Makalah ini membahas tentang agama Hindu dan sejarah perkembangannya. Agama Hindu bermula sekitar 1800 SM di India dan dipengaruhi oleh budaya Dravida dan Arya. Hindu memuja banyak dewa tetapi memiliki konsep ketuhanan tertinggi yaitu Brahman. Kitab suci utamanya adalah Weda yang membahas upacara korban, dan terbagi atas Shruti dan Smriti. Agama Hindu juga menganut sistem kasta dan asrama.
1. Agama Hindu dan Sejarah Perkembanganya
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Agama
Dosen pengampu : Imamul Huda, M.Pd.I
Disusun oleh :
1. Maudyna Agustin Sismawanti 23010-15-0071
2. Andi Nafi Alamul Yaqin 23010-15-0078
3. Anastasya Nidya Anggraeni 23010-15-0095
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Agama Hindu dan Sejarah Perkembangannya” dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam tak lupa pula kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang senantiasa ditunggu syafa’atnya di hari kiamat.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan
Agama yang yang dibimbing oleh Bapak Imamul Huda, M.Pd.I.
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan. Tegur, kritik, dan saran penulis terima dengan senang hati demi
perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Mohon maaf atas segala
kekurangan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Salatiga, 21 April 2017
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah dan pengertian agama Hindu 3
B. Konsep ketuhanan agama Hindu 4
C. Kitab suci, sistem kasta, dan sistem asrama dalam agama hindu 5
D. Agama Hindu di Bali 11
E. pembagian aliran-aliran dalam agama Hindu 13
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17
4. iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Hindu merupakan salah satu agama yang dianut oleh sebagian umat
manusia di jagat raya ini. Eksistensi agama ini masih eksis sampai sekarang.
Agama Hindu sebenarnya adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan yang
meliputi zaman sejak kira-kira 1500 SM hingga sekarang. Dalam perjalanan
berabad-abad itu agama Hindu berkembang sambil berubah dan terbagi-bagi,
sehingga agama ini memiliki ciri-ciri yang bermacam-macam yang oleh
pengikutnya diutamakan, tetapi kadang tidak diindahkan sama sekali.
Orang pribumi sendiri agama Hindu disebut Sanatama Dharma, yang
berarti agama yang kekal. Dengan ini orang Hindu manyatakan keyakinan, bahwa
agama tidaklah terikat zaman, agama ada bersamaan dengan hidup, sebab agama
adalah makanan rohani manusia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis ambil dalam penyusunan makalah ini antara
lain sebagai berikut:
1. Bagaimana asal-usul dan pengertian agama Hindu ?
2. Bagaimana konsep ketuhanan agama Hindu ?
3. Bagaimana kitab suci, sistem kasta, dan sistem asrama dalam agama hindu ?
4. Bagaimana agama Hindu di Bali?
5. Bagaimana pembagian aliran-aliran dalam agama Hindu ?
1
5. v
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penyusunan makalah ini
antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menetahui asal-usul dan pengertian agama Hindu.
2. Untuk mengetahui konsep ketuhanan agama Hindu.
3. Untuk mengetahui kitab suci, sistem kasta, dan sistem asrama dalam agama
hindu.
4. Untuk mengetahui bagaimana agama Hindu di Bali.
5. Untuk mengetahui bagaimana pembagian aliran-aliran dalam agama Hindu
2
6. vi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-Usul dan Pengertian Agama Hindu
Hindu muncul sekitar tahun 1800 SM di India. Dari riwayat yang diketahui
Hindu berasal dari peradapan Lembah Sungai Indus. Kata Indus sendiri berasal
dari bahasa Sansakerta Siddhu kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan
sebagagi “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut
semua bangsa India pada umumnya. Tetapi sekarang kata itu hanya digunakan
untuk menyebut pengikut Hindunisme.1
Dipandang dari sudut ethnology (ilmu
tentang bangsa-bangsa), penduduk Hindu merupakan campuran antara penduduk
asli yang disebut dengan bangsa Dravida dengan suku pendatang yang berasal
dari sebelah utara, yaitu bangsa Aria yang merupakan rumpun dari Jerman yang
disebut Indo Jerman.
Agama Hindu merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah Kristen
dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir satu milyar jiwa, penganut
agama ini sebagian besar terdapat di anak benua Hindia. Di sini terdapat sekitar
90 % penganut agama Hindu.
Antara tahun 2000 dan 1000 SM dari sebelah utara masuk ke India suku
Arya yang memissahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran.2
Mereka memasuki
India melewati jurang-jurang di pegunungan Hindu Kush. Setelah datang ke India
mereka menetap di sekitar lembah sungai Gangga yang dihuni oleh penduduk
asli.3
Suku-suku pribumi, yakni suku Dravida tidak tunduk begitu saja kepada
para pendatang itu dan memilih untuk pindah ke selatan anak benua India. Dan
sewaktu suku Arya semakin berkembang dan memencar menyusuri sungai
Gangga dan Sungai Indus dan memasuki daerah-daerah sepanjang pesisir selatan
India maka suku-suku Dravida itu menyingkir ke daerah pedalaman memasuki
dataran tinggi Vyndhia dan dataran tinggi Andhra.4
1
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 10.
2
Faridi, Agama Jalan Kedamaian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 89.
3
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 63-64.
4
Jaesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, (Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 1996),
hlm. 26.
3
7. vii
Akibat dari pembaruan tersebut, maka terjadilah peleburan dua kebudayaan
berbeda, yang kemudian melahirkan kebudayaan Hindu yang nantinya melahirkan
agama Hindu. Agama Hindu dibentuk atau dipengaruhi oleh kedua unsur
kebudayaan, yang mula-mula banyak ditemukan perbedaan. Tetapi lama-
kelamaan dapat melebur menjadi satu. Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa
agama India kuno tidak terlepas dari kutipan yang diambil dari agama-agama
yang dianut oleh bangsa Babilonia, Mesir, dan Austria. Pendapat itu mereka
hubungkan dengan tempat tinggal atau mula orang-orang Aria pertama yang
memasuki India hidup dan berada di sekitar bangsa-bangsa tersebut.
G. Honig menegaskan, Agama Hindu bukanlah merupakan suatu agama,
teapi kesimpulan sejumlah agama-agama yang meliputi segi etika dan
kemasyarakatan, dari keseluruhan ini disebut agama Hindu. Jadi dengan demikian
Honig berkesimpulan, agama Hindu adalah agama orang India dan juga seluruh
kebudayaan yang bersangkutan dengan itu.5
B. Konsep Ketuhanan Agama Hindu
Agama Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran
polytheisme karena memuja banyak dewa. Namun tidaklah sepenuhnya demikian.
Dalam agama Hindu, dewa bukanlah tuhan tersendiri. Tuhan itu Maha Esa dalam
salah satu ajaran filsafat Hindu, menururt Advaita Vedanta yang dikutip penulis
dari buku karya Michael Keene menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan
menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya
sebagai manusia dalam berbagai bentuk Brahmana adalah roh yang paling tinggi,
di luar jangkauan manusia, tidak terbatas oleh waktu dan ruang.6
Dalam agama Hindu memang cukup banyak jumlah dewa-dewa yang
dipuja. Dalam weda disebutkan sebanyak 32 dewa dan masing-masing memiliki
fungsi tersendiri dalam hubungannya dengan kehidupan manusia. Dewa-dewa
tersebut diantaranya : Dyous Pitar, Dewa matahari, Vairuna, dewa air, Indera,
dewa perang, Yama, dewa maut, Brahmana sebagai dewa pencipta alam, dan
Wisnu sebagai pemelihara alam.
5
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, hlm. 64-65.
6
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 14.
4
8. viii
Konsepsi Hindu selanjutnya mengalami perkembangan, sehingga banyak
hal telah dijadikan pedoman dalam kitab suci Weda seperti jumlah dewa
mengalami perubahan. Dalam Hindu Weda belum dikenal adanya dewa Trimurti
yaitu tiga rangkaian dewa yang berkuasa atas alam semesta, maka dalam Hindu
selanjutnya muncul konsep Trimurti tersebut. Tiga dewa yang digabungkan
menjadi Trimurti yaitu : Brahma, Wisnu dan Syiwa.7
Brahma dalam rangkaian Trimurti dipandang sebagai dewa yang paling
berkuasa dalam menciptakan sesuatu. Jadi, dipandang lebih tinggi kekuasaannya
daripada kedua dewa lainnya. Brahmana digambarkan sebagai tokoh dewa
berkepala 4 serta berwajah indah dengan tanda sekuntum bunga teratai serta naik
Hamsa (angsa). 8
C. Kitab Agama Hindu, Pembagian Kasta, dan Asrama
1. Kitab Agama Hindu
Kitab suci agama Hindu ialah kitab Weda, kitab suci ini mengandung
kepercayaan-kepercayaan, adat-istiadat dan hukum-hukum juga tidak memiliki
pencipta yang pasti. Kata Weda berasal dari kata “Wid” yang artinya tahu. Ada
perbedaan pendapat mengenai pencipta dari kitab Weda tersebut. Faridi
menjelaskan, menurut tradisi Hindu, kitab-kitab tersebut adalah buah ciptaan
Dewa Brahma sendiri. Isinya diwahyukan oleh Dewa Brahma kepada para resi
(para pendeta) dalam bentuk mantera-mantera yang kemudian disusun sebagai
puji-pujian oleh para resi sebagai pernyataan rasa hati.9
Sedangkan menurut Shalaby, penganut agama Hindu mempercayai kitab
Weda adalah suatu kitab yang ada sejak dahulu dan tidak mempunyai tanggal
permulaan. Sebagaimana halnya agama Hindu yang tidak memiliki pendiri,
kitab Weda tidak mempunyai pencipta.10
7
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, hlm. 71-72.
8
Sufa’at Mansur, Agama-Agama Besar Masa Kini, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011),
hlm. 35.
9
Faridi, Agama Jalan Kedamaian, hlm. 89.
10
Ahmad Shalaby, Perbandingan Agama : Agama-Agama Besar di India, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1998), hlm. 26.
5
9. ix
Kitab suci agama Hindu dibagi menjadi dua bagian, yaitu kitab-kitab Shruti
dan Smriti.
a. Shruti (yang didengar) dianggap sebagai yang suci yang berada di dalam
asal-usul segala sesuatu. Kitab Shruti berisi pujian-pujian kuno dari kitab
Weda.11
Kitab Weda sendiri terdiri atas empat samhita (himpunan)
yaitu:12
1) Rig Weda
Berisi mantera-mantera dalam bentuk nyanyian-nyanyian yang
diguna-kan ketika mengundang para Dewa agar hadir pada upacara-
upacara korban yang dipesembahkan kepada mereka (para Dewa). Para
pendeta yang melantunkan puji-pujian ini disebut Hor. Kitab ini
sekaligus merupakan kitab tertua diantara empat kitab yang ada.
2) Sama Weda
Berisi hampir sama dengan kitab sebelumnya hanya diberi “titi
suara” atau lagu. Pendeta yang melantunkan ini disebut Udgatr.
3) Yajur Weda
Berisi mantera-mantera, jampi-jampi yang harus diucapkan oleh
pendeta ketika sembahyang dan pujaan, atau untuk mengubah korban
menjadi makanan para dewa. Para pendeta yang melantunkannya
disebut dengan Adwary.
4) Atharwa Weda
Berisis mantera-mantera dan jampi-jampi khusus untuk menyem-
buhkan orang-orang sakit, mengusir roh-roh jahat, dan sebagainya.
Dan biasanya dipimpin oleh Atharwan.
b. Smriti (yang diingat) yakni setiap tradisi (ucapan, perbuatan, tulisan),
kitab ini berisi cerita rakyat seumpama Krishna dan lainnya. Didalam
himpunan Smriti itu termasuk Brahmana, Upanishad, Mahabarata,
Bhagavad Gita, Ramayana, Purana, dan lainnya.13
11
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 20.
12
Faridi, Agama Jalan Kedamaian, hlm. 89-90.
13
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, hlm. 27.
6
10. x
Isi kitab Weda pada umumnya mengenai ritus (upacara-upacara
keagamaan), terutama soal korban. Bermacam-macam cara koerban diuraikan
di dalamnya dan yang terpenting ialah koban yang menggunakan air soma
(semacam minuman yang penyelenggaraanya memerlukan banyak tenaga dan
biaya).
Korban-korban tersebut dipersembahakan kepada para Dewa yang pada
hakikatnya merupakan personifikasi dari kekuatan-kekuatan alam yang dahsyar
atau yang menakutkan, seperti Dewa Api (Agni), Matahari (Surya), Angin
(Vayu), Tufan (Maruta), Bumi (Pertiwi), Perang (Indra), Langit (Maruna),
Perusak (Rud), dan sebagainya.
Pandangan mereka terhadap Dewa-dewa tersebut tidak jauh berbeda
dengan pandangan bangsa-bangsa Arya di Iran sebelum mereka masuk India.
Jadi, merka mempercayai banyak Dewa (poteistik) dan antara yang satu
dengan yang lainya sama-sama tinggi kedudukanya.
2. Kasta dalam Agama Hindu
Agama ini mengenal adanya Kasta-kasta. Ada empat kasta dalam agama
Hindu yang sangat dipercayai bahwa perbedaan derajat tidak dapat diubah
sama sekali, diantaranya:14
a. Brahma
Terdiri dari golongan pendeta dan ulama-ulama.
b. Ksataria
Terdiri dari golongan perwira bala tentara dan pegawai negeri.
c. Waisya
Terdiri dari kaum buruh, tanim dan saudagar.
d. Sudra
Terdiri dari hamba sahaya dan orang-orang yang mengerjakan pekerjaan
yang kurang baik.
14
Faridi, Agama Jalan Kedamaian, hlm. 92.
7
11. xi
Dalam catatan kitab Rigweda disebutkan sesungguhnya kasta-kasta itu
timbul dari anggota tubuh Purusa, ciptaan dunia. Dikatakan bahwa ada suatu
makhluk yang azali yang besar, laki-laki yang disebut Purusa. Makhluk
tersebut memiliki seribu kepala, mata dan kakinya menutupi bumi, bahkan
masih menonjol 10 dim. Purusa adalah segala yang ada dan yang akan ada dan
disebut sebagai Dewa yang tidak akan mati. Seperempat badanya adalah
makhluk abadi di langit. Para dewa melakukan melakukan persembahan
korban dengan purusa ini. Ketika ia dipotong-potong, mulutnya menjadi
Brahmana, lengannya menjadi Ksatria, pahanya menjadi Waisya, dan dari
kakinya muncul sudra, matanya menjadi matahari, nafasnya menjadi angin,
dan dari telinganya terjadi mata angin, dan seterusnya.
Pendapat lain mengatakan bahwa timbulnya kasta dikarenakan terjadinya
benturan antara bangsa Arya (pendatang) dengan bangsa Dravida (penduduk
asli India). Semula bangsa Arya beusaha untuk tidak bercampur darah
(asimilasi) dengan penduduk asli, karena mereka merasa lebih tinggi daripada
penduduk yang ditakhlukkanya tadi. Hanya saja, akibat terjadinya peperangan,
beberapa suku kekurangan istri, sehingga mau tidak mau mereka kawin dengan
suku pribumi. Itulah sebabnya keturunan mereka dikemudian hari dianggap
lebih rendah status sosialnya dibanding dengan keturunan asli suku India.
Demikianlah, keturunan kedua dari mereka telah menimbulkan kelas antara
bangsa Arya asli dan bangsa pribumi, yakni orang-orang yang berdarah
campuran. Perkembagan seperti ini kemudian menimbulkan adanya empat
macam kasta dalam agama Hindu.
Dalam kehidupan sehari-hari, kasta yang lebih tinggi acap kali selalu
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan enak. Hal tersebut tercantum
dalam kitab Undang-Undang Manawa Dharma Sasrta. Didalamnya antara lain
ditetapakan bahwa sesuatu kejahatan akan lebih ringan kalau yang
melakukannya seorang Brahmana daripada kalau kejahatan tersebut dilakukan
oleh seorang Ksatria, dan akan lebih berat lagi kalau yang melakukannya
seorang dari golongan yang lebih rendah. Sebaliknya, kejahatan yang
dilakukan terhadap orang-orang dari kasta yang lebih rendah.
8
12. xii
Meskipun demikian, dalam kenyataanya peraturan-peraturan tersebut
tidak selalu dipatuhi sepenuhnya. Perkawinan campur antara Varna cukup
banyak terjadi. Oleh karena itu, terdapat varna campuran yang memiliki
kedudukan tersendiri. Disamping keempat varna yang asal. Kelompok ini
sering disebut dengan jati, atau chandalan (orang-orang yang tidak perkasa).15
3. Asrama dalam Agama Hindu
Asrama merupakan tingkatan hidup. Dalam agama Brahmana disebutkan
adanya empat tingkatan hidup yang harus diakui oleh setiap penganut agama
tersebut. Sebelum memasuki keempat tingkatan tadi, setiap orang terlebih
dahulu harus melakukan upacara upanayana, yakni upacara menjadikan
seseorang anak menjadi dwija dan resmi sebagai anggota kasta serta siap
memasuki tingkatan hidup yang pertama, yaitu kehidupan sebagai
Brahmacarin. Anak tadi akan meninggalkan rumah orangtuanya dan menetap
sebagai seorang siswa di kediaman seorang guru untuk mempelajari isi Veda
dan pengetahuan keagamaan lainya. Ia harus tunduk kepada perintah guru dan
istri gurunya, patuh melaksanakan perintahnya dan harus mencari makan
sendiri dengan cara meminta-minta. Sebagai imbalanya ia akan menerima
pelajaran dari seorang guru, terutama tentang dharma dan kitab suci. Manakala
pelajaran sudah selesai, mereka segera pulang ke rumah orang tuanya dan
segera kawin.
Mulailah mereka memasuki tingkat kedua, Grhasta yang dimulai dengan
upacara tertentu, yakni kedua mempelai melangkah sebanyak tujuh langkah ke
arah timur laut sambil diperciki air suci, ia memegang tangan istrinya, sedang
sang suami mengucapkan mantera-mantera kemudian membawa api suci yang
harus tetap dipeliharanya di rumah. Setelah itu mulailah mereka sebagai suami
istri.
Tingkat ketiga ialah Vanaprastha (Kehidupan di hutan). Tingkatan ini
adalah tingkatan yang harus ditempuh apabila seseorang sudah mencapai usia
lanjut. Sebagai kewajibanya selaku kepala keluarga diserahkan sepenuhnya
kepada anak laki-lakinya. Adakalanya mereka masuk ke hutan bersama istrinya
15
Ibid., hlm. 93.
9
13. xiii
dengan harapan agar dapat memberikan ketenangan dan keheningan berfikir
dalam upayanya mencapai kesempurnaan hidup. Segala urusan yang
berhubungan dengan kehidupan atau keduniaan ditinggalkanya demi
sepenuhnya mengabdikan diri kepada Tuhan secara keagamaan.
Tingkatan yang keempat adalah Sanyasin, yaitu tingkat pertapa yang
telah lepas dari kehidupan dunia. Sekalipun ia masih hidup di dunia ini namun
ia sama sekali telah melepaskan diri dari permasalahan dunia sehingga terbuka
kesempatan untuk mencapai moksha. 16
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal penting yang
terdapat dalam tujuan hidup penganut agama Hindu, diantaranya:
a. Dharma
Kewajiban-kewajiban, termasuk tata-sopan, aturan orang hidup untuk
menepati tata masyarakat dan tata kesopanan sebagai imbangan rasa
keagamaan.
b. Artha
Kepentingan hidup yang sekarang berupa nafkah dengan jalan mencari
untung.
c. Karma
Kenikmatan, yaitu mencari kesenangan hidup dan kenikmatannya.
d. Moksha
Kelepasan, dilakukan dengan upanischaci.
Penganut agama Hindu menganggap lembu sebagai binatang suci,
sehingga harus dipujanya dan dilarang untuk disembelih. Selain lembu ular
juga dipandang suci.
Tempat sucinya adalah Benares, sebuah kota yang dipandang suci
karena merupakan tempat Syiwa. Sungai Gangga dianggap suci karena airnya
dapat menyucikan dosa-dosanya. Tulang dan abu seorang mayat yang sudah
dibakar dilemparkan ke sungai tersebut dengan tujuan agar arwahnya
langsung masuk ke surga.17
16
Ibid., hlm 94.
17
Ibid., hlm 95.
10
14. xiv
D. Sekilas Agama Hindu Bali
Nama asli dari agama Hindu Bali adalah “Hindu”. Kemudian mengalami
perubahan sesuai dengan tempat dan kemauan umatnya. Akhirnya dapat dijumpai
pula nama-nama lain, misalnya nama Hindu Jawa, Hindu Tirta (air). Sendi-sendi
keyakinan agama Hindu meliputi sebagai berikut :18
1. Percaya akan adanya asa Ketuhanan Yang Maha Esa, soal nama terserah
bagi umatnya, misalnya nama Brahmana, Widdhi dan sebagainya. Asas
Ketuhanan yang Maha Esa dan Maha Adil ini sudah tercantum dalam kitab
suci ayat Purusha dan Nasady Sukta (nama Tuhan tidak diketahui).
2. Percaya akan adanya kitab suci dan ajaran yang terkandung didalamnya.
Kitab suci tersebut disebut Weda atau mantera. Dengan tafsir-tafsirnya yang
disebut senitti sastra , Brahmana, dan upanisad.
3. Percaya akan adanya dewa-dewa sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai
kedudukan sebagai perantara hidup kebatinan dan keagamaan antara
manusia dan Tuhan. Karena mereka percaya bahwa dewa-dewa itu sebagai
perantara, maka dewa-dewa tersebut dimuliakan dan disanjung-sanjung
untuk mempermudah jalan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari sekian dewa
yang ada, yang terpenting untuk diketahui dan dimuliakan adalah dewa
Agni (api), indra (petir), Wisnu (air), Rudra (siwa), Candra, Surya,
Wayu,Prihtiwi, dan Waruna.
4. Percaya terhadap utusan Tuhan yang membawa ajaran Hindu, mereka
disebut Bhatara, diantara yang terkenal adalah Krisna dan Rama.
5. Percaya akan adanya takdir yang dikenal dalam hukum pengertian
phalakarma (hasil perbuatan), yaitu berusaha berbuat yang baik karena
perbuatan itulah yang menentukannya. Hal ini tercantum dalam ajaran
tentang Dharma.
6. Percaya akan adanya hari pralaya (kiamat).
7. Percaya akan adanya kebajikan yang tertinggi yang menjadi tujuan hidup
terakhir, dikenal sebagai surga atau Moskha.
18
Ibid., hlm 96.
11
15. xv
Tempat untuk melakukan ibadah agama Hindu disebut Pura yang terdiri
sebagai berikut :
a. Pura untuk persatuan sanak saudara
Dinamakan sanggar (sanggah, langgar, paramajan, kawitan, hibu, dan
sebagainya).
b. Pura untuk persatuan penduduk desa
Dinamakan balai agung, puseh, dan dalem.
c. Pura untuk persatuan sepengairan
Dinamakan subak, masceti, atau empelan
d. Pura untuk persatuan penduduk satu peraja
Dinamakan sadahyangan, penataran, atau pesaki.
Hari raya (hari suci) bagi agama Hindu Bali bermacam-macam dan wajib
diperhatikan oleh umatnya. Disamping itu, dikenal pula adanya hari naas dimana
pada hari tersebut tidak diperbolehkan melakukan persembahyangan. 19
1) Hari raya Galunganut
Di India hari ini disebut Durja Puja. Di Bali hari itu dikisahkan
dengan jatuhnya Raja Mayadanawia dari berdaulu atau nasehat Dewi Durga
untuk memperingati hari kebangkitan manusia ini kepada Raja Jayakesunu.
Namun, intinya sebagai upacara menentang kebangkitan penderitaan.
2) Hari raya Kuningan
Di India disebut Wijaya Dasani. Hari ini dirayakan sebagai hari
kemenangan dan kepahlawanan dan diperingati selama sepuluh hari.
3) Hari raya Sarwaswati
Hari raya turunnya kitab suci atau hari lahirnya Weda di dunia.
4) Hari raya Siwaratri
Sebuah peristiwa yang dimuliakan oleh aliran Siwa dan merupakan
malam penebusan dosa (disertai puasa selama 24 jam).
5) Hari raya Nyepi atau tahun baru Saka.
19
Ibid., hlm 96.
12
16. xvi
E. Aliran-aliran dalam Agama Hindu
Dalam agama Hindu terdapat beberapa aliran yang dipercaya pada kalangan
masyarakat, diantaranya:
1. Theologia Brahmana daripada Wedanta
Wedanta artinya: akhir Weda atau selesainya Weda. Dari mana ini
sudahlah terang, bahwa yang pokok disisni ialah penguraian pikiran-pikiran
atau soal-soal yang telah kita kenal di dalam bab-bab yang lampau.
Seanjutnya yang dibicarakan di dalam Wedanta itu ialah apa yang di
sebut ’jnana marga” artinya: “jalan ilmu”. Itu berarti, bahwa Wedanta
menunujukan suatu jalan kelepasan dengan mempergunakan ilmu
(pengetahuan).Paham-paham Weda itu ditetapkan secara dogmatis dan
selanjutnya di perkembangkan oleh enam macam “Pandangan“ atau
dogmatika (darsana).
Ada pula yang mengganggap bahwasanya darsana itu disebut
susunan-susunan filsafat. Tapi isinya sangat berlainan dengan filsafat dalam
arti kata yang lazim. Darsana-darsana itu menekankan bahwa berfikir
menurut akal itu sendiri tidak memberi kepastian. Darsana-darsana itu
hanya hendak menerangkan kebenaran yang kekal daripada Weda-weda
yang diwartakan oleh dewa-dewa. Darsana –darsana itu mau digunakan
untuk menolong dunia yang menderita, dunia yang telah terjerat di dalam
samsara dan mau membimbing ke arah kelepasan dan ketentraman yang
kekal.20
2. Theologi Brahmana pada golongan Sankhya
Perkataan Sankhya terjadi dari dua kata , yakni “san” artinya bersama-
sama atau dengan ; dan Khya “, artinya bilangan. Jadi Sankhya artinya
perjumlahan. Pernah juga diterjemahkan: susunan yang berukuran
bilangan”. Nanti akan kita lihat, bahwa bilangan-bilangan itu memainkan
peranan yang penting di dalam sistim ini.
Sistim Sankhya berpangkal pada suatu perlawanan yang principal dan
tak dapat diperhubungkan di dalam seluruh kosmos, yaitu perlawanan antara
20
Honig, Ilmu Agama, hlm.125.
13
17. xvii
roh (purusa) dan materi (praktis). Sistim sankhya mengajarkan, bahwa
prakti itu satu dan abadi, purusa itu tiada terhingga banyaknya,tetapi abadi
juga. Selanjutnya diajarkan oleh sistim ini, bahwa dunia yang dapat di
amati-amati oleh pancaindera itu sungguh ada. Oleh karena itu para
penganut ajaran sankhya menamakan juga sistemnya itu: satkaryavada, yang
artinya: suatu pandangan (Vada), yang menganggap, bahwa kerja atau
peristiwa (karya) itu kenyataan (sat). 21
3. Wishnuisme
Sebelum timbul Buddhisme, di dalam Hinduisme telah kelihatan
perkembangan kea rah suatu ajaran , yang kemudian menjadi terkenal
denagn nama “Bhakti-marga”. Tetapi Buddhisme telah menghambat
perkembangan tersebut. Baru beberapa abad kemudian, ketika Buddhisme
di india mulai hilang dapatlah aliran itu(Hindu) berkembang luas tetapi yang
terpenting ialah aliran Waicnawa, yakni penyembah Wishnu sebagai dewa
yang tertinggi. Aliran ini berkembang dari suatu kebaktian sebelum
Buddhisme, yakni kebaktian –Krshna, tertuju kepada Krshna Wasudewa,
yang kemudian dipandang sebagai penjelmaan, suatu awatara Wishnu.
Aliran Wishnuistis ini meluas baik ke India-Utara maupun ke India –
Selatan. didalam Bhagavad – Gita telah kita jumpai suatu permulaan dari
kesadaran teologis dari aliran ini.
Corak-corak pokok ajaran whisnuisme ialah: Ramanuya tidak
menerima ajaran tentang maya. Menurut dia adanya Weda itu telah lebih
dahulu daripada dunia. Weda-weda itu diwartakan kepada manusia karena
iba hati. Lahir dan mati itu hanya keadaan-keadaan peralihan. Nyawa tetap
sama adanya. Itulah yang merupakan penderitaan baginya. Segala materi itu
mengandung sedikit dari nyawa, berjiwa, meskipun berlain-lainan tarafnya.
Tujuan segala hal ialah, supaya nyawa-nyawa itu melepaskan diri dari
materi. Untuk itu ”marga-marga” tersebut diatas dapat menolongnya. Apa
yang dikerjakan oleh Ramanuya ialah,bahwa dia memberi keteguhan
dogmatis kepada kesalehan-Bhakti para penyair.
4. Shiwaisme
21
Ibid., hlm.128
14
18. xviii
Pati atau Shiwa mempunyai kesadaran, berwatak laki-laki dan ia
adalah budi yang berpikir. Sebagai sisi jasmaninya ia mempunyai sakti,
yang juga berkesadaran, tetapi berwatak perempuan. Ia disebut istri Shiwa ,
bernama durga. Sakti ialah bagian Shiwa yang bekerja dan yang
merangsang untuk bekerja . berkat adanya sakti inilah Shiwa memerintah
dunia materi ini tinggal para pasu, yakni jiwa-jiwa perseorangan. Nasib jiwa
–jiwa perseorangan ini ditentukan oleh karman, yakni jasa atau kesalahan-
kesalahan perbuatan. Karman ini memaksa Shiwa, berdasarkan Saktinya,
supaya bertindak di dalam apa yang terjadi di dunia. Jiwa-jiwa juga
mengandung mala yakni noda, seperti selaput biji membalut biji.
Begitulah jiwa itu jatuh kedalam samsara karena karmannya sendiri,
mala dan maya, dunia materi, dan ketiga unsur itu bersama-sama berakar
pada rodha-sakti yakni Kuasa yang merintangi. Dari sebab itu pekerjaan
Shiwa ialah, bahwa ia dengan kekuasaanya terhadap dunia materi (maya)
memungkinkan jiwa perseorangan melepaskan diri adri adri karman dan
mala, mencapai moksha dan menjadi sehakekat dengan dia sendiri, yakni
Shiwa.
Untuk menetapkan sifat Shiwa itu sukar. Di satu pihak ia
mendahsyatkan dan disebut juga pengrusak. Di lain pihak ia adalah dewa
kesenian, ia sendiri ahli kesenian dan pembangkit semangat kesenian.
Dialah dewa seamangat dan,dewa kesuburan.22
22
Ibid., hlm. 142-143
15
19. xix
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Agama Hindu muncul sekitar tahun 1800 SM di India. Dari riwayat yang
diketahui Hindu berasal dari peradapan Lembah Sungai Indus. Kata Indus sendiri
berasal dari bahasa Sansakerta Siddhu kata yang oleh bangsa Persia kuno
diucapkan sebagagi “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk
menyebut semua bangsa India pada umumnya.
Agama Hindu bukanlah merupakan suatu agama, teapi kesimpulan sejumlah
agama-agama yang meliputi segi etika dan kemasyarakatan, dari keseluruhan ini
disebut agama Hindu. Jadi dengan demikian Honig berkesimpulan, agama Hindu
adalah agama orang India dan juga seluruh kebudayaan yang bersangkutan
dengan itu.
Agama Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran
polytheisme karena memuja banyak dewa. Namun tidaklah sepenuhnya demikian.
Dalam agama Hindu, dewa bukanlah tuhan tersendiri. Tuhan itu Maha Esa dalam
salah satu ajaran filsafat Hindu, menururt Advaita Vedanta yang dikutip penulis
dari buku karya Michael Keene menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan
menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya
sebagai manusia dalam berbagai bentuk Brahmana adalah roh yang paling tinggi,
di luar jangkauan manusia, tidak terbatas oleh waktu dan ruang.
16
20. xx
DAFTAR PUSTAKA
Keene, Michael. (2006). Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius.
Faridi. (2002). Agama Jalan Kedamaian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Jirhanuddin. (2010). Perbandingan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sou’yb, Jaesoef. (1996). Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: PT Al-Husna
Zikra.
Mansur, Sufa’at. (2011). Agama-Agama Besar Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Shalaby, Ahmad. (1998). Perbandingan Agama : Agama-Agama Besar di India.
Jakarta: Bumi Aksara
Honig, Ilmu Agama,
Soemanto. (1990). Agama-Agama Indonesia. Jakarta : PT Renika Cipta.
Suryabrata, Sumadi. (1984). Agama Hindu. Cet. 4. Jakarta: CV. Rajawali.
Mahmud, M. Dimyati. 1990. Hindu. Yogyakarta: BPFE.
17