SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Hadist Tentang Hutang Pemindahan Hak
dan jaminan
DISUSUN OLEH :
Nama : Rifky Arahman
NIM : 140102073
DOSEN PEMBIMBING : Dr.Muhammad Yusran Hadi Lc.MA.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM JURUSAN HUKUM EKONOMI
SYARIAH
A.HUTANG
1. Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda:
‫ي‬ِ‫ف‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫ق‬َ‫ف‬َّ‫ت‬ُ‫م‬ ْ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ت‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬ ٍّ‫ي‬ِ‫ل‬َ‫م‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ ُ‫ع‬ِ‫ب‬ْ‫ت‬ُ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫و‬ ٌ‫م‬ْ‫ل‬ُ‫ظ‬ ِ‫ي‬ِ‫ن‬َ‫غ‬ْ‫ل‬َ‫ا‬ ُ‫ل‬ْ‫ط‬َ‫م‬
‫ل‬َ‫ت‬ْ‫ح‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬:‫د‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫أ‬ ِ‫ة‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫و‬ ِ‫ر‬
Artinya : "Penangguhan (pembayaran hutang) orang kaya itu suatu kesesatan.
Apabila seseorang di antara kamu hutangnya dipindahkan kepada orang yang
mampu, hendaknya ia menerima." Muttafaq Alaihi. Menurut suatu riwayat Ahmad:
"Barangsiapa (hutangnya) dipindahkan, hendaknya ia menerima."
Penjelasan :An-Nawawi mengatakan, ‘Tuntutan mazhab kami dalam masalah
ini adalah dipersyaratkan berulang kali (baru disebut fasik).’Akan tetapi, hal itu
dibantah oleh as-SubkipadaSyarhu al-Minhaj, ‘Tuntutan mazhab kami adalah tidak
dipersyaratkan berulang kali. Dalilnya, menahan hak seseorang setelah pemiliknya
menuntut disertai mencari-cari alasan (penghalang) untuk membayarnya
(kedudukannya) seperti merampas hak orang. Sementara itu, merampas adalah dosa
besar. Penamaannya sebagai kezaliman mengindikasikan bahwa hal itu adalah
kefasikan, dan suatu dosa besar tidak dipersyaratkan harus dilakukan berulang kali
(baru dinamakan dosa besar).Ya, ia tidak dihukumi fasik kecuali jika benar-benar
jelas bahwa ia tidak punya uzur untuk menundanya.’ Mereka juga berselisih
pendapat, apakah pelakunya menjadi fasik lantaran menundanya setelah mampu,
baik ditagih maupun tidak. Hadits dalam bab ini mengindikasikan bahwa pelakunya
menjadi fasik apabila pemilik hak telah menagihnya, karena kata ‘menunda’
mengindikasikan makna demikian.” Ini pula yang dipilih oleh Ibnu ‘Utsaimin dalam
syarah Bulughul Maram.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari, “Terdapat
perselisihan pendapat, apakah kesengajaan menunda pembayaran utang tergolong
dosabesaratau tidak Jumhur (mayoritas) ulama berpendapatbahwa pelakunya fasik.
al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwa hadits Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu di atas menunjukkan bolehnya mendesak pengutang yang
menunda pembayaran agar segera membayar utangnya dan menempuh berbagai cara
untuk mengambil haknya dari dia secara paksa.Diantara cara itu adalah
melaporkannya kepada pihak berwajib, sebagaimana akan diterangkan nanti.
Adapun pemaksaan secara fisik yang bisa memicu (fitnah) pertumpahan darah, hal
itu harus dihindari
2.Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam beliau bersabda:
ُ‫س‬ْ‫ف‬َ‫ن‬ُُِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬‫ـم‬ْ‫ال‬ُُ‫ة‬َ‫ق‬َّ‫ل‬َ‫ع‬‫م‬ُُِ‫ه‬ِ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫د‬ِ‫ب‬ُُ‫ى‬َّ‫ت‬َ‫ح‬ُ‫ى‬َ‫ض‬ْ‫ق‬‫ي‬ُُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬
Artinya : “Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya
sampai hutang dilunasi”. HR Imam Ahmad dalam Musnad-nya (II/440, 475, 508)
Penjelasan : Utang piutang adalah mu’âmalah yang dibenarkan syari’at Islam.
Mu’âmalah ini wajib dilaksanakan sesuai syari’at Islam, tidak boleh menipu, tidak
boleh ada unsur riba, tidak boleh ada kebohongan dan kedustaan, dan wajib
diperhatikan bahwa utang wajib dibayar.Yang wajib diingat oleh setiap Muslim dan
Muslimah bahwa utang wajib dibayar dan kalau tidak dibayar akan dituntut sampai
hari Kiamat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalatkan jenazah
seorang Muslim yang masih memiliki tanggungan hutang dua dinar sampai hutang
itu dilunasi
Imam ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa
seseorang akan tetap disibukkan dengan utangnya walaupun ia telah meninggal
dunia. Hadits ini menganjurkan agar kita melunasi utang sebelum meninggal dunia.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa utang adalah tanggung jawab berat. Jika
demikian halnya maka alangkah besar tanggung jawab orang yang mengambil
barang orang lain tanpa izin, baik dengan cara merampas atau merampoknya.”1
Imam al-Munâwi rahimahullah berkata, “Jiwa seorang mukmin, maksudnya:
ruhnya terkatung-katung setelah kematiannya dengan sebab utangnya. Maksudnya,
ia terhalangi dari kedudukan mulia yang telah disediakan untuknya, atau (terhalang)
dari masuk surga bersama rombongan orang-orang yang shalih.”
Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Yakni, jiwanya ketika di dalam
kubur tergantung padautang atas dirinya seakan-akan –wallaahu a’lam- merasa sakit
karena menunda penyelesaian utangnya. Dia tidak merasa gembira dan tidak lapang
dada dengan kenikmatan untuknya karena dirinya masih mempunyai kewajiban
membayar utang. Oleh karena itu kita katakan: Wajib atas para ahli waris untuk
segera dan mempercepat menyelesaikan utang-utang si mayit
1 Subulus Salam(II/250) cet. Darul ‘Ashimah,tahqiq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad.
3.Dari Abu Rafi’ ra. Berkata
ُ‫ل‬‫ي‬‫ب‬‫ي‬‫ا‬ ‫ي‬‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ت‬َ‫م‬‫ي‬‫د‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ‫ا‬ً‫ر‬ْ‫ك‬َ‫ب‬ ٍ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ ْ‫ن‬‫ي‬‫م‬ َ‫ف‬َ‫ل‬ْ‫س‬َ‫ت‬ْ‫س‬‫ي‬‫ا‬ ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ َّ‫ي‬‫َِّب‬‫ن‬‫ال‬ َّ‫ن‬َ‫ا‬
َ‫َب‬‫أ‬ َ‫ر‬َ‫َم‬‫أ‬ َ‫ر‬َ‫َم‬‫أ‬َ‫ف‬ ‫ي‬‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َّ‫الص‬ٍٍ‫ي‬‫اف‬َ‫ر‬ ُ‫ب‬َ‫ا‬ ‫ي‬‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬‫ي‬‫ا‬ ٍََ‫ج‬َ‫ر‬َ‫ف‬ َُُ‫ر‬ْ‫ك‬‫ب‬ َ‫ل‬ُ‫ج‬َّ‫الر‬ ََ‫ي‬ِْ‫ق‬ََ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ٍٍ‫ي‬‫اف‬َ‫ر‬ْ‫د‬ ‫ي‬‫ج‬َ‫ا‬ ََْ ََ‫ل‬َ‫ق‬َ‫ف‬
ً‫لء‬ََِ‫ق‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ن‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫ا‬ ‫ي‬‫َّلس‬‫ن‬‫ال‬ َ‫لر‬َ‫ي‬‫ي‬‫خ‬ َّ‫ن‬‫ي‬‫ا‬ َُُّ‫َّي‬‫ي‬‫ا‬ ‫ي‬‫ه‬‫ي‬‫ط‬ْ‫ع‬َ‫ا‬ ََ‫ل‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ‫ل‬ً‫ي‬‫ي‬‫ع‬َ‫ب‬َ‫ر‬ ‫ا‬ً‫لر‬َ‫ي‬‫ي‬‫خ‬ َّ‫ال‬‫ي‬‫ا‬ ‫ل‬َ‫ه‬ْ‫ي‬‫ي‬‫ف‬
Artinya: Bahwasanya Nabi SAW. Pernah meminjamkan seekor unta muda kepada
seseorang, lalu unta-unta zakat datang kepada beliau SAW. Maka beliau SAW
memerintahkan Abu Rafi’ berkata, ‘ saya tidak mendapatkan unta yang dimaksud
untuk membayar hutang Rasulullah SAW. Kecuali unta baik yang memasuki umur
tujuh tahun.’ Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘ Berikanlah unta yang ada karena
sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam menunaikan hutangnya’.
(Diriwayatkan oleh Muslim).
Penjelsan : Hadits ini menunjukkan bolehnya meminjamkan hewan, dan
dianjurkan bagi orang yang mempunyai tanggungan utang, baik berupa uang atau
lainnya agar mengembalikannya dengan cara dalam keadaan yang terbaik dari apa
yang telah dipinjamnya sebagai bentuk akhlak yang terpuji, baik dilihat dari sisi adat
maupun syariat. Hal ini tidak termasuk dalam pengertian pinjaman yang
menghasilkan manfaat, karena tidak menjadi syarat yang ditetapkan oleh pemberi
pinjaman, tetapi hanya sedekah dari penerima pinjaman. Zhahir hadits bersifat
umum dengan adanya penambahan bilangan dan sifat, sedangkan Imam Malik
mengatakan, bahwa tambahan bilangan tidak halal.
Jadi pada hadis tersebut dapat kita ambil bahwasanya Wajib membayar
hutang tepat waktu dan tidak menundanya. Orang yang mati syahid diampuni
seluruh dosanya kecuali hutang,orang yang mati syahid tertunda masuk surga
sampai dibayarkan hutangnya,wajib segera membayar dan melunasi hutang-hutang
sebelum ajal tiba,hak-hak hamba wajib dilunasi atau minta dimaafkan sebelum
meninggal dunia,utang yang belum dilunasi akan dituntut sampaihari kiamat kecuali
jika orang yang meminjamkan membebaskan atau mengikhlaskan,bila ada orang
yang belum mampu bayar hutang, maka hendaklah diberi
3.Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa :
‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ِ َّ‫اَّلل‬ ُ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ر‬ َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ُ‫ه‬ُ‫ب‬‫ا‬َ‫ح‬ْ‫ص‬َ‫أ‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َّ‫م‬َ‫ه‬َ‫ف‬ ،، َ‫ظ‬َ‫ل‬ْ‫غ‬َ‫أ‬َ‫ف‬ ُ‫ه‬‫ا‬َ‫ض‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ت‬َ‫ي‬
‫ا‬‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫م‬ ِ‫ق‬َ‫ح‬ْ‫ال‬ ِ‫ب‬ ِ‫اح‬َ‫ص‬ِ‫ل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫وه‬ُ‫ع‬َ‫د‬
Artinya : “Seseorang pernah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam menagih hutang dan berkata keras (kepada beliau), maka para shahabat
ingin memukulnya, lalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Biarkan
dia, karena seorang yang mempunyai hak berhak untuk berkata-kata.” HR. Bukhari.
Penjelasan : Ibnu Abdil Barr rahimahullah dalil yang menunjukkan bahwa
menunda-nunda pembayaran dari seorang yang kaya adalah kezhaliman dan tidak
halal, yaitu diperbolehkan orang yang memberikan piutang kepadanya, untuk dari
mengambil gantiannya, dan berkata-kata tentang (orang yang berhutang kepada)nya
dengan kezhaliman yang dilakukan dan perbuatan yang buruk, kalau bukan karena
penundaannya untuknya, maka hal itu adalah sebuah ghibah, dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“ Sesungguhnya darah kalian haram dan juga
harta serta kehormatan kalian.” Beliau menginginkan sebagian kalian kepada
sebagian lainnya, kemudian diperbolehkan bagi siapa yang ditunda-tunda
permbayaran hutangnya untuk berkata kepada siapa yang menunda-nunda
pembayaran (dengan perkataan keras), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Penundaan dari seorang yang mampu akan menghalalkan kehormatan
dan hukuman kepadanya.2
Al Khathib Asy Syirbini berkata wajib bagi yang diluaskan rezekinya untuk
melunasi segera sesuai dengan kemampuan jika diminta, berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Penundaan pembayaraan hutang oleh
seorang yang kaya adalah sebuah kelaliman”,karena tidak dikatakan; ia menundanya
kecuali jika ia menagihnya lalu (yang berhutang) menolaknya (untuk membeyar
hutangnya)”. Adapaun sebelum penagihan maka tidak ada kewajiban pelunasan.
ketika yang berhutang tidak mau bayar hutang tanpa ada alasan, berarti jika
seorang yang berhutang tidak bayar hutang karena ada alasan seperti tidak mampu
mendatangkan harta yang raib atau karena sulit bayar hutang, maka tidak termasuk
dianggap seorang yang menunda-nunda pelunasan hutang.
An Nawawi rahimahullah berkata “Jika ia (berhutang) adalah seorang yang
kaya, akan tetapi tidak mampu untuk bayar karena ketidak adaan harta atau karena
sebab selain itu, maka boleh baginya untuk mengakhirkan (pelunasan) samapai ada
kemungkinan, dan ini adalah pengkhususan dari penundaan seorang yang kaya atau
dimaksudkan dengannya adalah seorang yang kaya mampu untuk melunasi maka ia
tidak masuk dalam hal ini.
5. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam Berkata:
ُ‫ا‬‫َل‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ‫ا‬‫ا‬‫اَي‬‫ا‬‫اط‬‫خ‬ ْ‫ي‬ِ‫ـ‬ّ‫ن‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ر‬َّ‫ف‬‫ا‬‫ك‬ُ‫ت‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ِ‫ل‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫س‬ ْ‫ـي‬ِ‫ف‬ ُ‫ت‬ْ‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ ْ‫ن‬
ِ
‫ا‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ي‬َ‫أ‬‫ا‬‫ر‬َ‫أ‬ ! ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ‫ا‬‫ول‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫َي‬َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ُ‫ل‬ْ‫و‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬
ِ‫ب‬ْ‫د‬ُ‫م‬ ُ ْ‫ْي‬‫ا‬‫غ‬ ٌ‫ل‬ِ‫ب‬ْ‫ق‬ُ‫م‬ ٌ‫ب‬ ِ‫س‬‫ا‬‫ت‬ْ‫ح‬‫ـ‬ُ‫م‬ ٌ‫ر‬ِ‫ب‬‫ا‬ ‫ا‬‫ص‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ن‬َ‫أ‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ِ‫ل‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫س‬ ْ‫ـي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ ْ‫ن‬
ِ
‫ا‬ ْ‫م‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ن‬ : ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ه‬‫ـ‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬‫ا‬‫ا‬‫ق‬ َّ ُُ ٍ ‫ر‬‫ا‬‫ل‬
ْ‫ي‬َ‫أ‬‫ا‬‫ر‬َ‫أ‬ : ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ ‫؟‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ل‬ُ‫ق‬ ‫ا‬‫ف‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ك‬ : ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ه‬‫ـ‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ُ‫ل‬ْ‫و‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ُ‫ر‬َّ‫ف‬‫ا‬‫ك‬ُ‫ت‬َ‫أ‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ِ‫ل‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫س‬ ْ‫ـي‬ِ‫ف‬ ُ‫ت‬ْ‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ ْ‫ن‬
ِ
‫ا‬ ‫ا‬‫ت‬
ٌ‫ل‬ِ‫ب‬ْ‫ق‬ُ‫م‬ ٌ‫ب‬ ِ‫س‬‫ا‬‫ت‬ْ‫ح‬‫ـ‬ُ‫م‬ ٌ‫ر‬ِ‫ب‬‫ا‬ ‫ا‬‫ص‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ن‬َ‫أ‬‫ا‬‫و‬ ْ‫م‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ن‬ : ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ه‬‫ـ‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ُ‫ول‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ‫ا‬‫ي‬ ‫ا‬‫اَي‬‫ا‬‫اط‬‫خ‬ ِّ‫ّن‬‫ا‬‫ع‬ُ ْ‫ْي‬‫ا‬‫غ‬
ُ‫م‬ ‫ا‬‫َل‬ َّ‫الس‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ‫ا‬‫ل‬ْ‫ي‬ِ ْ‫ْب‬ِ‫ج‬ َّ‫ن‬
ِ
‫ا‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬َّ‫ادل‬ َّ‫َّل‬
ِ
‫ا‬ ٍ ‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫د‬ُ‫م‬‫ا‬ ِ‫ل‬ّٰ‫ذ‬ ْ‫ـي‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ .
Artinya : Wahai Rasûlullâh! Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan
Allâh, apakah dosa-dosakuakan terhapus?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan sabar dan
mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri.” Kemudian
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Apa yang engkau
katakan tadi?” ia mengulanginya, “Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan
Allâh, apakah dosa-dosakuakan terhapus?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan engkau sabar
dan mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri, kecuali
utang, karena itulah yang disampaikan Malaikat Jibril kepadaku tadi.
Penjelasan : Dari Samurah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami bersama
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menguburkan jenazah. Beliau bersabda :
‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ٌ‫ل‬ُ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫م‬‫ا‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ًث‬ ‫ا‬‫َل‬‫ا‬‫ث‬ ‫؟‬ ٌ‫د‬‫ا‬‫ح‬َ‫أ‬ ٍ ‫ن‬ ‫ا‬‫َل‬ُ‫ف‬ ِ‫ّن‬‫ا‬‫ب‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ُ‫ه‬ ‫ا‬‫ا‬‫ه‬َ‫أ‬‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ن‬‫ا‬‫م‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬ : ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ه‬‫ـ‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ ُّ ِ‫ِب‬َّ‫ن‬‫ال‬ ُ‫ا‬‫َل‬
‫ا‬‫ِك‬‫ب‬ ْ‫ه‬ِّ‫او‬‫ن‬ُ‫أ‬ ْ‫ـم‬‫ا‬‫ل‬ ْ‫ـي‬ِّ‫ن‬
ِ
‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬َ‫أ‬ ‫؟‬ ْ ِ‫ّن‬‫ا‬‫ت‬ْ‫ب‬‫ا‬‫ج‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ن‬ ْ‫و‬ُ‫ك‬‫ا‬‫ت‬ ‫ا‬‫َّل‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ِ ْ‫ْي‬‫ا‬‫ي‬‫ا‬‫ل‬ْ‫و‬ُ ْ‫اْل‬ ِ ْ‫ْي‬‫ا‬‫ت‬َّ‫ر‬‫ا‬‫م‬‫ـ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ـي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬‫ات‬‫ا‬‫م‬ ْ‫م‬ُ ْ‫ْن‬ِ‫م‬ ٍ ‫ل‬ُ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ِ‫ل‬ ‫ًنا‬ ‫ا‬‫َل‬ُ‫ف‬ َّ‫ن‬
ِ
‫ا‬ ٍ  ْ‫ْي‬‫ا‬ ِ‫ِب‬ َّ‫َّل‬
ِ
‫ا‬
ِ‫ن‬ْ‫ي‬‫ِدا‬‫ب‬ ‫ا‬‫ا‬‫ور‬ ُ‫س‬ْ‫أ‬‫ا‬‫م‬.
Artinya : “Adakah seseorang dari Bani Fulan di sini?’ Beliau mengulanginya
tiga kali. Lalu berdirilah seorang laki-laki. Rasûlullâh bertanya kepadanya, ‘Apa
yang menghalangimu untuk menjawab seruanku padakali yang pertama dan kedua ?
Adapun aku tidak menyebutkan sesuatu kepadamu melainkan kebaikan.
Sesungguhnya fulan -seorang laki-laki dari kalangan mereka yang sudah mati-
Muhammad bin Jahsy Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada suatu hari kami
duduk bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallamsedang menguburkan
jenazah. Beliau menengadahkan kepala ke langit kemudian menepukkan dahi beliau
dengan telapak tangan sambil bersabda :
ُ‫ه‬ُ‫ت‬ْ‫ل‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫س‬ ِ‫اد‬‫غ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ن‬‫ا‬‫َك‬ ‫ـا‬َّ‫م‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ع‬ِ‫ز‬‫ا‬‫ف‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ت‬‫ا‬‫ك‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ِ‫يد‬ِ‫د‬ ْ‫ش‬َّ‫ت‬‫ال‬ ‫ا‬‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ل‬ِّ‫ز‬ُ‫ن‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬‫ا‬‫ا‬‫م‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ‫ا‬‫ان‬‫ا‬‫ح‬ْ‫ب‬ ُ‫س‬‫ل‬ْ‫و‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫َي‬ :
‫ـ‬ِ‫ف‬ ‫ا‬‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ ‫ا‬‫َل‬ُ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ َّ‫ن‬َ‫أ‬ ْ‫و‬‫ا‬‫ل‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬‫ا‬‫ي‬ِ‫ب‬ ْ ِ‫ِس‬ْ‫ف‬‫ا‬‫ن‬ ْ‫ي‬ِ َّ‫اَّل‬‫ا‬‫و‬ : ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ‫ا‬‫ل‬ِّ‫ز‬ُ‫ن‬ ْ‫ي‬ِ َّ‫اَّل‬ ُ‫د‬ْ‫ي‬ِ‫د‬ ْ‫ش‬َّ‫ت‬‫ال‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬ّٰ‫ه‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬ ! ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬َّ ُُ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ِ‫ل‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫س‬ ْ‫ي‬
‫ـ‬َّ‫ن‬‫ا‬‫ج‬‫ـ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫خ‬‫ا‬‫د‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬ ٌ‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬‫د‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ َّ ُُ ‫ا‬ ِ‫ِي‬ْ‫ح‬ُ‫أ‬ َّ ُُ ‫ا‬‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ َّ ُُ ‫ا‬ ِ‫ِي‬ْ‫ح‬ُ‫أ‬ُ‫ه‬ُ‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬‫د‬ ُ‫ه‬ْ‫ن‬‫ا‬‫ع‬ ‫ا‬‫َض‬ْ‫ق‬ُ‫ي‬ ّٰ َّ‫َّت‬‫ا‬‫ح‬ ‫ا‬‫ة‬
Artinya : Maha Suci Allah ‘betapa berat ancaman yang diturunkan.’ Kami
diam saja namun sesungguhnya kami terkejut. Keesokan harinya aku bertanya
kepada beliau, ‘Wahai Rasûlullâh! Ancaman berat apakah yang turun?’ Beliau
menjawab, ‘Demi Allâh yang jiwaku berada ditangan-Nya, seandainya seorang laki-
laki terbunuh fii sabiilillaah kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh
kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai utang,
maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya.’” 3
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬َّ‫ادل‬ َّ‫َّل‬
ِ
‫ا‬ ٍ ‫ب‬ْ‫ن‬‫ا‬‫ذ‬ ُّ ُ‫ُك‬ ِ‫د‬ْ‫ي‬ِ‫ه‬ َّ‫لش‬ِ‫ل‬ ُ‫ر‬‫ا‬‫ف‬ْ‫غ‬ُ‫ي‬
Artinya : Orang yang mati syahid diampuni seluruh dosanya, kecuali utang
Setiap mukmin yang beriman kepada allah selalu senangtiasa melunasi setiap
hutang-hutangnya walaupun hutang tersebut sulit dibayar. Akan tetapi hanyalah
allah SWT yang mengetahui kadar kesanggupan manusia tersebut baik didalam
pekerjaannya maupun rezkinya setiap individu didunia. Semua allah SWT yang
telah mengatur. Senangtiasa berusaha membayar dan menjahui diri dengan
berhutang kepada orang lain.
B.Pemindahan hak dan jaminan
1.Dari ‘Urwah bin Abil Ja’d Al-Bariqie: Bahwa Nabi sawُbersabda:
ِ ‫ا‬‫ت‬ ْ‫ش‬‫ا‬‫ي‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫ا‬‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫د‬ ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫ْط‬‫ع‬َ‫أ‬ ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ‫هللا‬ ‫ا‬‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ َّ ِ‫ِب‬َّ‫ن‬‫ال‬ َّ‫ن‬َ‫أ‬ ْ ِ‫ِق‬ِ‫ار‬‫ا‬‫ب‬‫ل‬ْ‫ا‬ ِ‫د‬ْ‫ع‬‫ا‬‫جل‬ْ‫ا‬ ْ ِ‫ِب‬‫ا‬‫ا‬ ِ‫ن‬ْ‫ب‬ ‫ا‬‫ة‬‫ا‬‫و‬ ْ‫ر‬ُ‫ع‬ ْ‫ن‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ة‬‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬ ُ‫ا‬‫َل‬ ِ‫ِه‬‫ب‬ ‫ا‬‫ي‬
ٍ ‫ة‬‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ ٍ ‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫ِد‬‫ب‬ ُ‫ه‬‫ا‬‫اء‬‫ا‬‫ج‬‫ا‬‫و‬ ٍ ‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫ِد‬‫ب‬ ‫ا‬‫ا‬ ُ‫اُه‬‫دا‬ْ‫ح‬
ِ
‫ا‬ ‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ا‬‫ب‬‫ا‬‫ف‬ ,ِ ْ‫ْي‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬ ِ‫ِه‬‫ب‬ ُ‫ا‬‫َل‬ ‫ى‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬ ْ‫اا‬‫ا‬‫ف‬ْ‫اا‬ِ‫و‬‫ا‬‫ل‬ ‫ا‬‫ن‬‫ا‬‫َك‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ِ‫ع‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ب‬ ْ ِ‫ِف‬ ِ‫ة‬‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ا‬‫ْب‬ْ‫ل‬ ِ‫ِب‬ ُ‫ا‬‫اَل‬‫ا‬‫ع‬‫دا‬‫ا‬‫ف‬‫ى‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬
ِ‫ه‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬‫ِح‬‫ب‬‫ا‬‫ر‬‫ا‬‫ل‬ ‫ا‬‫اب‬‫ا‬ُّ‫الت‬
.
Artinya : Dari ‘Urwah bin Abil Ja’d Al-Bariqie: Bahwa Nabi
saw (pernah) memberikan uang satu dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing
untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia
jual satu ekor dengan harga satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu ekor
kambing. Nabi s.a.w. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya.
Seandainya ‘Urwah membeli tanah pun, ia pasti beruntung.” (H.R. Bukhari).
Penjelasan : Wakalah ialah menyerahkan pekerjaan yang dikerjakan kepada
yang lain, agar dikerjakannya semasa hidupnya.
Pada dasarnya wakalah bersifat mubah, tetapi akan menjadi haram jika
urusan yang diwakilkan adalah hal-hal yang bertentangan dengan syariah, menjadi
wajib jika menyangkut hal yang darurat menurut Islam, dan menjadi makruh jika
menyangkut hal-hal yang makruh, jadi masalah yang diwakilkan sangat penting.
Para ulama sepakat tentang sahnya wakalah ini
Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di
antaranya yaitu membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya,
mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.
2. Dari Jabir ra. Berkata,
ٌ‫ل‬ُ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬ ِّ‫ِف‬ُ‫و‬ُ‫ت‬ِّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ُ‫ت‬ :‫نا‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫وسَّل‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صّل‬ ِ َّ‫الَّل‬ ‫ا‬‫ل‬ْ‫و‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ِ‫ِه‬‫ب‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ت‬َ‫أ‬ َّ ُُ ,ُ‫ه‬‫ا‬َّ‫ن‬َّ‫ف‬‫ا‬‫ك‬‫و‬ ,ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫ن‬ ْ‫ط‬َّ‫ن‬‫ا‬‫ح‬‫ا‬‫,و‬ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ل‬ َّ‫اس‬‫غ‬‫ا‬‫ف‬
‫ا‬‫د‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ق‬ ‫و‬ُ‫ب‬‫ا‬‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬ُ‫ه‬‫ا‬‫ل‬َّ‫م‬‫ا‬‫ح‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ف‬ , ‫ا‬‫ف‬‫ا‬ ‫ا‬‫َص‬ْ‫ن‬‫ا‬‫ا‬‫ف‬ ,ِ‫ان‬‫ا‬‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫د‬ : ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ل‬ُ‫ق‬ ‫؟‬ٌ‫ن‬ْ‫ي‬‫د‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ َ‫أ‬ :‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ َّ ُُ ,‫ى‬‫ا‬‫ُط‬‫خ‬ ‫ا‬‫ا‬‫اط‬‫خ‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ف‬ ,‫ا‬‫ة‬‫ا‬‫ت‬َ‫أ‬,ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬
ِ‫م‬ ‫ا‬‫ئ‬ِ‫ر‬‫ا‬‫ب‬‫ا‬‫و‬ ِ ْ‫ْي‬ِ‫ار‬‫غ‬‫ل‬ْ‫ا‬ َّ‫ق‬‫ا‬‫ح‬ : ‫وسَّل‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صّل‬ ِ َّ‫الَّل‬ ُ‫ول‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ .َّ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬ ِ‫ان‬‫ا‬‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِّ‫ادل‬ : ‫ا‬‫ة‬‫ا‬‫د‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ق‬ ‫و‬ُ‫ب‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ُ ْ‫ْن‬‫ا‬‫ا‬‫م‬
ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬‫ا‬‫ف‬ ‫و‬ْ‫م‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ن‬ :‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ ‫؟‬ ُ‫ِت‬ّ‫ي‬‫ا‬‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬.
Artinya: “Ada seseorang meninggal dunia diantara kami, lalu kami
memandikannya, dan memberinya kain kapas, lalu kami kafani, kemudian kami
membawanya kepada Rasulullah SAW. Seraya berkata,’ shalatlah untuknya!’ lalu
beliau SAW. Melangkah untuk mendekat kemudian bertanya, ‘ apakah dia memiliki
tanggungan hutang ?’ kami menjawab, ‘Dua Dinar’, lalu beliau SAW. Pergi, maka
Abu Qatadah ra. Bersedia menanggungnya, lalu kami mendatangi beliau, maka Abu
Qatadah ra. Berkata, ‘ saya yang menanggung dua dinar tersebut.’ Rasulullah SAW.
Bersabda, ‘ bersungguh-sungguhkah engkau mau menanggungnya hingga
terlepaslah tanggung jawab mayat tersebut ? dia menjawab,’Ya’, lalu beliau SAW,
menshalatkannya.” (Diriwayatkan oleh Ahamad, Abu Dawud dan An-Nasa’i,
disahihkan oleh Ibnu Hibbah dan Al-Hakim.)
Penjelasan : Pendapat Abu Tsaur dalam lingkup perpindahan tanggung jawab
seseorang kepada orang lain. Sedangkan jaminan pada hadits ini adalah pengalihan
apa yang berada dalam tanggungan mayit kepada tanggungan pemberi jaminan,
sehingga sama seperti pengalihan utang.
Ibnu Hajar berpendapat bahwa pada pembahasan berikutnya Imam Bukhari
memberi judul “Pemberian Jaminan”, sebagaimana makna tekstual hadits. Dalam
hadits ini disebutkan tiga keadaan dan tidak disinggung tentang keadaan yang
keempat.
1. Mayit tidak meninggalkan harta dan tidak memiliki utang
2. Mayit memiliki utang dan meninggalkan harta untuk melunasinya.
3. Mayit memiliki utang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya.
4. Mayit tidak meninggalkan utang, tetapi meninggalkan harta. Dalam kondisi
yang keempat ini, mayit juga dishalati.
Ibnu Majah dari hdits Abu Qatadah disebutkan, “delapan belas dirham”.
Jumlah ini kurang dari dua dinar. Sementara dalam kitab Mukhtashar Al Muzani
dari hadits Abu Sa’id Al Khudri dikatakan, “duadirham”. Apabila riwayat ini akurat,
maka dapat dikompromikan dengan mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi lebih
dari sekali.
3.Dari Amir bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya ra. Berkata, Rasulullah Saw.
Bersabda,
ٍ ّ‫د‬‫ا‬‫ح‬ ْ ِ‫ِف‬ ‫ا‬ ‫ا‬‫اَل‬‫ا‬‫ف‬‫ا‬‫ك‬ ‫ا‬‫َّل‬
Artinya: “ Tidak ada jaminan dalam suatu hukuman.” (Diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi dengan isnad yang lemah).
Penjelasan : Al-Baihaqi berkata tentang hadist ini bahwasanya ia hadist
mungkar. Hal ini menunjukkan tidak sahnya pertanggunga dalam hukuman had.
Ibnu hazm mengatakan, pada asalnya tidak boleh menjamin dzatnya baik berupa
harta, hukuman had atau bentuk apapun karena hal tersebut merupakan syarat yang
tidak terdapat dalam kitab Allah sehingga hukumnya batal.
Dalam hadis ini hanya sebagian ulama membolehkan penjaminan tersebut
dengan beragumentasi dengan sikap Nabi Saw menjamin suatu tuduhan. Beliau
mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kabar yang tidak benar(bathil) karena
diriwayatkan dari Ibrahim bin Hutsaim bin Arak, dia dan bapaknya berada di
puncak peringkat rawi yang lemah sehingga riwayat dari keduanya tidak boleh
diterima. Kemudian disebutkan atsar dari Umar dan Umar bi Abdul Aziz akan
tetapi hal tersebut seluruhnya ditolak karena hal tersebut bukan merupakan
argumentasi baginya. Sebab argumentasi hanya diperuntukkan pada firman Allah
dan Rasul-Nya bukan selain keduanya, sedangkan atsar-atsar tersebut sudah
ditafsirkan dalam kitab Asy-Syarh
4.JabirIbnu Abdullah Radliyallaahu'anhu berkata:
ِ َّ‫لَّل‬‫ا‬‫ا‬ ِ‫د‬ْ‫ب‬‫ا‬‫ع‬ ِ‫ن‬ْ‫ب‬ ِ‫ر‬ِ‫ب‬‫ا‬‫ا‬‫ج‬ ْ‫ن‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫و‬-‫ا‬‫ا‬‫م‬ُ ْ‫ْن‬‫ا‬‫ع‬ َُّ‫لَّل‬‫ا‬‫ا‬ ‫ا‬ ِ‫ِض‬‫ا‬‫ر‬-‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صّل‬ َّ ِ‫ِب‬َّ‫ن‬‫ل‬‫ا‬‫ا‬ ُ‫ت‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ت‬َ‫أ‬‫ا‬‫ف‬ ,‫ا‬‫ا‬‫ْب‬ْ‫ي‬‫ا‬‫خ‬ ‫ا‬‫َل‬
ِ
‫ا‬ ‫ا‬‫وج‬ ُ‫ُر‬‫خ‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ا‬ ُ‫ت‬ْ‫د‬‫ا‬‫ر‬َ‫أ‬ :‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬
‫ا‬‫ا‬‫ق‬ ْ‫س‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬ ‫ا‬‫اَش‬‫ع‬ ‫ا‬‫ة‬ ‫ا‬‫س‬ْ‫ا‬‫َخ‬ ُ‫ه‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ذ‬ُ‫خ‬‫ا‬‫ف‬ ,‫ا‬‫ا‬‫ْب‬ْ‫ي‬‫ا‬ ِ‫ِب‬ ِ‫يّل‬ِ‫ك‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ت‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬
ِ
‫ا‬ :‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫وسَّل‬ُ‫ه‬‫ا‬‫ح‬َّ ‫ا‬‫َص‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬‫د‬ُ‫ااو‬‫د‬ ‫و‬ُ‫ب‬َ‫أ‬ ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫و‬‫ا‬‫ر‬
Artinya : Aku akan keluar menuju Khaibar, lalu aku menghadap Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Jika engkau menemui wakilku
di Khaibar, ambillah darinya 15 wasaq." (Hadits Riwayat Abu Dawud).
Penjelasan : Para ulama sepakat tentang sahnya Wakalah ini . Dan hukum-
hukum tentang masalah ini sangant terkalit dengan orang yang mewakilkan. Dalam
lanjutan hadis trdapat dalil petunjuk untuk berbuat dengan isyarat petunjuk dengan
harta orang lain dan Rasul menerima sadaqah dengan adanya beliau meneriman
adanya barang tersebut. Sebagaian jamaah para Ulama mengatakan bahwa Rasul
menerima sadaqahdaribarang tersebut. Al Mahdi mengaitkan dalam kitab Al-ghaits
disetai dengan penuh dugaan yang membenarkannya. Sedangkan Al Hadawiyah
berpendapat tidak boleh bersedekah kepada Rasulullah karena itu merupakan Harta
orang lain. Di katakan oleh sebagian mereka : Hanya saja terdapat persangkaan
bahwa Nabi memerima Sadaqah maka niscaya dibolekan memberinya.
5. Dari Abu Huraira RA. Bahwa Rasulullah Bersabda :
‫ا‬‫ن‬‫ا‬‫َك‬‫ا‬‫ت‬ ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ث‬ِّ‫د‬ُ‫ح‬ ْ‫ن‬
ِ
‫ا‬‫ا‬‫ف‬ ِ‫ء‬‫ا‬ ‫ضا‬‫ا‬‫ق‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ِ‫ه‬ِ‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬ ِ‫دل‬ ‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ر‬‫ا‬‫ت‬ ْ‫ل‬‫ا‬‫ه‬ ُ‫ل‬َ‫أ‬ ْ‫س‬‫ا‬‫ي‬‫ا‬‫ف‬ ُ‫ن‬ْ‫ي‬َّ‫ادل‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ َّ‫َّف‬‫ا‬‫و‬‫ا‬‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫ل‬ُ‫ج‬َّ‫ر‬ْ‫ل‬ ِ‫ِب‬ ‫ا‬‫َت‬ْ‫ؤ‬ُ‫ي‬‫ا‬‫اء‬‫ا‬‫ف‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ِ‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬ ِ‫دل‬ ‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ر‬
ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫هللا‬ ‫ا‬‫ح‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬َّ‫م‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ف‬ ْ ُ‫ُِك‬‫ب‬ِ‫اح‬ ‫ا‬‫ص‬ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬ ‫ا‬ْ‫و‬ُّ‫ل‬ ‫ا‬‫ص‬ ‫ا‬ ْ‫ْي‬ِ‫م‬ِ‫ل‬ ْ‫س‬ُ‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ َّ‫َّل‬ِ‫ا‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ْ‫و‬َ‫أ‬ ‫ًنا‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ ‫ا‬‫ح‬ْ‫و‬ُ‫ت‬‫ا‬‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬ ْ‫ْي‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ل‬ ِ‫ِب‬ ‫ا‬‫َل‬
ُ‫ه‬ُ‫ؤ‬‫ا‬ ‫ضا‬‫ا‬‫ق‬ َّ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬‫د‬ ‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬ ْ‫ْي‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬ ِّ‫ِف‬ُ‫و‬ُ‫ت‬ ْ‫ن‬‫ا‬‫م‬‫ا‬‫ف‬ ْ‫ِم‬‫ه‬ ِ‫س‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬.
Artinya : “Bahwasanya Rasulullah Saw. Didatangkan seseorang yang telah
meninggal dunia yang menanggung hutang, lalu beliau bertanya, ‘apakah dia
meninggal ssuatu untuk melunasi hutangnya?’. Bila dikatakan bahwa dia
meninggalkan sesuatu untuk melunasi hutangnya maka beliau menshalatkannya, dan
bila tidak demikian beliau berkata, ‘ shalatlah kalian sendiri untuk teman kalian.’
Dan ketika telah banyak penaklukan islam,maka beliau berkata, ‘sayalah yang paling
utama terhadap kaum mukminin daripada mereka sendiri, dan barang siapa yang
meninggal dan menanggung hutang maka sayalah yang bertanggung jawab atas
pelunasannya.”(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain pada
Al-Bukhari).
Penjelasan : Al-Qurthubi meriwayatkan bahwa barangkali beliau tidak mau
menshalati orang yang berutang untuk hal-hal yang tidak diperbolehkan.
Namun, pernyataan ini perlu ditinjau lebih lanjut, karena dalam hadits terdapat
petunjuk yang mengatakan secara umum, (barangsiapa meninggal dunia dan
masih memiliki utang). Apabila keadaannya tidak demikian, niscaya beliau
akan menjelaskannya.
An-Nawawi berkata, “pendapat yang benar adalah, diperbolehkan apabila
ada orang yang menjamin utangnya, seperti dalam hadits Imam Muslim.”
Ibnu baththal berkata,”kalimat’Barangsiapa meninggalkan utang, maka itu
menjadi tanggunganku’ telah dihapus (mansukh) oleh perbuatan beliau yang tidak
mau menshalati orang yang meninggal dunia dan memilik utang. Sedangkan
kalimat ‘maka tanggunganku untuk melunasinya’, yakni dengan harta yang
diberikan Allah berupa harta rampasan perang maupun sedekah.” Dia berkata
“Demikianlah seharusnya sikap mereka yang memegang urusan kaum muslimin
terhadap orang yang meninggal dan masih memiliki utang. Jika dia tidak
melakukannya, maka dia akan menanggung dosaapabila hak mayit yang ada pada
Baitul Mal dapat melunasi utangnya. Sedangkan bila tidak, maka dengan
bagiannya
6 Diriwayatkan dari Imam Bukhari dari Abu Hurairah,
ْ‫ِع‬‫ب‬َّ‫ت‬‫ا‬‫ي‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ف‬ ٍ ‫ء‬ ِ‫ّل‬ُ‫م‬ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫دُُك‬‫ا‬‫ح‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ع‬ِ‫ب‬ْ‫ت‬ُ‫أ‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬
ِ
‫ا‬‫ا‬‫و‬ ٌْ‫َّل‬ُ‫ظ‬ ِّ ِ‫اّن‬‫غ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫ل‬ ْ‫ط‬‫ا‬‫م‬.
Artinya : Rasulullah Bersabda: “ menunda-nunda pembayaran hutang yang
dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedzaliman. Maka, jika seorang diantra
kamu dialihkan hak penagihan piutangnya pada pihak yang mampu maka
terimalah”.
Penjelasan :Rasulullah memberitahukan kepada orang yang menghutangkan,
jika orang yang berhutang menghawalahkan kepada orang yang mampu, hendaklah
ia menerima hawalah tersebut, dan hendaklah ia menagih kepada orang yang
dihawalahkan. Dengan demikian haknya dapat terpenuhi.
Jadi para ulama sepakat membolehkan akad hawalah dengan catatan, hawalah
dilakukan atas hutang yang tidak berbentuk barang atau benda, karena hawalah
adalah proses pemindahan hutang bukan pemindahan bendah.
Adapun yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani
‫فاتبعه‬ ‫مّلء‬ ‫عّل‬ ‫ااحلت‬ ‫ذا‬‫وا‬ ‫ظَّل‬ ‫الغىن‬ ‫مطل‬
Dan ada juga yang meriwayatkan hadis tersebut dalam riwayat Imam Ahmad dan
Ibnu Abi Syaibah,
ْ‫ِع‬‫ب‬َّ‫ت‬‫ا‬‫ي‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ف‬ ٍ ‫ء‬ ِ‫ّل‬ُ‫م‬ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫دُُك‬‫ا‬‫ح‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ع‬ِ‫ب‬ْ‫ت‬ُ‫أ‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬
ِ
‫ا‬‫ا‬‫و‬ ٌْ‫َّل‬ُ‫ظ‬ ِّ ِ‫اّن‬‫غ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫ل‬ ْ‫ط‬‫ا‬‫م‬.
Adapun menurut ijma’ maka secaragaris besarseluruh ulama’ sepakat bahwa
al-hawalah adalah boleh. Akad al-hawalah boleh dilakukan terhadap Ad-dain (harta
yang masih berbentuk uang), bukan terhadap Al-‘Ain (harta yang barangnya
berwujud secara konkrit biasanya diartikan barang), atau dengan kata lain akad
hawalah sah apabila Al-muhal bihi berupa hutang bukan berupa barang (Al-‘Ain).
Karena akad Al-hawalah mengandung arti an-Naqlu atau At-Tahwil (memindahkan,
mengalihkan) dan hal ini hanya bias dilakukan terhadap harta yang masih berbentuk
hutang, tidak bias dilakukan terhadap Al-‘Ain atau barang. Maksudnya An-naqlu
atau pemindahan yang bersifat abstrak tidak bias terjadi padabarang, oleh karena itu
tidak sah mengadakan akad hawalah terhadap barang.4
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa perintah yang terdapat di dalam hadits di
atas (yaitu fal-yatba’ atau fal-yahtal) adalah perintah yang bersifat sunnah dan
anjuran. Oleh karena itu tidak wajib hukumnya untuk menerima akad al-hawalah.
Namun dawud dan Imam Ahmad berpendapat bahwa perintah di dalam hadits
tersebut sifatnya adalah wajib, oleh karena itu wajib bagi pihak al-muhal (juga
disebut Al-muhtal) untuk menerima hawalah tersebut.
Daftar pustaka
1. Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, FIQHUL ISLAM, SYARAH BULUGHUL
MARAM (Jakarta:Darul Haq, 2005)
2. Syarah Arbain An-Nawawi; Imam Nawawi, et al; Jakarta; Darul Haq
(2006)
3. Al-ahkam alwustha karya syaikh abu Muhammadabdulhaq alasybili
4. Al-ahkam ash Shugra karya imam abdulhaqalasybili
5. Al-umdah alkubra fiahadits al hakam karya taqiyuddin abu Muhammad
abdulghani bin abdulwahid almaqdisi al jamili
6. Ibnu Hajar Al Asqalani, FATHUL BAARI (Jakarta : Pustaka Azzam, 2005)
7. SyarahArbain An-Nawawi;ImamNawawi,et al; Jakarta;DarulHaq (2006)

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Thalaq sunni dan thalaq bid
Thalaq sunni dan thalaq bidThalaq sunni dan thalaq bid
Thalaq sunni dan thalaq bid
 
31 pengalihan utang
31 pengalihan utang31 pengalihan utang
31 pengalihan utang
 
Syarah hadis ekonomi, Hadis tentang Riba
Syarah hadis ekonomi, Hadis tentang Riba Syarah hadis ekonomi, Hadis tentang Riba
Syarah hadis ekonomi, Hadis tentang Riba
 
30 pembiayaan prks
30 pembiayaan prks30 pembiayaan prks
30 pembiayaan prks
 
Khafalah
KhafalahKhafalah
Khafalah
 
58 hawalah bil-ujrah
58 hawalah bil-ujrah58 hawalah bil-ujrah
58 hawalah bil-ujrah
 
Mengapa harus mengemis
Mengapa harus mengemisMengapa harus mengemis
Mengapa harus mengemis
 
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat WabahSolusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
Solusi Syariah Untuk Bisnis Saat Wabah
 
Rukun al fahmu pt 5
Rukun al fahmu pt 5Rukun al fahmu pt 5
Rukun al fahmu pt 5
 
Rukun al fahmu pt 4
Rukun al fahmu pt 4Rukun al fahmu pt 4
Rukun al fahmu pt 4
 
Makalah syarah hadis ekonomi, Hadis tentang Riba
Makalah syarah hadis ekonomi, Hadis tentang Riba Makalah syarah hadis ekonomi, Hadis tentang Riba
Makalah syarah hadis ekonomi, Hadis tentang Riba
 
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
Riba - Dosanya NgeRIBAnget [PPT]
 
Tuntunan sholat ebook
Tuntunan sholat ebookTuntunan sholat ebook
Tuntunan sholat ebook
 
12 hawalah
12 hawalah12 hawalah
12 hawalah
 
Kajian Fiqh Janaiz by WIFI
Kajian Fiqh Janaiz by WIFIKajian Fiqh Janaiz by WIFI
Kajian Fiqh Janaiz by WIFI
 
68 rah tasjily
68 rah tasjily68 rah tasjily
68 rah tasjily
 
Riba dalam al qur'an
Riba dalam al qur'anRiba dalam al qur'an
Riba dalam al qur'an
 
bahan tugas Kelompok 8 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 8 ushul fiqh ekonomi islambahan tugas Kelompok 8 ushul fiqh ekonomi islam
bahan tugas Kelompok 8 ushul fiqh ekonomi islam
 
Who is the Leader arround you
Who is the Leader arround youWho is the Leader arround you
Who is the Leader arround you
 
Ibadah in the battlefields
Ibadah in the battlefieldsIbadah in the battlefields
Ibadah in the battlefields
 

Similar to Hutang

Similar to Hutang (20)

Kel.12 hiwalah
Kel.12 hiwalahKel.12 hiwalah
Kel.12 hiwalah
 
Kelompokfiqih 160119032428(1)
Kelompokfiqih 160119032428(1)Kelompokfiqih 160119032428(1)
Kelompokfiqih 160119032428(1)
 
Power Point Hutang
Power Point HutangPower Point Hutang
Power Point Hutang
 
Hiwalah
HiwalahHiwalah
Hiwalah
 
Al hiwalah1
Al hiwalah1Al hiwalah1
Al hiwalah1
 
Al hiwalah12
Al hiwalah12Al hiwalah12
Al hiwalah12
 
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akad
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akadhutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akad
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akad
 
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptx
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptxMAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptx
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptx
 
2_hiwalah.ppt
2_hiwalah.ppt2_hiwalah.ppt
2_hiwalah.ppt
 
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
 
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptx
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptxppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptx
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptx
 
AAD Fiqh Utang (2) SS.pdf
AAD Fiqh Utang (2) SS.pdfAAD Fiqh Utang (2) SS.pdf
AAD Fiqh Utang (2) SS.pdf
 
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptxMakalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
 
Qardh dalam islam
Qardh dalam islamQardh dalam islam
Qardh dalam islam
 
Makalah pegadaian
Makalah pegadaianMakalah pegadaian
Makalah pegadaian
 
Hiwalah - pemindahan hutang
Hiwalah - pemindahan hutangHiwalah - pemindahan hutang
Hiwalah - pemindahan hutang
 
Konsep kewajipan zakat dan pengharaman riba dalam kehidupan manusia
Konsep kewajipan zakat dan pengharaman riba dalam kehidupan manusiaKonsep kewajipan zakat dan pengharaman riba dalam kehidupan manusia
Konsep kewajipan zakat dan pengharaman riba dalam kehidupan manusia
 
Utang Piutang
Utang PiutangUtang Piutang
Utang Piutang
 
Arkanul islam
Arkanul islamArkanul islam
Arkanul islam
 
Makalah pegadaian
Makalah pegadaianMakalah pegadaian
Makalah pegadaian
 

Recently uploaded

Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumfebrie2
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxmagfira271100
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaBtsDaily
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaMateri Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaNikmah Suryandari
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)ratnawijayanti31
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 

Recently uploaded (10)

Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaMateri Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 

Hutang

  • 1. Hadist Tentang Hutang Pemindahan Hak dan jaminan DISUSUN OLEH : Nama : Rifky Arahman NIM : 140102073 DOSEN PEMBIMBING : Dr.Muhammad Yusran Hadi Lc.MA. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
  • 2. A.HUTANG 1. Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: ‫ي‬ِ‫ف‬َ‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫ق‬َ‫ف‬َّ‫ت‬ُ‫م‬ ْ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ت‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬ ٍّ‫ي‬ِ‫ل‬َ‫م‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ ُ‫ع‬ِ‫ب‬ْ‫ت‬ُ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫و‬ ٌ‫م‬ْ‫ل‬ُ‫ظ‬ ِ‫ي‬ِ‫ن‬َ‫غ‬ْ‫ل‬َ‫ا‬ ُ‫ل‬ْ‫ط‬َ‫م‬ ‫ل‬َ‫ت‬ْ‫ح‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬:‫د‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫أ‬ ِ‫ة‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫و‬ ِ‫ر‬ Artinya : "Penangguhan (pembayaran hutang) orang kaya itu suatu kesesatan. Apabila seseorang di antara kamu hutangnya dipindahkan kepada orang yang mampu, hendaknya ia menerima." Muttafaq Alaihi. Menurut suatu riwayat Ahmad: "Barangsiapa (hutangnya) dipindahkan, hendaknya ia menerima." Penjelasan :An-Nawawi mengatakan, ‘Tuntutan mazhab kami dalam masalah ini adalah dipersyaratkan berulang kali (baru disebut fasik).’Akan tetapi, hal itu dibantah oleh as-SubkipadaSyarhu al-Minhaj, ‘Tuntutan mazhab kami adalah tidak dipersyaratkan berulang kali. Dalilnya, menahan hak seseorang setelah pemiliknya menuntut disertai mencari-cari alasan (penghalang) untuk membayarnya (kedudukannya) seperti merampas hak orang. Sementara itu, merampas adalah dosa besar. Penamaannya sebagai kezaliman mengindikasikan bahwa hal itu adalah kefasikan, dan suatu dosa besar tidak dipersyaratkan harus dilakukan berulang kali (baru dinamakan dosa besar).Ya, ia tidak dihukumi fasik kecuali jika benar-benar jelas bahwa ia tidak punya uzur untuk menundanya.’ Mereka juga berselisih pendapat, apakah pelakunya menjadi fasik lantaran menundanya setelah mampu,
  • 3. baik ditagih maupun tidak. Hadits dalam bab ini mengindikasikan bahwa pelakunya menjadi fasik apabila pemilik hak telah menagihnya, karena kata ‘menunda’ mengindikasikan makna demikian.” Ini pula yang dipilih oleh Ibnu ‘Utsaimin dalam syarah Bulughul Maram. Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari, “Terdapat perselisihan pendapat, apakah kesengajaan menunda pembayaran utang tergolong dosabesaratau tidak Jumhur (mayoritas) ulama berpendapatbahwa pelakunya fasik. al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwa hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu di atas menunjukkan bolehnya mendesak pengutang yang menunda pembayaran agar segera membayar utangnya dan menempuh berbagai cara untuk mengambil haknya dari dia secara paksa.Diantara cara itu adalah melaporkannya kepada pihak berwajib, sebagaimana akan diterangkan nanti. Adapun pemaksaan secara fisik yang bisa memicu (fitnah) pertumpahan darah, hal itu harus dihindari 2.Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: ُ‫س‬ْ‫ف‬َ‫ن‬ُُِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬‫ـم‬ْ‫ال‬ُُ‫ة‬َ‫ق‬َّ‫ل‬َ‫ع‬‫م‬ُُِ‫ه‬ِ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫د‬ِ‫ب‬ُُ‫ى‬َّ‫ت‬َ‫ح‬ُ‫ى‬َ‫ض‬ْ‫ق‬‫ي‬ُُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ Artinya : “Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai hutang dilunasi”. HR Imam Ahmad dalam Musnad-nya (II/440, 475, 508)
  • 4. Penjelasan : Utang piutang adalah mu’âmalah yang dibenarkan syari’at Islam. Mu’âmalah ini wajib dilaksanakan sesuai syari’at Islam, tidak boleh menipu, tidak boleh ada unsur riba, tidak boleh ada kebohongan dan kedustaan, dan wajib diperhatikan bahwa utang wajib dibayar.Yang wajib diingat oleh setiap Muslim dan Muslimah bahwa utang wajib dibayar dan kalau tidak dibayar akan dituntut sampai hari Kiamat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalatkan jenazah seorang Muslim yang masih memiliki tanggungan hutang dua dinar sampai hutang itu dilunasi Imam ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang akan tetap disibukkan dengan utangnya walaupun ia telah meninggal dunia. Hadits ini menganjurkan agar kita melunasi utang sebelum meninggal dunia. Hadits ini juga menunjukkan bahwa utang adalah tanggung jawab berat. Jika demikian halnya maka alangkah besar tanggung jawab orang yang mengambil barang orang lain tanpa izin, baik dengan cara merampas atau merampoknya.”1 Imam al-Munâwi rahimahullah berkata, “Jiwa seorang mukmin, maksudnya: ruhnya terkatung-katung setelah kematiannya dengan sebab utangnya. Maksudnya, ia terhalangi dari kedudukan mulia yang telah disediakan untuknya, atau (terhalang) dari masuk surga bersama rombongan orang-orang yang shalih.” Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Yakni, jiwanya ketika di dalam kubur tergantung padautang atas dirinya seakan-akan –wallaahu a’lam- merasa sakit karena menunda penyelesaian utangnya. Dia tidak merasa gembira dan tidak lapang dada dengan kenikmatan untuknya karena dirinya masih mempunyai kewajiban membayar utang. Oleh karena itu kita katakan: Wajib atas para ahli waris untuk segera dan mempercepat menyelesaikan utang-utang si mayit 1 Subulus Salam(II/250) cet. Darul ‘Ashimah,tahqiq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad.
  • 5. 3.Dari Abu Rafi’ ra. Berkata ُ‫ل‬‫ي‬‫ب‬‫ي‬‫ا‬ ‫ي‬‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ت‬َ‫م‬‫ي‬‫د‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ‫ا‬ً‫ر‬ْ‫ك‬َ‫ب‬ ٍ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ ْ‫ن‬‫ي‬‫م‬ َ‫ف‬َ‫ل‬ْ‫س‬َ‫ت‬ْ‫س‬‫ي‬‫ا‬ ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ َّ‫ي‬‫َِّب‬‫ن‬‫ال‬ َّ‫ن‬َ‫ا‬ َ‫َب‬‫أ‬ َ‫ر‬َ‫َم‬‫أ‬ َ‫ر‬َ‫َم‬‫أ‬َ‫ف‬ ‫ي‬‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َّ‫الص‬ٍٍ‫ي‬‫اف‬َ‫ر‬ ُ‫ب‬َ‫ا‬ ‫ي‬‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬‫ي‬‫ا‬ ٍََ‫ج‬َ‫ر‬َ‫ف‬ َُُ‫ر‬ْ‫ك‬‫ب‬ َ‫ل‬ُ‫ج‬َّ‫الر‬ ََ‫ي‬ِْ‫ق‬ََ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ٍٍ‫ي‬‫اف‬َ‫ر‬ْ‫د‬ ‫ي‬‫ج‬َ‫ا‬ ََْ ََ‫ل‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ً‫لء‬ََِ‫ق‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ن‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫ا‬ ‫ي‬‫َّلس‬‫ن‬‫ال‬ َ‫لر‬َ‫ي‬‫ي‬‫خ‬ َّ‫ن‬‫ي‬‫ا‬ َُُّ‫َّي‬‫ي‬‫ا‬ ‫ي‬‫ه‬‫ي‬‫ط‬ْ‫ع‬َ‫ا‬ ََ‫ل‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ‫ل‬ً‫ي‬‫ي‬‫ع‬َ‫ب‬َ‫ر‬ ‫ا‬ً‫لر‬َ‫ي‬‫ي‬‫خ‬ َّ‫ال‬‫ي‬‫ا‬ ‫ل‬َ‫ه‬ْ‫ي‬‫ي‬‫ف‬ Artinya: Bahwasanya Nabi SAW. Pernah meminjamkan seekor unta muda kepada seseorang, lalu unta-unta zakat datang kepada beliau SAW. Maka beliau SAW memerintahkan Abu Rafi’ berkata, ‘ saya tidak mendapatkan unta yang dimaksud untuk membayar hutang Rasulullah SAW. Kecuali unta baik yang memasuki umur tujuh tahun.’ Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘ Berikanlah unta yang ada karena sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam menunaikan hutangnya’. (Diriwayatkan oleh Muslim). Penjelsan : Hadits ini menunjukkan bolehnya meminjamkan hewan, dan dianjurkan bagi orang yang mempunyai tanggungan utang, baik berupa uang atau lainnya agar mengembalikannya dengan cara dalam keadaan yang terbaik dari apa yang telah dipinjamnya sebagai bentuk akhlak yang terpuji, baik dilihat dari sisi adat maupun syariat. Hal ini tidak termasuk dalam pengertian pinjaman yang menghasilkan manfaat, karena tidak menjadi syarat yang ditetapkan oleh pemberi pinjaman, tetapi hanya sedekah dari penerima pinjaman. Zhahir hadits bersifat umum dengan adanya penambahan bilangan dan sifat, sedangkan Imam Malik mengatakan, bahwa tambahan bilangan tidak halal. Jadi pada hadis tersebut dapat kita ambil bahwasanya Wajib membayar hutang tepat waktu dan tidak menundanya. Orang yang mati syahid diampuni
  • 6. seluruh dosanya kecuali hutang,orang yang mati syahid tertunda masuk surga sampai dibayarkan hutangnya,wajib segera membayar dan melunasi hutang-hutang sebelum ajal tiba,hak-hak hamba wajib dilunasi atau minta dimaafkan sebelum meninggal dunia,utang yang belum dilunasi akan dituntut sampaihari kiamat kecuali jika orang yang meminjamkan membebaskan atau mengikhlaskan,bila ada orang yang belum mampu bayar hutang, maka hendaklah diberi 3.Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa : ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ِ َّ‫اَّلل‬ ُ‫ل‬‫و‬ُ‫س‬َ‫ر‬ َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ُ‫ه‬ُ‫ب‬‫ا‬َ‫ح‬ْ‫ص‬َ‫أ‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َّ‫م‬َ‫ه‬َ‫ف‬ ،، َ‫ظ‬َ‫ل‬ْ‫غ‬َ‫أ‬َ‫ف‬ ُ‫ه‬‫ا‬َ‫ض‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ا‬‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫م‬ ِ‫ق‬َ‫ح‬ْ‫ال‬ ِ‫ب‬ ِ‫اح‬َ‫ص‬ِ‫ل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫وه‬ُ‫ع‬َ‫د‬ Artinya : “Seseorang pernah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menagih hutang dan berkata keras (kepada beliau), maka para shahabat ingin memukulnya, lalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Biarkan dia, karena seorang yang mempunyai hak berhak untuk berkata-kata.” HR. Bukhari. Penjelasan : Ibnu Abdil Barr rahimahullah dalil yang menunjukkan bahwa menunda-nunda pembayaran dari seorang yang kaya adalah kezhaliman dan tidak halal, yaitu diperbolehkan orang yang memberikan piutang kepadanya, untuk dari mengambil gantiannya, dan berkata-kata tentang (orang yang berhutang kepada)nya dengan kezhaliman yang dilakukan dan perbuatan yang buruk, kalau bukan karena
  • 7. penundaannya untuknya, maka hal itu adalah sebuah ghibah, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“ Sesungguhnya darah kalian haram dan juga harta serta kehormatan kalian.” Beliau menginginkan sebagian kalian kepada sebagian lainnya, kemudian diperbolehkan bagi siapa yang ditunda-tunda permbayaran hutangnya untuk berkata kepada siapa yang menunda-nunda pembayaran (dengan perkataan keras), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Penundaan dari seorang yang mampu akan menghalalkan kehormatan dan hukuman kepadanya.2 Al Khathib Asy Syirbini berkata wajib bagi yang diluaskan rezekinya untuk melunasi segera sesuai dengan kemampuan jika diminta, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Penundaan pembayaraan hutang oleh seorang yang kaya adalah sebuah kelaliman”,karena tidak dikatakan; ia menundanya kecuali jika ia menagihnya lalu (yang berhutang) menolaknya (untuk membeyar hutangnya)”. Adapaun sebelum penagihan maka tidak ada kewajiban pelunasan. ketika yang berhutang tidak mau bayar hutang tanpa ada alasan, berarti jika seorang yang berhutang tidak bayar hutang karena ada alasan seperti tidak mampu mendatangkan harta yang raib atau karena sulit bayar hutang, maka tidak termasuk dianggap seorang yang menunda-nunda pelunasan hutang. An Nawawi rahimahullah berkata “Jika ia (berhutang) adalah seorang yang kaya, akan tetapi tidak mampu untuk bayar karena ketidak adaan harta atau karena
  • 8. sebab selain itu, maka boleh baginya untuk mengakhirkan (pelunasan) samapai ada kemungkinan, dan ini adalah pengkhususan dari penundaan seorang yang kaya atau dimaksudkan dengannya adalah seorang yang kaya mampu untuk melunasi maka ia tidak masuk dalam hal ini. 5. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Berkata: ُ‫ا‬‫َل‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ‫ا‬‫ا‬‫اَي‬‫ا‬‫اط‬‫خ‬ ْ‫ي‬ِ‫ـ‬ّ‫ن‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ر‬َّ‫ف‬‫ا‬‫ك‬ُ‫ت‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ِ‫ل‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫س‬ ْ‫ـي‬ِ‫ف‬ ُ‫ت‬ْ‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ ْ‫ن‬ ِ ‫ا‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ي‬َ‫أ‬‫ا‬‫ر‬َ‫أ‬ ! ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ‫ا‬‫ول‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫َي‬َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ُ‫ل‬ْ‫و‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ِ‫ب‬ْ‫د‬ُ‫م‬ ُ ْ‫ْي‬‫ا‬‫غ‬ ٌ‫ل‬ِ‫ب‬ْ‫ق‬ُ‫م‬ ٌ‫ب‬ ِ‫س‬‫ا‬‫ت‬ْ‫ح‬‫ـ‬ُ‫م‬ ٌ‫ر‬ِ‫ب‬‫ا‬ ‫ا‬‫ص‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ن‬َ‫أ‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ِ‫ل‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫س‬ ْ‫ـي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ ْ‫ن‬ ِ ‫ا‬ ْ‫م‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ن‬ : ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ه‬‫ـ‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬‫ا‬‫ا‬‫ق‬ َّ ُُ ٍ ‫ر‬‫ا‬‫ل‬ ْ‫ي‬َ‫أ‬‫ا‬‫ر‬َ‫أ‬ : ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ ‫؟‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ل‬ُ‫ق‬ ‫ا‬‫ف‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ك‬ : ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ه‬‫ـ‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ُ‫ل‬ْ‫و‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ُ‫ر‬َّ‫ف‬‫ا‬‫ك‬ُ‫ت‬َ‫أ‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ِ‫ل‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫س‬ ْ‫ـي‬ِ‫ف‬ ُ‫ت‬ْ‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ ْ‫ن‬ ِ ‫ا‬ ‫ا‬‫ت‬ ٌ‫ل‬ِ‫ب‬ْ‫ق‬ُ‫م‬ ٌ‫ب‬ ِ‫س‬‫ا‬‫ت‬ْ‫ح‬‫ـ‬ُ‫م‬ ٌ‫ر‬ِ‫ب‬‫ا‬ ‫ا‬‫ص‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ن‬َ‫أ‬‫ا‬‫و‬ ْ‫م‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ن‬ : ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ه‬‫ـ‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ُ‫ول‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ‫ا‬‫ي‬ ‫ا‬‫اَي‬‫ا‬‫اط‬‫خ‬ ِّ‫ّن‬‫ا‬‫ع‬ُ ْ‫ْي‬‫ا‬‫غ‬ ُ‫م‬ ‫ا‬‫َل‬ َّ‫الس‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ‫ا‬‫ل‬ْ‫ي‬ِ ْ‫ْب‬ِ‫ج‬ َّ‫ن‬ ِ ‫ا‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬َّ‫ادل‬ َّ‫َّل‬ ِ ‫ا‬ ٍ ‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫د‬ُ‫م‬‫ا‬ ِ‫ل‬ّٰ‫ذ‬ ْ‫ـي‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ . Artinya : Wahai Rasûlullâh! Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan Allâh, apakah dosa-dosakuakan terhapus?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan sabar dan mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri.” Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Apa yang engkau katakan tadi?” ia mengulanginya, “Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan Allâh, apakah dosa-dosakuakan terhapus?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan engkau sabar
  • 9. dan mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri, kecuali utang, karena itulah yang disampaikan Malaikat Jibril kepadaku tadi. Penjelasan : Dari Samurah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menguburkan jenazah. Beliau bersabda : ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ٌ‫ل‬ُ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫م‬‫ا‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ًث‬ ‫ا‬‫َل‬‫ا‬‫ث‬ ‫؟‬ ٌ‫د‬‫ا‬‫ح‬َ‫أ‬ ٍ ‫ن‬ ‫ا‬‫َل‬ُ‫ف‬ ِ‫ّن‬‫ا‬‫ب‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ُ‫ه‬ ‫ا‬‫ا‬‫ه‬َ‫أ‬‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ن‬‫ا‬‫م‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬ : ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫ه‬‫ـ‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ ُّ ِ‫ِب‬َّ‫ن‬‫ال‬ ُ‫ا‬‫َل‬ ‫ا‬‫ِك‬‫ب‬ ْ‫ه‬ِّ‫او‬‫ن‬ُ‫أ‬ ْ‫ـم‬‫ا‬‫ل‬ ْ‫ـي‬ِّ‫ن‬ ِ ‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬َ‫أ‬ ‫؟‬ ْ ِ‫ّن‬‫ا‬‫ت‬ْ‫ب‬‫ا‬‫ج‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ن‬ ْ‫و‬ُ‫ك‬‫ا‬‫ت‬ ‫ا‬‫َّل‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ِ ْ‫ْي‬‫ا‬‫ي‬‫ا‬‫ل‬ْ‫و‬ُ ْ‫اْل‬ ِ ْ‫ْي‬‫ا‬‫ت‬َّ‫ر‬‫ا‬‫م‬‫ـ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ـي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬‫ات‬‫ا‬‫م‬ ْ‫م‬ُ ْ‫ْن‬ِ‫م‬ ٍ ‫ل‬ُ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ِ‫ل‬ ‫ًنا‬ ‫ا‬‫َل‬ُ‫ف‬ َّ‫ن‬ ِ ‫ا‬ ٍ ْ‫ْي‬‫ا‬ ِ‫ِب‬ َّ‫َّل‬ ِ ‫ا‬ ِ‫ن‬ْ‫ي‬‫ِدا‬‫ب‬ ‫ا‬‫ا‬‫ور‬ ُ‫س‬ْ‫أ‬‫ا‬‫م‬. Artinya : “Adakah seseorang dari Bani Fulan di sini?’ Beliau mengulanginya tiga kali. Lalu berdirilah seorang laki-laki. Rasûlullâh bertanya kepadanya, ‘Apa yang menghalangimu untuk menjawab seruanku padakali yang pertama dan kedua ? Adapun aku tidak menyebutkan sesuatu kepadamu melainkan kebaikan. Sesungguhnya fulan -seorang laki-laki dari kalangan mereka yang sudah mati- Muhammad bin Jahsy Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada suatu hari kami duduk bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallamsedang menguburkan jenazah. Beliau menengadahkan kepala ke langit kemudian menepukkan dahi beliau dengan telapak tangan sambil bersabda :
  • 10. ُ‫ه‬ُ‫ت‬ْ‫ل‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫س‬ ِ‫اد‬‫غ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ن‬‫ا‬‫َك‬ ‫ـا‬َّ‫م‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ع‬ِ‫ز‬‫ا‬‫ف‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ت‬‫ا‬‫ك‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ِ‫يد‬ِ‫د‬ ْ‫ش‬َّ‫ت‬‫ال‬ ‫ا‬‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬‫ل‬ِّ‫ز‬ُ‫ن‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬‫ا‬‫ا‬‫م‬ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ‫ا‬‫ان‬‫ا‬‫ح‬ْ‫ب‬ ُ‫س‬‫ل‬ْ‫و‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫َي‬ : ‫ـ‬ِ‫ف‬ ‫ا‬‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ ‫ا‬‫َل‬ُ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ َّ‫ن‬َ‫أ‬ ْ‫و‬‫ا‬‫ل‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬‫ا‬‫ي‬ِ‫ب‬ ْ ِ‫ِس‬ْ‫ف‬‫ا‬‫ن‬ ْ‫ي‬ِ َّ‫اَّل‬‫ا‬‫و‬ : ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ‫ا‬‫ل‬ِّ‫ز‬ُ‫ن‬ ْ‫ي‬ِ َّ‫اَّل‬ ُ‫د‬ْ‫ي‬ِ‫د‬ ْ‫ش‬َّ‫ت‬‫ال‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬ّٰ‫ه‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬ ! ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬َّ ُُ ِ‫ـه‬ّّٰ‫ل‬‫ال‬ ِ‫ل‬ْ‫ي‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫س‬ ْ‫ي‬ ‫ـ‬َّ‫ن‬‫ا‬‫ج‬‫ـ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫خ‬‫ا‬‫د‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬ ٌ‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬‫د‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ َّ ُُ ‫ا‬ ِ‫ِي‬ْ‫ح‬ُ‫أ‬ َّ ُُ ‫ا‬‫ل‬ِ‫ت‬ُ‫ق‬ َّ ُُ ‫ا‬ ِ‫ِي‬ْ‫ح‬ُ‫أ‬ُ‫ه‬ُ‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬‫د‬ ُ‫ه‬ْ‫ن‬‫ا‬‫ع‬ ‫ا‬‫َض‬ْ‫ق‬ُ‫ي‬ ّٰ َّ‫َّت‬‫ا‬‫ح‬ ‫ا‬‫ة‬ Artinya : Maha Suci Allah ‘betapa berat ancaman yang diturunkan.’ Kami diam saja namun sesungguhnya kami terkejut. Keesokan harinya aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasûlullâh! Ancaman berat apakah yang turun?’ Beliau menjawab, ‘Demi Allâh yang jiwaku berada ditangan-Nya, seandainya seorang laki- laki terbunuh fii sabiilillaah kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya.’” 3 Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬َّ‫ادل‬ َّ‫َّل‬ ِ ‫ا‬ ٍ ‫ب‬ْ‫ن‬‫ا‬‫ذ‬ ُّ ُ‫ُك‬ ِ‫د‬ْ‫ي‬ِ‫ه‬ َّ‫لش‬ِ‫ل‬ ُ‫ر‬‫ا‬‫ف‬ْ‫غ‬ُ‫ي‬ Artinya : Orang yang mati syahid diampuni seluruh dosanya, kecuali utang Setiap mukmin yang beriman kepada allah selalu senangtiasa melunasi setiap hutang-hutangnya walaupun hutang tersebut sulit dibayar. Akan tetapi hanyalah allah SWT yang mengetahui kadar kesanggupan manusia tersebut baik didalam pekerjaannya maupun rezkinya setiap individu didunia. Semua allah SWT yang
  • 11. telah mengatur. Senangtiasa berusaha membayar dan menjahui diri dengan berhutang kepada orang lain. B.Pemindahan hak dan jaminan 1.Dari ‘Urwah bin Abil Ja’d Al-Bariqie: Bahwa Nabi sawُbersabda: ِ ‫ا‬‫ت‬ ْ‫ش‬‫ا‬‫ي‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫ا‬‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫د‬ ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫ْط‬‫ع‬َ‫أ‬ ‫ا‬َّ‫َّل‬ ‫ا‬‫س‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ‫هللا‬ ‫ا‬‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ َّ ِ‫ِب‬َّ‫ن‬‫ال‬ َّ‫ن‬َ‫أ‬ ْ ِ‫ِق‬ِ‫ار‬‫ا‬‫ب‬‫ل‬ْ‫ا‬ ِ‫د‬ْ‫ع‬‫ا‬‫جل‬ْ‫ا‬ ْ ِ‫ِب‬‫ا‬‫ا‬ ِ‫ن‬ْ‫ب‬ ‫ا‬‫ة‬‫ا‬‫و‬ ْ‫ر‬ُ‫ع‬ ْ‫ن‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ة‬‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬ ُ‫ا‬‫َل‬ ِ‫ِه‬‫ب‬ ‫ا‬‫ي‬ ٍ ‫ة‬‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ ٍ ‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫ِد‬‫ب‬ ُ‫ه‬‫ا‬‫اء‬‫ا‬‫ج‬‫ا‬‫و‬ ٍ ‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫ِد‬‫ب‬ ‫ا‬‫ا‬ ُ‫اُه‬‫دا‬ْ‫ح‬ ِ ‫ا‬ ‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ا‬‫ب‬‫ا‬‫ف‬ ,ِ ْ‫ْي‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬ ِ‫ِه‬‫ب‬ ُ‫ا‬‫َل‬ ‫ى‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬ ْ‫اا‬‫ا‬‫ف‬ْ‫اا‬ِ‫و‬‫ا‬‫ل‬ ‫ا‬‫ن‬‫ا‬‫َك‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ِ‫ع‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ب‬ ْ ِ‫ِف‬ ِ‫ة‬‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ا‬‫ْب‬ْ‫ل‬ ِ‫ِب‬ ُ‫ا‬‫اَل‬‫ا‬‫ع‬‫دا‬‫ا‬‫ف‬‫ى‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬‫ِح‬‫ب‬‫ا‬‫ر‬‫ا‬‫ل‬ ‫ا‬‫اب‬‫ا‬ُّ‫الت‬ . Artinya : Dari ‘Urwah bin Abil Ja’d Al-Bariqie: Bahwa Nabi saw (pernah) memberikan uang satu dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu ekor kambing. Nabi s.a.w. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanah pun, ia pasti beruntung.” (H.R. Bukhari). Penjelasan : Wakalah ialah menyerahkan pekerjaan yang dikerjakan kepada yang lain, agar dikerjakannya semasa hidupnya. Pada dasarnya wakalah bersifat mubah, tetapi akan menjadi haram jika urusan yang diwakilkan adalah hal-hal yang bertentangan dengan syariah, menjadi wajib jika menyangkut hal yang darurat menurut Islam, dan menjadi makruh jika
  • 12. menyangkut hal-hal yang makruh, jadi masalah yang diwakilkan sangat penting. Para ulama sepakat tentang sahnya wakalah ini Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya yaitu membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya. 2. Dari Jabir ra. Berkata, ٌ‫ل‬ُ‫ج‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬ ِّ‫ِف‬ُ‫و‬ُ‫ت‬ِّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ُ‫ت‬ :‫نا‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫وسَّل‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صّل‬ ِ َّ‫الَّل‬ ‫ا‬‫ل‬ْ‫و‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ِ‫ِه‬‫ب‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ت‬َ‫أ‬ َّ ُُ ,ُ‫ه‬‫ا‬َّ‫ن‬َّ‫ف‬‫ا‬‫ك‬‫و‬ ,ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫ن‬ ْ‫ط‬َّ‫ن‬‫ا‬‫ح‬‫ا‬‫,و‬ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ل‬ َّ‫اس‬‫غ‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫د‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ق‬ ‫و‬ُ‫ب‬‫ا‬‫ا‬ ‫ا‬‫ا‬‫م‬ُ‫ه‬‫ا‬‫ل‬َّ‫م‬‫ا‬‫ح‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ف‬ , ‫ا‬‫ف‬‫ا‬ ‫ا‬‫َص‬ْ‫ن‬‫ا‬‫ا‬‫ف‬ ,ِ‫ان‬‫ا‬‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِ‫د‬ : ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ل‬ُ‫ق‬ ‫؟‬ٌ‫ن‬ْ‫ي‬‫د‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ َ‫أ‬ :‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ َّ ُُ ,‫ى‬‫ا‬‫ُط‬‫خ‬ ‫ا‬‫ا‬‫اط‬‫خ‬‫ا‬‫ف‬ ‫؟‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ف‬ ,‫ا‬‫ة‬‫ا‬‫ت‬َ‫أ‬,ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ ِ‫م‬ ‫ا‬‫ئ‬ِ‫ر‬‫ا‬‫ب‬‫ا‬‫و‬ ِ ْ‫ْي‬ِ‫ار‬‫غ‬‫ل‬ْ‫ا‬ َّ‫ق‬‫ا‬‫ح‬ : ‫وسَّل‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صّل‬ ِ َّ‫الَّل‬ ُ‫ول‬ ُ‫س‬‫ا‬‫ر‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ .َّ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬ ِ‫ان‬‫ا‬‫ار‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬ِّ‫ادل‬ : ‫ا‬‫ة‬‫ا‬‫د‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ق‬ ‫و‬ُ‫ب‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ُ ْ‫ْن‬‫ا‬‫ا‬‫م‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬‫ا‬‫ف‬ ‫و‬ْ‫م‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ن‬ :‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ ‫؟‬ ُ‫ِت‬ّ‫ي‬‫ا‬‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬. Artinya: “Ada seseorang meninggal dunia diantara kami, lalu kami memandikannya, dan memberinya kain kapas, lalu kami kafani, kemudian kami membawanya kepada Rasulullah SAW. Seraya berkata,’ shalatlah untuknya!’ lalu beliau SAW. Melangkah untuk mendekat kemudian bertanya, ‘ apakah dia memiliki tanggungan hutang ?’ kami menjawab, ‘Dua Dinar’, lalu beliau SAW. Pergi, maka Abu Qatadah ra. Bersedia menanggungnya, lalu kami mendatangi beliau, maka Abu Qatadah ra. Berkata, ‘ saya yang menanggung dua dinar tersebut.’ Rasulullah SAW.
  • 13. Bersabda, ‘ bersungguh-sungguhkah engkau mau menanggungnya hingga terlepaslah tanggung jawab mayat tersebut ? dia menjawab,’Ya’, lalu beliau SAW, menshalatkannya.” (Diriwayatkan oleh Ahamad, Abu Dawud dan An-Nasa’i, disahihkan oleh Ibnu Hibbah dan Al-Hakim.) Penjelasan : Pendapat Abu Tsaur dalam lingkup perpindahan tanggung jawab seseorang kepada orang lain. Sedangkan jaminan pada hadits ini adalah pengalihan apa yang berada dalam tanggungan mayit kepada tanggungan pemberi jaminan, sehingga sama seperti pengalihan utang. Ibnu Hajar berpendapat bahwa pada pembahasan berikutnya Imam Bukhari memberi judul “Pemberian Jaminan”, sebagaimana makna tekstual hadits. Dalam hadits ini disebutkan tiga keadaan dan tidak disinggung tentang keadaan yang keempat. 1. Mayit tidak meninggalkan harta dan tidak memiliki utang 2. Mayit memiliki utang dan meninggalkan harta untuk melunasinya. 3. Mayit memiliki utang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya. 4. Mayit tidak meninggalkan utang, tetapi meninggalkan harta. Dalam kondisi yang keempat ini, mayit juga dishalati. Ibnu Majah dari hdits Abu Qatadah disebutkan, “delapan belas dirham”. Jumlah ini kurang dari dua dinar. Sementara dalam kitab Mukhtashar Al Muzani dari hadits Abu Sa’id Al Khudri dikatakan, “duadirham”. Apabila riwayat ini akurat,
  • 14. maka dapat dikompromikan dengan mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi lebih dari sekali. 3.Dari Amir bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya ra. Berkata, Rasulullah Saw. Bersabda, ٍ ّ‫د‬‫ا‬‫ح‬ ْ ِ‫ِف‬ ‫ا‬ ‫ا‬‫اَل‬‫ا‬‫ف‬‫ا‬‫ك‬ ‫ا‬‫َّل‬ Artinya: “ Tidak ada jaminan dalam suatu hukuman.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan isnad yang lemah). Penjelasan : Al-Baihaqi berkata tentang hadist ini bahwasanya ia hadist mungkar. Hal ini menunjukkan tidak sahnya pertanggunga dalam hukuman had. Ibnu hazm mengatakan, pada asalnya tidak boleh menjamin dzatnya baik berupa harta, hukuman had atau bentuk apapun karena hal tersebut merupakan syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah sehingga hukumnya batal. Dalam hadis ini hanya sebagian ulama membolehkan penjaminan tersebut dengan beragumentasi dengan sikap Nabi Saw menjamin suatu tuduhan. Beliau mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kabar yang tidak benar(bathil) karena diriwayatkan dari Ibrahim bin Hutsaim bin Arak, dia dan bapaknya berada di puncak peringkat rawi yang lemah sehingga riwayat dari keduanya tidak boleh diterima. Kemudian disebutkan atsar dari Umar dan Umar bi Abdul Aziz akan tetapi hal tersebut seluruhnya ditolak karena hal tersebut bukan merupakan argumentasi baginya. Sebab argumentasi hanya diperuntukkan pada firman Allah
  • 15. dan Rasul-Nya bukan selain keduanya, sedangkan atsar-atsar tersebut sudah ditafsirkan dalam kitab Asy-Syarh 4.JabirIbnu Abdullah Radliyallaahu'anhu berkata: ِ َّ‫لَّل‬‫ا‬‫ا‬ ِ‫د‬ْ‫ب‬‫ا‬‫ع‬ ِ‫ن‬ْ‫ب‬ ِ‫ر‬ِ‫ب‬‫ا‬‫ا‬‫ج‬ ْ‫ن‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫و‬-‫ا‬‫ا‬‫م‬ُ ْ‫ْن‬‫ا‬‫ع‬ َُّ‫لَّل‬‫ا‬‫ا‬ ‫ا‬ ِ‫ِض‬‫ا‬‫ر‬-‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صّل‬ َّ ِ‫ِب‬َّ‫ن‬‫ل‬‫ا‬‫ا‬ ُ‫ت‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ت‬َ‫أ‬‫ا‬‫ف‬ ,‫ا‬‫ا‬‫ْب‬ْ‫ي‬‫ا‬‫خ‬ ‫ا‬‫َل‬ ِ ‫ا‬ ‫ا‬‫وج‬ ُ‫ُر‬‫خ‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ا‬ ُ‫ت‬ْ‫د‬‫ا‬‫ر‬َ‫أ‬ :‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ ‫ا‬‫ا‬‫ق‬ ْ‫س‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬ ‫ا‬‫اَش‬‫ع‬ ‫ا‬‫ة‬ ‫ا‬‫س‬ْ‫ا‬‫َخ‬ ُ‫ه‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ذ‬ُ‫خ‬‫ا‬‫ف‬ ,‫ا‬‫ا‬‫ْب‬ْ‫ي‬‫ا‬ ِ‫ِب‬ ِ‫يّل‬ِ‫ك‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬‫ت‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ت‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬ ِ ‫ا‬ :‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬‫ا‬‫ف‬ ‫وسَّل‬ُ‫ه‬‫ا‬‫ح‬َّ ‫ا‬‫َص‬‫ا‬‫و‬ ‫ا‬‫د‬ُ‫ااو‬‫د‬ ‫و‬ُ‫ب‬َ‫أ‬ ُ‫ه‬‫ا‬‫ا‬‫و‬‫ا‬‫ر‬ Artinya : Aku akan keluar menuju Khaibar, lalu aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah darinya 15 wasaq." (Hadits Riwayat Abu Dawud). Penjelasan : Para ulama sepakat tentang sahnya Wakalah ini . Dan hukum- hukum tentang masalah ini sangant terkalit dengan orang yang mewakilkan. Dalam lanjutan hadis trdapat dalil petunjuk untuk berbuat dengan isyarat petunjuk dengan harta orang lain dan Rasul menerima sadaqah dengan adanya beliau meneriman adanya barang tersebut. Sebagaian jamaah para Ulama mengatakan bahwa Rasul menerima sadaqahdaribarang tersebut. Al Mahdi mengaitkan dalam kitab Al-ghaits disetai dengan penuh dugaan yang membenarkannya. Sedangkan Al Hadawiyah berpendapat tidak boleh bersedekah kepada Rasulullah karena itu merupakan Harta
  • 16. orang lain. Di katakan oleh sebagian mereka : Hanya saja terdapat persangkaan bahwa Nabi memerima Sadaqah maka niscaya dibolekan memberinya. 5. Dari Abu Huraira RA. Bahwa Rasulullah Bersabda : ‫ا‬‫ن‬‫ا‬‫َك‬‫ا‬‫ت‬ ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ث‬ِّ‫د‬ُ‫ح‬ ْ‫ن‬ ِ ‫ا‬‫ا‬‫ف‬ ِ‫ء‬‫ا‬ ‫ضا‬‫ا‬‫ق‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ِ‫ه‬ِ‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬ ِ‫دل‬ ‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ر‬‫ا‬‫ت‬ ْ‫ل‬‫ا‬‫ه‬ ُ‫ل‬َ‫أ‬ ْ‫س‬‫ا‬‫ي‬‫ا‬‫ف‬ ُ‫ن‬ْ‫ي‬َّ‫ادل‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ َّ‫َّف‬‫ا‬‫و‬‫ا‬‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ ِ‫ل‬ُ‫ج‬َّ‫ر‬ْ‫ل‬ ِ‫ِب‬ ‫ا‬‫َت‬ْ‫ؤ‬ُ‫ي‬‫ا‬‫اء‬‫ا‬‫ف‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ِ‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬ ِ‫دل‬ ‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ر‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫هللا‬ ‫ا‬‫ح‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬َّ‫م‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ف‬ ْ ُ‫ُِك‬‫ب‬ِ‫اح‬ ‫ا‬‫ص‬ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬ ‫ا‬ْ‫و‬ُّ‫ل‬ ‫ا‬‫ص‬ ‫ا‬ ْ‫ْي‬ِ‫م‬ِ‫ل‬ ْ‫س‬ُ‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ل‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ َّ‫َّل‬ِ‫ا‬‫ا‬‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬‫ا‬‫ل‬‫ا‬‫ع‬ َّ‫ّل‬ ‫ا‬‫ص‬ْ‫و‬َ‫أ‬ ‫ًنا‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ال‬‫ا‬‫ق‬ ‫ا‬‫ح‬ْ‫و‬ُ‫ت‬‫ا‬‫ف‬ْ‫ل‬‫ا‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬ ْ‫ْي‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ل‬ ِ‫ِب‬ ‫ا‬‫َل‬ ُ‫ه‬ُ‫ؤ‬‫ا‬ ‫ضا‬‫ا‬‫ق‬ َّ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ي‬‫ا‬‫د‬ ‫ا‬‫ك‬‫ا‬‫ا‬‫ت‬‫ا‬‫ف‬ ‫ا‬ ْ‫ْي‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬‫ن‬ِ‫م‬ ‫ا‬ ِّ‫ِف‬ُ‫و‬ُ‫ت‬ ْ‫ن‬‫ا‬‫م‬‫ا‬‫ف‬ ْ‫ِم‬‫ه‬ ِ‫س‬ُ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬. Artinya : “Bahwasanya Rasulullah Saw. Didatangkan seseorang yang telah meninggal dunia yang menanggung hutang, lalu beliau bertanya, ‘apakah dia meninggal ssuatu untuk melunasi hutangnya?’. Bila dikatakan bahwa dia meninggalkan sesuatu untuk melunasi hutangnya maka beliau menshalatkannya, dan bila tidak demikian beliau berkata, ‘ shalatlah kalian sendiri untuk teman kalian.’ Dan ketika telah banyak penaklukan islam,maka beliau berkata, ‘sayalah yang paling utama terhadap kaum mukminin daripada mereka sendiri, dan barang siapa yang meninggal dan menanggung hutang maka sayalah yang bertanggung jawab atas pelunasannya.”(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain pada Al-Bukhari).
  • 17. Penjelasan : Al-Qurthubi meriwayatkan bahwa barangkali beliau tidak mau menshalati orang yang berutang untuk hal-hal yang tidak diperbolehkan. Namun, pernyataan ini perlu ditinjau lebih lanjut, karena dalam hadits terdapat petunjuk yang mengatakan secara umum, (barangsiapa meninggal dunia dan masih memiliki utang). Apabila keadaannya tidak demikian, niscaya beliau akan menjelaskannya. An-Nawawi berkata, “pendapat yang benar adalah, diperbolehkan apabila ada orang yang menjamin utangnya, seperti dalam hadits Imam Muslim.” Ibnu baththal berkata,”kalimat’Barangsiapa meninggalkan utang, maka itu menjadi tanggunganku’ telah dihapus (mansukh) oleh perbuatan beliau yang tidak mau menshalati orang yang meninggal dunia dan memilik utang. Sedangkan kalimat ‘maka tanggunganku untuk melunasinya’, yakni dengan harta yang diberikan Allah berupa harta rampasan perang maupun sedekah.” Dia berkata “Demikianlah seharusnya sikap mereka yang memegang urusan kaum muslimin terhadap orang yang meninggal dan masih memiliki utang. Jika dia tidak melakukannya, maka dia akan menanggung dosaapabila hak mayit yang ada pada Baitul Mal dapat melunasi utangnya. Sedangkan bila tidak, maka dengan bagiannya 6 Diriwayatkan dari Imam Bukhari dari Abu Hurairah, ْ‫ِع‬‫ب‬َّ‫ت‬‫ا‬‫ي‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ف‬ ٍ ‫ء‬ ِ‫ّل‬ُ‫م‬ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫دُُك‬‫ا‬‫ح‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ع‬ِ‫ب‬ْ‫ت‬ُ‫أ‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬ ِ ‫ا‬‫ا‬‫و‬ ٌْ‫َّل‬ُ‫ظ‬ ِّ ِ‫اّن‬‫غ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫ل‬ ْ‫ط‬‫ا‬‫م‬.
  • 18. Artinya : Rasulullah Bersabda: “ menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedzaliman. Maka, jika seorang diantra kamu dialihkan hak penagihan piutangnya pada pihak yang mampu maka terimalah”. Penjelasan :Rasulullah memberitahukan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berhutang menghawalahkan kepada orang yang mampu, hendaklah ia menerima hawalah tersebut, dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihawalahkan. Dengan demikian haknya dapat terpenuhi. Jadi para ulama sepakat membolehkan akad hawalah dengan catatan, hawalah dilakukan atas hutang yang tidak berbentuk barang atau benda, karena hawalah adalah proses pemindahan hutang bukan pemindahan bendah. Adapun yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani ‫فاتبعه‬ ‫مّلء‬ ‫عّل‬ ‫ااحلت‬ ‫ذا‬‫وا‬ ‫ظَّل‬ ‫الغىن‬ ‫مطل‬ Dan ada juga yang meriwayatkan hadis tersebut dalam riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah, ْ‫ِع‬‫ب‬َّ‫ت‬‫ا‬‫ي‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ف‬ ٍ ‫ء‬ ِ‫ّل‬ُ‫م‬ ‫ا‬‫ّل‬‫ا‬‫ع‬ ُ‫دُُك‬‫ا‬‫ح‬َ‫أ‬ ‫ا‬‫ع‬ِ‫ب‬ْ‫ت‬ُ‫أ‬ ‫ا‬‫ا‬‫ذ‬ ِ ‫ا‬‫ا‬‫و‬ ٌْ‫َّل‬ُ‫ظ‬ ِّ ِ‫اّن‬‫غ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ُ‫ل‬ ْ‫ط‬‫ا‬‫م‬. Adapun menurut ijma’ maka secaragaris besarseluruh ulama’ sepakat bahwa al-hawalah adalah boleh. Akad al-hawalah boleh dilakukan terhadap Ad-dain (harta yang masih berbentuk uang), bukan terhadap Al-‘Ain (harta yang barangnya berwujud secara konkrit biasanya diartikan barang), atau dengan kata lain akad hawalah sah apabila Al-muhal bihi berupa hutang bukan berupa barang (Al-‘Ain). Karena akad Al-hawalah mengandung arti an-Naqlu atau At-Tahwil (memindahkan, mengalihkan) dan hal ini hanya bias dilakukan terhadap harta yang masih berbentuk
  • 19. hutang, tidak bias dilakukan terhadap Al-‘Ain atau barang. Maksudnya An-naqlu atau pemindahan yang bersifat abstrak tidak bias terjadi padabarang, oleh karena itu tidak sah mengadakan akad hawalah terhadap barang.4 Jumhur ulama’ berpendapat bahwa perintah yang terdapat di dalam hadits di atas (yaitu fal-yatba’ atau fal-yahtal) adalah perintah yang bersifat sunnah dan anjuran. Oleh karena itu tidak wajib hukumnya untuk menerima akad al-hawalah. Namun dawud dan Imam Ahmad berpendapat bahwa perintah di dalam hadits tersebut sifatnya adalah wajib, oleh karena itu wajib bagi pihak al-muhal (juga disebut Al-muhtal) untuk menerima hawalah tersebut.
  • 20. Daftar pustaka 1. Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, FIQHUL ISLAM, SYARAH BULUGHUL MARAM (Jakarta:Darul Haq, 2005) 2. Syarah Arbain An-Nawawi; Imam Nawawi, et al; Jakarta; Darul Haq (2006) 3. Al-ahkam alwustha karya syaikh abu Muhammadabdulhaq alasybili 4. Al-ahkam ash Shugra karya imam abdulhaqalasybili 5. Al-umdah alkubra fiahadits al hakam karya taqiyuddin abu Muhammad abdulghani bin abdulwahid almaqdisi al jamili 6. Ibnu Hajar Al Asqalani, FATHUL BAARI (Jakarta : Pustaka Azzam, 2005) 7. SyarahArbain An-Nawawi;ImamNawawi,et al; Jakarta;DarulHaq (2006)