PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
Roadmap Program SAPA
1.
ROAD
MAP
STRATEGIC
ALLIANCE
FOR
POVERTY
ALLEVIATION
2011-‐2015
2. A. Mukadimah
Permasalahan
kemiskinan
merupakan
problem
utama
yang
dihadapi
oleh
negara-‐
negara
berkembang
seperti
Indonesia.
Walaupun
secara
ekonomi,
pertumbuhan
ekonomi
yang
dicapai
selama
beberapa
dekade
cukup
tinggi,
namun
pertumbuhan
ekonomi
tersebut
belum
dapat
dinikmati
oleh
seluruh
lapisan
masyarakat.
Masih
banyak
masyarakat
di
Indonesia
yang
menghadapi
persoalan
dalam
pemenuhan
hak
dasar,
misalnya
dalam
penyediaan
pangan
yang
berkualitas
dan
terjangkau,
pelayanan
kesehatan,
penyediaan
sanitasi
dasar,
serta
berpartisipasi
dalam
pembangunan
yang
melibatkan
laki-‐laki
dan
perempuan
dalam
relasi
gender
secara
adil.
Permasalahan
kemiskinan
memang
bukan
hanya
disebabkan
oleh
penyebab
tunggal,
sebagaimana
yang
dianut
dalam
beberapa
paham
pemikiran
yang
menyederhanakan
penyebab
kemiskinan
karena
ketidakmampuan
secara
ekonomi.
Padahal
jauh
didalamnya,
persoalan
kemiskinan
menyimpan
sejumlah
penyebab
yang
bersifat
multidimensi
dan
saling
mengkait
dalam
arena
struktur
penyusunan
kebijakan,
budaya,
maupun
dalam
relasi
sosial
baik
pada
tingkat
ekonomi,
politik,
serta
sosial.
Problem
multidimensi
dalam
penanggulangan
kemiskinan
perlu
diurai
secara
sistematis
agar
penanganannya
tidak
terkesan
bersifat
reaktif
ataupun
hanya
berdasarkan
gejala
yang
dimunculkan.
Oleh
sebab
itu,
diperlukan
suatu
peta
jalan
dalam
menyelesaikan
persoalan-‐persoalan
kemiskinan
yang
bersifat
strategis
berbasis
pada
potensi
yang
dimiliki
oleh
para
pemangku
kepentingan
yang
terlibat
dalam
program
SAPA-‐Indonesia.
Selain
itu,
sifat
penyebab
multidimensi
kemiskinan
membutuhkan
keterlibatan
dari
berbagai
pemangku
kepentingan
baik
yang
berasal
dari
unsur
pemerintah,
organisasi
masyarakat
sipil,
masyarakat
bisnis,
termasuk
masyarakat
miskin
untuk
dapat
bekerjasama
dalam
penanggulangan
kemiskinan.
Berdasarkan
hal
tersebut,
sejumlah
pemangku
kepentingan
yang
terlibat
dalam
penanggulangan
kemiskinan
baik
yang
berasal
dari
unsur
pemerintah
nasional,
pemerintah
daerah,
organisasi
masyarakat
sipil,
serta
lembaga
donor
sepakat
untuk
saling
mendukung
dan
bekerjasama
dalam
penanggulangan
kemiskinan
melalui
peta
jalan
yang
disusun
dalam
program
SAPA
Indonesia.
B. Kondisi
&
Tantangan
Data
terakhir
yang
dikeluarkan
oleh
BPS
menyebutkan
bahwa
jumlah
penduduk
miskin
di
Indonesia
pada
tahun
2010
sebesar
13,39
%
atau
sekitar
30
juta
jiwa.
Jumlah
penduduk
miskin
di
Indonesia
memperlihatkan
penurunan
dari
tahun
ke
tahun.
Walaupun
demikian,
BPS
menggarisbawahi
bahwa
jumlah
penduduk
miskin
dapat
saja
meningkat,
jika
terjadi
perubahan-‐perubahan
dalam
kebijakan
ekonomi
yang
sangat
rentan
terhadap
masyarakat
miskin.
Misalnya
perubahan
harga
bahan
bakar,
kenaikan
harga
pangan,
serta
terjadinya
bencana
alam.
3. Terkait
dengan
kondisi
kerentanan
yang
dihadapi
oleh
masyarakat
Indonesia
sehingga
mudah
terjatuh
dalam
perangkap
kemiskinan,
maka
pemerintah
perlu
menyusun
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
yang
bertujuan
untuk
mengurangi
jumlah
penduduk
miskin
di
Indonesia.
Sejak
tahun
2007,
pemerintah
melakukan
konsolidasi
dan
meningkatkan
alokasi
anggaran
terhadap
program-‐program
penanggulangan
kemiskinan
di
Indonesia
dalam
3
kelompok
program
penanggulangan
kemiskinan
yang
ditujukan
untuk
membantu
mengurangi
beban,
memberdayakan
masyarakat
miskin
dan
meningkatkan
pendapatan
masyarakat
miskin.
Ketiga
kelompok
program
penanggulangan
kemiskinan
meliputi
1)
Kelompok
program
perlindungan
sosial
berbasis
keluarga
;
2)
Kelompok
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat,
serta
3)
Kelompok
Program
Pemberdayaan
Usaha
Ekonomi
Rakyat.
Sasaran
dari
pelaksanaan
kelompok
program
penanggulangan
kemiskinan
tersebut
ditujukan
pada
masyarakat
yang
sangat
miskin,
miskin,
maupun
hampir
miskin
dengan
berbagai
pendekatan
baik
dalam
bentuk
pemberian
bantuan
dana
secara
tunai
dan
non
tunai
secara
langsung,
partisipasi
dan
pemberdayaan,
serta
pemberian
modal
kerja
untuk
berusaha.
Walaupun
demikian,
pelaksanaan
program
penanggulangan
kemiskinan
tersebut
menghadapi
beberapa
masalah
seperti
penentuan
target
/sasaran
penerima
manfaat,
database
kemiskinan,
hubungan
pemerintah
nasional
dan
daerah
dalam
pengelolaan
program,
serta
pendekatan
yang
dilakukan
dalam
implementasi
program.
Implementasi
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
tersebut
secara
nasional,
menyebabkan
adanya
kecenderungan
untuk
melihat
persoalan
kemiskinan
yang
dihadapi
oleh
seluruh
daerah
di
Indonesia
secara
sama.
Padahal
persoalan
atau
penyebab
kemiskinan
sebenarnya
berwajah
lokal
dan
membutuhkan
intervensi
yang
sesuai
dengan
sistem
dan
norma
sosial
yang
ada
diwilayah
tersebut.
Hal
ini
semakin
rumit,
ketika
pemerintah
daerah
tidak
diberikan
kewenangan
yang
memadai
dalam
mengawal
dan
terlibat
dalam
implementasi
program
penanggulangan
kemiskinan
secara
luas.
Peran
pemerintah
daerah
saat
ini
tidak
lebih
dari
sekedar
menyediakan
dana
dalam
program
penanggulangan
kemiskinan.
Aspek
lain
yang
juga
menambah
carut-‐marutnya
penanggulangan
kemiskinan
di
Indonesia,
adalah
pembuatan
kebijakan
dan
implementasi
kebijakan
penanggulangan
kemiskinan
yang
tidak
konsisten
ditingkat
nasional,
sehingga
menimbulkan
beragam
interpretasi
ditingkat
pemerintah
daerah,
terhambatnya
pelaksanaan
program,
bahkan
juga
membuka
peluang
untuk
munculnya
upaya
pemiskinan
masyarakat
secara
tidak
langsung.
Untuk
mengatasi
persoalan
tersebut,
pemerintah
telah
membentuk
Tim
nasional
Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan
ditingkat
nasional,
TKPKD
di
tingkat
provinsi,
maupun
TKPKD
di
tingkat
kabupaten/kota.
Walaupun
kelembagaan
ini
belum
secara
optimal
memainkan
perannya
dalam
melakukan
koordinasi
dan
pengendalian
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan,
keberadaannya
tetap
penting
untuk
dijadikan
sebagai
arena
seluruh
pemangku
kepentingan
untuk
mendinamisir
perencanaan
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan.
4. Ditingkat
daerah,
semenjak
pemberlakukan
desentralisasi
pemerintahan
pada
1999,
memunculkan
harapan
baru
untuk
memperbaiki
tingkat
pelayanan
pada
masyarakat,
terutama
pada
masyarakat
miskin.
Berbagai
inovasi
telah
dilakukan
oleh
pemerintah
daerah
dalam
pemenuhan
hak
dasar
masyarakat,
namun
sayangnya
inovasi
tersebut
seringkali
tidak
terinstitusionalisasi
dengan
baik
sebagai
sistem
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
daerah,
serta
didukung
sepenuhnya
oleh
pemerintah
nasional.
Hal
ini
menyebabkan
inovasi
atau
terobosan
dalam
penanggulangan
kemiskinan
tidak
berumur
panjang.
Hal
lain
yang
penting
untuk
dicermati
adalah
terobosan
dalam
melakukan
inovasi
penanggulangan
kemiskinan
sangat
bergantung
pada
kemauan
dan
pemahaman
dari
pemimpin
di
tingkat
daerah,
tanpa
hal
tersebut
aktivitas
penanggulangan
kemiskinan
tidak
akan
melahirkan
terobosan
yang
bermakna
untuk
mengeluarkan
masyarakat
dari
kemiskinan.
Aspek
lain
yang
perlu
juga
diperhatikan
ditingkat
daerah
adalah
belum
berfungsinya
mekanisme
perencanaan
dan
penganggaran
yang
partisipatif
yang
menjadi
landasan
keterlibatan
masyarakat
dalam
perencanaan
pembangunan.
Anggaran
merupakan
salah
satu
aspek
penting
dalam
penanggulangan
kemiskinan,
tetapi
sebenarnya
bukan
satu-‐satunya
kunci
untuk
mengeluarkan
masyarakat
dari
kemiskinan.
Peningkatan
alokasi
anggaran
penangulangan
kemiskinan
yang
besar
tidak
secara
otomatis
akan
menurunkan
jumlah
penduduk
miskin.
Oleh
sebab
itu,
persoalan
efektifitas
penggunaan
anggaran
sesuai
dengan
perencaaan
dan
kebutuhan
masyarakat
menjadi
penting.
Terkait
dengan
hal
tersebut,
faktor
penting
lainnya
yang
juga
harus
diperhatikan
dalam
penanggulangan
kemiskinan
adalah
kapasitas
masyarakat
dan
aparatur
pemerintah
daerah.
Temuan-‐temuan
pelaksanaan
program
ditingkat
daerah
menunjukkan
bahwa
seringkali
pelaksana
program
tidak
memiliki
kapasitas
yang
cukup
untuk
membantu
atau
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat.
C. Goals
1. Meningkatkan
aksesibilitas
masyarakat
miskin
dan
perempuan
terhadap
pemenuhan
hak
dasar,
kepemilikan
aset
dan
pengelolaan
sumberdaya.
2. Mendorong
perencanaan
&
penganggaran
pembangunan
yang
partisipatif
dan
berpihak
pada
masyarakat
miskin
dan
perempuan.
3. Memperkuat
dan
memperluas
inisiatif
pemerintah,
masyarakat,
serta
dunia
usaha
untuk
melakukan
kerjasama
dalam
inovasi
dan
perbaikan
kebijakan,
regulasi,
serta
program
penanggulangan
kemiskinan.
4. Memberdayakan
dan
meningkatkan
kapasitas
pemerintah,
masyarakat
miskin
dan
perempuan
berbasis
pada
potensi
yang
dimiliki
dalam
penanggulangan
kemiskinan.
5. Memfasilitasi
integrasi
dan
sinergi
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
yang
dilakukan
antara
seluruh
pemangku
kepentingan
ditingkat
nasional
dan
daerah.
5. D. Strategy
Approach
Pendekatan
yang
digunakan
dalam
program
SAPA
Indonesia
adalah
sebagai
berikut
:
1. Melibatkan
unsur
masyarakat
sipil
dan
pemerintah
dalam
perumusan
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
melalui
institusi
Tim
Nasional
Percepatan
Penanggulangan
Kemiskinan
ditingkat
nasional
serta
Tim
Koordinasi
Penanggulangan
Kemiskinan
di
Tingkat
Daerah,
serta
forum
perencanaan
pembangunan1.
2. Memperkuat
kelembagaan
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
daerah
dengan
memfungsikan
TKPKD
sebagai
resources
center
dan
pertukaran
data
dan
informasi
kemiskinan
antar
pemangku
kepentingan
dalam
penanggulangan
kemiskinan2.
3. Memberdayakan
dan
memperkuat
kapasitas
sumberdaya
manusia
baik
pada
tingkat
masyarakat
miskin
dan
perempuan,
serta
aparatur
pemerintah
daerah
secara
bersama-‐sama
dan
berkelanjutan3.
4. Mengintegrasikan
dan
mensinergikan
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
yang
dilakukan
antara
Mitra
SAPA-‐Indonesia
dengan
pemerintah
nasional
dan
pemerintah
daerah4.
5. Mendorong
peran
pemerintah
daerah
dan
seluruh
pemangku
kepentingan
yang
terlibat
dalam
penanggulangan
kemiskinan
untuk
melakukan
inovasi
dan
langkah-‐langkah
penanggulangan
kemiskinan
yang
didasarkan
pada
kemampuan
dan
potensi
yang
dimiliki
ditingkat
daerah5.
1
Partisipasi
Publik.
2
Penguatan
Kelembagaan
Penanggulangan
Kemiskinan.
3
Pemberdayaan
&
Penguatan
Kapasitas.
4
Integrasi
Kebijakan
Penanggulangan
Kemiskinan
5
Inovasi
Berbasis
Potensi
&
Sumberdaya
Lokal
6. E. SAPA-‐Indonesia
Action
Plan
1. Memperkuat
Perencanaan
&
Penganggaran
yang
Berpihak
Pada
Masyarakat
Miskin
&
Perempuan
1.1
Isu
Pokok
1.1.1
Ketidaksesuaian
Perencanaan
antar
sektor
dalam
perencanaan
dan
penganggaran
penanggulangan
kemiskinan.
1.1.2
Keterbatasan
kemampuan
fiskal
pemerintah
daerah.
1.1.3
Kemampuan
dan
kapasitas
masyarakat
miskin
&
perempuan
yang
terbatas
dalam
memahami
proses
dan
teknokrasi
perencanaan
dan
penganggaran.
1.1.4
Lemahnya
partisipasi
masyarakat
miskin,
terutama
perempuan
dalam
proses
perencanaan
pembangunan
ditingkat
desa
sampai
kabupaten.
1.1.5
Belum
efektifnya
alokasi
anggaran
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
nasional
dan
daerah
dalam
perbaikan
kualitas
hidup
dan
pengurangan
jumlah
penduduk
miskin.
1.2
Sasaran
Perubahan
1.2.1 Regulasi
yang
terkait
dengan
perencanaan
dan
penganggaran.
1.2.2 Penerapan
regulasi
keterbukaan
informasi
publik
secara
konsisten.
1.2.3 Sistem
dan
metode
penyelenggaraan
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
pada
tingkat
desa,
kecamatan,
dan
kabupaten.
1.2.4 Kapasitas
pemerintah
daerah,
DPRD,
masyarakat
miskin,
organisasi
masyarakat
sipil
dalam
perencanaan
dan
penganggaran.
1.2.5 Optimalisasi
sumber
pembiayaan
diluar
sumber
pembiayaan
yang
berasal
dari
pemerintah
dalam
penanggulangan
kemiskinan.
1.2.6 Integrasi
perencanaan
dan
penganggaran
yang
dilakukan
oleh
program
penanggulangan
kemiskinan
nasional
(PNPM)
dengan
perencanaan
pembangunan
ditingkat
daerah.
1.2.7 Penyediaan
anggaran
penanggulangan
kemiskinan
yang
terkait
secara
langsung
dengan
pemenuhan
hak
dasar
masyarakat
miskin.
1.2.8 Potensi
yang
dimiliki
oleh
pemerintah
daerah
dan
masyarakat
dalam
penyelenggaran
community
trust
fund.
7. 1.3
Strategi
Implementasi
Nasional
1.3.1
Melakukan
advokasi
kebijakan
dan
regulasi
perencanaan
penganggaran.
Kabupaten/Kota
1.1.1. Melakukan
koordinasi
lintas
sektor
melalui
TKPKD
dalam
mengidentifikasi
program
dan
penganggaran
penanggulangan
kemiskinan.
1.1.2. Memperkuat
pemahaman
dan
kapasitas
pemerintah
daerah,
DPRD,
masyarakat,
serta
organisasi
masyarakat
sipil
dalam
perencanaan
dan
penganggaran.
1.1.3. Melakukan
analisis
terhadap
penganggaran
yang
terkait
dengan
program
penanggulangan
kemiskinan
untuk
membantu
pemerintah
daerah
dalam
penyusunan
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan.
1.1.4. Melakukan
sinkronisasi
antar
dokumen
perencanaan
dan
kebijakan
baik
pada
tingkat
nasional
maupun
daerah.
Desa/Kelurahan
1.3.5
Memperkuat
pemahaman
aparatur
pemerintah
desa/kelurahan
dan
masyarakat
tentang
perencanaan
dan
penganggaran
pembangunan.
1.3.6
Melakukan
perubahan
terhadap
mekanisme
penyelenggaran
musrenbang
ditingkat
desa/kelurahan.
1.3.7
Memperluas
partisipasi
kelompok
miskin
dan
perempuan
dalam
perencanaan
pembangunan.
1.3.8
Memfasilitasi
pengintegrasian
dan
koordinasi
perencanaan
dan
penganggaran
antar
program
nasional
dengan
perencanaan
musrenbang
reguler.
8. 2 Memberdayakan
&
Memperkuat
Kapasitas
Masyarakat
Miskin
&
Perempuan
2.1
Isu
Pokok
2.1.1
Masih
lemahnya
kapasitas
masyarakat
miskin
baik
secara
ekonomi,
politik,
dan
sosial
untuk
terlibat
dalam
perencanaan
pembangunan
maupun
pelaksanaan
program-‐program
penanggulangan
kemiskinan.
2.1.2
Masih
rendahnya
partisipasi
dan
kualitas
partisipasi
masyarakat
miskin
dalam
forum
perencanaan
pembangunan.
2.1.3
Masih
lemahnya
penerapan
regulasi
yang
menjamin
partisipasi
masyarakat
miskin
dan
perempuan
dalam
berbagai
forum
pembangunan
di
daerah.
2.1.4
Masih
lemahnya
pemahaman
kesetaraan
gender
dalam
berbagai
aspek
pembangunan
dan
penanggulangan
kemiskinan.
2.2
Sasaran
Perubahan
2.2.1
Pemahaman
dan
imlementasi
kesetaraan
&
keadilan
gender
bagi
seluruh
pemangku
kepentingan
dalam
penanggulangan
kemiskinan
2.2.2
Kapasitas
dan
kesadaran
kritis
masyarakat
miskin,
terutama
kelompok
perempuan
dalam
perencanaan
pembangunan
maupun
keterlibatannya
dalam
program-‐program
penanggulangan
kemiskinan.
2.2.3
Peran
kelembagaan
masyarakat
ditingkat
desa
dan
perkotaan
yang
berperan
dalam
penanggulangan
kemiskinan.
2.2.4
Perubahan
regulasi
ditingkat
kabupaten/kota
dan
desa
yang
menjamin
partisipasi
masyarakat
miskin
dan
perempuan
dalam
perencanaan
pembangunan.
2.3
Strategi
Implementasi
Nasional
2.3.1
Mempengaruhi
perumusan
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
nasional
melalui
kementrian
terkait
serta
kelembagaan
TNP2K.
2.3.2
Melakukan
advokasi
terhadap
kebijakan
dan
regulasi
ditingkat
nasional
agar
lebih
berpihak
pada
masyarakat
miskin.
9. Kabupaten/Kota
2.3.3
Melakukan
peningkatan
kapasitas
aparatur
pemerintah
daerah
yang
terkait
dengan
pelaksanaan
musrenbang
ditingkat
desa/kelurahan.
2.3.4
Bekerjasama
dengan
pelaksana
program
penanggulangan
kemiskinan
baik
yang
berasal
dari
nasional
atau
daerah
melalui
TKPKD.
2.3.5
Mendorong
inisiatif
pemerintah
daerah
untuk
menjamin
peran
serta
masyarakat
dalam
perencanaan
pembangunan
melalui
kebijakan
dan
regulasi
ditingkat
daerah.
Desa/
Kelurahan
2.3.6
Melakukan
penguatan
kapasitas
terhadap
aparatur
pemerintah
desa/kelurahan
dan
masyarakat
miskin
dalam
penyelenggaraan
musrenbang
ditingkat
desa/kelurahan.
2.3.7
Melakukan
revitalisasi
proses
dan
mekanisme
musrenbang
ditingkat
desa/kelurahan.
2.3.8
Menyediakan
informasi
dasar
yang
diperlukan
dalam
penyusunan
perencanaan
dan
penganggaran
pembangunan
ditingkat
desa/kelurahan.
2.3.9
Melakukan
penguatan
dan
pemberdayaan
terhadap
kelembagaan
strategis
masyarakat
desa/kelurahan.
2.3.10
Mendorong
terwujudnya
dokumen
perencanaan
(RPJM)
ditingkat
desa/kelurahan
10. 3 Mengintegrasikan
Data
&
Informasi
Kemiskinan
3.1
Isu
Pokok
3.1.1
Database
kemiskinan
yang
beragam.
3.1.2
Indikator
kemiskinan
yang
belum
mengakomodasi
indikator
lokal
kemiskinan.
3.1.3
Ketersediaan
data
dan
informasi
kemiskinan
secara
berkelanjutan.
3.1.4
Pemanfaatan
database
kemiskinan
oleh
SKPD
dan
masyarakat
dalam
menyusun
perencanaan
pembangunan.
3.1.5
Lemahnya
sistem
dan
mekanisme
pentargetan
dalam
program
penanggulangan
kemiskinan.
3.2
Sasaran
Perubahan
3.2.1
Integrasi/unifikasi
database
kemiskinan
antar
SKPD.
3.2.2
Penyempurnaan
indikator
kemiskinan
dengan
mengintegrasikan
indikator
lokal
kemiskinan.
3.2.3
Pendataan
dan
pemutakhiran
data
kemiskinan
secara
partisipatif
dengan
BPS
di
daerah.
3.2.4
Peningkatan
kapasitas
TKPKD
&
SKPD
dalam
menganalisis
dan
memanfaatkan
database
kemiskinan
untuk
perencanaan
pembangunan.
3.2.5
Perbaikan
sistem
pentargetan
penanggulangan
kemiskinan
berdasarkan
data
terpilah
(laki-‐laki
dan
perempuan)
3.3
Strategi
Implementasi
Nasional
3.3.1
Merumuskan
panduan
pendataan
partisipatif
dan
penyusunan
indikator
lokal
kemiskinan
dengan
BPS.
3.3.2
Melakukan
pemilahan
data
dasar
kemiskinan
berdasarkan
penyebab
kemiskinan.
3.3.3
Menginventarisasi
dan
menyediakan
data
dasar
kemiskinan
yang
diperlukan
oleh
pemerintah
daerah
dalam
perencanaan
pembangunan.
11. Kabupaten/Kota
3.3.4
Mengembangkan
resource
center
database
kemiskinan
pada
TKPKD.
3.3.5
Mengoptimalkan
resource
centerdatabase
kemiskinan
pada
TKPKD
yang
berfungsi
untuk
melakukan
integrasi,
distribusi,
dan
analisis
data
kemiskinan.
3.3.5
Menginvetarisasi
model
pentargetan
penanggulangan
kemiskinan
yang
dilakukan
oleh
SKPD
ataupun
pelaksana
program
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
daerah
dengan
mengembangkan
database
kemiskinan
spasial.
3.3.6
Mendorong
stakeholders
program
SAPA
serta
pihak
lainnya
untuk
terlibat
aktif
dalam
pengembangan
resource
center
database
kemiskinan.
Desa/Kelurahan
3.3.6
Mengoptimalkan
peran
kelembagaan
dan
pranata
sosial
ditingkat
masyarakat
miskin
dan
perempuan
untuk
terlibat
dalam
pendataan
kemiskinan.
3.3.7
Mengoptimalkan
struktur
program
penanggulangan
kemiskinan
pada
tingkat
perdesaan/kelurahan
untuk
mengkoordinasi
pelaksanaan
pendataan
maupun
pemutakhiran
data
secara
berkala.
3.3.8
Menyebarluaskan
informasi
kemiskinan
dan
menggunakannya
dalam
penyusunan
perencanaan
pembangunan
ataupun
dalam
pelaksanaan
program
penanggulangan
kemiskinan.
12. 4 Memperkuat
Kapasitas
Kelembagaan
Pemangku
Kepentingan
Dalam
Penanggulangan
Kemiskinan
4.1
Isu
Pokok
4.1.1
Kelembagaan
TKPKD
belum
berfungsi
secara
optimal
dalam
koordinasi
dan
pengendalian
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan.
4.1.2
Perubahan
kebijakan
penanggulangan
kemiskinan
yang
terlampau
cepat
dan
tidak
direspon
secara
cepat
oleh
pemerintah
daerah.
4.1.3
Kebijakan
yang
terlampau
kaku
dan
kurang
memberikan
ruang
bagi
pemerintah
daerah
dalam
melakukan
inovasi
penanggulangan
kemiskinan
sesuai
dengan
kondisi
daerahnya.
4.1.4
Ego
Sektoral
dalam
penanggulangan
kemiskinan.
4.2
Sasaran
Perubahan
4.2.1
Memperkuat
peran
kelembagaan
pemangku
kepentingan
sebagai
sentral
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
daerah.
4.2.2
Kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
yang
memberikan
keleluasaan
bagi
pemerintah
daerah
untuk
berperan
secara
optimal.
4.2.3
Kemauan
dan
peran
pemerintah
daerah
untuk
melakukan
inovasi
dan
terobosan
dalam
penanggulangan
kemiskinan
berbasis
pada
potensi
dan
kemampuan
daerah.
4.2.4
Mekanisme
koordinasi
dalam
perencanaan
dan
implementasi
program
penanggulangan
kemiskinan
antar
SKPD
maupun
antara
pemerintah
daerah
dengan
pemerintah
pusat.
4.3
Strategi
Implementasi
Nasional
5.3.1 Memberikan
masukan
terhadap
penyusunan
kebijakan
penanggulangan
kemiskinan
nasional
sesuai
dengan
kondisi
dan
kapasitas
yang
dimiliki
oleh
pemerintah
daerah.
5.3.2 Memfasilitasi
pertukaran
informasi
dan
manajemen
pengetahuan
dalam
inovasi
penanggulangan
kemiskinan.
13. Kabupaten/Kota
4.3.3 Membentuk
dan
mengoptimalkan
fungsi
sekretariat
TKPKD
sebagai
resources
center
dalam
melakukan
analisis
dan
pertukaran
informasi
penanggulangan
kemiskinan
lintas
SKPD.
4.3.3 Mengoptimalkan
peran
organisasi
masyarakat
sipil
dalam
kelembagaan
TKPKD.
4.3.3 Melakukan
koordinasi
penanggulangan
kemiskinan
secara
berkala
yang
melibatkan
seluruh
pemangku
kepentingan
ditingkat
daerah.
Desa/Kelurahan
4.3.3 Mensosialisasikan
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
pada
masyarakat
desa/kelurahan.
4.3.3 Memperkuat
kelembagaan
dan
kapasitas
aparatur
pemerintah
desa/kelurahan
untuk
melakukan
koordinasi
pelaksanaan
program
penanggulangan
kemiskinan.
4.3.3 Melibatkan
masyarakat
dan
kelembagaan
pranata
sosial
di
desa/kelurahan
dalam
melakukan
pemantauan
terhadap
pelaksanaan
program-‐program
penanggulangan
kemiskinan.
14. 5 Melakukan
Advokasi
Kebijakan
&
Program
Penanggulangan
Kemiskinan
5.1
Isu
Pokok
5.1.1
Disharmoni
dan
diskontinuitas
kebijakan
penanggulangan
kemiskinan
antara
pemerintah
pusat
dan
daerah.
5.1.2
Minimnya
koordinasi
pemangku
kepentingan
dalam
pelaksanaan
program
penanggulangan
kemiskinan.
5.1.3
Efektifitas
program
penanggulangan
kemiskinan
terhadap
penurunan
jumlah
penduduk
miskin.
5.1.4
Belum
terintegrasinya
kebijakan
dan
program
mejadi
suatu
sistem
penanggulangan
kemiskinan
nasional
5.1.5
Lemahnya
pengendalian
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan.
5.2
Sasaran
Perubahan
5.2.1
Regulasi,
kebijakan,
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
nasional
dan
daerah.
5.2.2
Fokus,
pendekatan,
dan
target
capaian
yang
dilakukan
dalam
program
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
nasional
dan
daerah.
5.2.3
Konsistensi
pemerintah
daerah
dalam
penyusunan
dan
penerapan
dokumen
perencanaan
pembangunan
dan
Strategi
Penanggulangan
Kemiskinan
Daerah.
5.2.4
Kepemilikan
aset
produksi
masyarakat
miskin
ditingkat
perdesaan
dan
perkotaan.
5.2.5
Akses
dan
kualitas
kesejahteraan
masyarakat
miskin.
5.2.6
Indikator
pengukuran
kesejahteraan
rakyat
dan
kemiskinan.
15. 5.3
Strategi
Implementasi
Nasional
5.3.1
Melakukan
inventarisasi
terhadap
kebijakan
dan
regulasi
ditingkat
nasional
dan
dampaknya
dalam
penanggulangan
kemiskinan.
5.3.2
Melakukan
inventarisasi
terhadap
program
penanggulangan
kemiskinan
dan
dampak
yang
terkait
dengan
pelaksanaan
program
bagi
masyarakat
miskin.
5.3.3
Melakukan
dialog
secara
berkala
dengan
kementrian
terkait
dan
kelembagaan
TNP2K
terkait
dengan
pelaksanaan
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan.
Kabupaten/Kota
5.3.4
Melakukan
inventarisasi
terhadap
kebijakan
dan
regulasi
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
daerah
5.3.5
Melakukan
inventarisasi
terhadap
program
penanggulangan
kemiskinan
yang
dilakukan
ditingkat
daerah.
5.3.6
Mengoptimalkan
forum
lintas
pelaku
dalam
kelembagaan
TKPKD
untuk
melakukan
dialog
secara
berkala
yang
terkait
dengan
implementasi
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
daerah.
Desa/Kelurahan
5.3.7
Mengoptimalkan
peran
kelembagaan
sosial
ditingkat
desa
untuk
memberikan
masukan
terkait
pelaksanaan
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
desa,
serta
dampak
yang
ditimbulkan
secara
langsung
dan
tidak
langsung
bagi
masyarakat
miskin.
5.3.8
Memfasilitasi
penyusunan
RPJMDes
sebagai
dokumen
acuan
dalam
perencanaan
pembangunan
ditingkat
desa.
5.3.9
Memfasilitasi
pengintegrasian
kebijakan
dan
program
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
desa.
16.
F. Coordinating
Implementation
Program
Untuk
mencapai
sasaran
dan
terciptanya
perubahan
yang
diharapkan
dalam
penanggulangan
kemiskinan
ditingkat
nasional
dan
daerah,
maka
diperlukan
langkah-‐langkah
koordinasi
yang
terencana
dan
dilakukan
secara
efektif
oleh
Sekretariat
Nasional,
Pemangku
Kepentingan,
serta
Koordinator
Daerah
dalam
Program
SAPA-‐Indonesia.
Peran
masing-‐masing
pemangku
kepentingan
dalam
mengkoordinasikan
pelaksanaan
Road
Map
Program
SAPA-‐Indonesia
adalah
sebagai
berikut
:
Sekretariat
Nasional
Program
SAPA-‐Indonesia
1. Mengefektifkan
sekretariat
SAPA
untuk
melakukan
koordinasi
pelaksanaan
program
yang
dilakukan
oleh
seluruh
pemangku
kepentingan
yang
terlibat
dalam
Program
SAPA-‐Indonesia
secara
berkala.
2. Mensinergikan
peran
para
pemangku
kepentingan
yang
terlibat
dalam
Program
SAPA-‐Indonesia
terutama
dalam
aspek
pertukaran
data
dan
informasi,
peningkatan
kapasitas,
serta
kerjasama
multipihak
yang
mendukung
pelaksanaan
program
ditingkat
daerah.
3. Memfasilitasi
para
pemangku
kepentingan
dalam
Program
SAPA-‐Indonesia
dalam
melakukan
dialog
kebijakan
dengan
pemerintah
ataupun
pihak
lain
yang
terkait
dengan
penanggulangan
kemiskinan.
4. Mengawal
pelaksanaan
dan
evaluasi
terhadap
pelaksanaan
Road
Map
Program
SAPA-‐Indonesia.
5. Mengkoordinasikan
peran
koordinator
daerah
diseluruh
daerah
sasaran
berdasarkan
masukan
dari
seluruh
pemangku
kepentingan
yang
terlibat
dalam
Program
SAPA-‐Indonesia.
Pemangku
Kepentingan
Program
SAPA-‐Indonesia
1. Menyusun
program
dan
kegiatan
yang
terkait
dengan
pencapaian
sasaran
dalam
Road
Map
Program
SAPA-‐Indonesia.
2. Menginformasikan
dan
mengkoordinasikan
pelaksanaan
kegiatan
di
daerah
sasaran
dengan
melibatkan
koordinator
daerah.
3. Melibatkan
TKPKD
sebagai
wadah
koordinasi
multipihak
dalam
pelaksanaan
program
dan
kegiatan.
4. Mengembangkan
resources
center
dan
learning
center
SAPA-‐Indonesia
di
daerah
sebagai
wahana
pembelajaran,
pengembangan
pengetahuan,
pertukaran
informasi,
serta
kerjasama
multipihak
dalam
penanggulangan
kemiskinan.
5. Memberikan
masukan
terhadap
sekretariat
nasional
terkait
dengan
pelaksanaan
program
dan
pencapaian
sasaran
Road
Map
Program
SAPA-‐
Indonesia
secara
teratur.
17.
Koordinator
Daerah
Kabupaten/Kota
1. Memberikan
masukan
kepada
para
pemangku
kepentingan
Program
SAPA-‐
Indonesia
terkait
dengan
pelaksanaan
program
di
daerah
sasaran.
2. Mengkoordinasikan
pelaksanaan
kegiatan
yang
dilakukan
antar
pemangku
kepentingan
Program
SAPA-‐Indonesia
di
daerah
serta
mensinergikannya
dengan
kebijakan
pemerintah
daerah.
3. Memfasilitasi
dan
menjembatani
pemangku
kepentingan
dalam
Program
SAPA-‐Indonesia
dengan
pemeritah
daerah.
4. Memfasilitasi
pembentukan
dan
pengembangan
resources
center
pada
Tim
Koordinasi
Penanggulangan
Kemiskinan
Daerah,
sebagai
wadah
pertukaran
data
dan
informasi,
pembelajaran,
serta
dialog
multipihak
dalam
penanggulangan
kemiskinan.
5. Membentuk
dan
mengembangkan
kawasan
pembelajaran
(learning
center)
yang
disesuaikan
dengan
kebutuhan
untuk
mendukung
pelaksanaan
program
SAPA
Indonesia.
6. Mengawal
pelaksanaan
Road
Map
Program
SAPA-‐Indonesia
di
daerah.
7. Memberikan
laporan
perkembangan
penanggulangan
kemiskinan
dan
pelaksanaan
kegiatan
ditingkat
daerah
secara
teratur
kepada
sekretariat
nasional
Program
SAPA-‐Indonesia.