatas didapat dua penekanan pertama kompleksitas persoalan KAP dan
kedua pelanggaran konsepsi independen untuk membantu klien. Ludigdo (2007) melakukan
riset sarat nilai, kental dengan subjektivitas dan ada keterlibatan yang dalam antara peneliti dan
yang diteliti, yang tidak dilakukan hanya menggunakan selembar kuesioner. Maka dari itu riset
akuntansi yang bermakna harus melibatkan tiga hal, 1) aspek individu, 2) aspek organisasi, dan
3) konteks lingkungan dan sosiologis. Jika diteliti secara bersama akan memiliki makna
interpretatif yang mendalam (Sulistiyono, 2010b). Akhirnya kearifan muncul dai pemaknaan
yang mendalam atas sebuah fenomena akuntansi bukan sekedar pandangan sekilas tanpa
melibatkan substansi.
BERPERANG DENGAN MENAWARKAN KRITIK YANG MEMBANGUN (CERMIN
PARADIGMA KRITIS)
Penelitian akuntansi kritis yang diambil peneliti sebegai contohnya, penelitian yang
ditulis oleh Andrianto dan Irianto (2008) yang menggunakan rerangka Political Economy of
Accounting (PEA). Rerangka ini ditujukan untuk memahami sekaligus melakukan evaluasi atas
peran akuntansi dalam konteks tertentu baik dalam lingkungan maupun organisasi. Penelitia n
ini menggunakan persepktif PEA untuk menganalisis kinerja bank BUMN.
5. 5 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
Andrianto dan Irianto (2008) menyatakan bahwa terjadinya kesenjangan distribusi
pendapatan antar golongan dalam sebuah aktivitas ekonomi di Indonesia disebabkan oleh
kontribusi praktek akuntansi. Bahwa akuntansi modern berwajah kapitalistik telah
melegalisasikan “laba perusahaan” kepada para pemilik modal. Laba perusahaan seolah-olah
milik pemilik laba, bukan karyawan. Dalam studinya Andrianto dan Iriawan (2008) melakukan
kritik atas dominasi praktek akuntansi modern yang melegaslisasi kekayaan semata-mata untuk
para pemilik modal. Akuntansi yang benar tentunya harus berpijak pada “distribusi keadilan”
yang merata bagi semua pihak termasuk masayarakat di luar perusahaan.
Akhirnya kesimpulan peneliti bahwa situasi yang mapan dalam hegemoni “penguasa
akuntansi” sering melalaikan kita dari jalan kebenaran terbukalah apda kritik yang baik karena
seringkali itu dibutuhkan untuk mengembalikan kita pada jalan yang benar.
BERPERANG DENGAN PRINSIP SINERGI OPOSISI BINER (CERMIN
PARADIGMA POSMODERNISME)
Sinergi oposisi biner dapat dipahami sebagai upaya menempatkan dua hal yang
bertentangan dalam posisi yang sejajar dan saling melengkapi. Tindakan ini tidak berkeinginan
untuk menafikan dan meniadakan satud ama lain, tetpai menempatkan keduanya secara
sinergis. Esensi ajaran ini adalah “kemanunggalan” (unity) atas dua hal atau lebih yang berbeda
(Triyowono, 2006). Manunggaling Kawulo-Gusti pada dasarnya mensinergikan kawulo
dengan gusti, kemanunggalan sifat ini akan berimplikasi pada bentuk laporan keuangan
akuntansi yang mengedepankan epistemologi berpasanagan sehingga kemamouan akuntansi
untuk menggambarkan realitas bisnis yang utuh dapat tercapai.
Dalam gambar 1 digambarkan nilai-nilai tunggal yang melekat pada akuntansi
konvensional (modern) yang sejatinya melambangkan sesuatu yang berpasangan secara kodrati
di dunia ini.oleh karena itu nilai egoistik berpadu dengan sifat altruistik akan menghasilkan
wajah akuntansi yang bersifat egoistik-altruistik.
6. 6 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
Triyuwono (2006) merefleksikan filosofis berpasangan untuk menggambarkan realitas
akuntansi yang lebih utuh:
1. Salah satu kelemahan mendasar akuntansi modern terletak pada sifatnya yang egoistik.
Akuntansi menjadi kehilangan makna dan realitasnya, maka dari itu akuntansi juga
harus memiliki sifat altruistik yang menjadikan perilaku indivisu maupun perusahaan
lebih berbagi.
2. Akuntansi modern hanya hanya fokus terhadap dunia materi (gender maskulin) dan
sebaliknya mengabaikan dan menghilangkan dunia non materi (spiritual) yangbersifat
feminim.
Dalam epistemologi berpasangan merupakan sebuah konsep yang sudah tepat untuk
menggambarkan realitas akuntansi yang lebih utuh karena mencakup dua hal yang berbeda
tapi saling melengkapi. Kesetaraan menunjukkan tidak ada yang lebih superior dibandingkan
yang lainnya. Kedua pasangan tersebut bersifat saling melengkapi sehingga keberadaannya
memang dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik (Sulistiyono, 2010a).
BERPERANG DENGAN PRINSIP CINTA DAN KASIH SAYANG YANG TULUS
(CERMIN PARADIGMA NEO POSTMODERNISME)
Paradigma neo postmosmodernisme yang diambil dalam penelitian ini dari
Sukoharsono (2010) mengembangkan konsep Aksus yaitu Akuntabilitas Sustainbilitas
Berdimensi Spiritualitas. Konsep ini merupakan pengembangan dari model sebelumnya yakni
Sustainability Reporting yang dirancang oleh Global Reporting Initiative (GRI). Bangunan
nilai universitas yang berakar dari “holy spirit” tersebut didasarkan atas nilai kasih yang tulus
(merciful), cinta yang tulus (truthful love), kesadaran transedental, maupun melakukan
kontemplasi diri dan kejujuran. Sebuah bentuk pelaporan yang sangat menusiawi karena esensi
manusia diciptakan memiliki sifat material dan spiritual. Ketika kaum positif menyodorkan
laporan laporan akuntansi yang hanya berjiwa “material” maka aksus melengkapinya dengan
nilai spiritualitas untuk menghadirkan “jiwa manusia” dalam diri akuntansi. Nilai spiritualitas
mampu menghadirkan “spirit manusia” dalam diri akuntansi.
BEBERAPA CATATAN DISKUSI TENTANG AKUNTANSI DALAM PARADIGMA
NON MAINSTREAM
Kutipan catatan diskusi mewakili paradigma non mainstream “profesor Kitaro” dan
“Profesor Don Juan”. Percakapan peneliti dengan profesor Kitaro berinti pada paradigma
7. 7 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
mainstream dan non mainstream yang saling bertentangan, namun saling bersinergi satu sama
lainnya. Seperti siang dan malam, pria dan wanita. Tidak ada paradigma yang unggul diantara
satu dengan yang lainnya, karena masing-masing paradigma memiliki cirinya masing-masing
untuk menyesuaikan dengan riset akuntansi yang kita lakukan. Seorang yang multi memiliki
pandangan yang seperti burung (bird eyes) yang dapat melihat mangsanya dari segala sudut
pandang untuk kemudian menangkap dengan sudut pandang tertentu.
Percakapan peneliti dengan Profesor Don Juan bahwa akuntansi bukan hanya sekedar
financial, numeric dan tabel, bukan hanya akuntansi keuangan. Akuntansi lebih dari itu,
akuntansi tentang spiritualitas kejadian meta-fisik, cinta yang tulus dan dari holly spirit. Angka-
angka akuntansi lahir dari perilaku manusia, yang subjektivtas dan pertimbangan rasa dapat
mempengaruhi perkembangan ilmu akuntansi. Konsep keseimbangan paradigma dibutuhkan
untuk mengembangkan realitas akuntansi menjadi lebih utuh.
BANGUNAN STRATEGI BERPERANG ALA PARADIGMA NON MAINSTREAM
Membangun paradigma non mainstream, peneliti menggunakan konsep berperang
akuntansi dengan konsep berperang ala Sun Tzu. Memahami keberadaan lawan sebagai bentuk
“understanding”. Memberikan kritik yang baik sebagai cerminan “good criticizing”.
Merangkul sebagai “synergizing” dan membingakai dengan kasih sayang sebagai “truly
loving”.
no. Paradigma Non mainstream Strategi Berperang ala Sun Tzu
1 Interpretif berperang dengan memahami
fenomena akuntansi lebih
dalam
understanding
2 Kritis berperang dengan menawarkan
kritik yang membangun
good criticizing
3 Postmodernisme Berperang dengan prinsip
sinergi oposisi biner
Synergizing
4 Neo Postmodernisme Berperang dengan prinsip cinta
dan kasih sayang yang tulus
Truly Loving
Tabel 1. Relasi Interdependen Antara Paradigma Non Mainstream dan Strategi Perang Sun Tzu
INDIKASI KESEIMBANGAN PARADIGMA DAN UPAYA MENUJU
SUSTAINABILITAS
Perkembangan riset akuntansi non mainstream dapat terlihat dari perolehan best paper
di Simposium Nasional Akuntansi pada riset akuntansi non mainstream. Juga terbitnya Jurnal
Akuntansi Multiparadigma (JAMAL) di Universitas Brawihaya, Jurnal Reviw Akuntansi dan
8. 8 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
Keuangan Universitas Muhammadiyah Malang dan Jurnal Akuntansi Universitas Jember
(JAUJ).
Paradigma non mainstream tidak lagi dianggap sebelah mata tetapi diakui sebagai
penyeimbang bagi paradigma mainstream yang sama-sama memiliki kebenaran ilmiah untuk
bersinergi membangun “wajah” dan peradaban akuntansi menjadi lebih baik. Prinsip
sustainable tidaklah mendasarkan pada prinsip “seleksi alam” Charles Darwin. Peneliti
memaknai sustainable sebagai sebuah bangunan yang hanya bisa berdirid engan prinsip
memahami keberadaan diri serta mengejui keberadaan pihak lain termasuk menyadari
kekuatan dan kelemahan yang ada pada diri masing-masing. Jadi kunci menjaga keseimbangan
ilmu akuntansid alah dengan menjaga keseimbangan paradigma yang mainstream dengan
paradigma yang non mainstream.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari peneliti untuk penelitian ini bahwa selama berpuluh-puluh tahun
paradigma positivistik (mainstream) berkembang di riset akuntansi. Mereka menganggap
dirinya sebagai “the only paradigm”. Paradigma non mainstream datang untuk “menantang”
kebesaran sang mainstream. Perbedaan dalam paradigma bukanlah dianggap sebagai musuh
yang harus diperangi, tetapi suatu warn abaru yang mampu mencerahkan dunia riset akuntansi.
Sun Tzu dengan falsafah “menang tanpa bertempur” menjadi analisis yang tepat untuk
menggambarkan kondisi tersebut. Riset akuntansi yang dikembangkan bersama harus tanpa
harus sibuk mempertentangkan kebenaran paradigma masing-masing. Nilai-nilai filosofis
understanding, good criticizing, synergizing, dan truly loving menjadi elemen kunci membuka
pintu kerjasama dalam menciptakan keseimbangan paradigmatik. Dengan keseimbangan
paradigmatik diharapkan tercipta dunia akuntansi yang lebih berwawasan keadilan, kejujuran,
sustainable, dan selalu diwarnai dengan spirit pencerahan.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, J. dan G. Irianto. 2008. Akuntansi dan Kekuasaan: dalam konteks Bank BUMN
Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Burrell, G. dan G. Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organisational Analysis:
Elements of The Sociology of Corporate Life. Heinemann Educational Books London.
Chua, W.F. 1986. Radical Developments in Accounting Thought. The Accounting Review LXI
4: 601-32.
9. 9 |R e v i e w – B e r p e r a n g a l a S u n T z u
Geuss, R. 1981. The Idea of A Critical Theory: Habermas and The Frankfurt School.
Cambridge University Press New York.
Harahap, S. S. 2008. Kerangka Teori dan Tujuan Akuntansi Syariah. Edisi Satu. Pustaka
Quantum Jakarta.
Ludigdo, U. 2007. Paradoks Etika Akuntan. Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Muhammad, 2008. Paradigma, Metodologi dan Aplikasi Ekonomi Syari’ah. Penerbit Graha
Ilmu Yogyakarta.
Mulawarman, A. D. 2009. Science War dan Paradigma Ilmu: Refleksi Atas Pendekatan
Sosiologi dalam Ilmu Akuntansi. available online at: www.ajidedim.com/TazkiyahPerada-
ban/Accounting and Science War. Diakses tanggal 21 Oktober 2011.
Sahal, A. 1994. Kemudian, di manakah Emansipasi? Tentang Teori Kritis, Genealogi dan
Dekonstruksi. Kalam I: 12-22.
Sarantakos, S. 1993. Social Research. Macmillan Education Australia Pty Ltd South
Melbourne.
Sardar, Z. 2002. Thomas Kuhn dan Perang Ilmu. Penerbit Jendela Yogyakarta.
Sukoharsono, E. G. 2010. Metamorfosis Akuntansi Sosial dan Lingkungan: Mengkonstruksi
Akuntansi Sus- tainabilitas Berdimensi Spiritualitas. Antara Seni Berperang Ala Sun Tzu,
Akuntansi dan Sustainabilitas Organisasi…Pidato Pengukuhan Guru Besar FE Univ.
Brawijaya. Desember. Dipublikasikan.
Sulistiyo, A. B. 2010a. Memahami Konsep Kemanunggalan dalam Akuntansi: Kritik Atas
Upaya Mendekonstruksi Akuntansi Konvensional Menuju Akuntansi Syariah dalam
Bingkai Tasawuf. Jurnal Akuntansi Universitas Jember 8(1): 13-24.
…………………… 2010b. Memahami Para- digma Interpretivisme, Kritisisme, dan
Postmodernisme dalam Penelitian Sosial dan Akuntansi. Paper Tidak Di- publikasikan: 1-
23.
……………2011a. Peran Spiritualitas Keagamaan Bagi Akuntan dalam Lingkungan
Organisasi. Jurnal Review Akuntansi dan Keuangan 1(2): 127-139.
……………2011b. Mengungkap Makna Berpikir Multiparadigma (Sebuah Pendekatan
Etnografi-Antropologi Kognitif Imajiner). Paper Tidak Dipubli- kasikan: 1-10
Triyuwono, I. 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah. Edisi Satu. PT Raja
Grafindo Persada Jakarta.
Watts, R. L. and J. L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice Hall Inc.
Englewood Cliffs.