SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
MAKALAH
SISTEM EKONOMI ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Pendidikan Agama
Dosen Pengampu:
Nashih Muhammad, S.H.I., M.H.
Oleh Kelompok 7:
Farchan Arif Widodo (2120202108)
Indalailla (2140202145)
Nofi Triyanti (2120202063)
KELAS 03
PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TIDAR
2021
A. Pengertian dan Tujuan Ekonomi Islam
1. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti
masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya
dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap
aktifitasnya.
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat
pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi
tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel
dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap
dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah tetap harus
diterima.
Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat
yaitu karakteristik dari pandangan hidup islam. Syarat utama adalah memasukkan
nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi islam adalah ilmu sosial yang
tentu saja tidak bebas dari nilainilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek
normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam
pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.
a. Muhammad Abdul Manan
Menurut Abdul Manan ilmu ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai
Islam.
b. M. Umer Chapra
Menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu
upaya relisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya
yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam
tanpa memeberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang
berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.
c. Menurut Syed Nawab Haider Naqvi, ilmu ekonomi Islam, singkatnya merupakan
kajian tentang perilaku ekonomi orang Islam representatif dalam masyarakat
muslim modern.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah suatu
cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan
akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang
Islami.
2. Tujuan Ekonomi Islam
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk:
a. Memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.
b. Nilai Islam bukan semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapi seluruh
makluk hidup dimuka bumi.
c. Esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang
berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah).
Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi,
sosial, budaya, dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai
fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber
teori Ekonomi Islam.
B. PROFIT MENURUT ISLAM
Profit atau yang lebih dikenal dengan laba atau keuntungan. Keuntungan
dalam Arab disebut dengan Ar-ribh yang berarti pertumbuhan dalam perdagangan. Di
dalam Almu’jam Al iqtisad al-Islami disebutkan bahwa keuntungan merupakan
pertambahan penghasialan dalam perdagangan. Keuntungan adalah tambahan dana
yang diperoleh sebagai kelebihan dari beban biaya produksi atau modal. Secara
Khusus laba dalam perdagangan (jual beli) adalah tambahan yang merupakan
perbedaan antara harga pembelian barang dengan harga jualnya.
Keuntungan didapat karena adanya jual beli dengan perniagaan sebagaimana
dijelaskan dalam Al Qur’an yang terdapat dalam surah Ash-Shaff ayat 10 yang
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?”
Pada ayat tersebut menjelaskan bahwa hidup di dunia ini dilaksanakan
perniagaan. Hasilnya akan dituai di akhirat. Ada yang untung, ada pula yang buntung.
Ada yang berbahagia karenanya, sebaliknya ada pula yang menderita selama-
lamanya. Ayat tersebut memberikan tawaran kepada kita mengenai sebuah perniagaan
dengan keuntungan berlipat-lipat. Tak ada yang mampu menandinginya. Sebagai
seorang muslim hendaknya dalam berdagang sebaiknya dilakukan sesuai dengan
ekonomi syariah yang berlandaskan sumber hukum islam yang diantaranya adalah Al
Quran dan hadist.
Dalam pengambilan keuntungan banyak pedagang melakukan kecurangan
dalam hal penimbangan atau takaran dalam jualannya, sebaiknya pedadang harus
jujur dalam penimbangan atau takaran yang terdapat dalam surah Al Israa’ ayat 35
yang artinya:
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dalam ayat lain, perintah menyempurnakan takaran mengiringi perintah
beribadah kepada Allah SWT. Sebab, pelaksanaan dua hal tersebut berarti
memberikan hak kepada pemiliknya yang tepat, tanpa ada pengurangan.
Orang yang menyalahi ketentuan yang adil ini berarti telah menjerumuskan
dirinya sendiri dalam ancaman kebinasaan. Dan sampai sekarang, praktik ini masih
menjadi karakter sebagian orang yang melakukan jual-beli, baik pedagang maupun
pembeli. Dengan mendesak, pembeli meminta takaran dan timbangan dipenuhi dan
ditambahi. Sementara sebagian pedagang melakukan hal sebaliknya, melakukan
segala tipu muslihat untuk mengurangi takaran dan timbangan guna meraup
keuntungan lebih dari kecurangannya tersebut.
Batasan Pengambilan Keuntungan dalam Islam
Dalam Islam menganjurkan supaya para pedagang tidak berlebihan dalam
mengambil laba. Ali bin Abi Thalib pernah menjajakan susu di pasar Kufah dan
beliau juga berkata “Wahai para saudagar, Ambilah laba atau keutungan yang
pantas bagimu maka kamu akan selamat, dan jangan menolak laba atau keuntungan
yang kecil yang kamu terima karena akan mengahalangi kamu mendapatakan
keuntungan yang banyak yang akan kamu terima.”
Laba dalam Islam diperbolehkan. Dalam mengambil laba atau keutungan
tidaklah ditentukan batasan berapa laba maksimal yang boleh diambil atau berapa
laba minimal yang harus didapat, dengan syarat pembeli pembeli tidak tertipu dengan
harga jual sehingga ia tidak merasa ditipu dan harus saling ridho diantara keduanya.
Kebebasan dalam mengambil keuntungan sebagaimana fatwa Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin yang mengatakan, “keuntungan tidak ada batasan tertentu dalam
Islam. Karena itu termasuk rizki Allah. Terkadang Allah menggelontorkan banyak
rizki kepada manusia. Sehingga kadang ada orang yang mendapatkan untung 100
atau lebih, hanya dengan modal 10.”
Namun seorang penjual tidak boleh mengelabui konsumen dengan menjual
terlalu tinggi dari harga pasaran. Hendaknya pedagang Muslim juga memperhatikan
maslahat pembeli dengan memberikan harga sebaik mungkin dan meringankan beban
meraka. Jangan hanya memperhatikan kepentingan sendiri. Ambillah keuntungan
yang sedikit jika memang itu sudah cukup, apalagi jika para pembeli itu adalah
saudara seiman.
C. MEKANISME PASAR DALAM ISLAM
Ekonomi Islam memandang bahwa pasar, negara, dan individu berada dalam
keseimbangan (iqtishad), tidak boleh ada sub-ordinat, sehingga salah satunya menjadi
dominan dari yang lain. Pasar dijamin kebebasannya dalam Islam. Pasar bebas
menentukan cara-cara produksi dan harga, tidak boleh ada gangguan yang
mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar. Namun dalam kenyataannya sulit
ditemukan pasar yang berjalan sendiri secara adil (fair). Distorasi pasar tetap sering
terjadi, sehingga dapat merugikan para pihak.
Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat dirujuk kepada hadits Rasululllah
Saw sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan
harga-harga barang di kota Madinah. Rasulullah Saw bersabda :
“ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga”. Beliau
berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menahan dan
melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui
Allah dalam keadaan tidak seorangpun dari kamu menuntutku tentang kezaliman
dalam darah maupun harta.”
Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits
tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu
diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak
tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena
Allah lah yang menentukannya. Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan
pasar. Kekaguman ini dikarenakan, ucapan Nabi SAW itu mengandung pengertian
bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum
supply and demand.
Kajian tentang mekanisme pasar telah banyak di bahas oleh para ulama klasik
jauh sebelum para ekonomi Barat membahasnya. Ada beberapa ulama klasik yang
pernah membahas tentang ekonomi Islam dalam hal mekanisme pasar secara empiric,
di antaranya:
1. Abu Yusuf
Ulama yang pertama kali membahas mekanisme pasar secara empirik adalah
Abu Yusuf, yang hidup di awal abad kedua Hijriyah (731-798). Dia telah
membahas tentang hukum supply and demand dalam perekonomian. Pemahaman
yang berkembang ketika itu mengatakan bahwa bila tersedia sedikit barang, maka
harga akan mahal dan bila tersedia banyak barang, maka harga akan murah.
Menurut Abu Yusuf semakin Sedikit barang, harga semakin naik. Dengan kata
lain, pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan harga dan kuantitas
hanya memperhatikan kurva permintaan. Ia membantah pemahaman seperti ini,
karena pada kenyataannya persediaan barang sedikit tidak selalu dikuti dengan
kenaikan harga, dan sebaliknya persediaan barang melimpah belum tentu
membuat harga akan murah. “Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap
mahal, dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah”.
2. Ibnu Taimiyah
Berbeda dengan Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah melakukan kajian yang
menyeluruh tentang permasalahan mekanisme pasar. Dia menganalisa masalah ini
dari perspektif ekonomi dan memaparkan secara detail tentang kekuatan-kekuatan
yang mempengaruhi tingkat harga. Jadi, Sekitar lima abad sebelum kelahiran
Adam Smith (1776), Ibnu Taymiyah (1258) telah membicarakan mekanisme pasar
menurut Islam, Melalui konsep teori harga dan kekuatan supply and demand
dalam karya-karyanya, seperti yang termuat dalam kitab Al-Hisbah. Padahal Ibnu
Taimiyah sama sekali belum pernah membaca buku terkenal The wealth of
Nation, karangan Bapak ekonomi Klasik, Adam Smith, karena memang Ibnu
Taymiyah lahir lima ratus tahun sebelum Adam Smith.
Ketika masyarakat pada masanya beranggapan bahwa kenaikan harga
merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari si
penjual, atau mengkin sebagai akibat manipulasi pasar, Ibnu Taymiyah langsung
membantahnya. Dengan tegas ia mengatakan bahwa harga ditentukan oleh
kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand). Dalam pandangannya
yang lebih luas, Ibnu Taimiyyah lebih lanjut mengemukakan tentang konsep
mekanisme pasar didalam bukunya “Al-Hisbah fil Islam”. Beliau mengatakan,
bahwa di dalam sebuah pasar bebas (sehat), harga dipengaruhi dan
dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand).
Suatu barang akan turun harganya bila terjadi keterlimpahan dalam produksi atau
adanya penurunan impor atas barang-barang yang dibutuhkan. Dan sebaiknya ia
mengungkapkan bahwa suatu harga bisa naik karena adanya “penurunan jumlah
barang yang tersedia” atau adanya “peningkatan jumlah penduduk”
mengindikasikan terjadinya peningkatan permintaan.
3. Al Ghazali
Kalau Ibnu Taymiyah, yang hidup lima ratus tahun sebelum Adam Smith,
sudah membicarakan teori harga, ternyata al-Ghazali (1058-1111) yang hidup
tujuh ratus tahun sebelum Smith, juga telah membicarakan mekanisme pasar yang
mencakup teori harga dan konsep supply and demand. Al-Ghazali dalam Ihya
‘Ulumuddin, juga telah membahas secara detail peranan aktivitas perdagangan
dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai dengan kekuatan penawaran
dan permintaan. Menurutnya, pasar merupakan bagian dari keteraturan alami.
Walaupun al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam
terminologi modern, beberapa paragraf dari tulisannya jelas menunjukkan bentuk
kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran “yang naik dari kiri
bawah ke kanan atas”, dinyatakan dalam kalimat, “Jika petani tidak mendapatkan
pembeli barangnya, maka ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah.
Pemikiran al-Ghazali tentang hukum supply and demand, untuk konteks
zamannya cukup maju dan mengejutkan dan tampaknya dia paham betul tentang
konsep elastisitas permintaan. Ia menegaskan, “Mengurangi margin keuntungan
dengan menjual pada harga yang lebih murah, akan meningkatkan volume
penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan. Bahkan ia telah
pula mengidentifikasikan produk makanan sebagai komoditas dengan kurva
permintaan yang inelastis. Komentarnya, “karena makanan adalah kebutuhan
pokok, maka perdagangan makanan harus seminimal mungkin didorong agar tidak
semata dalam mencari keuntungan. Dalam bisnis makanan pokok harus dihindari
eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan yang besar.
Keuntungan semacam ini seharusnya dicari dari barang-barang yang bukan
merupakan kebutuhan pokok.
4. Ibnu Khaldun
Selain, Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah dan al-Ghazali, intelektual muslim yang
juga membahas teori harga adalah Ibnu Khaldun. Di dalam Al-Muqaddimah, ia
menulis secara khusus bab yang berjudul, “Harga-harga di Kota”. Ia membagi
jenis barang kepada dua macam, pertama, barang kebutuhan pokok, kedua barang
mewah. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah,
maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok mendapat prioritas, sehingga
penawaran meningkat dan akibatnya harga menjadi turun. Sedangkan untuk
barang-barang mewah, permintaannya akan meningkat, sejalan dengan
perkembangan kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah
menjadi naik.
Selanjutnya Ibnu Khaldun mengemukakan mekanisme penawaran dan
permintan dalam menentukan harga keseimbangan. Pada sisi permintaan demand,
ia memaparkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan
barang. Sedngkan pada sisi penawaran (supply) ia menjelaskan pula pengaruh
meningkatnyaa biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain dikota
tersebut.Pengaruh naik turunnya penawaran terhadap harga. Menurutnya, ketika
barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun, bila
jarak antara kota dekat dan amam, maka akan banyak barang yang diimpor
sehingga ketersediaan barang akan melimpah dan harga-harga akan turun Paparan
itu menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun sebagaimana Ibnu Taymiyah telah
mengidentifikasi kekuatan permintaan dan penawaran sebagai penentu
keseimbangan harga.
Masih berkaitan dengan teori supply and demand, Ibnu Khaldun menjelaskan
secara lebih detail. Menurutnya keuntungan yang wajar akan mendorong
tumbuhnya perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah, akan
membuat lesu perdagangan, karena pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya
bila pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi, juga akan membuat lesu
perdagangan, karena lemahnya permintaan (demand) konsumen.
Selanjutnya ada beberapa hal yang berkaitan dengan Distorsi Pasar sebagai berikut:
1. Penimbunan Barang (Ihtikar)
Pedagang dilarang melakukan ihtikar, yaitu melakukan penimbunan barang
dengan tujuan spekulasi, sehingga ia mendapatkan keuntungan besar di atas
keuntungan normal atau dia menjual hanya sedikit barang untuk mendapatkan
harga yang lebih tinggi, sehingga mendapatkan keuntungan di atas keuntungan
normal. Dalam ilmu ekonomi hal ini disebut dengan monopoly’s rent seeking.
Larangan ihtikar ini terdapat dalam Sabda Nabi Saw, yang artinya dari
Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, katanya, Aku mendengar Rasulullah Saw
bersabda, “Tidak melakukan ihtikar kecuali orang yang bersalah (berdosa)”
(H.R.Tarmizi).
2. Penetapan Harga yang Fix
Tas’ir (penetapan harga) merupakan salah satu praktek yang tidak dibolehkan
oleh syariat Islam. Pemerintah ataupun yang memiliki otoritas ekonomi tidak
memiliki hak dan wewenang untuk menentukan harga tetap sebuah komoditas,
kecuali pemerintah telah menyediakan pada para pedagang jumlah yang cukup
untuk dijual dengan menggunakan harga yang ditentukan, atau melihat dan
mendapatkan kezaliman-kezaliman di dalam sebuah pasar yang mengakibatkan
rusaknya mekanisme pasar yang sehat. Tabi’at (tetap) ini dapat kita lihat dari
bagaimana sikap Rasulullah Saw terhadap masalah ini. Tatkala Rasulullah SAW
didatangi oleh seorang sahabatnya untuk meminta penetapan harga yang tetap.
Beliau menyatakan penolakannya dengan sabdanya:
“Fluktuasi harga (turun-naik) itu adalah perbuatan Allah, sesungguhnya saya
ingin berjumpa dengan-Nya, dan saya tidak melakukan kezaliman pada seorang
yang bisa dituntut dari saya”(HR. Abu Dawud).
Dari sini jelas bahwasanya tidak dibenarkan adanya intervensi atau kontrol
manusia dalam penentuan harga itu, sehingga akan menghambat hukum alami
yang dikenal dengan istilah supply and demand.
3. Riba
Salah satu ajaran Islam yang penting untuk menegakkan keadilan dan
menghapuskan ekploitasi dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang riba. Al-
quran sangat mengecam keras pemakan riba dan menyebutnya sebagai penghuni
neraka yang kekal selamanya di dalamnya. Riba termasuk transaski yang bathil,
bahkan hampir semua ulama menafsirkan firman Allah “memakan harta dengan
bathil” itu dengan riba dalam firman Allah Al-Baqarah : 188 “Dan janganlah
sebagian kamu memakan sebagian harta yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah:188).
4. Tadlis
Tadlis ialah Transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh
salah satu pihak unknown to one party. Setiap transaksi dalam Islam harus
didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridha).
Mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga
tidak ada pihak yang merasa dicurangi/ditipu karena ada sesuatu yang unknown to
one party(keadaan di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang
diketahui pihak lain, ini merupakan asymetric information. Unknown to one party
dalam bahasa fikihnya disebut tadlis (penipuan), dan dapat terjadi dalam 4 (empat)
hal, yakni dalam:a. Kuantitas; b. Kualitas; c. Harga; dan d. Waktu Penyerahan.
5. Jual Beli Gharar
Jual beli gharar ialah suatu jual beli yang mengandung ketidak-jelasan atau
ketidak pastian. Jual beli gharar dan tadlis sama-sama dilarang, karena keduanya
mengandung incomplete information. Namun berbeda dengan tadlis, di mana
incomplete informationnya hanya dialamin oleh satu pihak saja (onknown to one
party), misalnya pembeli saja atau penjual saja, dalam gharar incomplete
information dialami oleh dua pihak, baik pembeli maupun penjual. Jadi dalam
gharar terjadi ketidakpastian (ketidakjelasan) yang melibatkan dua pihak.
Contohnya jual beli ijon, jual beli anak sapi yang masih dalam kandungan
induknya, menjual ikan yang ada di dalam kolam, dsb. Sebagaimana tadlis, jual
beli gharar juga terjadi pada empat hal, yaitu : kualitas, kuantitas, harga dan
waktu.
D. LEMBAGA PERMODALAN (PERBANKAN)
1. Tinjauan Umum tentang Bank Syari’ah
Bank muamalat atau bank Islam atau Bank Syari’ah (Islamic Bank) adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah Islam. Lembaga keuangan dapat dikatakan sebagai badan
usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan atau tagihan (claim)
serta asset non finansial atau asset riil dan memberikan pelayanan jasa dalam bentuk
skim tabungan (depositori), proteksi asuransi, program pensiun, dan penyediaan
sistem pembayaran melalui mekanisme transfer dana (Siamat, 1999: 34).
Perdari dua penegrtian diatas anatara lembagakeuangan dengan bank muaalat
memilii persamaan yaitu sebagia badan usaha yang bergerak dala bidang
pengelolaan keuangan dan pendanaan maupun investasi. Pernyataan tresebut
diperkuat oleh peratuaran Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992, tentang perubahan
lembaga keuangan bukan bank (LKBB) menjadi bank umum. Pada dasarnya
lembaga keuangan, bank konvensional, maupun bank Islam (bank Muamalat)
merupakan bagian dari manajemen keuangan modern.
Lembaga keuangan syariah maupun bank Muamalat, sebagai lembaga keuangan
Islam dan alternatif pengganti bank-bank konvensional memiliki ciri-ciri
keistimewaan sebagai berikut :
a. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola
bank dan nasabahnya.
b. Diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga, sehingga akan
berdampak positif dalam menekan cost push inflation dan persaingan antar bank.
c. Tersedianya fasilitas kredit kebaikan (Al-Qardhul Hasan) yang diberikan secara
Cuma-Cuma.
d. Konsep (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan: (1) Mendorong
kegiatan investasi dan menghambat simpanan yang tidak produktif melalui sistem
operasi profit and loss sharing; (2) Memerangi kemiskinan dengan membina
golongan ekonomi lemah dan tertindas, melalui bantuan hibah yang dilakukan bank
secara produktif, (3) Mengembangkan produksi, menggalakkan perdagangan dan
memperluas kesempatan kerja melalui kredit pemilikan barang atau peralatan modal
dengan pembayaran tangguh dan pembayaran cicilan, dan (4) Meratakan pendapatan
melalui sistem bagi hasil dan kerugian, baik yang diberikan kepada bank itu sendiri
maupun kepada peminjam.
e. Penerapan sistem bagi hasil yang tidak membebani biaya diluar kemampuan
nasabah dan akan terjamin adanya “keterbukaan”.
f. Menciptakan alternatif kehidupan ekonomi yang berkeadilan dalam kehidupan
modern (Nasution, 2003: 40)
2. Fungsi dan Usaha Bank Syari’ah
Di Indonesia, keberadaan bank syari’ah sudah ada sejak pertengahan tahun
1992, tepatnya setelah disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 sebagai dasar hukum,
yang kemudian dirubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998. kebijakan perundangan ini
diperkuat oleh Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia No. 53/BH/KDK 13.32/ 1.2/XII/1998, pengesahan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi No. 165/ PAD/KDK 13.32/1.2/V/1999, serta izin usaha
dari Menteri Keuangan untuk beroperasi dengan prinsip bagi hasil seperti bank
perkreditan rakyat (BPR) Syariah. Berdasarkan beberapa dasar hukum ini, bank
muamalat memiliki kesamaan fungsi demngan bank umum. Fungsi-fungsi bank
umum sebagaimana yang dimaksud antara lain:
1. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan
ekonomi. Bank wajib menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih
efisien kepada nasabahnya, seperti penyediaan fasilitas kartu kredit, ATM, serta
mekanisme jasa kliring dan inkaso.
2. Menciptakan uang. Menciptakan uang yang dimaksud bukanlah seperti fungsi
pada bank Indonesia. Menciptakan uang dalam hal ini adalah bagaimana bank
muamalat dalam kegiatan operasionalnya seperti bank konvensional, dapat
memberikan perolehan hasil secara maksimal. Perolehan hasil ini merupakan
balas jasa (keuntungan) yang diterima dalam bentuk uang, yang dapat digunakan
kembali untuk memperlancar kegiatan operasional bank atau disimpan sebagai
cadangan modal.
3. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat. Kegiatan
menghimpun dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan jasa dalam bentuk
tabungan, deposito berjangka, giro maupun penerimaan dana sesuai dengan
syariah Islam. Penyaluran kembali dana ke masyarakat dapat dalam bentuk
pemberian kredit dan bentuk-bentuk pendanaan lainnya. Dalam penyaluran
kembali dana masyarakat, bank memperoleh balas jasa dalam bentuk bagi hasil
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Tujuan dari perputaran dana ini
adalah sebagai perolehan hasil (profit) dan mobilisasi dana dapat terus berjalan.
4. Menawarkan jasa-jasa keuangan lainnya. Jasa-jasa keuangan lainnya yang dapat
ditawarkan oleh bank muamalat, antara lain: (1) Transfer antarbank dalam kota
atau luar negeri, (2) Kliring (clearing), (3) Inkaso, (4) Safe deposit box, (5) Bank
card, (6) Bank notes, (7) Travelers cheque, (8) Letter of credit (L/C), (9) Bank
garansi, (10) Jasa-jasa dipasar modal, dan (11) Menerima setoran-setoran lain
(Siamat, 199: 34).
Menurut Siamat (1999: 35), kegiatan usaha bank yang dapat dilakukan
berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, antara lain:
a. Menghimpun dana dari masyarakat. Penghimpunan atau mobilisasi dana dapat
melalui sarana tabungan, deposito berjangka dan giro.
b. Memberikan kredit. Kredit yang diberikan dapat dalam bentuk pendanaan
kegiatan ekonomi masyarakat mapun barang kebutuhan konsumen.
c. Menerbitkan surat pengakuan utang.
d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya: (1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang disekap
oleh bank. (2) Surat pengakuan utang. (3) Kertas perbendaharaan negara dan
surat jaminan pemerintah. (4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI). (5) Obligasi. (6)
Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun, dan (7) Instrumen
surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah.
f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada
bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana komunikasi mapun dengan
wesel.
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antara pihak ketiga.
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak (custodian).
j. Melakukan penempatan dana dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di
bursa efek.
k. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal
debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
E. KONSEP RIZKI MENURUT ISLAM
a. Pengertian Rezeki
Istilah “rezeki” berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata razaqa, yarzuqu,
rizqan, yang berarti kekayaan, nasib, harta warisan, upah, dan anugerah atau
pemberian . Rizki juga mempunyai makna : pemberian, makanan, hujan, dan
buah-buahan. Jadi, Rizki merupakan penghidupan, yang berguna dan memiliki
manfaat bagi makhluk hidup (salah satuhnya manusia) yang diberikan oleh Allah
SWT.
b. macam-macam rizki
1. Rezeki yang dijamin (Madhmun)
Berupa makanan (rezeki) yang menjadi penyebab kekuatan tegaknya tubuh,
tanpa sebab-sebab yang lain. Jaminan Allah adalah unuk rezeki semacam ini.
Orang wajib bertawakkal menghadapi rezeki madhmun ini, berdasarkan dalil akal
dan dalil syara’. Sebab, Allah SWT membebani kita supaya berkhidmat dan taat
beribadah kepada-Nya, dengan menggunakan badan kita. Jadi, Allah SWT pasti
menjamin apa yang bisa mencegah kerusakan badan, agar kita dapat melakukan
apa yang dibebankan kepada kita
2. Rezeki yang dibagikan Allah SWT dan ditetapkannya di Lauhil Mahfuzh
(Maqsum)
Yaitu apa yang dimakan, diminum, dipakai oleh hamba, masing-masing telah
ditentukan oleh Allah SWT dengan ketetapan tertentu dan dalam batas waktu
tertentu pula, tidak lebih dan tidak kurang, tidak maju dan tidak pula mundur dari
ketentuan yang telah ditetapkan, persis seperti aslinya.
Rasulullah SAW bersabda: “Rezeki itu telah rampung pembagiannya (tidak
lagi diubah). Ketakwaan orang yang takwa tidak bisa menambah rezekinya dan
kedurhakaan orang yang durhaka tidak pula dapat mengurangi rezekinya.”
3. Rezeki yang dimiliki (Mamluk)
Rezeki yang dimiliki oleh setiap hamba, yaitu harta di dunia yang dimiliki
menurut apa yang ditentukan Allah SWT dan dibagikan Allah SWT untuk
dimiliki oleh hamba. Ini adalah merupakan sebagian dari rezeki-Nya. Firman-
Nya: “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu.”
(QS Al-Baqarah 254).
4. Rezeki yang dijanjikan (Mau’ud)
Maksudnya adalah rezeki yang telah dijanjikan Allah SWT kepada para
hamba-Nya yang bertakwa dengan syarat takwa, berupa rezeki yang halal, yang
diterimakan dengan tanpa bersusah payah mencarinya. Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar; dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-
sangkanya.” (QS Ath-Thalaq 2-3).
c. Sebab-sebab yang Mendatangkan Rizki
1. Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan
menjadikannya terus bertambah. Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala
yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan
di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh
adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan
problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak
terduga. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman :
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-
sangkanya.” (At Thalaq 2-3)
2. Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatangkan rizki adalah istighfar dan taubat, istighfar
yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala
dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa
masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini
merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah
dan manfaat sebagaimana yang diharapkan. sebagaimana firman Allah yang
mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam ,
“Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12)
3. Tawakkal Kepada Allah
Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri
dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya
Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam
berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan
kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari
Allah semata. Allah swt berfirman:
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
4. Silaturrahim
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada
hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau
tidak, mahram atau bukan mahram. Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :
“Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan
dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al
Bukhari)
5. Infaq fi Sabilillah
Infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan
untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Allah swt berfirman :
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya
dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)
6. Menyambung Haji dengan Umrah
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah,
dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan
melakukan ibadah haji. Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda:
“Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan
menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat
dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali
surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
7. Berbuat Baik kepada Orang Lemah
Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara,
yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan
lain sebagainya. Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki
dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada
orang-orang lemah, beliau bersabda:
“Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan
karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)
8. Serius di dalam Beribadah
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak
bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam
beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap
Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat,
mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.

More Related Content

What's hot

Periodisasi Ekonomi Islam dan Konvensional
Periodisasi Ekonomi Islam dan KonvensionalPeriodisasi Ekonomi Islam dan Konvensional
Periodisasi Ekonomi Islam dan KonvensionalAmelia Awandi
 
KONSEP EKONOMI DALAM ISLAM - PAI Kelas XI SM 2
KONSEP EKONOMI DALAM ISLAM - PAI Kelas XI SM 2KONSEP EKONOMI DALAM ISLAM - PAI Kelas XI SM 2
KONSEP EKONOMI DALAM ISLAM - PAI Kelas XI SM 2calonmayat
 
Ekonomi Syariah
Ekonomi SyariahEkonomi Syariah
Ekonomi Syariahibnuarpan
 
Ekonomi islam-slide
Ekonomi islam-slideEkonomi islam-slide
Ekonomi islam-slideFeRy Nababan
 
Resensi buku prof. m. abdul mannan, ma. , ph.d
Resensi buku prof. m. abdul mannan, ma. , ph.dResensi buku prof. m. abdul mannan, ma. , ph.d
Resensi buku prof. m. abdul mannan, ma. , ph.dgusti astuti
 
Mikro ekonomi islam
Mikro ekonomi islamMikro ekonomi islam
Mikro ekonomi islamRidwan Munir
 
Overview ekonomi islam & Hukum islam
Overview ekonomi islam &  Hukum islamOverview ekonomi islam &  Hukum islam
Overview ekonomi islam & Hukum islamHerna Ferari
 
Sejarah pemikiran ekonomi islam
Sejarah pemikiran ekonomi islamSejarah pemikiran ekonomi islam
Sejarah pemikiran ekonomi islamLimpul
 
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Sejarah Pemikiran Ekonomi IslamSejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Sejarah Pemikiran Ekonomi IslamGus Alwy Muhammad
 
Islam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Islam Sebagai Konsep Ekonomi IslamIslam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Islam Sebagai Konsep Ekonomi IslamAsikin Aja
 
Resensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul Mannan
Resensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul MannanResensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul Mannan
Resensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul MannanEarly Ridho Kismawadi
 
Bab 8 kontribusi pemikiran asy syaibani (132-189 h)
Bab 8 kontribusi pemikiran asy syaibani  (132-189 h)Bab 8 kontribusi pemikiran asy syaibani  (132-189 h)
Bab 8 kontribusi pemikiran asy syaibani (132-189 h)Muhammad Fathan Ali Husaini
 
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi IslamKilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi IslamMuhammad Jamhuri
 
Resume emi robist hidayat epi b(20140730106)
Resume emi robist hidayat epi b(20140730106)Resume emi robist hidayat epi b(20140730106)
Resume emi robist hidayat epi b(20140730106)PT. TERSERAH ANDA
 

What's hot (20)

Periodisasi Ekonomi Islam dan Konvensional
Periodisasi Ekonomi Islam dan KonvensionalPeriodisasi Ekonomi Islam dan Konvensional
Periodisasi Ekonomi Islam dan Konvensional
 
Periodisasi ekonomi islam
Periodisasi ekonomi islam Periodisasi ekonomi islam
Periodisasi ekonomi islam
 
KONSEP EKONOMI DALAM ISLAM - PAI Kelas XI SM 2
KONSEP EKONOMI DALAM ISLAM - PAI Kelas XI SM 2KONSEP EKONOMI DALAM ISLAM - PAI Kelas XI SM 2
KONSEP EKONOMI DALAM ISLAM - PAI Kelas XI SM 2
 
Ekonomi Syariah
Ekonomi SyariahEkonomi Syariah
Ekonomi Syariah
 
Makalah mikro islam
Makalah mikro islamMakalah mikro islam
Makalah mikro islam
 
Ekonomi islam-slide
Ekonomi islam-slideEkonomi islam-slide
Ekonomi islam-slide
 
Resensi buku prof. m. abdul mannan, ma. , ph.d
Resensi buku prof. m. abdul mannan, ma. , ph.dResensi buku prof. m. abdul mannan, ma. , ph.d
Resensi buku prof. m. abdul mannan, ma. , ph.d
 
Periodisasi ekonomi islam
Periodisasi ekonomi islamPeriodisasi ekonomi islam
Periodisasi ekonomi islam
 
Mikro ekonomi islam
Mikro ekonomi islamMikro ekonomi islam
Mikro ekonomi islam
 
Overview ekonomi islam & Hukum islam
Overview ekonomi islam &  Hukum islamOverview ekonomi islam &  Hukum islam
Overview ekonomi islam & Hukum islam
 
Sejarah pemikiran ekonomi islam
Sejarah pemikiran ekonomi islamSejarah pemikiran ekonomi islam
Sejarah pemikiran ekonomi islam
 
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Sejarah Pemikiran Ekonomi IslamSejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
 
Islam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Islam Sebagai Konsep Ekonomi IslamIslam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Islam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
 
Resensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul Mannan
Resensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul MannanResensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul Mannan
Resensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul Mannan
 
Ekonomi islam
Ekonomi islamEkonomi islam
Ekonomi islam
 
Bab 8 kontribusi pemikiran asy syaibani (132-189 h)
Bab 8 kontribusi pemikiran asy syaibani  (132-189 h)Bab 8 kontribusi pemikiran asy syaibani  (132-189 h)
Bab 8 kontribusi pemikiran asy syaibani (132-189 h)
 
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi IslamKilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
 
Makalah Ekonomi Islam
Makalah Ekonomi IslamMakalah Ekonomi Islam
Makalah Ekonomi Islam
 
Resume emi robist hidayat epi b(20140730106)
Resume emi robist hidayat epi b(20140730106)Resume emi robist hidayat epi b(20140730106)
Resume emi robist hidayat epi b(20140730106)
 
Tugas Ekonomi Islam
Tugas Ekonomi IslamTugas Ekonomi Islam
Tugas Ekonomi Islam
 

Similar to Sistem ekonomi islam kel 7

Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi IslamDistorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islamade orreo
 
dISTORSI PASAR.pdf
dISTORSI PASAR.pdfdISTORSI PASAR.pdf
dISTORSI PASAR.pdfIhsanD
 
Periodisasi perkembangan ekonomi islam dan konvensional
Periodisasi perkembangan ekonomi islam dan konvensionalPeriodisasi perkembangan ekonomi islam dan konvensional
Periodisasi perkembangan ekonomi islam dan konvensionalAji Rahmayani
 
Makalah ekonomi.docx
Makalah ekonomi.docxMakalah ekonomi.docx
Makalah ekonomi.docxSaliaWidiyani
 
Ppt ekonomi islam bab 7 & 8
Ppt ekonomi islam bab 7 & 8Ppt ekonomi islam bab 7 & 8
Ppt ekonomi islam bab 7 & 8TyoSuliez
 
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi umum
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi umumPerbedaan ekonomi islam dengan ekonomi umum
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi umumVillia Lokita
 
Rekonstruksi pasar menurut islam
Rekonstruksi pasar menurut islamRekonstruksi pasar menurut islam
Rekonstruksi pasar menurut islamRia Zia Ulfah
 
PPT PAI.pptx
PPT PAI.pptxPPT PAI.pptx
PPT PAI.pptxGarniseka
 
EKONOMI ISLAM pert 1.pptx
EKONOMI ISLAM pert 1.pptxEKONOMI ISLAM pert 1.pptx
EKONOMI ISLAM pert 1.pptxVabielAhmad
 
Tugas ekonomi islam
Tugas ekonomi islamTugas ekonomi islam
Tugas ekonomi islamFrsfebby
 
Perlunya ushl fiqh dalam ekonomi islam
Perlunya ushl fiqh dalam ekonomi islamPerlunya ushl fiqh dalam ekonomi islam
Perlunya ushl fiqh dalam ekonomi islamsalman munthe
 
MEDIEVAL ISLAMIC ECONOMIC TOUGHT: PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH
MEDIEVAL ISLAMIC ECONOMIC TOUGHT: PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAHMEDIEVAL ISLAMIC ECONOMIC TOUGHT: PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH
MEDIEVAL ISLAMIC ECONOMIC TOUGHT: PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAHMohammad Azazi
 
Makalah etika bisnis
Makalah etika bisnisMakalah etika bisnis
Makalah etika bisnisyansasmi
 
Makalah ekonomi syariah
Makalah ekonomi syariah Makalah ekonomi syariah
Makalah ekonomi syariah Eka Wibawa
 
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)Puspita Ningtiyas
 
Ekonomi dalam Islam Kelompok 3 ppt.pptx
Ekonomi dalam Islam Kelompok 3 ppt.pptxEkonomi dalam Islam Kelompok 3 ppt.pptx
Ekonomi dalam Islam Kelompok 3 ppt.pptxTiaraPutriMasthurine1
 

Similar to Sistem ekonomi islam kel 7 (20)

Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi IslamDistorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Distorsi Pasar Dalam Perspektif Ekonomi Islam
 
dISTORSI PASAR.pdf
dISTORSI PASAR.pdfdISTORSI PASAR.pdf
dISTORSI PASAR.pdf
 
Periodisasi perkembangan ekonomi islam dan konvensional
Periodisasi perkembangan ekonomi islam dan konvensionalPeriodisasi perkembangan ekonomi islam dan konvensional
Periodisasi perkembangan ekonomi islam dan konvensional
 
Makalah ekonomi.docx
Makalah ekonomi.docxMakalah ekonomi.docx
Makalah ekonomi.docx
 
Ppt ekonomi islam bab 7 & 8
Ppt ekonomi islam bab 7 & 8Ppt ekonomi islam bab 7 & 8
Ppt ekonomi islam bab 7 & 8
 
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi umum
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi umumPerbedaan ekonomi islam dengan ekonomi umum
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi umum
 
Rekonstruksi pasar menurut islam
Rekonstruksi pasar menurut islamRekonstruksi pasar menurut islam
Rekonstruksi pasar menurut islam
 
economic mikro
economic mikroeconomic mikro
economic mikro
 
PPT PAI.pptx
PPT PAI.pptxPPT PAI.pptx
PPT PAI.pptx
 
EKONOMI ISLAM pert 1.pptx
EKONOMI ISLAM pert 1.pptxEKONOMI ISLAM pert 1.pptx
EKONOMI ISLAM pert 1.pptx
 
Tugas ekonomi islam
Tugas ekonomi islamTugas ekonomi islam
Tugas ekonomi islam
 
Perlunya ushl fiqh dalam ekonomi islam
Perlunya ushl fiqh dalam ekonomi islamPerlunya ushl fiqh dalam ekonomi islam
Perlunya ushl fiqh dalam ekonomi islam
 
MEDIEVAL ISLAMIC ECONOMIC TOUGHT: PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH
MEDIEVAL ISLAMIC ECONOMIC TOUGHT: PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAHMEDIEVAL ISLAMIC ECONOMIC TOUGHT: PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH
MEDIEVAL ISLAMIC ECONOMIC TOUGHT: PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH
 
Filosofi ekonomi islam
Filosofi ekonomi islamFilosofi ekonomi islam
Filosofi ekonomi islam
 
Ekonomi Islam
Ekonomi IslamEkonomi Islam
Ekonomi Islam
 
Makalah etika bisnis
Makalah etika bisnisMakalah etika bisnis
Makalah etika bisnis
 
Makalah ekonomi syariah
Makalah ekonomi syariah Makalah ekonomi syariah
Makalah ekonomi syariah
 
Minggu11_Ekonomi Islam.ppt
Minggu11_Ekonomi Islam.pptMinggu11_Ekonomi Islam.ppt
Minggu11_Ekonomi Islam.ppt
 
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)
 
Ekonomi dalam Islam Kelompok 3 ppt.pptx
Ekonomi dalam Islam Kelompok 3 ppt.pptxEkonomi dalam Islam Kelompok 3 ppt.pptx
Ekonomi dalam Islam Kelompok 3 ppt.pptx
 

Sistem ekonomi islam kel 7

  • 1. MAKALAH SISTEM EKONOMI ISLAM Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Dosen Pengampu: Nashih Muhammad, S.H.I., M.H. Oleh Kelompok 7: Farchan Arif Widodo (2120202108) Indalailla (2140202145) Nofi Triyanti (2120202063) KELAS 03 PRODI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TIDAR 2021
  • 2. A. Pengertian dan Tujuan Ekonomi Islam 1. Pengertian Ekonomi Islam Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktifitasnya. Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah tetap harus diterima. Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan hidup islam. Syarat utama adalah memasukkan nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilainilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam pengambilan keputusan yang dibingkai syariah. a. Muhammad Abdul Manan Menurut Abdul Manan ilmu ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. b. M. Umer Chapra Menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya relisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memeberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan. c. Menurut Syed Nawab Haider Naqvi, ilmu ekonomi Islam, singkatnya merupakan kajian tentang perilaku ekonomi orang Islam representatif dalam masyarakat muslim modern.
  • 3. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami. 2. Tujuan Ekonomi Islam Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk: a. Memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. b. Nilai Islam bukan semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapi seluruh makluk hidup dimuka bumi. c. Esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya, dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber teori Ekonomi Islam. B. PROFIT MENURUT ISLAM Profit atau yang lebih dikenal dengan laba atau keuntungan. Keuntungan dalam Arab disebut dengan Ar-ribh yang berarti pertumbuhan dalam perdagangan. Di dalam Almu’jam Al iqtisad al-Islami disebutkan bahwa keuntungan merupakan pertambahan penghasialan dalam perdagangan. Keuntungan adalah tambahan dana yang diperoleh sebagai kelebihan dari beban biaya produksi atau modal. Secara Khusus laba dalam perdagangan (jual beli) adalah tambahan yang merupakan perbedaan antara harga pembelian barang dengan harga jualnya. Keuntungan didapat karena adanya jual beli dengan perniagaan sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an yang terdapat dalam surah Ash-Shaff ayat 10 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?”
  • 4. Pada ayat tersebut menjelaskan bahwa hidup di dunia ini dilaksanakan perniagaan. Hasilnya akan dituai di akhirat. Ada yang untung, ada pula yang buntung. Ada yang berbahagia karenanya, sebaliknya ada pula yang menderita selama- lamanya. Ayat tersebut memberikan tawaran kepada kita mengenai sebuah perniagaan dengan keuntungan berlipat-lipat. Tak ada yang mampu menandinginya. Sebagai seorang muslim hendaknya dalam berdagang sebaiknya dilakukan sesuai dengan ekonomi syariah yang berlandaskan sumber hukum islam yang diantaranya adalah Al Quran dan hadist. Dalam pengambilan keuntungan banyak pedagang melakukan kecurangan dalam hal penimbangan atau takaran dalam jualannya, sebaiknya pedadang harus jujur dalam penimbangan atau takaran yang terdapat dalam surah Al Israa’ ayat 35 yang artinya: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” Dalam ayat lain, perintah menyempurnakan takaran mengiringi perintah beribadah kepada Allah SWT. Sebab, pelaksanaan dua hal tersebut berarti memberikan hak kepada pemiliknya yang tepat, tanpa ada pengurangan. Orang yang menyalahi ketentuan yang adil ini berarti telah menjerumuskan dirinya sendiri dalam ancaman kebinasaan. Dan sampai sekarang, praktik ini masih menjadi karakter sebagian orang yang melakukan jual-beli, baik pedagang maupun pembeli. Dengan mendesak, pembeli meminta takaran dan timbangan dipenuhi dan ditambahi. Sementara sebagian pedagang melakukan hal sebaliknya, melakukan segala tipu muslihat untuk mengurangi takaran dan timbangan guna meraup keuntungan lebih dari kecurangannya tersebut. Batasan Pengambilan Keuntungan dalam Islam Dalam Islam menganjurkan supaya para pedagang tidak berlebihan dalam mengambil laba. Ali bin Abi Thalib pernah menjajakan susu di pasar Kufah dan beliau juga berkata “Wahai para saudagar, Ambilah laba atau keutungan yang pantas bagimu maka kamu akan selamat, dan jangan menolak laba atau keuntungan yang kecil yang kamu terima karena akan mengahalangi kamu mendapatakan keuntungan yang banyak yang akan kamu terima.”
  • 5. Laba dalam Islam diperbolehkan. Dalam mengambil laba atau keutungan tidaklah ditentukan batasan berapa laba maksimal yang boleh diambil atau berapa laba minimal yang harus didapat, dengan syarat pembeli pembeli tidak tertipu dengan harga jual sehingga ia tidak merasa ditipu dan harus saling ridho diantara keduanya. Kebebasan dalam mengambil keuntungan sebagaimana fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang mengatakan, “keuntungan tidak ada batasan tertentu dalam Islam. Karena itu termasuk rizki Allah. Terkadang Allah menggelontorkan banyak rizki kepada manusia. Sehingga kadang ada orang yang mendapatkan untung 100 atau lebih, hanya dengan modal 10.” Namun seorang penjual tidak boleh mengelabui konsumen dengan menjual terlalu tinggi dari harga pasaran. Hendaknya pedagang Muslim juga memperhatikan maslahat pembeli dengan memberikan harga sebaik mungkin dan meringankan beban meraka. Jangan hanya memperhatikan kepentingan sendiri. Ambillah keuntungan yang sedikit jika memang itu sudah cukup, apalagi jika para pembeli itu adalah saudara seiman. C. MEKANISME PASAR DALAM ISLAM Ekonomi Islam memandang bahwa pasar, negara, dan individu berada dalam keseimbangan (iqtishad), tidak boleh ada sub-ordinat, sehingga salah satunya menjadi dominan dari yang lain. Pasar dijamin kebebasannya dalam Islam. Pasar bebas menentukan cara-cara produksi dan harga, tidak boleh ada gangguan yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar. Namun dalam kenyataannya sulit ditemukan pasar yang berjalan sendiri secara adil (fair). Distorasi pasar tetap sering terjadi, sehingga dapat merugikan para pihak. Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat dirujuk kepada hadits Rasululllah Saw sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Rasulullah Saw bersabda : “ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga”. Beliau berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorangpun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.” Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu
  • 6. diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah lah yang menentukannya. Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman ini dikarenakan, ucapan Nabi SAW itu mengandung pengertian bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum supply and demand. Kajian tentang mekanisme pasar telah banyak di bahas oleh para ulama klasik jauh sebelum para ekonomi Barat membahasnya. Ada beberapa ulama klasik yang pernah membahas tentang ekonomi Islam dalam hal mekanisme pasar secara empiric, di antaranya: 1. Abu Yusuf Ulama yang pertama kali membahas mekanisme pasar secara empirik adalah Abu Yusuf, yang hidup di awal abad kedua Hijriyah (731-798). Dia telah membahas tentang hukum supply and demand dalam perekonomian. Pemahaman yang berkembang ketika itu mengatakan bahwa bila tersedia sedikit barang, maka harga akan mahal dan bila tersedia banyak barang, maka harga akan murah. Menurut Abu Yusuf semakin Sedikit barang, harga semakin naik. Dengan kata lain, pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva permintaan. Ia membantah pemahaman seperti ini, karena pada kenyataannya persediaan barang sedikit tidak selalu dikuti dengan kenaikan harga, dan sebaliknya persediaan barang melimpah belum tentu membuat harga akan murah. “Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal, dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah”. 2. Ibnu Taimiyah Berbeda dengan Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah melakukan kajian yang menyeluruh tentang permasalahan mekanisme pasar. Dia menganalisa masalah ini dari perspektif ekonomi dan memaparkan secara detail tentang kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi tingkat harga. Jadi, Sekitar lima abad sebelum kelahiran Adam Smith (1776), Ibnu Taymiyah (1258) telah membicarakan mekanisme pasar menurut Islam, Melalui konsep teori harga dan kekuatan supply and demand dalam karya-karyanya, seperti yang termuat dalam kitab Al-Hisbah. Padahal Ibnu Taimiyah sama sekali belum pernah membaca buku terkenal The wealth of
  • 7. Nation, karangan Bapak ekonomi Klasik, Adam Smith, karena memang Ibnu Taymiyah lahir lima ratus tahun sebelum Adam Smith. Ketika masyarakat pada masanya beranggapan bahwa kenaikan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari si penjual, atau mengkin sebagai akibat manipulasi pasar, Ibnu Taymiyah langsung membantahnya. Dengan tegas ia mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand). Dalam pandangannya yang lebih luas, Ibnu Taimiyyah lebih lanjut mengemukakan tentang konsep mekanisme pasar didalam bukunya “Al-Hisbah fil Islam”. Beliau mengatakan, bahwa di dalam sebuah pasar bebas (sehat), harga dipengaruhi dan dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand). Suatu barang akan turun harganya bila terjadi keterlimpahan dalam produksi atau adanya penurunan impor atas barang-barang yang dibutuhkan. Dan sebaiknya ia mengungkapkan bahwa suatu harga bisa naik karena adanya “penurunan jumlah barang yang tersedia” atau adanya “peningkatan jumlah penduduk” mengindikasikan terjadinya peningkatan permintaan. 3. Al Ghazali Kalau Ibnu Taymiyah, yang hidup lima ratus tahun sebelum Adam Smith, sudah membicarakan teori harga, ternyata al-Ghazali (1058-1111) yang hidup tujuh ratus tahun sebelum Smith, juga telah membicarakan mekanisme pasar yang mencakup teori harga dan konsep supply and demand. Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, juga telah membahas secara detail peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai dengan kekuatan penawaran dan permintaan. Menurutnya, pasar merupakan bagian dari keteraturan alami. Walaupun al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi modern, beberapa paragraf dari tulisannya jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran “yang naik dari kiri bawah ke kanan atas”, dinyatakan dalam kalimat, “Jika petani tidak mendapatkan pembeli barangnya, maka ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah. Pemikiran al-Ghazali tentang hukum supply and demand, untuk konteks zamannya cukup maju dan mengejutkan dan tampaknya dia paham betul tentang konsep elastisitas permintaan. Ia menegaskan, “Mengurangi margin keuntungan
  • 8. dengan menjual pada harga yang lebih murah, akan meningkatkan volume penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan. Bahkan ia telah pula mengidentifikasikan produk makanan sebagai komoditas dengan kurva permintaan yang inelastis. Komentarnya, “karena makanan adalah kebutuhan pokok, maka perdagangan makanan harus seminimal mungkin didorong agar tidak semata dalam mencari keuntungan. Dalam bisnis makanan pokok harus dihindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan yang besar. Keuntungan semacam ini seharusnya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok. 4. Ibnu Khaldun Selain, Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah dan al-Ghazali, intelektual muslim yang juga membahas teori harga adalah Ibnu Khaldun. Di dalam Al-Muqaddimah, ia menulis secara khusus bab yang berjudul, “Harga-harga di Kota”. Ia membagi jenis barang kepada dua macam, pertama, barang kebutuhan pokok, kedua barang mewah. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah, maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok mendapat prioritas, sehingga penawaran meningkat dan akibatnya harga menjadi turun. Sedangkan untuk barang-barang mewah, permintaannya akan meningkat, sejalan dengan perkembangan kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah menjadi naik. Selanjutnya Ibnu Khaldun mengemukakan mekanisme penawaran dan permintan dalam menentukan harga keseimbangan. Pada sisi permintaan demand, ia memaparkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang. Sedngkan pada sisi penawaran (supply) ia menjelaskan pula pengaruh meningkatnyaa biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain dikota tersebut.Pengaruh naik turunnya penawaran terhadap harga. Menurutnya, ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antara kota dekat dan amam, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah dan harga-harga akan turun Paparan itu menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun sebagaimana Ibnu Taymiyah telah mengidentifikasi kekuatan permintaan dan penawaran sebagai penentu keseimbangan harga.
  • 9. Masih berkaitan dengan teori supply and demand, Ibnu Khaldun menjelaskan secara lebih detail. Menurutnya keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah, akan membuat lesu perdagangan, karena pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya bila pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi, juga akan membuat lesu perdagangan, karena lemahnya permintaan (demand) konsumen. Selanjutnya ada beberapa hal yang berkaitan dengan Distorsi Pasar sebagai berikut: 1. Penimbunan Barang (Ihtikar) Pedagang dilarang melakukan ihtikar, yaitu melakukan penimbunan barang dengan tujuan spekulasi, sehingga ia mendapatkan keuntungan besar di atas keuntungan normal atau dia menjual hanya sedikit barang untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi, sehingga mendapatkan keuntungan di atas keuntungan normal. Dalam ilmu ekonomi hal ini disebut dengan monopoly’s rent seeking. Larangan ihtikar ini terdapat dalam Sabda Nabi Saw, yang artinya dari Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, katanya, Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Tidak melakukan ihtikar kecuali orang yang bersalah (berdosa)” (H.R.Tarmizi). 2. Penetapan Harga yang Fix Tas’ir (penetapan harga) merupakan salah satu praktek yang tidak dibolehkan oleh syariat Islam. Pemerintah ataupun yang memiliki otoritas ekonomi tidak memiliki hak dan wewenang untuk menentukan harga tetap sebuah komoditas, kecuali pemerintah telah menyediakan pada para pedagang jumlah yang cukup untuk dijual dengan menggunakan harga yang ditentukan, atau melihat dan mendapatkan kezaliman-kezaliman di dalam sebuah pasar yang mengakibatkan rusaknya mekanisme pasar yang sehat. Tabi’at (tetap) ini dapat kita lihat dari bagaimana sikap Rasulullah Saw terhadap masalah ini. Tatkala Rasulullah SAW didatangi oleh seorang sahabatnya untuk meminta penetapan harga yang tetap. Beliau menyatakan penolakannya dengan sabdanya: “Fluktuasi harga (turun-naik) itu adalah perbuatan Allah, sesungguhnya saya ingin berjumpa dengan-Nya, dan saya tidak melakukan kezaliman pada seorang yang bisa dituntut dari saya”(HR. Abu Dawud).
  • 10. Dari sini jelas bahwasanya tidak dibenarkan adanya intervensi atau kontrol manusia dalam penentuan harga itu, sehingga akan menghambat hukum alami yang dikenal dengan istilah supply and demand. 3. Riba Salah satu ajaran Islam yang penting untuk menegakkan keadilan dan menghapuskan ekploitasi dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang riba. Al- quran sangat mengecam keras pemakan riba dan menyebutnya sebagai penghuni neraka yang kekal selamanya di dalamnya. Riba termasuk transaski yang bathil, bahkan hampir semua ulama menafsirkan firman Allah “memakan harta dengan bathil” itu dengan riba dalam firman Allah Al-Baqarah : 188 “Dan janganlah sebagian kamu memakan sebagian harta yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah:188). 4. Tadlis Tadlis ialah Transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak unknown to one party. Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi/ditipu karena ada sesuatu yang unknown to one party(keadaan di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini merupakan asymetric information. Unknown to one party dalam bahasa fikihnya disebut tadlis (penipuan), dan dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni dalam:a. Kuantitas; b. Kualitas; c. Harga; dan d. Waktu Penyerahan. 5. Jual Beli Gharar Jual beli gharar ialah suatu jual beli yang mengandung ketidak-jelasan atau ketidak pastian. Jual beli gharar dan tadlis sama-sama dilarang, karena keduanya mengandung incomplete information. Namun berbeda dengan tadlis, di mana incomplete informationnya hanya dialamin oleh satu pihak saja (onknown to one party), misalnya pembeli saja atau penjual saja, dalam gharar incomplete information dialami oleh dua pihak, baik pembeli maupun penjual. Jadi dalam gharar terjadi ketidakpastian (ketidakjelasan) yang melibatkan dua pihak. Contohnya jual beli ijon, jual beli anak sapi yang masih dalam kandungan
  • 11. induknya, menjual ikan yang ada di dalam kolam, dsb. Sebagaimana tadlis, jual beli gharar juga terjadi pada empat hal, yaitu : kualitas, kuantitas, harga dan waktu. D. LEMBAGA PERMODALAN (PERBANKAN) 1. Tinjauan Umum tentang Bank Syari’ah Bank muamalat atau bank Islam atau Bank Syari’ah (Islamic Bank) adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Lembaga keuangan dapat dikatakan sebagai badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan atau tagihan (claim) serta asset non finansial atau asset riil dan memberikan pelayanan jasa dalam bentuk skim tabungan (depositori), proteksi asuransi, program pensiun, dan penyediaan sistem pembayaran melalui mekanisme transfer dana (Siamat, 1999: 34). Perdari dua penegrtian diatas anatara lembagakeuangan dengan bank muaalat memilii persamaan yaitu sebagia badan usaha yang bergerak dala bidang pengelolaan keuangan dan pendanaan maupun investasi. Pernyataan tresebut diperkuat oleh peratuaran Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992, tentang perubahan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) menjadi bank umum. Pada dasarnya lembaga keuangan, bank konvensional, maupun bank Islam (bank Muamalat) merupakan bagian dari manajemen keuangan modern. Lembaga keuangan syariah maupun bank Muamalat, sebagai lembaga keuangan Islam dan alternatif pengganti bank-bank konvensional memiliki ciri-ciri keistimewaan sebagai berikut : a. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabahnya. b. Diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga, sehingga akan berdampak positif dalam menekan cost push inflation dan persaingan antar bank. c. Tersedianya fasilitas kredit kebaikan (Al-Qardhul Hasan) yang diberikan secara Cuma-Cuma.
  • 12. d. Konsep (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan: (1) Mendorong kegiatan investasi dan menghambat simpanan yang tidak produktif melalui sistem operasi profit and loss sharing; (2) Memerangi kemiskinan dengan membina golongan ekonomi lemah dan tertindas, melalui bantuan hibah yang dilakukan bank secara produktif, (3) Mengembangkan produksi, menggalakkan perdagangan dan memperluas kesempatan kerja melalui kredit pemilikan barang atau peralatan modal dengan pembayaran tangguh dan pembayaran cicilan, dan (4) Meratakan pendapatan melalui sistem bagi hasil dan kerugian, baik yang diberikan kepada bank itu sendiri maupun kepada peminjam. e. Penerapan sistem bagi hasil yang tidak membebani biaya diluar kemampuan nasabah dan akan terjamin adanya “keterbukaan”. f. Menciptakan alternatif kehidupan ekonomi yang berkeadilan dalam kehidupan modern (Nasution, 2003: 40) 2. Fungsi dan Usaha Bank Syari’ah Di Indonesia, keberadaan bank syari’ah sudah ada sejak pertengahan tahun 1992, tepatnya setelah disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 sebagai dasar hukum, yang kemudian dirubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998. kebijakan perundangan ini diperkuat oleh Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 53/BH/KDK 13.32/ 1.2/XII/1998, pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi No. 165/ PAD/KDK 13.32/1.2/V/1999, serta izin usaha dari Menteri Keuangan untuk beroperasi dengan prinsip bagi hasil seperti bank perkreditan rakyat (BPR) Syariah. Berdasarkan beberapa dasar hukum ini, bank muamalat memiliki kesamaan fungsi demngan bank umum. Fungsi-fungsi bank umum sebagaimana yang dimaksud antara lain: 1. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi. Bank wajib menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien kepada nasabahnya, seperti penyediaan fasilitas kartu kredit, ATM, serta mekanisme jasa kliring dan inkaso. 2. Menciptakan uang. Menciptakan uang yang dimaksud bukanlah seperti fungsi pada bank Indonesia. Menciptakan uang dalam hal ini adalah bagaimana bank muamalat dalam kegiatan operasionalnya seperti bank konvensional, dapat
  • 13. memberikan perolehan hasil secara maksimal. Perolehan hasil ini merupakan balas jasa (keuntungan) yang diterima dalam bentuk uang, yang dapat digunakan kembali untuk memperlancar kegiatan operasional bank atau disimpan sebagai cadangan modal. 3. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat. Kegiatan menghimpun dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan jasa dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, giro maupun penerimaan dana sesuai dengan syariah Islam. Penyaluran kembali dana ke masyarakat dapat dalam bentuk pemberian kredit dan bentuk-bentuk pendanaan lainnya. Dalam penyaluran kembali dana masyarakat, bank memperoleh balas jasa dalam bentuk bagi hasil berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Tujuan dari perputaran dana ini adalah sebagai perolehan hasil (profit) dan mobilisasi dana dapat terus berjalan. 4. Menawarkan jasa-jasa keuangan lainnya. Jasa-jasa keuangan lainnya yang dapat ditawarkan oleh bank muamalat, antara lain: (1) Transfer antarbank dalam kota atau luar negeri, (2) Kliring (clearing), (3) Inkaso, (4) Safe deposit box, (5) Bank card, (6) Bank notes, (7) Travelers cheque, (8) Letter of credit (L/C), (9) Bank garansi, (10) Jasa-jasa dipasar modal, dan (11) Menerima setoran-setoran lain (Siamat, 199: 34). Menurut Siamat (1999: 35), kegiatan usaha bank yang dapat dilakukan berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, antara lain: a. Menghimpun dana dari masyarakat. Penghimpunan atau mobilisasi dana dapat melalui sarana tabungan, deposito berjangka dan giro. b. Memberikan kredit. Kredit yang diberikan dapat dalam bentuk pendanaan kegiatan ekonomi masyarakat mapun barang kebutuhan konsumen. c. Menerbitkan surat pengakuan utang. d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: (1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang disekap oleh bank. (2) Surat pengakuan utang. (3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah. (4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI). (5) Obligasi. (6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun, dan (7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.
  • 14. e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana komunikasi mapun dengan wesel. g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga. h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (custodian). j. Melakukan penempatan dana dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. k. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. E. KONSEP RIZKI MENURUT ISLAM a. Pengertian Rezeki Istilah “rezeki” berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata razaqa, yarzuqu, rizqan, yang berarti kekayaan, nasib, harta warisan, upah, dan anugerah atau pemberian . Rizki juga mempunyai makna : pemberian, makanan, hujan, dan buah-buahan. Jadi, Rizki merupakan penghidupan, yang berguna dan memiliki manfaat bagi makhluk hidup (salah satuhnya manusia) yang diberikan oleh Allah SWT. b. macam-macam rizki 1. Rezeki yang dijamin (Madhmun) Berupa makanan (rezeki) yang menjadi penyebab kekuatan tegaknya tubuh, tanpa sebab-sebab yang lain. Jaminan Allah adalah unuk rezeki semacam ini. Orang wajib bertawakkal menghadapi rezeki madhmun ini, berdasarkan dalil akal dan dalil syara’. Sebab, Allah SWT membebani kita supaya berkhidmat dan taat
  • 15. beribadah kepada-Nya, dengan menggunakan badan kita. Jadi, Allah SWT pasti menjamin apa yang bisa mencegah kerusakan badan, agar kita dapat melakukan apa yang dibebankan kepada kita 2. Rezeki yang dibagikan Allah SWT dan ditetapkannya di Lauhil Mahfuzh (Maqsum) Yaitu apa yang dimakan, diminum, dipakai oleh hamba, masing-masing telah ditentukan oleh Allah SWT dengan ketetapan tertentu dan dalam batas waktu tertentu pula, tidak lebih dan tidak kurang, tidak maju dan tidak pula mundur dari ketentuan yang telah ditetapkan, persis seperti aslinya. Rasulullah SAW bersabda: “Rezeki itu telah rampung pembagiannya (tidak lagi diubah). Ketakwaan orang yang takwa tidak bisa menambah rezekinya dan kedurhakaan orang yang durhaka tidak pula dapat mengurangi rezekinya.” 3. Rezeki yang dimiliki (Mamluk) Rezeki yang dimiliki oleh setiap hamba, yaitu harta di dunia yang dimiliki menurut apa yang ditentukan Allah SWT dan dibagikan Allah SWT untuk dimiliki oleh hamba. Ini adalah merupakan sebagian dari rezeki-Nya. Firman- Nya: “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS Al-Baqarah 254). 4. Rezeki yang dijanjikan (Mau’ud) Maksudnya adalah rezeki yang telah dijanjikan Allah SWT kepada para hamba-Nya yang bertakwa dengan syarat takwa, berupa rezeki yang halal, yang diterimakan dengan tanpa bersusah payah mencarinya. Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar; dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka- sangkanya.” (QS Ath-Thalaq 2-3). c. Sebab-sebab yang Mendatangkan Rizki 1. Takwa Kepada Allah
  • 16. Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka- sangkanya.” (At Thalaq 2-3) 2. Istighfar dan Taubat Termasuk sebab yang mendatangkan rizki adalah istighfar dan taubat, istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan. sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam , “Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12) 3. Tawakkal Kepada Allah Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata. Allah swt berfirman:
  • 17. “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3) 4. Silaturrahim Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram. Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam : “Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari) 5. Infaq fi Sabilillah Infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Allah swt berfirman : “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39) 6. Menyambung Haji dengan Umrah Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji. Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: “Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani) 7. Berbuat Baik kepada Orang Lemah Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya. Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki
  • 18. dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda: “Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari) 8. Serius di dalam Beribadah Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.