2. Telah diketahui sejak lama bahwa otot akan
berkontrasi ketika aliran listrik diberikan pada
kulit, didekat titik masuknya saraf otot
(motor point) Rangsangan singkat,
beberapa milidetik
Dasar pemeriksaan Kecepatan Hantar saraf
dan pemeriksaan jarum
Electroneuromyography (ENMG) Saraf
(Nerve Conduction study) /KHS dan otot
(Electromyography)
3. Pemeriksaan Kecepatan hantar saraf (KHS)
dilakukan dengan meletakkan elektrode
perekam pada otot (KHS motorik) atau saraf
(KHS Sensorik) tertentu dan elektode
stimulator di atas saraf yang diperiksa.
Potensial aksi yang terbentuk pada saraf
motorik Compound Muscle Action Potential
(CMAP) dan pada saraf sensorik Sensory Nerve
Action Potential (SNAP)
4. Kecepatan Hantar Saraf Motoris
Pemeriksaan KHS Motoris menggunakan
stimulasi intensitas supramaksimal (20-30%
diatas stimulus maksimal
Compound Muscle Action
Potential (CMAP)
Gelombang bifasik,
diawali defleksi negatif
5. Amplitudo (mV)
• Diukur dari garis dasar sampai
defleksi negative pertama
• Menggambarkan berapa
banyak akson yang terangsang
• Besar kecilnya ampiltudo
keadaan akson sepanjang
perjalanan dari motor neuron
di medulla spinalis sampai
saraf motorik
• Penurunan amplitude lesi
motor neuron, lesi radiks, lesi
pleksus dan lesi saraf perifer
6. Durasi (mdet)
• Diukur dari defleksi pertama
sampai titik dimana gelombang
memotong garis dasar Kembali
• Menunjukkan kemampuan
serabut saraf untuk
menghantarkan impuls dalam
waktu yang relative sama
(sinkron)
7. Latensi (mdet)
• Diukur dari stimulus artefak sampai
defleksi pertama dari garis dasar
• Mengukur konduksi serabut motoris
tercepat.
• Latensi Distal latensi yang
timbul oleh stimulasi pada tempat
paling distal dari ekstrimitas
Waktu konduksi impuls serabut saraf(Nerve
Conduction time)
Waktu Transmisi Neuromuscular Junction
(Neuromuscular Junction transmission
time)
Waktu yang dibutuhkan untuk konduksi di sepanjang
membrane otot sampai ke electrode pencatat (Muscle
Fiber propagation time)
8. CMAP direkam minimal pada dua lokasi
sepanjang saraf karena adanya
Neuromuscular transmission time dan Muscle
fiber propagation time
Dengan menstimulasi saraf tepi pada dua titik
berbeda maka dapat dihitung kecepatan
hantar saraf (KHS)
9.
10.
11. Pada lesi demyelinating bisa didapatkan
penurunan ampitudo bila terjadi blok konduksi.
Ampitudo menurun bila stimulasi terletak
proksimal dari blok konduksi tersebut.
Blok konduksi: penurunan amplitudo CMAP >
20% dan peningkatan durasi <15% pada stimulasi
proksimal dibandingkan distal
12.
13. Kecepatan Hantar Saraf Sensoris
Stimulus pada serabut saraf sensoris akan menghasilkan potensial Sensory
Nerve Action Potential (SNAP)
SNAP menggambarkan fungsi integritas ganglion dorsalis (neuron sensoris)
beserta seluruh axonnya
Bila stimulasi di daerah proksimal dan electrode pencatat di distal Antidromik
Bila stimulasi di distal dan electrode pencatat di proksimal Ortodromik
Memperhatikan latensi, amplitude, durasi dan bentuk (konfigurasi)
14. SNAP akan menurun/ menghilang
amplitudonya pada lesi ganglion dorsalis dan
akson saraf sensoris (Plexopaty,
ganglionopati, neuropati aksonal)
Lesi yang proksimal dari ganglion dorsalis akan
memberikan gambaran SNAP normal
Penting untuk diagnosis radikulopati lesi di
proksimal ganglion (pre ganglion) SNAP
normal
Walau penderita mengeluh gangguan
sensibilitas, SNAP akan normal pada
lesi sentral atau radikulopati.
15.
16. F-Wave
Potensial hasil
rangsangan
supramaksimal yang
bersifat antidromic untuk
mengetahui lesi
proksimal
Latensi F Wave mengukur
latensi dari stimulator ke
kornu anterior melalui jalur
motoric kemudian Kembali
ke electrode perekam
F Wave merupakan
CMAP kecil yang
menujukkan 1-5% dari
serabut otot.
Sirkuit F Wave baik aferen
maupun eferen adalah
motoris murni
Pada lesi yang hanya
mengenai saraf sensoris
maka gambaran F-Wave
normal.
17.
18. Tiap respon F-Wave berbeda
latensi, konfigurasi dan
amplitudonya karena yang
aktif pada tiap stimulasi
adalah populasi sel kornu
anterior yang berbeda
Latensi minimal mewakili
serabut motoris yang paling
besar dan cepat
19. Latensi Minimal dan maksimal
Persistensi, persentasi gelombang F pada sejumlah stimulasi, normal 80-
100% dan selalu diatas 50%
Kronodispersi, perbedan antara respon F minimal (tercepat) dan maksimal
(tercepat). Kronodispersi ekstrimitas atas : 4 ms, extrimitas bawah 6ms
F wave bisa diperoleh di semua saraf
motoris kecuali N. Peroneus (sulit
dibangkitkan)
F wave bisa menilai seluruh jalur saraf
Misal jika DL memanjang Latensi
F-Wave memanjang
Perlambatan menyeluruh Respon
F-Wave melambat
20. F- Wave lengan < Tungkai
Pada orang tinggi > pendek
DX: Radikulopati arau Plexopati
• Gel. F hanya memeriksa saraf yang diinervasi otot yang
diperiksa. Misal Median dan Ulnar C8 dan T1, sehingga C5-
C7 tidak didapakan kelainan. F wave hanya untuk Radikulopati
C8-T1 dan L5-S1
• Jika hanya mengenai sensoris Normal
• Kelainan F-Wave (latensi dan persistensi) hanya jika Sebagian
besar serabut saraf terkena
• Bila konduksi saraf normal, maka perpanjangan F-wave terjadi
pada neuropati proksimal, pleksopati/ radikulopati
21. H- Reflex
H-Reflex digunakan juga untuk
mengetahui lesi proksimal
H-Reflex merupakan CMAP yang
ditimbulkan oleh stimulasi
submaksimal serabt afferenf Ia.
Stimulus saraf Ia Serabut Sensoris
kornu posterior medulla spinalis Kornu
anterior serabut motoris otot
Aferen : Sensoris, Eferen: Motoris.
Lesi saraf sensoris/ motoris H reflex
abnormal
Hanya bisa dikerjakan
pada otot
gastrocnemius – soleus
dengan stimulasi saraf
tibialis di fossa poplieta
22. Jika diberikan stimulus
submaksimal rendah durasi
Panjang Ia terangsang H
Reflex pada latensi 25-34 ms
Intensitas stimulus dinaikan
Amplitudo H reflex
meningkat dan latensi
memendek
Intensitasi terus naik
Potensial M naik dan H-reflex
menghilang -> M diikuit F- Wave
23. Beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Latensi Minimal, dibandingkan dengan kontralateral. Bermakna >1,5 ms
2. H/M ratio, perbandingkan amplitude H-reflex dengan M.
Normal > 50%, sering meningkat pada lesi UMN
Perpanjangan latensi H-Reflex : Polineuropati, Neuropati tibialis proksimal, dan Nervus Ischiadicus,
plexopati lumbosacral dan lesi akar saraf S1.
24.
25.
26. Refleks Kedip/ Blink Reflex
Refleks Polisinaptik melalui N.V1
(suprarobitalis), sinaps di pons
eferennya melalui akson motoric
N.VII (m. orbicularis oculi)
Rangsangan V1 Nukleus sensoris
utama di pons (Vm) dan nucleus
tractus spinalis di medulla oblongata
(Vs).
Dari nucleus di pons N.VII
ipsilateral
Nucleus di Medulla oblongata N.VII
bilateral
27. Potensial system aferen: R1
Potensial system eferen: R2
Ipsilateral (R2i) dan R2
kontralateral (R2c)
R1 adalah impuls yang
dihasilkan dari lengkung
monosinaptik yang melalui
Vm (N.V1 Vm -> inti N.VII
N VII Ipsilateral)
R2 adalah hasil impuls yang
dihasilkan secara multisinaptik
melalui Vs inti N.VII ipsilateral
(R2i) dan kontralateral (R2c)
28. Sebelumnya diperiksa dulu respon langsung N.
Fascialis dibawah telinga dan dicatat CMAP musculus
orbicularis okuli.
Gunakan Interval stimulasi 7 detik atau lebih (cegah
habituasi)
Stimulasi dikerjakan beberapa kali (>8x) dan dipilih
respon latensi terpendek
Pemeriksaan refeleks kedip dapat digunakan untuk
evaluasi penderita lesi Nervus V, Nervus VII atau
batang otak
29. Harga normal:
• Latensi R1, sekitar 10 ms, < 13 ms
• Latensi R2, sekitar 30 ms, < 40 ms
ipsilateral dan < 41 ms kontralateral
• Latensi respon langsung sekitar 3 ms, <
4,1 ms
• Perbedaan latensi kedua sisi < 1,5 ms
untuk R1 dan < 8 ms untuk R2
• Ratio latensi R1 disbanding respon
langsung (R/D ratio) : perbandingan
konduksi antara segemn distal N.VII
dengan keseluruhan lengkung refleks
(termasuk N.V dan proksimal N.VII)
3,5
30.
31.
32.
33. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik
Do you have any questions?
Thanks!