Dokumen tersebut membahas tentang asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir, termasuk definisi, etiologi, diagnosis, tanda-tanda dan gejala, penilaian, serta hal-hal penting dalam penilaian asfiksia.
1. BAB II
ASFIKSIA NEONATORUM
4
A. Asfiksia Neonatorum
1. Definisi
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan
zat asam arang dari tubuhnya.( Dewi.2010; h.102)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan
CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba,
2010; h.421)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
akan mengalami asfiksia setelah persalinan. Masalah ini mungkin saling
berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau
sesudah persalinan.(JNPK KR 2008; h. 146).
2. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (DepKes RI, 2009)
a. Faktor Ibu
1) Preeklamsia dan eklamsia.
2) Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau plasenta).
3) Partus lama atau partus macet.
4) Demam selama persalinan.
5) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
6) Kehamilan post matur.
7) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b. Faktor Bayi
1) Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi
vakum, forsef).
2. 5
3) Kelainan kongenital.
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
c. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat.
2) Tali pusat pendek.
3) Simpul tali pusat.
4) Prolapsus tali pusat.
3. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)
Menurut (Manuaba, 2010; h.421)Beberapa keadaan pada ibu dapat
menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran
oksigen kejanin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin.
a. Gangguan Sirkulasi Menuju Janin
1) Gangguan aliran pada tali pusat (lilitan tali pusat, simpul tali pusat,
tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu)
2) Pengaruh obat, karena narkosa saat persalinan.
b. Faktor Ibu
1) Gangguan his (tetania uteri/hipertonik)
2) Penurunan tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada plasenta
previa dan solusio plasenta)Vasokontriksi arterial (hipertensi pada hamil
dan gestosis preeklampsia-eklampsia)
3) Gangguan pertukaran nutrisi/O2 (solusio plasenta)
4. Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut:
a. Denyut jantung janin (Manuaba, 2010; h.421)
1) DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan
2) Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur
3) Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama
yang tidak teratur.
3. 6
4) Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin,
karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus
meningkat dan sfingter ani terbuka
b. Mekonium dalam air ketuban
Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat
janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus
meningkat dan sfingter ani terbuka (Manuaba, 2010; h.422)
c. Pernapasan
Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih
dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas
singkat ini akandiikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini disebut
apnue primer ( drew.2009;h.9)
d. Usia Ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan
untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia
muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi
ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35
tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara
medis (organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian
menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai
hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (>
35 tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani
kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi
perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat
berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum,
2010)
4. 7
e. Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu.Paritas
2-3 merupakan paritas paling aman di tinjau dari sudut kematian
maternal.Paritas 1 dan paritas lebih dari 4 mempunyai angka
kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih
tinggi.Paritas yang rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam
menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidak
mampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi dalam
kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).
Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ
reproduksi) maupun secara mental.Hasil penelitian menunjukan
bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang mempunyai hubungan
yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara
fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan
tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta
previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan
terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
f. Lama persalinan
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat
menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran
oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi asfiksia pada
bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan persalinan sulit,
seperti letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan
vorcep (JNPK-KR, 2008, h. 144)
Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat
untuk setiap fasenya. Kala 1 selesai apabila pembukaan servik telah
lengkap, pada multigravida berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada
multigravida kira-kira 7 jam. (sulistyawati, esti,2010; h.65)
5. Tanda dan gejala(menurut Dewi.2010; h.102)
a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
5. 8
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis,sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan
gejala yang yang muncul pada asfiksiam berat adalah sebagai berikut:
1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 per menit.
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit
2) Usaha nafas lambat
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
4) Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
5) Bayi tampak siannosis
c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai
berikut:
1) Bayi tampak sianosis
2) Adanya retraksi sela iga
3) Bayi merintih
4) Adanya pernafasan cuping hidung
5) Bayi kurang aktifitas
6. Penilaian Asfikaia Pada Bayi Baru Lahir
a. Penilaian Awal
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah
tindakan resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan
penilaian pada semua bayi dengan cara petugas bertanya pada dirinya
sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat.
1) Apakah bayi lahir cukup bulan ?
2) Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?
3) Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis ?
4) Apakah tonus otot baik ?
6. 9
Bila semua jawaban “Ya”, berarti bayi baik dan tidak memerlukan
tindakan resusitasi.Pada bayi ini segera dilakukan asuhan pada bayi
normal.Bila salah satu atau lebih jawaban “Tidak”, bayi memerlukan
tindakan resusitasi.Segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.
b. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir
PENILAIAN Sebelum bayi lahir :
Apakah kehamilan cukup bulan ?
Sebelum bayi lahir :
Apakah airketuban jernih, tidak bercampur
mekonium (warna kehijauan) ?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan) :
Menilai apakah bayi menangis atau
bernapas/megap-megap ?
Menilai apakah tonus aot baik ?
KEPUTUSAN Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap/
tidak bernapas dan atau tonus otot bayi
tidak baik
Air ketuban bercampur mekonium.
TINDAKAN Mulai lakukan resusitasi segera jika :
Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/
tidak bernapas dan tonus otot bayi tidak
baik :
Lakukan tindakan resusitasi BBL
Air ketuban bercampur mekonium :
Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasinya
Tabel 1. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir(menurut, JNPK-KR 2008;
h.151)
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda yang penting, yaitu:
7. 10
a. Pernafasan
b.Denyut jantung
c. Warna
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai
resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi.
Table 2 (Saifuddin, 2009, hal: 349)
7. Hal penting dalam penilaian asfiksia
Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan ahirnya melaksanakan tindakan
tersebut. Penilaian selanjutnya adalah dasar untuk menentukan kesimpulan dan
tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang efektif dan efisien berlangsung
melalui rangkaian tindakan, yaitu penilaian, pengambilan keputusan dan
selanjutnya tindakan lanjut. Rangkaian tindakan ini merupakan suatu siklus.
Misalnya pada saat-saat anda melakukan rangsangan taktil anda sekaligus
menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini anda akan melakukan langkah
berikutnya. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak
bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar
pengambilan kesimpulan untuk tindakan berikutnya, yaitu memberikan
ventilasi dengan tekanan positif (VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya
normal, maka tindakan selanjutnya adalah menilai denyut jantung bayi. Segera
setelah memulai suatu tindakan anda harus menilai dampaknya pada bayi dan
membuat kesimpulan untuk tahap berikutnya.
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit
setelah bayi lahir, akan tetapi penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi
lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan pernafasan, denyut
jantung, atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera.Intervensi
yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu penilaian
APGAR 1 menit.Keterlambatan tindakan sangat membahayakan, terutama
pada bayi yang mengalami depresi berat.Walaupun nilai APGAR tidak penting
8. 11
dalam pengambilan keputusan pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong
dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya
resusitasi.Jadi nilai APGAR perlu dinilai dalam 1 menit dan 5 menit. Apabila
nilai apgar <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap 5 menit sampai
20 menit atau sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih. Penilaian
pada bayi yang terkait dengan penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan
keadaan klinis.Penilaian awal harus dilakukan pada semua BBL.
Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian
tersebut.Penilaian berkala setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan
setiap 30 detik. Penatalaksanaan dilakukan terus menerus berkesinambungan
menurut siklus menilai, menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian
menilai kembali (Saifuddin, 2009; h. 349)
a. Tiga point pengkajian klinis
1) Pernapasan
a) Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat.
Lakukan auskultasi jika perlu. Kali adanya pola pernapasan
abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, napas tersenggal,
atau mendengur.
b) Tentukan apakah pernapsannya adekuat (frekuensi baik dan
teratur), tidak adekuat (lambat dan tidak teratur), atau tidak ada
sama sekali.
2) Denyut jantung
a) Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasikan denyut aspeks
atau merasakan denyutan umbilicus.
b) Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali permenit. Angka ini
merupakan titik batas yang mengindikasikan ada atau tidaknya
hipoksia yang signifikan. Catatan : bayi dengan frekuensi
jantung <60, khususnya bayi tanpa frekuensi jantung,
membutuhkan pendekatan yang lebih darurat. Awalnya, curah
jantung mungkin tidak mampu mencukupi perfusi arteri
koroner, sampai pada akhirnya tidak mampu sama sekali,
walaupun dilakukan ventilasi.
9. 12
3) Warna
a) Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau merah
muda. Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal yang
normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi yang
pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan
apakah bayi bewarna merah mudah, biru atau pucat.
b) Ketiga observasi ini dikenal sebagai komponen skor APGAR.
Dua komponen lainnya adalah tonus dan respons terhadap
rangsangan.
(David,dkk.2009; h.30-32)
b. Pemantauan Janin
1) Saat Bayi Sudah Lahir
a) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir
b) Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaia sekilas untuk
kesejahteraan bayi secara umum. Aspek yang dinilai adalah warna
kulit dan tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan dan bayi
dapat menangis spontan, maka ini sudah cukup untuk dijadikan
data awal bahwa dalam kondisi baik.
i. Menit pertama kelahiran
Pertemuan sarec di swedia tahun 1985 menganjurkan
penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir adalah
dengan cara sederhana yang disebut dengan SIGTUNA
(SIGTUNA score), sesuai dengan nama terjadinya konsensus.
Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat
pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua
parameter yang penting, namun cukup mewakili indikator
kesejahteraan bayi baru lahir. Sesaat setelah bayi lahir bidan
memantau 2 tanda vital bayi sesuai dengan SIGTUNA score,
yaitu upaya bayi untuk bernafas dan frekuensi jantung
(dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama dengan
frekuensi jantung satu menit).
10. 13
ii. Cara menentukan SIGTUNA score:
a. Nilai bayi sesaat setelah lahir (menit
pertama) dengan kriteria penilaian seperti
pada tabel.
b. Jumlahkan score yang didapat.
c. Kesimpulan dari total SIGTUNA score
4 : Asfiksia riangan atau tidak asfiksia.
2-3 : Asfiksia sedang.
1 : Asfiksia berat.
0 : Bayi lahir mati/fresh stillbirth.
iii. Menit ke 5 sampai 10
Segera setelah bayi lahir, bidan
mengobservasi keadaan bayi dengan berpatokan
pada APGAR score dari 5 menit hingga 10 menit
(Sulistyawati,2010;h.209)
Tabel 2. Skala pengamatan APGAR score
Aspek
pengamatan
bayi baru
lahir
Skor
0
1
2
Appeareance
(Warna kulit)
Seluruh tubuh
bayi berwarna
kebiruan .atau
pucat
Warna kulit
tubuh normal,
tetapi tangan
dan kaki
berwarna
kebiruan
Warna kulit
seluruh tubuh
normal
11. 14
Pulse
(Nadi)
Denyut
jantung tidak
ada
Denyut jantung
<100 kali
permenit
Denyut jantung
>100 kali
permenit
Grimace
(Respon
refleks)
Tidak ada
respon
terhadap
stimulasi
Wajah meringis
saat distimulasi
Meringis,
menarik, batuk
atau bersin saat
stimulasi
Activity
(Tonus otot)
Lemah, tidak
ada gerakan
Lengan dan
kaki dalam
posisi fleksi
dengan sedikit
gerakan
Bergerak aktif dan
spontan
Respiratory (Pernafasan)
Tidak
bernafas,
pernafasan
lambat dan
tidak teratur
Menangis
lemah,
terdengar
seperti merintih
Menangis kuat,
pernafasan baik
dan teratur
(Sulistyawati, 2010; h.209)
8. Penatalaksanaan Asfiksia
a. Persiapan resusitasi BBL
1) Persiapan tempat resusitasi
12. 15
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi
:
a) Gunakan ruang yang hangat dan terang
b) Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan
hangat misalnya meja, dipan atau diatas lantai beralas tikar.
Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau
pintu yang terbuka)
Keterangan:
a) Ruang yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
b) Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan
posisi kepala bayi.
c) Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu
petromak. Nyalakan lampu menjelang persalinan.
b. Persiapan alat resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat
persalinan juga disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai,
yaitu :
1) Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi
2) Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi.
3) Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi.
4) Alat penghisap lender De Lee atau Bola karet.
5) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup.
6) Kotak alat resusitasi.
7) Sarung tangan.
8) Jam atau pencatat waktu.
Keterangan:
a) Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat
menyerap cairan misalnya handuk, kain flannel, dll. Kalau tidak
ada gunakan kain panjang atau sarung.
b) Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain
(kaos, selendang, handuk kecil), digulung setinggi 3 cm dan bisa
13. 16
disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit
tengadah.
c) Bagian-bagian balon dan sungkup:
i. Pintu masuk udara dan tempat memasang reservoir O2
ii. Pintu masuk O2
iii. Pintu keluar O2
iv. Susunan katup
v. Reservoir O2
vi. Katup pelepas tekanan (pop-of valve)
vii. Tempat memasang manometer (bagian ini mungkin tidak
ada)
Keterangan:
a) Alat pengisap lendir Dee Lee adalah alat untuk menghisap
lender khusus untuk BBL.
b) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat
yang sangat penting dalam tindakan ventilasi pada resusitasi,
siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril.
c) Tabung atau balon serta sungkup dan alat penghisap lender De
Lee dalam keadaan steril, disiapkan dalam kotak alat resusitasi.
c. Cara menyiapkan:
1) Kain ke-1:
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah
oleh air ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa dan
terlatih meletakkan bayi baru lahir diatas perut ibu, sebelum persalinan
akan menyediakan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan
bayi. Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia.Bila tali pusat
sangat pendek, bayi dapat diletakkan didekat perineum ibu sampai tali
pusat telah diklem dan dipotong, kemudian jika perlu lakukan tindakan
resusitasi.
2) Kain ke-2:
14. 17
Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering
dan hangat.Singkirkan kain ke-1 yang basah sesudah dipakai
mengeringkan bayi.Kain ke-2 ini diletakkan diatas tempat resusitasi,
digelar menutupi tempat yang rata.
3) Kain ke-3:
Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan
dalam pengaturan posisi kepala bayi.Kain digulung setebal kira-kira 3
cm diletakkan di bawah kain ke-2 yang menutupi tempat resusitasi
untuk mengganjal bahu.
4) Alat resusitasi:
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lender Dee Lee dan
alat resusitasi tabung atau balon dan sungkup diletakkan dekat tempat
resusitasi, maksudnya agar memudahkan diambil sewaktu-waktu
dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.
5) Sarung tangan.
6) Jam atau pencatat waktu
d. Persiapan Diri
Lindungi dari kemungkinan infeksi dengan cara:
1) Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek, masker,
penutup kepala, kaca mata dan sepatu tertutup)
2) Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan sebelum mencuci tangan.
3) Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran
alkohol dan gliseril.
4) Keringkan dengan kain atau tisu bersih.
5) Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.
9. Langkah Langkah penatalaksanaan
a. Tahap I: Langkah Awal
Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut
meliputi:
1) Jaga bayi tetap hangat
15. 18
a) Letakkan bayi diatas kain yang ada diatas perut ibu
b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap
terbuka, potong tali pusat
c) Pindahkan bayi keatas kain di tempat resusitasi yang datar,
rata, keras, bersih, kering dan hangat.
d) Jaga bayi tetap diselimuti dan dibawah pemancar panas.
2) Atur posisi bayi
a) Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong
b) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan
pengganjal bahu, sehingga kepala sedikit ekstensi.
3) Isap lender
Gunakan alat pengisap DeLee dengan cara sebagai berikut:
a) Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung
b) Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, TIDAK
pada waktu memasukan.
c) Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5
cm kedalam mulut atau lebih dari 3 cm dalam hidung), hal itu
dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau
tiba-tiba berhenti bernafas.
4) Keringkan dan rangsang bayi
a) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya dengan sedikit tekanan
b) Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil
telapak kaki bayi atau dengan menggosok punggung, dada,
perut dan tungkai bayi dengan telapak tangan.
5) Atur kembali posisi bayi
a) Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya
b) Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi
muka dan dada, agar bisa memantau pernafasan bayi.
c) Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
6) Lakukan Evaluasi bayi
16. 19
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas
atau megap-megap.Bila bayi bernafas normal, lakukan asuhan
pasca resusitasi.Tapi bila bayi tidak bernafas normal atau megap-megap,
mulai lakukan ventilasi bayi.
b. Tahap II: Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan
sejumlah volume udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif untuk
membuka alveoli paru bayi agar bisa bernafas spontan dan teratur.
1) Pasang sungkup
Pasang sungkup dengan menutupi dagu, mulut dan hidung.
2) Ventilasi 2 kali
Lakukan peniupan / pompa dengan tekanan 30 cm air.Tiupan
awal tabung-sungkup / pompaan awal balon-sungkup sangat
penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas
dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
3) Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan tiupan atau pompaan perhatikan apakah dada
bayi mengembang.
Bila tidak mengembang:
a) Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
b) Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu.
c) Periksa cairan atau lendir dimulut. Bila ada lendir atau cairan
lakukan penghisapan.
d) Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan), bila
dada mengembang, lakukan tahap berikutnya
4) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
a) Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan
dengan balon dan sungkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik
dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai menangis dan
bernafas spontan
17. 20
b) Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau
pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian ualng nafas.
c) Jika bayi mulai bernafas spontan atau menangis, hentikan
ventilasi bertahap
d) Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah
e) Hitung frekuensi nafas permenit
f) Jika bernafas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
g) Jangan ventilasi lagi
h) Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan
lanjutkan asuhan bayi baru lahir.
i) Pantau setiap 15 menit untuk pernafasan dan kehangatan
j) Katakana pada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar akan
membaik.
k) Lanjutkan asuhan pasca resusitasi.
l) Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, lanjutkan ventilasi.
5) Ventilasi setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
a) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm
air)
b) Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah
bernafas, tidak bernafas atau megap-megap:
i. Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi
bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi
ii. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi
20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas
tiap 30 detik.
iii. Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2
menit resusitasi
iv. Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi
c. Tahap III: Asuhan Pasca Resusitasi
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang
merupakan perawatan instensif selama 2 jam pertam. Penting sekali pada
tahap ini dilakukan BBL dan pemantauan sera intensif serta pencatatan.
18. 21
1) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
a) Tidak dapat menyusu
b) Kejang
c) Mengantuk atau tidak sadar
d) Nafas cepat (>60 kali permenit)
e) Merintih
f) Retraksi dinding dada bawah
g) Sianosis sentral
2) Pemantauan dan perawatan tali pusat
i. Memantau perdarahan tali pusat
ii. Menjelaskan perawatan tali pusat
3) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada
ibunya
i. Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit), menyelimuti
keduanya
ii. Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam pertama
iii. Menganjurkan ibu untuk mengusap bayinya dengan kasih
sayang
4) Pencegahan hipotermi
i. Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C
ii. Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam
iii. Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut
iv. Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka
selimut bayi sebagian-sebagian.
5) Pemeliharahan pemberian Oksigen 1 liter per menit
10. Asuhan pasca lahir (usia 2-24 jam setelah lahir)
19. 22
Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca
lahir lebih lanjut. Asuhan pasca lahir dapat dilakukan dengan cara kunjungan
rumah(kunjungan BBL/ neonatus). Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah
untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi
setelah mengalami tindakan resusitasi.
a. Pemberian vit-K
Memberikan suntikan vit-K di paha kiri anterolateral 1 mg
intramuscular.
b. Pencegahan infeksi
1) Memberikan salep mata antibiotika
2) Memberikan imunisasi Hepatitis-B dipaha kanan 0,5 mL
intramuscular, 1 jam setelah pemberian vit K
3) Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.
c. Pemeriksaan fisik
1) Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi
2) Melihat dan meraba kepala bayi
3) Melihat mata bayi
4) Melihat mulut dan bibir bayi
5) Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan dan menghitung
jumlah jari
6) Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan
7) Memastikan adakah lubang anus dan uretra, adakah kelainan
8) Memastikan adakah buang air besar dan buang air kecil
9) Melihat dan meraba tulang punggung bayi.
d. Rencana asuhan 24 jam
1) Pemberian ASI
2) Menilai BAB bayi
3) Menilai BAK
4) Kebutuhan istirahat/tidur
5) Menjaga kebersihan kulit bayi
6) Mendeteksi tanda-tanda bahaya pada bayi (rukiyah dan
yulianti.2010;h.66)
20. 23
e.Pencatatan dan pelaporan
f. Asuhan pasca lahir (JNPK-KR, 2008 h.148)
B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
1. Definisi
Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan
kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan
logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah
pihak baik klien maupun pemberi asuhan.
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian
tahap-tahap yang logis untuk pengambiln suatu keputusan yang berfokus
terhadap klien.
Kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen
Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997,
menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh
langkah yang berturut secara sistematis dan siklik.
Varney menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah yang ditemukan
oleh perawat dan bidan pada tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan
sebuah metode pengorganisasian pemikiran dan tindakan dengan urutan yang
logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan.
Proses manajemen kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, dan
setiap langkah disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dari
pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ke-tujuh langkah
tersebut membentuk suau kerangka lenkap yang dapat diaplikasikan dalam
situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi
langkah-langkah yang lebih detail dan ini bias berubah sesuai dengan
kebutuhan klien. (Saminem, 2010; h. 39)
2. Langkah dalam manajemen kebidanan menurut Varney
a. Tahap pengumpulan data dasar (langkah I)
21. 24
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yag berkaitan dengan kondisi klien.Untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara:
Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat
menstruasi, riwayat kesehatan , riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio-psiko-
sioso-spiritual, serta pengetahuan klien.
1) Identitas
Identitas bayi didapat dari anamnesa yang dilakukan oleh bidan
terhadap orang tua bayi untuk memperoleh informasi tentang identitas
bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi, jenis kelamin bayi
dan anak keberapa.
2) Riwayat Antenatal
a) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk
memprediksi apakah terdapat penyulit pada kehamilan saat bayi
masih dalam kandungan.
b) Kesehatan janin dikaji untuk mengetahui kondisi janin saat ini
c) Keluhan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui keluhan yang
pernah dirasakan oleh orang tua bayi saat hamil
d) Frekuensi ANC selama kehamilan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk
mengetahui seberapa sering orang tua bayi pernah memeriksakan
diri saat hamil
e) Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi pada orang tua
bayi
f) Perilaku kesehatan dikaji untuk mengetahui apakah orang tua bayi
pernah merokok, mengonsumsi alkohol, obat-obatan atau jamu
selama hamil
3) Riwayat Proses Persalinan
a) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan
untuk memprediksi apakah terdapat penyulit saat terjadinya proses
kelahiran bayi.
b) Tempat lahir dikaji untuk mengetahui dimanakah bayi dilahirkan
22. 25
c) Ditolong oleh dikaji untuk mengetahui siapakah yang menolong
kelahiran bayi
d) Jenis persalinan dikaji untuk mengetahui bagaimana cara bayi
dilahirkan
e) Lama persalinan dikaji untuk mengetahui seberapa lama proses
persalinan
f) Tanggal lahir dikaji untuk mengetahui kapan bayi di
g) lahirkan dan pukul untuk mengetahui waktu bayi dilahirkan
h) BB dikaji untuk mengetahui berapakah berat badan bayi, PB dikaji
untuk mengetahui berapakah panjang badan bayi dan nilai apgar
digunakan untuk menilai apakah bayi sudah dalam keadaan normal
atau tidak
i) Jenis kelamin dikaji untuk mengetahui apa jenis kelamin bayi
j) Cacat bawaan dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir dalam
keadaan cacat atau tidak
k) Masa gestasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir cukup
bulan atau tidak
l) Resusitasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah dilakukan
tindakan resusitasi atau tidak
4) Pola Kebutuhan Sehari-hari
a) Pol Nutrisi
Nutrisi dikaji untuk mengetahui apa saja yang diberikan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Nutrisi yang diberikan
pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga akan
berbeda, sebab kapsitas lambung BBLR sangat kecil sehingga
minum harus sering diberikan tiap jam. Perhatikan juga apakah
selama pemberian minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi biru
atau perut menjadi besar/ kembung (Prawirohardjo,2009)
b) Pola eliminasi
Dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah BAK dan BAB.
Pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) kita mengkaji
pola eliminasi, sebab pada bayi BBLR kebutuhan nutrisi yang
23. 26
diberikan berbeda dengan bayi yang berat badannya normal, oleh
sebab itu akan berpengaruh juga pada frekuensi BAB dan BAK
nya setiap harinya.
c) Pola istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah kebutuhan istirahat bayi telah
terpenuhi atau tidak. Bayi yang mengalami berat badan lahir
rendah (BBLR) memiliki pola tidur yang lebih banyak dari bayi
normal, sebab nutrisi yang dikonsumsi sangat cukup dan memiliki
frekuensi yang ditetapkan setiap jam, sehingga bayi lebih sering
tertidur nyenyak dengan nutrisi yang cukup.
d) Personal hygine
Dikaji untuk mengetahui bagaimana kebersihan pada diri
bayi.Pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) personal
hygine juga perlu dikaji sebab kebersihan pada bayi sangat
diutamakan untuk pencegahan infeksi.
5) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda
vital, meliputi :
a) Tanda vital : Rsespiratio, temperature,nadi
b) Antropometri :panjang badan, berat badan, lingkar dada,lingkar
kepala, lingkar lengan atas
c) Pemeriksaan Fisik
i. Kepala :
Bentuk simetris atau tidak, UUB dan UUK datar atau tidak,
keadaan rambut bersih atau tidak, adakah caput succedenum
dan cephal hematome.
ii. Wajah
Terdapat odema atau tidak, kebersihan muka simetris atau
tidak dan warna kemerahan atau tidak
iii. Mata
Simetris atau tidak, adakah pembengkakan pada kelopak
mata,konjungtiva merah muda atau pucat, sklera putih atau
24. 27
tidak, adakah bulu mata atau tidak, adakah kotoran mata atau
tidak
iv. Hidung
Bentuk, lubang hidung, pernafasan cuping hidung, dan
pengeluaran
v. Mulut
Bentuk bibir, lidah, palatum, reflek rooting
vi. Telinga
Simetris atau tidak, lubang telinga, adakah cairan atau tidak
vii. Leher
Bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar tyroid,
pembesaran kelenjar getah bening, reflek menelan, kepala
bebas berputar
viii. Dada
bentuk dada, pengembangan rongga dada, suara jantung,
suara paru-paru
ix. Ketiak
Kebersihan, pembesaran kelenjar limfe
x. Perut
Bentuk simetris atau tidak, adakah bising usus, keadaan tali
pusat, kembung,adakah benjolan, adakah pembesaran hati
xi. Punggung
Fleksibilitas tulang punggung, tonjolan tulang punggung,
lipatan bokong
xii. Anus
Adakah lubang anus atau tidak
xiii. Genetalia
Adakah labia mayor dan labia minor, adakah klitoris dan
orifisium uretra
xiv. Ekstermitas
25. 28
Pergerakan dan jari-jari tangan dan kaki
xv. Neuro
Reflek moro, rooting, glabela, gland, plantar, tonik leher,
menghisap
b. Interpretasi data dasar (langkah II)
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data- data yang telah
dikumpulkan.Data dasar tersebut kemudian diinterpretasi sehingga dapat
dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.Baik rumusan diagnosis
maupun masalah, keduanya harus ditangani.Meskipun masalah tidak
dapat dartiakn sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.
c. Identifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi penanganannya
(langkah III)
Pada langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/ masalah yang sudah
diidentifikasi.Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan.Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap- siap
mencegah diagnosis masalah potensial I menjadi kenyataan. Langkah ini
penting dituntut untuk mampu menagntisipasi masalah potensial tidak
hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga
merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut
tidak terjadi. Langhkah ini bersifat antisipasi yang rasional/ logis.
d. Tindakan segera atau kolaborasi (langkah IV)
Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan
konsultassi atau penanganan segera bersama anggota tim kaesehatn lain
dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan keseimangan
proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya berlangsung
seama asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga
selama wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada waktu
wanita tersebut dalam persalinan.
e. Rencana asuhan menyeluruh (langkah V)
26. 29
Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyuluruh yang
ditentukan berdasarkan langkah- langkah sebelumnya.Langkah ini
merupakan kelautan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah
diidentikasi atau dantispasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi
data yang tidak lengkap dapat dilengkapi rencana asuhan yang
menyuluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi
dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari
kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi ini
mencakup perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya: apakah
dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien
bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau
psikososial.
f. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (langkakh VI)
Pada langkah keenam, rencana asuhan menyuluuh dilakua denangn
efisien dan aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan
atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya
walua bidan tidak melakukan nya sendiri, namun ia tetap memikul
tangung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya (misalnya dengan
memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar terlaksana)
g. Evaluasi ( langkah VII)
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek
asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang
menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.
Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang
sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan
banuan apkah benar- benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifkasi
didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif
jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya. (Soepardan.2009; h.97)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
27. 30
A. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan (permenkes) nomor
1464/menkes/per/x/2010 tentang izin dan penyelenggaran praktik bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi :
1) Pelayanan kesehatan ibu
2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
4) Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
5) Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter
6) Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh
bidan. Kewenangan ini meliputi:
a) Pelayanan kesehatan ibu
Ruang lingkup:
i. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
ii. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
iii. Pelayanan persalinan normal
iv. Pelayanan ibu nifas normal
v. Pelayanan ibu menyusui
vi. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
Kewenangan:
i. Episiotomi
ii. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
iii. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
rujukan
ii. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
iii. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
iv. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan
promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
v. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartus
vi. Penyuluhan dan konseling
28. 31
vii. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
viii. Pemberian surat keterangan kematian
ix. Pemberian surat keterangan cuti bersalin
b) Pelayanan kesehatan anak
Ruang lingkup:
i. Pelayanan bayi baru lahir
ii. Pelayanan bayi
iii. Pelayanan anak balita
ii. Pelayanan anak pra sekolah
Kewenangan:
i. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk
resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini
(IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada
masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
ii. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera
merujuk
iii. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan rujukan
iv. Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
v. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak
pra sekolah
vi. Pemberian konseling dan penyuluhan
vii. Pemberian surat keterangan kelahiran
viii. Pemberian surat keterangan kematian
c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana,
dengan kewenangan:
i. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana
ii. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Selain
kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi
bidan yang menjalankan program
29. 32
iii. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam
rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
iv. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit
kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)
v. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan
vi. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang
kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan
penyehatan lingkungan
vii. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra
sekolah dan anak sekolah
viii. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
ix. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
pemberian kondom, dan penyakit lainnya
x. Pencegahan penyalah gunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program
Pemerintah.Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan
antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan
pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap
Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat
pelatihan untuk pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di daerah (Kecamatan atau Kelurahan/Desa)
yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk
memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan
syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah
30. 33
tersebut sudah terdapat tenaga dokter (http.www.hukum kewenangan
bidan.com)