[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang perkawinan dalam tradisi Katolik. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa dalam tradisi Kristen dan Katolik, perkawinan dianggap sebagai ikatan suci yang bersifat monogami dan tak terceraikan, yang didasarkan pada ajaran Alkitab dan hukum kanon Gereja Katolik.
2. B. Perkawinan dalam tradisi Katolik
indikator :
1. Menjelaskan makna pekawinan menurut
peraturan undang-undangan no 1 th 1974
2. Menjelaskan makna perkawinan menurut kitab
suci Kej 2:18-25, Mrk 10:2-12
3. Menganalisa perkembangan pemahaman
perkawinan Kristiani menurut Hukum kanonik
1983
4. Menjelaskan makna dan sifat perkawinan
menurut ajaran Gereja
5. Menjelaskan makna dan sifat perkawinan
menurut Gaudium ets spes art 3a,48,52 a.
3. Perkawinan dalam tradisi Kristen
• Perjanjian lama : Yerusalem (bangsa Israel ) sebagai
istrinya. Hal ini untuk menggambarkan kesetiaanya
kepada umat manusia.
• Perjanjian Baru : Yesus sendiri menyempurnakan
nilai perkawinan dengan mengangkat gambaran
kasih setia-Nya pada Gereja-Nya, bahkan
menyerahkan nyawa-Nya.
• Para suami dipanggil untuk mengasihi, berkurban,
dan menguduskan istrinya, para istri dipanggil
untuk menaati suaminya yang disebut sebagai
kepala istri.
4. Perkawinan dilihat dari moral
Kristiani
• Perkawinan merupakan sikap dasar yang tak dapat
diganggu gugat, yaitu setia.
• Kesetiaan diwujudkan ke dalam sifat perkawinan
yaitu : monogam dan tak terceraikan.
• Tantangan terberat dalam perkawinan adalah :
KESETIAAN.
5. Apa makna pekawinan menurut peraturan
undang-undangan no 1 th 1974
ikatan lahir batin antara pria dan wanita dg
tujuan membentuk keluarga yang
bahagia.Tujuannya melahirkan anak.
6. Jelaskan makna perkawinan menurut kitab
suci Kej 2:18-25 dan Mrk 10:2-12 !
Kej 2:18-25 : tulang rusuk
Artinya : suami istri punya peran dan
kedudukan yang sama.
Mrk 10:2-12 : bersatu dalam satu
daging
7. pemahaman perkawinan Kristiani
menurut Hukum kanonik 1983
1. Perkembangan pemahaman
2. Paham dasar
3. Sifat hakiki perkawinan (kan 1056)
4. Konsensus perkawinan (kan 1057)
5. Wewenang Gereja atas perkawinan Katolik
6. Syarat-syarat untuk sahnya perkawinan
Katolik
7. Perkawinan campur (kan 1124-1129, 1086)
8. Bagaimana Perkembangan
pemahaman tentang perkawinan
Sebelum konsili ?
a) perkawinan sebagai kontrak
b) mendapat keturunan
c) mendidik anak
d) saling tolong menolong sbg suami istri
e) obat penyembuh atau penawar seksual
9. Perkawinan setelah konsiliVatikan II
Perkawinan sebagai perjanjian
Enseklik humanae vitae (Paus PaulusVI) :
cinta suami istri dilihat sebagai elemen
perkawinan yang esensial. (bonum
coniugum=kebaikan, kesejahteraan suami
istri).
GS art 48 : penyerahan diri seutuhnya/
kesatuan antara dua pribadi/ bukan
sekedar tubuh.
10. Paham dasar perkawinan
1. Perjanjian Perkawinan (spiritual,emosional,
fisik)
2. Kebersamaan seluruh hidup (consortium
totius vitae=senasib seumur hidup, seutuhnya)
3. Antara pria dan wanita (saling
membutuhkan, melengkapi, memperkaya,jadi
satu daging/kej 2:24)
4. Sifat kodrati terarah kesejahteraan suami
istri (bonum coniugum) dan kesejahteraan
anak.
12. 5. Sebagai sakramen (babtis +konsensus)
Keduanya telah dibabtis
Ada konsensus/komitmen/perjanjian :
Saling menyerahkan diri satu sama lain
membentuk perkawinan dengan perjanjian
yang tak dapat dibatalkan.
Sah dan diangkat menjadi sakramen
14. MONOGAM :
Arti : perkawinan antara seorang pria dan
seorang wanita
Implikasi/konsekuensi :
◦ satu jodoh,
◦ menghindari kawin cerai,
◦ perkawinan pertama yang sah untuk selamanya.
15. Dasar monogami
Janji perkawinan kasih setia dalam suka-
duka, untung malang, sehat-sakit.
16. Sifat tak terputuskan ikatan
perkawinan
Arti : Penyerahan diri secara total
tanpa syarat, tanpa pembatasan
waktu di dunia.
Implikasi : jika menikah lagi perkawinan
kedua tdk sah, karena masih terikat
dengan perkawinan yang pertama
17. Dasar perkawinan Katolik
Kitab Suci : Mrk 10:2-12, Mat 5: 31-
32:19:2-12, Luk 16:18
Ajaran Gereja : KonsiliTrente (DS1807),
KonsiliVatikan II (GS 48), Familiaris
Consortio 20, Katekismus Gereja Katolik
1644-1645.
Martabat manusia
18. Tingkat kekukuhan
a) Perkawinan putativum (putatif) : tak
sah diteguhkan dengan itikad baik
b) Perkawinan Legitimum antara 2
orang nonbaptis : sah, tapi tak
sakramental, bisa cerai dengan
previlegium Paulinum.
c) Perkawinan ligitimum antara
seorang baptis dan non baptis : sah,
bisa dibubarkan dengan Previlegium
Petrinum.
19. d) Perkawinan ratum (et non
consumatum) : sah dan sakramental, tapi
belum disempurnakan dengan
persetubuhan. Jika ada alasan berat , bisa
diputus oleh paus.
e) Perkawinan ratum et consumatum :
sah, sakramental, dan telah disempurnakan
dengan persetubuhan, sifat tak terceraikan.
20. KONSENSUS PERKAWINAN
Matrimonium in feri : terjadinya
perkawinan pada saat mempelai
menyatakan konsensus.
Matrimonium in facto esse : saat
dimulai hidup berkeluarga.
21. Konsensus harus :
Keduanya mampu/cakap hukum membuat
konsensus secara hukum.
Dinyatakan secara legitim.
22. Wewenang Gereja Katolik
Perkawinan terjadi jika keduanya Katolik
Perkawinan Campur (Yang Non Katolik
terikat oleh undang-undang Gerejawi)
23. Syarat perkawinan Katolik
A. Bebas dari halangan kanonik (Kan.1083)
1) Belum mencapai umur kanonik (belum mencapai umur 14 th
/ negara : 19 pria, 17 wanita)
2) Impotensi (Kan 1084)
3) Ligamen/ikatan perkawinan terdahulu (Kan 1085)
4) Perkawinan beda agama ?disparitas cultus (Kan.1086)
5) Tahbisan suci (Kan.1087)
6) Kaul kemurnian publik dan kekal (Kan1088)
7) Penculikan (Kan.1089)
8) Pembunuhan teman perkawinan (Kan.1090)
9) Hubungan darah /konsangunitas(Kan1091)
10) Hubungan simenda/afinitas (Kan1092)
11) Kelayakan publik/konkubinat (kan1093)
12) Hubungan adopsi (Kan1094)
24. B. Adanya konsensus atau kesepakatan
nikah.
a) Arti : Perbuatan kemauan di mana
pria dan wanita saling menyerahkan diri
saling menerima untuk
membentuk perkawinan dengan
perjanjian yang tak dapat ditarik
kembali.