SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
Download to read offline
PERANAN SEKTOR PERUMAHAN TERHADAP
      PEREKONOMIAN INDONESIA




                   Disiapkan oleh

                   Djoni Hartono

         Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi
                Universitas Indonesia


                sebagai bahan masukan
             tinjauan terhadap kebijakan
   pembangunan perumahan dan kawasan permukiman




               hasil kerjasama dengan
           Biro Perencanaan dan Anggaran
           Kementerian Perumahan Rakyat
                     Tahun 2011
Ringkasan Eksekutif


                   PERANAN SEKTOR PERUMAHAN
                TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

       Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan sektor perumahan sebagai
salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJM 2010-2014 dan
tertuang dalam substansi inti sendiri. Setidaknya terdapat tiga argumen yang mendukung
kebijakan pemerintah tersebut. Pertama, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang menjadi hak bagi tiap warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H. Argumen kedua terkait dengan asas
pemerataan bagi seluruh warga negara. Masyarakat berpendapatan rendah biasanya memiliki
akses yang terbatas terhadap rumah. Rumah merupakan salah satu pengeluaran terbesar
dalam anggaran rumah tangga. Ketika pemerintah mampu menyediakan perumahan murah
(dalam hal ini yang terjangkau oleh rumah tangga miskin), rumah tangga miskin akan mampu
mengalokasikan keuangannya ke kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan atau pendidikan.
Dengan kondisi kesehatan yang lebih baik dan pendidikan yang lebih tinggi tentu akan
membuka peluang bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik
dan keluar dari kemiskinan. Ketiga, pengembangan sektor perumahan akan memberikan
dampak langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian melalui efek pengganda.
Argumen yang terakhir inilah yang menjadi fokus penelitian dengan tujuan utama untuk
menghitung dampak investasi sektor perumahan terhadap perekonomian Indonesia.
        Penelitian ini menganalisis dampak investasi sektor perumahan dengan menggunakan
metode Social Accounting Matrix (SAM). Tahap pertama dalam penelitian ini adalah
melakukan modifikasi dari Tabel SNSE yang diterbitkan BPS guna memunculkan sektor
perumahan secara lebih detail yang direpresentasikan dengan sektor bangunan tempat tinggal
dan sektor sarana dan prasarana perumahan. Tahap selanjutnya adalah menghitung matriks
pengganda neraca SAM yang selanjutnya digunakan untuk menghitung dampak dari opsi
kebijakan yang mungkin diambil pemerintah terkait dengan investasi pada sektor perumahan.
Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dan dianalisa pada penelitian
ini, yakni (i) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor bangunan tempat
tinggal; (ii) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor sarana dan prasarana
perumahan; dan (iii) mengalokasikan dana pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor
sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah.
       Secara umum hasil simulasi menunjukkan bahwa secara umum opsi kebijakan
investasi pada sektor bangunan tempat tinggal lebih unggul dibandingkan dengan opsi


                                            1
kebijakan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan dampak positif yang relatif lebih besar
baik pada output sektoral, pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga dan
penyerapan tenaga kerja. Selain itu, jika dilihat dampaknya terhadap PDB Indonesia maka
diperkirakan kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah
mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh 0,30 persen lebih tinggi dibandingkan
dengan tanpa adanya kebijakan investasi. Ekspektasi peningkatan PDB tersebut lebih besar
jika dibandingkan dengan opsi kebijakan kedua dan ketiga yang masing-masing memiliki
dampak sebesar 0,27 persen dan 0,28 persen.
         Jika dilihat dampak investasi sektor perumahan terhadap output sektoral maka dapat
disimpulkan bahwa dampak dari ketiga opsi kebijakan memiliki pola dan struktur yang
hampir mirip. Kebijakan investasi pada sektor perumahan memiliki dampak positif yang
relatif cukup merata pada output sektor lain, yakni sekitar 0,1 – 0,3 persen. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa jika berdasarkan persentase perubahan output, dampak positif terbesar
dari investasi sektor perumahan pada ketiga skenario akan dirasakan oleh sektor
pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan sebesar masing-masing antara
0,39 persen sampai dengan 1.02 persen. Namun perlu dicatat bahwa dampak yang besar
tersebut lebih dikarenakan nilai dasar kedua sektor yang relatif sangat kecil dibandingkan
sektor lainnya dan struktur output kedua sektor tersebut. Salah satu pengguna utama output
sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan adalah sektor perumahan.
Selanjutnya jika dilihat dari nilai nominal perubahan output, dua sektor yang menerima
dampak positif paling besar adalah sektor industri kimia (didalamnya termasuk semen) dan
sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal tersebut sejalan dengan struktur input dari
kedua sub-sektor perumahan, dimana memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor industri
kimia dan sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal lain yang cukup menarik adalah
adalah rendahnya keterkaitan antara sub sektor konstruksi. Dalam hal ini adalah keterkaitan
yang lemah antara sektor bangunan tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan
dan sektor konstruksi lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh dampak positif terkecil yang
diterima oleh sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya ketika opsi
kebijakan yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya
dampak positif terkecil akan diterima oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor
bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor
sarana dan prasarana rumah.
       Investasi pada sektor perumahan diestimasikan juga memiliki dampak positif yang
cukup signifikan pada pendapatan faktor produksi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa
seluruh tipe tenaga kerja akan menerima peningkatan pendapatan paling sedikit 0,19 persen.
Dampak positif terbesar akan dirasakan oleh faktor produksi tenaga kerja manual/operator
sesuai dengan karakter sektor perumahan yang lebih banyak melibatkan tenaga kerja
lapangan. Tenaga kerja manual/operator baik itu di desa maupun di kota, formal ataupun
informal diperkirakan akan mendapatkan kenaikan pendapatan antara 0,30 persen hingga
0,45 persen. Peningkatan pendapatan faktor produksi tersebut tentu saja berimplikasi pada
peningkatan pendapatan rumah tangga dengan besaran yang hampir mirip berkisar antara
0,21 persen sampai dengan 0,29 persen. Secara lebih detail, kebijakan investasi sektor
perumahan tersebut diestimasikan juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok rumah
tangga miskin hingga 0,27 persen untuk opsi pertama, dan masing-masing sebesar 0,24
persen dan 0,25 persen untuk opsi kedua dan ketiga.


                                             2
Kebijakan investasi pada sektor perumahan diestimasikan juga akan menciptakan
lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang untuk opsi kebijakan manapun. Penciptaan
lapangan pekerjaan terbesar akan dihasilkan oleh kebijakan investasi pada sektor bangunan
tempat tinggal yakni sebesar 142.371 orang. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar kedua
dihasilkan oleh skenario ketiga yakni sebesar 134.806 orang. Sementara itu, jika pemerintah
memilih untuk mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah seluruhnya pada sektor sarana
dan prasarana rumah maka akan menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif lebih kecil
dibandingkan dengan skenario lainnya, yakni sebesar 127.240 orang. Secara lebih detail,
hasil simulasi menunjukkan bahwa investasi sektor perumahan mampu mendorong
penyerapan tenaga kerja di sektor lain jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor itu
sendiri. Selain itu, berdasarkan hasil simulasi juga dapat ditunjukkan bahwa kemampuan
investasi sektor perumahan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu sendiri tidak jauh
berbeda antara satu opsi kebijakan dengan lainnya.
        Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah yang dapat diturunkan dari
hasil penelitian ini. Pertama, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal
merupakan pilihan kebijakan yang paling baik dilakukan oleh pemerintah. Selain
memberikan dampak positif yang relatif lebih besar terhadap perekonomian Indonesia,
ketersediaan akan bangunan tempat tinggal juga berpotensi akan memberikan pengaruh
positif bagi psikologis dan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh
terhadap produktifitas, namun hal ini tidak termasuk dalam cakupan studi. Kedua, jika
pemerintah ingin mendorong sektor perumahan secara keseluruhan maka pemerintah harus
mempertimbangkan kebijakan kombinasi investasi pada sub-sub sektor perumahan. Hal
tersebut dikarenakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal ternyata tidak serta merta
akan mendorong peningkatan sektor sarana dan prasarana perumahan dan sebaliknya
dikarenakan keterkaitan antar sektor yang lemah.
        Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mensuplai input sektor
perumahan. Jika sektor yang memproduksi input utama sektor perumahan tidak mampu
mengimbangi pertumbuhan sektor perumahan dan sektor lainnya, maka ekspektasi
peningkatan output yang disajikan oleh analisis IO akan sulit tercapai. Hasil studi ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan output yang cukup signifikan pada sektor-sektor
yang berperan sebagai ”feeder” sektor perumahan jika dihitung dengan nilai nominal
perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan gencarnya pembangunan
infrastruktur seperti jalan yang juga akan memerlukan input yang mirip dengan yang
dibutuhkan sektor perumahan, seperti kerikil, semen, dan tanah. Secara total maka
pertumbuhan sektor perumahan dan sektor infrastruktur lainnya akan semakin meningkatkan
kebutuhan akan output dari sektor-sektor terkait.




                                             3
BAB I
                                                                    PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

       Dilihat dari berbagai dimensi, pembangunan infrastruktur menjadi semakin penting
perannya dalam pembangunan. Sebagai contoh, percepatan pertumbuhan ekonomi atau
revitalisasi pertanian jelas membutuhkan tambahan kuantitas dan perbaikan kualitas
infrastruktur. Selain itu, pengentasan keluarga miskin dan permasalahan kualitas lingkungan
hidup tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur. Dalam prosesnya, walaupun pengeluaran
dalam bidang infrastruktur telah ditingkatkan, kesenjangan infrastruktur masih terasa, baik di
tingkat nasional maupun antardaerah (Bappenas, 2010). Karena itu, di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014, pembangunan
infrastruktur menjadi salah satu prioritas nasional pembangunan.

       Salah satu infrastruktur dasar yang menjadi prioritas nasional pembangunan ke depan
adalah pembangunan sektor perumahan. Di dalam RPJMN 2010 – 2014, pembangunan
perumahan masuk ke dalam prioritas nasional 6 (infrastruktur), pada subtansi inti tersendiri,
yakni perumahan rakyat. Per 2012, pemerintah menargetkan Pembangunan 685.000 Rumah
Sederhana Sehat Bersubsidi, 180 Rusunami dan 650 twin block berikut fasilitas pendukung
kawasan permukiman yang dapat menampung 836.000 keluarga yang kurang mampu
(Bappenas, 2010).

       Pertanyaannya adalah kenapa perumahan menjadi penting? Setidaknya ada tiga alasan
kenapa sektor perumahan menjadi isu yang penting dalam pembangunan. Pertama, karena
perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia. Rumah adalah tempat manusia berlindung
dari berbagai gangguan. Rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan
keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan (BKP4N, 2002). Tidak hanya itu, di
masyarakat modern, rumah menjadi simbol stabilitas dan kekayaan sebuah keluarga.
Pentingnya peran rumah diakui dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H yang
mengamanatkan kebutuhan bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat sebagai hak dasar yang harus dipenuhi.

       Tidak hanya sebagai kebutuhan dasar, alasan kedua pentingnya sektor perumahan
terkait dengan perannya dalam perekonomian. Ketika individu membeli rumah, efek
pengganda (multiplier effect) terjadi tidak hanya melalui sejumlah uang yang dibelanjakan,


                                              4
yang kemudian akan berputar kembali di perekonomian. Rumah yang telah dimiliki adalah
tambahan kekayaan bagi individu dan dapat memberikan rasa aman kepada pemilik rumah.
Akibatnya, di masa mendatang pemilik rumah dapat melakukan konsumsi dan investasi lebih
besar kepada perekonomian. Di Eropa, dampak efek pengganda ini dihitung dengan
menghitung korelasi antara harga rumah dan pengeluaran yang terjadi di perekonomian,
yakni sebesar 0,5. Peningkatan pada nilai rumah di Eropa akan meningkatkan konsumsi
masyarakat sebesar setengah dari nilai kenaikan rumah (Nacca, 2005).

       Kontribusi sektor perumahan terhadap perekonomian juga dapat dilihat dari dampak
yang diberikan kepada sektor-sektor lain. Sektor yang diuntungkan di antaranya adalah sektor
konstruksi. Berkembangnya sektor perumahan menuntut dibangunnya akses jalan ataupun
sarana/prasarana    lain   yang   mendukung.       Berkembangnya    sektor   perumahan   juga
mengakibatkan peningkatan pada kawasan perdagangan dan jasa. Kebutuhan masyarakat
akan sandang, pangan, kebutuhan sekunder serta kebutuhan tersier membuat hal tersebut
harus dipenuhi sehingga makin banyak penyedia jasa serta pedagang yang menyediakan
kebutuhan tersebut.

       Selain itu, perkembangan sektor perumahan akan meningkatkan pendapatan bagi
pihak-pihak yang terlibat, seperti agen perumahan, notaris, atau sektor perbankan (melalui
peningkatan kredit perumahan). Dampaknya adalah terciptanya lapangan kerja, baik yang
langsung terkait dengan proses pembangunan rumah atau yang terkait dengan peningkatan
aktivitas pada sektor-sektor lain tersebut.

       Di Indonesia, berdasarkan BKP4N (2002), peranan investasi di sektor perumahan
berkisar antara 2 – 8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Efek investasi di sektor
perumahan terhadap lapangan kerja di Indonesia diperkirakan sebesar 105 orang per tahun
setiap 1 miliar Rupiah yang diinvestasikan, dengan multiplier pekerjaan tidak langsungnya
diperkirakan sebesar 3,5 kali. Sedangkan efek investasi perumahan terhadap pendapatan
nasional sekitar 1,7 kali, yaitu untuk setiap miliar Rupiah investasi di bidang perumahan
dapat menghasilkan pendapatan nasional sebesar 1,7 miliar rupiah.

       Selain efek langsungnya, perkembangan sektor perumahan dapat memberikan efek
tidak langsung terhadap perekonomian, yakni melalui pengaruhnya terhadap tenaga kerja.
Tenaga kerja yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah tetapi dengan kondisi yang
tidak layak, cenderung akan memiliki masalah kesehatan atau psikologis, seperti sakit atau
stress. Masalah kesehatan bisa muncul dikarenakan misalkan sistem udara yang kurang baik




                                               5
di rumah atau terlalu padatnya perumahan yang ditinggalinya. Padatnya perumahan juga
dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang berujung pada rasa stress. Kondisi-kondisi
tersebut akan berdampak pada rendahnya produktivitas tenaga kerja. Sebaliknya, bila
perumahan tersedia dengan kondisi yang layak, tenaga kerja akan menjadi sehat, baik secara
fisik maupun mental, sehingga produktivitasnya akan meningkat.

       Selain kedua alasan di atas, disediakannya sektor perumahan yang terjangkau dapat
memberikan akses kepada masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, untuk
memiliki rumah. Alasan ini menjadi penting karena tersedianya akses perumahan yang layak
adalah satu cara paling efektif mengatasi kemiskinan. Rumah biasanya menjadi pengeluaran
terbesar dalam anggaran rumah tangga. Ketika pemerintah mampu menyediakan perumahan
murah (dalam hal ini yang terjangkau oleh rumah tangga miskin), rumah tangga miskin akan
mampu mengalokasikan keuangannya ke kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan atau
pendidikan. Ketika mereka sehat, secara otomatis dapat meningkatkan tabungan seiring
dengan berkurangnya pengeluaran untuk sakit. Sementara itu, pendidikan yang tinggi,
terutama untuk anak-anak, dapat mendorong tercapainya kehidupan yang lebih baik bagi
rumah tangga miskin tersebut di masa akan datang. Perumahan juga dapat dijadikan barang
modal (capital goods), karena dengan asset rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan
ekonomi di dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya (BKP4N, 2002).

       Di sisi lain, tidak tersedianya perumahan yang layak bagi rumah tangga miskin
biasanya mengakibatkan rumah tangga miskin tinggal di area kumuh, dimana rumah tangga
miskin lain juga berkumpul disana. Terkonsentrasinya kelompok miskin berimplikasi pada
kualitas lingkungan di area kumuh tersebut, yang cenderung tidak mendorong kelompok
miskin untuk dapat keluar dari kemiskinan. Dengan tersedianya perumahan yang layak,
harapannya masalah tersebut dapat dipecahkan, sehingga masalah kemiskinan juga dapat
dikurangi.

       Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sektor perumahan memiliki peran yang
besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan, menciptakan lapangan
kerja, dan mengatasi kemiskinan. Ketiga peran tersebut sesuai dengan fokus pembangunan
pemerintah saat ini, yakni pro growth, pro poor, dan pro job.




                                              6
1.2. Tujuan Penelitian

      Bertolak   dari    pentingnya   peranan    sektor   perumahan,   terutama    terhadap
perekonomian, studi ini bertujuan untuk melihat peran dan kontribusi sektor perumahan
terhadap perekonomian.

1.3. Ruang Lingkup

      Sejalan dengan tujuan, ruang lingkup dari studi ini adalah:

   1. Pembahasan difokuskan pada dampak investasi sektor perumahan terhadap
      perekonomian (output sektoral, tenaga kerja, dan pendapatan rumah tangga).
   2. Sektor perumahan yang dimaksud hanya terdiri dari bangunan tempat tinggal,
      prasarana permukiman dan utilitas.
   3. Studi ini menggunakan salah satu pendekatan keseimbangan umum statis, yaitu model
      sistem neraca sosial ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM).




                                             7
BAB II
                                                                   METODOLOGI

       Studi ini menggunakan SAM untuk menghitung kontribusi yang dihasilkan oleh
sektor perumahan terhadap perekonomian. SAM adalah neraca ekonomi masukan ganda
tradisional berbentuk matriks partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antara agen,
terutama sekali antara sektor-sektor di dalam blok produksi, dalam blok institusi dan dalam
blok faktor produksi, di suatu perekonomian (Pyatt & Round, 1979). Sebagai suatu sistem
pendataan, SAM merupakan sistem yang baik karena (1) merangkum seluruh kegiatan
transaksi ekonomi yang terjadi di suatu perekonomian untuk kurun waktu tertentu, sehingga
dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu wilayah; dan (2)
memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, sehingga dapat memberikan
gambaran tentang distribusi pendapatan Dengan menggunakan SAM, studi ini dapat
menunjukkan dengan baik dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap berbagai indikator
makro. Dengan demikian dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap
output sektoral, pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Secara sederhana,
kerangka dasar SAM digambarkan pada Gambar 2.1.

       Kerangka dasar pembentukan SAM ini adalah berbentuk matriks partisi yang
berukuran 4 x 4. Baris menunjukkan penerimaan, sedangkan kolom menunjukkan
pengeluaran. Pada Tabel 3.1, submatriks Tij digunakan untuk menunjukkan penerimaan
neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Vektor yi menunjukkan total penerimaan neraca
baris ke-i, sebaliknya vektor yj menunjukkan total pengeluaran neraca kolom ke-j. Sesuai
dengan ketentuan pada SAM, vektor yi sama dengan vektor yj, dengan kata lain yj
merupakan vektor transpose dari yi, untuk setiap i = j. Untuk dapat dengan mudah mengerti
transaksi-transaksi ekonomi yang dicatat oleh sebuah SAM.
       Neraca-neraca (account) pada Tabel SAM dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yakni kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Secara garis
besar kelompok neraca-neraca endogen dibagi dalam tiga blok: blok neraca faktor produksi,
blok neraca institusi dan blok neraca aktivitas (kegiatan) produksi. Untuk menyingkat
penulisan, ketiga blok tersebut selanjutnya akan disebut sebagai blok faktor produksi, blok
institusi dan blok kegiatan produksi.




                                            8
Pengeluaran
                                                                   Neraca Endogen
                                                     Faktor                            Kegiatan     Neraca Eksogen       Total
                                                                      Institusi
                                                    Produksi                           Produksi
                                                       1                 2                3                4               5
                                                                                                                           Y1
                                                                                                          X1
                                                                                           T13                          Jumlah
                                  Faktor                                                             Pendapatan
                                             1          0                0            Distribusi                      Pendapatan
                                 Produksi                                                           Eksogen Faktor
                                                                                     Nilai Tambah                        Faktor
                                                                                                       Produksi
                                                                                                                       Produksi
              Neraca Endogen




                                                        T21
                                                                                                           X2              Y2
                                                   Pendapatan           T22
                                                                                                      Pendapatan         Jumlah
                                 Institusi   2    Institusi dari     Transfer             0
                                                                                                     Institusi dari   Pendapatan
                                                     Faktor        Antar Institusi
                                                                                                       Eksogen          Institusi
                                                    Produksi
                                                                                         T33                              Y3
 Penerimaan




                                                                         T32
                                                                                      Transaksi           X3            Jumlah
                                 Kegiatan                            Permintaan
                                             3          0                               Antar         Ekspor dan        Output
                                 Produksi                              Akhir
                                                                                      Kegiatan         Investasi       Kegiatan
                                                                      Domestik
                                                                                        (I-O)                          Produksi
                                                       L1
                                                                                          L3
                                                  Pengeluaran                                             R             Jumlah
                                                                        L2            Impor dan
                  Neraca eksogen             4      Eksogen                                         Transfer Antar    Pendapatan
                                                                     Tabungan          Pajak tak
                                                     Faktor                                            Eksogen         Eksogen
                                                                                      Langsung
                                                   Produksi
                                                      Y’1                                Y’3
                                                                         Y’2
                                                    Jumlah                             Jumlah          Jumlah
                                                                       Jumlah
                               Jumlah        5    Pengeluaran                        Pengeluaran     Pengeluaran
                                                                    Pengeluaran
                                                     Faktor                           Kegiatan         Eksogen
                                                                      Institusi
                                                   Produksi                           Produksi


                                                 Gambar 2.1. Kerangka Sederhana SAM


               Gambar 2.2 menunjukkan transaksi ekonomi utama yang tercatat di dalam sebuah
SAM (tanda panah menunjukkan arus uang). Submatriks T13 menunjukkan alokasi nilai
tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi, sebagai
balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Misalnya upah dan gaji sebagai
balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Submatriks T21 menunjukkan
alokasi pendapatan faktor produksi ke berbagai institusi, yang umumnya terdiri dari rumah
tangga, pemerintah dan perusahaan. Dengan perkataan lain, matriks ini merupakan matriks
yang merekam distribusi pendapatan dari faktor produksi ke berbagai institusi. Sebagai
contoh, sebagian pekerja di sektor pertanian merupakan anggota dari kelompok masyarakat
petani pemilik tanah kecil. Dengan demikian ada uang yang mengalir dari sektor pekerja tani
ke kelompok masyarakat pemilik tanah pertanian kecil.
               Submatriks T22 menunjukkan transfer pembayaran antar institusi, misalnya pemberian
subsidi dari pemerintah ke rumah tangga, pemberian subsidi dari perusahaan ke rumah
tangga, atau pembayaran transfer dari rumah tangga ke rumah tangga yang lain. Submatriks
T32 menunjukkan permintaan terhadap barang dan jasa oleh institusi, dengan kata lain
menunjukkan uang yang dibayarkan pihak institusi ke sektor produksi untuk membeli barang



                                                                             9
dan jasa yang dikonsumsi. Submatriks T33 menunjukkan permintaan barang dan jasa antar
industri atau transaksi antar sektor produksi. Selain submatriks-submatriks tersebut, SAM
juga mencatat submatriks transaksi ekonomi di sektor perbankan dan transaksi ekonomi
dengan pihak luar negeri.




                                                 Kegiatan Produksi
                                                        T33



                                        T32                           T13




                                    Institusi
                                                                     Faktor Produksi
                                      T22              T21



Sumber: Thorbecke, 1988
       Gambar 2.2 Transaksi Ekonomi Antara Agen di dalam Sebuah Perekonomian


       SAM juga memberikan informasi mengenai struktur sosial suatu perekonomian,
khususnya informasi struktur produksi, kondisi faktor produksi, distribusi pendapatan rumah
tangga (berdasarkan kelompok sosial-ekonomi), dan pola pengeluaran berbagai institusi
(termasuk kelompok rumah tangga yang berbeda-beda). Secara umum, SAM merupakan
pendekatan terbaik bagi kerangka perhitungan keseimbangan umum yang tersedia bagi para
peneliti ekonomi dan sosial (Thorbecke, 1985).
       Tabel SAM yang digunakan pada penelitian berasal dari tabel SNSE Indonesia tahun
2005 yang telah dimodifikasi, khususnya pada bagian aktivitas produksi dan komoditi. Pada
dasarnya struktur SNSE Indonesia adalah sama dengan SAM, yakni terdiri atas neraca
endogen dan neraca eksogen. Neraca endogen terdiri atas Faktor Produksi, Institusi dan
Aktivitas Produksi. Sementara itu neraca eksogen terdiri atas neraca kapital, pajak tidak
langsung, subsidi dan rest of the world. Perbedaan yang cukup mendasar antara konsep SAM
dasar dan SNSE Indonesia adalah dipilahnya Aktivitas Produksi menjadi Sektor Produksi dan
Komoditi (Domestik dan Impor) serta munculnya 2 akun baru yakni Margin Perdagangan dan
Margin Pengangkutan.




                                                10
Tabel 2.1. Klasifikasi Faktor Produksi
                                                                                                                           Desa
                                                                              Penerima Upah dan Gaji
                                                                                                                           Kota
                                                       Pertanian
                                                                                                                           Desa
                                                                              Bukan Penerima Upah dan Gaji
                                                                                                                           Kota
                                                                                                                           Desa
                                                       Produksi, Operator     Penerima Upah dan Gaji
                                                       Alat Angkutan,                                                      Kota
                                                       Manual dan buruh                                                    Desa
             Faktor Produksi




                                                       kasar                  Bukan Penerima Upah dan Gaji
                                                                                                                           Kota
                                  Tenaga kerja
                                                                                                                           Desa
                                                                              Penerima Upah dan Gaji
                                                       Tata Usaha,                                                         Kota
                                                       Penjualan, Jasa-Jasa                                                Desa
                                                                              Bukan Penerima Upah dan Gaji
                                                                                                                           Kota
                                                                                                                           Desa
                                                       Kepemimpinan,          Penerima Upah dan Gaji
                                                       Ketatalaksanaan,                                                    Kota
                                                       Militer, Profesional                                                Desa
                                                       dan Teknisi            Bukan Penerima Upah dan Gaji
                                                                                                                           Kota
                                  Bukan tenaga kerja


                               Faktor produksi terbagi menjadi 18 kategori tenaga kerja dan 1 kategori bukan tenaga
kerja. Tenaga kerja terpilah manjadi tenaga kerja pertanian; tenaga kerja produksi, operator
alat angkutan, manual dan buruh kasar; tenaga kerja tata usaha, penjualan dan jasa-jasa; dan
tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi. Masing-masing
kategori tersebut terpecah lagi menjadi penerima upah (formal) dan bukan penerima upah
(informal) untuk masing-masing lokasi desa dan kota. Secara lebih detail dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.2. Klasifikasi Institusi
                                                       Buruh
                                                                       Pengusaha memiliki tanah 0 ha - 0,5ha
                                          Pertanian    Pengusaha
                                                                       Pengusaha memiliki tanah 0,5 ha -1 ha
                                                       Pertanian
                                                                       Pengusaha memiliki tanah 1 ha lebih
                                                                       Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU,
                                                                       pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa
                                                                       perorangan, buruh kasar
                                                       Pedesaan        Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas
                         Rumah
 Institusi




                         tangga                                        Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan
                                                                       pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru,
                                          Bukan                        pekerja TU dan penjualan golongan atas
                                          Pertanian                    Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU,
                                                                       pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa
                                                                       perorangan, buruh kasar
                                                       Perkotaan       Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas
                                                                       Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan
                                                                       pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru,
                                                                       pekerja TU dan penjualan golongan atas
                         Perusahaan
                         Pemerintah




                                                                              11
Institusi terbagi menjadi tiga yakni Rumah Tangga, Perusahaan dan Pemerintah.
Rumah Tangga dikelompokkan menjadi Rumah Tangga Pertanian dan Rumah Tangga Bukan
Pertanian. Rumah Tangga Pertanian selanjutnya dipilah kembali menjadi Buruh dan
Pengusaha Pertanian. Pengusaha Pertanian dipilah kembali berdasarkan luas kepemilikan
lahan menjadi golongan atas (lebih dari 1 ha), menengah (0,5 ha – 1 ha) dan bawah (0 ha –
0,5 ha). Rumah Tangga Bukan Pertanian tersubkategori menjadi Pedesaan dan Perkotaan.
Selanjutnya untuk masing-masing lokasi terpilah kembali menjadi pengusaha bebas golongan
rendah, bukan angkatan kerja dan pengusaha bebas golongan atas. Secara lebih detail dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
       Aktivitas Produksi pada tabel SAM yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 26
sektor sebagaimana yang terlihat pada Tabel 2.3. Dua puluh enam sektor yang disajikan pada
dasarnya merupakan disagregasi dari sektor-sektor yang digunakan pada Tabel SNSE
Indonesia tahun 2005 yang awalnya berjumlah 24 sektor. Fokus dari penelitian ini adalah
sektor konstruksi yang selanjutnya didisagregasi menjadi 3 sub-sektor, yakni sektor bangunan
tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor bangunan lainnya. Secara
detail nama sektor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Sektor yang berwarna biru
adalah fokus dari penelitian ini dan merepresentasikan proses disagregasi yang dilakukan.




                          Gambar 2.3. Klasifikasi Aktivitas Produksi

       Setelah memiliki klasifikasi sektor sesuai dengan yang dibutuhkan, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan simulasi opsi kebijakan yang mungkin dilakukan terkait
dengan pengembangan sektor perumahan. Secara garis besar, mekanisme transmisi yang
terjadi dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4. Peningkatan investasi pada sektor perumahan



                                             12
akan berdampak pada peningkatan output sektor perumahan itu sendiri diikuti oleh naiknya
permintaan akan output dari sektor-sektor yang terkait dengan aktivitas produksi sektor
perumahan. Secara bersama-sama, peningkatan tersebut akan mendorong naiknya pendapatan
faktor-faktor produksi khususnya yang digunakan pada sektor yang bersangkutan. Naiknya
pendapatan faktor produksi tersebut selanjutnya akan berdampak pada peningkatan
pendapatan rumah tangga yang berimplikasi pada semakin besarnya kemampuan belanja dari
rumah tangga yang bersangkutan. Hal tersebut tentu saja akan meningkatkan demand dari
output yang biasa dikonsumsi dari rumah tangga. Selanjutnya, dampak peningkatan output-
output sektor tersebut akan kembali meningkatkan output sektor terkait dan pendapatan
faktor produksi dan transmisi selanjutnya akan sama dengan yang dipaparkan sebelumnya.
Dampak yang berulang inilah yang selanjutnya dikenal dengan pengganda output.




                          Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi

       Secara teknis, proses perhitungan dampak opsi kebijakan pada sektor perumahan
dengan menggunakan matriks pengganda neraca SAM dapat ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Matriks pengganda neraca SAM menangkap dampak keseluruhan dari sektor tertentu
terhadap sektor-sektor lain dalam ekonomi. Matriks pengganda ini juga dapat menjelaskan
dampak perubahan neraca eksogen terhadap neraca endogen. Input yang digunakan pada
metode ini adalah injeksi pada neraca eksogen. Sesuai dengan penelitian ini maka injeksi
dilakukan pada sektor perumahan. Selanjutnya, interaksi antara injeksi pada neraca eksogen
dengan matriks pengganda akan menghasilkan beberapa output, yakni perubahan output
sektoral, perubahan pendapatan faktor produksi, perubahan pendapatan rumah tangga dan
perubahan penyerapan tenaga kerja.




                                           13
Gambar 2.5. Matriks Pengganda Neraca




                 14
BAB III
                                                      HASIL DAN PEMBAHASAN

        Bagian ini akan menjelaskan mengenai hasil simulasi dengan menggunakan analisis
Social Accounting Matrix (SAM). Simulasi difokuskan pada dampak investasi sektor
bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan terhadap output
sektoral, pendapatan berbagai kelompok rumah tangga, pendapatan tenaga kerja, dan jumlah
tenaga kerja.

        Dalam studi ini dilakukan 3 (tiga) macam skenario sederhana yang menganalisis
kebijakan investasi yang akan dibandingkan dengan kondisi awal atau kondisi sebelum
adanya kebijakan investasi. Diasumsikan pemerintah memiliki dana sebesar 5 trilyun rupiah
dan memiliki tiga pilihan skenario untuk penggunaan dana tersebut. Adapun ketiga skenario
tersebut dapat diperinci sebagai berikut:

   1. Investasi dilakukan di sektor bangunan tempat tinggal sebesar Rp. 5 Triliun.

   2. Investasi dilakukan di sektor sarana dan prasarana perumahan sebesar Rp. 5 Triliun.

   3. Investasi dilakukan di sektor bangunan tempat tinggal dan sarana dan prasarana
        perumahan masing-masing sebesar sebesar Rp. 2.5 Triliun.

Tabel 3.1. Dampak Ketiga Skenario Terhadap Perekonomian Indonesia
                                             Skenario 1             Skenario 2               Skenario 3
      Peningkatan yang dialami oleh
                                       Nilai dan Persentase   Nilai dan Persentase     Nilai dan Persentase
                                                    4,278.31               3,775.46                 4,026.89
Pendapatan tenaga kerja
                                                        0.29%                  0.25%                    0.27%
                                                    5,833.25               5,210.76                 5,522.01
Pendapatan rumah tangga
                                                        0.27%                  0.24%                    0.25%
                                                   17,721.43             16,318.66                 17,020.05
Output sektoral
                                                        0.28%                  0.26%                    0.27%
                                                     142,371                127,240                  134,806
Penyerapan tenaga kerja
                                                        0.14%                  0.12%                    0.13%
                                                   35,069.08             31,984.04                 33,526.56
                  TOTAL
                                                        0.35%                  0.32%                    0.34%
Sumber : hasil estimasi model

        Secara umum, kebijakan investasi pada sektor perumahan yang ditunjukkan oleh
ketiga simulasi akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian. Diantara
ketiga simulasi tersebut dapat dilihat bahwa jika pemerintah diasumsikan hanya memiliki
anggaran sebesar 5 trilyun rupiah maka kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat
tinggal merupakan pilihan kebijakan yang akan memberikan dampak yang relatif lebih besar


                                                15
dibandingkan dengan alternatif kebijakan lainnya. Perbedaan dampak antara ketiga skenario
tidak begitu besar, yakni berkisar 1,5 trilyun rupiah atau 0,01 persen.

         Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada bagian pendahuluan, investasi pada
sektor perumahan akan meningkatkan output sektor yang bersangkutan dan juga sektor-sektor
lainnya yang outputnya digunakan sebagai input bagi sektor perumahan atau yang
menggunakan output dari sektor perumahan. Perkembangan pada sektor-sektor tersebut tentu
akan meningkatkan permintaan akan faktor produksi dan selanjutnya tentu akan
meningkatkan pendapatan dari faktor produksi. Pengaruh investasi pada sektor perumahan
tidak hanya berhenti sampai disitu, peningkatan pendapatan faktor produksi selanjutnya akan
mengakibatkan peningkatan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Oleh karena itu,
kita juga dapat melihat dampak dari setiap opsi kebijakan terhadap pendapatan faktor
produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, output sektoral dan juga penyerapan tenaga
kerja.

         Jika dianalisa secara lebih detail, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat
tinggal terlihat lebih dominan dibandingkan dengan alternatif kebijakan yang lain, baik dari
sisi pendapatan faktor produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, output sektoral dan
penyerapan tenaga kerja. Perbedaan dampak positif terhadap pendapatan rumah tangga
dibandingkan dengan skenario lainnya mencapai 0,01 persen sampai 0,03 persen. Hal ini juga
diperkuat dengan dampak positif terbesar kedua yakni dari kebijakan investasi pada sektor
bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar
2,5 trilyun rupiah.

         Selain beberapa indikator di atas, peneliti juga menghitung dampak ketiga opsi
kebijakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan menggunakan
pendekatan nilai tambah. Gambar 3.1. menunjukkan bahwa opsi kebijakan investasi pada
sektor bangunan tempat tinggal kembali memberikan dampak positif terbesar terhadap PDB
Indonesia. Investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah
diestimasikan akan meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.3 persen dibandingkan dengan
tanpa adanya investasi. Sementara itu, investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan
sebesar 5 trilyun rupiah diekspektasi dapat meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.27 persen
dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. Opsi ketiga, yakni kombinasi kebijakan
investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan investasi pada sektor sarana dan prasarana
perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah diperkirakan akan meningkatkan PDB
Indonesia sebesar 0.28 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi.


                                               16
Gambar 3.1. Matriks Pengganda Neraca

3.1. Dampak dari masing-masing skenario pada output sektoral

       Pada sub-bab berikut ini dibahas dampak dari masing-masing skenario pada output
sektoral. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa adanya keterkaitan antar sektor
mengakibatkan peningkatan output suatu sektor akan mendorong peningkatan output pada
sektor lainnya yang terkait. Perlu diperhatikan bahwa dampak investasi sektor perumahan
terhadap sektor lainnya disajikan dalam bentuk nominal dan persentase. Tabel 3.2
menunjukkan bahwa jika dilihat dari persentase perubahan output, dampak positif terbesar
dari investasi sektor perumahan pada ketiga skenario akan dirasakan oleh sektor
pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan sebesar masing-masing antara
0,39 persen sampai dengan 1.02 persen. Dampak yang besar tersebut lebih dikarenakan nilai
dasar kedua sektor yang relatif sangat kecil dibandingkan sektor lainnya dan struktur output
kedua sektor tersebut. Salah satu pengguna utama output sektor pertambangan dan
penggalian lainnya dan sektor kehutanan adalah sektor perumahan.

       Hal lain yang cukup menarik dari kebijakan investasi sektor perumahan adalah
dampak positif yang cukup merata pada sektor-sektor lain, kecuali pada sektor Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT) dan sektor konstruksi lain diluar sektor yang mendapatkan injeksi.
Dampak positif yang tidak terlalu besar pada sektor TPT merupakan hal yang sangat wajar
mengingat keterkaitan yang sangat kecil antara sektor perumahan dengan sektor TPT.
Sementara itu terdapat indikasi bahwa sektor perumahan tidak memiliki keterkaitan yang erat
dengan sektor konstruksi lainnya dan bahkan pengembangan sektor bangunan tempat tinggal



                                            17
tidak mampu mendorong pertumbuhan sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor
bangunan lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh dampak positif terkecil yang diterima oleh
sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang
dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya dampak positif
terkecil akan diterima oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor bangunan lainnya
ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor sarana dan
prasarana rumah.

Tabel 3.2. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Output Sektoral

 No                            Sektor             SIM 1           SIM 2          SIM 3



  1    Pertanian Tanaman Pangan                         682.49       610.86         646.67

       (%)                                               0.25%        0.22%         0.23%

  2    Pertanian Tanaman Lainnya                        215.77       189.24         202.51

       (%)                                               0.20%        0.18%         0.19%

  3    Peternakan                                       219.98       197.46         208.72

       (%)                                               0.26%        0.23%         0.24%

  4    Kehutanan                                        191.17       149.32         170.24

       (%)                                               0.60%        0.46%         0.53%

  5    Perikanan                                        242.27       216.75         229.51

       (%)                                               0.25%        0.22%         0.23%

  6    Pertambangan Minyak, Batubara & Gas Bumi         315.64       280.87         298.26

       (%)                                               0.09%        0.08%         0.08%

  7    Pertambangan & Penggalian Lainnya                457.43       174.53         315.98

       (%)                                               1.02%        0.39%         0.71%

  8    Industri Makanan & Minuman                      1,509.53     1,352.31      1,430.92

       (%)                                               0.22%        0.20%         0.21%

  9    Industri Tekstil & Produk Tekstil                280.53       251.34         265.93

       (%)                                               0.11%        0.10%         0.10%

  10   Industri Kayu & Barang dari Kayu                 379.65       252.15         315.90

       (%)                                               0.37%        0.24%         0.30%

  11   Industri Kertas, & Barang dari Logam            1,680.16     1,825.60      1,752.88

       (%)                                               0.20%        0.22%         0.21%

  12   Industri Kimia                                  1,741.87     1,454.31      1,598.09

       (%)                                               0.24%        0.20%         0.22%

  13   Listrik, Gas & Air Bersih                        201.03       183.66         192.35

       (%)                                               0.21%        0.19%         0.20%

  14   Bangunan tempat tinggal                         5,007.35           6.58    2,506.97

       (%)                                               8.74%        0.01%         4.37%




                                                  18
Tabel 3.2. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Output Sektoral (Continued)

 No                        Sektor              SIM 1           SIM 2        SIM 3



  15   Sarana dan prasarana perumahan                   3.66     5,003.29     2,503.47

       (%)                                          0.00%          3.72%        1.86%

  16   Bangunan lainnya                             113.37         94.88       104.13

       (%)                                          0.03%          0.02%        0.03%

  17   Jasa Perdagangan                             992.00        883.49       937.75

       (%)                                          0.20%          0.17%        0.18%

  18   Restoran                                     511.52        465.15       488.34

       (%)                                          0.26%          0.24%        0.25%

  19   Perhotelan                                      33.67       33.90        33.78

       (%)                                          0.11%          0.12%        0.12%

  20   Angkutan Darat                               401.73        347.43       374.58

       (%)                                          0.25%          0.22%        0.23%

  21   Angkutan Udara, Air & Komunikasi             421.40        387.69       404.55

       (%)                                          0.21%          0.19%        0.20%

  22   Jasa Penunjang Angkutan                         77.61       66.91        72.26

       (%)                                          0.20%          0.17%        0.19%

  23   Bank dan Asuransi                            448.08        425.52       436.80

       (%)                                          0.26%          0.24%        0.25%

  24   Real Estate & Jasa Perusahaan                501.53        481.85       491.69

       (%)                                          0.28%          0.27%        0.28%

  25   Pemerintahan Umum dan Pertahanan             675.53        613.86       644.69

       (%)                                          0.22%          0.20%        0.21%

  26   Jasa Perorangan dan Jasa RUmah Tangga        416.46        369.71       393.08

       (%)                                          0.24%          0.22%        0.23%

                            Total              17,721.43       16,318.66    17,020.05




        Untuk melihat dampak sektoral secara lebih detail ada baiknya juga kita lihat dampak
secara nominalnya. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa dua sektor yang menerima dampak positif
paling besar adalah sektor industri kimia (didalamnya termasuk semen) dan sektor industri
kertas dan barang dari logam. Hal ini sangatlah masuk akal mengingat pembangunan
infrastruktur seperti rumah akan memerlukan input semen dan produk dari logam dalam
jumlah yang signifikan. Sementara itu, dampak positif pada sektor konstruksi lain di luar
sektor yang diasumsikan mendapatkan peningkatan investasi memiliki pola yang hampir
mirip dengan hasil berdasarkan persentase perubahan. Sektor sarana dan prasarana rumah dan
sektor bangunan lainnya akan mengalami peningkatan output terkecil ketika opsi kebijakan



                                               19
yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya
peningkatan output terkecil akan dirasakan oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor
bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor
sarana dan prasarana rumah. Hal tersebut semakin memperkuat indikasi adanya keterkaitan
yang sangat lemah antara sub sektor konstruksi yang direpresentasikan dengan tiga sektor
pada analisis.

       Jika kita membandingkan dampak kebijakan investasi sektor perumahan terhadap
sektor lainnya dengan tiga opsi kebijakan yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa
dampak positif secara sektoral memiliki pola yang hampir mirip. Perbedaan besarnya terletak
pada besaran dari dampaknya dimana ditemukan bahwa dampak positif dari opsi kebijakan
pertama lebih besar dibandingkan dengan opsi kebijakan ketiga, dan opsi kebijakan ketiga
memiliki dampak positif yang lebih besar dibandingkan opsi kebijakan kedua.




        Gambar 3.2. Keterkaitan sektor bangunan tempat tinggal dengan sektor lainnya

       Dampak opsi kebijakan investasi sektor perumahan terhadap output sektoral juga
dapat ditelusuri dari keterkaitan sektor perumahan dengan output sektor lainnya. Gambar 3.2.
menunjukkan keterkaitan sektor bangunan tempat tinggal terhadap sektor lainnya yang
dikelompokkan kedalam 5 sektor besar, yakni pertanian, pertambangan, industri, konstruksi
dan utilitas dan jasa. Sektor bangunan tempat tinggal memiliki keterkaitan yang sangat besar
terhadap sektor industri sekitar 66,65 persen khususnya dalam menyuplai kebutuhan material
bangunan. Secara lebih detail sektor ini memiliki keterkaitan yang sangat besar pada sektor



                                            20
kimia dikarenakan kebutuhan akan produk semen yang sangat tinggi. Selain itu, sektor ini
juga memiliki keterkaitan yang besar pada sektor kertas dan barang dari logam (sebesar 23,10
persen) dan sektor kayu dan barang dari kayu (sebesar 10,60 persen). Memepertegas hasil
yang ditunjukkan pada simulasi terhadap output sektoral, sektor bangunan tempat tinggal
memiliki keterkaitan yang sangat kecil dengan sektor konstruksi dan utilitas. Keterkaitan
yang lemah inilah yang mengakibatkan dampak positif yang kecil sebagaimana yang telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya.

       Pola yang mirip dengan sektor bangunan tempat tinggal juga ditemukan pada sektor
sarana dan prasarana perumahan. Gambar 3.3. menunjukkan bahwa sektor sarana dan
prasarana perumahan memiliki keterkaitan yang sangat besar pada sektor industri sebesar
72.57 persen, khususnya dengan sektor kertas dan barang dari logam, sektor kimia dan sektor
kayu dan barang dari kayu. Selain itu, sektor sarana dan prasarana perumahan juga memiliki
keterkaitan yang sangat kecil dengan sub-sektor konstruksi lainnya.




          Gambar 3.3. Keterkaitan sektor sarana dan prasarana perumahan dengan
                                   sektor lainnya


3.2. Dampak dari masing-masing skenario terhadap pendapatan tenaga kerja

       Sub-bagian ini membahas analisis dampak dari kebijakan investasi di sektor
perumahan terhadap pendapatan faktor produksi, khususnya pada faktor produksi tenaga
kerja. Secara umum dampak positif terbesar akan diterima oleh tenaga kerja manual/operator,



                                             21
dimana untuk semua kategori tenaga kerja manual/operator baik itu formal, informal, desa
atau kota menerima dampak positif di atas 0,3 persen untuk semua skenario. Secara lebih
spesifik dampak positif terbesar akan diterima oleh tenaga kerja manual/operator formal di
pedesaan. Sekilas terkesan hasil ini sedikit tidak masuk akal mengingat sebagian besar tenaga
kerja di sektor konstruksi merupakan tenaga kerja informal. Perlu diingat bahwa yang sedang
dibahas pada sub-bagian ini adalah pendapatan tenaga kerja bukan jumlah tenaga kerja, dan
jika dilihat struktur pendapatan tenaga kerjanya maka hasil tersebut adalah sangat wajar.

          Sementara itu, dampak positif terkecil akan diterima oleh tenaga kerja
administrasi/tata usaha informal baik di desa maupun di kota untuk semua skenario. Hasil ini
sangatlah masuk akal mengingat kegiatan konstruksi -apapun jenisnya- lebih banyak
melibatkan tenaga kerja di lapangan. Tenaga kerja administasi tetap dibutuhkan namun
dengan jumlah yang relatif sedikit.

          Seiring dengan meningkatnya output sektor-sektor lainnya, maka kebijakan investasi
sektor perumahan baik itu pada sektor bangunan tempat tinggal maupun pada sektor sarana
dan prasarana perumahan juga akan meningkatkan pendapatan faktor produksi tenaga kerja
lainnya yang tidak berhubungan secara langsung dengan sektor perumahan. Hal tersebut
ditunjukkan pada Tabel 3.3 dimana seluruh tipe tenaga kerja akan menerima peningkatan
pendapatan paling sedikit 0,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sektor
perumahan merupakan kebijakan yang “pro” terhadap pendapatan faktor produksi tenaga
kerja.

Tabel 3.3. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja

  No.               Klasifikasi Tenaga Kerja           SIM 1           SIM 2       SIM 3



   1     Tenaga Kerja Pertanian Formal - Desa               153.31        135.06     144.19

         (%)                                                0.25%          0.22%      0.24%

   2     Tenaga Kerja Pertanian Formal - Kota                  39.69       34.78      37.23

         (%)                                                0.26%          0.23%      0.24%

   3     Tenaga Kerja Pertanian Informal - Desa             465.20        413.17     439.19

         (%)                                                0.25%          0.22%      0.23%

   4     Tenaga Kerja Pertanian Informal - Kota                46.94       41.60      44.27

         (%)                                                0.25%          0.22%      0.24%

   5     Tenaga Kerja Produksi/ Manual Formal – Desa        492.01        424.81     458.41

         (%)                                                0.45%          0.39%      0.42%

   6     Tenaga Kerja Produksi/ Manual Formal – Kota        777.22        699.19     738.21

         (%)                                                0.35%          0.31%      0.33%




                                                       22
Tabel 3.3. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja
(Continued)

 No.              Klasifikasi Tenaga Kerja                 SIM 1           SIM 2       SIM 3



  7    Tenaga Kerja Produksi/ Manual Informal – Desa            305.15        242.17     273.66

       (%)                                                      0.38%          0.30%      0.34%

  8    Tenaga Kerja Produksi/ Manual Informal – Kota            267.12        222.50     244.81

       (%)                                                      0.41%          0.34%      0.37%
       Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Formal –
  9    Desa                                                     114.10        102.57     108.33

        (%)                                                     0.23%          0.21%      0.22%
        Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Formal –
  10   Kota                                                     629.91        574.87     602.39

       (%)                                                      0.24%          0.22%      0.23%
       Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Informal –
  11   Desa                                                     171.77        151.35     161.56

        (%)                                                     0.21%          0.19%      0.20%
        Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Informal –
  12   Kota                                                     310.90        278.14     294.52

       (%)                                                      0.22%          0.19%      0.20%

  13   Tenaga Kerja Profesional Formal – Desa                      91.84       82.00      86.92

       (%)                                                      0.23%          0.21%      0.22%

  14   Tenaga Kerja Profesional Formal – Kota                   318.95        291.78     305.37

       (%)                                                      0.27%          0.25%      0.26%

  15   Tenaga Kerja Profesional Informal – Desa                    30.99       22.53      26.76

       (%)                                                      0.42%          0.30%      0.36%

  16   Tenaga Kerja Profesional Informal – Kota                    63.22       58.94      61.08

       (%)                                                      0.35%          0.33%      0.34%

                             Total                           4,278.31       3,775.46   4,026.89




        Jika kita membandingkan ketiga opsi kebijakan di atas, kebijakan investasi pada
sektor bangunan tempat tinggal akan memberikan dampak positif yang lebih besar untuk
semua tipe tenaga kerja. Selanjutnya pengalokasian dana pada dua sektor, yakni sektor
bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar
2,5 trilyun akan memberikan dampak positif yang relatif lebih besar dibandingkan dengan
penempatan dana sebesar 5 trilyun hanya pada sektor sarana dan prasarana perumahan.

3.3. Dampak dari masing-masing skenario terhadap pendapatan rumah tangga

        Analisa lain yang akan dibahas pada sub bagian ini adalah dampak dari masing-
masing opsi kebijakan pada pendapatan rumah tangga. Secara umum, investasi sektor
perumahan akan memiliki dampak positif yang relatif merata terhadap semua tipe rumah
tangga. Untuk opsi kebijakan pertama –investasi pada sektor bangunan tempat tinggal-



                                                           23
diestimasi akan meningkatkan pendapatan seluruh tipe rumah tangga dengan besaran 0,23
persen hingga 0,29 persen. Dampak positif terbesar akan diterima oleh rumah tangga bukan
tenaga kerja di pedesaan dan rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan. Hal tersebut
terjadi dikarenakan semua tipe faktor produksi mengalami peningkatan pendapatan dengan
besaran berkisar antara 0,21 persen hingga 0,45 persen untuk skenario pertama dan 0,19
persen hingga 0,39 persen pada skenario kedua dan 0,20 persen hingga 0,42 persen pada
skenario ketiga. Besaran dampak yang relatif merata tersebut akan mendorong pendapatan
semua tipe rumah tangga dan secara agregat akan berdampak positif lebih besar pada
kelompok rumah tangga bukan tenaga kerja di pedesaan dan rumah tangga bukan tenaga
kerja di perkotaan. Sementara itu, dampak positif terkecil akan diterima oleh kelompok
rumah tangga buruh tani.

        Hal yang serupa juga terjadi pada dua opsi kebijakan lainnya, dimana dampak positif
tertinggi akan diterima oleh kelompok rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan dan
dampak positif terkecil diterima oleh kelompok rumah tangga buruh tani. Jika kita
bandingkan besaran dampaknya, maka hasil komparasinya akan sama persis dengan dampak
terhadap output sektoral maupun pendapatan faktor produksi, dimana dampak positif terbesar
pada pendapatan rumah tangga akan terjadi jika kebijakan investasi pemerintah dikucurkan
pada sektor bangunan tempat tinggal diikuti oleh kombinasi investasi pada sektor bangunan
temapt tinggal dan sektor sarana dan prasaran perumahan. Sementara itu, kebijakan investasi
sektor sarana dan prasaran perumahan diekspektasi akan memberikan dampak yang paling
kecil relatif dibandingkan dengan skenario lainnya.

Tabel 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

  No.                Klasifikasi Rumah Tangga        SIM 1       SIM 2      SIM 3


   1    Buruh Tani                                      317.17     284.67     300.92

        (%)                                             0.23%       0.21%     0.22%

   2    Petani Skala Kecil                              507.95     451.23     479.59

        (%)                                             0.25%       0.22%     0.23%

   3    Petani Skala Menengah                           306.36     274.84     290.60

        (%)                                             0.26%       0.24%     0.25%

   4    Petani Skala Besar                              287.51     258.19     272.85

        (%)                                             0.25%       0.23%     0.24%

   5    Bukan Tenaga Kerja di Pedesaan                  856.40     750.73     803.57

        (%)                                             0.29%       0.25%     0.27%

   6    Pendapatan Rendah di Pedesaan                   273.47     237.82     255.64

        (%)                                             0.28%       0.24%     0.26%




                                                24
Tabel 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
(Continued)

 No.                 Klasifikasi Rumah Tangga        SIM 1       SIM 2       SIM 3


  7     Pendapatan Tinggi di Pedesaan                   658.74     582.01      620.38

        (%)                                             0.26%       0.23%      0.25%

  8     Bukan Tenaga Kerja di Perkotaan               1,113.31     999.13     1,056.22

        (%)                                             0.29%       0.26%      0.27%

  9     Pendapatan Rendah di Perkotaan                  365.79     332.00      348.90

        (%)                                             0.27%       0.24%      0.26%

  10    Pendapatan Tinggi di Perkotaan                1,146.54    1,040.13    1,093.34

        (%)                                             0.26%       0.23%      0.24%

                                Total                5,833.25    5,210.76    5,522.01




         Selain dampak positif yang ditunjukkan pada analisa di atas, secara lebih detail juga
dapat dilihat dampak terhadap pendapatan rumah tangga miskin dengan memanfaatkan share
pendapatan rumah tangga miskin untuk masing-masing kategori rumah tangga. Investasi pada
sektor bangunan tempat tinggal diestimasikan akan memberikan dampak paling besar
dibandingkan dengan dua opsi kebijakan lainnya. Gambar 3.4. menunjukkan bahwa investasi
sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor tersebut diperkirakan mampu meningkatkan pendapatan
rumah tangga miskin sebesar 0,27 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi.
Sementara itu opsi kebijakan kedua dan ketiga memiliki dampak positif 0,02 persen dan 0,03
persen lebih rendah dibanding opsi pertama terhadap pendapatan rumah tangga miskin.




      Gambar 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah
      Tangga Miskin



                                                25
3.4. Dampak dari masing-masing skenario terhadap penyerapan tenaga kerja

       Pembahasan selanjutnya adalah melihat dampak ketiga skenario terhadap penyerapan
tenaga kerja. Tabel 3.5 menunjukkan bahwa ketiga skenario mampu menciptakan lapangan
pekerjaan lebih dari 120 ribu orang. Diantara ketiga skenario tersebut penciptaan lapangan
pekerjaan terbesar akan dihasilkan oleh kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat
tinggal yakni sebesar 142.371 orang. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar kedua
dihasilkan oleh skenario ketiga yakni sebesar 134.806 orang. Sementara itu, jika pemerintah
memilih untuk mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah seluruhnya pada sektor sarana
dan prasarana rumah maka akan menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif lebih kecil
dibandingkan dengan skenario lainnya, yakni sebesar 127.240 orang.

Tabel 3.5. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

 No                    Sektor     SIM 1             SIM 2        SIM 3



  1   Sektor sendiri                  21,896            21,878      21,909

      %                               0.02%             0.02%        0.02%

  2   Sektor lainnya                 120,475           105,363     112,897

      %                               0.12%             0.10%        0.11%

                                    142,371           127,240      134,806
                       Total
                                     0.14%             0.12%        0.13%




       Tabel 3.5 juga menampilkan dampak investasi sektor perumahan terhadap penyerapan
tenaga kerja baik pada sektor sendiri dan sektor lainnya. Sektor sendiri diartikan sebagai
sektor yang menerima injeksi atau shock pada simulasi sedangkan sektor lainnya
menunjukkan spill over effect ke sektor-sektor lainnya. Secara umum dapat dilihat bahwa
investasi sektor perumahan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor lain jauh
lebih besar dibandingkan dengan sektor itu sendiri. Selain itu, Tabel 3.5 menunjukkan bahwa
kemampuan investasi sektor perumahan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu
sendiri tidak jauh berbeda antara satu opsi kebijakan dengan lainnya. Investasi pada sektor
bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan diestimasikan akan
menciptakan masing-masing 21.896 dan 21.878 lapangan pekerjaan baru di sektor itu sendiri
atau naik sekitar 0,02 persen dibanding total lapangan kerja yang tersedia sebelumnya di
seluruh sektor. Perbedaan yang cukup mencolok akan terlihat jika kita menghitung persentase
perubahan dibandingkan jumlah lapangan kerja yang tersedia sebelumnya di sektor itu
sendiri, dimana investasi pada sektor bangunan tempat tinggal memiliki dampak yang dua



                                               26
kali lebih besar dibandingkan dengan investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan.
Selain itu, hal lain yang membedakan antara ketiga opsi kebijakan adalah kemampuannya
untuk menciptakan lapangan kerja di sektor lain. Opsi kebijakan pertama diperkirakan akan
menciptakan 120.475 lapangan kerja baru di sektor lain. Jumlah ini jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan lapangan kerja baru yang tercipta akibat opsi kebijakan kedua, yakni
sebesar 105.363 orang.




                                           27
BAB III
                KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

       Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pengembangan sektor
perumahan bukan hanya upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia melainkan juga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlepas dari peningkatan produktivitas yang ditimbulkan
oleh dampak psikologis dengan telah tersedianya tempat tinggal bagi rumah tangga dan
sebagai akibat membaiknya kesehatan keluarga dengan kondisi tempat tinggal yang layak,
penelitian ini berfokus pada dampak ekonomi dari pengembangan sektor perumahan.

       Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dan dianalisa pada
penelitian ini, yakni (i) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor bangunan
tempat tinggal; (ii) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor sarana dan
prasarana perumahan; dan (iii) mengalokasikan dana pada sektor bangunan tempat tinggal
dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah. Secara
umum, hasil simulasi dengan menggunakan pendekatan Social Accounting Matrix (SAM)
menunjukkan bahwa opsi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal lebih
unggul dibandingkan dengan opsi kebijakan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan
dampak positif yang relatif lebih besar baik pada output sektoral, pendapatan faktor produksi,
pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, jika dilihat dampaknya
terhadap PDB Indonesia maka diperkirakan kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat
tinggal sebesar 5 trilyun rupiah mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh 0,30 persen
lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya kebijakan investasi. Ekspektasi peningkatan
PDB tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan opsi kebijakan kedua dan ketiga yang
masing-masing memiliki dampak sebesar 0,27 persen dan 0,28 persen.

       Secara sektoral dapat disimpulkan bahwa pola atau struktur dampak dari ketiga opsi
kebijakan hampir mirip. Kebijakan investasi pada sektor perumahan yang direpresentasikan
dengan 3 opsi kebijakan akan memiliki dampak positif yang relatif cukup merata pada output
sektor lain, yakni sekitar 0,1 – 0,3 persen. Perbedaannya hanyalah terletak pada dampak
terhadap sektor pertambangan dan penggalian lainnya (memiliki persentase perubahan
terbesar) dan sub-sektor konstruksi selain sektor yang diinjeksi (memiliki persentase
perubahan terkecil). Temuan lain yang cukup menarik adalah rendahnya keterkaitan antara




                                             28
sub sektor konstruksi. Dalam hal ini adalah keterkaitan yang lemah antara sektor bangunan
tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor konstruksi lainnya.

       Jika dilihat dari sisi pendapatan faktor produksi, kebijakan tersebut akan bias kepada
faktor produksi tenaga kerja manual/operator sesuai dengan karakter sektor perumahan yang
lebih banyak melibatkan tenaga kerja lapangan. Selain itu, kebijakan investasi sektor
perumahan tersebut juga mampu mendorong pendapatan faktor produksi lainnya dengan
presentase perubahan minimal 0,2 persen. Hal tersebut tentu saja berimplikasi pada
peningkatan pendapatan rumah tangga dengan besaran yang hampir mirip berkisar antara
0,21 persen sampai dengan 0,29 persen. Secara lebih detail, kebijakan investasi sektor
perumahan tersebut diestimasikan juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok rumah
tangga miskin hingga 0,27 persen untuk opsi pertama, dan masing-masing sebesar 0,24
persen dan 0,25 persen untuk opsi kedua dan ketiga. Terakhir, kebijakan investasi tersebut
diperkirakan akan menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang dan secara
sektoral, peningkatan penyerapan tenaga kerja akan terjadi bukan hanya pada sektor yang
diinjeksi melainkan juga pada sektor lainnya.

       Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah yang dapat diturunkan dari
hasil penelitian ini.   Pertama, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal
merupakan pilihan kebijakan yang paling baik dilakukan oleh pemerintah. Selain
memberikan dampak positif yang relatif lebih besar terhadap perekonomian Indonesia,
ketersediaan akan bangunan tempat tinggal juga berpotensi akan memberikan pengaruh
positif bagi psikologis dan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh
terhadap produktifitas, namun hal ini tidak termasuk dalam cakupan studi. Kedua, jika
pemerintah ingin mendorong sektor perumahan secara keseluruhan maka pemerintah harus
mempertimbangkan kebijakan kombinasi investasi pada sub-sub sektor perumahan. Hal
tersebut dikarenakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal ternyata tidak serta merta
akan mendorong peningkatan sektor sarana dan prasarana perumahan dan sebaliknya
dikarenakan keterkaitan antar sektor yang lemah.

       Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mensuplai input sektor
perumahan. Jika sektor yang memproduksi input utama sektor perumahan tidak mampu
mengimbangi pertumbuhan sektor perumahan dan sektor lainnya, maka ekspektasi
peningkatan output yang disajikan oleh analisis IO akan sulit tercapai. Hasil studi ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan output yang cukup signifikan pada sektor-sektor
yang berperan sebagai ”feeder” sektor perumahan jika dihitung dengan nilai nominal


                                                29
perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan gencarnya pembangunan
infrastruktur seperti jalan yang juga akan memerlukan input yang mirip dengan yang
dibutuhkan sektor perumahan, seperti kerikil, semen, dan tanah. Secara total maka
pertumbuhan sektor perumahan dan sektor infrastruktur lainnya akan semakin meningkatkan
kebutuhan akan output dari sektor-sektor terkait.

       Terlepas atas temuan-temuan menarik yang telah dipaparkan di atas, metodologi
SAM yang digunakan dalam studi ini juga memeliki beberapa keterbatasan. Pertama, SAM
tidak bisa membedakan dampak multiplier dari investor yang berbeda (pemerintah, swasta,
atau masyarakat). Kedua, SAM bersifat statis dan tidak dapat menangkap persoalan
perubahan harga. Keterbatasan lainnya adalah struktur input pembangunan perumahan antar
berbagai pelaku usaha diasumsikan sama.




                                              30
DAFTAR PUSTAKA

Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan Dan Permukiman Nasional
(BKP4N). Kebijakan Dan Strategi Nasional Perumahan Dan Permukiman (KSNPP). 2002

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010 – 2014. 2010

National Aboriginal Capital Corporation Association (NACCA). The Role of Housing in The Economy.
2005

Pyatt, G. and Round, J., 1979. Accounting and fixed price multipliers in a social accounting matrix
       framework. Economic Journal 89, 850–873.




                                                31

More Related Content

What's hot

Barang publik dan klasifikasi barang
Barang publik dan klasifikasi barangBarang publik dan klasifikasi barang
Barang publik dan klasifikasi barangBasuki Rahmat
 
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan ProsesPerencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan ProsesDadang Solihin
 
SUMBER KEGAGALAN & HAMBATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
SUMBER KEGAGALAN & HAMBATANDALAM PERENCANAANPEMBANGUNAN DAERAHSUMBER KEGAGALAN & HAMBATANDALAM PERENCANAANPEMBANGUNAN DAERAH
SUMBER KEGAGALAN & HAMBATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAHSiti Sahati
 
Analisis potensi Ekonomi Regional
Analisis potensi Ekonomi RegionalAnalisis potensi Ekonomi Regional
Analisis potensi Ekonomi RegionalDahlan Tampubolon
 
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola RuangTeori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola RuangSally Indah N
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...Dadang Solihin
 
Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)Dadang Solihin
 
PPT Analisis Ekonomi Regional.pptx
PPT Analisis Ekonomi Regional.pptxPPT Analisis Ekonomi Regional.pptx
PPT Analisis Ekonomi Regional.pptxNoorAmelia4
 
Metode Perhitungan PDB
Metode Perhitungan PDBMetode Perhitungan PDB
Metode Perhitungan PDBIndra Yu
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Yogan Daru Prabowo
 
Pengembangan ekonomi lokal berbasis blue economy revisi
Pengembangan ekonomi lokal berbasis blue economy revisiPengembangan ekonomi lokal berbasis blue economy revisi
Pengembangan ekonomi lokal berbasis blue economy revisiSugeng Budiharsono
 
LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTANLINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTANNikken Istifani
 
Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesia
Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesiaStatus lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesia
Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesiaOswar Mungkasa
 
Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah
Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah
Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah Dadang Solihin
 
Menulis Policy Paper dan Policy Brief
Menulis Policy Paper dan Policy BriefMenulis Policy Paper dan Policy Brief
Menulis Policy Paper dan Policy BriefTri Widodo W. UTOMO
 

What's hot (20)

Barang publik dan klasifikasi barang
Barang publik dan klasifikasi barangBarang publik dan klasifikasi barang
Barang publik dan klasifikasi barang
 
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan ProsesPerencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
 
SUMBER KEGAGALAN & HAMBATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
SUMBER KEGAGALAN & HAMBATANDALAM PERENCANAANPEMBANGUNAN DAERAHSUMBER KEGAGALAN & HAMBATANDALAM PERENCANAANPEMBANGUNAN DAERAH
SUMBER KEGAGALAN & HAMBATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
 
Analisis potensi Ekonomi Regional
Analisis potensi Ekonomi RegionalAnalisis potensi Ekonomi Regional
Analisis potensi Ekonomi Regional
 
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola RuangTeori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
Teori Lokasi dan Analisis Pola Ruang
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Proyeksi penduduk
Proyeksi pendudukProyeksi penduduk
Proyeksi penduduk
 
Teori teori ekonomi regional
Teori teori ekonomi regionalTeori teori ekonomi regional
Teori teori ekonomi regional
 
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
Sistem, Proses, Mekanisme, dan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Sesua...
 
Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Strategi dan Kebijakan Pembangunan Wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI)
 
PPT Analisis Ekonomi Regional.pptx
PPT Analisis Ekonomi Regional.pptxPPT Analisis Ekonomi Regional.pptx
PPT Analisis Ekonomi Regional.pptx
 
Teori basis ekonomi
Teori basis ekonomiTeori basis ekonomi
Teori basis ekonomi
 
Metode Perhitungan PDB
Metode Perhitungan PDBMetode Perhitungan PDB
Metode Perhitungan PDB
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
 
Teori lokasi dan terbentuknya kota
Teori lokasi dan terbentuknya kotaTeori lokasi dan terbentuknya kota
Teori lokasi dan terbentuknya kota
 
Pengembangan ekonomi lokal berbasis blue economy revisi
Pengembangan ekonomi lokal berbasis blue economy revisiPengembangan ekonomi lokal berbasis blue economy revisi
Pengembangan ekonomi lokal berbasis blue economy revisi
 
LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTANLINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
 
Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesia
Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesiaStatus lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesia
Status lingkungan hidup indonesia 2012. pilar lingkungan hidup indonesia
 
Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah
Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah
Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Menulis Policy Paper dan Policy Brief
Menulis Policy Paper dan Policy BriefMenulis Policy Paper dan Policy Brief
Menulis Policy Paper dan Policy Brief
 

Similar to Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

Ppt the impact of public expenditure components on economic growth in kenya
Ppt the impact of public expenditure components on economic growth in kenyaPpt the impact of public expenditure components on economic growth in kenya
Ppt the impact of public expenditure components on economic growth in kenyaChandra Simbolon
 
Abdul ajid 11140963
Abdul ajid 11140963Abdul ajid 11140963
Abdul ajid 11140963abdul ajid
 
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptPresentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptnovri7
 
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptPresentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptnovri7
 
KAJIAN TEORITIS PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI BELANJA PUBLIK
KAJIAN TEORITIS PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI BELANJA PUBLIKKAJIAN TEORITIS PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI BELANJA PUBLIK
KAJIAN TEORITIS PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI BELANJA PUBLIKAloysius Mandowen
 
1. 230621 Kemenko Ekon - Peran Sektor Properti dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasi...
1. 230621 Kemenko Ekon - Peran Sektor Properti dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasi...1. 230621 Kemenko Ekon - Peran Sektor Properti dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasi...
1. 230621 Kemenko Ekon - Peran Sektor Properti dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasi...RenyYudiarni
 
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasKebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasbramantiyo marjuki
 
Model analisis simultan, nanik istianingsih
Model analisis simultan, nanik istianingsihModel analisis simultan, nanik istianingsih
Model analisis simultan, nanik istianingsihNanikIstianingsih
 
Crowiding out
Crowiding outCrowiding out
Crowiding outri_yanti
 
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxSKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxMustani98
 
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanikMengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanikUmi Hanik
 
Bagian v-teori-pengeluaran-pemerintah
Bagian v-teori-pengeluaran-pemerintahBagian v-teori-pengeluaran-pemerintah
Bagian v-teori-pengeluaran-pemerintahBrawijaya University
 
Catatan kritis proses pembahasan ruu apbn 2009 umi hanik
Catatan kritis proses pembahasan ruu apbn 2009 umi hanikCatatan kritis proses pembahasan ruu apbn 2009 umi hanik
Catatan kritis proses pembahasan ruu apbn 2009 umi hanikUmi Hanik
 
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...bramantiyo marjuki
 
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahHubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahPriyo Hari Adi
 
Pengaruh mandatory spending di Indonesia
Pengaruh mandatory spending di IndonesiaPengaruh mandatory spending di Indonesia
Pengaruh mandatory spending di IndonesiaPuja Lestari
 
SEI_4_Indikator_Pembangunan_Ekonomi_ppt.ppt
SEI_4_Indikator_Pembangunan_Ekonomi_ppt.pptSEI_4_Indikator_Pembangunan_Ekonomi_ppt.ppt
SEI_4_Indikator_Pembangunan_Ekonomi_ppt.pptAndreWibisono4
 
Investasi sektor pertanian
Investasi sektor pertanianInvestasi sektor pertanian
Investasi sektor pertanianJoel mabes
 

Similar to Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia (20)

Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Ppt the impact of public expenditure components on economic growth in kenya
Ppt the impact of public expenditure components on economic growth in kenyaPpt the impact of public expenditure components on economic growth in kenya
Ppt the impact of public expenditure components on economic growth in kenya
 
Abdul ajid 11140963
Abdul ajid 11140963Abdul ajid 11140963
Abdul ajid 11140963
 
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptPresentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
 
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.pptPresentasi Tesis RUSDI.ppt
Presentasi Tesis RUSDI.ppt
 
KAJIAN TEORITIS PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI BELANJA PUBLIK
KAJIAN TEORITIS PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI BELANJA PUBLIKKAJIAN TEORITIS PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI BELANJA PUBLIK
KAJIAN TEORITIS PENGELUARAN PEMERINTAH MELALUI BELANJA PUBLIK
 
1. 230621 Kemenko Ekon - Peran Sektor Properti dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasi...
1. 230621 Kemenko Ekon - Peran Sektor Properti dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasi...1. 230621 Kemenko Ekon - Peran Sektor Properti dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasi...
1. 230621 Kemenko Ekon - Peran Sektor Properti dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasi...
 
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasKebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
 
Model analisis simultan, nanik istianingsih
Model analisis simultan, nanik istianingsihModel analisis simultan, nanik istianingsih
Model analisis simultan, nanik istianingsih
 
Crowiding out
Crowiding outCrowiding out
Crowiding out
 
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxSKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
 
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanikMengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
 
Bagian v-teori-pengeluaran-pemerintah
Bagian v-teori-pengeluaran-pemerintahBagian v-teori-pengeluaran-pemerintah
Bagian v-teori-pengeluaran-pemerintah
 
Catatan kritis proses pembahasan ruu apbn 2009 umi hanik
Catatan kritis proses pembahasan ruu apbn 2009 umi hanikCatatan kritis proses pembahasan ruu apbn 2009 umi hanik
Catatan kritis proses pembahasan ruu apbn 2009 umi hanik
 
Foreign Direct Investment (FDI) dan Iklim investasi di Indonesia
Foreign Direct Investment (FDI) dan  Iklim investasi di IndonesiaForeign Direct Investment (FDI) dan  Iklim investasi di Indonesia
Foreign Direct Investment (FDI) dan Iklim investasi di Indonesia
 
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
 
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerahHubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah
 
Pengaruh mandatory spending di Indonesia
Pengaruh mandatory spending di IndonesiaPengaruh mandatory spending di Indonesia
Pengaruh mandatory spending di Indonesia
 
SEI_4_Indikator_Pembangunan_Ekonomi_ppt.ppt
SEI_4_Indikator_Pembangunan_Ekonomi_ppt.pptSEI_4_Indikator_Pembangunan_Ekonomi_ppt.ppt
SEI_4_Indikator_Pembangunan_Ekonomi_ppt.ppt
 
Investasi sektor pertanian
Investasi sektor pertanianInvestasi sektor pertanian
Investasi sektor pertanian
 

More from Oswar Mungkasa

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Oswar Mungkasa
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingOswar Mungkasa
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Oswar Mungkasa
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAOswar Mungkasa
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganOswar Mungkasa
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Oswar Mungkasa
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganOswar Mungkasa
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Oswar Mungkasa
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranOswar Mungkasa
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Oswar Mungkasa
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaOswar Mungkasa
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiOswar Mungkasa
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Oswar Mungkasa
 

More from Oswar Mungkasa (20)

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
 

Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian Indonesia

  • 1. PERANAN SEKTOR PERUMAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Disiapkan oleh Djoni Hartono Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia sebagai bahan masukan tinjauan terhadap kebijakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman hasil kerjasama dengan Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat Tahun 2011
  • 2. Ringkasan Eksekutif PERANAN SEKTOR PERUMAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan sektor perumahan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJM 2010-2014 dan tertuang dalam substansi inti sendiri. Setidaknya terdapat tiga argumen yang mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Pertama, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menjadi hak bagi tiap warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H. Argumen kedua terkait dengan asas pemerataan bagi seluruh warga negara. Masyarakat berpendapatan rendah biasanya memiliki akses yang terbatas terhadap rumah. Rumah merupakan salah satu pengeluaran terbesar dalam anggaran rumah tangga. Ketika pemerintah mampu menyediakan perumahan murah (dalam hal ini yang terjangkau oleh rumah tangga miskin), rumah tangga miskin akan mampu mengalokasikan keuangannya ke kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan atau pendidikan. Dengan kondisi kesehatan yang lebih baik dan pendidikan yang lebih tinggi tentu akan membuka peluang bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dan keluar dari kemiskinan. Ketiga, pengembangan sektor perumahan akan memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian melalui efek pengganda. Argumen yang terakhir inilah yang menjadi fokus penelitian dengan tujuan utama untuk menghitung dampak investasi sektor perumahan terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian ini menganalisis dampak investasi sektor perumahan dengan menggunakan metode Social Accounting Matrix (SAM). Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan modifikasi dari Tabel SNSE yang diterbitkan BPS guna memunculkan sektor perumahan secara lebih detail yang direpresentasikan dengan sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan. Tahap selanjutnya adalah menghitung matriks pengganda neraca SAM yang selanjutnya digunakan untuk menghitung dampak dari opsi kebijakan yang mungkin diambil pemerintah terkait dengan investasi pada sektor perumahan. Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dan dianalisa pada penelitian ini, yakni (i) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor bangunan tempat tinggal; (ii) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor sarana dan prasarana perumahan; dan (iii) mengalokasikan dana pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah. Secara umum hasil simulasi menunjukkan bahwa secara umum opsi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal lebih unggul dibandingkan dengan opsi 1
  • 3. kebijakan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan dampak positif yang relatif lebih besar baik pada output sektoral, pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, jika dilihat dampaknya terhadap PDB Indonesia maka diperkirakan kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh 0,30 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya kebijakan investasi. Ekspektasi peningkatan PDB tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan opsi kebijakan kedua dan ketiga yang masing-masing memiliki dampak sebesar 0,27 persen dan 0,28 persen. Jika dilihat dampak investasi sektor perumahan terhadap output sektoral maka dapat disimpulkan bahwa dampak dari ketiga opsi kebijakan memiliki pola dan struktur yang hampir mirip. Kebijakan investasi pada sektor perumahan memiliki dampak positif yang relatif cukup merata pada output sektor lain, yakni sekitar 0,1 – 0,3 persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jika berdasarkan persentase perubahan output, dampak positif terbesar dari investasi sektor perumahan pada ketiga skenario akan dirasakan oleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan sebesar masing-masing antara 0,39 persen sampai dengan 1.02 persen. Namun perlu dicatat bahwa dampak yang besar tersebut lebih dikarenakan nilai dasar kedua sektor yang relatif sangat kecil dibandingkan sektor lainnya dan struktur output kedua sektor tersebut. Salah satu pengguna utama output sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan adalah sektor perumahan. Selanjutnya jika dilihat dari nilai nominal perubahan output, dua sektor yang menerima dampak positif paling besar adalah sektor industri kimia (didalamnya termasuk semen) dan sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal tersebut sejalan dengan struktur input dari kedua sub-sektor perumahan, dimana memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor industri kimia dan sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal lain yang cukup menarik adalah adalah rendahnya keterkaitan antara sub sektor konstruksi. Dalam hal ini adalah keterkaitan yang lemah antara sektor bangunan tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor konstruksi lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh dampak positif terkecil yang diterima oleh sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya dampak positif terkecil akan diterima oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor sarana dan prasarana rumah. Investasi pada sektor perumahan diestimasikan juga memiliki dampak positif yang cukup signifikan pada pendapatan faktor produksi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa seluruh tipe tenaga kerja akan menerima peningkatan pendapatan paling sedikit 0,19 persen. Dampak positif terbesar akan dirasakan oleh faktor produksi tenaga kerja manual/operator sesuai dengan karakter sektor perumahan yang lebih banyak melibatkan tenaga kerja lapangan. Tenaga kerja manual/operator baik itu di desa maupun di kota, formal ataupun informal diperkirakan akan mendapatkan kenaikan pendapatan antara 0,30 persen hingga 0,45 persen. Peningkatan pendapatan faktor produksi tersebut tentu saja berimplikasi pada peningkatan pendapatan rumah tangga dengan besaran yang hampir mirip berkisar antara 0,21 persen sampai dengan 0,29 persen. Secara lebih detail, kebijakan investasi sektor perumahan tersebut diestimasikan juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok rumah tangga miskin hingga 0,27 persen untuk opsi pertama, dan masing-masing sebesar 0,24 persen dan 0,25 persen untuk opsi kedua dan ketiga. 2
  • 4. Kebijakan investasi pada sektor perumahan diestimasikan juga akan menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang untuk opsi kebijakan manapun. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar akan dihasilkan oleh kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal yakni sebesar 142.371 orang. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar kedua dihasilkan oleh skenario ketiga yakni sebesar 134.806 orang. Sementara itu, jika pemerintah memilih untuk mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah seluruhnya pada sektor sarana dan prasarana rumah maka akan menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan skenario lainnya, yakni sebesar 127.240 orang. Secara lebih detail, hasil simulasi menunjukkan bahwa investasi sektor perumahan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor lain jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor itu sendiri. Selain itu, berdasarkan hasil simulasi juga dapat ditunjukkan bahwa kemampuan investasi sektor perumahan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu sendiri tidak jauh berbeda antara satu opsi kebijakan dengan lainnya. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah yang dapat diturunkan dari hasil penelitian ini. Pertama, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal merupakan pilihan kebijakan yang paling baik dilakukan oleh pemerintah. Selain memberikan dampak positif yang relatif lebih besar terhadap perekonomian Indonesia, ketersediaan akan bangunan tempat tinggal juga berpotensi akan memberikan pengaruh positif bagi psikologis dan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap produktifitas, namun hal ini tidak termasuk dalam cakupan studi. Kedua, jika pemerintah ingin mendorong sektor perumahan secara keseluruhan maka pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan kombinasi investasi pada sub-sub sektor perumahan. Hal tersebut dikarenakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal ternyata tidak serta merta akan mendorong peningkatan sektor sarana dan prasarana perumahan dan sebaliknya dikarenakan keterkaitan antar sektor yang lemah. Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mensuplai input sektor perumahan. Jika sektor yang memproduksi input utama sektor perumahan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan sektor perumahan dan sektor lainnya, maka ekspektasi peningkatan output yang disajikan oleh analisis IO akan sulit tercapai. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan output yang cukup signifikan pada sektor-sektor yang berperan sebagai ”feeder” sektor perumahan jika dihitung dengan nilai nominal perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan gencarnya pembangunan infrastruktur seperti jalan yang juga akan memerlukan input yang mirip dengan yang dibutuhkan sektor perumahan, seperti kerikil, semen, dan tanah. Secara total maka pertumbuhan sektor perumahan dan sektor infrastruktur lainnya akan semakin meningkatkan kebutuhan akan output dari sektor-sektor terkait. 3
  • 5. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dilihat dari berbagai dimensi, pembangunan infrastruktur menjadi semakin penting perannya dalam pembangunan. Sebagai contoh, percepatan pertumbuhan ekonomi atau revitalisasi pertanian jelas membutuhkan tambahan kuantitas dan perbaikan kualitas infrastruktur. Selain itu, pengentasan keluarga miskin dan permasalahan kualitas lingkungan hidup tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur. Dalam prosesnya, walaupun pengeluaran dalam bidang infrastruktur telah ditingkatkan, kesenjangan infrastruktur masih terasa, baik di tingkat nasional maupun antardaerah (Bappenas, 2010). Karena itu, di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas nasional pembangunan. Salah satu infrastruktur dasar yang menjadi prioritas nasional pembangunan ke depan adalah pembangunan sektor perumahan. Di dalam RPJMN 2010 – 2014, pembangunan perumahan masuk ke dalam prioritas nasional 6 (infrastruktur), pada subtansi inti tersendiri, yakni perumahan rakyat. Per 2012, pemerintah menargetkan Pembangunan 685.000 Rumah Sederhana Sehat Bersubsidi, 180 Rusunami dan 650 twin block berikut fasilitas pendukung kawasan permukiman yang dapat menampung 836.000 keluarga yang kurang mampu (Bappenas, 2010). Pertanyaannya adalah kenapa perumahan menjadi penting? Setidaknya ada tiga alasan kenapa sektor perumahan menjadi isu yang penting dalam pembangunan. Pertama, karena perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia. Rumah adalah tempat manusia berlindung dari berbagai gangguan. Rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan (BKP4N, 2002). Tidak hanya itu, di masyarakat modern, rumah menjadi simbol stabilitas dan kekayaan sebuah keluarga. Pentingnya peran rumah diakui dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H yang mengamanatkan kebutuhan bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak dasar yang harus dipenuhi. Tidak hanya sebagai kebutuhan dasar, alasan kedua pentingnya sektor perumahan terkait dengan perannya dalam perekonomian. Ketika individu membeli rumah, efek pengganda (multiplier effect) terjadi tidak hanya melalui sejumlah uang yang dibelanjakan, 4
  • 6. yang kemudian akan berputar kembali di perekonomian. Rumah yang telah dimiliki adalah tambahan kekayaan bagi individu dan dapat memberikan rasa aman kepada pemilik rumah. Akibatnya, di masa mendatang pemilik rumah dapat melakukan konsumsi dan investasi lebih besar kepada perekonomian. Di Eropa, dampak efek pengganda ini dihitung dengan menghitung korelasi antara harga rumah dan pengeluaran yang terjadi di perekonomian, yakni sebesar 0,5. Peningkatan pada nilai rumah di Eropa akan meningkatkan konsumsi masyarakat sebesar setengah dari nilai kenaikan rumah (Nacca, 2005). Kontribusi sektor perumahan terhadap perekonomian juga dapat dilihat dari dampak yang diberikan kepada sektor-sektor lain. Sektor yang diuntungkan di antaranya adalah sektor konstruksi. Berkembangnya sektor perumahan menuntut dibangunnya akses jalan ataupun sarana/prasarana lain yang mendukung. Berkembangnya sektor perumahan juga mengakibatkan peningkatan pada kawasan perdagangan dan jasa. Kebutuhan masyarakat akan sandang, pangan, kebutuhan sekunder serta kebutuhan tersier membuat hal tersebut harus dipenuhi sehingga makin banyak penyedia jasa serta pedagang yang menyediakan kebutuhan tersebut. Selain itu, perkembangan sektor perumahan akan meningkatkan pendapatan bagi pihak-pihak yang terlibat, seperti agen perumahan, notaris, atau sektor perbankan (melalui peningkatan kredit perumahan). Dampaknya adalah terciptanya lapangan kerja, baik yang langsung terkait dengan proses pembangunan rumah atau yang terkait dengan peningkatan aktivitas pada sektor-sektor lain tersebut. Di Indonesia, berdasarkan BKP4N (2002), peranan investasi di sektor perumahan berkisar antara 2 – 8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Efek investasi di sektor perumahan terhadap lapangan kerja di Indonesia diperkirakan sebesar 105 orang per tahun setiap 1 miliar Rupiah yang diinvestasikan, dengan multiplier pekerjaan tidak langsungnya diperkirakan sebesar 3,5 kali. Sedangkan efek investasi perumahan terhadap pendapatan nasional sekitar 1,7 kali, yaitu untuk setiap miliar Rupiah investasi di bidang perumahan dapat menghasilkan pendapatan nasional sebesar 1,7 miliar rupiah. Selain efek langsungnya, perkembangan sektor perumahan dapat memberikan efek tidak langsung terhadap perekonomian, yakni melalui pengaruhnya terhadap tenaga kerja. Tenaga kerja yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah tetapi dengan kondisi yang tidak layak, cenderung akan memiliki masalah kesehatan atau psikologis, seperti sakit atau stress. Masalah kesehatan bisa muncul dikarenakan misalkan sistem udara yang kurang baik 5
  • 7. di rumah atau terlalu padatnya perumahan yang ditinggalinya. Padatnya perumahan juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang berujung pada rasa stress. Kondisi-kondisi tersebut akan berdampak pada rendahnya produktivitas tenaga kerja. Sebaliknya, bila perumahan tersedia dengan kondisi yang layak, tenaga kerja akan menjadi sehat, baik secara fisik maupun mental, sehingga produktivitasnya akan meningkat. Selain kedua alasan di atas, disediakannya sektor perumahan yang terjangkau dapat memberikan akses kepada masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, untuk memiliki rumah. Alasan ini menjadi penting karena tersedianya akses perumahan yang layak adalah satu cara paling efektif mengatasi kemiskinan. Rumah biasanya menjadi pengeluaran terbesar dalam anggaran rumah tangga. Ketika pemerintah mampu menyediakan perumahan murah (dalam hal ini yang terjangkau oleh rumah tangga miskin), rumah tangga miskin akan mampu mengalokasikan keuangannya ke kebutuhan dasar lainnya, seperti kesehatan atau pendidikan. Ketika mereka sehat, secara otomatis dapat meningkatkan tabungan seiring dengan berkurangnya pengeluaran untuk sakit. Sementara itu, pendidikan yang tinggi, terutama untuk anak-anak, dapat mendorong tercapainya kehidupan yang lebih baik bagi rumah tangga miskin tersebut di masa akan datang. Perumahan juga dapat dijadikan barang modal (capital goods), karena dengan asset rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi di dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya (BKP4N, 2002). Di sisi lain, tidak tersedianya perumahan yang layak bagi rumah tangga miskin biasanya mengakibatkan rumah tangga miskin tinggal di area kumuh, dimana rumah tangga miskin lain juga berkumpul disana. Terkonsentrasinya kelompok miskin berimplikasi pada kualitas lingkungan di area kumuh tersebut, yang cenderung tidak mendorong kelompok miskin untuk dapat keluar dari kemiskinan. Dengan tersedianya perumahan yang layak, harapannya masalah tersebut dapat dipecahkan, sehingga masalah kemiskinan juga dapat dikurangi. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sektor perumahan memiliki peran yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, dan mengatasi kemiskinan. Ketiga peran tersebut sesuai dengan fokus pembangunan pemerintah saat ini, yakni pro growth, pro poor, dan pro job. 6
  • 8. 1.2. Tujuan Penelitian Bertolak dari pentingnya peranan sektor perumahan, terutama terhadap perekonomian, studi ini bertujuan untuk melihat peran dan kontribusi sektor perumahan terhadap perekonomian. 1.3. Ruang Lingkup Sejalan dengan tujuan, ruang lingkup dari studi ini adalah: 1. Pembahasan difokuskan pada dampak investasi sektor perumahan terhadap perekonomian (output sektoral, tenaga kerja, dan pendapatan rumah tangga). 2. Sektor perumahan yang dimaksud hanya terdiri dari bangunan tempat tinggal, prasarana permukiman dan utilitas. 3. Studi ini menggunakan salah satu pendekatan keseimbangan umum statis, yaitu model sistem neraca sosial ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM). 7
  • 9. BAB II METODOLOGI Studi ini menggunakan SAM untuk menghitung kontribusi yang dihasilkan oleh sektor perumahan terhadap perekonomian. SAM adalah neraca ekonomi masukan ganda tradisional berbentuk matriks partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antara agen, terutama sekali antara sektor-sektor di dalam blok produksi, dalam blok institusi dan dalam blok faktor produksi, di suatu perekonomian (Pyatt & Round, 1979). Sebagai suatu sistem pendataan, SAM merupakan sistem yang baik karena (1) merangkum seluruh kegiatan transaksi ekonomi yang terjadi di suatu perekonomian untuk kurun waktu tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu wilayah; dan (2) memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, sehingga dapat memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan Dengan menggunakan SAM, studi ini dapat menunjukkan dengan baik dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap berbagai indikator makro. Dengan demikian dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap output sektoral, pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Secara sederhana, kerangka dasar SAM digambarkan pada Gambar 2.1. Kerangka dasar pembentukan SAM ini adalah berbentuk matriks partisi yang berukuran 4 x 4. Baris menunjukkan penerimaan, sedangkan kolom menunjukkan pengeluaran. Pada Tabel 3.1, submatriks Tij digunakan untuk menunjukkan penerimaan neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Vektor yi menunjukkan total penerimaan neraca baris ke-i, sebaliknya vektor yj menunjukkan total pengeluaran neraca kolom ke-j. Sesuai dengan ketentuan pada SAM, vektor yi sama dengan vektor yj, dengan kata lain yj merupakan vektor transpose dari yi, untuk setiap i = j. Untuk dapat dengan mudah mengerti transaksi-transaksi ekonomi yang dicatat oleh sebuah SAM. Neraca-neraca (account) pada Tabel SAM dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Secara garis besar kelompok neraca-neraca endogen dibagi dalam tiga blok: blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi dan blok neraca aktivitas (kegiatan) produksi. Untuk menyingkat penulisan, ketiga blok tersebut selanjutnya akan disebut sebagai blok faktor produksi, blok institusi dan blok kegiatan produksi. 8
  • 10. Pengeluaran Neraca Endogen Faktor Kegiatan Neraca Eksogen Total Institusi Produksi Produksi 1 2 3 4 5 Y1 X1 T13 Jumlah Faktor Pendapatan 1 0 0 Distribusi Pendapatan Produksi Eksogen Faktor Nilai Tambah Faktor Produksi Produksi Neraca Endogen T21 X2 Y2 Pendapatan T22 Pendapatan Jumlah Institusi 2 Institusi dari Transfer 0 Institusi dari Pendapatan Faktor Antar Institusi Eksogen Institusi Produksi T33 Y3 Penerimaan T32 Transaksi X3 Jumlah Kegiatan Permintaan 3 0 Antar Ekspor dan Output Produksi Akhir Kegiatan Investasi Kegiatan Domestik (I-O) Produksi L1 L3 Pengeluaran R Jumlah L2 Impor dan Neraca eksogen 4 Eksogen Transfer Antar Pendapatan Tabungan Pajak tak Faktor Eksogen Eksogen Langsung Produksi Y’1 Y’3 Y’2 Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah 5 Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Faktor Kegiatan Eksogen Institusi Produksi Produksi Gambar 2.1. Kerangka Sederhana SAM Gambar 2.2 menunjukkan transaksi ekonomi utama yang tercatat di dalam sebuah SAM (tanda panah menunjukkan arus uang). Submatriks T13 menunjukkan alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi, sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Submatriks T21 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi ke berbagai institusi, yang umumnya terdiri dari rumah tangga, pemerintah dan perusahaan. Dengan perkataan lain, matriks ini merupakan matriks yang merekam distribusi pendapatan dari faktor produksi ke berbagai institusi. Sebagai contoh, sebagian pekerja di sektor pertanian merupakan anggota dari kelompok masyarakat petani pemilik tanah kecil. Dengan demikian ada uang yang mengalir dari sektor pekerja tani ke kelompok masyarakat pemilik tanah pertanian kecil. Submatriks T22 menunjukkan transfer pembayaran antar institusi, misalnya pemberian subsidi dari pemerintah ke rumah tangga, pemberian subsidi dari perusahaan ke rumah tangga, atau pembayaran transfer dari rumah tangga ke rumah tangga yang lain. Submatriks T32 menunjukkan permintaan terhadap barang dan jasa oleh institusi, dengan kata lain menunjukkan uang yang dibayarkan pihak institusi ke sektor produksi untuk membeli barang 9
  • 11. dan jasa yang dikonsumsi. Submatriks T33 menunjukkan permintaan barang dan jasa antar industri atau transaksi antar sektor produksi. Selain submatriks-submatriks tersebut, SAM juga mencatat submatriks transaksi ekonomi di sektor perbankan dan transaksi ekonomi dengan pihak luar negeri. Kegiatan Produksi T33 T32 T13 Institusi Faktor Produksi T22 T21 Sumber: Thorbecke, 1988 Gambar 2.2 Transaksi Ekonomi Antara Agen di dalam Sebuah Perekonomian SAM juga memberikan informasi mengenai struktur sosial suatu perekonomian, khususnya informasi struktur produksi, kondisi faktor produksi, distribusi pendapatan rumah tangga (berdasarkan kelompok sosial-ekonomi), dan pola pengeluaran berbagai institusi (termasuk kelompok rumah tangga yang berbeda-beda). Secara umum, SAM merupakan pendekatan terbaik bagi kerangka perhitungan keseimbangan umum yang tersedia bagi para peneliti ekonomi dan sosial (Thorbecke, 1985). Tabel SAM yang digunakan pada penelitian berasal dari tabel SNSE Indonesia tahun 2005 yang telah dimodifikasi, khususnya pada bagian aktivitas produksi dan komoditi. Pada dasarnya struktur SNSE Indonesia adalah sama dengan SAM, yakni terdiri atas neraca endogen dan neraca eksogen. Neraca endogen terdiri atas Faktor Produksi, Institusi dan Aktivitas Produksi. Sementara itu neraca eksogen terdiri atas neraca kapital, pajak tidak langsung, subsidi dan rest of the world. Perbedaan yang cukup mendasar antara konsep SAM dasar dan SNSE Indonesia adalah dipilahnya Aktivitas Produksi menjadi Sektor Produksi dan Komoditi (Domestik dan Impor) serta munculnya 2 akun baru yakni Margin Perdagangan dan Margin Pengangkutan. 10
  • 12. Tabel 2.1. Klasifikasi Faktor Produksi Desa Penerima Upah dan Gaji Kota Pertanian Desa Bukan Penerima Upah dan Gaji Kota Desa Produksi, Operator Penerima Upah dan Gaji Alat Angkutan, Kota Manual dan buruh Desa Faktor Produksi kasar Bukan Penerima Upah dan Gaji Kota Tenaga kerja Desa Penerima Upah dan Gaji Tata Usaha, Kota Penjualan, Jasa-Jasa Desa Bukan Penerima Upah dan Gaji Kota Desa Kepemimpinan, Penerima Upah dan Gaji Ketatalaksanaan, Kota Militer, Profesional Desa dan Teknisi Bukan Penerima Upah dan Gaji Kota Bukan tenaga kerja Faktor produksi terbagi menjadi 18 kategori tenaga kerja dan 1 kategori bukan tenaga kerja. Tenaga kerja terpilah manjadi tenaga kerja pertanian; tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar; tenaga kerja tata usaha, penjualan dan jasa-jasa; dan tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi. Masing-masing kategori tersebut terpecah lagi menjadi penerima upah (formal) dan bukan penerima upah (informal) untuk masing-masing lokasi desa dan kota. Secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.2. Klasifikasi Institusi Buruh Pengusaha memiliki tanah 0 ha - 0,5ha Pertanian Pengusaha Pengusaha memiliki tanah 0,5 ha -1 ha Pertanian Pengusaha memiliki tanah 1 ha lebih Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Pedesaan Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Rumah Institusi tangga Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, Bukan pekerja TU dan penjualan golongan atas Pertanian Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Perkotaan Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Perusahaan Pemerintah 11
  • 13. Institusi terbagi menjadi tiga yakni Rumah Tangga, Perusahaan dan Pemerintah. Rumah Tangga dikelompokkan menjadi Rumah Tangga Pertanian dan Rumah Tangga Bukan Pertanian. Rumah Tangga Pertanian selanjutnya dipilah kembali menjadi Buruh dan Pengusaha Pertanian. Pengusaha Pertanian dipilah kembali berdasarkan luas kepemilikan lahan menjadi golongan atas (lebih dari 1 ha), menengah (0,5 ha – 1 ha) dan bawah (0 ha – 0,5 ha). Rumah Tangga Bukan Pertanian tersubkategori menjadi Pedesaan dan Perkotaan. Selanjutnya untuk masing-masing lokasi terpilah kembali menjadi pengusaha bebas golongan rendah, bukan angkatan kerja dan pengusaha bebas golongan atas. Secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 2.2. Aktivitas Produksi pada tabel SAM yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 26 sektor sebagaimana yang terlihat pada Tabel 2.3. Dua puluh enam sektor yang disajikan pada dasarnya merupakan disagregasi dari sektor-sektor yang digunakan pada Tabel SNSE Indonesia tahun 2005 yang awalnya berjumlah 24 sektor. Fokus dari penelitian ini adalah sektor konstruksi yang selanjutnya didisagregasi menjadi 3 sub-sektor, yakni sektor bangunan tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor bangunan lainnya. Secara detail nama sektor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Sektor yang berwarna biru adalah fokus dari penelitian ini dan merepresentasikan proses disagregasi yang dilakukan. Gambar 2.3. Klasifikasi Aktivitas Produksi Setelah memiliki klasifikasi sektor sesuai dengan yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi opsi kebijakan yang mungkin dilakukan terkait dengan pengembangan sektor perumahan. Secara garis besar, mekanisme transmisi yang terjadi dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4. Peningkatan investasi pada sektor perumahan 12
  • 14. akan berdampak pada peningkatan output sektor perumahan itu sendiri diikuti oleh naiknya permintaan akan output dari sektor-sektor yang terkait dengan aktivitas produksi sektor perumahan. Secara bersama-sama, peningkatan tersebut akan mendorong naiknya pendapatan faktor-faktor produksi khususnya yang digunakan pada sektor yang bersangkutan. Naiknya pendapatan faktor produksi tersebut selanjutnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga yang berimplikasi pada semakin besarnya kemampuan belanja dari rumah tangga yang bersangkutan. Hal tersebut tentu saja akan meningkatkan demand dari output yang biasa dikonsumsi dari rumah tangga. Selanjutnya, dampak peningkatan output- output sektor tersebut akan kembali meningkatkan output sektor terkait dan pendapatan faktor produksi dan transmisi selanjutnya akan sama dengan yang dipaparkan sebelumnya. Dampak yang berulang inilah yang selanjutnya dikenal dengan pengganda output. Gambar 2.4. Mekanisme Transmisi Secara teknis, proses perhitungan dampak opsi kebijakan pada sektor perumahan dengan menggunakan matriks pengganda neraca SAM dapat ditunjukkan pada Gambar 2.5. Matriks pengganda neraca SAM menangkap dampak keseluruhan dari sektor tertentu terhadap sektor-sektor lain dalam ekonomi. Matriks pengganda ini juga dapat menjelaskan dampak perubahan neraca eksogen terhadap neraca endogen. Input yang digunakan pada metode ini adalah injeksi pada neraca eksogen. Sesuai dengan penelitian ini maka injeksi dilakukan pada sektor perumahan. Selanjutnya, interaksi antara injeksi pada neraca eksogen dengan matriks pengganda akan menghasilkan beberapa output, yakni perubahan output sektoral, perubahan pendapatan faktor produksi, perubahan pendapatan rumah tangga dan perubahan penyerapan tenaga kerja. 13
  • 15. Gambar 2.5. Matriks Pengganda Neraca 14
  • 16. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian ini akan menjelaskan mengenai hasil simulasi dengan menggunakan analisis Social Accounting Matrix (SAM). Simulasi difokuskan pada dampak investasi sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan terhadap output sektoral, pendapatan berbagai kelompok rumah tangga, pendapatan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja. Dalam studi ini dilakukan 3 (tiga) macam skenario sederhana yang menganalisis kebijakan investasi yang akan dibandingkan dengan kondisi awal atau kondisi sebelum adanya kebijakan investasi. Diasumsikan pemerintah memiliki dana sebesar 5 trilyun rupiah dan memiliki tiga pilihan skenario untuk penggunaan dana tersebut. Adapun ketiga skenario tersebut dapat diperinci sebagai berikut: 1. Investasi dilakukan di sektor bangunan tempat tinggal sebesar Rp. 5 Triliun. 2. Investasi dilakukan di sektor sarana dan prasarana perumahan sebesar Rp. 5 Triliun. 3. Investasi dilakukan di sektor bangunan tempat tinggal dan sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar sebesar Rp. 2.5 Triliun. Tabel 3.1. Dampak Ketiga Skenario Terhadap Perekonomian Indonesia Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Peningkatan yang dialami oleh Nilai dan Persentase Nilai dan Persentase Nilai dan Persentase 4,278.31 3,775.46 4,026.89 Pendapatan tenaga kerja 0.29% 0.25% 0.27% 5,833.25 5,210.76 5,522.01 Pendapatan rumah tangga 0.27% 0.24% 0.25% 17,721.43 16,318.66 17,020.05 Output sektoral 0.28% 0.26% 0.27% 142,371 127,240 134,806 Penyerapan tenaga kerja 0.14% 0.12% 0.13% 35,069.08 31,984.04 33,526.56 TOTAL 0.35% 0.32% 0.34% Sumber : hasil estimasi model Secara umum, kebijakan investasi pada sektor perumahan yang ditunjukkan oleh ketiga simulasi akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian. Diantara ketiga simulasi tersebut dapat dilihat bahwa jika pemerintah diasumsikan hanya memiliki anggaran sebesar 5 trilyun rupiah maka kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal merupakan pilihan kebijakan yang akan memberikan dampak yang relatif lebih besar 15
  • 17. dibandingkan dengan alternatif kebijakan lainnya. Perbedaan dampak antara ketiga skenario tidak begitu besar, yakni berkisar 1,5 trilyun rupiah atau 0,01 persen. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada bagian pendahuluan, investasi pada sektor perumahan akan meningkatkan output sektor yang bersangkutan dan juga sektor-sektor lainnya yang outputnya digunakan sebagai input bagi sektor perumahan atau yang menggunakan output dari sektor perumahan. Perkembangan pada sektor-sektor tersebut tentu akan meningkatkan permintaan akan faktor produksi dan selanjutnya tentu akan meningkatkan pendapatan dari faktor produksi. Pengaruh investasi pada sektor perumahan tidak hanya berhenti sampai disitu, peningkatan pendapatan faktor produksi selanjutnya akan mengakibatkan peningkatan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Oleh karena itu, kita juga dapat melihat dampak dari setiap opsi kebijakan terhadap pendapatan faktor produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, output sektoral dan juga penyerapan tenaga kerja. Jika dianalisa secara lebih detail, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal terlihat lebih dominan dibandingkan dengan alternatif kebijakan yang lain, baik dari sisi pendapatan faktor produksi tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, output sektoral dan penyerapan tenaga kerja. Perbedaan dampak positif terhadap pendapatan rumah tangga dibandingkan dengan skenario lainnya mencapai 0,01 persen sampai 0,03 persen. Hal ini juga diperkuat dengan dampak positif terbesar kedua yakni dari kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah. Selain beberapa indikator di atas, peneliti juga menghitung dampak ketiga opsi kebijakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan menggunakan pendekatan nilai tambah. Gambar 3.1. menunjukkan bahwa opsi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal kembali memberikan dampak positif terbesar terhadap PDB Indonesia. Investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah diestimasikan akan meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.3 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. Sementara itu, investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan sebesar 5 trilyun rupiah diekspektasi dapat meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.27 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. Opsi ketiga, yakni kombinasi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah diperkirakan akan meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0.28 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. 16
  • 18. Gambar 3.1. Matriks Pengganda Neraca 3.1. Dampak dari masing-masing skenario pada output sektoral Pada sub-bab berikut ini dibahas dampak dari masing-masing skenario pada output sektoral. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa adanya keterkaitan antar sektor mengakibatkan peningkatan output suatu sektor akan mendorong peningkatan output pada sektor lainnya yang terkait. Perlu diperhatikan bahwa dampak investasi sektor perumahan terhadap sektor lainnya disajikan dalam bentuk nominal dan persentase. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa jika dilihat dari persentase perubahan output, dampak positif terbesar dari investasi sektor perumahan pada ketiga skenario akan dirasakan oleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan sebesar masing-masing antara 0,39 persen sampai dengan 1.02 persen. Dampak yang besar tersebut lebih dikarenakan nilai dasar kedua sektor yang relatif sangat kecil dibandingkan sektor lainnya dan struktur output kedua sektor tersebut. Salah satu pengguna utama output sektor pertambangan dan penggalian lainnya dan sektor kehutanan adalah sektor perumahan. Hal lain yang cukup menarik dari kebijakan investasi sektor perumahan adalah dampak positif yang cukup merata pada sektor-sektor lain, kecuali pada sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan sektor konstruksi lain diluar sektor yang mendapatkan injeksi. Dampak positif yang tidak terlalu besar pada sektor TPT merupakan hal yang sangat wajar mengingat keterkaitan yang sangat kecil antara sektor perumahan dengan sektor TPT. Sementara itu terdapat indikasi bahwa sektor perumahan tidak memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor konstruksi lainnya dan bahkan pengembangan sektor bangunan tempat tinggal 17
  • 19. tidak mampu mendorong pertumbuhan sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh dampak positif terkecil yang diterima oleh sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya dampak positif terkecil akan diterima oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor sarana dan prasarana rumah. Tabel 3.2. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Output Sektoral No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3 1 Pertanian Tanaman Pangan 682.49 610.86 646.67 (%) 0.25% 0.22% 0.23% 2 Pertanian Tanaman Lainnya 215.77 189.24 202.51 (%) 0.20% 0.18% 0.19% 3 Peternakan 219.98 197.46 208.72 (%) 0.26% 0.23% 0.24% 4 Kehutanan 191.17 149.32 170.24 (%) 0.60% 0.46% 0.53% 5 Perikanan 242.27 216.75 229.51 (%) 0.25% 0.22% 0.23% 6 Pertambangan Minyak, Batubara & Gas Bumi 315.64 280.87 298.26 (%) 0.09% 0.08% 0.08% 7 Pertambangan & Penggalian Lainnya 457.43 174.53 315.98 (%) 1.02% 0.39% 0.71% 8 Industri Makanan & Minuman 1,509.53 1,352.31 1,430.92 (%) 0.22% 0.20% 0.21% 9 Industri Tekstil & Produk Tekstil 280.53 251.34 265.93 (%) 0.11% 0.10% 0.10% 10 Industri Kayu & Barang dari Kayu 379.65 252.15 315.90 (%) 0.37% 0.24% 0.30% 11 Industri Kertas, & Barang dari Logam 1,680.16 1,825.60 1,752.88 (%) 0.20% 0.22% 0.21% 12 Industri Kimia 1,741.87 1,454.31 1,598.09 (%) 0.24% 0.20% 0.22% 13 Listrik, Gas & Air Bersih 201.03 183.66 192.35 (%) 0.21% 0.19% 0.20% 14 Bangunan tempat tinggal 5,007.35 6.58 2,506.97 (%) 8.74% 0.01% 4.37% 18
  • 20. Tabel 3.2. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Output Sektoral (Continued) No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3 15 Sarana dan prasarana perumahan 3.66 5,003.29 2,503.47 (%) 0.00% 3.72% 1.86% 16 Bangunan lainnya 113.37 94.88 104.13 (%) 0.03% 0.02% 0.03% 17 Jasa Perdagangan 992.00 883.49 937.75 (%) 0.20% 0.17% 0.18% 18 Restoran 511.52 465.15 488.34 (%) 0.26% 0.24% 0.25% 19 Perhotelan 33.67 33.90 33.78 (%) 0.11% 0.12% 0.12% 20 Angkutan Darat 401.73 347.43 374.58 (%) 0.25% 0.22% 0.23% 21 Angkutan Udara, Air & Komunikasi 421.40 387.69 404.55 (%) 0.21% 0.19% 0.20% 22 Jasa Penunjang Angkutan 77.61 66.91 72.26 (%) 0.20% 0.17% 0.19% 23 Bank dan Asuransi 448.08 425.52 436.80 (%) 0.26% 0.24% 0.25% 24 Real Estate & Jasa Perusahaan 501.53 481.85 491.69 (%) 0.28% 0.27% 0.28% 25 Pemerintahan Umum dan Pertahanan 675.53 613.86 644.69 (%) 0.22% 0.20% 0.21% 26 Jasa Perorangan dan Jasa RUmah Tangga 416.46 369.71 393.08 (%) 0.24% 0.22% 0.23% Total 17,721.43 16,318.66 17,020.05 Untuk melihat dampak sektoral secara lebih detail ada baiknya juga kita lihat dampak secara nominalnya. Tabel 3.2 menunjukkan bahwa dua sektor yang menerima dampak positif paling besar adalah sektor industri kimia (didalamnya termasuk semen) dan sektor industri kertas dan barang dari logam. Hal ini sangatlah masuk akal mengingat pembangunan infrastruktur seperti rumah akan memerlukan input semen dan produk dari logam dalam jumlah yang signifikan. Sementara itu, dampak positif pada sektor konstruksi lain di luar sektor yang diasumsikan mendapatkan peningkatan investasi memiliki pola yang hampir mirip dengan hasil berdasarkan persentase perubahan. Sektor sarana dan prasarana rumah dan sektor bangunan lainnya akan mengalami peningkatan output terkecil ketika opsi kebijakan 19
  • 21. yang dipilih adalah investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sebaliknya peningkatan output terkecil akan dirasakan oleh sektor bangunan tempat tinggal dan sektor bangunan lainnya ketika opsi kebijakan yang dipilih adalah peningkatan investasi pada sektor sarana dan prasarana rumah. Hal tersebut semakin memperkuat indikasi adanya keterkaitan yang sangat lemah antara sub sektor konstruksi yang direpresentasikan dengan tiga sektor pada analisis. Jika kita membandingkan dampak kebijakan investasi sektor perumahan terhadap sektor lainnya dengan tiga opsi kebijakan yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa dampak positif secara sektoral memiliki pola yang hampir mirip. Perbedaan besarnya terletak pada besaran dari dampaknya dimana ditemukan bahwa dampak positif dari opsi kebijakan pertama lebih besar dibandingkan dengan opsi kebijakan ketiga, dan opsi kebijakan ketiga memiliki dampak positif yang lebih besar dibandingkan opsi kebijakan kedua. Gambar 3.2. Keterkaitan sektor bangunan tempat tinggal dengan sektor lainnya Dampak opsi kebijakan investasi sektor perumahan terhadap output sektoral juga dapat ditelusuri dari keterkaitan sektor perumahan dengan output sektor lainnya. Gambar 3.2. menunjukkan keterkaitan sektor bangunan tempat tinggal terhadap sektor lainnya yang dikelompokkan kedalam 5 sektor besar, yakni pertanian, pertambangan, industri, konstruksi dan utilitas dan jasa. Sektor bangunan tempat tinggal memiliki keterkaitan yang sangat besar terhadap sektor industri sekitar 66,65 persen khususnya dalam menyuplai kebutuhan material bangunan. Secara lebih detail sektor ini memiliki keterkaitan yang sangat besar pada sektor 20
  • 22. kimia dikarenakan kebutuhan akan produk semen yang sangat tinggi. Selain itu, sektor ini juga memiliki keterkaitan yang besar pada sektor kertas dan barang dari logam (sebesar 23,10 persen) dan sektor kayu dan barang dari kayu (sebesar 10,60 persen). Memepertegas hasil yang ditunjukkan pada simulasi terhadap output sektoral, sektor bangunan tempat tinggal memiliki keterkaitan yang sangat kecil dengan sektor konstruksi dan utilitas. Keterkaitan yang lemah inilah yang mengakibatkan dampak positif yang kecil sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pola yang mirip dengan sektor bangunan tempat tinggal juga ditemukan pada sektor sarana dan prasarana perumahan. Gambar 3.3. menunjukkan bahwa sektor sarana dan prasarana perumahan memiliki keterkaitan yang sangat besar pada sektor industri sebesar 72.57 persen, khususnya dengan sektor kertas dan barang dari logam, sektor kimia dan sektor kayu dan barang dari kayu. Selain itu, sektor sarana dan prasarana perumahan juga memiliki keterkaitan yang sangat kecil dengan sub-sektor konstruksi lainnya. Gambar 3.3. Keterkaitan sektor sarana dan prasarana perumahan dengan sektor lainnya 3.2. Dampak dari masing-masing skenario terhadap pendapatan tenaga kerja Sub-bagian ini membahas analisis dampak dari kebijakan investasi di sektor perumahan terhadap pendapatan faktor produksi, khususnya pada faktor produksi tenaga kerja. Secara umum dampak positif terbesar akan diterima oleh tenaga kerja manual/operator, 21
  • 23. dimana untuk semua kategori tenaga kerja manual/operator baik itu formal, informal, desa atau kota menerima dampak positif di atas 0,3 persen untuk semua skenario. Secara lebih spesifik dampak positif terbesar akan diterima oleh tenaga kerja manual/operator formal di pedesaan. Sekilas terkesan hasil ini sedikit tidak masuk akal mengingat sebagian besar tenaga kerja di sektor konstruksi merupakan tenaga kerja informal. Perlu diingat bahwa yang sedang dibahas pada sub-bagian ini adalah pendapatan tenaga kerja bukan jumlah tenaga kerja, dan jika dilihat struktur pendapatan tenaga kerjanya maka hasil tersebut adalah sangat wajar. Sementara itu, dampak positif terkecil akan diterima oleh tenaga kerja administrasi/tata usaha informal baik di desa maupun di kota untuk semua skenario. Hasil ini sangatlah masuk akal mengingat kegiatan konstruksi -apapun jenisnya- lebih banyak melibatkan tenaga kerja di lapangan. Tenaga kerja administasi tetap dibutuhkan namun dengan jumlah yang relatif sedikit. Seiring dengan meningkatnya output sektor-sektor lainnya, maka kebijakan investasi sektor perumahan baik itu pada sektor bangunan tempat tinggal maupun pada sektor sarana dan prasarana perumahan juga akan meningkatkan pendapatan faktor produksi tenaga kerja lainnya yang tidak berhubungan secara langsung dengan sektor perumahan. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.3 dimana seluruh tipe tenaga kerja akan menerima peningkatan pendapatan paling sedikit 0,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sektor perumahan merupakan kebijakan yang “pro” terhadap pendapatan faktor produksi tenaga kerja. Tabel 3.3. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja No. Klasifikasi Tenaga Kerja SIM 1 SIM 2 SIM 3 1 Tenaga Kerja Pertanian Formal - Desa 153.31 135.06 144.19 (%) 0.25% 0.22% 0.24% 2 Tenaga Kerja Pertanian Formal - Kota 39.69 34.78 37.23 (%) 0.26% 0.23% 0.24% 3 Tenaga Kerja Pertanian Informal - Desa 465.20 413.17 439.19 (%) 0.25% 0.22% 0.23% 4 Tenaga Kerja Pertanian Informal - Kota 46.94 41.60 44.27 (%) 0.25% 0.22% 0.24% 5 Tenaga Kerja Produksi/ Manual Formal – Desa 492.01 424.81 458.41 (%) 0.45% 0.39% 0.42% 6 Tenaga Kerja Produksi/ Manual Formal – Kota 777.22 699.19 738.21 (%) 0.35% 0.31% 0.33% 22
  • 24. Tabel 3.3. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Tenaga Kerja (Continued) No. Klasifikasi Tenaga Kerja SIM 1 SIM 2 SIM 3 7 Tenaga Kerja Produksi/ Manual Informal – Desa 305.15 242.17 273.66 (%) 0.38% 0.30% 0.34% 8 Tenaga Kerja Produksi/ Manual Informal – Kota 267.12 222.50 244.81 (%) 0.41% 0.34% 0.37% Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Formal – 9 Desa 114.10 102.57 108.33 (%) 0.23% 0.21% 0.22% Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Formal – 10 Kota 629.91 574.87 602.39 (%) 0.24% 0.22% 0.23% Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Informal – 11 Desa 171.77 151.35 161.56 (%) 0.21% 0.19% 0.20% Tenaga Kerja Tata Usaha/ Administrasi Informal – 12 Kota 310.90 278.14 294.52 (%) 0.22% 0.19% 0.20% 13 Tenaga Kerja Profesional Formal – Desa 91.84 82.00 86.92 (%) 0.23% 0.21% 0.22% 14 Tenaga Kerja Profesional Formal – Kota 318.95 291.78 305.37 (%) 0.27% 0.25% 0.26% 15 Tenaga Kerja Profesional Informal – Desa 30.99 22.53 26.76 (%) 0.42% 0.30% 0.36% 16 Tenaga Kerja Profesional Informal – Kota 63.22 58.94 61.08 (%) 0.35% 0.33% 0.34% Total 4,278.31 3,775.46 4,026.89 Jika kita membandingkan ketiga opsi kebijakan di atas, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal akan memberikan dampak positif yang lebih besar untuk semua tipe tenaga kerja. Selanjutnya pengalokasian dana pada dua sektor, yakni sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun akan memberikan dampak positif yang relatif lebih besar dibandingkan dengan penempatan dana sebesar 5 trilyun hanya pada sektor sarana dan prasarana perumahan. 3.3. Dampak dari masing-masing skenario terhadap pendapatan rumah tangga Analisa lain yang akan dibahas pada sub bagian ini adalah dampak dari masing- masing opsi kebijakan pada pendapatan rumah tangga. Secara umum, investasi sektor perumahan akan memiliki dampak positif yang relatif merata terhadap semua tipe rumah tangga. Untuk opsi kebijakan pertama –investasi pada sektor bangunan tempat tinggal- 23
  • 25. diestimasi akan meningkatkan pendapatan seluruh tipe rumah tangga dengan besaran 0,23 persen hingga 0,29 persen. Dampak positif terbesar akan diterima oleh rumah tangga bukan tenaga kerja di pedesaan dan rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan. Hal tersebut terjadi dikarenakan semua tipe faktor produksi mengalami peningkatan pendapatan dengan besaran berkisar antara 0,21 persen hingga 0,45 persen untuk skenario pertama dan 0,19 persen hingga 0,39 persen pada skenario kedua dan 0,20 persen hingga 0,42 persen pada skenario ketiga. Besaran dampak yang relatif merata tersebut akan mendorong pendapatan semua tipe rumah tangga dan secara agregat akan berdampak positif lebih besar pada kelompok rumah tangga bukan tenaga kerja di pedesaan dan rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan. Sementara itu, dampak positif terkecil akan diterima oleh kelompok rumah tangga buruh tani. Hal yang serupa juga terjadi pada dua opsi kebijakan lainnya, dimana dampak positif tertinggi akan diterima oleh kelompok rumah tangga bukan tenaga kerja di perkotaan dan dampak positif terkecil diterima oleh kelompok rumah tangga buruh tani. Jika kita bandingkan besaran dampaknya, maka hasil komparasinya akan sama persis dengan dampak terhadap output sektoral maupun pendapatan faktor produksi, dimana dampak positif terbesar pada pendapatan rumah tangga akan terjadi jika kebijakan investasi pemerintah dikucurkan pada sektor bangunan tempat tinggal diikuti oleh kombinasi investasi pada sektor bangunan temapt tinggal dan sektor sarana dan prasaran perumahan. Sementara itu, kebijakan investasi sektor sarana dan prasaran perumahan diekspektasi akan memberikan dampak yang paling kecil relatif dibandingkan dengan skenario lainnya. Tabel 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga No. Klasifikasi Rumah Tangga SIM 1 SIM 2 SIM 3 1 Buruh Tani 317.17 284.67 300.92 (%) 0.23% 0.21% 0.22% 2 Petani Skala Kecil 507.95 451.23 479.59 (%) 0.25% 0.22% 0.23% 3 Petani Skala Menengah 306.36 274.84 290.60 (%) 0.26% 0.24% 0.25% 4 Petani Skala Besar 287.51 258.19 272.85 (%) 0.25% 0.23% 0.24% 5 Bukan Tenaga Kerja di Pedesaan 856.40 750.73 803.57 (%) 0.29% 0.25% 0.27% 6 Pendapatan Rendah di Pedesaan 273.47 237.82 255.64 (%) 0.28% 0.24% 0.26% 24
  • 26. Tabel 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Continued) No. Klasifikasi Rumah Tangga SIM 1 SIM 2 SIM 3 7 Pendapatan Tinggi di Pedesaan 658.74 582.01 620.38 (%) 0.26% 0.23% 0.25% 8 Bukan Tenaga Kerja di Perkotaan 1,113.31 999.13 1,056.22 (%) 0.29% 0.26% 0.27% 9 Pendapatan Rendah di Perkotaan 365.79 332.00 348.90 (%) 0.27% 0.24% 0.26% 10 Pendapatan Tinggi di Perkotaan 1,146.54 1,040.13 1,093.34 (%) 0.26% 0.23% 0.24% Total 5,833.25 5,210.76 5,522.01 Selain dampak positif yang ditunjukkan pada analisa di atas, secara lebih detail juga dapat dilihat dampak terhadap pendapatan rumah tangga miskin dengan memanfaatkan share pendapatan rumah tangga miskin untuk masing-masing kategori rumah tangga. Investasi pada sektor bangunan tempat tinggal diestimasikan akan memberikan dampak paling besar dibandingkan dengan dua opsi kebijakan lainnya. Gambar 3.4. menunjukkan bahwa investasi sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor tersebut diperkirakan mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin sebesar 0,27 persen dibandingkan dengan tanpa adanya investasi. Sementara itu opsi kebijakan kedua dan ketiga memiliki dampak positif 0,02 persen dan 0,03 persen lebih rendah dibanding opsi pertama terhadap pendapatan rumah tangga miskin. Gambar 3.4. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Miskin 25
  • 27. 3.4. Dampak dari masing-masing skenario terhadap penyerapan tenaga kerja Pembahasan selanjutnya adalah melihat dampak ketiga skenario terhadap penyerapan tenaga kerja. Tabel 3.5 menunjukkan bahwa ketiga skenario mampu menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang. Diantara ketiga skenario tersebut penciptaan lapangan pekerjaan terbesar akan dihasilkan oleh kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal yakni sebesar 142.371 orang. Penciptaan lapangan pekerjaan terbesar kedua dihasilkan oleh skenario ketiga yakni sebesar 134.806 orang. Sementara itu, jika pemerintah memilih untuk mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah seluruhnya pada sektor sarana dan prasarana rumah maka akan menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan skenario lainnya, yakni sebesar 127.240 orang. Tabel 3.5. Dampak Investasi Sektor Perumahan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja No Sektor SIM 1 SIM 2 SIM 3 1 Sektor sendiri 21,896 21,878 21,909 % 0.02% 0.02% 0.02% 2 Sektor lainnya 120,475 105,363 112,897 % 0.12% 0.10% 0.11% 142,371 127,240 134,806 Total 0.14% 0.12% 0.13% Tabel 3.5 juga menampilkan dampak investasi sektor perumahan terhadap penyerapan tenaga kerja baik pada sektor sendiri dan sektor lainnya. Sektor sendiri diartikan sebagai sektor yang menerima injeksi atau shock pada simulasi sedangkan sektor lainnya menunjukkan spill over effect ke sektor-sektor lainnya. Secara umum dapat dilihat bahwa investasi sektor perumahan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor lain jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor itu sendiri. Selain itu, Tabel 3.5 menunjukkan bahwa kemampuan investasi sektor perumahan untuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu sendiri tidak jauh berbeda antara satu opsi kebijakan dengan lainnya. Investasi pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan diestimasikan akan menciptakan masing-masing 21.896 dan 21.878 lapangan pekerjaan baru di sektor itu sendiri atau naik sekitar 0,02 persen dibanding total lapangan kerja yang tersedia sebelumnya di seluruh sektor. Perbedaan yang cukup mencolok akan terlihat jika kita menghitung persentase perubahan dibandingkan jumlah lapangan kerja yang tersedia sebelumnya di sektor itu sendiri, dimana investasi pada sektor bangunan tempat tinggal memiliki dampak yang dua 26
  • 28. kali lebih besar dibandingkan dengan investasi pada sektor sarana dan prasarana perumahan. Selain itu, hal lain yang membedakan antara ketiga opsi kebijakan adalah kemampuannya untuk menciptakan lapangan kerja di sektor lain. Opsi kebijakan pertama diperkirakan akan menciptakan 120.475 lapangan kerja baru di sektor lain. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan lapangan kerja baru yang tercipta akibat opsi kebijakan kedua, yakni sebesar 105.363 orang. 27
  • 29. BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pengembangan sektor perumahan bukan hanya upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia melainkan juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlepas dari peningkatan produktivitas yang ditimbulkan oleh dampak psikologis dengan telah tersedianya tempat tinggal bagi rumah tangga dan sebagai akibat membaiknya kesehatan keluarga dengan kondisi tempat tinggal yang layak, penelitian ini berfokus pada dampak ekonomi dari pengembangan sektor perumahan. Terdapat tiga opsi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dan dianalisa pada penelitian ini, yakni (i) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor bangunan tempat tinggal; (ii) mengalokasikan dana sebesar 5 trilyun rupiah pada sektor sarana dan prasarana perumahan; dan (iii) mengalokasikan dana pada sektor bangunan tempat tinggal dan sektor sarana dan prasarana perumahan masing-masing sebesar 2,5 trilyun rupiah. Secara umum, hasil simulasi dengan menggunakan pendekatan Social Accounting Matrix (SAM) menunjukkan bahwa opsi kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal lebih unggul dibandingkan dengan opsi kebijakan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan dampak positif yang relatif lebih besar baik pada output sektoral, pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, jika dilihat dampaknya terhadap PDB Indonesia maka diperkirakan kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal sebesar 5 trilyun rupiah mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh 0,30 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa adanya kebijakan investasi. Ekspektasi peningkatan PDB tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan opsi kebijakan kedua dan ketiga yang masing-masing memiliki dampak sebesar 0,27 persen dan 0,28 persen. Secara sektoral dapat disimpulkan bahwa pola atau struktur dampak dari ketiga opsi kebijakan hampir mirip. Kebijakan investasi pada sektor perumahan yang direpresentasikan dengan 3 opsi kebijakan akan memiliki dampak positif yang relatif cukup merata pada output sektor lain, yakni sekitar 0,1 – 0,3 persen. Perbedaannya hanyalah terletak pada dampak terhadap sektor pertambangan dan penggalian lainnya (memiliki persentase perubahan terbesar) dan sub-sektor konstruksi selain sektor yang diinjeksi (memiliki persentase perubahan terkecil). Temuan lain yang cukup menarik adalah rendahnya keterkaitan antara 28
  • 30. sub sektor konstruksi. Dalam hal ini adalah keterkaitan yang lemah antara sektor bangunan tempat tinggal, sektor sarana dan prasarana perumahan dan sektor konstruksi lainnya. Jika dilihat dari sisi pendapatan faktor produksi, kebijakan tersebut akan bias kepada faktor produksi tenaga kerja manual/operator sesuai dengan karakter sektor perumahan yang lebih banyak melibatkan tenaga kerja lapangan. Selain itu, kebijakan investasi sektor perumahan tersebut juga mampu mendorong pendapatan faktor produksi lainnya dengan presentase perubahan minimal 0,2 persen. Hal tersebut tentu saja berimplikasi pada peningkatan pendapatan rumah tangga dengan besaran yang hampir mirip berkisar antara 0,21 persen sampai dengan 0,29 persen. Secara lebih detail, kebijakan investasi sektor perumahan tersebut diestimasikan juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok rumah tangga miskin hingga 0,27 persen untuk opsi pertama, dan masing-masing sebesar 0,24 persen dan 0,25 persen untuk opsi kedua dan ketiga. Terakhir, kebijakan investasi tersebut diperkirakan akan menciptakan lapangan pekerjaan lebih dari 120 ribu orang dan secara sektoral, peningkatan penyerapan tenaga kerja akan terjadi bukan hanya pada sektor yang diinjeksi melainkan juga pada sektor lainnya. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah yang dapat diturunkan dari hasil penelitian ini. Pertama, kebijakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal merupakan pilihan kebijakan yang paling baik dilakukan oleh pemerintah. Selain memberikan dampak positif yang relatif lebih besar terhadap perekonomian Indonesia, ketersediaan akan bangunan tempat tinggal juga berpotensi akan memberikan pengaruh positif bagi psikologis dan kesehatan rumah tangga. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap produktifitas, namun hal ini tidak termasuk dalam cakupan studi. Kedua, jika pemerintah ingin mendorong sektor perumahan secara keseluruhan maka pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan kombinasi investasi pada sub-sub sektor perumahan. Hal tersebut dikarenakan investasi pada sektor bangunan tempat tinggal ternyata tidak serta merta akan mendorong peningkatan sektor sarana dan prasarana perumahan dan sebaliknya dikarenakan keterkaitan antar sektor yang lemah. Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan sektor-sektor yang mensuplai input sektor perumahan. Jika sektor yang memproduksi input utama sektor perumahan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan sektor perumahan dan sektor lainnya, maka ekspektasi peningkatan output yang disajikan oleh analisis IO akan sulit tercapai. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan output yang cukup signifikan pada sektor-sektor yang berperan sebagai ”feeder” sektor perumahan jika dihitung dengan nilai nominal 29
  • 31. perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan gencarnya pembangunan infrastruktur seperti jalan yang juga akan memerlukan input yang mirip dengan yang dibutuhkan sektor perumahan, seperti kerikil, semen, dan tanah. Secara total maka pertumbuhan sektor perumahan dan sektor infrastruktur lainnya akan semakin meningkatkan kebutuhan akan output dari sektor-sektor terkait. Terlepas atas temuan-temuan menarik yang telah dipaparkan di atas, metodologi SAM yang digunakan dalam studi ini juga memeliki beberapa keterbatasan. Pertama, SAM tidak bisa membedakan dampak multiplier dari investor yang berbeda (pemerintah, swasta, atau masyarakat). Kedua, SAM bersifat statis dan tidak dapat menangkap persoalan perubahan harga. Keterbatasan lainnya adalah struktur input pembangunan perumahan antar berbagai pelaku usaha diasumsikan sama. 30
  • 32. DAFTAR PUSTAKA Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan Dan Permukiman Nasional (BKP4N). Kebijakan Dan Strategi Nasional Perumahan Dan Permukiman (KSNPP). 2002 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014. 2010 National Aboriginal Capital Corporation Association (NACCA). The Role of Housing in The Economy. 2005 Pyatt, G. and Round, J., 1979. Accounting and fixed price multipliers in a social accounting matrix framework. Economic Journal 89, 850–873. 31