Dokumen membahas masalah degradasi moral akademik pada generasi milenial di Indonesia yang dianggap sebagai ancaman bagi cita-cita bangsa. Krisis moral terjadi karena pengaruh media dan tontonan tidak sehat yang mengubah pola pikir siswa, seperti perilaku kecurangan dan penurunan tata krama di sekolah. Masalah ini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak termasuk orang tua, guru, dan pemerintah unt
1. BAHAN DISKUSI KELOMPOK
Dewasa ini, generasi Y atau yang lebih dikenal dengan sebutan generasi milenial dituntut
menjadi agen perubahan untuk mengantarkan Indonesia menjadi negara maju. Generasi milenial
ini digadang-gadang sebagai penerus tonggak kepemimpinan bangsa ini. Begitu besar harapan
bangsa ini kepada mereka. Namun, terdapat satu permasalahan yang diindikasikan menjadi sebab
generasi milenial tidak dapat mewujudkan cita-cita bangsa tersebut.
Adalah krisis moral yang menjadi permasalahan bagi generasi Y. Sungguh lucu,
bagaimana tidak? Tayangan di televisi telah menggerus moral bangsanya sendiri. Sinetron dengan
adegan tidak senonoh banyak ditampilkan, tayangan bernuansa romansa telah menjadi idola. Berita
mengenai tindak kecurangan lainnya pun sudah jadi makanan sehari-hari, bahkan tontonan kartun
pun dilarang untuk ditayangkan.
Mirisnya, tontonan-tontonan tidak apik tersebut mengubah pola pikir generasi milenial dari
berbagai bidang kehidupan, salah satunya adalah bidang pendidikan. Degradasi moral akademik
telah merajalela, mulai lunturnya tata krama siswa hingga perilaku kecurangan akademik. Rentetan
kasus panjang tersebut semakin menambah sejarah kelam dunia pendidikan. Hal tersebut
menimbulkan satu pertanyaan besar. Siapa yang patut disalahkan?
Peristiwa-peristiwa tersebut menciptakan stigma buruk masyarakat terhadap dunia
pendidikan. Pendidikan dianggap gagal mendidik dan mencetak siswanya menjadi insan yang
mulia. Padahal, tenaga pendidik telah berupaya maksimal. Namun celakanya moral siswa memang
telah tergerus dan terdoktrin oleh berbagai pengaruh buruk dari luar.
Lunturnya nilai kesopanan dan tata krama siswa terhadap gurunya telah menjadi
permasalahan yang paling krusial saat ini, khususnya di Indonesia. Padahal guru merupakan figur
yang patut dihormati dan dihargai. Namun, sering kita jumpai siswa cenderung kehilangan etika dan
sopan santun di hadapan para gurunya. Contohnya melawan atau membantah gurunya ketika
diberikan nasihat. Bahkan, tak jarang ditemui kasus pembullyan siswa terhadap gurunya.
Dengan dalih “hanya bercanda” siswa dengan mudahnya mempermalukan gurunya
sendiri. Tak dapat dipungkiri jika terkadang guru dapat bertindak pula sebagai teman, namun itu
tidak seharusnya menghilangkan rasa hormat siswa terhadap gurunya. Tetapi kenyataannya,
semua itu bertolak belakang dengan realita yang ada.
Semboyan Tut Wuri Handayani yang getol dengan Ki Hajar Dewantara, seolah telah kehilangan
kekuatan magisnya dalam paradigma pendidikan. Hal lain yang patut disorot adalah perilaku
kecurangan akademik. Tentu saja hal tersebut bisa terjadi, pasalnya pendidikan saat ini telah
‘kehilangan jiwa’. ‘Kehilangan jiwa’ yang dimaksud adalah sistem pendidikan yang hanya
menekankan hasil akhir. Maka tak heran jika siswa saling berlomba-lomba mengejar nilai sempurna
meskipun dengan cara yang tidak wajar.
Plagiarisme di dunia pendidikan kini tengah membabi buta.
Praktik-praktik kecurangan yang marak dilakukan misalnya adalah membawa catatan kecil
saat ujian, menyontek teman ataupun menyalin hasil karya orang lain (plagiarisme). Oleh sebab itu
tak asing mendengar istilah penyebaran kunci jawaban saat Ujian Nasional (UN). Mirisnya,
fenomena orang tua yang rela ‘membeli’ nilai putra-putrinya agar menjadi rangking pertama sudah
menjadi rahasia umum.
Jika dibayangkan, hanya karena ingin mendapatkan nilai yang tinggi, begitu keraskah
usaha seseorang mendapatkannya walaupun dengan cara yang tidak benar? Memprihatinkan
memang, tetapi hal ini akan menjadi suatu budaya buruk yang selalu dilakukan jika sistem
pendidikan di Indonesia masih belum diluruskan. Tak hanya itu, pemikiran siswa yang hanya
berorientasi terhadap nilai pun harus dibenahi.
Kecurangan-kecurangan akademik tersebut membuat siswa menjadi tidak bertanggung
jawab, semakin malas, dan minder terhadap kemampuannya sendiri. karena mereka akan selalu
berpikir dengan mengandalkan contekan dan uang, permasalahan dapat diatasi dengan gampang.
Tetapi tidak sesepele itu, pemikiran tersebut berpotensi besar terhadap kualitasnya dan
karakter anak-anak yang digadang-gadang sebagai penerus tonggak kepemimpinan bangsa. Entah
hal apa yang telah merusak tatanan karakter generasi bangsa ini hingga krisis moral di dunia
pendidikan semakin terdegradasi.
Krisis moral siswa seharusnya menjadi tamparan keras bagi para orang tua serta tenaga
pendidik untuk lebih peduli tentang masalah ini. Diperlukan kontribusi dari berbagai pihak untuk
mengatasi permasalahan ini. orang tua sebagai pendidik di rumah, guru sebagai pengayom di
sekolah, serta pemerintah untuk terus membenahi kurikulum yang ada.
Pendidikan karakter bangsa juga harus gencar dicanangkan agar dapat menata
kompetensi moral siswa. Karena dengan moral dan perilaku yang apik, maka dapat menciptakan
insan-insan luhur yang pantas menjadi penerus generasi bangsa di masa yang akan datang.
Degradasi Moral Akademik Generasi Milenial, Salah Siapa?