1. Karya-karya puisi menggambarkan berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, seperti masalah sosial, politik, dan budaya.
2. Buku dan pendidikan dihargai tinggi dalam masyarakat, terlihat dari banyaknya orang yang membaca di berbagai tempat.
3. Doa digunakan untuk menyuarakan harapan akan perdamaian di tanah air yang sedang mengalami berbagai masalah.
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Puisi mone
1. INDONESIA, AKU MEMBACAMU Karya: D.A
Kudengar gagak hitam menganga di ujung timur negeri
Kudengar suara-suara pertentangan dari balik busur dan koteka
Tak bakal kata-kata surut oleh desing timah dan popor sepatu lars
Dahaga dan luka teramat dalam untuk diam
Sebagai bagian dari negeri dan pertiwi
Kulihat dalam kenanganku di serambi laut
Sekelompok petani menaiki tangga dan menjejak mesiu
Bersitegang di atap dangau
Ketika huma tak dapat menjadi pemisah hanya
Dan pijar amarah menyulut sumbu lentera
Kepompong hitam tumbuh di emperan kota
Pagi nanti bakal menjelma sekawanan garong durjana
Menyelinap, mengendap dan bergerombol bersama kutu
Jika tuan tanah lalai memasukkan paku palang pintu
Di jalanan yang menggantung nasib jutaan rakyat
Senyum dan sapa tak lagi seluruh
Sebab keringat bercampur bau bensin dan bongkah karat
Yang disedot dari sisa pembakaran perlawanan para buruh
Dalam gelisah angin dan badai di tanah kering
Ketika sabana menjadi umpan bagi perjalanan asing
Hilang lepas tangis dari pangkuan
Dan cerita tinggal seberkas tanda pengenal di perbatasan
Tetapi dengan tiang-tiang biara dan lambang-lambang suci
Serta pekik Tuhan dan kutipan agung yang diperebutkan
Orang-orang menyulut angin merah menusuk pangkal tragedi
Oh, kuda sembrani
Melanglang di palagan zaman
Dengan selembar mantra dari sistem percobaan
i
2. Dan suara rakyat yang ditelikung oleh cara-cara yang dikelabuhi
Oh, kuda sembrani
Kalau kau sampai di ibu kota
Ingatlah pada kota-kota kecil di ujung
Pada sawah dan lautan di gugus depan
Pada huma dan orang-orang yang tak kau kenal pula
Ketika nanti telah sampai waktunya
Suara-suara minor kudengar semakin garang
Menyuarakan jerit dari tirisan luka terpendam
Pada gugus nusa dan elok lautan
Oh, kuda sembrani
Sejarah bakal mencatat
Meski kau hapus dari arsip dan nota piutang
KUPU-KUPU DI DALAM BUKU
Karya: Taufiq Ismail
Ketika duduk di stasiun bus, di gerbong kereta api, di ruang tunggu praktik
dokter anak, dib alai desa, kulihat orang-orang di sekitarku duduk membaca
buku, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.
Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang, di perpustakaan yang
mengandung ratusan ribu buku dan cahaya lampunya terang-benderang,
kuihat anak-anak muda dan anak-anak tua sibuk membaca dan menuliskan
catatan, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.
Ketika bertandang di sebuah toko, warna-warni produk yang dipajang
terbentang, orang-orang memborong itu barang dan mereka berdiri beraturan
di depan tempat pembayaran, dan aku bertanya di toko buku negeri mana
gerangan aku sekarang.
Ketika singgah di sebuah rumah, kulihat ada anak kecil bertanya tentang
kupu-kupu pada mamanya, dan mamanya tak bias menjawab keingin-tahuan
ii
3. puterinya, kemudian katanya “tunggu mama buka ensiklopedia dulu, yang
tahu tentang kupu-kupu,” dan aku bertanya di rumah negeri mana gerangan
aku sekarang.
Agaknya inilah kita rindukan bersama, di stasiun bis dan ruang tunggu kereta
api negeri ini buku dibaca, di perpustakaan perguruan, kota dan desa buku
dibaca, di tempat penjualan buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang
di ruang tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.
DOA INDONESIA 2000
Karya: Jamal D. Rahman
iii
4. dia mengharapkan hujan turun dalam doanya
sujud dingin di lengan cuaca
langit runtuh dalam banjir telaga
aa berdzikir,
mengharapkan hujan turun dalam sujudnya:
Aceh berdarah dalam sajakku
Sambas berdarah dalam nadiku
Maluku berdarah dalam nafasku
Timor berdarah dalam otakku
Mataram berdarah dalam sujudku
Indonesia berdarah dalam lukaku
dia ingin bintang berkedip dalam senyumnya
dan angin berbisik dari utara:
tanah tak tahu airnya
langit tak tahu lengkungnya
laut tak tahu palungnya
tangkai tak tahu batangnya
daun tak tahu uratnya
pohon tak tahu seratnya
ia berdzikir,
mengharapkan hujan turun dalam tidurnya:
eli, eli, lama sabakhtani.
iv
5. MENANTIMU DI PINGGIR KOLAM
(sebelum senja selesai)
Karya: Moh. Wan Anwar
menantimu di sini, di belantara kota
di pinggir kolam yang tanpa teratai
air mancur mengguyuri nasib kita
udara yang kelam tiba-tiba mengepungku
-seperti ada yang gemetar
di balik hamburan kata, di sela lengking serapah
di antara orang-orang yang berderet
letih dan nanar itu
:kau belum juga tiba
orang-orang menatap kosong seperti mata manekin
sendiri-sendiri, larut dalam jeda
setelah seharian hanyut dalam putaran roda
juga aku yang terselip di kisaran mereka
:kau masih belum juga tiba
demikianlah memang, rencana selalu larut dalam cuaca
seperti juga maut mungkin
akan tiba tanpa aba-aba
v
6. menantimu di taman ini, sore semakin rahasia
dan ketika kau tiba, tahulah
sesuatu yang lain pun akan segera tiba
IBU
D. Zawawi Imron
Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama
Reranting
Hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancer
vi
7. Mengalir
Bila aku merantau
Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
Dan ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat bunga kembang menyemerbak bau saying
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku mengangguk meskipun kurang mengerti
Bila kasihmu ibarat samudra
Sempit lautan teduh
Tempatku mandi, mencuci mulut pada diri
Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau ikut ujian lali ditanya tentang pahlawan
Namamu ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran aku tahu
Engkau ibu dan aku anakmu
Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
Ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali datang padaku
Menyuruhku menulis langit biru
Dengan sajakku
vii