1. Mata Kuliah DosenPengampu
Pembelajaran Pada Anak Berkebutuhan Khusus Dra. Raihanatul Jannah, M.Pd
MAKALAH
KONSEP DASAR PEMBELAJARAN SECARA UMUM DAN
LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Disusun Oleh : Kelompok I
Munawarah 19.12.4968
Muhammad Shophan Haqiqi 19.12.4964
Muhammad iqbal 19.12.5012
Muhammad Sya'roni 19.12.4965
Rulima Dadian Zunita 19.12.4984
Rahmat Hidayatullah 19.12.4978
Salma Dhiva 19.12.4986
Junaidi 19.12.4951
Zainal Aqli 19.12.4994
Zanahtun Nisa 19.12.4936
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA 2021
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Yang maha Esa, yang telah
memberikan nikmat sehat sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Sholawat
dan salam semoga dilimpah curahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, kepada keluarga beliau,
sahabat serta sampai pada umat beliau, hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang telah diberikan pada Mata Kuliah
Pembelajaran Pada Anak Berkebutuhan Khusus dengan materi “Konsep Dasar
Pembelajaran Secara Umum dan Layanan Pendidikan Inklusif.
Dengan tersusunnya makalah ini, maka pada kesempatan kali ini kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan atau usulan untuk
perbaikan makalah kami.
Kami sangat berterimakasih kepada dosen dan pembaca yang telah mengambil
kesempatan untuk dapat membaca makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih sangat banyak
kekurangan. Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata atau penulisan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.
Cindai Alus, 4 Maret 2021
Kelompok I
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran.................................................................................. 3
B. Ruang Lingkup Pembelajaran.......................................................................... 4
C. Pengertian Pendidikan Inklusif........................................................................ 5
D. Ruang Lingkup Pendidikan Inklusif ................................................................ 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 12
B. Saran................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 13
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin
keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban
untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa
terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang
tertuang pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia
belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga
pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan
baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini
telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam
masyarakat.
Selama ini anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan
fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut
dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah
membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok
eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal
antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel.
Akibat sistem pendidikan tersebut dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok
difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat
menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri
merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di
sekitarnya. Untuk mengatasi masalah tersebut pendidikan inklusif diharapkan dapat
memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus selama ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pembelajaran?
2. Apa Saja Ruang lingkup Pembelajaran?
5. 2
3. Apa Pengertian Pendidikan Inklusif?
4. Apa Saja Ruang Lingkup Pendidikan Inklusif ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pembelajaran
2. Untuk Mengetahui Ruang lingkup Pembelajaran
3. Untuk Mengetahui Pengertian Pendidikan Inklusif
4. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Pendidikan Inklusif
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi
emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri.
Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan moral keagamaan, aktivitas, dan
kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran
berbeda dengan mengajar yang pada prinsipnya menggambarkan aktivitas guru, sedangkan
pembelajaran menggambarkan aktivitas peserta didik.1
Pembelajaran harus menghasilkan belajar pada peserta didik dan harus dilakukan suatu
perencanaan yang sistematis, sedangkan mengajar hanya salah satu penerapan strategi
pembelajaran diantara strategi-strategi pembelajaran yang lain dengan tujuan utamanya
menyampaikan informasi kepada peserta didik. Kalau diperhatikan, perbedaan kedua istilah
ini bukanlah hal yang sepele, tetapi telah menggeser paradigma pendidikan, pendidikan yang
semula lebih berorientasi pada “mengajar” (guru yang lebih banyak berperan) telah berpindah
kepada konsep “pembelajaran” (merencanakan kegiatan-kegiatan yang orientasinya kepada
siswa agar terjadi belajar dalam dirinya).2
Jadi yang sebenarnya diharapkan dari pengertian pembelajaran adalah usaha
membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya
proses belajar untuk belajar. Dengan cara demikian, maka peserta didik bukan hanya diberikan
ikan, melainkan diberikan alat dan cara menggunakannya untuk menangkap ikan, bahkan
diberikan juga kemampuan untuk menciptakan alat untuk menangkap ikan tersebut.3
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak
huru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh pihak peserta didik atau murid.
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas peserta didik yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, serta
1 Abuddin Nata, PerspektifIslam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 85.
2 Evelin Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajara, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010). h, 14
3 Ibid., 87.
7. 4
dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengentahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.4
B. Ruang Lingkup Pembelajaran
Pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem karena pembelajaran adalah kegiatan
yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Proses pembelajaran merupakan rangkaian
kegiatan yang melibatkan berbagai komponen yang satu sama lain saling berinteraksi dan
berinterelasi, dimana guru harus memanfaatkan komponen tersebut dalam proses kegiatan
untuk mencapai tujuan yang ingin direncanakan.5
Komponen-komponen pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan titik awal yang sangat penting dalam
pembelajaran, sehingga baik arti maupun jenisnya perlu dipahami betul oleh setiap guru
maupun calon guru. Tujuan pembelajaran merupakan komponen utama yang harus
dirumuskan oleh guru dalam pembelajaran, karena merupakan sasaran dari proses
pembelajaran. Mau dibawa ke mana siswa, apa yang harus dimiliki oleh siswa, semuanya
tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Oleh karenanya, tujuan merupakan komponen
pertama dan utama.6
2. Pendidik
Pendidik menjadi komponen pembelajaran berikutnya yang menempati posisi dalam
menciptakan kegiatan belajar-mengajar baik di kelas maupun di luar kelas. Pendidik di
dalam perkembangannya bukan lagi berperan sebagai sumber dari segala sumber belajar
namun lebih berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi kebutuhan- kebutuhan belajar
peserta didik. Hal ini dijelaskan secara lebih mendalam oleh Hermawan, dkk7 yang
menyatakan bahwa pendidik menempati posisi kunci dan strategis dalam menciptakan
suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar dapat
mencapai tujuan secara optimal. Pendidik harus mampu menempatkan dirinya sebagai
diseminator, informator, transmitter, transformator, organizer, fasilitator,
4 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2010), h, 62.
5 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2008), h, 59.
6 Ibid. h. 59.
7 Hermawan, A.H dkk, Pengembangan Kurikulumdan Pembelajaran. (Jakarta: Universitas Terbuka 2008) h,4
8. 5
motivator, dan evaluator bagi terciptanya proses pembelajaran siswa yang dinamis dan
inovatif.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 butir 6,
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan istilah lainnya yang sesuai
dengan kekhususannya yang juga berperan dalam pendidikan. Mengacu pada UU sisdiknas
dapat diartikan bahwa pendidik merupakan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi
tertentu sebagai seorang figur yang tentunya harus mampu menetapkan dan menerapkan
strategi-strategi demi tercapainya tujuan pembelajaran.
3. Peserta Didik
Komponen pembelajaran selanjutnya yaitu peserta didik. Peserta didik dapat
diartikan sebagai orang yang berperan di dalam kegiatan belajar, dengan kata lain peserta
didik diposisikan sebagai subyek utama dalam proses pembelajaran. Menurut Sujarwo8
peserta didik sebagai subyek yang mengalami dan merespons informasi dari pendidik
dengan sikap dan aktivitas belajar. Perlu disadari bahwa setiap peserta didik memiliki
kemampuan dan potensi yang terbaik bagi dirinya, potensi tersebut akan berkembang secara
optimal bila diberi kesempatan. Masing-masing individu memiliki kemampuan dasar
berbeda, sehingga pelayanan dalam pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan
kemampuannya. Pola penyeragaman dalam pengelolaan peserta didik dalam pembelajaran
mulai dikurangi, variasi pelayanan mulai dikembangkan, agar masing-masing potensi dapat
berkembang secara optimal. Pada awalnya peserta didik belum menyadari pentingnya
belajar, seiring dengan proses pembelajaran pembiasaan belajar melalui pemberian
kesempatan pengalaman belajar.
4. Materi Pelajaran
Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran.
Dalam konteks tertentu,materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran.
Artinya, sering terjadi dalam proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian
materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan
materi pembelajaran (subject centered teaching). Dalam kondisi semacam ini, maka
penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami secara
8 Sujarwo, Model-model Pembelajaran: suatu strategi mengajar. (Yogyakarta: 2012), h, 6
9. 6
detail isi materi pelajaran yang harus dikuasai siswa, sebab peran dan tugas guru adalah
sebagai sumber belajar. Materi pelajaran tersebut biasanya digambarkan dalam buku teks,
sehingga sering terjadi proses pembelajaran adalah menyampaikan materi yang ada dalam
buku. Namun demikian, dalam setting pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian
tujuan atau kompetensi, tugas dan tanggung jawab guru bukanlah sebagai sumber belajar.
Dengan demikian, materi pelajaran sebenarnya bisa diambil dari berbagai sumber.9
5. Metode Pembelajaran
Metode diartikan sebagai tindakan-tindakan pendidik dalam lingkup peristiwa
pendidikan untuk mempengaruhi siswa ke arah pencapaian hasil belajar yang maksimal
sebagaimana terangkum dalam tujuan pendidikan. oleh sebab itu, metode memegang
peranan penting dalam proses pencapaian tujuan pendidikan. Metode pembelajaran adalah
cara pembentukan atau pemantapan pengertian peserta didik (penerima informasi) terhadap
suatu penyajian informasi/bahan ajar.10
6. Sumber Belajar
Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang selalu melibatkan tiga komponen
pokok, yaitu komponen pengirim atau pemberi pesan (guru), komponen penerima pesan
(siswa) dan komponen pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-
kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran
atau pesan yang disampaikan guru tidak dapat diterima oleh siswa dengan optimal, lebih
parah lagi siswa salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk menghindari semua
itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan media dan
sumber belajar.11
7. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi diartikan sebagai suatu proses menentukan nilai sesuatu atau seseorang
dengan menggunakan patokan-patokan tertentu untuk mencapai tujuan.12
Dalam bidang pendidikan, kegiatan evaluasi merupakan kegiatan utama yang tidak
dapat ditinggalkan. Begitu juga proses evaluasi pada kegiatan belajar mengajar hampir
9 Ibid. h. 60.
10 Daryanto, Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif, (Jakarta: AV Publisher, 2009). h. 389.
11 Wina Sanjaya. Op. Cit, h, 162.
12 Evelin Siregar & Hartini Nara, Op. Cit. h. 142.
10. 7
terjadi setiap saat, tetapi tingkat formalitasnya berbeda-beda. Evaluasi berhubungan erat
dengan tujuan instruksional, analisis kebutuhan dan proses belajar mengajar. Tanpa evaluasi
suatu sistem instruksional masih dapat dikatakan belum lengkap. Itu sebabnya, evaluasi
menempati kedudukan penting dalam rancangan kurikulum dan rancangan pembelajaran.
C. Pengertian Pendidikan Inklusif
Istilah Inklusi berasal dari bahasa Inggris “inclusion” yang berarti sebagai penerimaan
anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan
konsep diri atau visi misi sekolah.13 Inklusif juga dapat diartikan sebagai cara berfikir dan
bertindak yang memungkinkan setiap individu merasakan diterima dan dihargai. Lebih jauh
lagi inklusif berarti bahwa semua anak dapat diterima meskipun konsep “semua anak” harus
cukup jelas, dan masih sulit bagi banyak orang untuk memahaminya.14
Para ahli pendidikan mengemukakan konsep pendidikan inklusif secara beragam,
namun pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama. Ada beberapa ahli pendidikan
mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai berikut:
1. Menurut Stainback bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa
di kelas yang sama.
2. Staub dan Peck mengemukakan pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan
ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas. Hal ini menunjukkan kelas reguler
merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun kelainan
jenisnya.15
3. Sirinam Khalsa pendidikan inklusif adalah suatu cara untuk menghilangkan model
segregasi atau pemisahan anak-anak berkelainan yang belajar dengan cara yang berbeda.16
4. Sapon-Shevin yang dikutip Geniofam mendefinisikan pendidikan inklusif adalah sebagai
sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di
sekolah-sekolah terdekat di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.17
13 David Smith, Sekolah InklusifKonsep dan Penerapan Pembelajaran, (Bandung: Nuansa, 2012), h. 45
14 Mara Sapon-Shevin, Widening the Circle the Power of Inclusive Classrooms, (Boston: Bacon Press, 2007), h. 10
15 Tarmansyah, PerspektifPendidikan InklusifPendidikan Untuk Semua,(Padang:UNP Press, 2009), h. 76
16 Sirinam Khalsa, Inclusive Classroom A Practical Guide for Education,(Laverett: Permission Publisher, 2004), h.
2
11. 8
5. Depdiknas menegaskan bahwa pendidikan inklusif didefinisikan sebagai Sistem layanan
pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak
sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.18 Dengan demikian
penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah untuk melakukan
penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, maupun sistem
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik (siswa).
6. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 tahun 2009, menyebutkan
pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam
satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik umumnya.19
Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini
harus mencakup anak-anak penyandang cacat dan berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja,
anak berasal dari populasi terpencil atau yang berpindah-pindah. Anak dari kelompok etnis
minoritas, linguistik atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang
beruntung atau termajinalisasi.
Inti pendidikan inklusif adalah hak asasi manusia atas pendidikan. Seperti yang
diinformasikan pada Deklarasi Hak asasi Manusia pada tahun 1994, yang sama pentingnya
adalah hak agar tidak didiskriminasikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah bahwa
semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan. Tidak didiskriminasikan dengan
dasar kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain.
Jadi dapat disimpulkan pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menempatkan anak
luar biasa atau anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal dalam satu
kelas di sekolah umum yang dekat dengan tempat tinggalnya.
17 Geniofam, Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus,(Yogyakarta: Gerai Ilmu, 2010), h. 61
18 Direktorat Pembinaan SLB, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif,(Jakarta: Depdiknas, 2007),
h. 4
19 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik
yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Pasal 1
12. 9
D. Ruang Lingkup Pendidikan Inklusif
Pelaksanaan pendidikan insklusif tidak lepas dari berbagai komponen- komponen
dalam pembelajaran, sebagai berikut:
1. Komponen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan merupakan salah satu komponen pendidikan inklusif yang
perlu mendapat perhatian dan pengelolaan lebih. Hal ini dikarenakan kondisi peserta didik
pada pendidikan inklusif yang lebih majemuk daripada kondisi peserta didik pada
pendidikan reguler. Tujuan dari manajemen kesiswaan ini tidak lain agar kegiatan belajar
mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang
diinginkan.
2. Komponen Kurikulum
Pendidikan inklusif masih menggunakan kurikulum standar nasional yang telah
ditetapkan pemerintah. Namun dalam pelaksanaan di lapangan, kurikulum pada pendidikan
inklusif disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik.
Pemerintah menyatakan bahwa kurikulum yang dipakai satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat
dan potensinya.Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari:
a. Model kurikulum reguler
Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan
lainnya di dalam kelas yang sama.
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi
Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi
oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan
lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di
dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
13. 10
c. Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI)
Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang
dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan
khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.
Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program
(IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep
pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya
penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI
atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih.
Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang
melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam
rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program tersebut
akan ditentukan.
3. Komponen Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan
inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat porsi tanggung jawab
yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan pada pendidikan noninklusif. Perbedaan
yang terdapat pada individu meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga
kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas seperti
menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola,
dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Guru yang terlibat di sekolah inklusif, yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan
guru pembimbing khusus. Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: a.
Inventarisasi pegawai, b. Pengusulan formasi pegawai, c. Pengusulan pengangkatan,
kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi, d. Mengatur usaha kesejahteraan, e.
Mengatur pembagian tugas.
4. Komponen Sarana dan Prasarana
Manajemen sarana prasarana sekolah bertugas merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi kebutuhan dan
penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada
kegiatan belajar mengajar.
14. 11
5. Komponen Keuangan/ Dana
Pendanaan pendidikan inklusif memerlukan manajemen keuangan atau pendanaan
yang baik. Walaupun penyelenggaraan pendidikan inklusif dilaksanakan pada sekolah
reguler dengan penyesuaian-penyesuaian, namun tidak serta merta pendanaan
penyelenggaraannya dapat diikutkan begitu saja dengan pendanaan sekolah reguler. Maka
diperlukan manajemen keuangan atau pendanaan yang mampu memenuhi berbagai
kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif dan mengatasi berbagai
permasalahan terkait dengan pendanaan.
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif, perlu dialokasikan dana
khusus, yang antara lain untuk keperluan: a. Kegiatan identifikasi input siswa, b. Modifikasi
kurikulum, c. Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat, d. Pengadaan sarana-
prasarana, e. Pemberdayaan peran serta masyarakat, f. Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah. Stake holder pendidikan lain seperti masyarakat hendaknya selalu dilibatkan
dalam rangka memajukan pendidikan. Apalagi dalam semangat otonomi daerah dimana
pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang didesentralisasikan, maka keterlibatan
masyarakat merupakan suatu keharusan.
Dalam rangka menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi
memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan memberitahu
masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan,
yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat
gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.
6. Komponen Lingkungan (Hubungan Sekolah dan Masyarakat) Sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif perlu mengelola dengan baik hubungan sekolah dengan masyarakat
agar dapat tercipta dan terbina hubungan yang baik dalam rangka upaya memajukan
pendidikan di daerah.20
20 Totok Yulianto Pendidikan Inklusif: Konsep Dasar, Ruang Lingkup, dan Pembelajaran. Jurnal kependidikan,vol.
6. no. 2. Purwokerto 2018 h. 201-203
15. 12
A. Kesimpilan
BAB III
PENUTUP
Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi
emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri.
Ruang Lingkup Pembelajaran sebagai berikut:
1. Tujuan Pembelajaran
2. Pendidik
3. Peserta Didik
4. Materi Pelajaran
5. Metode Pembelajaran
6. Sumber Belajar
7. Evaluasi Pembelajaran
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menempatkan anak luar biasa atau anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal dalam satu kelas di sekolah umum.
Ruang Lingkup Pendidikan Inklusif sebagai berikut:
1. Komponen Kesiswaan
2. Komponen Kurikulum
3. Komponen Pendidik dan Tenaga Kependidikan
4. Komponen Sarana dan Prasarana
5. Komponen Keuangan/ Dana
6. Komponen Lingkungan
B. Saran
Kami menyadari jika makalah yang kami susun dalam tangan para pembaca saat ini
belum mencukupi dalam kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan
masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, kami senantiasa terbuka untuk
menerima segala Saran, Kritik, dan Teguran dari semua pihak yang bersifat membangun.
Semoga dari makalah ini ada manfaatnya.
16. 13
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV
Publisher.
Direktorat Pembinaan SLB. 2007. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif,
Jakarta: Depdiknas.
Evelin Siregar & Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Geniofam, 2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Gerai Ilmu.
Hermawan, A.H dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Khalsa, Sirinam. 2004. Inclusive Classroom A Practical Guide for Education. Laverett:
Permission Publisher.
Nata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Smith, David. 2012. Sekolah Inklusif Konsep dan Penerapan Pembelajaran. Bandung:
Nuansa.
Sujarwo. 2012. Model-model Pembelajaran: suatu strategi mengajar. Yogyakarta
Tarmansyah, 2009. Perspektif Pendidikan Inklusif, Padang: UNP Press.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa
Yulianto, Totok. 2018. Pendidikan Inklusif: Konsep Dasar, Ruang Lingkup, dan
Pembelajaran. Jurnal kependidikan vol. 6. no. 2. Purwokerto.