1. Refleksi Kembali Nilai-Nilai
Pancasila
Pada tahun 2006, terdapat usaha perefleksian kembali nilai-nilai Pancasila.
Ada refleksi yang menarik, yakni dari Gumilar Rusliwa Somantri yang pada
saat itu menjabat sebagai Dekan FISIP UI.
Menurutnya, Pancasila adalah usaha bersama para Pendiri Bangsa yang
dilandasi oleh semangat musyawarah.
Musyawarah untuk mufakat atas beragam persoalan yang muncul dari
pluralitas corak kehidupan masyarakat Indonesia. Namun begitu,
pernyataan tersebut memicu kontroversi lanjutan dalam rangkaian
polemik mengenai Pancasila.
2. Polemik yang dihadirkan oleh
Gumilar ini antara lain:
1. Apakah Pancasila merupakan formula magis yang secara otomatis
dapat dioperasionalkan untuk mengatasi pelbagai masalah
kemasyarakatan?
Pancasila menurutnya, tidaklah lahir dari pemberian, melainkan dari
upaya penggalian para Pendiri Bangsa yang hendak bermufakat soal dasar
negara yang hendak dibuat, apakah berdasarkan syariat Islam atau pun
non-Islam.
Para Pendiri Bangsa lalu melahirkan Pancasila yang tidak juga sekuler
namun tidak juga berdasarkan syariat Islam.
3. Pancasila Sebagai Cermin dari
Gotong-Royong dan Harmoni
2. Dalam konteks apakah Pancasila dapat dijadikan refleksi dari
kebudayaan dan nilai-nilai masyarakat Indonesia?
Gumilar menjawab: Soekarno menegaskan bahwa refleksi itu
tercermin dalam semangat gotong-royong, dan bagi Soeharto,
Pancasila bekerja dalam prinsip-prinsip harmoni dan
keseimbangan
4. Pancasila Dapat Menjadi
Solusi
3. Apakah implikasi bagi penafsiran atas Pancasila?
Gumilar mengajukan dua pandangan dari Dr. J.M. van der Kroef.
Pancasila menurut Kroef hanya dapat dipahami ketika terjadi
kekeringan spiritual, ketidakjelasan arah tujuan bangsa dan
ketidakrekatan ikatan sosial.
Dalam situasi ini, rakyat membutuhkan sesuatu untuk dipegang
bersama dan Pancasila dapat menjadi muara dari kebutuhan
tersebut.
5. Kroef menambahkan;
Pancasila hanyalah arena perselisihan di kalangan intelektual dan
menjadi pembenaran oleh para demagog.
Pancasila layaknya sebuah mangkuk tanpa isi.
6. Pancasila dan Persoalan
Keseharian
Tambahan dari Kroef ini, oleh Gumilar dikaitkan dengan pertanyaan ke-
4, apa implikasi langsung mau pun tidak langsung atas penerapan
Pancasila?
Secara sederhana, Pancasila dapat diterapkan dalam keseharian
kehidupan masyarakat, dan bisa diinterpretasikan oleh semua orang.
Contohnya adalah keinginan membangun tim sepakbola yang bisa
berkompetisi di Piala Dunia, dapat menjurus pada keinginan pucuk
pimpinan PSSI untuk membentuk prinsip-prinsip sepakbola Pancasila.
7. Pancasila; Kontradiktifkah?
Contoh lain, ketika seorang pejabat negara diminta mengundurkan diri dari
jabatannya karena melakukan kesalahan fatal terkait dengan tanggung
jawabnya, ia dengan mudah akan mengatakan bahwa mundur dari jabatan
adalah tidak Pancasilais.
Di sisi lain menurut Kroef, implementasi prinsip-prinsip Pancasila dapat
melahirkan bentuk sikap yang kontradiktif.
Prinsip toleransi dalam sikap dalam kehidupan keagaaman sebagaimana
diharapkan pada sila pertama dapat melahirkan sikap intoleransi ketika
Menteri Agama mengizinkan satu agama untuk mengundang pemeluk agama
lainnya dalam acara seremonial keagamaannya.
8. Pancasila; Kontradiktifkah?
Prinsip kemanusiaan dalam perjuangan penegakan HAM dapat dinilai
radikal dan tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
Prinsip nasionalisme dapat diartikan sebaliknya sebagai isolasi
kebudayaaan dan xenopobia, penolakan gagasan Liberalisme dan
resistensi kebudayaan.
Prinsip demokrasi bisa kontradiktif dengan kebijaksanaan elit yang
mengklaim kebenaran dengan menggunakan tangan “konsensus
nasional”.
Prinsip keadilan sosial tidak mampu mengatasi kesenjangan sosial
antara minoritas yang memiliki privilese dengan mayoritas yang
marjinal.
9. Pancasila Dikaitkan dengan
Masalah Kebangsaan
Eka Darmaputra mengatakan bahwa dalam menginterpretasikan
Pancasila bukan sekedar interpretasi sebuah fase sejarah sebagaimana
yang dilakukan oleh Kroef yang meneropong kegagalan Pancasila setelah
gagalnya proyek Liberalisme di Indonesia tahun 1950-an.
Pemahaman pancasila tidak dapat dilepaskan dari konteks sejarah dan
pengaruh kehidupan sosial yang melahirkannya.
Dengan demikian, menurut Eka, Pancasila dapat dipahami bila kita
memahami masalah-masalah konkret kebangsaan yang muncul dari masa
ke masa.
10. Pancasila Punya Kekuatan
Efektifitas Pancasila dapat ditunjukkan dengan kemampuannya
memelihaara persatuan dalam keanekaragaman. Pancasila
dibutuhkan untuk masyarakat yang sangat terfragmentasi oleh
suku, agama, bahasa dan identitas-identitas lokal.
Implikasi Pancasila sebagai sebuah payung adalah sifatnya yang
“tidak jelas” dan tidak terarah. Namun hal ini tidak perlu
dipandang sebagai kelemahan tetapi kekuatan dan keefektifannya
dalam menghadapi realitas sosial yang begitu beragam dalam
masyarakat.
Pancasila mampu “bertahan” dalam menghadapi pelbagai
perubahan dan ancaman akan persatuan dan kesatuan bangsa.
11. Pendekatan Neither-Nor
Ada pendekatan yang Eka ajukan, yakni pendekatan neither-nor,
suatu pendekatan yang tidak menerima suatu hal secara total namun
juga tidak menolaknya secara total.
Pendekatan ini dianggap memiliki rekam jejak dalam sejarah panjang
pertikaian antara negara Islam atau negara sekuler mau pun dalam
sidang-sidang Konstituante tahun 1950-an.
Pancasila sebagai muara mengimplisitkan bahwa Indonesia bukan
sebagai negara agama, juga bukan negara sekuler.
12. Pendekatan Neither-Nor
Pancasila menampilkan wajah yang kompromistik, sintetis,
pencampuran segala aspek budaya, serta kombinasi yang harmonis
dan estetis.
Pendekatan neither-nor, lebih lanjut lagi Eka menambahkan, dapat
menjadikan Pancasila sebagai penjamin kebebasan beragama
sekaligus membatasinya, membatasi kepentingan individu kepada
kepentingan nasional, kebebasan politik sekaligus membatasi
pemilikan pribadi.
13. Liberalisasi Politik Paska
Kejatuhan OrBa
Paska Orde Baru, terjadi liberalisasi politik yang ditandai dengan
kehiudupan multipartai, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan
berpendapat.
Kebebasan ini menyebabkan terjadinya ledakan partisipasi politik
masyarakat.
Perbedaan pandangan politik yang ditekan di era Orde Baru digantikan
dengan hadirnya politik aliran, politik identitas, separatisme,
komunalisme dsb.
14. Situasi Politik Global Saat
Ini
Liberalisasi juga ditandai dengan menyeruaknya keresahan sosial,
anomi dan kebingungan mengenai arah republik.
Di tataran ekonomi dan politik global, Hegemoni Amerika mendapat
tantangan yang semakin gencar.
Standar ganda dan ketidakadilan politik luar negeri AS menumbuhkan
gerakan-gerakan perlawanan terutama dari kalangan Islam politik.
Gagasan untuk kembali kepada khilafah dan puritanisme kembali
menyeruak setelah peristiwa pemboman WTC.
15. Pancasila yang inklusif
Pancasila memiliki sifat inklusif.
Pancasila yang inklusif mengalami
kegamangan dalam menginterpretasi
persoalan baik-buruk, benar-salah,
tetapi memiliki kecenderungan untuk
berpijak di atas prinsip cocok-tidak
cocok yang berasaskan pada
pengutamaan tatanan sosial yang
harmonis.