Hadist tentang hutang dan pemindahan hak menjelaskan bahwa hutang harus dibayar tepat waktu dan tidak boleh ditunda. Orang yang mati dengan hutang akan tertunda masuk surga sampai hutangnya dibayar. Wajib membayar dan melunasi hutang sebelum meninggal.
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
Hutang
1. Hadist Tentang Hutang Pemindahan Hak
dan jaminan
DISUSUN OLEH :
Nama : Rifky Arahman
NIM : 140102073
DOSEN PEMBIMBING : Dr.Muhammad Yusran Hadi Lc.MA.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM JURUSAN HUKUM EKONOMI
SYARIAH
2. A.HUTANG
1. Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda:
يِفَو ِهْيَلَع ٌقَفَّتُم ْعَبْتَيْلَف ٍّيِلَم ىَلَع ْمُكُدَحَأ ُعِبْتُأ اَذِإَو ٌمْلُظ ِيِنَغْلَا ُلْطَم
لَتْحَيْلَف:دَمْحَأ ِةَياَو ِر
Artinya : "Penangguhan (pembayaran hutang) orang kaya itu suatu kesesatan.
Apabila seseorang di antara kamu hutangnya dipindahkan kepada orang yang
mampu, hendaknya ia menerima." Muttafaq Alaihi. Menurut suatu riwayat Ahmad:
"Barangsiapa (hutangnya) dipindahkan, hendaknya ia menerima."
Penjelasan :An-Nawawi mengatakan, ‘Tuntutan mazhab kami dalam masalah
ini adalah dipersyaratkan berulang kali (baru disebut fasik).’Akan tetapi, hal itu
dibantah oleh as-SubkipadaSyarhu al-Minhaj, ‘Tuntutan mazhab kami adalah tidak
dipersyaratkan berulang kali. Dalilnya, menahan hak seseorang setelah pemiliknya
menuntut disertai mencari-cari alasan (penghalang) untuk membayarnya
(kedudukannya) seperti merampas hak orang. Sementara itu, merampas adalah dosa
besar. Penamaannya sebagai kezaliman mengindikasikan bahwa hal itu adalah
kefasikan, dan suatu dosa besar tidak dipersyaratkan harus dilakukan berulang kali
(baru dinamakan dosa besar).Ya, ia tidak dihukumi fasik kecuali jika benar-benar
jelas bahwa ia tidak punya uzur untuk menundanya.’ Mereka juga berselisih
pendapat, apakah pelakunya menjadi fasik lantaran menundanya setelah mampu,
3. baik ditagih maupun tidak. Hadits dalam bab ini mengindikasikan bahwa pelakunya
menjadi fasik apabila pemilik hak telah menagihnya, karena kata ‘menunda’
mengindikasikan makna demikian.” Ini pula yang dipilih oleh Ibnu ‘Utsaimin dalam
syarah Bulughul Maram.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari, “Terdapat
perselisihan pendapat, apakah kesengajaan menunda pembayaran utang tergolong
dosabesaratau tidak Jumhur (mayoritas) ulama berpendapatbahwa pelakunya fasik.
al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwa hadits Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu di atas menunjukkan bolehnya mendesak pengutang yang
menunda pembayaran agar segera membayar utangnya dan menempuh berbagai cara
untuk mengambil haknya dari dia secara paksa.Diantara cara itu adalah
melaporkannya kepada pihak berwajib, sebagaimana akan diterangkan nanti.
Adapun pemaksaan secara fisik yang bisa memicu (fitnah) pertumpahan darah, hal
itu harus dihindari
2.Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam beliau bersabda:
ُسْفَنُُِنِمْؤـمْالُُةَقَّلَعمُُِهِنْيَدِبُُىَّتَحُىَضْقيُُهْنَع
Artinya : “Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya
sampai hutang dilunasi”. HR Imam Ahmad dalam Musnad-nya (II/440, 475, 508)
4. Penjelasan : Utang piutang adalah mu’âmalah yang dibenarkan syari’at Islam.
Mu’âmalah ini wajib dilaksanakan sesuai syari’at Islam, tidak boleh menipu, tidak
boleh ada unsur riba, tidak boleh ada kebohongan dan kedustaan, dan wajib
diperhatikan bahwa utang wajib dibayar.Yang wajib diingat oleh setiap Muslim dan
Muslimah bahwa utang wajib dibayar dan kalau tidak dibayar akan dituntut sampai
hari Kiamat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalatkan jenazah
seorang Muslim yang masih memiliki tanggungan hutang dua dinar sampai hutang
itu dilunasi
Imam ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa
seseorang akan tetap disibukkan dengan utangnya walaupun ia telah meninggal
dunia. Hadits ini menganjurkan agar kita melunasi utang sebelum meninggal dunia.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa utang adalah tanggung jawab berat. Jika
demikian halnya maka alangkah besar tanggung jawab orang yang mengambil
barang orang lain tanpa izin, baik dengan cara merampas atau merampoknya.”1
Imam al-Munâwi rahimahullah berkata, “Jiwa seorang mukmin, maksudnya:
ruhnya terkatung-katung setelah kematiannya dengan sebab utangnya. Maksudnya,
ia terhalangi dari kedudukan mulia yang telah disediakan untuknya, atau (terhalang)
dari masuk surga bersama rombongan orang-orang yang shalih.”
Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Yakni, jiwanya ketika di dalam
kubur tergantung padautang atas dirinya seakan-akan –wallaahu a’lam- merasa sakit
karena menunda penyelesaian utangnya. Dia tidak merasa gembira dan tidak lapang
dada dengan kenikmatan untuknya karena dirinya masih mempunyai kewajiban
membayar utang. Oleh karena itu kita katakan: Wajib atas para ahli waris untuk
segera dan mempercepat menyelesaikan utang-utang si mayit
1 Subulus Salam(II/250) cet. Darul ‘Ashimah,tahqiq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad.
5. 3.Dari Abu Rafi’ ra. Berkata
ُليبيا يهْيَلَع ْتَميدَقَف اًرْكَب ٍلُجَر ْنيم َفَلْسَتْسيا وسلم عليه هللا صلى َّيَِّبنال َّنَا
ََبأ َرََمأ َرََمأَف يةَقَدَّالصٍٍيافَر ُبَا يهْيَليا ٍََجَرَف َُُرْكب َلُجَّالر ََيِْقََ ْنَأ ٍٍيافَرْد يجَا ََْ ََلَقَف
ًلءََِق ْمُهُنَسْحَا يَّلسنال َلرَييخ َّنيا ََُُّّييا يهيطْعَا ََلَقَف لًييعَبَر اًلرَييخ َّاليا لَهْييف
Artinya: Bahwasanya Nabi SAW. Pernah meminjamkan seekor unta muda kepada
seseorang, lalu unta-unta zakat datang kepada beliau SAW. Maka beliau SAW
memerintahkan Abu Rafi’ berkata, ‘ saya tidak mendapatkan unta yang dimaksud
untuk membayar hutang Rasulullah SAW. Kecuali unta baik yang memasuki umur
tujuh tahun.’ Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘ Berikanlah unta yang ada karena
sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam menunaikan hutangnya’.
(Diriwayatkan oleh Muslim).
Penjelsan : Hadits ini menunjukkan bolehnya meminjamkan hewan, dan
dianjurkan bagi orang yang mempunyai tanggungan utang, baik berupa uang atau
lainnya agar mengembalikannya dengan cara dalam keadaan yang terbaik dari apa
yang telah dipinjamnya sebagai bentuk akhlak yang terpuji, baik dilihat dari sisi adat
maupun syariat. Hal ini tidak termasuk dalam pengertian pinjaman yang
menghasilkan manfaat, karena tidak menjadi syarat yang ditetapkan oleh pemberi
pinjaman, tetapi hanya sedekah dari penerima pinjaman. Zhahir hadits bersifat
umum dengan adanya penambahan bilangan dan sifat, sedangkan Imam Malik
mengatakan, bahwa tambahan bilangan tidak halal.
Jadi pada hadis tersebut dapat kita ambil bahwasanya Wajib membayar
hutang tepat waktu dan tidak menundanya. Orang yang mati syahid diampuni
6. seluruh dosanya kecuali hutang,orang yang mati syahid tertunda masuk surga
sampai dibayarkan hutangnya,wajib segera membayar dan melunasi hutang-hutang
sebelum ajal tiba,hak-hak hamba wajib dilunasi atau minta dimaafkan sebelum
meninggal dunia,utang yang belum dilunasi akan dituntut sampaihari kiamat kecuali
jika orang yang meminjamkan membebaskan atau mengikhlaskan,bila ada orang
yang belum mampu bayar hutang, maka hendaklah diberi
3.Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa :
وسلم عليه هللا صلى ِ َّاَّلل ُلوُسَر َلاَقَف ُهُباَحْصَأ ِهِب َّمَهَف ،، َظَلْغَأَف ُهاَضاَقَتَي
الاَقَم ِقَحْال ِب ِاحَصِل َّنِإَف وهُعَد
Artinya : “Seseorang pernah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam menagih hutang dan berkata keras (kepada beliau), maka para shahabat
ingin memukulnya, lalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Biarkan
dia, karena seorang yang mempunyai hak berhak untuk berkata-kata.” HR. Bukhari.
Penjelasan : Ibnu Abdil Barr rahimahullah dalil yang menunjukkan bahwa
menunda-nunda pembayaran dari seorang yang kaya adalah kezhaliman dan tidak
halal, yaitu diperbolehkan orang yang memberikan piutang kepadanya, untuk dari
mengambil gantiannya, dan berkata-kata tentang (orang yang berhutang kepada)nya
dengan kezhaliman yang dilakukan dan perbuatan yang buruk, kalau bukan karena
7. penundaannya untuknya, maka hal itu adalah sebuah ghibah, dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“ Sesungguhnya darah kalian haram dan juga
harta serta kehormatan kalian.” Beliau menginginkan sebagian kalian kepada
sebagian lainnya, kemudian diperbolehkan bagi siapa yang ditunda-tunda
permbayaran hutangnya untuk berkata kepada siapa yang menunda-nunda
pembayaran (dengan perkataan keras), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Penundaan dari seorang yang mampu akan menghalalkan kehormatan
dan hukuman kepadanya.2
Al Khathib Asy Syirbini berkata wajib bagi yang diluaskan rezekinya untuk
melunasi segera sesuai dengan kemampuan jika diminta, berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Penundaan pembayaraan hutang oleh
seorang yang kaya adalah sebuah kelaliman”,karena tidak dikatakan; ia menundanya
kecuali jika ia menagihnya lalu (yang berhutang) menolaknya (untuk membeyar
hutangnya)”. Adapaun sebelum penagihan maka tidak ada kewajiban pelunasan.
ketika yang berhutang tidak mau bayar hutang tanpa ada alasan, berarti jika
seorang yang berhutang tidak bayar hutang karena ada alasan seperti tidak mampu
mendatangkan harta yang raib atau karena sulit bayar hutang, maka tidak termasuk
dianggap seorang yang menunda-nunda pelunasan hutang.
An Nawawi rahimahullah berkata “Jika ia (berhutang) adalah seorang yang
kaya, akan tetapi tidak mampu untuk bayar karena ketidak adaan harta atau karena
8. sebab selain itu, maka boleh baginya untuk mengakhirkan (pelunasan) samapai ada
kemungkinan, dan ini adalah pengkhususan dari penundaan seorang yang kaya atau
dimaksudkan dengannya adalah seorang yang kaya mampu untuk melunasi maka ia
tidak masuk dalam hal ini.
5. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam Berkata:
ُاَل االاقاف ؟ اااَيااطخ ْيِـّناع ُرَّفاكُت ِـهّّٰلال ِلْيِب اس ْـيِف ُتْلِتُق ْن
ِ
ا اتْيَأارَأ ! ِـهّّٰلال اول ُسار اَيَّّل اص ِـهّّٰلال ُلْو ُسار
ِبْدُم ُ ْْياغ ٌلِبْقُم ٌب ِساتْحـُم ٌرِبا اص اتْنَأاو ِـهّّٰلال ِلْيِب اس ْـيِف اتْلِتُق ْن
ِ
ا ْماعان : اََّّل اساو ِهْيالاع ُهـّّٰلالااق َّ ُُ ٍ رال
ْيَأارَأ : االاق ؟ اتْلُق افْياك : اََّّل اساو ِهْيالاع ُهـّّٰلال َّّل اص ِـهّّٰلال ُلْو ُسارُرَّفاكُتَأ ِـهّّٰلال ِلْيِب اس ْـيِف ُتْلِتُق ْن
ِ
ا ات
ٌلِبْقُم ٌب ِساتْحـُم ٌرِبا اص اتْنَأاو ْماعان : اََّّل اساو ِهْيالاع ُهـّّٰلال َّّل اص ِـهّّٰلال ُول ُسار االاقاف ؟ اي ااَيااطخ ِّّناعُ ْْياغ
ُم اَل َّالس ِهْيالاع الْيِ ْْبِج َّن
ِ
ااف انْيَّادل ََّّل
ِ
ا ٍ رِبْدُما ِلّٰذ ْـيِل االاق .
Artinya : Wahai Rasûlullâh! Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan
Allâh, apakah dosa-dosakuakan terhapus?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan sabar dan
mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri.” Kemudian
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Apa yang engkau
katakan tadi?” ia mengulanginya, “Bagaimana menurutmu jika aku gugur di jalan
Allâh, apakah dosa-dosakuakan terhapus?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur di jalan Allâh dalam keadaan engkau sabar
9. dan mengharapkan pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri, kecuali
utang, karena itulah yang disampaikan Malaikat Jibril kepadaku tadi.
Penjelasan : Dari Samurah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami bersama
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menguburkan jenazah. Beliau bersabda :
االاقاف ٌلُجار امااقاف اًث اَلاث ؟ ٌداحَأ ٍ ن اَلُف ِّناب ْنِم اانُه ااهَأاكاعانام اام : اََّّل اساو ِهْيالاع ُهـّّٰلال َّّل اص ُّ ِِبَّنال ُاَل
اِكب ْهِّاونُأ ْـمال ْـيِّن
ِ
ا اامَأ ؟ ْ ِّناتْباجَأ ان ْوُكات اَّل ْنَأ ِ ْْيايالْوُ ْاْل ِ ْْياتَّرامـْلا ـيِف ااتام ْمُ ْْنِم ٍ لُجارِل ًنا اَلُف َّن
ِ
ا ٍ ْْيا ِِب ََّّل
ِ
ا
ِنْيِداب ااور ُسْأام.
Artinya : “Adakah seseorang dari Bani Fulan di sini?’ Beliau mengulanginya
tiga kali. Lalu berdirilah seorang laki-laki. Rasûlullâh bertanya kepadanya, ‘Apa
yang menghalangimu untuk menjawab seruanku padakali yang pertama dan kedua ?
Adapun aku tidak menyebutkan sesuatu kepadamu melainkan kebaikan.
Sesungguhnya fulan -seorang laki-laki dari kalangan mereka yang sudah mati-
Muhammad bin Jahsy Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada suatu hari kami
duduk bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallamsedang menguburkan
jenazah. Beliau menengadahkan kepala ke langit kemudian menepukkan dahi beliau
dengan telapak tangan sambil bersabda :
10. ُهُتْلَأ اس ِادغْلا انِم اناَك ـاَّمالاف اانْعِزافاو اانْتاك اساف ؟ ِيدِد ْشَّتال انِم الِّزُن ااذاام ِـهّّٰلال ااناحْب ُسلْو ُسار اَي :
ـِف الِتُق اَلُجار َّنَأ ْوال ِهِدايِب ْ ِِسْفان ْيِ َّاَّلاو : االاقاف ؟ الِّزُن ْيِ َّاَّل ُدْيِد ْشَّتال ااذّٰه اام ! ِـهّّٰلالَّ ُُ ِـهّّٰلال ِلْيِب اس ْي
ـَّناجـْلا الاخاد اام ٌنْياد ِهْيالاعاو الِتُق َّ ُُ ا ِِيْحُأ َّ ُُ الِتُق َّ ُُ ا ِِيْحُأُهُنْياد ُهْناع اَضْقُي ّٰ ََّّتاح اة
Artinya : Maha Suci Allah ‘betapa berat ancaman yang diturunkan.’ Kami
diam saja namun sesungguhnya kami terkejut. Keesokan harinya aku bertanya
kepada beliau, ‘Wahai Rasûlullâh! Ancaman berat apakah yang turun?’ Beliau
menjawab, ‘Demi Allâh yang jiwaku berada ditangan-Nya, seandainya seorang laki-
laki terbunuh fii sabiilillaah kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh
kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai utang,
maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya.’” 3
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْيَّادل ََّّل
ِ
ا ٍ بْناذ ُّ ُُك ِدْيِه َّلشِل ُرافْغُي
Artinya : Orang yang mati syahid diampuni seluruh dosanya, kecuali utang
Setiap mukmin yang beriman kepada allah selalu senangtiasa melunasi setiap
hutang-hutangnya walaupun hutang tersebut sulit dibayar. Akan tetapi hanyalah
allah SWT yang mengetahui kadar kesanggupan manusia tersebut baik didalam
pekerjaannya maupun rezkinya setiap individu didunia. Semua allah SWT yang
11. telah mengatur. Senangtiasa berusaha membayar dan menjahui diri dengan
berhutang kepada orang lain.
B.Pemindahan hak dan jaminan
1.Dari ‘Urwah bin Abil Ja’d Al-Bariqie: Bahwa Nabi sawُbersabda:
ِ ات ْشايِل ااارانْيِد ُهااْطعَأ اََّّل اساو ِهْيالاع هللا اّل اص َّ ِِبَّنال َّنَأ ْ ِِقِارابلْا ِدْعاجلْا ْ ِِباا ِنْب اةاو ْرُع ْناعاةا اا ُاَل ِِهب اي
ٍ ةا اا او ٍ ارانْيِِدب ُهااءاجاو ٍ ارانْيِِدب اا ُاُهداْح
ِ
ا اعااباف ,ِ ْْياتا اا ِِهب ُاَل ىاات ْااافْااِوال اناَكاو ِهِعْياب ْ ِِف ِةاكااْبْل ِِب ُااَلاعداافىاات
ِهْيِف اِحبارال ااباُّالت
.
Artinya : Dari ‘Urwah bin Abil Ja’d Al-Bariqie: Bahwa Nabi
saw (pernah) memberikan uang satu dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing
untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia
jual satu ekor dengan harga satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu ekor
kambing. Nabi s.a.w. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya.
Seandainya ‘Urwah membeli tanah pun, ia pasti beruntung.” (H.R. Bukhari).
Penjelasan : Wakalah ialah menyerahkan pekerjaan yang dikerjakan kepada
yang lain, agar dikerjakannya semasa hidupnya.
Pada dasarnya wakalah bersifat mubah, tetapi akan menjadi haram jika
urusan yang diwakilkan adalah hal-hal yang bertentangan dengan syariah, menjadi
wajib jika menyangkut hal yang darurat menurut Islam, dan menjadi makruh jika
12. menyangkut hal-hal yang makruh, jadi masalah yang diwakilkan sangat penting.
Para ulama sepakat tentang sahnya wakalah ini
Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di
antaranya yaitu membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya,
mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.
2. Dari Jabir ra. Berkata,
ٌلُجار ا ِِّفُوُتِّّل اصُت :ناالااقاف وسَّل عليه هللا صّل ِ َّالَّل الْو ُسار ِِهب اانْياتَأ َّ ُُ ,ُهاَّنَّفاكو ,ُهاان ْطَّناحا,وُهاانْل َّاسغاف
ادااتاق وُباا اامُهالَّماحاتاف , افا اَصْنااف ,ِاناارانْيِد : اانْلُق ؟ٌنْيد ِهْيالاع َأ :االاق َّ ُُ ,ىاُطخ اااطخاف ؟ ِهْيالاعاف ,اةاتَأ,ُهاانْي
ِم ائِراباو ِ ْْيِارغلْا َّقاح : وسَّل عليه هللا صّل ِ َّالَّل ُول ُسار االاقاف .َّ اّلاع ِاناارانْيِّادل : اةادااتاق وُبَأ االاقافُ ْْناام
ِهْيالاع َّّل اصاف وْماعان :االاق ؟ ُِتّيامْلا.
Artinya: “Ada seseorang meninggal dunia diantara kami, lalu kami
memandikannya, dan memberinya kain kapas, lalu kami kafani, kemudian kami
membawanya kepada Rasulullah SAW. Seraya berkata,’ shalatlah untuknya!’ lalu
beliau SAW. Melangkah untuk mendekat kemudian bertanya, ‘ apakah dia memiliki
tanggungan hutang ?’ kami menjawab, ‘Dua Dinar’, lalu beliau SAW. Pergi, maka
Abu Qatadah ra. Bersedia menanggungnya, lalu kami mendatangi beliau, maka Abu
Qatadah ra. Berkata, ‘ saya yang menanggung dua dinar tersebut.’ Rasulullah SAW.
13. Bersabda, ‘ bersungguh-sungguhkah engkau mau menanggungnya hingga
terlepaslah tanggung jawab mayat tersebut ? dia menjawab,’Ya’, lalu beliau SAW,
menshalatkannya.” (Diriwayatkan oleh Ahamad, Abu Dawud dan An-Nasa’i,
disahihkan oleh Ibnu Hibbah dan Al-Hakim.)
Penjelasan : Pendapat Abu Tsaur dalam lingkup perpindahan tanggung jawab
seseorang kepada orang lain. Sedangkan jaminan pada hadits ini adalah pengalihan
apa yang berada dalam tanggungan mayit kepada tanggungan pemberi jaminan,
sehingga sama seperti pengalihan utang.
Ibnu Hajar berpendapat bahwa pada pembahasan berikutnya Imam Bukhari
memberi judul “Pemberian Jaminan”, sebagaimana makna tekstual hadits. Dalam
hadits ini disebutkan tiga keadaan dan tidak disinggung tentang keadaan yang
keempat.
1. Mayit tidak meninggalkan harta dan tidak memiliki utang
2. Mayit memiliki utang dan meninggalkan harta untuk melunasinya.
3. Mayit memiliki utang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya.
4. Mayit tidak meninggalkan utang, tetapi meninggalkan harta. Dalam kondisi
yang keempat ini, mayit juga dishalati.
Ibnu Majah dari hdits Abu Qatadah disebutkan, “delapan belas dirham”.
Jumlah ini kurang dari dua dinar. Sementara dalam kitab Mukhtashar Al Muzani
dari hadits Abu Sa’id Al Khudri dikatakan, “duadirham”. Apabila riwayat ini akurat,
14. maka dapat dikompromikan dengan mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi lebih
dari sekali.
3.Dari Amir bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya ra. Berkata, Rasulullah Saw.
Bersabda,
ٍ ّداح ْ ِِف ا ااَلافاك اَّل
Artinya: “ Tidak ada jaminan dalam suatu hukuman.” (Diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi dengan isnad yang lemah).
Penjelasan : Al-Baihaqi berkata tentang hadist ini bahwasanya ia hadist
mungkar. Hal ini menunjukkan tidak sahnya pertanggunga dalam hukuman had.
Ibnu hazm mengatakan, pada asalnya tidak boleh menjamin dzatnya baik berupa
harta, hukuman had atau bentuk apapun karena hal tersebut merupakan syarat yang
tidak terdapat dalam kitab Allah sehingga hukumnya batal.
Dalam hadis ini hanya sebagian ulama membolehkan penjaminan tersebut
dengan beragumentasi dengan sikap Nabi Saw menjamin suatu tuduhan. Beliau
mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kabar yang tidak benar(bathil) karena
diriwayatkan dari Ibrahim bin Hutsaim bin Arak, dia dan bapaknya berada di
puncak peringkat rawi yang lemah sehingga riwayat dari keduanya tidak boleh
diterima. Kemudian disebutkan atsar dari Umar dan Umar bi Abdul Aziz akan
tetapi hal tersebut seluruhnya ditolak karena hal tersebut bukan merupakan
argumentasi baginya. Sebab argumentasi hanya diperuntukkan pada firman Allah
15. dan Rasul-Nya bukan selain keduanya, sedangkan atsar-atsar tersebut sudah
ditafsirkan dalam kitab Asy-Syarh
4.JabirIbnu Abdullah Radliyallaahu'anhu berkata:
ِ َّلَّلاا ِدْباع ِنْب ِرِبااج ْناعاو-اامُ ْْناع َُّلَّلاا ا ِِضار-عليه هللا صّل َّ ِِبَّنلاا ُتْياتَأاف ,ااْبْياخ اَل
ِ
ا اوج ُُرخْلاا ُتْدارَأ :االاق
ااق ْساو ا ااَشع اة اسْاَخ ُهْنِم ْذُخاف ,ااْبْيا ِِب ِيّلِكاو اتْياتَأ ااذ
ِ
ا :االاقاف وسَّلُهاحَّ اَصاو ادُااود وُبَأ ُهااوار
Artinya : Aku akan keluar menuju Khaibar, lalu aku menghadap Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Jika engkau menemui wakilku
di Khaibar, ambillah darinya 15 wasaq." (Hadits Riwayat Abu Dawud).
Penjelasan : Para ulama sepakat tentang sahnya Wakalah ini . Dan hukum-
hukum tentang masalah ini sangant terkalit dengan orang yang mewakilkan. Dalam
lanjutan hadis trdapat dalil petunjuk untuk berbuat dengan isyarat petunjuk dengan
harta orang lain dan Rasul menerima sadaqah dengan adanya beliau meneriman
adanya barang tersebut. Sebagaian jamaah para Ulama mengatakan bahwa Rasul
menerima sadaqahdaribarang tersebut. Al Mahdi mengaitkan dalam kitab Al-ghaits
disetai dengan penuh dugaan yang membenarkannya. Sedangkan Al Hadawiyah
berpendapat tidak boleh bersedekah kepada Rasulullah karena itu merupakan Harta
16. orang lain. Di katakan oleh sebagian mereka : Hanya saja terdapat persangkaan
bahwa Nabi memerima Sadaqah maka niscaya dibolekan memberinya.
5. Dari Abu Huraira RA. Bahwa Rasulullah Bersabda :
اناَكات ُهَّنَأ اثِّدُح ْن
ِ
ااف ِءا ضااق ْنِم ِهِنْيا ِدل اكارات ْلاه ُلَأ ْساياف ُنْيَّادل ِهْيالاع ََّّفاواتُمْلا ِلُجَّرْل ِِب اَتْؤُيااءافاو ِهِنْيا ِدل اكار
ِهْيالاع ُهللا احاتاف اَّمالاف ْ ُُِكبِاح اص اّلاع اْوُّل اص ا ْْيِمِل ْسُمْلِل االاق ََّّلِااو ِهْيالاع َّّل اصْوَأ ًناَأ االاق احْوُتافْلاْنِم ا ْْيِنِمْؤُمْل ِِب اَل
ُهُؤا ضااق َّ اّلاعاف اانْياد اكااتاف ا ْْيِنِمْؤُمْلا انِم ا ِِّفُوُت ْناماف ِْمه ِسُفْنَأ.
Artinya : “Bahwasanya Rasulullah Saw. Didatangkan seseorang yang telah
meninggal dunia yang menanggung hutang, lalu beliau bertanya, ‘apakah dia
meninggal ssuatu untuk melunasi hutangnya?’. Bila dikatakan bahwa dia
meninggalkan sesuatu untuk melunasi hutangnya maka beliau menshalatkannya, dan
bila tidak demikian beliau berkata, ‘ shalatlah kalian sendiri untuk teman kalian.’
Dan ketika telah banyak penaklukan islam,maka beliau berkata, ‘sayalah yang paling
utama terhadap kaum mukminin daripada mereka sendiri, dan barang siapa yang
meninggal dan menanggung hutang maka sayalah yang bertanggung jawab atas
pelunasannya.”(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain pada
Al-Bukhari).
17. Penjelasan : Al-Qurthubi meriwayatkan bahwa barangkali beliau tidak mau
menshalati orang yang berutang untuk hal-hal yang tidak diperbolehkan.
Namun, pernyataan ini perlu ditinjau lebih lanjut, karena dalam hadits terdapat
petunjuk yang mengatakan secara umum, (barangsiapa meninggal dunia dan
masih memiliki utang). Apabila keadaannya tidak demikian, niscaya beliau
akan menjelaskannya.
An-Nawawi berkata, “pendapat yang benar adalah, diperbolehkan apabila
ada orang yang menjamin utangnya, seperti dalam hadits Imam Muslim.”
Ibnu baththal berkata,”kalimat’Barangsiapa meninggalkan utang, maka itu
menjadi tanggunganku’ telah dihapus (mansukh) oleh perbuatan beliau yang tidak
mau menshalati orang yang meninggal dunia dan memilik utang. Sedangkan
kalimat ‘maka tanggunganku untuk melunasinya’, yakni dengan harta yang
diberikan Allah berupa harta rampasan perang maupun sedekah.” Dia berkata
“Demikianlah seharusnya sikap mereka yang memegang urusan kaum muslimin
terhadap orang yang meninggal dan masih memiliki utang. Jika dia tidak
melakukannya, maka dia akan menanggung dosaapabila hak mayit yang ada pada
Baitul Mal dapat melunasi utangnya. Sedangkan bila tidak, maka dengan
bagiannya
6 Diriwayatkan dari Imam Bukhari dari Abu Hurairah,
ِْعبَّتايْلاف ٍ ء ِّلُم اّلاع ُدُُكاحَأ اعِبْتُأ ااذ
ِ
ااو ٌَّْلُظ ِّ ِاّنغْلا ُل ْطام.
18. Artinya : Rasulullah Bersabda: “ menunda-nunda pembayaran hutang yang
dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedzaliman. Maka, jika seorang diantra
kamu dialihkan hak penagihan piutangnya pada pihak yang mampu maka
terimalah”.
Penjelasan :Rasulullah memberitahukan kepada orang yang menghutangkan,
jika orang yang berhutang menghawalahkan kepada orang yang mampu, hendaklah
ia menerima hawalah tersebut, dan hendaklah ia menagih kepada orang yang
dihawalahkan. Dengan demikian haknya dapat terpenuhi.
Jadi para ulama sepakat membolehkan akad hawalah dengan catatan, hawalah
dilakukan atas hutang yang tidak berbentuk barang atau benda, karena hawalah
adalah proses pemindahan hutang bukan pemindahan bendah.
Adapun yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani
فاتبعه مّلء عّل ااحلت ذاوا ظَّل الغىن مطل
Dan ada juga yang meriwayatkan hadis tersebut dalam riwayat Imam Ahmad dan
Ibnu Abi Syaibah,
ِْعبَّتايْلاف ٍ ء ِّلُم اّلاع ُدُُكاحَأ اعِبْتُأ ااذ
ِ
ااو ٌَّْلُظ ِّ ِاّنغْلا ُل ْطام.
Adapun menurut ijma’ maka secaragaris besarseluruh ulama’ sepakat bahwa
al-hawalah adalah boleh. Akad al-hawalah boleh dilakukan terhadap Ad-dain (harta
yang masih berbentuk uang), bukan terhadap Al-‘Ain (harta yang barangnya
berwujud secara konkrit biasanya diartikan barang), atau dengan kata lain akad
hawalah sah apabila Al-muhal bihi berupa hutang bukan berupa barang (Al-‘Ain).
Karena akad Al-hawalah mengandung arti an-Naqlu atau At-Tahwil (memindahkan,
mengalihkan) dan hal ini hanya bias dilakukan terhadap harta yang masih berbentuk
19. hutang, tidak bias dilakukan terhadap Al-‘Ain atau barang. Maksudnya An-naqlu
atau pemindahan yang bersifat abstrak tidak bias terjadi padabarang, oleh karena itu
tidak sah mengadakan akad hawalah terhadap barang.4
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa perintah yang terdapat di dalam hadits di
atas (yaitu fal-yatba’ atau fal-yahtal) adalah perintah yang bersifat sunnah dan
anjuran. Oleh karena itu tidak wajib hukumnya untuk menerima akad al-hawalah.
Namun dawud dan Imam Ahmad berpendapat bahwa perintah di dalam hadits
tersebut sifatnya adalah wajib, oleh karena itu wajib bagi pihak al-muhal (juga
disebut Al-muhtal) untuk menerima hawalah tersebut.
20. Daftar pustaka
1. Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, FIQHUL ISLAM, SYARAH BULUGHUL
MARAM (Jakarta:Darul Haq, 2005)
2. Syarah Arbain An-Nawawi; Imam Nawawi, et al; Jakarta; Darul Haq
(2006)
3. Al-ahkam alwustha karya syaikh abu Muhammadabdulhaq alasybili
4. Al-ahkam ash Shugra karya imam abdulhaqalasybili
5. Al-umdah alkubra fiahadits al hakam karya taqiyuddin abu Muhammad
abdulghani bin abdulwahid almaqdisi al jamili
6. Ibnu Hajar Al Asqalani, FATHUL BAARI (Jakarta : Pustaka Azzam, 2005)
7. SyarahArbain An-Nawawi;ImamNawawi,et al; Jakarta;DarulHaq (2006)