SlideShare a Scribd company logo
1 of 31
BAB I
                                 PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
      Dewasa ini sekitar 45 % kematian bayi terjadi pada bayi umur < 1 bulan. Kematian
  ini terutama disebabkan oleh tetanus neonatorum dan gangguan perinatal sebagai akibat
  dari kehamilan risiko tinggi seperti : asfiksia, bayi berat lahir rendah dan trauma lahir;
  yang masing-masing menyebabkan sekitar 20 % kematian bayi. Secara nasional proporsi
  bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan sekitar 8 – 10 % dan bervariasi sampai
  15%. (Depkes,1996).
      Dampak dari berat bayi lahir rendah ini adalah pertumbuhannya akan lambat, dan
  kecendrungan memiliki penampilan intelektual yang lebih rendah daripada bayi yang
  selama janin tumbuh normal. Disamping itu mempunyai risiko kematian yang lebih
  tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat badan normal ketika dilahirkan. Faktor
  instrinsik yang mempengaruhi bayi berat lahir rendah adalah status gizi ibu sebelum dan
  selama kehamilan, periode gestasi > 8 bulan, jarak ideal antara 18 – 36 bulan jika pernah
  terjadi komplikasi, umur ibu antara 20-35 tahun, jumlah kehamilan, pemeriksaan
  kehamilan, penyakit infeksi saluran kencing, kebiasaan ibu merokok atau minum-
  minuman keras, penyakit malaria, anemi, persalinan premature(Mariyati Sukarni,1989).
      Sedangkan menurut Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tahun 2000,
  hal V, penyebab BBLR adalah akumulasi dari kurang energi protein, anemia kurang zat
  besi, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan tentang KB dan kawin
  muda atau hamil pada usia sebelum 20 tahun.
      Faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi BBLR salah satunya adalah lingkungan
  akibat paparan. karbon monoksida dari asap rokok maupun dari kayu bakar. Ternyata
  berat badan bayi yang lahir dari ibu merokok lebih rendah dibandingkan dengan bayi
  yang dilahirkan oleh ibu yang tidak merokok.
      Tindakan preventif mencegah kejadian BBLR perlu dilakukan . Dipandang dari segi
  ekonomi, melakukan investasi pada orang yang “tidak atau belum sakit lebih “cost
  effective” daripada terhadap orang sakit, karena investasi pada orang “sehat” dan orang
  “tidak sakit “ lebih dekat ke produktivitas ketimbang investasi pada orang sakit.




                                                                                           1
B. RUMUSAN MASALAH
  1. Apa pengertian dari asfeksia?
  2. Apa etiologi dari asfeksia?
  3. Bagaimana patofisiologi dari asfeksia?
  4. Bagaimana manifestasi klinis dari asfeksia?
  5. Apa diagnosis dari asfeksia?
  6. Apa saja komplikasi dari asfeksia?
  7. Apa prognosa dari asfeksia?
  8. Bagaimana penatalaksanaan dari asfeksia?
  9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari asfeksia?


C. TUJUAN
  1. Umum
        a) Agar mengetahui pengertian dari asfeksia
        b) Agar mengetahui etiologi dari asfeksia
        c) Agar mengetahui patofisiologi dari asfeksia
        d) Agar mengetahui manifestasi klinis dari asfeksia
        e) Agar mengetahui diagnosis dari asfeksia
        f) Agar mengetahui komplikasi dari asfeksia
        g) Agar mengetahui prognosa dari asfeksia
        h) Agar mengetahui penatalaksanaan dari asfeksia
        i) Agar mengetahui konsep asuhan keperawatan dari asfeksia


  2. Khusus
     a) Meningkatkan ketrampilan tulis menulis bagi mahasiswa
     b) Menambah wawasan
     c) Menambah ilmu pengetahuan




                                                                     2
BAB II
                                   TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian
      Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
  dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
  asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan
  ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
  atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
      Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
  spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
  hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
  atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
  penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada
  bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
  lanjut yang mungkin timbul (Wiknjosastro, 1999).


B. Etiologi
      Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
   darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi
   di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia
   bayi baru lahir.
      Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
   bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
   1. Faktor ibu
      a)      Preeklampsia dan eklampsia
      b)      Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
      c)      Partus lama atau partus macet
      d)      Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
      e)      Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
   2. Faktor Tali Pusat
      a)      Lilitan tali pusat
      b)      Tali pusat pendek

                                                                                          3
c)      Simpul tali pusat
      d)      Prolapsus tali pusat
   3. Faktor Bayi
      a)      Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
      b)      Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
           vakum, ekstraksi forsep)
      c)      Kelainan bawaan (kongenital)
      d)      Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
      Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
   menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu
   harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan
   resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau
   (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
   penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.


C. Patofisiologi
              Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran
      gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO 2 keluar dari
      tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin
      berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk
      respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan
      setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin.
      Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak
      banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
              Segera setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali (menangis),
      pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang
      udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli
      secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran
      darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan
      mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah.
      Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam
      Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru
      yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin
      akan dipertahankan.
                                                                                              4
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli
mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas
yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan
pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai
peran yang sangat penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada
dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau
limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak
mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama.
Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama
setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi
cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik
nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi
kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia
intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat
anesthesi pada operasi sesar.
       Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara
kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam
paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain
vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada
bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi
pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada
keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan
pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
       Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak
mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung
dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga
menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada
tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO 2 tubuh ini
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut
berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis
glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan
terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini
akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi
                                                                                   5
kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut
jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat
tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2,
menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi
darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan
terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa
neonatus dan masa pasca neonatus.
       Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan
penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi
konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen
untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut
maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi
penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu
“Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang
menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru
lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan
tepat (Aliyah Anna, 1997).




                                                                                      6
Pathway
                                 Etiologi


         Faktor Ibu                                  Faktor Janin
         - G3 hif                            - G3 aliran darah dalam tali
                                               pusat karena tekanan tali pusat.
         - Hipotensi mendadak pada ibu       - Depresi pernapasan karena
         karena perdarahan.                    obat-obatan anestasia/ analgetika yang
                                               diberikan kepada ibu.
         - Hipertensi pada eklamsia.         - Perdarahan Intrakranial.
         - G3 mendadak pada plasenta         - Kelainan Bawaan.
                               G3 aliran darah

         ↓ Perfusi O2 kejaringan → Sianosit      ↓ Sirkulasi → Sirkulasi darah ke paru
                   ↓                             Nutrisi → Nutrisi         ↓
         ↓ PO2 darah ↑ PCO2                      Kebutuhan ke janin Sesak
                   ↓
         G3 pertukaran gas → Asidosis respiratorit → odem paru PerubahanNutrisi
                                                               ↓ pola nafas kurang dari
                   ↓                     ↓                  ↓ CO              kabutuhan
             HB – CO2 ↓          Metab. Anaerob           ↑ As. Laktat
                   ↓                     ↓                       ↓
                Anemi            Glikolisis glikogen       Tonus otot ↓
                                 tubuh (jant + hepar)            ↓
Penurunan  ↓ daya tahan tubuh            ↓               Intoleran aktifitas
perfusi            ↓                     ↓
jaringan    Resiko infeksi       Asidosis metabolik
                   ↓                     ↓
           ↓ glikogen jantung     mengenai otak
                   ↓                     ↓
         ↓ Sel otot jantung      Kerusakan sel otak
                   ↓                     ↓
          ↓ HR – TD – Bradikardi Kematian
                   ↓
             ↓ Cardic Output



    D. Manifestasi Klinis
             Gejala klinik Asfiksia yang khas meliputi :
         1) Pernafasan terganggu
         2) Detak jantung berkurang
         3) Reflek / respon bayi melemah
         4) Tonus otot menurun
         5) Warna kulit biru atau pucat


                                                                                          7
E. Diagnosis
      Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia
   janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
   ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
  1) Denyut jantung janin
      Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
      apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 x/menit di luar his, dan lebih-lebih jika
      tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
  2) Mekonium dalam air ketuban
      Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
      kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya
      mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
      mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
  3) Pemeriksaan pH darah janin
      Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
      kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-
      nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah
      7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat
      ditemukan derajat asfiksia yaitu:


                                  Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin
        NO      Hasil Skor Apgar       Derajat Asfiksia            Nilai Ph
         1.           0–3                    Berat                   < 7,2
         2.            4–6                  Sedang                 7,1 – 7,2
         3.           7 – 10                Ringan                   > 7,2
                                   Sumber : Wiroatmodjo, 1994


  4) Dengan Menilai Apgar Skor
               Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan
      penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil
      penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada umur
      tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif.
      Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan
      dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima
      tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu :

                                                                                         8
Tabel Penilaian Apgar
Tanda-tanda Vital     Nilai = 0             Nilai = 1           Nilai = 2
1.Appearance      Seluruh tubuh         Badan merah, kaki Seluruh tubuh
(warna kulit)        biru atau putih    biru                 kemerah-merahan
2. Pulse             Tidak ada          Kurang dari          Lebih dari
(bunyi jantung)                         100 x/ menit         100 x/ menit
3. Grimance          Tidak ada          Menyeringai          Batuk dan bersin
(reflek)             Lunglai            Fleksi ekstremitas
4. Activity          Tidak ada                               Fleksi kuat, gerak
(tonus otot)                                              aktif
5. Respirotary                          Lambat atau tidak Menangis kuat atau
effort                                  ada                  keras
(usaha bernafas)

         Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian
frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila
frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang.
Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila
apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi
menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga
tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar diatas yaitu:
1) Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
    Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-
    merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
    istimewa.
2) Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
    Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali
    permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3) Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
    Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit,
    tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak
    ada.




                                                                                     9
F. Komplikasi
   1) Sembab Otak
   2) Pendarahan Otak
   3) Anuria atau Oliguria
   4) Hyperbilirubinemia
   5) Obstruksi usus yang fungsional
   6) Kejang sampai koma
   7) Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax


G. Prognosa
  1) Asfiksia ringan / normal : Baik
  2) Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
  3) Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau
      kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai
      koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental
      retardation.


H. Penatalaksanaan
    1) Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Dengan Resusitasi
       Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernafasan biasa, walaupun
   mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir
   dalam apnu sekunder tidak akan bernafas sendiri. Pernafasan buatan atau tindakan
   ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi
   memulai pernafasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
       Apabila kita dapat membedakan bayi dengan apnu primer dari bayi dengan apnu
   sekunder, maka kita dengan mudah dapat membedakan bayi yang hanya memerlukan
   rangsangan sederhana dan pemberian oksigen dengan bayi-bayi yang memerlukan
   pernafasan buatan dengan tekanan positif (VTP). Akan tetapi secara klinis apabila bayi
   lahir dalam keadaan apnu, sulit dibedakan apakah bayi itu mengalami apnu primer atau
   apnu sekunder. Hal ini berarti bahwa menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apnu, kita
   harus beranggapan bahwa kita berhadapan dengan bayi apnu sekunder dan harus segera
   melakukan resusitasi.
       Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan stimulasi
   yang kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan
                                                                                         10
resiko kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa bayi yang mengalami apnu
sekunder, semakin lama kita menunda upaya pernafasan buatan, semakin lama bayi
memulai pernafasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya pernafasan buatan,
walaupun singkat, dapat berakibat keterlambatan pernafasan yang spontan dan teratur.
Perhatikan bahwa semakin lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar
kemungkinan terjadinya kerusakan otak.
   Penyebab apapun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah tali
pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu memulai pernafasan
spontan yang memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara
progresif menjadi Asfiksia. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernafasan awal
dan mencegah Asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang
adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen
kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya.
    Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai
ABC Resusitasi.
A – Memastikan saluran nafas terbuka
     •       Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal.
     •       Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
     •       Bila perlu,masukkan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran
             pernafasan terbuka.
B – Memulai pernafasan
         •    Memakain rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
         •    Memakai VTP, bila perlu seperti :
              - Sungkup dan balon, atau
              - Pipa ET dan balon,
              - Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
C – Mempertahankan sirkulasi darah
         •    Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara :
              - Kompresi dada.
              - Pengobatan.




                                                                                   11
2) Urutan Pelaksanaan Resusitasi
   a. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi
          Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat
           meletakkan bayi hangat.
          Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi
           dikeringkan dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (Apabila
           diperlukan penghisapan mekoneum, dianjurkan untuk menunda pengeringan
           tubuh yaitu setelah mekoneum dihisap dari trakea).
          Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500gram) atau apabila
           suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik
           tipis yang tembus pandang.
   b. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
          Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit
           tengadah (ekstensi).
          Untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah, letakkan handuk atau
           selimut yang digulung di bawah bahu bayi, sehingga bahu terangkat ¾
           sampai 1 inci (2-3 cm).
   c. Membersihkan jalan nafas
          Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di faring
           bagian belakang.
          Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud:
            - cairan tidak teraspirasi.
            - hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap
               (gasping).
        Apabila mekoneum kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan
           penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa ET).
   d. Menilai bayi
      Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi
      kelanjutan hidup bayi.
          Usaha bernafas.
          Frekuensi denyut jantung.
          Warna kulit.




                                                                                     12
e. Menilai usaha bernafas
     Apabila bayi bernafas spontan dan memadai, lanjutkan dengan menilai
        frekuensi denyut jantung.
     Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernafas (megap-megap atau
        gasping) dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil
        telapak kaki bayi atau menggosok-gosok punggung bayi sambil memberikan
        oksigen.
     Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil,
        mulailah pemberian VTP (ventilasi tekanan positif).
     Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung
        oksigen). Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit. Apabila
        sungkup tidak tersedia, oksigen 100% diberikan melalui pipa yang ditutupi
        tangan di atas muka bayi dan aliran oksigen tetap terkonsentrasi pada muka
        bayi, oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan ditambahkan melalui
        pipa berdiameter besar.
f. Menilai frekuensi denyut jantung bayi
       Segera setelah menilai usaha bernafas dan melakukan tindakan            yang
        diperlukan, tanpa memperhatikan pernafasan apakah spontan normal atau
        tidak, segera dilakukan penilaian frekuensi denyut jantung bayi.
       Apabila frekuensi denyut jantung lebih dari 100/menit dan bayi bernafas
        spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
       Apabila frekuensi denyut jantung kurang dari 100/menit, walaupun bayi
        bernafas spontan, menjadi indikasi untuk dilakukan VTP.
       Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera diberikan
        dan pada saat yang sama VTP dan kompresi dada dimulai.
g. Menilai warna kulit
       Penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi bernafas spontan dan frekuensi
        denyut jantung bayi lebih dari 100/menit.
       Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen diberikan.
       Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan. Sianosis
        perifer disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lamban, antara
        lain karena suhu ruang bersalin yang dingin, bukan akibat hipoksemia.




                                                                                  13
3) Ventilasi tekanan positif (VTP)
  Urutan langkah berikut adalah urutan langkah bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempunyai alat sungkup dan bahan resusitasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang
tidak mempunyai alat tersebut seperti Puskesmas atau bidan, dapat melakukan resusitasi
dengan alat sungkup dan tabung yang diuraikan pada bagian akhir bab ini.
a) Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
b) Agar VTP efektif, memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai.
c) Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
d) Tekanan ventilasi
   Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir,
   membutuhkan: 30-40 cm H2O. setelah nafas pertama, membuthkan 15-20 cm H2O.
   Bayi dengan kondisi/ penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance,
   membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila
   digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
e) Observasi gerak dada bayi
   Adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang
   dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila
   dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-
   paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat
   menyebabkan pneumotoraks.
f) Observasi gerak perut bayi
   Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut
   mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
g) Penilaian suara nafas bilateral
   Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua
   paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
h) Observasi pengembangan dada bayi
   Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
   balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu
   penyebab berikut:
    - Pelekatan sungkup kurang sempurna.
    - Arus udara terhambat.
    - Tidak cukup tekanan.
                                                                                     14
Apabila dengan tahapan di atas dada bayi masih tetap kurang berkembang,
     sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa balon.
4) Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP
   a. Frekuensi denyut jantung bayi dinilai setelah selesai melakukan ventilasi 15-20
         detik pertama.
   b. Frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara menghitung jumlah denyut
         jantung dalam 6 detik dikalikan 10, sehingga diperoleh frekuensi jantung per
         menit.
   c. Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
         -    Lebih dari 100 kali/menit.
         -    Antara 60-100 kali/menit.
         -    Kurang dari 60 kali/menit.
   d. Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 kali/menit
         Bayi mulai bernafas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang
         frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan, oksigen arus bebas
         diberikan. Kalau wajah bayi tampak merah, oksigen dapat dikurangi secara
         bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi, VTP dilanjutkan!
   e. Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 kali/menit
         VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila
         frekuensi denyut jantung bayi < 80 kali/menit, dimulai kompresi dada bayi.
   f. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 kali/menit
         VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan
         benar 100%. Segera dimulai kompresi dada bayi.
5) Memasang kateter orogastrik
  a. Indikasi
     VTP dengan balon dan sungkup lebih lama dari2 menit harus dipasang kateter
     orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, oleh karena selama ventilasi udara
     dari orofaring dapat masuk ke dalam esofagus dan lambung yang berakibat :
     -        Lambung yang terisi udara akan membesar dan menekan diafragma
             menghalangi paru-paru berkembang.
     -        Udara dalam lambung dapat menyebabkan regurgitasi isi lambung yang
             mungkin menimbulkan aspirasi.
     -        Udara dalam lambung dapat masuk ke usus, menyebabkan perut kembung
             yang akan menekan diafragma.
                                                                                       15
b. Alat yang dipakai pipa orogastrik nomor 8F. Semprit 20 ml.
  c. Ukur panjang pipa yang akan dimasukkan dengan cara mengukur panjangnya
     mulai dari pangkal hidung ke daun telinga bayi dan dari daun telinga ke prosesus
     sifoideus (ujung bawah hidung tulang dada) bayi.
  d. Masukkan pipa melalui mulut (hidung untuk ventilasi).
  e. Setelah pipa dimasukkan sesuai panjang yang diinginkan (sesuai pengukuran
     sebelumnya), sambung dengan semprit 20 ml dan hisap isi lambung dengan cepat
     dan halus.
  f. Lepaskan semprit dari pipa. Biarkan ujung pipa terbuka agar ada lubang udara ke
     Lambung. Plester pipa ke pipi bayi untuk fiksisi ujung pipa.
6) Kompresi dada
  a) Kompresi dilakukan apabila setelah 15-30 detik melakukan VTP dengan oksigen
     100% frekuensi denyut jantung bayi adalah kurang dari 60 kali/menit, atau 60-80
     kali/menit dan tidak bertambah.
  b) Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan kedua tangannya dalam posisi yang
     benar.
  c) Kompresi dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis khayal yang
     menghubungkan kedua putting susu bayi. Hati-hati jangan menekan prosesus
     sifoideus.
  d) Dengan posisi jari-jari dan tangan yang benar, gunakan tekanan yang cukup untuk
     menekan tulang dada ½ - ¾ inci (+ 1,25-2 cm), kemudian tekanan dilepaskan untuk
     memungkinkan pengisian jantung. Yang dimaksudkan dengan 1 kompresi (1
     tekanan)ialah tekanan ke bawah ditambah pembebasan tekanan.
  e) Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit ialah 90kompresi dada dan 30
     ventilasi (rasio 3:1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1 ½
     detik dan ½ detik untuk ventilasi 1 kali. Ibu jari atau ujung-ujung jari harus tetap
     kontak dengan tempat kompresi dada sepanjang waktu, baik pada saat penekanan
     maupun pada saat melepaskan penekanan.
  f) Yang terpenting ialah menjaga agar dalam kecepatan penekanan tetap konsisten
     untuk memastikan sirkulasi yang cukup. Setiap interupsi penekanan akan
     menyebabkan penurunan tekanan darah karena peredaran darah terhenti.
  g) Untuk mengetahui apakah darah mengalir secara efektif, nadi harus dikontrol
     secara periodik dengan meraba nadi misalnya di tali pusat, karotis, brakhialis, dan
     femoralis.
                                                                                      16
h) Evaluasi frekuensi denyut jantung bayi
  i) Pada awal setelah 30 detik tindakan kompresi dada frekuensi denyut jantung bayi
     harus dikontrol, oleh karena setelah frekuensi denyut jantung mencapai 80
     kali/menit atau lebih tindakan kompresi dada dihentikan. Frekuensi denyut jantung
     bayi atau nadi dikontrol tidak lebih dari 6 detik.
  j) Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal
  k) Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit tindakan resusitasi
     dilakukan tidak ada respon dari bayi.
7) Intubasi endotrakeal
  a. Indikasi
      •    Apabila diperlukan VTP agak lama.
      •    Apabila ventilasi dengan balon dan sungkup tidak efektif.
      •    Apabila perlu melakukan penghisapan trakea.
      •    Apabila dicurigai ada hernia diafragmatika.
      •    Bayi lahir kurang bulan dengan berat < 1.000 g.
  b. Masukkan daun laringoskop antara palatum dan lidah. Ujung daun laringoskop
     dimasukkan menyusuri lidah secara perlahan ke pangkal lidah sampai di vallecula
     (lekuk antara pangkal lidah dan epiglottis).
  c. Sewaktu memasukkan daun laringoskop, jikalau terdapat sekret/ lendir menutupi
     jalan nafas, dilakukan penghisapan lendir menggunakan kateter sampai epiglottis
     tampak dan untuk menghindarkan aspirasi apabila bayi gasping.
  d. Tindakan intubasi dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia. Pada waktu berhenti,
     bayi distabilkan dengan memompa balon dan sungkup.
  e. Memasukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas garis tanda pita suara,
     agar ujung pipa terletak dalam trakea di tengah antara pita suara atau carina.
     Sewaktu memasukkan pipa ET, jangan kenai pita suara dengan ujung pipa, karena
     dapat menyebabkan spasme pita suara.
  f. Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa menggangu/ menggeser pipa
     ET.
  g. Cabut stilet dari pipa ET.
  h. Sambil memegang pipa ET, pasang sambungan pipa ke balon resusitasi dan
     lakukan ventilasi sambil memperhatikan dada dan perut bayi. Apabila letak pipa
     ET betul akan terlihat dada mengembang dan perut tidak mengembung sewaktu

                                                                                   17
ventilasi. Mintalah kepada orang lain (pembantu) untuk mendengarkan suara nafas
      menggunakan stetoskop.
  i. Tanda pipa ET tepat terletak di tengah trakea
  j. Kedua sisi dada mengembang sewaktu dilakukan ventilasi. Suara nafas terdengar
      sama di kedua sisi dada. Tidak terdengar suara di lambung. Perut tidak kembung.
  k. Tanda pipa ET tepat terletak di bronkus
  l. Suara nafas hanya terdengar si satu sisi paru-paru. Suara nafas terdengar tidak
      sama keras. Tidak terdengar suara di lambung. Perut tidak kembung. Tindakan :
      tarik pipa ET kurang lebih 1 cm.
  m. Tanda pipa ET tepat terletak di esofagus
  n. Tidak terdengar suara nafas. Terdengar suara udara masuk ke lambung. Perut
      tampak kembung. Tindakan : cabut pipa ET, diberi oksigen melalui balon dan
      sungkup masukkan lagi pipa ET.
  o. Fiksasikan pipa ET ke wajah bayi plester atau dengan pemegang pipa yang dapat
      ditempelkan ke wajah bayi. Sebelumnya wajah bayi harus dikeringkan. Larutan
      benzoin dapat digunakan untuk melindungi kulit dan mempermudah lekatnya
      plester.
8) Memberikan obat-obatan
   Obat-obatan diperlukan bayi baru lahir yang tidak memberikan respon terhadap
ventilasi yang adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada.
Obat-obatan diberikan apabila :
 Frekuensi jantung tetap di bawah 80 per menit walaupun telah dilakukan ventilasi
   adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dadauntuk paling sedikit 30 detik, atau
 Frekuensi jantung nol.
 Stimulasi jantung
Obat-obatan volume expansers dan diberikan selama prosedur resusitasi untuk :
 Meningkatkan perfusi jaringan
 Meningkatkan perfusi jaringan
 Memperbaiki keseimbangan asam basa.
   Obat-obatan spesifik dan kebutuhan untuk mengulangi dosis tersebut ditentukan oleh
kondisi bayi setelah pemberian setiap obat atau volume.
   Dosis obat didasarkan pada berat bayi. Di kamar bersalin resusitasi selalu dilakukan
sebelum bayi ditimbang. Dalam keadaan ini berat badan harus ditaksir dengan melihat

                                                                                        18
bayi tersebut atau dari prakiraan berat bayi sebelum lahir. Setiap orang yang terlibat
 dalam resusitasi bayi baru lahir harus membiasakan diri dengan cara pemberian obat yang
 digunakan.
 Obat yang diberikan melalui :
  Vena umbilikalis
  Vena perifer
  Pipa endotrakenal
    Vena umbilikalis ialah tempat yang dipilih untuk pemberian obat di kamar bersalin
 karena mudah dicari dan mudah dipasang kateter. Kateter umbilikalis 3,5 F atau 5 F
 dengan satu lubang di ujungnya dan petanda radio-opak harus digunakan. Untuk
 penggunaan darurat kateter dimasukkan ke dalam vena umbilikalis sampai ujung kateter
 sedikit di bawah batas kulit, tetapi aliran darah tetap lancar. Apabila insensi kateter
 terlaliu dalam, terdapat risiko masuknya cairan ke dalam hati dan dapat menyebabkan
 terjadinya kerusakan.
9) Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
 1. Apgar skor menit I : 0-3
              Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan
    segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas
    lekukan resusitasi.
              Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube
    ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian
    dibawa ke ICU.
   Ventilasi Biokemial
              Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan
    Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat
    pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam.
    Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat
    jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1
    x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).
 2. Apgar skor menit I : 4-6
              Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas. Beri
    rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik. Bila
    belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan).


                                                                                       19
Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan
    mask ventilation dan pijat jantung.
  3. Apgar skor menit I : 7-10
              Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi
     adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian
     mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia
     dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian
     hidung karena untuk menghindari aspirasi paru. Bayi dibersihkan (boleh
     dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan
     panas paling besar terutama daerah kepala. Observasi tanda vital sampai stabil,
     biasanya 2 jam sampai 4 jam.


I. Konsep Asuhan Keperawatan
              Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis
untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya,
melaksanakan rencana itu / menugaskan orang lain untuk melakukan dan mengevaluasi
keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).
     A. Tahap pengkajian
              Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
     untuk         mengumpulkan       informasi   atau data   tentang   pasien   agar dapat
     mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien
     baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Efendi nasrul, 1995 : 18).
     Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data,
     pengelompokan data dan perumusan masalah.
     1. Pengumpulan Data
        a. Data Subyektif
              Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan
            (Allen Carol V. 1993 : 28).
            Data subyektif terdiri dari
               •   Biodata atau identitas pasien :
        -     Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
        -     Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
              pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott Laura A, 1997 : 6).


                                                                                           20
•   Riwayat kesehatan
    Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada
    kasus asfiksia yaitu :
-   Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
    ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
    kardiovaskuler dan paru.
-   Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple,
    inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan
    preterm.
-   Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak
    teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
-   Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
-   Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
    postdate atau preterm).
-   Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat
    dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
    Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio
    plasenta maupun plasenta previa.
    Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan
    dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi).
-   Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
-   Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang
    (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.
-   Riwayat post natal
    Yang perlu dikaji antara lain :
    Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3)
    asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
    Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
    Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm ≥ 2500 gram lingkar kepala kurang
    atau lebih dari normal (34-36 cm).
    Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.




                                                                                   21
•   Pola nutrisi
         Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia gangguan absorbsi
  gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu
  diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk
  mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi
  dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
  intravena.
  Kebutuhan parenteral
  Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
  Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
  Kebutuhan nutrisi enteral
  BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
  BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
  BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
  Kebutuhan minum pada neonatus :
  Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
  Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
  Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
  Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
  Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari
  (Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)
    •   Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
    •   Latar belakang sosial budaya
        Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia.
        Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
  jenis psikotropika.
         Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu
  melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
    •   Hubungan psikologis




                                                                        22
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan
       ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan
       mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan
       psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena
       memerlukan perawatan yang intensif
  b. Data Obyektif
       Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
     pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi
     Nasrul, 1995)
 •     Keadaan umum
     Pada neonatus post asfiksia, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan
     akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras.
     Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya
     BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran
     lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
 •     Tanda-tanda Vital
     Neonatus post asfiksia kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar,
     tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu
     tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 °C.
     Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-
     140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi
     post asfiksia pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
2. Pemerisaan Fisik
     Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk menentukan
     kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).
         a. Kulit
     Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
     preterm terdapat lanogo dan verniks.
         b. Kepala
     Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun
     besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
     intrakranial.
         c. Mata


                                                                                  23
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
 warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
     d. Hidung
 Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
     e. Mulut
 Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
     f. Telinga
 Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
     g. Leher
 Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
     h. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
     i. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis
papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
     j. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda
infeksi pada tali pusat.
     k. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra
pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
     l. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeses.
     m. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
     n. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro
dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya
                                                                               24
patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-
  356).
3. Data Penunjang
     Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan
  diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat
  pula.
  Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
  a. Darah
  Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
  Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
  karena O2 dalam darah sedikit.
  Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
  preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
  Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
  Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering
  terjadi hipoglikemi.
  Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
  pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
  PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik
  sering terjadi hiperapnea.
  PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun
  karena terjadi hipoksia progresif.
  HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
  b. Urine
     Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
  Natrium (normal 134-150 mEq/L)
  Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
  Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
  c. Photo thorax
  Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.




                                                                                25
B. Analisa data dan perumusan masalah
                           Tabel Analisa Data dan Perumusan Masalah
Sign / Symptorn                   Kemungkinan Penyebab                 Masalah
1. Pernafasan tidak teratur,     - Riwayat partus lama        Gangguan pemenuhan
   pernafasan cuping             - Pendarahan peng-obatan.    kebutuhan O2
   hidung, cyanosis, ada         - Obstruksi pulmonary
   lendir pada hidung dan        - Prematuritas
   mulut, tarikan inter-
   costal, abnormalitas gas
   darah arteri.
2. Akral dingin, cyanosis        - lapisan lemak dalam kulit Resiko terjadinya hipotermia
  pada ekstremmitas,                tipis
  keadaan umum lemah,
  suhu tubuh dibawah
   normal
3. Keadaan umum lemah,           - Reflek menghisap           Resiko gangguan pemenuhan
  reflek menghisap lemah,           lemah                     kebutuhan nutrisi.
  masih terdapat retensi
   pada sonde
4. Suhu tubuh diatas                -       Sistem Imunitas   Resiko terjadinya infeksi
  normal, tali pusat layu,          yang belum sempurna
  ada tanda-tanda infeksi,       - Ketuban mekoncal
  abnormal kadar leukosit,       - Tindakan yang tidak
  kulit kuning, riwayat             aseptik
  persalinan dengan
   ketuban mekoncal
5. Akral dingin                  - Metabolisme meningkat      Resiko terjadinya
  Ekstremitas pucat,             - Intake yang kurang.        hipoglikemia
  cyanosis, hipotermi,           - Obstruksi pulmonary
  distrostik rendah atau
  dibawah harga normal.




                                                                                          26
6. Bayi dirawat di dalam         - Perawatan Intensif       Gangguan hubungan
  inkubator di ruang                                        interpersonal antara ibu dan
  intensif, belum ada                                       bayi.
  kontak antara ibu dan
  bayi

        C. Diagnosa Keperawatan
    1. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kontriksi arteri pulmunar.
          Peningkatan pembuluh darah paru, penurunan viskositas paru, CNS.
    2. Gangguan perfusi renal sehubungan dengan hipovolemia, iskemic.
    3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap
          lemah.
    4. Penurunan CO sehubungan dengan odema paru, kontriksi arteri pulmonal.
    5. Resiko terjadinya infeksi sehubungan dengan infeksi nasokomial, respon imun yang
          menurun, ketidaktahuan.


        D. Rencana Asuhan Keperawatan
         DX I
         Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
         Kriteria Hasil:
    -                  Pco2 lebih rendah dari normal (normal 35-45 mmHg)
    -                  Pernafasan normal 40-60x/menit.
    - PH tinggi (normal 7,36-7,44).
    -     Tidak cyanosis, apnea & tidak bradikardi
        Intervensi:
    1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit
         tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga
         bahu terangkat 2-3 cm
         R/ Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi
            kelancaran jalan nafas.
    2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
         R/ Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin
            pertukaran gas yang sempurna
    3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis, apnea & bradikardi tiap 4 jam

                                                                                           27
R/ Deteksi dini adanya kelainan.
4. Monitor gas darah dan TTV
  R/ Deteksi dini adanya kelainan
5. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas
  darah arteri.
  R/ Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak.
        Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi


DX II
Tujuan : Tidak terjadi hipovolemia, iscemic
Kriteria Hasil :
- output normal
- kandungan zat kimia urine normal
- kadar darah normal
Intervensi :
1. Kaji input dan output
  R/ Deteksi dini adanya dehidrasi
2. Monitor hasil lab urine, kadar darah normal
  R/ Deteksi dini adanya kelainan
3. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian diuretik
   R/ Mencegah terjadinya hipovolemia


DX III
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil:- Bayi dapat minum pespen / personde dengan baik.
                  - Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
                  - Retensi tidak ada.
Intervensi :
1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi
  R/ Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan /
        perawatan yang tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa mulut
  R/ Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out put.
                                                                               28
R/ Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance)
4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan .
  R/ Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
5. Lakukan control berat badan setiap hari.
  R/ Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.


DX IV
Tujuan : Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria Hasil : - Tidak ada tanda-tanda infeksi.
                - Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
  R/ Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
  R/ Mencegah penyebaran infeksi nosokomial
3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi)
  R/ Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi
4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
  R/ Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena
      mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
  R/ Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal
  R/ Deteksi dini adanya kelainan
7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
  R/ Mencegah terjadinya penularan infeksi
8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
  R/ Mencegah infeksi dari pneumonia
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP
  R/ Sebagai pemeriksaan penunjang.


DX IV
Tujuan : Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan.
Kriteria Hasil :- Akral hangat
                                                                                   29
- Tidak cyanosis
                 - Tidak apnea
                 -   Suhu normal (36,5°C –37,5°C)
                 -   Distrostik normal (> 40 mg)
Intervensi :
1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.
  R/ Mencegah pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan
      out put.
2. Beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan
  R/ Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang
3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi)
  R/ Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik
  R/ Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan komplikasi yang
      ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain.


  E. Tahap Pelaksanaan Tindakan
      Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan
   realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan
   maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Santosa NI, 1995).


  F. Tahap Evaluasi
         Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu
   proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak
   serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995). Evaluasi
   dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas
   kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan
   keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria
   evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila
   diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.




                                                                                      30
BAB III
                                        PENUTUP


KESIMPULAN
1. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
   teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
   asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan
   ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi
   selama atau sesudah persalinan(Asuhan Persalinan Normal, 2007).
2. Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
   uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di
   dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi
   baru lahir.
3. Pada awal Asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke otak dan jantung. Dengan adanya
   hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan
   aliran darah ke alat-alat vital juga berkurang.
4. Dosis obat didasarkan pada berat bayi. Di kamar bersalin resusitasi selalu dilakukan
   sebelum bayi ditimbang. Dalam keadaan ini berat badan harus ditaksir dengan melihat
   bayi tersebut atau dari prakiraan berat bayi sebelum lahir. Setiap orang yang terlibat
   dalam resusitasi bayi baru lahir harus membiasakan diri dengan cara pemberian obat
   yang digunakan.
5. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala
   akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan
   resusitasi. Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube
   ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa
   ke ICU.




                                                                                        31

More Related Content

What's hot

Lingkup asuhan neonatus bayi dan balita
Lingkup asuhan neonatus bayi dan balitaLingkup asuhan neonatus bayi dan balita
Lingkup asuhan neonatus bayi dan balitaHendrea BlacKe
 
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)FAIQO DIYANA
 
Pp pengantar pengembangan anb
Pp pengantar pengembangan anbPp pengantar pengembangan anb
Pp pengantar pengembangan anbFitriKhana
 
Adaptasi bayi baru lahir
Adaptasi bayi baru lahirAdaptasi bayi baru lahir
Adaptasi bayi baru lahirRully Hevrialni
 
Konsep dasar dan asuhan keperawatan bayi baru lahir (BBL)
Konsep dasar dan asuhan keperawatan bayi baru lahir (BBL)Konsep dasar dan asuhan keperawatan bayi baru lahir (BBL)
Konsep dasar dan asuhan keperawatan bayi baru lahir (BBL)pjj_kemenkes
 
Adaptasi fisiologis dan_psikologis_bayi_baru_lahir
Adaptasi fisiologis dan_psikologis_bayi_baru_lahirAdaptasi fisiologis dan_psikologis_bayi_baru_lahir
Adaptasi fisiologis dan_psikologis_bayi_baru_lahiratikaindri
 
Bayi prematur kelompok 8
Bayi prematur kelompok 8Bayi prematur kelompok 8
Bayi prematur kelompok 8Anse Safitri
 
Perkembangan dan persiapan kehidupan neonatus intra ke ekstra uterus dari sistem
Perkembangan dan persiapan kehidupan neonatus intra ke ekstra uterus dari sistemPerkembangan dan persiapan kehidupan neonatus intra ke ekstra uterus dari sistem
Perkembangan dan persiapan kehidupan neonatus intra ke ekstra uterus dari sistemOperator Warnet Vast Raha
 
Kb2 adaptasi pernafasan, sirkulasi darah, kekebalan tubuh
Kb2 adaptasi pernafasan, sirkulasi darah, kekebalan tubuhKb2 adaptasi pernafasan, sirkulasi darah, kekebalan tubuh
Kb2 adaptasi pernafasan, sirkulasi darah, kekebalan tubuhpjj_kemenkes
 
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumMakalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumOperator Warnet Vast Raha
 
Askep asfiksia mekonium
Askep asfiksia mekoniumAskep asfiksia mekonium
Askep asfiksia mekoniumHome Care
 

What's hot (19)

Adaptasi bbl
Adaptasi bbl Adaptasi bbl
Adaptasi bbl
 
Lingkup asuhan neonatus bayi dan balita
Lingkup asuhan neonatus bayi dan balitaLingkup asuhan neonatus bayi dan balita
Lingkup asuhan neonatus bayi dan balita
 
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)
Adaptasi BBL pada Sistem Integumen (Patologis)
 
Irds AKPER PEMKAB MUNA
Irds AKPER PEMKAB MUNA Irds AKPER PEMKAB MUNA
Irds AKPER PEMKAB MUNA
 
Pp pengantar pengembangan anb
Pp pengantar pengembangan anbPp pengantar pengembangan anb
Pp pengantar pengembangan anb
 
Asuhan keperawatan prematur kecil
Asuhan keperawatan prematur kecilAsuhan keperawatan prematur kecil
Asuhan keperawatan prematur kecil
 
Askeb IV Patologi
Askeb IV PatologiAskeb IV Patologi
Askeb IV Patologi
 
Adaptasi bayi baru lahir
Adaptasi bayi baru lahirAdaptasi bayi baru lahir
Adaptasi bayi baru lahir
 
Konsep dasar dan asuhan keperawatan bayi baru lahir (BBL)
Konsep dasar dan asuhan keperawatan bayi baru lahir (BBL)Konsep dasar dan asuhan keperawatan bayi baru lahir (BBL)
Konsep dasar dan asuhan keperawatan bayi baru lahir (BBL)
 
Adaptasi bbl pw
Adaptasi bbl pwAdaptasi bbl pw
Adaptasi bbl pw
 
Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Prematur AKPER PEMKAB MUNA Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Prematur AKPER PEMKAB MUNA
 
Adaptasi fisiologis dan_psikologis_bayi_baru_lahir
Adaptasi fisiologis dan_psikologis_bayi_baru_lahirAdaptasi fisiologis dan_psikologis_bayi_baru_lahir
Adaptasi fisiologis dan_psikologis_bayi_baru_lahir
 
Prematur
PrematurPrematur
Prematur
 
Bayi prematur kelompok 8
Bayi prematur kelompok 8Bayi prematur kelompok 8
Bayi prematur kelompok 8
 
Perkembangan dan persiapan kehidupan neonatus intra ke ekstra uterus dari sistem
Perkembangan dan persiapan kehidupan neonatus intra ke ekstra uterus dari sistemPerkembangan dan persiapan kehidupan neonatus intra ke ekstra uterus dari sistem
Perkembangan dan persiapan kehidupan neonatus intra ke ekstra uterus dari sistem
 
Kb2 adaptasi pernafasan, sirkulasi darah, kekebalan tubuh
Kb2 adaptasi pernafasan, sirkulasi darah, kekebalan tubuhKb2 adaptasi pernafasan, sirkulasi darah, kekebalan tubuh
Kb2 adaptasi pernafasan, sirkulasi darah, kekebalan tubuh
 
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumMakalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
 
Askep asfiksia mekonium
Askep asfiksia mekoniumAskep asfiksia mekonium
Askep asfiksia mekonium
 
Makalah dokumentasi kebidanan
Makalah dokumentasi kebidananMakalah dokumentasi kebidanan
Makalah dokumentasi kebidanan
 

Similar to Bab i

Makalah hubungan asfiksia dengan post matur
Makalah hubungan asfiksia dengan  post maturMakalah hubungan asfiksia dengan  post matur
Makalah hubungan asfiksia dengan post maturSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan tali pusat pendek
Makalah hubungan asfiksia  dengan tali pusat pendekMakalah hubungan asfiksia  dengan tali pusat pendek
Makalah hubungan asfiksia dengan tali pusat pendekSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan tbc
Makalah hubungan asfiksia dengan  tbcMakalah hubungan asfiksia dengan  tbc
Makalah hubungan asfiksia dengan tbcSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan letak sumsang
Makalah hubungan asfiksia dengan  letak sumsangMakalah hubungan asfiksia dengan  letak sumsang
Makalah hubungan asfiksia dengan letak sumsangSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia dengan  solusi plasentaMakalah hubungan asfiksia dengan  solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia dengan solusi plasentaSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumMakalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumWarnet Raha
 
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumMakalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia solusi plasentaMakalah hubungan asfiksia solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia solusi plasentaSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan neonatus prematur
Makalah hubungan asfiksia dengan neonatus prematurMakalah hubungan asfiksia dengan neonatus prematur
Makalah hubungan asfiksia dengan neonatus prematurSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumMakalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaWarnet Raha
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaSeptian Muna Barakati
 
Makalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakumMakalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakumWarnet Raha
 
Makalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakumMakalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakumSeptian Muna Barakati
 

Similar to Bab i (20)

Makalah hubungan asfiksia dengan post matur
Makalah hubungan asfiksia dengan  post maturMakalah hubungan asfiksia dengan  post matur
Makalah hubungan asfiksia dengan post matur
 
Makalah hubungan asfiksia dengan tali pusat pendek
Makalah hubungan asfiksia  dengan tali pusat pendekMakalah hubungan asfiksia  dengan tali pusat pendek
Makalah hubungan asfiksia dengan tali pusat pendek
 
Makalah hubungan asfiksia dengan tbc
Makalah hubungan asfiksia dengan  tbcMakalah hubungan asfiksia dengan  tbc
Makalah hubungan asfiksia dengan tbc
 
Makalah hubungan asfiksia dengan letak sumsang
Makalah hubungan asfiksia dengan  letak sumsangMakalah hubungan asfiksia dengan  letak sumsang
Makalah hubungan asfiksia dengan letak sumsang
 
Makalah hubungan asfiksia dengan solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia dengan  solusi plasentaMakalah hubungan asfiksia dengan  solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia dengan solusi plasenta
 
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumMakalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
 
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumMakalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
 
Askeb asfiksia
Askeb asfiksiaAskeb asfiksia
Askeb asfiksia
 
Makalah hubungan asfiksia solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia solusi plasentaMakalah hubungan asfiksia solusi plasenta
Makalah hubungan asfiksia solusi plasenta
 
Makalah hubungan asfiksia dengan neonatus prematur
Makalah hubungan asfiksia dengan neonatus prematurMakalah hubungan asfiksia dengan neonatus prematur
Makalah hubungan asfiksia dengan neonatus prematur
 
Makalah asfeksia
Makalah asfeksiaMakalah asfeksia
Makalah asfeksia
 
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekoniumMakalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
Makalah hubungan asfiksia dengan air ketuban bercampur dengan mekonium
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
 
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lamaMakalah hubungan asfiksia dengan portus lama
Makalah hubungan asfiksia dengan portus lama
 
Makalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakumMakalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakum
 
Makalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakumMakalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakum
 
Makalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakumMakalah hubungan asfiksia dengan vakum
Makalah hubungan asfiksia dengan vakum
 

Bab i

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini sekitar 45 % kematian bayi terjadi pada bayi umur < 1 bulan. Kematian ini terutama disebabkan oleh tetanus neonatorum dan gangguan perinatal sebagai akibat dari kehamilan risiko tinggi seperti : asfiksia, bayi berat lahir rendah dan trauma lahir; yang masing-masing menyebabkan sekitar 20 % kematian bayi. Secara nasional proporsi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan sekitar 8 – 10 % dan bervariasi sampai 15%. (Depkes,1996). Dampak dari berat bayi lahir rendah ini adalah pertumbuhannya akan lambat, dan kecendrungan memiliki penampilan intelektual yang lebih rendah daripada bayi yang selama janin tumbuh normal. Disamping itu mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat badan normal ketika dilahirkan. Faktor instrinsik yang mempengaruhi bayi berat lahir rendah adalah status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan, periode gestasi > 8 bulan, jarak ideal antara 18 – 36 bulan jika pernah terjadi komplikasi, umur ibu antara 20-35 tahun, jumlah kehamilan, pemeriksaan kehamilan, penyakit infeksi saluran kencing, kebiasaan ibu merokok atau minum- minuman keras, penyakit malaria, anemi, persalinan premature(Mariyati Sukarni,1989). Sedangkan menurut Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tahun 2000, hal V, penyebab BBLR adalah akumulasi dari kurang energi protein, anemia kurang zat besi, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan tentang KB dan kawin muda atau hamil pada usia sebelum 20 tahun. Faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi BBLR salah satunya adalah lingkungan akibat paparan. karbon monoksida dari asap rokok maupun dari kayu bakar. Ternyata berat badan bayi yang lahir dari ibu merokok lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tidak merokok. Tindakan preventif mencegah kejadian BBLR perlu dilakukan . Dipandang dari segi ekonomi, melakukan investasi pada orang yang “tidak atau belum sakit lebih “cost effective” daripada terhadap orang sakit, karena investasi pada orang “sehat” dan orang “tidak sakit “ lebih dekat ke produktivitas ketimbang investasi pada orang sakit. 1
  • 2. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari asfeksia? 2. Apa etiologi dari asfeksia? 3. Bagaimana patofisiologi dari asfeksia? 4. Bagaimana manifestasi klinis dari asfeksia? 5. Apa diagnosis dari asfeksia? 6. Apa saja komplikasi dari asfeksia? 7. Apa prognosa dari asfeksia? 8. Bagaimana penatalaksanaan dari asfeksia? 9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari asfeksia? C. TUJUAN 1. Umum a) Agar mengetahui pengertian dari asfeksia b) Agar mengetahui etiologi dari asfeksia c) Agar mengetahui patofisiologi dari asfeksia d) Agar mengetahui manifestasi klinis dari asfeksia e) Agar mengetahui diagnosis dari asfeksia f) Agar mengetahui komplikasi dari asfeksia g) Agar mengetahui prognosa dari asfeksia h) Agar mengetahui penatalaksanaan dari asfeksia i) Agar mengetahui konsep asuhan keperawatan dari asfeksia 2. Khusus a) Meningkatkan ketrampilan tulis menulis bagi mahasiswa b) Menambah wawasan c) Menambah ilmu pengetahuan 2
  • 3. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007). Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Wiknjosastro, 1999). B. Etiologi Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu a) Preeklampsia dan eklampsia b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) c) Partus lama atau partus macet d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) 2. Faktor Tali Pusat a) Lilitan tali pusat b) Tali pusat pendek 3
  • 4. c) Simpul tali pusat d) Prolapsus tali pusat 3. Faktor Bayi a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) c) Kelainan bawaan (kongenital) d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. C. Patofisiologi Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO 2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru. Segera setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan. 4
  • 5. Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar. Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi. Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO 2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi 5
  • 6. kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus. Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997). 6
  • 7. Pathway Etiologi Faktor Ibu Faktor Janin - G3 hif - G3 aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat. - Hipotensi mendadak pada ibu - Depresi pernapasan karena karena perdarahan. obat-obatan anestasia/ analgetika yang diberikan kepada ibu. - Hipertensi pada eklamsia. - Perdarahan Intrakranial. - G3 mendadak pada plasenta - Kelainan Bawaan. G3 aliran darah ↓ Perfusi O2 kejaringan → Sianosit ↓ Sirkulasi → Sirkulasi darah ke paru ↓ Nutrisi → Nutrisi ↓ ↓ PO2 darah ↑ PCO2 Kebutuhan ke janin Sesak ↓ G3 pertukaran gas → Asidosis respiratorit → odem paru PerubahanNutrisi ↓ pola nafas kurang dari ↓ ↓ ↓ CO kabutuhan HB – CO2 ↓ Metab. Anaerob ↑ As. Laktat ↓ ↓ ↓ Anemi Glikolisis glikogen Tonus otot ↓ tubuh (jant + hepar) ↓ Penurunan ↓ daya tahan tubuh ↓ Intoleran aktifitas perfusi ↓ ↓ jaringan Resiko infeksi Asidosis metabolik ↓ ↓ ↓ glikogen jantung mengenai otak ↓ ↓ ↓ Sel otot jantung Kerusakan sel otak ↓ ↓ ↓ HR – TD – Bradikardi Kematian ↓ ↓ Cardic Output D. Manifestasi Klinis Gejala klinik Asfiksia yang khas meliputi : 1) Pernafasan terganggu 2) Detak jantung berkurang 3) Reflek / respon bayi melemah 4) Tonus otot menurun 5) Warna kulit biru atau pucat 7
  • 8. E. Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu: 1) Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 x/menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. 2) Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3) Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH- nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu: Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin NO Hasil Skor Apgar Derajat Asfiksia Nilai Ph 1. 0–3 Berat < 7,2 2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2 3. 7 – 10 Ringan > 7,2 Sumber : Wiroatmodjo, 1994 4) Dengan Menilai Apgar Skor Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu : 8
  • 9. Tabel Penilaian Apgar Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2 1.Appearance Seluruh tubuh Badan merah, kaki Seluruh tubuh (warna kulit) biru atau putih biru kemerah-merahan 2. Pulse Tidak ada Kurang dari Lebih dari (bunyi jantung) 100 x/ menit 100 x/ menit 3. Grimance Tidak ada Menyeringai Batuk dan bersin (reflek) Lunglai Fleksi ekstremitas 4. Activity Tidak ada Fleksi kuat, gerak (tonus otot) aktif 5. Respirotary Lambat atau tidak Menangis kuat atau effort ada keras (usaha bernafas) Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut. Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar diatas yaitu: 1) Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan. Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah- merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2) Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang. Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3) Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. 9
  • 10. F. Komplikasi 1) Sembab Otak 2) Pendarahan Otak 3) Anuria atau Oliguria 4) Hyperbilirubinemia 5) Obstruksi usus yang fungsional 6) Kejang sampai koma 7) Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax G. Prognosa 1) Asfiksia ringan / normal : Baik 2) Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik. 3) Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation. H. Penatalaksanaan 1) Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Dengan Resusitasi Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernafasan biasa, walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir dalam apnu sekunder tidak akan bernafas sendiri. Pernafasan buatan atau tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai pernafasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder. Apabila kita dapat membedakan bayi dengan apnu primer dari bayi dengan apnu sekunder, maka kita dengan mudah dapat membedakan bayi yang hanya memerlukan rangsangan sederhana dan pemberian oksigen dengan bayi-bayi yang memerlukan pernafasan buatan dengan tekanan positif (VTP). Akan tetapi secara klinis apabila bayi lahir dalam keadaan apnu, sulit dibedakan apakah bayi itu mengalami apnu primer atau apnu sekunder. Hal ini berarti bahwa menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apnu, kita harus beranggapan bahwa kita berhadapan dengan bayi apnu sekunder dan harus segera melakukan resusitasi. Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan stimulasi yang kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan 10
  • 11. resiko kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa bayi yang mengalami apnu sekunder, semakin lama kita menunda upaya pernafasan buatan, semakin lama bayi memulai pernafasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya pernafasan buatan, walaupun singkat, dapat berakibat keterlambatan pernafasan yang spontan dan teratur. Perhatikan bahwa semakin lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan otak. Penyebab apapun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah tali pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu memulai pernafasan spontan yang memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara progresif menjadi Asfiksia. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah Asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC Resusitasi. A – Memastikan saluran nafas terbuka • Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal. • Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea. • Bila perlu,masukkan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka. B – Memulai pernafasan • Memakain rangsangan taktil untuk memulai pernafasan. • Memakai VTP, bila perlu seperti : - Sungkup dan balon, atau - Pipa ET dan balon, - Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi). C – Mempertahankan sirkulasi darah • Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara : - Kompresi dada. - Pengobatan. 11
  • 12. 2) Urutan Pelaksanaan Resusitasi a. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi  Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hangat.  Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (Apabila diperlukan penghisapan mekoneum, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekoneum dihisap dari trakea).  Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500gram) atau apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang. b. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar  Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi).  Untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah, letakkan handuk atau selimut yang digulung di bawah bahu bayi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm). c. Membersihkan jalan nafas  Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di faring bagian belakang.  Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud: - cairan tidak teraspirasi. - hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap (gasping).  Apabila mekoneum kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa ET). d. Menilai bayi Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi.  Usaha bernafas.  Frekuensi denyut jantung.  Warna kulit. 12
  • 13. e. Menilai usaha bernafas  Apabila bayi bernafas spontan dan memadai, lanjutkan dengan menilai frekuensi denyut jantung.  Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernafas (megap-megap atau gasping) dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok punggung bayi sambil memberikan oksigen.  Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil, mulailah pemberian VTP (ventilasi tekanan positif).  Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung oksigen). Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit. Apabila sungkup tidak tersedia, oksigen 100% diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan di atas muka bayi dan aliran oksigen tetap terkonsentrasi pada muka bayi, oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan ditambahkan melalui pipa berdiameter besar. f. Menilai frekuensi denyut jantung bayi  Segera setelah menilai usaha bernafas dan melakukan tindakan yang diperlukan, tanpa memperhatikan pernafasan apakah spontan normal atau tidak, segera dilakukan penilaian frekuensi denyut jantung bayi.  Apabila frekuensi denyut jantung lebih dari 100/menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit.  Apabila frekuensi denyut jantung kurang dari 100/menit, walaupun bayi bernafas spontan, menjadi indikasi untuk dilakukan VTP.  Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera diberikan dan pada saat yang sama VTP dan kompresi dada dimulai. g. Menilai warna kulit  Penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi bernafas spontan dan frekuensi denyut jantung bayi lebih dari 100/menit.  Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen diberikan.  Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan. Sianosis perifer disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin, bukan akibat hipoksemia. 13
  • 14. 3) Ventilasi tekanan positif (VTP) Urutan langkah berikut adalah urutan langkah bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai alat sungkup dan bahan resusitasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai alat tersebut seperti Puskesmas atau bidan, dapat melakukan resusitasi dengan alat sungkup dan tabung yang diuraikan pada bagian akhir bab ini. a) Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. b) Agar VTP efektif, memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai. c) Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit. d) Tekanan ventilasi Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. setelah nafas pertama, membuthkan 15-20 cm H2O. Bayi dengan kondisi/ penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan. e) Observasi gerak dada bayi Adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru- paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks. f) Observasi gerak perut bayi Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam lambung. g) Penilaian suara nafas bilateral Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar. h) Observasi pengembangan dada bayi Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut: - Pelekatan sungkup kurang sempurna. - Arus udara terhambat. - Tidak cukup tekanan. 14
  • 15. Apabila dengan tahapan di atas dada bayi masih tetap kurang berkembang, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa balon. 4) Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP a. Frekuensi denyut jantung bayi dinilai setelah selesai melakukan ventilasi 15-20 detik pertama. b. Frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara menghitung jumlah denyut jantung dalam 6 detik dikalikan 10, sehingga diperoleh frekuensi jantung per menit. c. Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori, yaitu: - Lebih dari 100 kali/menit. - Antara 60-100 kali/menit. - Kurang dari 60 kali/menit. d. Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 kali/menit Bayi mulai bernafas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan, oksigen arus bebas diberikan. Kalau wajah bayi tampak merah, oksigen dapat dikurangi secara bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi, VTP dilanjutkan! e. Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 kali/menit VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 80 kali/menit, dimulai kompresi dada bayi. f. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 kali/menit VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan benar 100%. Segera dimulai kompresi dada bayi. 5) Memasang kateter orogastrik a. Indikasi VTP dengan balon dan sungkup lebih lama dari2 menit harus dipasang kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, oleh karena selama ventilasi udara dari orofaring dapat masuk ke dalam esofagus dan lambung yang berakibat : - Lambung yang terisi udara akan membesar dan menekan diafragma menghalangi paru-paru berkembang. - Udara dalam lambung dapat menyebabkan regurgitasi isi lambung yang mungkin menimbulkan aspirasi. - Udara dalam lambung dapat masuk ke usus, menyebabkan perut kembung yang akan menekan diafragma. 15
  • 16. b. Alat yang dipakai pipa orogastrik nomor 8F. Semprit 20 ml. c. Ukur panjang pipa yang akan dimasukkan dengan cara mengukur panjangnya mulai dari pangkal hidung ke daun telinga bayi dan dari daun telinga ke prosesus sifoideus (ujung bawah hidung tulang dada) bayi. d. Masukkan pipa melalui mulut (hidung untuk ventilasi). e. Setelah pipa dimasukkan sesuai panjang yang diinginkan (sesuai pengukuran sebelumnya), sambung dengan semprit 20 ml dan hisap isi lambung dengan cepat dan halus. f. Lepaskan semprit dari pipa. Biarkan ujung pipa terbuka agar ada lubang udara ke Lambung. Plester pipa ke pipi bayi untuk fiksisi ujung pipa. 6) Kompresi dada a) Kompresi dilakukan apabila setelah 15-30 detik melakukan VTP dengan oksigen 100% frekuensi denyut jantung bayi adalah kurang dari 60 kali/menit, atau 60-80 kali/menit dan tidak bertambah. b) Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan kedua tangannya dalam posisi yang benar. c) Kompresi dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis khayal yang menghubungkan kedua putting susu bayi. Hati-hati jangan menekan prosesus sifoideus. d) Dengan posisi jari-jari dan tangan yang benar, gunakan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada ½ - ¾ inci (+ 1,25-2 cm), kemudian tekanan dilepaskan untuk memungkinkan pengisian jantung. Yang dimaksudkan dengan 1 kompresi (1 tekanan)ialah tekanan ke bawah ditambah pembebasan tekanan. e) Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit ialah 90kompresi dada dan 30 ventilasi (rasio 3:1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1 ½ detik dan ½ detik untuk ventilasi 1 kali. Ibu jari atau ujung-ujung jari harus tetap kontak dengan tempat kompresi dada sepanjang waktu, baik pada saat penekanan maupun pada saat melepaskan penekanan. f) Yang terpenting ialah menjaga agar dalam kecepatan penekanan tetap konsisten untuk memastikan sirkulasi yang cukup. Setiap interupsi penekanan akan menyebabkan penurunan tekanan darah karena peredaran darah terhenti. g) Untuk mengetahui apakah darah mengalir secara efektif, nadi harus dikontrol secara periodik dengan meraba nadi misalnya di tali pusat, karotis, brakhialis, dan femoralis. 16
  • 17. h) Evaluasi frekuensi denyut jantung bayi i) Pada awal setelah 30 detik tindakan kompresi dada frekuensi denyut jantung bayi harus dikontrol, oleh karena setelah frekuensi denyut jantung mencapai 80 kali/menit atau lebih tindakan kompresi dada dihentikan. Frekuensi denyut jantung bayi atau nadi dikontrol tidak lebih dari 6 detik. j) Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal k) Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit tindakan resusitasi dilakukan tidak ada respon dari bayi. 7) Intubasi endotrakeal a. Indikasi • Apabila diperlukan VTP agak lama. • Apabila ventilasi dengan balon dan sungkup tidak efektif. • Apabila perlu melakukan penghisapan trakea. • Apabila dicurigai ada hernia diafragmatika. • Bayi lahir kurang bulan dengan berat < 1.000 g. b. Masukkan daun laringoskop antara palatum dan lidah. Ujung daun laringoskop dimasukkan menyusuri lidah secara perlahan ke pangkal lidah sampai di vallecula (lekuk antara pangkal lidah dan epiglottis). c. Sewaktu memasukkan daun laringoskop, jikalau terdapat sekret/ lendir menutupi jalan nafas, dilakukan penghisapan lendir menggunakan kateter sampai epiglottis tampak dan untuk menghindarkan aspirasi apabila bayi gasping. d. Tindakan intubasi dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia. Pada waktu berhenti, bayi distabilkan dengan memompa balon dan sungkup. e. Memasukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas garis tanda pita suara, agar ujung pipa terletak dalam trakea di tengah antara pita suara atau carina. Sewaktu memasukkan pipa ET, jangan kenai pita suara dengan ujung pipa, karena dapat menyebabkan spasme pita suara. f. Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa menggangu/ menggeser pipa ET. g. Cabut stilet dari pipa ET. h. Sambil memegang pipa ET, pasang sambungan pipa ke balon resusitasi dan lakukan ventilasi sambil memperhatikan dada dan perut bayi. Apabila letak pipa ET betul akan terlihat dada mengembang dan perut tidak mengembung sewaktu 17
  • 18. ventilasi. Mintalah kepada orang lain (pembantu) untuk mendengarkan suara nafas menggunakan stetoskop. i. Tanda pipa ET tepat terletak di tengah trakea j. Kedua sisi dada mengembang sewaktu dilakukan ventilasi. Suara nafas terdengar sama di kedua sisi dada. Tidak terdengar suara di lambung. Perut tidak kembung. k. Tanda pipa ET tepat terletak di bronkus l. Suara nafas hanya terdengar si satu sisi paru-paru. Suara nafas terdengar tidak sama keras. Tidak terdengar suara di lambung. Perut tidak kembung. Tindakan : tarik pipa ET kurang lebih 1 cm. m. Tanda pipa ET tepat terletak di esofagus n. Tidak terdengar suara nafas. Terdengar suara udara masuk ke lambung. Perut tampak kembung. Tindakan : cabut pipa ET, diberi oksigen melalui balon dan sungkup masukkan lagi pipa ET. o. Fiksasikan pipa ET ke wajah bayi plester atau dengan pemegang pipa yang dapat ditempelkan ke wajah bayi. Sebelumnya wajah bayi harus dikeringkan. Larutan benzoin dapat digunakan untuk melindungi kulit dan mempermudah lekatnya plester. 8) Memberikan obat-obatan Obat-obatan diperlukan bayi baru lahir yang tidak memberikan respon terhadap ventilasi yang adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada. Obat-obatan diberikan apabila :  Frekuensi jantung tetap di bawah 80 per menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dadauntuk paling sedikit 30 detik, atau  Frekuensi jantung nol.  Stimulasi jantung Obat-obatan volume expansers dan diberikan selama prosedur resusitasi untuk :  Meningkatkan perfusi jaringan  Meningkatkan perfusi jaringan  Memperbaiki keseimbangan asam basa. Obat-obatan spesifik dan kebutuhan untuk mengulangi dosis tersebut ditentukan oleh kondisi bayi setelah pemberian setiap obat atau volume. Dosis obat didasarkan pada berat bayi. Di kamar bersalin resusitasi selalu dilakukan sebelum bayi ditimbang. Dalam keadaan ini berat badan harus ditaksir dengan melihat 18
  • 19. bayi tersebut atau dari prakiraan berat bayi sebelum lahir. Setiap orang yang terlibat dalam resusitasi bayi baru lahir harus membiasakan diri dengan cara pemberian obat yang digunakan. Obat yang diberikan melalui :  Vena umbilikalis  Vena perifer  Pipa endotrakenal Vena umbilikalis ialah tempat yang dipilih untuk pemberian obat di kamar bersalin karena mudah dicari dan mudah dipasang kateter. Kateter umbilikalis 3,5 F atau 5 F dengan satu lubang di ujungnya dan petanda radio-opak harus digunakan. Untuk penggunaan darurat kateter dimasukkan ke dalam vena umbilikalis sampai ujung kateter sedikit di bawah batas kulit, tetapi aliran darah tetap lancar. Apabila insensi kateter terlaliu dalam, terdapat risiko masuknya cairan ke dalam hati dan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan. 9) Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor 1. Apgar skor menit I : 0-3 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi. Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU. Ventilasi Biokemial Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167). 2. Apgar skor menit I : 4-6 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan). 19
  • 20. Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung. 3. Apgar skor menit I : 7-10 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari aspirasi paru. Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam. I. Konsep Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu / menugaskan orang lain untuk melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3). A. Tahap pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Efendi nasrul, 1995 : 18). Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan masalah. 1. Pengumpulan Data a. Data Subyektif Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan (Allen Carol V. 1993 : 28). Data subyektif terdiri dari • Biodata atau identitas pasien : - Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin - Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott Laura A, 1997 : 6). 20
  • 21. Riwayat kesehatan Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia yaitu : - Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru. - Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm. - Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan. - Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun. - Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm). - Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji : Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa. Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi). - Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan. - Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan. - Riwayat post natal Yang perlu dikaji antara lain : Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan. Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm ≥ 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm). Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal. 21
  • 22. Pola nutrisi Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena. Kebutuhan parenteral Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5% Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10% Kebutuhan nutrisi enteral BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam Kebutuhan minum pada neonatus : Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari (Iskandar Wahidiyat, 1991 :1) • Pola eliminasi Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi. BAK : frekwensi, jumlah • Latar belakang sosial budaya Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia. Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika. Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu. • Hubungan psikologis 22
  • 23. Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif b. Data Obyektif Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995) • Keadaan umum Pada neonatus post asfiksia, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik. • Tanda-tanda Vital Neonatus post asfiksia kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120- 140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87). 2. Pemerisaan Fisik Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995). a. Kulit Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks. b. Kepala Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial. c. Mata 23
  • 24. Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya. d. Hidung Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir. e. Mulut Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak. f. Telinga Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan g. Leher Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek h. Thorax Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit. i. Abdomen Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna. j. Umbilikus Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat. k. Genitalia Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan. l. Anus Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses. m. Ekstremitas Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya. n. Refleks Pada neonatus preterm post asfiksia reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya 24
  • 25. patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109- 356). 3. Data Penunjang Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang diperlukan adalah : a. Darah Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct) Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari : pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik. PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. HCO3 (normal 24-28 mEq/L) b. Urine Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari : Natrium (normal 134-150 mEq/L) Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L) c. Photo thorax Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal. 25
  • 26. B. Analisa data dan perumusan masalah Tabel Analisa Data dan Perumusan Masalah Sign / Symptorn Kemungkinan Penyebab Masalah 1. Pernafasan tidak teratur, - Riwayat partus lama Gangguan pemenuhan pernafasan cuping - Pendarahan peng-obatan. kebutuhan O2 hidung, cyanosis, ada - Obstruksi pulmonary lendir pada hidung dan - Prematuritas mulut, tarikan inter- costal, abnormalitas gas darah arteri. 2. Akral dingin, cyanosis - lapisan lemak dalam kulit Resiko terjadinya hipotermia pada ekstremmitas, tipis keadaan umum lemah, suhu tubuh dibawah normal 3. Keadaan umum lemah, - Reflek menghisap Resiko gangguan pemenuhan reflek menghisap lemah, lemah kebutuhan nutrisi. masih terdapat retensi pada sonde 4. Suhu tubuh diatas - Sistem Imunitas Resiko terjadinya infeksi normal, tali pusat layu, yang belum sempurna ada tanda-tanda infeksi, - Ketuban mekoncal abnormal kadar leukosit, - Tindakan yang tidak kulit kuning, riwayat aseptik persalinan dengan ketuban mekoncal 5. Akral dingin - Metabolisme meningkat Resiko terjadinya Ekstremitas pucat, - Intake yang kurang. hipoglikemia cyanosis, hipotermi, - Obstruksi pulmonary distrostik rendah atau dibawah harga normal. 26
  • 27. 6. Bayi dirawat di dalam - Perawatan Intensif Gangguan hubungan inkubator di ruang interpersonal antara ibu dan intensif, belum ada bayi. kontak antara ibu dan bayi C. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kontriksi arteri pulmunar. Peningkatan pembuluh darah paru, penurunan viskositas paru, CNS. 2. Gangguan perfusi renal sehubungan dengan hipovolemia, iskemic. 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah. 4. Penurunan CO sehubungan dengan odema paru, kontriksi arteri pulmonal. 5. Resiko terjadinya infeksi sehubungan dengan infeksi nasokomial, respon imun yang menurun, ketidaktahuan. D. Rencana Asuhan Keperawatan DX I Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi Kriteria Hasil: - Pco2 lebih rendah dari normal (normal 35-45 mmHg) - Pernafasan normal 40-60x/menit. - PH tinggi (normal 7,36-7,44). - Tidak cyanosis, apnea & tidak bradikardi Intervensi: 1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm R/ Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan nafas. 2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu. R/ Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang sempurna 3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis, apnea & bradikardi tiap 4 jam 27
  • 28. R/ Deteksi dini adanya kelainan. 4. Monitor gas darah dan TTV R/ Deteksi dini adanya kelainan 5. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri. R/ Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi DX II Tujuan : Tidak terjadi hipovolemia, iscemic Kriteria Hasil : - output normal - kandungan zat kimia urine normal - kadar darah normal Intervensi : 1. Kaji input dan output R/ Deteksi dini adanya dehidrasi 2. Monitor hasil lab urine, kadar darah normal R/ Deteksi dini adanya kelainan 3. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian diuretik R/ Mencegah terjadinya hipovolemia DX III Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria Hasil:- Bayi dapat minum pespen / personde dengan baik. - Berat badan tidak turun lebih dari 10%. - Retensi tidak ada. Intervensi : 1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi R/ Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang tepat. 2. Monitor turgor dan mukosa mulut R/ Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut. 3. Monitor intake dan out put. 28
  • 29. R/ Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance) 4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan . R/ Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat. 5. Lakukan control berat badan setiap hari. R/ Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor. DX IV Tujuan : Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi) Kriteria Hasil : - Tidak ada tanda-tanda infeksi. - Tidak ada gangguan fungsi tubuh. Intervensi : 1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan R/ Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. R/ Mencegah penyebaran infeksi nosokomial 3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi) R/ Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi 4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari. R/ Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan 5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi. R/ Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman. 6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal R/ Deteksi dini adanya kelainan 7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit. R/ Mencegah terjadinya penularan infeksi 8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik. R/ Mencegah infeksi dari pneumonia 9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP R/ Sebagai pemeriksaan penunjang. DX IV Tujuan : Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan. Kriteria Hasil :- Akral hangat 29
  • 30. - Tidak cyanosis - Tidak apnea - Suhu normal (36,5°C –37,5°C) - Distrostik normal (> 40 mg) Intervensi : 1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi. R/ Mencegah pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put. 2. Beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan R/ Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang 3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi) R/ Deteksi dini adanya kelainan. 4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik R/ Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan komplikasi yang ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain. E. Tahap Pelaksanaan Tindakan Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Santosa NI, 1995). F. Tahap Evaluasi Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995). Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi. 30
  • 31. BAB III PENUTUP KESIMPULAN 1. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan(Asuhan Persalinan Normal, 2007). 2. Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. 3. Pada awal Asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke otak dan jantung. Dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran darah ke alat-alat vital juga berkurang. 4. Dosis obat didasarkan pada berat bayi. Di kamar bersalin resusitasi selalu dilakukan sebelum bayi ditimbang. Dalam keadaan ini berat badan harus ditaksir dengan melihat bayi tersebut atau dari prakiraan berat bayi sebelum lahir. Setiap orang yang terlibat dalam resusitasi bayi baru lahir harus membiasakan diri dengan cara pemberian obat yang digunakan. 5. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi. Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU. 31