CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
Mengenal ideologi besar dunia oleh saddam cahyo
1. Mengenal Ideologi Besar Dunia1
Oleh : Saddam Cahyo2
_______________________
Ideologi, sebuah tema abstrak yang paling melekat dengan dunia politik, tapi juga tak bisa
luput dari seluruh aspek lain dalam kehidupan manusia. Bagi aktifis gerakan mahasiswa yang
punya kesadaran politik lebih terukur ketimbang masyarakat awam, tema ideologi tak akan
menjadi hal yang terlalu asing untuk diperbincangkan, terlebih dianut dan dipraktekkan.
Apakah Ideologi itu ?
Secara etimologis, ideologi berasal dari kata ideos yang berarti pemikiran tentang
kebenaran/kebaikan dan logos yang berarti perangkat pengetahuan/logika/ilmu dalam
bahasa Latin. Namun, tak pernah ada tafsir tunggal dalam menerjemahkan makna ideologi.
Setidaknya bisa disebut bahwa ideologi merupakan sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam bagi individu manusia atau kelompok sosial tertentu yang meyakini akan
suatu hal yang dianggap sebagai kebenaran bersama.
Karenanya, ideologi dapat berkembang dalam ranah moral manusia hingga sedemikian rupa
sebagai sebuah keyakinan/sikap rohaniah, cita-cita/tujuan kolektif, leitstar/pegangan hidup,
nilai akan benar-salah dan baik-buruk, bahkan standar perilaku hingga pengkultusan tokoh.
Dalam ranah empirik, ideologi menjelma sebagai identitas yang merangkum ukuran
eksistensinya, sejarah muncul dan perkembangannya, hingga proyeksi idealnya akan masa
depan yang dikehendaki. Sejatinya, ideologi selalu mencakup seluruh aspek hidup manusia,
dari ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, nilai moral, dst.
Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh filsuf Perancis, Destutt de Tracy di akhir abad ke-18
hanya sebagai cabang ilmu pengetahuan yang netral tentang ide-ide sebagai dasar bagi
ketertiban moral. Jika ditarik lebih jauh lagi, sebenarnya ideologi sebagai konsep sudah
dimulai oleh filsuf Plato sekitar abad ke-3 SM sebagai kebenaran sejati dunia ide. Namun,
pengertian ideology yang lebih luas dan spesifik baru berkembang setelah Karl Marx di akhir
abad ke-19 berupaya merekonstruksi ideologi secara kritis. Di abad ke-20, ideologi justru
berkembang pesat dalam ranah pertarungan kekuasaan politik dunia.
Persoalannya kemudian, kita harus memilah pemahaman akan ideologi dalam dua dimensi
agar kerumitan dalam upaya memahami kajian ideologi bisa diminimalisir ;
1. Ideologi Sosial, menyangkut pandangan hidup manusia akan nilai-nilai universal yang
positif mau pun negatif dalam kehidupan sehari-hari, dalam relasi sosial, dsb.
Ex : liberalisme, agama, filsafat kritis, tradisi, environmentalis, feminisme, dst.
2. Ideologi Politik, menyangkut cita-cita politik akan terbentuknya sistem masyarakat
ideal yang patut diperjuangkan lewat strategi perebutan legitimasi kekuasaan.
Ex : komunisme, pancasila, kapitalisme, islam politik, dst.
Kita tidak bisa menggeneralisir dan membatasi kajian ideologi hanya dalam konteks ideologi
politik ansikh, sebab tidak semua bentuk ideologi hidup dalam dimensi politik (kekuasaan).
Karena sejatinya politik itu NIR IDEOLOGI.
2. Banyak yang mengatakan, perbincangan soal ideologi sudahlah usang, sebab ini bukan lagi
zaman yang dipenuhi oleh pertarungan ideologi seperti abad ke-20 yang lalu. Disebutkan juga
bahwa ideologi sudah mati, dan sekarang ini manusia sudah memasuki zaman baru dimana
absurditas dan moderatisme menjadi asas tunggal yang empirik.
Tentu pandangan ini tidaklah mutlak kebenarannya. Sebagaimana pemilahan dimensional di
atas, bahwa tak semua ideologi bertarung secara eksplisit dalam perebutan kekuasaan politik.
Belum lagi adanya trauma psikis yang cukup mendalam bagi masyarakat dunia yang pernah
mengalami masa perang berdarah dalam beberapa dekade lalu. Ditambah fakta perbedaan
perkembangan peradaban antar belahan dunia mau pun Negara. Bagi kita di Indonesia, yang
punya sejarah khusus sebagai Negara pasca colonial dan hingga kini masih masuk dalam
jajaran Negara berkembang, tentu tidak bisa begitu saja mengamini segala argumentasi yang
disodorkan oleh dunia barat.
Ideologi bisa memiliki arti yang positif sekaligus negatif bagi individu, kelompok, mau
pun Negara bangsa yang menganutnya, ini tergantung pada konteks situasi objektif yang
terjadi dalam waktu dan ruang tertentu, tergantung pada perangkat politik atau praktik yang
dilakukannya, sebab hakekatnya ideologi selalu bicara tentang kebaikan bersama.
Positif Negatif
Sebagai visi yang hendak dicapai hingga
memberikan motivasi produktif
Sebagai nilai fundamental yang dapat
mengontrol dan mengarahkan masyarakat
dalam garis ideal.
Sebagai perekat moral yang mengukuhkan
rasa solidaritas dan persatuan.
Sebagai kesadaran palsu yang memutar
balikkan realitas.
Sebagai instrumen bagi praktik penindasan.
Ilusi sosial yang membuaikan dan
mengakibatkan keterasingan
(ketidaksadaran akan potensi)
Ideologi sebagai suatu visi politik yang sangat erat kaitannya dalam hal perebutan kekuasaan,
dapat diidentifikasi dan dianalisis secara kritis, khususnya terkait modus operandi dan
strategi penyebarannya. Sosiolog John B. Thompson menyuguhkannya sebagai berikut :
MODUS UMUM Strategi Konstruksi Simbolik
Legitimasi
Membuat kesan bahwa relasi dominasi itu secara social adalah
absah, baik dan layak didukung.
o Rasionalisasi
o Universalisasi
o Narativisasi
Disimulasi
Upaya mendistorsi/mengubah realitas dengan cara
mengaburkan, menutup-nutupi, atau menyematkan makna lain.
o Pengalihan/Displacement
o Euphimisasi
o Trope figurative /metafora
Unifikasi
Usaha menyatukan proses dan hasil pemaknaan terhadap
realitas dalam tataran simbolik.
o Standarisasi
o Simbolisasi kesatuan
Fragmentasi
Upaya memilah-milah hingga mengarahkan pandangan akan
baik dan buruk.
o Diferensiasi
o Expurgation of the other/
penolakan
Reifikasi
Usaha merepresentasikan situasi yang sementara menjadi seolah
permanen dan alamiah.
o Naturalisasi
o Eternalisasi
o Nominalisasi
o Pasifisasi
3. Apa saja bentuk ideologi besar di dunia ?
Dalam kehidupan politik dunia khususnya sejak akhir abad ke-19, muncul beberapa ideologi
besar yang sangat signifikan mempengaruhi seluruh hajat hidup peradaban manusia modern.
Ideologi besar ini secara umum terbelah dalam dua kutub yang vis a vis atau berlawanan
disebabkan adanya perbedaan fundamental dalam hal memandang hakekat manusia. Dua
kubu ideologi itu berjuluk Kapitalisme vs Sosialisme.
Berkembang pula asumsi dikotomis antara kubu Kanan vs Kiri yang merujuk langsung pada
dua ideologi tersebut. Namun, terkait istilah “kiri” ini sebenarnya tidak secara ajeg menjadi
domainnya sosialisme, begitu pun istilah “kanan” yang tak cuma jadi milik kapitalisme. Kedua
istilah ini lebih merujuk pada diferensiasi politik antara kelompok yang menentang
perubahan dan mengukuhkan status quo dan biasanya mewakili suara kaum elit disebut
“kanan”, sementara kelompok yang menginginkan hadirnya perubahan, kesamaan hak,
pembaharuan, progresifitas dan mewakili kaum jelata disebut “kiri”. Sementara kelompok
yang cenderung pasif dan mengutamakan stabilitas subjektif (pragmatisme) disebut “tengah”
atau moderat.
1. Kapitalisme.
Kapitalisme memiliki tempat yang paling istimewa dalam khasanah ideologi politik,
sebab ia memiliki bentuk khusus yang tidak eksplisit dalam pertarungan politik tetapi
hegemonik dan dominan dalam praktek. Ia juga memiliki peranan historik yang paling
menentukan bagi hadirnya ideologi politik modern lainnya.
Pada dasarnya, kapitalisme merupakan pandangan hidup yang mengusung
kemerdekaan individual untuk mencapai kesuksesan materi setinggi mungkin demi
meningkatkan derajat hidupnya sebagai manusia.
Kapitalisme juga merupakan corak produksi masyarakat yang menjadi identitas bagi
peradaban industrial (modern), dimana modal (berupa alat produksi, teknologi, atau
harta dan uang) menjadi penentu bagi timbulnya stratifikasi/kelas-kelas sosial dalam
kehidupan masyarakat.
Tiga sifat mendasar dari kapitalisme ialah :
Akumulasi, dimana hukum utamanya adalah pelipatgandaan keuntungan.
Eksploitasi, bahwa segala hal harus diolah agar memberi keuntungan
maksimal.
Ekspansi, bahwa keuntungan optimal harus terus didorong dengan
memperluas wilayah produksi.
4. Dalam batas tertentu, kapitalisme sangatlah positif, namun di luar batasan itu,
kapitalisme patut dijuluki sebagai wujud arogansi hasrat keserakahan manusia yang
dibenarkan. Inilah yang kemudian menimbulkan reaksi dan stigma negatif
terhadapnya.
Kapitalisme sebagai ideologi selalu mengandalkan sebuah sistem nilai khas yang
mampu memberikan legitimasi moral dan logika untuk mengukuhkan eksistensinya.
• Revolusi Industri
• Kreatifitas - Inovasi
Teknologi
• Kompetisi / Bersaing itu baik
• Kaya itu mulia
• Kebebasan
Nilai
• Etos kerja keras
• investasi
• Distribusi
Budaya
•hak milik privat
•Uang / harta
•Trust/Kepercayaan
Modal
•Konsumtif
•Individual
•Kelas-kelas sosial
Manusia
Sementara varian ideologi yang muncul dan berakar pada kapitalisme adalah :
Imperialisme
KAPITALISME
Liberalisme Neoliberalisme
Imperialisme : hasrat tertinggi kapitalisme untuk menguasai ekonomi dan
politik dunia, biasanya berwujud sebagai motivasi/visi bagi Negara adidaya
seperti AS, Jepang,dsb.
Liberalisme : Nilai moral yang mengedepankan kemerdekaan/kebebasan
individu, mengabaikan aturan legal mau pun tradisional. Lebih cenderung
berkembang sebagai budaya masyarakat (hedonism, apatism, individualism
radical).
5. Neoliberalisme : Merujuk pada strategi hegemoni kapitalisme global yang
dikomandoi oleh korporasi-korporasi raksasa internasional untuk
mendelegitimasikan Negara dan menguasai perekonomian dunia.
2. Sosialisme.
Hakikatnya, sosialisme merupakan reaksi atas kapitalisme yang dianggap
mengarahkan dunia pada kehancuran dalam segala aspek (ekopol, sosial, alam).
Namun pengertian seperti ini terbilang baru, sebab hakekatnya sosialisme mengambil
inspirasi dari tata hidup masyarakat tribal/komunal primitif yang mengusung
kolektifitas sebagai nilai dasarnya.
Dalam perbincangan modern, sosialisme kembali mengemuka lewat novel Utopia karya
Thomas Moore di sekitar abad ke-15 yang memberikan imajinasi akan sebuah
masyarakat ideal yang adil dan makmur. Dalam Kitab Perjanjian Baru pun disebut
bahwa umat Kristen pertama di Yerussalem menjalani kehidupan dengan jalan
“memiliki segalanya bersama-sama”. Baru kemudian Karl Marx hadir mengupayakan
adanya sistem berfikir ilmiah untuk mewujudkan sosialisme lewat teori dialektika
material historisnya di sepanjang abad ke-19.
Di Indonesia, dan di dunia pada umumnya, sebagai dampak dari perang dingin dan
posisi bangsa kita sebagai second nation yang menjadi sasaran empuk tarik ulur
kepentingan negeri adidaya, hal-hal yang bernuansa sosialisme telah mengalami
pendistorsian yang sedemikian rupa, hingga hanya menyisakan pemahaman yang
banal, stigmatif, apriori, dan ahistoris. Secara umum, masyarakat Indonesia telah
dibungkam nalar kritisnya untuk mengulik lebih substantif atas ideologi sosialisme dan
variannya. Ini terjadi lantaran tragedy sejarah ’65 yang menimbulkan trauma
mendalam yang dilipatgandakan oleh propaganda rezim otoritarian orde baru selama
lebih dari tiga dasawarsa.
Hal mendasar yang menjadi ciri ideologi sosialisme adalah :
Kolektifisme, kesadaran bahwa manusia harus menjalani hidup secara sosial,
bukan sekedar untuk memuaskan kehendak pribadi, mengedepankan solidaritas.
Egalitarian, kesetaraan hak politik dan hukum, kesetaraan gender, harmonisasi
agama, kesetaraan hak dan kewajiban mengolah potensi diri dan melindungi
sesame.
Sharing Economic, mengusung kesetaraan ekonomi/ kemakmuran, dimana setiap
orang berhak memperoleh hasil kerjanya sesuai dengan minat/bakat/keterampilan
dan waktu kerjanya berdasarkan kebutuhan yang mencukupi.
Caring Nature, secara bijak mengolah alam dan segala potensi kekayaan yang
bermanfaat di dalamnya, merawat dan menjaga stabitilas, serta meningkatkan
kualitasnya.
6. Sosialisme dalam prakteknya memiliki cukup banyak varian ideologi yang sangat aktif
berpolitik, dan masing-masing kerap terbelah dalam perbedaaan tafsir dan perdebatan
yang kontra produktif, meski hakekatnya konflik ditujukan untuk mengasah
kematangan bagi ideologi induk itu sendiri.
Sosialisme
Nasional
Sosialisme
Demokrat
3. Ideologi Kontemporer.
Marxisme
paradigm
SOSIALISME
Komunisme
Lenin-
Trotsky
New Left
(env,fem,ngo)
Komunisme
Stalin-Mao
Anarkisme
Selain dua kutub besar ideologi tersebut, ada pula ideologi lain yang tumbuh dan
berkembang secara signifikan dalam masyarakat dunia, meski tidak semuanya
beroperasi di ranah politik.
a) Moderatisme. sebenarnya ini bukanlah ideologi politik yang secara signifikan bisa
kita pisahkan dari dua kutub kapitalisme atau pun sosialisme. Ia lebih merujuk
pada sikap politik ideologis yang kerap menghindari persinggungan ekstrim dan
mencari konsensus damai. Karenanya ia selalu lekat dengan kompromi-kompromi
politik yang kerap kali melenceng bukan untuk mencapai kemufakatan bagi
kepentingan bersama/seluruh rakyat, melainkan sekedar menjadi “deal-deal”
politik transaksional kaum elit saja.
b) Populisme. layaknya moderatisme, ia bukanlah ideologi yang bisa dianggap
terpisah. Ini lebih merujuk pada citra/topeng sebagai strategi kekuasaan bagi
kelompok ideologi tertentu. Biasanya lebih cenderung terwujud dalam bentuk
tokoh-tokoh penguasa yang berhasil merebut simpati rakyat secara irasional,
berhasil tampil arif dan bijak termasuk melalui kebijakan-kebijakannya meski
sesungguhnya tidaklah menyentuh kebutuhan substantif dari kehendak rakyat.
7. c) Filsafat Kritis. Paradigma kritis ini lahir pasca PD II dan dilanjut oleh perang
dingin yang telah menimbulkan begitu banyak traumatika politik masyarakat
dunia. Ia menggunakan marxisme sebagai sumber ilmu dari segala ilmu, meski
dilakukan lewat pendekatan Hegelian. Ia mengeritik kapitalisme dari dalam, dan
tidak berwujud dalam suatu gerakan politik. Asumsinya, sebab kapitalisme saat ini
sudah menang, hingga yang pokok sekarang ini adalah bagaimana menciptakan
terwujudnya capitalism with the human face.
Paradigma kritis (yang menjelma dalam cultural studies, psikoanalisis,
poststrukturalisme) beroperasi di ranah suprastruktir, dan berusaha mengeritik
semua variable sosial budaya demi memoderasi dampak buruk yang ditimbulkan
kapitalisme (keterasingan, penindasan ekonomi, penindasan gender patriarkal,
kerusakan alam, hegemoni media massa, tata ruang kota, seni,konsumerisme). Ia
juga sangat aktif mengeritik ideologi kapitalisme yang cenderung dictator-totalitarian,
karenanya mengusung humanism universal. Paradigma kritis
berkembang di seluruh aspek teori sosial, ia sangat menghindari timbulnya
pergesekan dengan Negara.
Ada pula Postmodernisme, nalar kritis modern yang berkembang dari tradisi
Nietzchean atau filsafat idealisme eropa. Ia banyak muncul berkembang di ranah
trend lifestyle, seni surealis, absurditas, kesemuan, simulacra. Dia mempersoalkan
keadaan setelah era modernism usai. Kapitalisme sudah menang tapi kita tak bisa
melakukan apa-apa. Antrophosentrisme/manusia sebagai pusat segala-galanya.
Bagaimanakah penerapan ideologi dalam politik Indonesia ?
Pada awalnya, politik Indonesia memiliki kekayaan ideologi yang mengagumkan sebagai
pengaruh kolonialisme barat. Namun para founding father, berhasil mengkompromikan
perbedaan ideologi politik yang mereka anut dalam satu konsesi universal bernama Pancasila,
yang diambil dari nilai-nilai hidup masyarakat Nusantara dan dikontekstualisasikan dengan
peradaban modern. Franz Magnis Suseno, bahkan menganggap bahwa Pancasila sebagai
ideologi memiliki hakekat yang terbuka dan universal. Dimana, sila ke dua “kemanusiaan yang
adil dan beradab” merupakan nilai yang paling fundamental untuk menaungi kehidupan
bangsa dan Negara Indonesia yang majemuk ini.
Pancasila juga teruji sebagai ideologi Negara yang bisa mengakomodir segala keragaman
ideologi politik yang dianut rakyatnya, hanya saja Indonesia masih belum utuh mewujudkan
demokrasi sebagai sistem politik yang definitive, sebab masih kuatnya pembatasan bagi
perkembangan ideologi tertentu dengan berbagai alasan. Ini menyebabkan Indonesia
mengalamai apa yang dinamakan “anomalitas demokrasi”.
9. Coba kita golongkan kelompok-kelompok politik yang ada di Indonesia ?
R : Kelompok Sosialis Radikal (PRD, PRP, PPR,dsb-Non Parlemen)
M : Golkar
RE : Hizbut Tahrir, Mujahid (Non Parlemen)
C : Gerindra, PPP,PKS, PDI P
L : Demokrat, Nasdem,
10. Peta Ideologi Dunia 2011, http://www.targetmap.com/viewer.aspx?reportId=9731
Referensi untuk bacaan lanjutan tentang ideologi :
Althusser, Louis. 2008. Tentang Ideologi; Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis,
Cultural Studies. Yogyakarta. Jalasutra.
Fink, Hans. 2010. Filsafat Sosial; Dari Feodalisme Hingga Pasar Bebas. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Lelland, David Mc. 2005. Ideologi Tanpa Akhir. Yogyakarta. Kreasi Wacana.
Nuswantoro. 2001. Daniel Bell; Matinya Ideologi. Magelang. Indonesia Tera.
Robison, Richard. 2012. Soeharto & Bangkitnya Kapitalisme Indonesia. Depok.
Komunitas Bambu.
Suseno, Franz Magnis. 1991. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta. Kanisius.
Takwin, Bagus. 2009. Akar-Akar Ideologi; Pengantar Kajian Konsep Ideologi dari
Plato hingga Bordieu. Yogyakarta. Jalasutra.
Thompson, John B. 2014. Analisis Ideologi Dunia; Kritik Wacana Ideologi-Ideologi
Dunia. Yogyakarta. IRCiSoD.
_ *** _
1 Disampaikan dalam acara Masa Bimbingan (MABIM) XVII PMKRI Cabang Bandar Lampung, Minggu 30 November
2014 di gedung MPAL.
2 Sekretaris Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lampung, Mahasiswa FISIP
Sosiologi Universitas Lampung. Kontak (HP) 08562278781, (E-mail) saddam.cahyo@gmail.com, (Blog) bengkeltulis-saddamcahyo.
blogspot.com.