SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
SAKRAMEN PERKAWINAN
Gagasan Dasar
Menjadi suami istri berarti suatu perubahan total dari status hidup seseorang. Ia
meninggalkan statusnya sebagai anak atau remaja dan mulai hidup sebagai suami/istri bagi
pasangannya. "Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Kej 2:24.
Kehidupan suami-istri bukan hanya hidup dua orang secara bersama, melainkan hidup
menjadi satu kesatuan (satu daging). Nabi Hosea menggambarkan kesatuan suami-istri itu
sebagai lambang kasih Allah kepada bangsa Israel (bdk. Hos 3:1), yang berlanjut kepada Israel
baru, yaitu umat Kristiani.
BEBERAPAHALPENTING
1. Arti Perkawinan: Perkawinan adalah sebuah perjanjian antara seorang pria dan seorang
wanita untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup.
2. Tujuan Perkawinan : Tujuan perkawinan adalah kesejahteraan suami-istri, kelahiran serta
pendidikan anak.
3. Kristus mengangkat perkawinan menjadi sakramen sehingga perkawinan antara orang-
orang yang telah dibaptis secara otomatis merupakan sakramen.
4. Sifat Hakiki Perkawinan : Perkawinan Katolik selalu bersifat monogam dan tetap-tak
terceraikan. Monogam berarti perkawinan hanya sah jika dilaksanakan hanya antara
seorang pria dan seorang wanita. Tidak dibenarkan adanya poligami (beristri lebih dari
satu) atau pun poliandri (bersuami lebih dari satu). Tak terceraikan artinya perkawinan
yang telah dilangsungkan secara sah menurut hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak
bisa diceraikan atau diputuskan oleh kuasa mana pun kecuali oleh kematian. Perceraian
sipil tidak pernah diakui Gereja!
Tujuan perkawinan dalam hakikat perkawinan adalah:
Saling membahagiakan dan mencapai kesejahteraan suami-istri (segi unitij). Kedua pihak
memiliki tanggung jawab dan memberi kontribusi untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagiaan suami-istri.
Terarah pada keturunan (segi prokreatij). Kesatuan sebagai pasutri dianugerahi rahmat
kesuburan untuk memperoleh buah cinta berupa keturunan manusia-manusia baru yang
akan menjadi mahkota perkawinan. Anak yang dipercayakan Tuhan harus dicintai,
dirawat, dipelihara, dilindungi, dididik secara Katolik. Ini semua merupakan tugas dan
kewajiban pasutri yang secara kodrati keluar dari hakikat perkawinan.
Menghindari perzinaan dan penyimpangan seksual. Perkawinan dimaksudkan juga
sebagai sarana mengekspresikan cinta kasih dan hasrat seksual kodrati manusia. Dengan
perkawinan, dapat dicegah kedosaan karena perzinaan atau penyimpangan hidup seksual.
Dengan perkawinan, setiap manusia diarahkan pada pasangan sah yang dipilih dan
dicintai dengan bebas sebagai teman hidup. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan
oleh Paulus, "Tetapi, kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin.
Sebab lebih baik kawin daripada hangus karena nafsu" (lKor 7:9).
Catatan penting: dalam perkawinan Katolik, kemandulan, baik salah satu maupun kedua
pasangan, tidak membatalkan perkawinan, dan tidak menjadi alasan untuk meninggalkan
pasangan kemudian mencari wanita lain sebagai penggantinya. Anak adalah buah kasih
dan rahmat Allah melulu.
1. Hakikat Perkawinan Katolik
Dalam,arti umum perkawinan pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara
pria dan wanita, atau dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap
dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. Tujuan mereka membentuk
persekutuan hidup ini adalah untuk mencapai kebahagiaan dan melanjutkan keturunan.
Oleh karena itu, dalam agama atau kultur tertentu, apabila perkawinan tidak dapat
mendatangkan keturunan, seorang suami dapat mengambil wanita lain dan menjadikan
dia sebagai istri agar dapat memberi keturunan.
Tujuan perkawinan dalam hakikat perkawinan adalah
Saling membahagiakan dan mencapai kesejahteraan suami-istri (segi unitij). Kedua pihak
memiliki tanggung jawab dan memberi kontribusi untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagiaan suami-istri.
Terarah pada keturunan (segi prokreatij). Kesatuan sebagai pasutri dianugerahi rahmat
kesuburan untuk memperoleh buah cinta berupa keturunan manusia-manusia baru yang
akan menjadi mahkota perkawinan. Anak yang dipercayakan Tuhan harus dicintai,
dirawat, dipelihara, dilindungi, dididik secara Katolik. Ini semua merupakan tugas dan
kewajiban pasutri yang secara kodrati keluar dari hakikat perkawinan.
Menghindari perzinaan dan penyimpangan seksual. Perkawinan dimaksudkan juga
sebagai sarana mengekspresikan cinta kasih dan hasrat seksual kodrati manusia. Dengan
perkawinan, dapat dicegah kedosaan karena perzinaan atau penyimpangan hidup seksual.
Dengan perkawinan, setiap manusia diarahkan pada pasangan sah yang dipilih dan
dicintai dengan bebas sebagai teman hidup. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan
oleh Paulus, "Tetapi, kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin.
Sebab lebih baik kawin daripada hangus karena nafsu" (lKor 7:9).
Catatan penting: dalam perkawinan Katolik, kemandulan, baik salah satu maupun kedua
pasangan, tidak membatalkan perkawinan, dan tidak menjadi alasan untuk meninggalkan
pasangan kemudian mencari wanita lain sebagai penggantinya. Anak adalah buah kasih
dan rahmat Allah melulu.
2. Kekhasan Perkawinan Katolik
Dalam kanon 1055 KHK 1983, dapat dilihat pengertian dasar mengenai perkawinan
Katolik. "Dengan perjanjian, pria dan wanita membentuk kebersamaan seluruh hidup;
dari sifat kodratinya, perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran
anak; oleh Kristus Tuhan, perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis
diangkat ke martabat sakramen.
Cinta Kristus menjadi dasar perkawinan Katolik (bdk. Yoh 15:9-17; Ef 5:22-33).
Yang menjadi dasar dalam membangun hidup berkeluarga adalah cinta Yesus Kristus
kepada Gereja- Nya. Suami dan istri dipanggil untuk saling mencintai secara timbal
balik, total dan menyeluruh, saling memberi dan menerima yang diungkapkan dalam
persetubuhan. Persetubuhan dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kondisi
dan situasi pasangannya, penuh pengertian, dilakukan secara sukarela, tanpa ada
paksaan. Persetubuhan bukan hanya menunjukkan kesatuan fisik biologis, tetapi juga
kesatuan hati, kehendak, perasaan, dan visi, yakni mengusahakan kebahagaiaan dan
kesejahteraan bersama. Dengan persetubuhan, sebuah perkawinan disempurnakan.
Sakramental, artinya sakramentalitas perkawinan dimulai sejak terjadinya
konsensus/perjanjian antara dua orang dibaptis yang melangsungkan perkawinan.
Perkawinan disebut sakramental, artinya menjadi tanda kehadiran Allah yang
menyelamatkan. Untuk itu, dari pasangan suami-istri dituntut adanya cinta yang utuh,
total, radikal, tak terbagi sebagaimana cinta Yesus kepada Gereja-Nya (bdk. Ef 5:22-33).
tujuan perkawinan dalam kekhasan katolik adalah kesatuan antara seorang pria dan
seorang wanita menurut relasi cinta yang eksklusif. Dengan kata lain, tidak ada
hubungan khusus di luar pasutri. Sifat unitas mengecualikan relasi di luar perkawinan,
poligami, PIL, WIL. Dan lndissolubilitas, tak terceraikan, artinya ikatan perkawinan
hanya diputuskan oleh kematian salah satu pasangan atau keduanya. "Apa yang sudah
disatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
3. Sakramentalis Perkawinan Katolik
Sakramentalitas perkawinan hanya terjadi pada perkawinan orang-orang yang
dibaptis (keduanya dibaptis). Kanon 1055 menyebutkan bahwa Kristus telah mengangkat
perkawinan menjadi sakramen (§1) sehingga sifat perkawinan antara orang-orang yang
telah dibaptis adalah sakramen (§2). Kanon ini menandaskan adanya identitas antara
perjanjian perkawinan orang-orang dibaptis dengan sakramen. Identifikasi ini membawa
konsekuensi: Semua perkawinan sah yang diselenggarakan antara orang-orang yang
dibaptis, dengan sendirinya merupakan sakramen (§2). Dalam hal ini, tidak dituntut
maksud khusus dari mempelai untuk menerimanya sebagai sakramen. Artinya,
perkawinan dua orang dibaptis non-Katolik, misalnya, Protestan, dianggap sebagai
sakramen meskipun mereka tidak menganggapnya demikian. Sakramentalitas
perkawinan tidak terletak pada pemberkatan pastor karena yang menjadi pelayan
sakramen perkawinan adalah kedua mempelai sendiri yang berjanji. Orang-orang yang
dibaptis tidak bisa menikah dengan sah jika dengan maksud positif dan jelas
mengecualikan sakramentalitas perkawinan. Perkawinan antara orang yang dibaptis,
dengan sendirinya akan diangkat ke dalam martabat sakramen jika keduanya
dipermandikan. Mereka tidak dituntut untuk mengadakan perjanjian nikah baru, namun
dapat meminta berkat pastor.
Tujuan Perkawinan sakramental adalah disempurnakan melalui persetubuhan
yang dilakukan secara manusiawi. Dengan demikian, perkawinan disebut ratum,
sacramentum et consummatum. Perkawinan demikian bersifat tidak dapat diceraikan
secara absolut (indissolubilitas absolut).
4. Spritualitas Perkawinan Katolik
Dalam membangun hidup berkeluarga, pasutri harus bersungguh-sungguh mem-
beri kesaksian hidup, menjadi sakramen, tanda keselamatan dan menghadirkan Kerajaan
Allah. Dalam keluarga, diciptakan damai, sukacita, pengampunan, cinta kasih, kerelaan
berkurban. "Sakramen Perkawinan menyalurkan kepada pasangan pasangan Kristen
kemampuan serta kesanggupan untuk menghayati panggilan mereka sebagai awam dan
karena itu, untuk mencari Kerajaan Allah dengan mengurusi hal-hal yang fana dan
mengaturnya seturut kehendak Allah (FC 47). Berkat sakramen perkawinan, suami dan
istri menunaikan kewajiban-kewajiban mereka sebagai suami-istri dalam keluarga,
mereka diresapi oleh Roh Kristus yang memenuhi mereka dengan iman, harapan, dan
cinta kasih.
Dengan tujuan mereka semakin maju menuju kesempurnaan mereka sendiri dan
saling menguduskan dan karena itu, bersama-sama berperan serta demi kemuliaan Allah
Bapa (lih. FC 56// GS 48).
5. Perkawinan menurut Hukum Gereja Katolik
Dengan perjanjian perkawinan pria dan wanita membentu antara mereka
kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan
suami-isteri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian
perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen.” (Kan.
1055 $ 1) hal-hal yang harus ada dalam perkawinan adalah Perjanjian
Perkawinan,Kebersamaan Seluruh Hidup, Antara Pria dan Wanita, Sifat Kodrati
Keterarahan kepada Anak, Perkawinan sebagai Sakramen
Jadi tujuannya adalah Keterarahan kepada Kesejahteraan Suami-Istri (Bonum
Coniugum) perkawinan yang diajarkan St. Agustinus, yakni (a) bonum prolis: kebaikan
anak, bahwa perkawinan ditujukan kepada kelahiran dan pendidikan anak, (b) bonum
fidei: kebaikan kesetiaan, menunjuk kepada sifat kesetiaan dalam perkawinan, dan (c)
bonum sacramenti: kebaikan sakramen, menunjuk pada sifat permanensi perkawinan;
Gaudium et Spes no. 48 menambah lagi satu “bonum” yang lain, yakni bonum coniugum
(kebaikan, kesejahteraan suami-istri).
6. Pentingnya Kesepakatan dalam Perkawinan (Kan 1057)
Konsensus atau kesepakatan perkawinan adalah perbuatan kemauan dengan mana
suami istri saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk perkawinan
dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali. Itu berarti hanya konsensus yang
“menciptakan” atau membuat suatu perkawinan menjadi ada (matrimonium in fieri,
terjadinya perkawinan pada saat mempelai menyatakan konsensus) Para pihak harus
cakap hukum atau mempu menurut hukum untuk membuat konsensus perkawinan (Kan
1057 $ 1), artinya mereka tidak terkena suatu cacat psikologis apapun yang dapat
meniadakan konsensus perkawinan (Kan 1095). Konsensus harus dinyatakan secara
legitim, artinya harus dinyatakan oleh kedua pihak satu terhadap yang lain, menurut
norma hukum yang berlaku, misalnya dengan keharusan mentaati forma canonica atau
suatu bentuk tata peneguhan publik lainnya yang diakui.
7. Prinsip Dasar Perkawinan
Allah sendiri menetapkan perkawinan dan meneguhkannya dengan hukum-hukum-Nya
(bdk. Kej. 1: 27-28; 2; 18-24). Tugas Gereja adalah menjaga lembaga perkawinan itu dan
mempertahankan hukum-hukum perkawinan baik yang bersifat kodrati, ilahi maupun yang
positif. Gereja tidak bisa mengubah ketetapan itu tetapi dia bisa mencapai suatu pemahaman yang
lebih lengkap akan hukum-hukum itu. Selain bermaksud untuk mencegah perkawinan yang tidak
sesuai dengan hukum Gereja. Prinsip dasar perkawinan dapat dilihat dalam isi kanon
1055,KHK1983: §1: Perjanjian (foedus) perkawinan dengannya seorang laki-laki dan seorang
perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri
kodratinya terarah kepada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum) serta kelahiran dan
pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke
martabatsakramen, §2: Karena itu antara orang-orang yang dibaptis tidak dapat ada kontrak
perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen. Perkawinan ditetapkan sebagai suatu
kebersamaan seluruh hidup (communio totius vitae), yang dibangun antara seorang pria
dan seorang wanita, yang karena kodratnya diarahkan pada kebahagiaan dari pasangan itu
sendiri dan pada kelahiran dan pendidikan anak. Persatuan antara seorang laki-laki dan
perempuan itulah yang menjadikan suatu perkawinan sehingga memenuhi syarat sebagai
prinsip dasarnya.
Kebersamaan itu mengandung pemberian diri dari pasangan yang bersangkutan,
yang mengandaikan adanya saling menerima dan memberi antara satu dengan yang lain,
dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Namun kebersamaan itu tidak bisa
ditetapkan secara mutlak sebab kebersamaan itu bisa digambarkan sebagai hubungan
antara suami-isteri yang menurut penilaian umum suatu budaya tempat pasangan itu
hidup dan dihayati secara manusiawi.
8. PerkawinanHati
Persatuan hati atas dasar cinta suami-isteri merupakan core (inti/nucleus) dari
perkawinan, bisa dikatakan sebagai kekuatan rohani untuk saling belajar memahami, memberi
dan menerima, mendukung dan memberi perhatian, saling mengampuni dan membantu pasangan
mencapai kepenuhan manusiawi. Persatuan hati dari pasangan membentuk persekutuan seluruh
hidup, baik secara fisik (physical intimacy) maupun emosi (emotional intimacy) dan bahkan
spiritual (spiritual intimacy). Hidup perkawinan menjadi utuh jika 3 dimensi tersebut dihayati dan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari pasangan suami istri. Persatuan hati itu nyata dalam hal
dialog, persatuan fisik dan dalam doa bersama dengan pasangannya, termasuk dengan anak-
anakmereka.
9. Halangann Perkawinan
Halangan-halangan yang berkaitan dengan hukum Gereja dapat diberi dispensasi,
sedangkan halangan yang berkaitan dengan hukum ilahi tidak dapat diberi dispensasi
oleh Ordinaris Wilayah.
Halangan nikah dari hukum ilahi
Halangan nikah dikatakan berasal dari hukum ilahi jika halangan itu bersumber dari
hukum kodrat yang dibuat dan diatur oleh Allah sendiri dalam tata ciptaan, khususnya
dalam hakikat dan martabat manusia (hukum ilahi-kodrati), atau ditetapkan oleh Allah
melalui pewahyuan (hukum ilahi positif). Meskipun halangan ini bersumber dari hukum
ilahi, namun yang mendeklarasikan secara eksplisit dan memasukkannya ke dalam KHK
adalah kuasa legislatif tertinggi Gereja (bdk. kanon 1075). Menurut doktrin umum,
halangan ini adalah:
1. impotensi seksual yang bersifat tetap (kanon 1084)
2. ikatan perkawinan sebelumnya (kanon 1085)
3. hubungan darah dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke bawah (kanon 1091 §1)
Halangan nikah dari hukum gerejawi
Halangan nikah dikatakan bersifat gerejawi karena diciptakan oleh otoritas Gereja.
Gereja yang tampil di dunia ini dengan struktur dan ciri masyarakat yang kelihatan me-
miliki undang-undangnya sendiri yang dibuat oleh otoritas gerejawi yang berwenang
untuk mencapai tujuan-tujuan khasnya secara lebih efektif, yakni menegakkan dan
mempromosikan kesejahteraan umum komunitas gerejawi yang bersangkutan. Kes-
ejahteraan umum ini harus sesuai dengan misi yang diterimanya sendiri dari Kristus,
misi yang mengatasi dan melampaui kesejahteraan masing-masing anggota (kanon 114
§1). Selain kesejahteraan umum, hukum Gereja dibuat untuk membantu setiap orang
mencapai keselamatan jiwanya karena keselamatan jiwa-jiw'a adalah norma hukum ter-
tinggi (kanon 1752).
Menurut Kitab Hukum Kanonik, halangan-halangan itu adalah:
1. halangan umur (kanon 1083)
2. halangan beda agama (kanon 1086)
3. halangan tahbisan suci (kanon 1087)
4. halangan kaul kemurnian yang bersifat publik dan kekal dalam tarekat religius (kanon
1088)
5. halangan penculikan (kanon 1089)
6. halangan kriminal (kanon 1090)
7. halangan hubungan darah garis menyamping (kanon 1091 §2)
8. halangan hubungan semenda (kanon 1092)
9. halangan kelayakan publik (kanon 1093)
10. halangan pertalian hukum (kanon 1094)
Pembedaan kedua jenis halangan ini membawa konsekuensi hukum yang sangat
besar. Halangan-halangan yang bersifat ilahi mengikat semua orang, baik yang dibaptis
maupun yang tidak dibaptis, sedangkan halangan yang bersumber dari hukum gerejawi
mengikat mereka yang dibaptis dalam Gereja Katolik atau yang diterima di dalamnya
(kanon 1059). Halangan yang bersumber dari hukum ilahi tidak bisa didispensasi, se-
dangkan dari hukum gerejawi dapat didispensasi oleh otoritas Gereja yang berwenang
sesuai ketentuan yang berlaku.
10. Tantangan hidup berkeluarga
Tantangan dalam membangun keluarga pada zaman sekarang dapat dikelompokkan
ke dalam dua jenis tantangan, yakni: tantangan internal dan eksternal. Yang dimaksud
dengan tantangan internal adalah apa yang berkaitan dengan pribadi-pribadi pasutri,
yakni menyangkut kedewasaan pasangan, baik secara intelektual, psikologis, emosional,
spiritual, maupun moral. Yang termasuk tantangan eksternal dapat berupa keadaan
masyarakat dunia dan intervensi pihak ketiga: mertua, saudara, PIL, dan WIL.
Konkretnya, tantangan tersebut berupa:
Mentalitas materialistis: kehausan dan kerinduan untuk menumpuk kekayaan, uang,
mengukur segalanya dengan materi, bahkan anak pun dianggap sebagai investasi, bukan
sebagai buah kasih sayang. Relasi antarpasutri pun terpengaruh. "Ada uang abang
kusayang, tidak ada uang abang kutendang!"
Hedonisme .. menjadikan kenikmatan sebagai tujuan segalanya, hubungan seksual
pun hanya dipahami sebatas pemuas nafsu seks, menjadikan pasangan (suami istri)
sebagai objek pemuas insting dan dorongan seksual.
Konsumerisme" keinginan untuk mengonsumsi dipicu oleh kecanggihan teknologi
periklanan yang begitu persuasif. Hal ini menjadi faktor pemicu masalah dalam
hubungan keluarga.
Utilitarisme :menilai sesuatu hanya berdasarkan segi kegunaannya, bahayanya
kalau memperlakukan istri-suami hanya karena kegunaan dan fungsi.
Individualisme : mementingkan kepentingan dan kesenangannya sendiri, tidak
peduli orang lain, tidak ada kerelaan untuk mengalah dan menyisihkan kepentingannya
sendiri, untuk mendahulukan kepentingan bersama. Akibatnya, setiap unsur dalam
keluarga diabaikan.
Relativisme moral : tidak ada nilai yang diahut dan diterima secara universal,
semuanya serba relatif .. mengarah pada sikap permisif, semua serba boleh.
Kesibukan mengejar karier .. tugas dan tanggung jawab utama dalam keluarga
diabaikan .. rumah hanya dijadikan losmen. Dalam hal ini, pandangan tradisional tentang
tugas dan panggilan luhur yang dimiliki setiap wanita sebagai ibu dan istri, tetap relevan,
tanpa mengecualikan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan
keagamaan.
Kesibuka antara suami-istri .. membawa rlampak negatif dalam kehidupan ke-
luarga. Komunikasi antara pasutri renggang. Komunikasi antara orang tua-anak
renggang sehingga anak berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar rumah: sekolah,
lingkungan; menjadi pecandu narkoba.
Ketidaksetiaan .. penyelewengan-perselingkuhan baik itu dilakukan oleh pihak
suami maupun oleh pihak istri (PIL dan WIL). Bagaimana sikap Anda dihadapkan pada
ketidaksetiaan dan pengkhianatan pasangan Anda?
11.

More Related Content

What's hot

Paper Kasih Karunia Aprianto
Paper Kasih Karunia ApriantoPaper Kasih Karunia Aprianto
Paper Kasih Karunia ApriantoApriantoJLesaApri
 
Paper Kasih Karunia
Paper Kasih KaruniaPaper Kasih Karunia
Paper Kasih KaruniaJeremmyJayy
 
Buku Panduan Konseling Pranikah Gbi Caphernaum Apostolic Church
Buku Panduan Konseling Pranikah Gbi Caphernaum Apostolic ChurchBuku Panduan Konseling Pranikah Gbi Caphernaum Apostolic Church
Buku Panduan Konseling Pranikah Gbi Caphernaum Apostolic ChurchGBI KAPERNAUM - BALI
 
Modul Persiapan Pernikahan Kristen
Modul Persiapan Pernikahan KristenModul Persiapan Pernikahan Kristen
Modul Persiapan Pernikahan KristenSABDA
 
You & Me Forever: 1 Marriage in Light of God's Eternity, Purpose & Glory
You & Me Forever: 1 Marriage in Light of God's Eternity, Purpose & GloryYou & Me Forever: 1 Marriage in Light of God's Eternity, Purpose & Glory
You & Me Forever: 1 Marriage in Light of God's Eternity, Purpose & GloryJohan Setiawan
 
pernikahan dalam islam
pernikahan dalam islampernikahan dalam islam
pernikahan dalam islamaamridwan
 
Papaer pak rudy Teologi PB II
Papaer pak rudy Teologi PB IIPapaer pak rudy Teologi PB II
Papaer pak rudy Teologi PB IIRyanSepryadiryan
 
Apa yang harus kita lakukan saat ini
Apa yang harus kita lakukan saat iniApa yang harus kita lakukan saat ini
Apa yang harus kita lakukan saat iniCharlie Tanara
 
Pelajaran sekolah sabat ke-10 triwulan iv 2018
Pelajaran sekolah sabat ke-10 triwulan iv 2018Pelajaran sekolah sabat ke-10 triwulan iv 2018
Pelajaran sekolah sabat ke-10 triwulan iv 2018David Syahputra
 

What's hot (13)

Fondasi Pernikahan
Fondasi PernikahanFondasi Pernikahan
Fondasi Pernikahan
 
Altar Keluarga
Altar KeluargaAltar Keluarga
Altar Keluarga
 
Paper Kasih Karunia Aprianto
Paper Kasih Karunia ApriantoPaper Kasih Karunia Aprianto
Paper Kasih Karunia Aprianto
 
Paper Kasih Karunia
Paper Kasih KaruniaPaper Kasih Karunia
Paper Kasih Karunia
 
Buku Panduan Konseling Pranikah Gbi Caphernaum Apostolic Church
Buku Panduan Konseling Pranikah Gbi Caphernaum Apostolic ChurchBuku Panduan Konseling Pranikah Gbi Caphernaum Apostolic Church
Buku Panduan Konseling Pranikah Gbi Caphernaum Apostolic Church
 
The Science of Love
The Science of LoveThe Science of Love
The Science of Love
 
Modul Persiapan Pernikahan Kristen
Modul Persiapan Pernikahan KristenModul Persiapan Pernikahan Kristen
Modul Persiapan Pernikahan Kristen
 
You & Me Forever: 1 Marriage in Light of God's Eternity, Purpose & Glory
You & Me Forever: 1 Marriage in Light of God's Eternity, Purpose & GloryYou & Me Forever: 1 Marriage in Light of God's Eternity, Purpose & Glory
You & Me Forever: 1 Marriage in Light of God's Eternity, Purpose & Glory
 
PERNIKAHAN
PERNIKAHANPERNIKAHAN
PERNIKAHAN
 
pernikahan dalam islam
pernikahan dalam islampernikahan dalam islam
pernikahan dalam islam
 
Papaer pak rudy Teologi PB II
Papaer pak rudy Teologi PB IIPapaer pak rudy Teologi PB II
Papaer pak rudy Teologi PB II
 
Apa yang harus kita lakukan saat ini
Apa yang harus kita lakukan saat iniApa yang harus kita lakukan saat ini
Apa yang harus kita lakukan saat ini
 
Pelajaran sekolah sabat ke-10 triwulan iv 2018
Pelajaran sekolah sabat ke-10 triwulan iv 2018Pelajaran sekolah sabat ke-10 triwulan iv 2018
Pelajaran sekolah sabat ke-10 triwulan iv 2018
 

Similar to PerkawinanKatolik

Ajaran ttg PK.pptx
Ajaran ttg PK.pptxAjaran ttg PK.pptx
Ajaran ttg PK.pptxHergi1
 
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdfKEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdfELASONIARTI
 
Perkawinan Katolik.ppt
Perkawinan Katolik.pptPerkawinan Katolik.ppt
Perkawinan Katolik.pptDinarDorotea
 
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan AgamaPedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agamapjj_kemenkes
 
Modul Ajar 2018.pdf
Modul Ajar 2018.pdfModul Ajar 2018.pdf
Modul Ajar 2018.pdfelianus
 
Pernikahan kristen ppj 10
 Pernikahan kristen ppj 10 Pernikahan kristen ppj 10
Pernikahan kristen ppj 10yemimarusmawati
 
Pernikahan Dalam Prespektif Kristiani
Pernikahan Dalam Prespektif KristianiPernikahan Dalam Prespektif Kristiani
Pernikahan Dalam Prespektif KristianiSabam Sitinjak
 
Meresume materi bab viii
Meresume materi bab  viiiMeresume materi bab  viii
Meresume materi bab viiiJeNris MaNurung
 
KPP SESSI 1 (PENYAMBUTAN).pdf
KPP SESSI 1 (PENYAMBUTAN).pdfKPP SESSI 1 (PENYAMBUTAN).pdf
KPP SESSI 1 (PENYAMBUTAN).pdfPujosakti
 
Saint valentine (Indonesian).pptx
Saint valentine (Indonesian).pptxSaint valentine (Indonesian).pptx
Saint valentine (Indonesian).pptxMartin M Flynn
 
09 hukum perkawinan adat
09 hukum perkawinan adat09 hukum perkawinan adat
09 hukum perkawinan adatQomaruz Zaman
 
Pelayanan Pranikah.pdf
Pelayanan Pranikah.pdfPelayanan Pranikah.pdf
Pelayanan Pranikah.pdfkesgagizi6
 
5. Dasar-Dasar Pernikahan Dalam Islam.pptx
5. Dasar-Dasar Pernikahan Dalam Islam.pptx5. Dasar-Dasar Pernikahan Dalam Islam.pptx
5. Dasar-Dasar Pernikahan Dalam Islam.pptxTataListiyawati19
 
Tugaas agama ppt grup 4
Tugaas agama ppt grup 4Tugaas agama ppt grup 4
Tugaas agama ppt grup 4meidyadelina
 
Munakahat kelompok 7
Munakahat   kelompok 7Munakahat   kelompok 7
Munakahat kelompok 7Mai Hasibuan
 
Keperawatan agama modul 3 kb2
Keperawatan agama modul 3 kb2Keperawatan agama modul 3 kb2
Keperawatan agama modul 3 kb2Anton Saja
 

Similar to PerkawinanKatolik (20)

Ajaran ttg PK.pptx
Ajaran ttg PK.pptxAjaran ttg PK.pptx
Ajaran ttg PK.pptx
 
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdfKEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
 
Perkawinan Katolik.ppt
Perkawinan Katolik.pptPerkawinan Katolik.ppt
Perkawinan Katolik.ppt
 
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan AgamaPedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
 
Modul Ajar 2018.pdf
Modul Ajar 2018.pdfModul Ajar 2018.pdf
Modul Ajar 2018.pdf
 
Hukum Perkawinan Adat
Hukum Perkawinan AdatHukum Perkawinan Adat
Hukum Perkawinan Adat
 
Pernikahan kristen ppj 10
 Pernikahan kristen ppj 10 Pernikahan kristen ppj 10
Pernikahan kristen ppj 10
 
Polambu dalam aspek agama dan budaya
Polambu dalam aspek agama dan budayaPolambu dalam aspek agama dan budaya
Polambu dalam aspek agama dan budaya
 
Panggilan hidup berkeluarga
Panggilan hidup berkeluargaPanggilan hidup berkeluarga
Panggilan hidup berkeluarga
 
Pernikahan Dalam Prespektif Kristiani
Pernikahan Dalam Prespektif KristianiPernikahan Dalam Prespektif Kristiani
Pernikahan Dalam Prespektif Kristiani
 
Meresume materi bab viii
Meresume materi bab  viiiMeresume materi bab  viii
Meresume materi bab viii
 
KPP SESSI 1 (PENYAMBUTAN).pdf
KPP SESSI 1 (PENYAMBUTAN).pdfKPP SESSI 1 (PENYAMBUTAN).pdf
KPP SESSI 1 (PENYAMBUTAN).pdf
 
Saint valentine (Indonesian).pptx
Saint valentine (Indonesian).pptxSaint valentine (Indonesian).pptx
Saint valentine (Indonesian).pptx
 
09 hukum perkawinan adat
09 hukum perkawinan adat09 hukum perkawinan adat
09 hukum perkawinan adat
 
Pelayanan Pranikah.pdf
Pelayanan Pranikah.pdfPelayanan Pranikah.pdf
Pelayanan Pranikah.pdf
 
Makalah polambu123
Makalah polambu123Makalah polambu123
Makalah polambu123
 
5. Dasar-Dasar Pernikahan Dalam Islam.pptx
5. Dasar-Dasar Pernikahan Dalam Islam.pptx5. Dasar-Dasar Pernikahan Dalam Islam.pptx
5. Dasar-Dasar Pernikahan Dalam Islam.pptx
 
Tugaas agama ppt grup 4
Tugaas agama ppt grup 4Tugaas agama ppt grup 4
Tugaas agama ppt grup 4
 
Munakahat kelompok 7
Munakahat   kelompok 7Munakahat   kelompok 7
Munakahat kelompok 7
 
Keperawatan agama modul 3 kb2
Keperawatan agama modul 3 kb2Keperawatan agama modul 3 kb2
Keperawatan agama modul 3 kb2
 

More from Papua Makituma

Firman Filsafat Manusia
Firman Filsafat ManusiaFirman Filsafat Manusia
Firman Filsafat ManusiaPapua Makituma
 
Filsafat budaya Rancangan Perkulihan
Filsafat budaya Rancangan PerkulihanFilsafat budaya Rancangan Perkulihan
Filsafat budaya Rancangan PerkulihanPapua Makituma
 
100 dasar kehidupan menuju sukses anda
100 dasar kehidupan menuju sukses anda100 dasar kehidupan menuju sukses anda
100 dasar kehidupan menuju sukses andaPapua Makituma
 
Status yuridis penentuan pendapat rakyat
Status yuridis penentuan pendapat rakyatStatus yuridis penentuan pendapat rakyat
Status yuridis penentuan pendapat rakyatPapua Makituma
 
Pengenalan tentang suku mee gagian ii
Pengenalan tentang suku mee  gagian iiPengenalan tentang suku mee  gagian ii
Pengenalan tentang suku mee gagian iiPapua Makituma
 

More from Papua Makituma (13)

Asal usul suku mee
Asal usul suku meeAsal usul suku mee
Asal usul suku mee
 
Pelangi Hijauh
Pelangi HijauhPelangi Hijauh
Pelangi Hijauh
 
Puisi O....oh mimpi
Puisi O....oh mimpiPuisi O....oh mimpi
Puisi O....oh mimpi
 
Motivasi untuk kita
Motivasi untuk kitaMotivasi untuk kita
Motivasi untuk kita
 
Firman Filsafat Manusia
Firman Filsafat ManusiaFirman Filsafat Manusia
Firman Filsafat Manusia
 
Filsafat budaya Rancangan Perkulihan
Filsafat budaya Rancangan PerkulihanFilsafat budaya Rancangan Perkulihan
Filsafat budaya Rancangan Perkulihan
 
Etika pengantar umum
Etika  pengantar umumEtika  pengantar umum
Etika pengantar umum
 
Demi waktu
Demi waktuDemi waktu
Demi waktu
 
100 dasar kehidupan menuju sukses anda
100 dasar kehidupan menuju sukses anda100 dasar kehidupan menuju sukses anda
100 dasar kehidupan menuju sukses anda
 
Status yuridis penentuan pendapat rakyat
Status yuridis penentuan pendapat rakyatStatus yuridis penentuan pendapat rakyat
Status yuridis penentuan pendapat rakyat
 
Pepera menurut tni
Pepera menurut tniPepera menurut tni
Pepera menurut tni
 
Pepera 69.doc indoo
Pepera 69.doc indooPepera 69.doc indoo
Pepera 69.doc indoo
 
Pengenalan tentang suku mee gagian ii
Pengenalan tentang suku mee  gagian iiPengenalan tentang suku mee  gagian ii
Pengenalan tentang suku mee gagian ii
 

Recently uploaded

Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompokelmalinda2
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxnursariheldaseptiana
 
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkmsSOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkmsedyardy
 
manajemen analisis data export data epidata 3.1
manajemen analisis data export data epidata 3.1manajemen analisis data export data epidata 3.1
manajemen analisis data export data epidata 3.1YudiPradipta
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehBISMIAULIA
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Surveikustiyantidew94
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanVULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanBungaCitraNazwaAtin
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxAhmadSyajili
 

Recently uploaded (12)

Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
 
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkmsSOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
SOP MEDIA KOMUNIKASI DAN KOORDINASI pkms
 
manajemen analisis data export data epidata 3.1
manajemen analisis data export data epidata 3.1manajemen analisis data export data epidata 3.1
manajemen analisis data export data epidata 3.1
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupanVULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
VULKANISME.pdf vulkanisme dan pengaruh nya terhadap kehidupan
 
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
 

PerkawinanKatolik

  • 1. SAKRAMEN PERKAWINAN Gagasan Dasar Menjadi suami istri berarti suatu perubahan total dari status hidup seseorang. Ia meninggalkan statusnya sebagai anak atau remaja dan mulai hidup sebagai suami/istri bagi pasangannya. "Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Kej 2:24. Kehidupan suami-istri bukan hanya hidup dua orang secara bersama, melainkan hidup menjadi satu kesatuan (satu daging). Nabi Hosea menggambarkan kesatuan suami-istri itu sebagai lambang kasih Allah kepada bangsa Israel (bdk. Hos 3:1), yang berlanjut kepada Israel baru, yaitu umat Kristiani. BEBERAPAHALPENTING 1. Arti Perkawinan: Perkawinan adalah sebuah perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup. 2. Tujuan Perkawinan : Tujuan perkawinan adalah kesejahteraan suami-istri, kelahiran serta pendidikan anak. 3. Kristus mengangkat perkawinan menjadi sakramen sehingga perkawinan antara orang- orang yang telah dibaptis secara otomatis merupakan sakramen. 4. Sifat Hakiki Perkawinan : Perkawinan Katolik selalu bersifat monogam dan tetap-tak terceraikan. Monogam berarti perkawinan hanya sah jika dilaksanakan hanya antara seorang pria dan seorang wanita. Tidak dibenarkan adanya poligami (beristri lebih dari satu) atau pun poliandri (bersuami lebih dari satu). Tak terceraikan artinya perkawinan yang telah dilangsungkan secara sah menurut hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak bisa diceraikan atau diputuskan oleh kuasa mana pun kecuali oleh kematian. Perceraian sipil tidak pernah diakui Gereja! Tujuan perkawinan dalam hakikat perkawinan adalah: Saling membahagiakan dan mencapai kesejahteraan suami-istri (segi unitij). Kedua pihak memiliki tanggung jawab dan memberi kontribusi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan suami-istri.
  • 2. Terarah pada keturunan (segi prokreatij). Kesatuan sebagai pasutri dianugerahi rahmat kesuburan untuk memperoleh buah cinta berupa keturunan manusia-manusia baru yang akan menjadi mahkota perkawinan. Anak yang dipercayakan Tuhan harus dicintai, dirawat, dipelihara, dilindungi, dididik secara Katolik. Ini semua merupakan tugas dan kewajiban pasutri yang secara kodrati keluar dari hakikat perkawinan. Menghindari perzinaan dan penyimpangan seksual. Perkawinan dimaksudkan juga sebagai sarana mengekspresikan cinta kasih dan hasrat seksual kodrati manusia. Dengan perkawinan, dapat dicegah kedosaan karena perzinaan atau penyimpangan hidup seksual. Dengan perkawinan, setiap manusia diarahkan pada pasangan sah yang dipilih dan dicintai dengan bebas sebagai teman hidup. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Paulus, "Tetapi, kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin daripada hangus karena nafsu" (lKor 7:9). Catatan penting: dalam perkawinan Katolik, kemandulan, baik salah satu maupun kedua pasangan, tidak membatalkan perkawinan, dan tidak menjadi alasan untuk meninggalkan pasangan kemudian mencari wanita lain sebagai penggantinya. Anak adalah buah kasih dan rahmat Allah melulu. 1. Hakikat Perkawinan Katolik Dalam,arti umum perkawinan pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atau dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. Tujuan mereka membentuk persekutuan hidup ini adalah untuk mencapai kebahagiaan dan melanjutkan keturunan. Oleh karena itu, dalam agama atau kultur tertentu, apabila perkawinan tidak dapat mendatangkan keturunan, seorang suami dapat mengambil wanita lain dan menjadikan dia sebagai istri agar dapat memberi keturunan. Tujuan perkawinan dalam hakikat perkawinan adalah Saling membahagiakan dan mencapai kesejahteraan suami-istri (segi unitij). Kedua pihak memiliki tanggung jawab dan memberi kontribusi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan suami-istri. Terarah pada keturunan (segi prokreatij). Kesatuan sebagai pasutri dianugerahi rahmat kesuburan untuk memperoleh buah cinta berupa keturunan manusia-manusia baru yang akan menjadi mahkota perkawinan. Anak yang dipercayakan Tuhan harus dicintai,
  • 3. dirawat, dipelihara, dilindungi, dididik secara Katolik. Ini semua merupakan tugas dan kewajiban pasutri yang secara kodrati keluar dari hakikat perkawinan. Menghindari perzinaan dan penyimpangan seksual. Perkawinan dimaksudkan juga sebagai sarana mengekspresikan cinta kasih dan hasrat seksual kodrati manusia. Dengan perkawinan, dapat dicegah kedosaan karena perzinaan atau penyimpangan hidup seksual. Dengan perkawinan, setiap manusia diarahkan pada pasangan sah yang dipilih dan dicintai dengan bebas sebagai teman hidup. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Paulus, "Tetapi, kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin daripada hangus karena nafsu" (lKor 7:9). Catatan penting: dalam perkawinan Katolik, kemandulan, baik salah satu maupun kedua pasangan, tidak membatalkan perkawinan, dan tidak menjadi alasan untuk meninggalkan pasangan kemudian mencari wanita lain sebagai penggantinya. Anak adalah buah kasih dan rahmat Allah melulu. 2. Kekhasan Perkawinan Katolik Dalam kanon 1055 KHK 1983, dapat dilihat pengertian dasar mengenai perkawinan Katolik. "Dengan perjanjian, pria dan wanita membentuk kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya, perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran anak; oleh Kristus Tuhan, perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen. Cinta Kristus menjadi dasar perkawinan Katolik (bdk. Yoh 15:9-17; Ef 5:22-33). Yang menjadi dasar dalam membangun hidup berkeluarga adalah cinta Yesus Kristus kepada Gereja- Nya. Suami dan istri dipanggil untuk saling mencintai secara timbal balik, total dan menyeluruh, saling memberi dan menerima yang diungkapkan dalam persetubuhan. Persetubuhan dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kondisi dan situasi pasangannya, penuh pengertian, dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan. Persetubuhan bukan hanya menunjukkan kesatuan fisik biologis, tetapi juga kesatuan hati, kehendak, perasaan, dan visi, yakni mengusahakan kebahagaiaan dan kesejahteraan bersama. Dengan persetubuhan, sebuah perkawinan disempurnakan. Sakramental, artinya sakramentalitas perkawinan dimulai sejak terjadinya konsensus/perjanjian antara dua orang dibaptis yang melangsungkan perkawinan. Perkawinan disebut sakramental, artinya menjadi tanda kehadiran Allah yang
  • 4. menyelamatkan. Untuk itu, dari pasangan suami-istri dituntut adanya cinta yang utuh, total, radikal, tak terbagi sebagaimana cinta Yesus kepada Gereja-Nya (bdk. Ef 5:22-33). tujuan perkawinan dalam kekhasan katolik adalah kesatuan antara seorang pria dan seorang wanita menurut relasi cinta yang eksklusif. Dengan kata lain, tidak ada hubungan khusus di luar pasutri. Sifat unitas mengecualikan relasi di luar perkawinan, poligami, PIL, WIL. Dan lndissolubilitas, tak terceraikan, artinya ikatan perkawinan hanya diputuskan oleh kematian salah satu pasangan atau keduanya. "Apa yang sudah disatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. 3. Sakramentalis Perkawinan Katolik Sakramentalitas perkawinan hanya terjadi pada perkawinan orang-orang yang dibaptis (keduanya dibaptis). Kanon 1055 menyebutkan bahwa Kristus telah mengangkat perkawinan menjadi sakramen (§1) sehingga sifat perkawinan antara orang-orang yang telah dibaptis adalah sakramen (§2). Kanon ini menandaskan adanya identitas antara perjanjian perkawinan orang-orang dibaptis dengan sakramen. Identifikasi ini membawa konsekuensi: Semua perkawinan sah yang diselenggarakan antara orang-orang yang dibaptis, dengan sendirinya merupakan sakramen (§2). Dalam hal ini, tidak dituntut maksud khusus dari mempelai untuk menerimanya sebagai sakramen. Artinya, perkawinan dua orang dibaptis non-Katolik, misalnya, Protestan, dianggap sebagai sakramen meskipun mereka tidak menganggapnya demikian. Sakramentalitas perkawinan tidak terletak pada pemberkatan pastor karena yang menjadi pelayan sakramen perkawinan adalah kedua mempelai sendiri yang berjanji. Orang-orang yang dibaptis tidak bisa menikah dengan sah jika dengan maksud positif dan jelas mengecualikan sakramentalitas perkawinan. Perkawinan antara orang yang dibaptis, dengan sendirinya akan diangkat ke dalam martabat sakramen jika keduanya dipermandikan. Mereka tidak dituntut untuk mengadakan perjanjian nikah baru, namun dapat meminta berkat pastor. Tujuan Perkawinan sakramental adalah disempurnakan melalui persetubuhan yang dilakukan secara manusiawi. Dengan demikian, perkawinan disebut ratum, sacramentum et consummatum. Perkawinan demikian bersifat tidak dapat diceraikan secara absolut (indissolubilitas absolut).
  • 5. 4. Spritualitas Perkawinan Katolik Dalam membangun hidup berkeluarga, pasutri harus bersungguh-sungguh mem- beri kesaksian hidup, menjadi sakramen, tanda keselamatan dan menghadirkan Kerajaan Allah. Dalam keluarga, diciptakan damai, sukacita, pengampunan, cinta kasih, kerelaan berkurban. "Sakramen Perkawinan menyalurkan kepada pasangan pasangan Kristen kemampuan serta kesanggupan untuk menghayati panggilan mereka sebagai awam dan karena itu, untuk mencari Kerajaan Allah dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah (FC 47). Berkat sakramen perkawinan, suami dan istri menunaikan kewajiban-kewajiban mereka sebagai suami-istri dalam keluarga, mereka diresapi oleh Roh Kristus yang memenuhi mereka dengan iman, harapan, dan cinta kasih. Dengan tujuan mereka semakin maju menuju kesempurnaan mereka sendiri dan saling menguduskan dan karena itu, bersama-sama berperan serta demi kemuliaan Allah Bapa (lih. FC 56// GS 48). 5. Perkawinan menurut Hukum Gereja Katolik Dengan perjanjian perkawinan pria dan wanita membentu antara mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen.” (Kan. 1055 $ 1) hal-hal yang harus ada dalam perkawinan adalah Perjanjian Perkawinan,Kebersamaan Seluruh Hidup, Antara Pria dan Wanita, Sifat Kodrati Keterarahan kepada Anak, Perkawinan sebagai Sakramen Jadi tujuannya adalah Keterarahan kepada Kesejahteraan Suami-Istri (Bonum Coniugum) perkawinan yang diajarkan St. Agustinus, yakni (a) bonum prolis: kebaikan anak, bahwa perkawinan ditujukan kepada kelahiran dan pendidikan anak, (b) bonum fidei: kebaikan kesetiaan, menunjuk kepada sifat kesetiaan dalam perkawinan, dan (c) bonum sacramenti: kebaikan sakramen, menunjuk pada sifat permanensi perkawinan; Gaudium et Spes no. 48 menambah lagi satu “bonum” yang lain, yakni bonum coniugum (kebaikan, kesejahteraan suami-istri).
  • 6. 6. Pentingnya Kesepakatan dalam Perkawinan (Kan 1057) Konsensus atau kesepakatan perkawinan adalah perbuatan kemauan dengan mana suami istri saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali. Itu berarti hanya konsensus yang “menciptakan” atau membuat suatu perkawinan menjadi ada (matrimonium in fieri, terjadinya perkawinan pada saat mempelai menyatakan konsensus) Para pihak harus cakap hukum atau mempu menurut hukum untuk membuat konsensus perkawinan (Kan 1057 $ 1), artinya mereka tidak terkena suatu cacat psikologis apapun yang dapat meniadakan konsensus perkawinan (Kan 1095). Konsensus harus dinyatakan secara legitim, artinya harus dinyatakan oleh kedua pihak satu terhadap yang lain, menurut norma hukum yang berlaku, misalnya dengan keharusan mentaati forma canonica atau suatu bentuk tata peneguhan publik lainnya yang diakui. 7. Prinsip Dasar Perkawinan Allah sendiri menetapkan perkawinan dan meneguhkannya dengan hukum-hukum-Nya (bdk. Kej. 1: 27-28; 2; 18-24). Tugas Gereja adalah menjaga lembaga perkawinan itu dan mempertahankan hukum-hukum perkawinan baik yang bersifat kodrati, ilahi maupun yang positif. Gereja tidak bisa mengubah ketetapan itu tetapi dia bisa mencapai suatu pemahaman yang lebih lengkap akan hukum-hukum itu. Selain bermaksud untuk mencegah perkawinan yang tidak sesuai dengan hukum Gereja. Prinsip dasar perkawinan dapat dilihat dalam isi kanon 1055,KHK1983: §1: Perjanjian (foedus) perkawinan dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah kepada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabatsakramen, §2: Karena itu antara orang-orang yang dibaptis tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen. Perkawinan ditetapkan sebagai suatu kebersamaan seluruh hidup (communio totius vitae), yang dibangun antara seorang pria dan seorang wanita, yang karena kodratnya diarahkan pada kebahagiaan dari pasangan itu sendiri dan pada kelahiran dan pendidikan anak. Persatuan antara seorang laki-laki dan perempuan itulah yang menjadikan suatu perkawinan sehingga memenuhi syarat sebagai prinsip dasarnya. Kebersamaan itu mengandung pemberian diri dari pasangan yang bersangkutan, yang mengandaikan adanya saling menerima dan memberi antara satu dengan yang lain,
  • 7. dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Namun kebersamaan itu tidak bisa ditetapkan secara mutlak sebab kebersamaan itu bisa digambarkan sebagai hubungan antara suami-isteri yang menurut penilaian umum suatu budaya tempat pasangan itu hidup dan dihayati secara manusiawi. 8. PerkawinanHati Persatuan hati atas dasar cinta suami-isteri merupakan core (inti/nucleus) dari perkawinan, bisa dikatakan sebagai kekuatan rohani untuk saling belajar memahami, memberi dan menerima, mendukung dan memberi perhatian, saling mengampuni dan membantu pasangan mencapai kepenuhan manusiawi. Persatuan hati dari pasangan membentuk persekutuan seluruh hidup, baik secara fisik (physical intimacy) maupun emosi (emotional intimacy) dan bahkan spiritual (spiritual intimacy). Hidup perkawinan menjadi utuh jika 3 dimensi tersebut dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari pasangan suami istri. Persatuan hati itu nyata dalam hal dialog, persatuan fisik dan dalam doa bersama dengan pasangannya, termasuk dengan anak- anakmereka. 9. Halangann Perkawinan Halangan-halangan yang berkaitan dengan hukum Gereja dapat diberi dispensasi, sedangkan halangan yang berkaitan dengan hukum ilahi tidak dapat diberi dispensasi oleh Ordinaris Wilayah. Halangan nikah dari hukum ilahi Halangan nikah dikatakan berasal dari hukum ilahi jika halangan itu bersumber dari hukum kodrat yang dibuat dan diatur oleh Allah sendiri dalam tata ciptaan, khususnya dalam hakikat dan martabat manusia (hukum ilahi-kodrati), atau ditetapkan oleh Allah melalui pewahyuan (hukum ilahi positif). Meskipun halangan ini bersumber dari hukum ilahi, namun yang mendeklarasikan secara eksplisit dan memasukkannya ke dalam KHK adalah kuasa legislatif tertinggi Gereja (bdk. kanon 1075). Menurut doktrin umum, halangan ini adalah: 1. impotensi seksual yang bersifat tetap (kanon 1084) 2. ikatan perkawinan sebelumnya (kanon 1085) 3. hubungan darah dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke bawah (kanon 1091 §1) Halangan nikah dari hukum gerejawi Halangan nikah dikatakan bersifat gerejawi karena diciptakan oleh otoritas Gereja. Gereja yang tampil di dunia ini dengan struktur dan ciri masyarakat yang kelihatan me-
  • 8. miliki undang-undangnya sendiri yang dibuat oleh otoritas gerejawi yang berwenang untuk mencapai tujuan-tujuan khasnya secara lebih efektif, yakni menegakkan dan mempromosikan kesejahteraan umum komunitas gerejawi yang bersangkutan. Kes- ejahteraan umum ini harus sesuai dengan misi yang diterimanya sendiri dari Kristus, misi yang mengatasi dan melampaui kesejahteraan masing-masing anggota (kanon 114 §1). Selain kesejahteraan umum, hukum Gereja dibuat untuk membantu setiap orang mencapai keselamatan jiwanya karena keselamatan jiwa-jiw'a adalah norma hukum ter- tinggi (kanon 1752). Menurut Kitab Hukum Kanonik, halangan-halangan itu adalah: 1. halangan umur (kanon 1083) 2. halangan beda agama (kanon 1086) 3. halangan tahbisan suci (kanon 1087) 4. halangan kaul kemurnian yang bersifat publik dan kekal dalam tarekat religius (kanon 1088) 5. halangan penculikan (kanon 1089) 6. halangan kriminal (kanon 1090) 7. halangan hubungan darah garis menyamping (kanon 1091 §2) 8. halangan hubungan semenda (kanon 1092) 9. halangan kelayakan publik (kanon 1093) 10. halangan pertalian hukum (kanon 1094) Pembedaan kedua jenis halangan ini membawa konsekuensi hukum yang sangat besar. Halangan-halangan yang bersifat ilahi mengikat semua orang, baik yang dibaptis maupun yang tidak dibaptis, sedangkan halangan yang bersumber dari hukum gerejawi mengikat mereka yang dibaptis dalam Gereja Katolik atau yang diterima di dalamnya (kanon 1059). Halangan yang bersumber dari hukum ilahi tidak bisa didispensasi, se- dangkan dari hukum gerejawi dapat didispensasi oleh otoritas Gereja yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku. 10. Tantangan hidup berkeluarga Tantangan dalam membangun keluarga pada zaman sekarang dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis tantangan, yakni: tantangan internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan tantangan internal adalah apa yang berkaitan dengan pribadi-pribadi pasutri,
  • 9. yakni menyangkut kedewasaan pasangan, baik secara intelektual, psikologis, emosional, spiritual, maupun moral. Yang termasuk tantangan eksternal dapat berupa keadaan masyarakat dunia dan intervensi pihak ketiga: mertua, saudara, PIL, dan WIL. Konkretnya, tantangan tersebut berupa: Mentalitas materialistis: kehausan dan kerinduan untuk menumpuk kekayaan, uang, mengukur segalanya dengan materi, bahkan anak pun dianggap sebagai investasi, bukan sebagai buah kasih sayang. Relasi antarpasutri pun terpengaruh. "Ada uang abang kusayang, tidak ada uang abang kutendang!" Hedonisme .. menjadikan kenikmatan sebagai tujuan segalanya, hubungan seksual pun hanya dipahami sebatas pemuas nafsu seks, menjadikan pasangan (suami istri) sebagai objek pemuas insting dan dorongan seksual. Konsumerisme" keinginan untuk mengonsumsi dipicu oleh kecanggihan teknologi periklanan yang begitu persuasif. Hal ini menjadi faktor pemicu masalah dalam hubungan keluarga. Utilitarisme :menilai sesuatu hanya berdasarkan segi kegunaannya, bahayanya kalau memperlakukan istri-suami hanya karena kegunaan dan fungsi. Individualisme : mementingkan kepentingan dan kesenangannya sendiri, tidak peduli orang lain, tidak ada kerelaan untuk mengalah dan menyisihkan kepentingannya sendiri, untuk mendahulukan kepentingan bersama. Akibatnya, setiap unsur dalam keluarga diabaikan. Relativisme moral : tidak ada nilai yang diahut dan diterima secara universal, semuanya serba relatif .. mengarah pada sikap permisif, semua serba boleh. Kesibukan mengejar karier .. tugas dan tanggung jawab utama dalam keluarga diabaikan .. rumah hanya dijadikan losmen. Dalam hal ini, pandangan tradisional tentang tugas dan panggilan luhur yang dimiliki setiap wanita sebagai ibu dan istri, tetap relevan, tanpa mengecualikan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan keagamaan. Kesibuka antara suami-istri .. membawa rlampak negatif dalam kehidupan ke- luarga. Komunikasi antara pasutri renggang. Komunikasi antara orang tua-anak renggang sehingga anak berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar rumah: sekolah, lingkungan; menjadi pecandu narkoba.
  • 10. Ketidaksetiaan .. penyelewengan-perselingkuhan baik itu dilakukan oleh pihak suami maupun oleh pihak istri (PIL dan WIL). Bagaimana sikap Anda dihadapkan pada ketidaksetiaan dan pengkhianatan pasangan Anda? 11.