Dokumen tersebut membahas tentang kitab fiqih berjudul "Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatit Takhrir" karya Imam Syafi'i. Isi kitab tersebut meliputi bab para ahli waris, jenis-jenis ahli waris laki-laki dan perempuan, serta hal-hal yang dapat menghalangi warisan seperti pembunuhan dan kemurtadan. Dokumen tersebut juga membahas perbedaan pendapat ulama tentang apakah Yahudi dan
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
pendalaman fiqh
1. 1. Nama dan Identitas Mahasiswa: ARIFIN SAEFULLOH
2. Judul kitab fiqih: االختصار غاية حل في األخيار كفاية
3. Pengarang kitab: الشافعي الدمشقي الحصني الحسيني محمد بن بكر أبي الدين تقي العالمة اإلمام
4. Jumlah halaman:594
5. Penerbit: Daarul Khair
6. Cetakan: ke-1
7. Tahun terbit: 1991
8. Muhaqqiq: سليمان وهبي محمج و بلطجي الحميد عبد علي
9. Alamat web sumber pengambilan kitab: www.waqfeya.com
https://ia601602.us.archive.org/10/items/waq121481/121481.pdf
Kitab Al Faroidh dan Al Washoya
Halaman: 327
Al Faroidh merupakan bentuk jamak dari kata faridhah, terambil dari kata al fardh, yaitu bermakna
ketentuan, Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 227:
فرضتم ما فنصف
Artinya yang kalian tentukan, ini secara bahasa.
Adapun secara syariat, Al faroidh adalah bagian tertentu secara syariat untuk orang yang berhak
padanya, dahulu pada masa jahiliyah para lelaki saling mewarisi sedangkan wanita tidak, begitu
juga para pembesar, sedangkan orang kecil tidak dan saling mewarisi dengan cara sumpah, maka
Allah merubah hukum tersebut. Begitu juga waris mewarisi di masa awal Islam, maka
hukumnya pun dinasakh. Tatkala turun ayat-ayat surat An Nisa, Rasulullah bersabda:
لوارث وصية ال أال حقه حق ذي كل أعطى قد وجل عز هللا إن
“Sesungguhnya Allah telah memberikan pemilik hak pada yang menjadi haknya, ketahuilah
bahwa tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
2. Ada empat sahabat Nabi yang terkenal keilmuan faroidhnya, yaitu:
Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Zaid -semoga Allah meridhai mereka- , Imam Syafi’iy memilih
madzhab Zaid berdasarkan sabda Nabi
زيد أفرضكم
“Yang paling memahami faroidh diantara kalian adalah Zaid”
Dan karena itu lebih dekat pada qiyas,, maksud dari pilihan Imam Syafii pada mazhab Zaid adalah
bahwa beliau melihat dalil-dalilnya yang beliau temukan adalah dalil yang lurus maka beliau
amalkan, bukan karena beliau taklid pada Zaid, wallahu a’lam, beliau berkata:
BAB PARA AHLI WARIS
(Dan Ahli Waris Laki-Laki ada sepuluh: Anak laki-laki, cucu lelaki dari anak laki-laki dan
seterusnya ke bawah, Ayah, Kakek dan seterusnya ke atas, Saudara lelaki dan anak lelakinya dan
Paman dari pihak Ayah dan juga anak lelakinya walaupun jauh, dan Suami, mantan budak orang
yang memerdekakan. Ahli waris wanita ada tujuh yaitu anak perempuan dan cucu perempuan dari
anak laki-laki, dan Ibu, Nenek dan saudari, dan istri dan mantan budak yang memerdekakannya.)
Para ahli waris terkadang tercampur dan terkadang terpisah, Syaikh memulainya dari yang
terpisah, maka beliau berkata dan ahli waris laki-laki serta merincinya, manusia merincinya
dengan dua cara: cara sederhana yaitu seperti yang disebutkan Syaikh, dan adapula yang
menyebutkannya dengan cara meerincikan dengan mengatakan: ahli waris laki-laki ada lima belas;
1. Anak laki laki;
2. cucu laki laki dari anak laki laki dan seterusnya ke bawah;
3. Ayah;
4. kakek dan seterusnya ke atas;
5. Saudara kandung;
6. saudara seayah;
7. saudara seibu;
8. anak laki-laki dari saudara kandung;
9. dan anak laki laki dari saudara seayah;
10. Paman kandung;
3. 11. Paman seayah;
12. Anak laki laki dari paman kandung;
13. Anak laki laki dari paman seayah;
14. Suami;
15. Pemerdeka budak.
mereka terumpul dalam pewarisan, dan yang dimaksud dengan kakek adalah ayah dari ayah, dan
jika mereka berkumpul semua, tidak ada yang mewarisi kecuali tiga pihak:
1. Ayah;
2. Anak laki-laki;
3. Suami.
Sedangkan wanita maka ahli waris dari kalangan mereka ada tujuh: Anak perempuan Cucu
perempuan dari anak laki laki dan seterusnya hingga akhir sebagaimana yang telah disebutkan
secara ringkas. Adapun secara terperinci maka jumlahnya ada sepuluh:
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki seterusnya ke bawah
3. Ibu
4. Nenek dari pihak Ayah dan seterusnya ke atas
5. Nenek dari pihak Ibu dan seterusnya ke atas
6. Saudara perempuan kandung
7. Saudara perempuan se-Ayah
8. Saudara perempuan se-Ibu
9. Istri
10. Pemerdeka budak
Mereka semua juga berkumpul bersama dalam mewarisi, dan jika semua ahli waris perempuan
ada maka tidak mewarisi kecuali lima orang saja yaitu:
1. Istri
2. Anak perempuan
3. Cucu perempuan dari anak laki-laki
4. Ibu
4. 5. Saudara perempuan kandung
Jika semua ahli waris berkumpul, maksudnya baik yang laki-laki maupun yang perempuan, maka
yang mewarisi hanya kedua orang tua, anak laki-laki dan anak perempuan dan salah satu dari
suami atau istri, dan dalil dari ahli waris yang kami sebutkan adalah Ijma’ sebagaimana telah
disebutkan nash-nash berikut dan dalil atas tiadanya saling mewarisi dari selain ahli waris tersebut
adalah berdasarkan dalil asal.
Dan ketahuilah bahwa setiap ahli waris laki-laki yang sendirian bisa mengambil seluruh harta
warisan kecuali Suami dan Saudara laki-laki se-Ibu, dan jika ahli waris perempuan sendirian tidak
bisa mengambil seluruh harta warisan kecuali bagi dia yang memiliki hak wala (pemerdeka
budak), Wallahu a’lam.
Beliau berkata:
واألبوان الزوجان :خمسة بحال يسقط ال ومن
الصلب وولد
Dan orang yang tidak bisa gugur karena kondisi tertentu ada lima: Suami/Istri, kedua orang tua,
dan anak kandung
Ketahuilah bahwa Al-Hajb (tertutup) ada dua:
1. Hajb Nuqshon (berkurang) seperti Hajb anak kepada Suami dari setengah menjadi
seperempat, dan Istri dari seperempat menjadi seperdelapan, dan Ibu dari sepertiga menjadi
seperenam.
2. Hajb Hirman (terhalang total).
Kemudian ahli waris ada dua bagian:
bagian yang tidak ada perantara antara dirinya dengan si mayit, mereka adalah Suami Istri, kedua
orang tua, anak-anak, maka mereka tidak ada seorangpun yang menghalangi karena tidak ada
perantara antara mereka dengan si mayit, Wallahu A’lam.
Beliau berkata:
الملتين وأهل والمرتد والقاتل والمكاتب الولد وأم والمدبر العبد :سبعة بحال يرث ال ومن
5. Dan orang yang tidak mewarisi karena sebab keadaan tertentu ada tujuh: hamba sahaya, budak
mudabbar, ummul walad, budak mukatab, pembunuh, murtad, pemeluk dua agama.
Ketahuilah bahwa warisan terhalang karena beberapa sebab, diantaranya karena perbudakan,
budak tidak mewarisi karena kalau dia mewarisi niscaya harta warisan itu untuk tuannya
sedangkan tuan tersebut adalah orang lain bagi si mayit maka tidak mungkin saling mewarisi,
sebagaimana tidak saling mewarisi karena dia tidak memiliki hak sebagaimana firman Allah:
ٍءْيَش ىٰلَع ُرِدْقَي َّ
ال اًك ْوُلْمَّم اًدْبَع
seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu,
begitu juga sama dengan budak adalah al -mudabbar dan al mukatab, ummul walad karena adanya
perbudakan, sedangkan al muba’adh ada perbedaan pendapat: yang benar dan sebagaimana dinash
oleh Asy-Syafiiy dan yang diputuskan oleh jumhur bahwa (al muba’adh) tidak mewarisi karena
jika mewarisi niscaya sebagian harta untuk tuan sisanya, dan dia adalah orang jauh bagi si mayit.
Al Muzaniy dan Ibnu Suraij berkata bahwa (al muba’adh) mewarisi seukuran kemerdekaannya.
Apakah (al muba’adh) memberikan warisan? Ada dua pendapat, yang paling nampak adalah benar,
dan itu adalah pendapat yang baru karena (al muba’adh) telah memiliki secara sempurna, karena
inilah maka bisa memberikan warisan seluruh yang ia kumpulkan dengan setengah merdeka,
wallahu A’lam.
Diantara sebab-sebab yang menghalangi warisan adalah pembunuhan, maka pembunuh tidak
mewarisi baik membunuh secara langsung maupun dengan sebab tertentu, sama saja pembunuhan
yang dijamin qishash atau diyat ataupun kaffarat, atau tanpa jaminan sama sekali seperti had atau
qishash baik dari yang sudah mukallaf maupun belum seperti anak kecil, orang gila ataupun tidak.
Sama saja pembunuhnya bukan karena paksaan ataupun karena terpaksa karena keumuman hadits
Nabi :
ميراث للقاتل ليس
Pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan
Dan karena sabda Nabi
6. شيئا المقتول من القاتل يرث ال
Pembunuh tidak mewarisi sesuatupun dari orang yang dibunuhnya
Dan dalam riwayat lain:
شيء الميراث من للقاتل ليس
Pembunuh tidak mendapatkan warisan sedikitpun
Adapun murtad maka tidak mewarisi dan tidak memberikan warisan dan apa yang menjadi
miliknya adalah Fai, dan dari Abu Burdah berkata:
Rasulullah mengutusku ke seorang laki-laki Arros (seseorang yang menikahi istri ayahnya) istri
ayahnya, maka beliau memerintahkanku untuk memenggal lehernya dan aku bagi lima hartanya,
dan dia adalah seorang yang murtad. Karena dia telah menghalalkan perbuatannya itu.
Tidak ada perbedaan antara murtad yang terang-terangan dan zindiq yang dia menampakkan
keislaman dan menyembunyikan kekafiran, seperti inilah yang ditafsirkan oleh Ar Rafi’iy disini.
Ibnu Rif’ah berkata: adanya murtad tidak saling mewarisi kondisinya jika meninggal diatas
kemurtadan maka jika ia kembali ke Islam maka nampak jelas warisannya dan apa yang dia
ucapkan adalah kelupaan,
Abu Manshur menegaskan dengan masalah dan menyebutkan adanya ijma’ atas tiadanya warisan
dalam kondisi ini, bahwasanya dia kafir pada kondisi itu secara hakekat, dan dia tidak membiarkan
diatas kekafiran, dan Islam adalah baru setelah itu, dan pada pewarisannya bertentangan dengan
dalil-dalil yang mencegah dari saling mewarisi, Wallahu A’lam.
Dan ucapannya (الملتين )وأهل mencakup beberapa contoh: diantaranya bahwa seorang muslim tidak
mewarisi dari orang kafir dan sebaliknya karena adanya pebedaan agama, Rasulullah bersabda:
المسلم الكافر وال الكافر المسلم يرث ال
Seorang muslim tidak mewarisi dari orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi dari orang
muslim.
7. Dan tidak ada perbedaan antara nasb dan mu’tiq dan suami, dan walaupun masuk islam sebelum
pembagian atau setelah pembagian.
Apakah Yahudi mewarisi dari Nashrani dan sebaliknya?
Ada perbedaan pendapat: yang benar adalah iya (tidak saling mewarisi), hal ini jika keduanya
adalah Dzimmiy atau keduanya Harbiy, baik sama dalam mata uang ataupun berbeda, maka jika
salah satunya Dzimmiy dan yang lain Harbiy maka ada perbedaan juga, Madzhab memutuskan
tidak adanya saling mewarisi karena terputusnya perwalian perkataan Ar Rafi’iy dan An Nawawiy,
dan bisa jadi sebagian ahli faroid menukil adanya Ijma’ akan hal tersebut, Wallahu A’lam.
Al Mu’ahad dan Al Mustamin seperti Dzimmiy menurut pendapat yang benar yang berdalil karena
keduanya terjaga dengan perjanjian dan jaminan keamanan, dan ada yang mengatakan keduanya
seperti Harbiy, Wallahu A’lam.
()فرع : Kami ragu pada kematian orang karena hilang dan terputusnya kabar atau ketidaktahuan
kondisinya setelah masuk ke negeri perang atau terpecahnya kapal yang dia ada di dalamnya dan
tidak diketahui kondisinya, maka ini tidak diwarisi hingga tegak buktinya bahwa dia mati, maka
jika belum jelas bukti bahwa dia mati maka ada yang berpendapat tidak dibagikan hartanya hingga
nyata kematiannya karena perbedaan umur manusia, dan yang benar adalah bahwa jika telah
berlalu masa menunggu maka hakim memutuskan padanya bahwa orang yang semisalnya tidak
akan hidup pada masa itu, maka harta dibagikan antara ahli waris pada saat hukum turun, kemudian
ukuran masa menunggu ada berapa pendapat, yang paling shahih adalah masa yang kebanyakan
dugaan tidak akan seseorang hidup lebih lama dari itu, Wallahu A’lam.
Beliau berkata:
االبن العصبة وأقرب
ابنه ثم
األم و لألب األخ ثم الجد ثم أبوه ثم األب ثم
واألم لألب األخ ابن ثم لألب األخ ثم
لأل األخ ابن ثم
ب
المعتق فالمولى العصبات عدمت إذا ثم الترتيب هذا على العم ثم
Dan Ashobah yang paling dekat adalah anak laki-laki kemudian putranya (cucu laki-laki dari anak
laki-laki) kemudian Ayah kemudian ayahnya kemudian kakek kemudian saudara laki-laki
kandung kemudian saudara laki-laki se-Ayah kemudian anak saudara laki-laki kandung, kemudian
anak saudara laki-laki se-Ayah kemudian paman sesuai urutan ini, kemudian jika seluruh Ashobah
tidak ada, maka untuk pembebas budak.
8. Ashobah terambil dari kata Ta’shib bermakna halangan, diberi nama seperti itu karena menguatkan
satu dengan lainnya, diantaranya adalah Ashoobah karena ia menguatkan kepala, ada yang
mengatakan selain itu, manusia dalam memberikan pengertian pada Ashobah bermacam-macam
lafazh: diantaranya bahwa setiap yang tidak memiliki bagian tertentu dari seluruh ahli waris dan
mewarisi seluruh harta jika sendirian., atau sisa dari ahli waris pemilik hak bagian tertentu,
kemudian ashobah yang paling utama adalah anak laki-laki berdasarkan firman Allah :
ْمُكِد َ
ال ْوَا ْْٓيِف ُ اّٰلله ُمُكْي ِ
ص ُْوي
Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu,
Allah mengawali dengan anak anak karena orang Arab memulai dengan anak-anak mereka dan
karena Allah menggugurkan ashobah Ayah dengannya, berdasarkan firman-Nya:
ۚ ٌدَل َو ٗهَل َانَك ِْنا َكَرَت اَّمِم ُُسدُّسال اَمُهْنِم ٍد ِاح َو ِلُكِل ِهْي َوَبَ ِ
ال َو
Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia
(yang meninggal) mempunyai anak.
Dan jika ta’shibnya Ayah gugur karena anak, maka yang lain lebih utama untuk gugur, karena
karena ia dikoneksikan oleh anak laki-laki maupun oleh Ayah, kemudian cucu laki-laki dari anak
laki-laki setelah anak laki-laki dan seterusnya ke bawah seperti anak laki-laki pada hukum lainnya,
kemudian Ayah karena ia ia ashibah dan dia memiliki perwalian atasnya sendiri dan yang selainnya
diperantarai maka diutamakan kedekatannya dengan anak laki-laki sang Ayah yaitu saudara laki-
laki kandung, kemudian saudara laki-laki se-Ayah atas para paman, walaupun berjauhan karena
yang dekat dari satu macam diutamakan atas macam yang terakhir darinya walaupun ia lebih dekat
darinya, kemudian anak-anak lelaki paman begitu juga kemudian paman ayah akndung
didahulukan dari paman se-Ayah kemudian anak anak laki-laki merekan, kemudian paman kakek
didahulukan dari yang sekandung kemudian dari se-Ayah hingga akhir, maka jika tidak terdapat
satupun ashobah dari nasab dan mayit adalah mantan budak, maka Ashobah diberikan kepada
orang yang telah memerdekakannya baik laki-laki maupun perempuan, karena seorang lelaki
datang bersama laki-laki lain kepaa Nabi dan berkata: wahai Rasulullah sesungguhnya saya
membelinya dan memerdekakannya maka apa perkara warisannya? Maka Nabi bersabda:
9. فالوالية وإال أحق فالعصوبة عصبة ترك إن
أعتق لمن الوالء آخر حديث وفي
Jika ia meninggalkan Ashobah maka Ahsobah paling berhak, jika tidak maka perwalian yang
mendapatkan
Pada hadits lain:
Perwalian buat orang yang memerdekakan
Jika tidak ada ahli waris maka harta berpindah ke baitul mal dengan syarat penyalurannya sesuai
dengan syariat, jika tidak demikian karena penguasanya zhalim atau karena tidak terkumpul
padanya syarat kepemimpinan sebagaimana pada masa kita sekarang, maka Syaikh Abu Hamid
berkata: Tidak disalurkan kepada pemilik hak waris tertentu juga tidak diserahkan pada dzawil
arham, karena harta kaum muslimin tidak gugur dikarenakan tiadanya imam yang adil.
Kedua: diserahkan dan disalurkan kepada dzawil arham karena harta disalurkan pada mereka atau
ke baitul maal secara ijma’, jika terhalang salah satunya maka disalurkan ke salah satunya, Ar
Rafi’iy berkata: itulah yang paling benar atau yang benar menurut ahli tahqiq sahabat sahabat
kami, dan diantara yang membenarkan dan berfatwa dengannya adalah Ibnu Saroqoh dan pemilik
kitab Al Hawiy dan Al Qadhiy Husain dan Al Mutawaliy dan lainnya, Ibnu Saroqoh berkata: dan
itu adalah perkataan guru guru kami secara umum, dan di atas pendapat itu pula fatwa hari ini di
penjuru negeri dan Al Mawardi menukilnya dari madzhab Asy Syafi’iy, dan berkata Syaikh Abu
Hamid menyalahkan pada perselisihannya, dan hanyalah madzhab Asy Syafi’iy mencegah
menyerahkan harta ke mereka jika Baitul Mal istiqamah, Wallahu A’lam.
Aku berkata: Al Mawardi berkata dan para ahli tahqiq telah bersepakat dan selaras dengan
pendapat seluruhnya bahwa tidak boleh menyerahkan harta kepada pemimpin yang fasik jika tetap
diserahkan maka itu adalah tindakan maksiat dan mewajibkan mengganti karena kazalimannya,
dan yang benar harta diberikan kepada ahlil furudh menurut pendapat yang palin benar, selain
kepada suami atau istri, diserahkan sesuai kadar bagiannya masing-masing , karena disana ada ahli
furudh, jika tidak ada selain suami istri maka harta diserahkan kepada dzawil arham menurut
pendapat yang paling benar,
apakah dikhususkan pada yang fakir atau diserahkan kepada yang paling membutuhkan ataukah
tidak?
10. Yang benar adalah diserahkan kepada seluruhnya, dan apakah atas dasar kemaslahatan atau atas
dasar pewarisan? Ada dua pendapat:
Ar Rafi’iy berkata yang paling mirip dengan pokok madzhab ini adalah atas dasar kemaslahatan,
An Nawawiy berkata yang benar sesuai kebanyakan sahabat adalah diserahkan kepada seluruh
dzawil arham atas dasar pewarisan, Wallahu A’lam.
Dzawul Arham adalah seluruh kerabat yang buka termasuk ahli furudh dan bukan pula ashobah,
dan perinciannya setiap kakek dan nenek yang gugur, dan cucu dari anak perempuan dan anak
anak perempuan saudar, dan anak anak saudari perempuan dan anak anak dari saudara se-Ibu dan
paman se-Ibu, dan anak anak perempuan paman dan bibi dari pihak ayah, dan juga paman dan bibi
dari pihak ibu, jika kita berpendapat pertama dengan Radd kepada dzawil arham dan itu yang lebih
benar,
Maka maksud dari fatwa bahwasanya jika tidak ada orang yang diberikan padanya berupa dzawil
arham kecuali sekelompok maka jika seseorang menyerahkan padanya bagian tertentu dan sisanya
diserahkan secara radd seperti anak perempuan yang memiliki hak setengah secara fardh dan
sisanya mendapatkan secara radd, dan jika sekelompok sisanya diantara mereka sesua kadar
bagiannya, dan jika berkumpul dua kelompok atau lebih maka dikembalikan kelebihannya pada
mereka sesuai bagiannya.
Adapun pewarisan dzawil arham maka dari madzhab padanya ada perbedaan dalam caranya,
sebagian mengambil dengan madzhab ahli tanzil dan diantara mereka ada yang mengambil
madzhab ahli qarabah, dan dinamakan yang pertama dengan nama ahli tanzil karena mereka
menyerahkan setiap cabangnya kepada asalnya, dan dinamakan satunya lagi dengan nama ahli
qarabah karena mereka mewariskan yang paling dekat kemudian yang dekat seperti ashobah, An
Nawawi berkata yang paling benar dan paling adil adalah madzhab ahli tanzil, wallahu a’lam.
Kedua madzhab ini sepakat atas orang yang bersendirian dari dzawil arham boleh mengambil
seluruh harta baik dia laki-laki maupun wanita, dan yang nampak hanyalah perbedaan ketika
dzawil arham berkumpul.
11. KESIMPULAN
A. Dalil-dalil yang digunakan adalah dalil dari Al Quran, Hadits dan Ijma’ para ulama.
B. Perbedaan pendapat pada pembahasan ini ketika seluruh ahli waris (dzawil furudh dan ashobah)
tidak ada, harta diserahkan kepada siapakah? Ada beberapa pendapat:
1. Diserahkan kepada Dzawil Arham
2. Diserahkan kepada Baitul Maal
C. Metode istinbath al-Ahkam, menggunakan qiyas.
E. Pendapat yang rajih, wallahu a’lam adalah diserahkan kepada Dzawil Arham sesuai yang
menjadi perantara ahli waris.