SlideShare a Scribd company logo
1 of 157
Download to read offline
bung!
w. muttaqien ahmad
KEDAI buku SINAU
bung!
W. MUTTAQIEN AHMAD
KEDAI buku SINAU
w. muttaqien ahmadiv
Kumpulan Sajak
Judul: bung!
oleh: W. MUTTAQIEN AHMAD
Penerbit: Kedai Buku Sinau
Gambar Sampul: adhiklaud
Tata Letak Sampul dan Isi: Wees Skool
Katalog Dalam Terbitan
ISBN: 978-979-15449-5-5
Penerbit Kedai Buku Sinau
www.kedaisinau.com
pemesanan buku via sms ke 0815 8840310
v
Daftar Isi
daftar isi	 v
biodata	 x
2 baris tentang struktur dan progres atau cuma sebuah kemungkinan-yang tersisa
adalah kerja	 xi
bulan di jakarta
peristiwa	2
terlalu tua untuk puisi	 3
sympathy for the devil	 4
di puncak	 6
bulan di jakarta	 8
mana	 9
jakarta 27	10
kisah meja dapur 12
blues ramadhan	 13
ahai de’	 14
di matamu sajak	 16
pada sebuah esei	 17
memento	 18
masih ada tapi	 19
jalan ibu	 20
tepiku sepikau	 21
lima	 22
terjemahkan lagi	 24
rumah	 25
tanduk mata	 26
membaca perang	 27
aku menulis kota	 28
jika ini syair	 29
kisah nun	 30
jerusalem	 31
insomnium	 32
hutan luka	 33
on muscle museum	34
dalam bis kota	 35
vi w. muttaqien ahmad
purnama	 36
padamu 	37
malam 14 februari	 38
suatu hari di kedai kopi
	
habituasi	 40
suatu pagi bersama satir	 41
secangkir cuaca	 42
suatu hari di kedai kopi	 43
1000 berhala	 44
7.30 di beranda rumah	 45
sang penyair	 46
39	 47
buat sahabat	 48
peringatan	 49
ketika hujan	 50
7, anjing, dan kau	 51
hening	 52
bung!	 53
pemula	 54
keheningan puisi persis seperti gelembung
soda yang kaget ketika ada yang suka
	
tanahku	 56
entah apa	57
asmara bunga	 58
dusta dalam kaca	 59
adriana	 60
demam tubuh mendekati ramalan dan dunia liar	 61
permainan	 62
kemungkinan	 63
dialog	 64
menu	 65
belajar menulis puisi	 66
keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka	
67
catatan pejalan	 68
sebuah senja	 69
sesuatu terjadi padaku kemarin terjadi padamu esok di tempat yang sama	 70
vii
sekopi	 72
apa yang diingat kota tentang lelaki	 73
@tubuh	 74
jalan	 75
logika perlawanan	 76
langit lain	77
tembagapura	 78
sudah waktunya	 79
diaspora	 80
kepada mia	 81
dialah kata	 82
sinta	 83
yang paling sepi	 84
yang paling puisi	 85
puisi yang datang padamu	 86
selain di sekitaran sini, tak ada arus lain	87
sajak senja	 88
korupsi	 89
dunia itu tuna	 90
sebuah pembuka catatan yang bersembunyi di kerak kopi	 91
dia cuma mendengarkan lagu the beatles	 92
pada posisi ke sembilan belas	93
mimpi-mimpi yang kemudian disebut
rumah yang tidak bisa tidur
	
selamat pagi komunis 	 96
kepada resty	 98
mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur	 99
99 sajadah	 104
batu bersurat	 105
adalah manusia-manusia yang ingin tetap tinggal dalam rumah mereka yang sedang
terbakar	 106
setan	 107
diberitahu tentang kau	 108
kita bermusuhan saja	 109
kartu-kartu menulis masa depan	 111
malam bulan	 112
rambut takdirku	 113
ilusi tentang akhir	 114
kemanisan	 115
habib	 116
viii w. muttaqien ahmad
benang magenta	 117
willy pada suatu malam	 118
surat untuk saut beranjak tua	119
guru pertama	 120
lupakan januari	 122
dalam sebuah judul yang masih ragu	 123
biografi kerinduan
	
sajak perjalanan	 126
suatu pagi, sebuah kerinduan	128
careful with that axe, agung	 136
hari besar	138
ix
untuk diriku
RPD, dan sang pemantik EWS
‘ketika bumi dan langit bersujud’
x w. muttaqien ahmad
BIODATA
Widhyanto Muttaqien Ahmad, lahir dan besar
di Jakarta. Kini berdagang buku, menyeduh
kopi, dan bekerja sebagai peneliti lepas.
xi
2 baris tentang struktur dan
progres atau cuma sebuah
kemungkinan-yang tersisa adalah
kerja
pada mulanya kata-kata dipekerjakan
kemudian ia berubah menjadi tuan
w.m.a
2012
bulan di jakarta
2 w. muttaqien ahmad
peristiwa
sebuah lubang
ingatan yang tak tembus
dan bola cahaya
menyaksikan hamparan aksara
2012
3
Terlalu tua untuk puisi
ia menggambar noda. di geligi dan sepatunya. noda yang sudah
berumur. menutupnya di bawah daun pepaya. kemudian memasaknya
bersamatelurtelurberisipuisi.sebuahpuisiyangcumaberisigambargambar
yang mirip kepala. tubuhnya terlalu sepuh untuk melakukan perjalanan
yang mulai kadaluarsa. ia memilih bertelur saja. telurnya disiapkan untuk
sarapan. ia memasak dengan sangat lama. membumbuinya dengan uap
keringat yang telah menjadi noda di sela ketiak seorang presiden yang
selalu bangun kesiangan. waktu makan presiden sering bernyanyi.
ia menyanyi mentah saja sejak telurtelurnya lebih dulu mendalu. ia
memasak sendiri telur di wajahnya. orangorang memandangnya sampai
jatuh waktu. telurtelur gugur satusatu membatalkan diri.
ia menggendong noda di klise dan warna petang. mencari
penginapan.
4 w. muttaqien ahmad
sympathy for the devil
‘ Debu menjadi bintang, menjelma mahluk, dan kembali ke
asal ?‘
Bising disini, industri kepedihan penghasil cinta, dijual
dijalan-jalan, kaki lima, mall, kampung kumuh, Pondok
Indah, komplek pelacuran, Kota Satelit, Pelabuhan, Kawasan
Berikat, kurikulum wajib di sekolah
Kita memulainya, mencipta kepedihan dengan cinta, fantasi
kanak-kanak sampai sado masochist: terasing
Dilipatgandakan fungsinya dengan berbagai kepentingan atas
nama. Puing dan arang, amis warna merahnya. Jika kurang
kita buat lagi subtitusinya: kecemburuan
Sekarang salahkan semua pada rasa frustasi. Geliat libido
yang menggelora. Bagaimana caramu merasakannya?
Mengkhayalkannya sehingga menjadi teori baru, yang lebih
ajaib dari rock n’ roll atau reggae ?
Kepedihan, Cemburu, dan Frustasi. Mesin waktu yang eksotis,
wajar namun menyedihkan.
‘ Seem I,m not alone in being alone…’ *
Aku di dalamnya juga setengah manusia disini. Mencari
Damai menebus dosa. Absurd !
Menjelajah berbagai media-das sein. das sollen. Bagai arloji,
mengulang tanda yang sama. Sejarah! Sesuatu selalu datang
dan pergi. Tak ada ruang kosong. Sia-sia aku menunggu atau
mengejarnya.
Man proposed, God disposed
Biasa saja itu kesimpulannya, bangun pagi, seduh kopi
campurkan susu bila perlu, beri gula sedikit saja atau
tambahkan sesuai selera. Duduk di teras, baca koran-jangan
banyak komentar, tegur tetangga-senyum, tindih istrinya bila suami
berangkat kerja. Lalu pikirkan hal lain: spontanitas.
Yap, dunia hanya gejala ketika Tuhan ingin mengatur semuanya.
5
Selanjutnya sampaikan simpatiku pada para pendosa, para
pemain gagah-penantang para tuannya, dan selalu bertanya
untuk apa ini semua. Apakah aku menggenapkan atau
mengganjilkan, atau disini aku cuma untuk berkeringat, lain
tidak.
Setan, you aturlah!
Sympathy for The Devil, diambil dari lagu Rolling Stones
* Message in The Bottle, The Police
6 w. muttaqien ahmad
di puncak
dalam sorot cahaya-yang nyata adalah selayar kabut
setiap gerak seperti bayang
batang basah merunduk- ujung hari terpetik
mengucap bahagia
segala dingin menjadi intim-sesaat saja lahirkan bunyi
hangat sungai mengalir ke sawah
2012
7
yang mati begitu saja
digenggam musim mawar mencair
bulan Agustus orangorang meniup lilin
bersama nabinabi sedap malam
: bersila-sila di kuburan
orangorang tidak pergi tidak datang
lahir dan mati begitu saja
rumputrumput kering dan hijau
liar di antara sebotol mawar
wewangian kesedihan rayakan pahlawan
: juga mati begitu saja
2011
8 w. muttaqien ahmad
BULAN DI JAKARTA
bagianku matahari anakku bulan
kota menyala malam
anakku menanaknya di kepala
membaginya ke kawan sebaya
Jakarta syahdu bagi perindu
gelandangan sempurnakan ritusnya
anakku tidak pernah kecewa
melihat peminta-minta
dan tato yang didagangkan di bis kota
murah saja walau tak begitu sederhana
bulan melahirkan kengerian
terasa bagai pernyataan kehidupan
orangorang melewati takdirnya
berakhir di keluarga
atau dengan anjing plus topi miring
anakku bulan memantulkan matahari
cincin gerhana kering di mata
serupa Jakarta disiang hari
adakah menyala malam
yang gagal disembunyikannya
2011
9
MANA
kotakota milik pelarian
sedang para penjudi
berumah di kartu mati
belum genap kalah
berharap bulan kembali belah
katakata milik pedagang
: kau pasar apa menjual mana
menunjuk neraka yang sama
‘Tuhanku aku masih menyebut namaMu ?’
segumpal tanah berebut darah
2011
Catatan
Mana [kata benda] tenaga hidup yangg tidak berpribadi dan ada pada manusia,
binatang, tumbuhan, dan segala macam benda, biasanya untuk jimat atau fetis, serta
membawa keberuntungan bagi pemiliknya, tetapi akan menimbulkan kerugian bagi
orang yang tidak menghiraukannya (menurut pandangan orang Melanesia)
‘Tuhanku aku masih menyebut namaMu’ diambil dari sajak Doa, Chairil Anwar, 1943
10 w. muttaqien ahmad
Jakarta 27
jika bukan kau mendesak di bising sirene
siang ini masih ampang
tapi ini berita serak, disini
awal parade bukan semata duka
ada air mata masih muda
menghentikan sementara percakapan
dengan tunduk
tengadah
atau lupa
pada buku 30 Tahun Indonesia Merdeka
“apa yang bisa kulakukan tanpa yang absurd dan yang sementara?1
jika bukan kau yang mendesak di lengkung senja
sore ini masih sama, disana
aku bisa saja menemani kau menemui kekasihmu
dan masih mungkin bercakap-cakap
layaknya temu wicara, mungkin
aku sebagian yang datang
dan bersimpuh
di tilam yang lama
salah satu dari kita
pastilah bertanda luka
“kalau kau mau kuterima kau kembali/untukku sendiri/ tapi sedang
dengan cermin aku enggan berbagi”2
jika bukan kau
pasti aku
yang hanya khayal
atau sekadar sembunyi
pada yang harum
pada yang darah
yang ku ingin
akhir yang telanjang
bukan klimaks yang terjuntai
atau mimpi mengapung
seperti senyum Bapak Pembangunan
11
“terbangnya burung/hanya bisa dijelaskan/dengan bahasa batu”3
jika di angka ini kau berdiam
mungkin aku menujumu
dengan terseret
dengan terserak
buka kembali nilam tua
dan mulai mengeja
angka-angka
batu-batu
dan sihirmu
kubingkai sempurna
2008
Catatan
1 Gunawan Mohamad, dalam Untuk Frida Kahlo
2 Chairil Anwar, dalam Penerimaan
3 Sapardi Joko Damono, dalam Terbangnya Burung
12 w. muttaqien ahmad
kisah meja dapur
buat ER: sebuah meja dapur adalah segalanya
‘meja dapur yang kita pilih mestilah besar dan kuat, juga celemek yang
kau kenakan mestilah tembus pandang’
sedikitnya ia menambahkan mentega dan lada
di hadapannya sebuah ketagihan yang terus bekerja
dapurnya pencerah sekaligus pencahar
yang menggelontorkan ocehan tentang harga pasar
naiknya cabe, bawang, dan tempe seperti bulu ayam
di meja kita saling memagut daging
setiap hari layaknya pengantin baru
mendatangi pasar seperti baru kenalan
dan aku bilang pada anakku - kita ini harus bangga jadi bangsa tempe,
biar diinjak-injak tetap terasa enak-
dan aku memeras garam di punggungmu
otakku telentang melihat meja dapur
yang kosong sambil menyiapkan nasi kepal
kebahagian mustahil tanpa bumbu
ususku mengunyah bungabunga
melelehkannya di tungku bawah perutmu
meja siangmalam menggilirmu huluhilir
dengan atau tanpa celemek itu
2011
13
BLUES RAMADHAN
di dalam masjid
setiap orang berkhotbah
telinga terus teriak
sudutsudut seperti pasar gelap
tawar menawar pakaian dalam
seorang mungkin khusuk
dalam penderitaan
dalam kemiskinan
berdoa sampai tiba malam lebaran
di teras mendengung
tetangga bicara tetangga
sambil mengepulkan asap tembakau
di taman anakanak letupkan petasan
di mimbar terjadi ledakan
-di tambang-tambang mawar
kita masih gemar berperang
dan lupa pada keindahan timbangan-
lantai masjid semakin berkeringat
memikul hutang tak terangkat
terbenam di lubang masa depan
dunia dan akhirat beranjak tua
bersama dengannya kita renta
menapaki bulan pucat
kita berdoa untuk diri sendiri
berpunggungan menatap masa depan
di taman anakanak masih letupkan petasan
wajah kita sempat marah
dalam doa yang penuh curiga
di jalan orangorang lapar
-seribu malam kita bersujud
untuk diri sendiri, dan surgapun sepi-
2011
14 w. muttaqien ahmad
ahai de’
setiap 17 Agustus aku melihat garuda di atas podium
dengan sayap dibentang meraih kiri dan kanan
disambut jerit tangan
bertepuk peluh mengucap
takut bosan lepas tangan
darah seperti diperas
di ruang sidang dan sofa pemirsa
senyum dibuat sekhidmat nota statistik
30 juta miskin pencapaiannya
ini hidup dinamis progresif artinya
tetangga 2 orang hilang pekerjaan pagi ini
kerabat 10 orang mundur besok sore
20 juta sahabat masih serabutan
aku sendiri menimbun utang
dan tukang ojek harus menaikkan harga seribu perak
jarak jauh dan dekat
gurauan ini semestinya dihentikan
tapi semua nampaknya sanggup bertahan
manggut-manggut mengiya-iya
o bulat o panjang oo bergantian
disambut pekik merdeka
aku tumben merindukan iklan
dan celetukan
‘ahai de!’
mendengar pidato itu
aku lupa cara mengucap sialan
soalnya waktu terasa menjauh
dan aku punya keyakinan
yang membacanya juga tidak percaya
pada angka dan pendengar setianya
‘ahai de!’
anakku 4 tahun sedang gemar garuda pancasila
tapi ia bukan penggemar bola
lagunya saja membuatnya bangga
karena menghapalnya dalam beberapa hari saja
aku semangat sekali memperbaiki nadanya
menjawab pertanyaan tentang ‘akulah pendukungmu’
15
dan ‘patriot proklamasi’
di pidatomu tak kutemukan jawabnya
padahal anakku ingin ku sekolahkan disana
pidato diakhiri tanpa Bagimu Negeri
begitu banyak diagram struktur utang
bukan untuk petani atau nelayan
dan wajah Dewi SRI tidak lagi dikenali
harapan digantung wakil rakyat yang sibuk Blackberry
akhir pidatomu menyalami undangan luar negeri
dengan peta investasi ditemani staf ahli bidang ad hoax
membagi janji World Bank yang mendebet rekening generasi ke
generasi
240 juta orang dilenyapkan dalam pidatomu, tidak - 240 juta orang
adalah komoditas yang tergadai-lengkap dalam proposalmu
seperti bolongbolong jalan sepanjang trans Sumatra
dan berkaplingkapling kuburan di lahan sawit dan tambangtambang
yang selalu siap memanen bencana
setiap 17 Agustus aku melihat garuda di atas podium
dengan sayap dibentang meraih kiri dan kanan
sepertinya telah lama menyerah
‘ahai de!’
2011
16 w. muttaqien ahmad
di matamu sajak
katakata yang menghuni tubuhku ranggas
ia merindukan aroma kerontang tanah
yang tibatiba basah
semoga tak abadi luka itu
api terlanjur kutanam di matamu
yang tanah yang air saling jamah jelma mula
di matamu sajak ajak bicara
2011
17
pada sebuah esei
sebuah karunia lahir dari sebatang kata
sebagian menulisnya sebagai kategori
seolah menemukannya begitu saja
sebagian lagi mengucapnya
ambil getah, kulit, dan masak daunnya
menyuguhkannya sebagai obat dan adat istiadat
di kota kata-kata dihuni oleh orangorang
tempat-tempat dikalkulasi, gerak badan dibatasi
hilirmudik rumah-gerobak, truk satpol PP, dan calo
katakata diokupasi, hidup dikalibrasi
sebatang kata jatuh bersuara nyaring
orangorang sibuk merindukan tempat imaji berbaring
2011
18 w. muttaqien ahmad
memento
siapa mesti dipersalahkan
atas semua hening nestapa ini
: kelahiran berkalikali
dari dering telepon
bagaimana memadamkan kemungkinan
yang dibawa angin dan senja yang sembunyi
: lapislapis ingatan
bergeming dan berangsur kering
kemana takjub ini mesti kuarahkan
setelah junub mesti kau peluk lagi
: gairah tak boleh mati
pintupintu biarkan terkunci
2011
19
masih ada tapi
kubuka kulkas di kepalamu. katakata tersimpan kaku
kubuka pula laci hatimu. menawar yang paling ingin
kubawakan koper untuk memulai perjalanan dingin ini
: meski kau katakan tapi
2011
20 w. muttaqien ahmad
jalan ibu
Sendirian keluyuran untuk dikenali sebagai saya
Sebutir kota, tengah dan tepinya retak
Disana, orang-orang melahirkan saya yang lain
Ibu menunggu dengan segelas teh hangat, telor ceplok, dan nasi 	
masih mengenali dan tersenyum
Nak,
Sendirian ibu di rumah. Dikenali sebagai ibu
membuat banyak jalan
tak retak
tak bertepi
tak pernah pergi
2011
21
tepiku sepikau
tapi kau tepiku
kini sepimusepiku
tanpa kau
tepiku sepikau
sesepi tepi kususur
kau menepi sepi
bersisi-sisi mautkah
kau sepiku
dekap segala asing
memencil dari kata purba
di tubir mimpi Aku lihat
Rusuk Kucing, gigil
sepertikau sepiku
2012
22 w. muttaqien ahmad
Lima
Seperti jeda retina
dan kepak sayap lalat
waktuku semakin akademis
Dan mekarlah sajak itu
Menangis
Bila besok datang
Besok begitu baik
Datang dan ceritakanlah jika demikian
Bila besok datang
Besok catat hari ini
Datang di sini
Seseorang
Beberapa orang
Mencari
Sekelompok
Beberapa kelompok
Mencari
Teruslah mabuk
Jadilah pengikut
setialah
Jangan lepaskan
kepercayaan
puisi
revolusi
Lawanlah, sekompi
udara
laut
darat
dan,
Teruslah mabuk
Di setiap waktu
23
Jangan puas
Di bilangan lima
Mungkin akan ada tanya
Kapan dan bagaimana
Hanya mabuk
Dengan apa padanya
Sila-sila terjadi
Intim dan dekat
2009
24 w. muttaqien ahmad
Terjemahkan lagi
Ini kulahirkan kembali
bukan sunyi
Seperti rindu
cuma lalu
Anak-anak dan warna ungu
tanah merah dan dadu
Yang berawal dalam sapuan waktu
berakhir di para empu
Secangkir kopi perjalanan
tandas dalam hirupan dongengan
Menunggu kepulangan
lapuk kupunya kematian
Kau belum bertanya
tentang dewa-dewa luka
Apa lupa meraja
seperti lapar yang kau bawa
Sekeping tubuh
selekas subuh
Kurengkuh ruh
dari kata yang mulai rubuh
Kutanam hujan dalam mata
pada dunia tak sempurna
Sampai matahari menerjemahkan bunga-bunga
sebagai peta persetubuhan rasa
2009
25
Rumah
dalam rumah dimana gelisah susut mimpi beranak mimpi
dalam rumah dimana telanjang dan mabuk bukan cemar
dalam rumah dimana asal-usul adalah masa depan
dalamrumahsoreitusepedadikayuhjanji,kitatidaksedangmembuat
menara, tapi taman, seperti hasrat bocah pada buah mangga
dalam rumah malam itu sajadah menjadi tangga, kita juga tidak ingin
menggelar murka, tapi merajut bunga, dimana kumbang segala duka
tertarik pada seberkas warna
dalam rumah pagi itu kompor menjadi almanak, kita memasak
untuk waktu kini, juga menyediakan angka-angka bagi yang datang
kemudian
dalam rumah siang itu daun-daun runcing rumput nengadah, kita
sedang membuat kolam di angkasa, di masa datang kita urai cahayanya
dalam rumah kita membuat peta-peta, menyusuri jalan-jalannya,
yang bernama dan tak, yang bergelombang dan tak, yang berliku dan
tak, yang menanjak dan tak
dalam rumah kita terus telanjang dan mabuk kepayang, berjanji
untuk kembali di masa depan
2010
26 w. muttaqien ahmad
tanduk mata
ditanduk mata
payudara mengugurkan daundaun
-tak ada pancaroba di belahan ini-
sebuah sumur garam ditambang
di tumpukan luka
hujan mengamuk
pada hitam mata
-catatkan-
bagaimana wajah kehampaan
tibatiba serupa kata mata
2011
27
membaca perang
yang bertempur tidak bertafakur. ia memandang padamu yang
sedarah semerah amarah. tidak mungkin perang disebabkan cinta lalu
menghadirkannya
semesta perang bukan semesta kerinduan. ia memandang ke
bukan cahaya. kubaca pelan-pelan dendam yang mengular. kesumat
bersambat
menusuk pengertian
yang membaca cinta tidak perlu curiga. menahan lapar mata
mencemburui si buta. hakikat cinta adalah cahaya
berpinak di hati
2011
28 w. muttaqien ahmad
aku menulis kota
telah sampai
		 titik
waktu terhitung lebih dari satu
temboktembok belum habis ditulis
aku keburu selesai
		 koma
di jalan ke kota
2008
29
Jika ini syair
1.
jika ini syair maka inilah suatu yang sempurna seperti bentuk 	
	 payudara
jika kau membencinya maka jauhilah masa kecilmu
jika ia melukaimu bersyukurlah kau masih merasa
jika hidup begitu berat maka kematian tak akan sanggup kau
tanggung
2.
di atas segalanya yang paling indah adalah katalog seni
jika bukan doa yang manja maka isinya melulu luka yang baik
3.
na na na na na na na
dan aku tak mampu lagi sembunyi
4.
dan kau berkata ‘ini tisu, basuh pucatmu’
dengan putih dan kesepian yang kita bagi
5.
jika ini syair yang datang bersama hujan maka ini bukanlah 		
							 komedi
jika kau tidak sedang dalam keadaan senang maka dekatilah pintu
jika ia mengarahkan pandangannya padamu bersyukurlah masih 	
							 ada jalan keluar
jika hidup berarti maka seperti itulah mati
30 w. muttaqien ahmad
kisah nun
lengkung aku memalumu
membusur lekukmu
mengarung langit ambang
puncak tuk dijejak
: hidup memangku bintang
melamunkan Kau
menjelajah bidangbidang rahasia
2011
31
Jerusalem
ketika tuhan disalib dia tidak tahu
di kota ini terlarang untuk mengatakan dosa
karena selain tidak ada, juga menghina yang kuasa
di salib
tuhan berkata
Eli Eli Lama Sabaktani
di kota ini
penghuninya kagum akan kebesaran tuhan
dan tuhan berkata aku anugerahkan otak cemerlang
kalian dapat menciptakan Aku
dan sejarah berulang
Aku menyalib Tuhan
lalu menangis keras di tembok ratapan
:tuhan mengapa cuma kau yang bisa mati berkali-kali?
2006
32 w. muttaqien ahmad
insomnium
yang rindu menyebutmu
segala terlihat tak tampak
udara yang kuhirup, denyut pembuluh darah
asin-asam keringat laut, harum lumut, soda air kelapa
hasrat maut-menawar semua harga
ini hidup deburan tak henti, mengunjungi segala anti
gumuk mimpi rekam sejarah
di situ meliang rindu
dan gumam tak henti
2012
33
hutan luka
luka sepi
di hutan gugur daun
bunyi angin jadi sajak cinta
di telinga kijang dan bunga rumput
luka sembuh
di hutan embun lumut
gerak angin jadi lukisan
pada batu dan pasir
luka buka
di kedalaman kawah
kata hati
jadi cuka
di gigir dan dasarnya
meninggi luka
jauh berjarak
di gelap hutan
dari keramaian peradaban
kuburan dosa
jadi lumpur mendera desa
kalut hutan
di keramaian
bergegas
sempoyongan bergelondong
jadi luka
yang hilang dari peta
2006
34 w. muttaqien ahmad
on muscle museum
sembilu
tumbuh
seusia tubuh
seonggok tendon
tercabik ingkar
luka beban masa
lalu
hati seperti butuh pengakuan
mari pergi!
kembali menjadi
dengan-tanpamu
sembilu
tumbuh
di kamar paling sementara
lenyapkan bahasa
: kau berkata tentang sesuatu yang jatuh dari bunyi yang keluar dari
telinga sebagai aksen
aduh, semesta yang kupahami hanya bunyi Basic English dan
bahasamu seperti konser air yang digelontorkan ke kali depan rumah
dari kloset duduk bermerek American Standard
Catatan
Muscle Museum sebuah lagu ciptaan MUSE
35
dalam bis kota
kutemui kau menyanyi lagu pujian
di sebelahmu duduk kebosanan
penat dengan keindahan harapan
kau dia dan aku bergantian bertukar peran
bersepaham tanpa saling menatap
ramahmu dikupas marah
kau dia dan aku bertaruh hidup dengan satu lemparan
ganjil dan genap
apapun terambil bersiap lenyap
melaju saja
kepala atau ekor
sama murahnya
kau dia dan aku nanar bertatapan
menahan muntah keluar
2007
36 w. muttaqien ahmad
Purnama
Purnama pecah
Malam terbelah
Orangorang punah wajah
2011
37
Padamu
doaku sampaikah padamu
yang kupetik dari pagi
dan kudatangi lewat laku
sayangku, semakin ajal
segala terjal segala kental
kubawa padamu
2011
38 w. muttaqien ahmad
malam 14 Februari
ada bahaya di rumpun kata
sesuatu lelah berlari
tidak, bersembunyi
dari sisa imaji
yang resmi dan tak resmi
sungguh,
kapan mata bosan jadi saksi
ada bahaya di rumpun kata
menduri di retina
2012
39
suatu hari di kedai kopi
40 w. muttaqien ahmad
habituasi
di kepalaku ada setumpuk pasir
menyusun waktu
sampai bertemu dengan kebun binatang
yang membawa sekwintal kotoran
peristiwa pertemuan itu
kita ulang dan rayakan
kamar, dapur, kantor, kakus
- tidak lagi personal -
pasir di kepalaku menjadi bagian dari waktumu
sekwintal kotoran itu melekat dalam tubuhku
2011
41
suatu pagi bersama satir
sebuah pohon mangga di depan rumah memiliki sarang lebah
angin sering menggugurkan bunga
hujan mematahkan cahaya membuat lengkung warna
kupingku menjadi semacam caping menahan deras suara di jalan
lalu motor disebut monster oleh anakku
dan sebuah kepompong dipelihara di hatinya
seperti ia belajar membuang sampah permen pada tempatnya
aku tetap tidak menenggelamkan gula pada cangkir pagi
kubiarkan kopi bermandi matahari
anakku menanam berani dan menyiram melati
melati dari jidah di Jakarta yang hadir kala banjir
aku menceritakan suatu misteri tentang datangnya banjir
ada Nuh di Jakarta mengajarkan ilmu alam
pagi ini di kolam padma aku melihat banjir itu
orangorang yang tidak hanyut naik di daun padma
yang tersisa seperti dikepit di ketiak air
anakku bertanya, apakah bungkus permen penyebabnya
kepompong di hatinya pagi ini bermetamorfosa
menyisiri satu bab pagi ini
2011
42 w. muttaqien ahmad
secangkir cuaca
ia duduk sendiri saja. bersudut dengan sebuah meja
ia memesan kemungkinan dan secangkir cuaca
di sampingnya jendela setengah menjerit. menyimpan kejutan
langit berkacakaca. bersikukuh dengan cerita
ia duduk sendiri saja. bersamanya detik bergeletak
ia tidak lagi menginginkan apapun kecuali jendela
di langit kaca memburamkan dirinya
di sampingnya cuaca menyimpan cerita
2011
43
suatu hari di kedai kopi
Tertanda tutup untuk dahaga
Terbuka pintu-pintu rahasia
pakaianku tidak cukup pantas untuk mengucap
salam pada tanda baca
beribu tahun berulang dihampiri pengelana
seorang yang purba
mencoba menerka seribu tahun berikutnya
menetak sabda
di kedai kopi suatu hari
tempat orang-orang lupa
ajal mungkin tiba pada teguk ke tiga
dan mulut yang kering mengucap asma
meruncing makna harum bunga
2011
44 w. muttaqien ahmad
1000 berhala
seribu batu terlempar
tak mampu hancurkan yang terbelenggu:
berhala akal
nafsumu lebih pejal-berjejal
tanpa musim terbenam
1000 berhala selama 1000 bulan
ragu berkepanjangan, kau manusia:
gemar menyusun misterinya
sedangkan kami terbelenggu takdir dan terusir
tak pernah punya rahasia
2011
45
7.30 di beranda rumah
sebuah matahari
menetas dalam otak
bungabunga mekar kemudian
memeluk cahaya
46 w. muttaqien ahmad
sang penyair
Ia mati. Dan menjadi laut.
Aku berenang di kedalamannya
Menyusur ombak kata-kata dan pulau amsalnya
Ia mati. Dan menjadi kota.
Aku klayapan di jalan gelap dan terang
Dengan kakitangan yang lapar dan penyakit menular
Ia mati. Dan menjadi tanah.
Orang-orang menanamnya dan menulisi nisannya:
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(dan ia benar hidup, melampaui kematiannya tanpa menolak mati)
Ia kembali. Mempekerjakan sajak
Di negeri yang kehilangan harga diri
Aku laki-laki akan menjadi ibu yang melahirkan diri
Ia lakilaki pecinta yang tidak bisa menolak Ida
Perempuan menciptakan sajaknya yang lakilaki
Ia kembali berdiri. Dan tumpas segala luka
Bung ayo bung! Rebut kembali segala yang kita punya
Aku ingin kembali ke kuburnya. Menulis
: Dusta tidak bisa dibiarkan sehidupmati dengan kita
2011
47
39
kuhadiahkan setangkup pelangi
hanya karena ia tidak bertempat
kecuali berkawin dengan cahaya
umur kita demikian adanya
lepas-berhadapan dengan silam
dan tanah berpapan
ia yang tidak pandai berhitung
mungkin bisa lebih bahagia, kukira
kelak akan ada yang bertanya
jawab saja, ia pergi mengurai cahaya
2011
48 w. muttaqien ahmad
buat sahabat
ia di sana merampas bayangmu
sedangkan kau, baru saja membunuh perintahmu sendiri
menelan sumpah:
sajak-sajak itu kelak jadi alasmu
juga puncakmu
dengan kepala babi atau sapi
sama suci bagi tuhan dan tamu
dan, pisau itu mesti digunakan
tak boleh ragu mari rayakan
sebab itu kepala punya makna
2011
49
peringatan
ada yang tidak pernah mendengarmu
dubur
dan kekasih yang menunggumu lengah
2011
50 w. muttaqien ahmad
KETIKA HUJAN
inikah awal penghujan
dendam tanah rendam air mata
sesiap pandangmu ke hulu
dan anakanak di atap
bersama perabot susun langit
segaris air sembilu
lenyapkan beton membiru
warna segala pasti
alirkan sungai gelondongan
hutan gergasi timbun janji
usia bumi selengan lagi
inikah awal penghujan
anakanak berenang di jalan
2011
51
7, ANJING, DAN KAU
kau orang yang cemberut di sayap waktu
7 lainnya membayangkan aman
bersama anjing menawan
berebut ruang bersepaham
kau membaca tak mau percaya
7 lainnya memetik cahaya
bersama anjing peladang
membajak masa depan
kau orang yang cemberut di riap malam
percaya tapi penuh curiga
2011
52 w. muttaqien ahmad
Hening
aku membungkusmu dengan abu
jantungku
ketidakhadiranmu berdetak
aku menamaimu rindu
2009
53
BUNG!
mari pergi
dan menyumpah
menang atas buruan
2011
54 w. muttaqien ahmad
pemula
Laut menatapmu seperti dirinya tumbuh dalam dirimu
Rupamu seperti rumah
Isinya melulu kesunyian yang membuat bahagia
Lalu suara asing
Seperti biola saat pertama kali ditemukan
Dan gelombang penasaran pecah di batu karang
Suaranya cipratan cat dikuas teratur
Itukah kesederhanaan perasaan
Semuanya seakan seperti pemula
2006
keheningan puisi persis seperti gelembung
soda yang kaget ketika ada yang suka
56 w. muttaqien ahmad
tanahku
tanahku masih bingung
orangorang tidak bisa pulang
angin dingin putuskan sesimpul darah
segumpal asa dibunuh marah
bukan suaraku bukan mulutmu
tanahku masih bingung
orangorang lupa rumah
serimba peta buta disusur
suarasuara tidak bisa tidak kuikat serta
kubunuh dia dengan pena
2011
57
entah apa
tubuhmu menjelma
entah apa
jika benda tentu jarakmu cuma berbatas ajal
mungkin warna
aku bergerak di atasmu
sehingga berhingga
sebatas lingkaran
sampai usia kita mencapai semesta
aku menjelma
entah apa
jika persetubuhan tentu gerakku cuma berbatas hasrat
kau menyelubungiku dengan rahasia
walau kita tertentu
tak mampu juga kita menamakannya
aku
kau
menjelma entah apa
anehnya kita terus mengulanginya
2006
58 w. muttaqien ahmad
asmara bunga
bunga disinggahi mimpi, rasanya seperti hujan
manis. musim ini ia menunggu panggilan yang memuji namanya.
bunga menari, matanya menghadap matahari. warnanya hitam.
kemudian putih. rasa yang pernah ia bayangkan
dan sebelum ada mimpi ia punya leluhur seperti yang diceritakan
hujan.
ketika bermain cinta. bunga menghitung setiap detik.
meminta hujan untuk memejamkan mata.
cuma di kegelapan cahaya menjadi sumber keabadian.
sebentar, hujan memberikan butirannya kepada matahari.
bunga menatap hujan yang menjadi surga warna.
hujan terus memejamkan mata, tubuhnya disiangi terang.
berharap tak pernah usai.
hujan menceritakan asal usul yang dibawa dari langit
tidak pernah ada kemenangan, ia semburat warna di kehijauan
rerumputan atau biru di udara
keajaiban kecil yang memanjakan mata
sampai musim yang memisahkan. bunga ganti disiang angin
menyerbuk mimpi- kisah lama yang dikenalnya
bunga mengunjungi leluhur sambil menafsirkan cerita hujan
ia menemukan mempelai
ternyata awal
2006
59
Dusta Dalam Kaca
Ketika aku sendiri dalam cinta
Aku mulai berkaca
Ah, sama sekali kita tidak serupa
Mustahil, aku tak akan berubah
Kau juga
Hatiku sekuat tenaga melawanmu
Ternyata tak sampai setengah
Begitu sunyi seakan kita bertengkar sengit
Tapi itu bayanganku sendiri
Dua pertiga hatiku memujamu
Syarafku juga tak kuasa menahan hasrat
Menyentuhmu seperti luka
Inderaku pasrah menerima jika itu datang darimu
Ah, kaca juga mampu berdusta
Ketika aku sendiri dalam cinta*
2006
*salah satu bab dalam sebuah buku
60 w. muttaqien ahmad
adriana
pada ketinggian
aku datangi gigir gunung
memandangmu leluasa
dalam fana cakrawala
mataku dibutakan cahaya
daundaun cemara gemetar
dalam lafaz yang kering
angin dingin dan hamparan pasir
menunjuk arah pulang
mendaki waktumu
apakah abadi rupamu, kasihku
2011
61
demam tubuh mendekati ramalan
dan dunia liar
termometer pecah
berkata tidak
lalu ya
pada demam
seonggok ingatan
berkata tidak
tapi ya
lalu tidak
pada dendam
tubuh rubuh
api batu menimbun
keyakinan limbung
berkata ya
lalu tidak
pada Lubang Buaya
sekilo ingatan
terlanjur dicuri orang
bersamanya aroma laut,
matakata, dan sebaris hari
tempat tubuh bersandar
2011
mengenang Pablo Neruda, Aidit, dan Laut
62 w. muttaqien ahmad
permainan
kehidupan
tak terkejar
tumpas
lepas
sebagian lancung
orangorang meluap
kalap
tempat
tambat buta
massa dan lupa
ingatan nyaris sepi
ngelak ditebak
63
kemungkinan
Tertinggal acak di sisa makan siang
Gigitan kemarin kau hapus dengan tissue
Di bibirku terbaca pernyataanmu
Kita selesai sampai disini
Sementara di kaca restoran
Dua lelaki menangis berciuman
Kemudian berpisah-bertukar senyum
Ini yang akan kita lakukan
Mewarnai hati langit
Dunia yang bukan hitam-putih
Kita bahkan belum sempat memulai
Dan pengamen mulai menyanyikan lagu
Seperti mendongengi kita
Syair mereka terdengar meracau
Matamu kering airmata
Menyatu dalam gelas yang dikosongkan
Malam kemarin lupakanlah
Penyatuan itu latihan kemungkinan
Di meja sebelah
Lelaki perempuan menyisir coklat
Banana split memisahkan mereka
Aku mencari penutup di matamu
Tak ada apa-apa, tak ada siapa-siapa
Ingatanku mengoleksi kontur tubuhmu
Menyasar sampai tak jumpa
Pelayan yang menghampiri
Menambahkan susu pada kopi
Senyumnya mengatakan sore ini begitu bergula
Jika aku tak bisa bercerita di sisi tubuhmu saat subuh yang gaduh
Aku akan bercerita di sisi makammu saat magrib yang menggayut
2006
64 w. muttaqien ahmad
dialog
jangan mencontek nanti jadi bodoh
bodoh mencontek nanti
jangan jadi bodoh
nanti
jadi
mencontek
jangan
bodoh
2006
65
Menu
warnawarni nafasmu
matahari jingga
langit ungu
disimpan keringat tubuhmu
menu sore itu
daging manis dan susu
gagal dikancing waktu
yang lepas satusatu
2011
66 w. muttaqien ahmad
belajar menulis puisi
ada puisi di dalam kopi, di setiap gigitan kerupuk
bukan di dalam buku
ada puisi ikut keriting mangkok indomie
ada puisi pesanan setengah matang di dalam sosis roti
menghirup kopi setiap hari, membaca puisi
puisi garing renyah, bergaram bisa dimakan setiap orang
tak perlu berkerut kening, semua puisi bisa dipesan
asyik, bercangkir-cangkir puisi setiap hari, satu puisi
sekurangnya satu hari
ada puisi tenderloin, dijual di depan kedai
daging segar masih bisa basah oleh keringat
bunyinya lenguh, berdecap-decap gaduh
puisi berkeringat cocok untuk yang bersendiri
ada puisi lahir dari kata-kata milik seniman
yang penuh dengan makna hidup
kadang menjadi sisi paling gelap
puisi seperti ini tidak bisa dihirup setiap hari, karena seniman
hidup sesuka hati
2006
67
keheningan puisi persis seperti
gelembung soda yang kaget ketika
ada yang suka
yaitu ketika kenyataan sulit ditafsir
puisi ditulis cuma sebagai jejak
lawan tanding bagi rasio
tersentak ketika dibuka paksa
2007
68 w. muttaqien ahmad
catatan pejalan
hampir kekal kaki-temali
memanen debu batu pecah
mungkin ini jalan pulang
tapi bukankah tak ada jalan balik kembali
2011
69
sebuah senja
terdengar laut-
menepuk karang pada awalnya
kemudian siput-
menekuk di hangat tepi
sejauh angin menabrak laut
dan ikan-ikan mengunci malam
dahan mawar terpetik tangan
segala bunyi adalah cumbuan
sebelum malam benar malam
semesta jingga melumat cakrawala
dengan sunyi waktu mendengar
segala cumbu adalah harapan
2011
70 w. muttaqien ahmad
sesuatu terjadi padaku kemarin
terjadi padamu esok di tempat yang
sama
yang mengikat diri pada segulung angin
semerbak aroma lembah subur
sebiji kemerahan di langit malu-malu
sebatang tegak membelah lidah air
ini tanah Hindia Belanda dengan noni kopi
bercampur keringat tropika
anak kuli pemilik negeri
senyum nyai di ujung hari
sepadang susu sebidang budak
secangkir demi secangkir mimpi
tidak dikenali sebagai asali
seperti kampung seperti saudara
yang mengikat diri pada segumpal ingatan
membusuk akar sisa tualang
mengular waktu jejadian
sekejap yang laknat merayap
ini tanah Hindia Belanda tanpa muka
noni tunduk pada bayang benda
kulikuli menulis hari
tanpa pakaian tanpa rupa
kala sabit menyela malam
melirik asa melepas bayangan
ini oasis cahaya
kerjap di tanah kelahiran
mungkin ini yang diimpikan
secangkir janji ditambah rasa heran
disulam kisah negeri seberang
susul menyusul bahasa perang
ini tanah Hindia Belanda
sementara merahputih hilang di jemuran
71
matahari bersinar di semua benua
disini semakin menusuk mata
tangan mengepal mulut tersumpal
dan bulan puncak purnama
noninoni dan budakbudak saling menyayat
sempurna sungai luka
yang mengikat diri pada kemarin
inilah secangkir kompeni
tanpa tanah tanpa air
secangkir kopi masa depan
2011
72 w. muttaqien ahmad
sekopi
sebuah tempat dimana asam dan pahit bertemu
dalam buta malam
serongga hasrat berdenting, tenggelamkan aku-
tenggelamkan aku dalam ingatanmu
2011
73
apa yang diingat kota tentang
lelaki
Apa yang diingat kota
Dan menjadi lelaki
Jalan merana
Gedung mendaki
Sarapan lewat di rel
Makan siang debu trotoar
Makan malam dalam perjalanan
Anak-anak diasuh televisi
Pembantu lebih genit dari istri
Apa yang diingat lelaki
Dan menjadi kota
Rumah yang sepi
Tagihan sebelum gaji
Iklan di jam istirahat
Parfum isi ulang
Ciuman pengingat perkawinan
Dan persenggamaan liar
Dengan wajah perempuan di jalan
Apa yang diingat lelaki
Tentang menjadi
Kota tanpa jahitan
Keluarga mengabur ke maya
Bercengkrama dengan marah
Bersendiri dengan masalah
Dan apa yang bisa ditanyakan kota pada sepi
Tentang lelaki yang semakin tidak dikenali
Namun begitu percaya diri
2010
74 w. muttaqien ahmad
@TUBUH
awalnya ia tanda baca. matanya koma. mulutnya seru. tangannya
petik. kakinya titik tiga. hidungnya tanda tanya. telinganya parenthesis.
lidahnya garis miring. kelaminnya tanda sambung. kulitnya dalam
kurung. hatinya titik. ia lebih suka dengan pertidaksamaan. kemudian
seluruh hidupnya ia hayati dengan titik dua.
2011
75
jalan
begini saja, kita cari jalan pulang. kau di sebelah sana dan aku di sisi
ini. kita tetap bisa saling tatap tanpa banyak cakap. jangan lupa jalan kita
sama walau jaraknya terpisah berdepa-depa. jika bertemu lampu merah
berhenti saja, karena suaraku tidak sampai ke seberang sana. jika bertemu
perempatan, itulah saat kita berpisah.
begini saja, jika kemalaman aku bersedia mengirimkan cahaya,
asalkan kau mau bermain mata. rumahku pintu masa kecilmu. nanti
ku sediakan susu dan benang sulam, agar kau tetap terjaga. jika jarum
menusukmu jangan mengaduh, karena ia pertanda kau masih bisa
bahagia
2011
76 w. muttaqien ahmad
Logika Perlawanan
Pertama, kubuatkan tenda sederhana untuk meletakkan mimpi,
biar tidak tersapu angin dan debu yang suka menyelimuti sampul
yang kau pakai. Kedua, kutaruh kamper wangi untuk membuatmu
tetap kering dan dijauhi serangga yang jorok. Ketiga, kucarikan
kau teman untuk berbincang dan membuat ramai suasana.
Keempat, kutanam berbagai kembang agar kau betah duduk
menunggu di beranda. Semuanya kucipta agar kau
menyukaiku dengan cara yang berbeda.
Jawabmu, jauhi cinta. Pertama, ia akan balik memilihmu, bukan
kau yang memilihnya. Kedua, ia tidak cukup dirawat dengan
keinginan. Ketiga, perselingkuhan jadi kembaran jiwanya.
Keempat, ia tidak memiliki pintu masuk untuk diketuk, hanya
ruang yang kau bisa masuki dari segala arah. Jika beban cinta
yang kau tanam maka tenggelam.
Mimpi yang kubuat jadi nyata, bukan tanpa masalah. Pertama, ia
jadi mahluk yang punya kehendak. Kedua, ia memiliki sifat bosan
dankekanak-kanakan.Ketiga,alurpikirnyakadangtidakkumengerti.
Keempat, ia jadi makin cantik dan membuatku cemburu pada semua
yang tidak ada. Aku ingin membunuhnya namun ia meringkusku
lebih dulu.
Pertama, tenda yang kubuat berubah jadi penjara, angin dan debu
jadi karibku. Kedua, pikiranku jadi jorok setelah segala
percakapan tentang cinta. Ketiga, kawanmu jadi musuhku.
Keempat, aku lupa menyiram semua yang kutanam. Kau lari
dengan mahluk aneh lain yang kubuat untuk menjadi kawan
baikmu.
2006
77
LANGIT LAIN
buat AM
‘itu perahu, riwayatmu dulu’
berkawan kita sekarang. kau sebut juga sesuatu itu: proletar dan
borjuis bersatulah. cukupkan cerita yang memisahkan kita seperti
tubuh pekerja tanpa kepala. semalaman menukarnukar kamar. melihat
cangkircangkir yang lalai menilai kesanggupan ginjal dan perang
kesekian. dan tubuhtubuh busuk mulai menyusun dasar kemanusiaan.
kitabersepakatsekarang:menetapkankesunyianyanglahirdari‘potongan
kuku’. langit yang berdiam di tubuh sendiri. langit lain yang mesti kita
perhatikan hadir lewat bocah yang belum pernah membaca puisi
berkawan kita sekarang. kau sebut juga sesuatu itu: payudara adalah
jeda-adalah langit lain, yang keluar darinya semacam hasrat yang
menciptakan lubang dan selapis hutan ingatan yang tidak mengijinkan
dusta menjadi sebuah kampung
dan rahim perempuan adalah revolusi. nyalakanlah
2012
78 w. muttaqien ahmad
tembagapura
: teringat winnetou
tanah rumah ladang
perjanjian suci dan impian
kemudian prairi memerah
darah kami membangun New York
bukankah rahasia
di Freeport roh leluhur
tak mampu menahan
para pemburu bison
menjadi imigran yang lebih bermartabat
ini memang buruk
dan masih ada lagi
jalanjalan di New York penuh kematian
dari sebuah ras manusia yang dikenal
cuma memiliki bahasa memberi
2011
79
sudah waktunya
sepatah kata, kupungut dan kuselipkan di telingamu. tak perlu
curiga, sebab waktu tak berjenis kelamin. dan kematian tak melulu lewat
sesuatu yang jahat dan dingin. sepatah kata, kupungut dari kerumunan.
ia mungkin sihir. mungkin perintah. sepatah kata mulai bekerja. sudah
waktunya.
2012
80 w. muttaqien ahmad
diaspora
Nyalakan angin
Ledaklah!
Biarkan semua menyebar,
menghampiri bunga
menjelajah dataran rumput
mencari tanah baru.
Tanam benih
Bajaklah!
Terima semua yang merekah
rela dimasuki
rela disemai
cinta itu katanya buta.
Tuntunlah tangannya
Genggamlah!
Beri semua keyakinan
tentang warna
tentang bunyi
dunia sunyi tanpa mereka.
Torehkan mimpi
Pandanglah!
Barangkali nanti luput
dipikirkan
dikerjakan
Setelah ini kita berlalu
2006
81
kepada mia
bajingan kau, cinta yang nyaring
aku yang memiliki kekasih terpaku padamu
gugur di rindang pengetahuan
malam adalah beban
kau, bukan lagi gadis kecil
mondar-mandir membawa kemarau
-aih, cinta tak beranjak-
tidak pernah takluk pada akal sehat
borgol dan kesumat hasrat
begitu banyak penyair Mia
meratapi puisinya sendiri
terus kelaparan
sedang aku memberimu daging utuh berpeluh
kau dapat mencubitnya saat kau lapar
puisiku lemang bersantan
bajingan kau, cinta tak berjarak
gagal bersekutu setan di kepala
lain waktu Mia, kucuri ranjangmu
2009
82 w. muttaqien ahmad
dialah kata
andai ia kukawin
apa jadinya anak kita
anak kita sudah mulai belajar nama
dan pandai bercerita
ia juga jatuh cinta padamu!
2010
83
sinta
kau api
Meraksasa
melahap Rama
dengan bimbangnya
tetaplah api
jangan berganti
Sinta,
kau huru hara
Abadi
di ranjang keyakinan
memaksa Rama
menerjemahkan setia
2008
84 w. muttaqien ahmad
Yang paling sepi
ada kesepian yang
demikian
: saat-saat
dimana puisi di kepala gaib tiba-tiba
2008
85
Yang paling puisi
Yang paling puisi bukan terletak pada gadis
Sajak pernikahan itu gombalku ditapis
Berumah-rumahan dengan puisi
jalan kelinci
Beranak-pinak di langit kamar
Begitu bercahaya
2008
86 w. muttaqien ahmad
puisi yang datang padamu
puisi yang kau bilang omong kosong itu
campuran hati, jali, lemak usia, batuk, 40 helai uban
suatu saat, mungkin-kau baru bisa mengerti
usia puisi bergantung pada kefasihan bunyi
yang lindap diantara isi dan imaji
puisi yang kau kutuk itu
melulu Aku, masa lalu, dan sekaum asing
kata yang memang setengah mampus
untuk hidup di belantara dusta
yang samar makna dan mulanya
puisi yang kau harapkan itu
enggan datang di belukar nalar
yang alpa merasai katakata seperti
dingin garpu di piring kosongmu
yang gemetar menantang lapar
2011
87
selain di sekitaran sini, tak ada
arus lain
kalau kau benar puisi yang kucari mendekatlah-mari bermain
di taman sekitar sini seluruh diksi telah keruh
berguguran dicium karbondioksida
satu-satunya harapan hanyalah aliran sungai
dipenuhi batubatu sembunyi.
kalau kau benar puisi yang ingin kulayari
sandung aku dengan waktumu. sebab aku tertentu dan kau,
hanya kau yang tahu. selain sungai itu tidak ada arus lain
tempat pikiran hanyut. di sekitaran sini cuma satu yang patut
melepas kalut. kita semulut kata. dan aku, murid pertamamu.
2011
88 w. muttaqien ahmad
sajak senja
gerimis kali ini adalah sajak senja pertama
pohonpohon begitu ritmis mencipta suara
di tanah yang menjadi basa. sekabut harap
tawarkan percakapan kecuali sunyi. dingin
yang mengendap. sejulur masa lalu terangkat
di cabang cemara yang menyimpan matahari.
senja pertama begitu resah. menanti kekasih
rebah di malam yang penuh remah. ingatanku
gugur di bawah batang cemara. menunggu
getah lilin menyalakan sebuah kisah. menetaskan
kembali bayangmu di dinding cuaca. gerimis kali ini
mungkin sebuah kebaikan. segaris air ditangkup
kembali di hati. menggenapkan suasana senja ini
dingin itu penyebab aku kembali menyelimutimu.
masa lalu menyentuhmu hingga mekar
kembali kenangan yang pernah gabuk bersama angin
dalam cuaca seperti ini matahari mungkin bukan dibutuhkan
kenangan meroyak buntu malam nanti
sebuah janji pertemuan yang berisik
kita pelajari kembali peta yang paling purba di atas tubuhmu
2011
89
Korupsi
waktu dilipat-lipat masuk saku celana
sang isteri tak boleh lihat
begitu boros hidup ini
pikirnya sambil menyenangkan hati
terbayang kelamin lain
berpendar-pendar bintang antrian
kali ini pasti tidak ketahuan
gumamnya keseribu kali
mari-mari menerawang janji
ke cahaya pelaminan
bersegel rusak dipukau iseng
tangan meremas-remas lipatan waktu di celana
aku semakin muda saja
2006
90 w. muttaqien ahmad
Dunia itu tuna
Aku yang menyempurnakannya
Nyata kata
Berbiaklah
Bukan harus ternak
Karena sejenak adalah jejak
Mengalirlah
Tolak semua ancaman
Dan hidup yang tak kau harapkan
2006
91
sebuah pembuka catatan yang
bersembunyi di kerak kopi
Ada rumah harum Berbuah di tempat orang banyak
Beribu kilometer dari tempat kita Atap dan pintunya persis
milik kita Segala warna di dalamnya adalah doa
Ada rumah harum
Sekawan dengan maksud kita Mengeja anakanak sampai pada relung
kuntum Berbeda di setiap lekuknya Ruang dalamnya mengucap
cerita yang sama
2007
92 w. muttaqien ahmad
dia cuma mendengarkan lagu the
beatles
dia cuma mendengarkan lagu The Beatles
dari Liverpool ke Tangerang
di kamar dengan cd bajakan
di tengah polusi dan bau got
air hitam menggenang
dan jemuran penuh baju biru dan werpak
istirahat di shift ke tiga
terdengar It’s a kind hard night
belum genap satu jam
kawan datang ajak berdiskusi
tentang gaji dan jatah kopi
seorang mengambil gitar di pojokan
I’ve been working like a dog
jika saja petani mereka tentu sedekah di sawah
di tempat panas begini cuma ada rencana
seperti sebelumnya hampir mampus
bukan karena orgasme tapi diberangus
mereka cuma minta audiensi
sambil memikirkan anak-isteri
when I’ am home everything will be right
dan polisi datang menggadang asumsi
mereka salah ideologi
2010
93
pada posisi ke sembilan belas
Seorang perempuan mulanya menjamahi buku terbuka di dipannya.
Mengambil posisi terlentang dengan buku di atasnya. Ia mulai bergumam.
Semalaman ia mencari nikmat dan sentimen pada setiap kalimat. Puncak
demi puncak ia ungkap. Sebenarnya, aku belum lelah membaca, katanya
pada posisi kesembilan belas. Cuma aku takut merasa bosan pada derit
dipan. Ia jungkalkan buku dan mulai merapihkan seprai -Tak usah
terlalu serius lain kali, harapan yang terlalu tebal hanya bikin purapura-
2012
94 w. muttaqien ahmad
mimpi-mimpi yang kemudian disebut
rumah yang tidak bisa tidur
96 w. muttaqien ahmad
selamat pagi komunis
yang benar dari pernyataanmu
cuma anak istriku makan apa
berikan padaku satu alasan
untuk hidup sekarang
atau menyerah kalah
selembar demi selembar komunike pergi
menuju tempat yang kau dengar
ikuti aku
kulihat kebalikan
kita belum bebas apalagi puas
satu komunikemu menyatakan jalan yang membebaskan di
pagi hari ketika kebenaran bertanya tentang makan siapa hari ini
seseorang yang berpikir selalu benar
mungkin kakanak-kanakan
selamat pagi komunis
gambar sepia wajahmu populer di sini
seperti guguran perempuan menjajakan diri sekadar
mendapatkan selembar blue jeans dan kaset rock ‘n roll
hidup disini penuh kesenangan
sementara pesanmu kemuraman hidup
komunike keduamu: suatu saat ini dunia menyatu
para majikan sekarang adalah buruh yang berhasil
dan besok buruh bebas tanpa kelas yang diciptakan
dari pemenangan kuasa
selamat pagi komunis
satu-satunya kenyataan adalah materi perubahan
mungkin terlihat jika kau bergerak ke arah kanan
ditempat sejarah bukan mistik
dan perbedaan bukan ancaman
97
yang benar dari pernyataanmu
cuma anak istriku makan apa
sementara di rumah sanak keluarga memulai hari dengan
tontonan selingkuhan Superman dan Madonna
selamat pagi komunis
semalaman bercengkrama denganmu
pagi ini aku mau berbenah diri
kau,
terserah padamu!
2006
98 w. muttaqien ahmad
kepada resty
Akhirnya ia membebaskanku, meminta darinya
untuk terus menjauh. Berkirim surat-bertukar kabar
walau aku tahu tidak akan pernah dibaca. Aku ingin tahu
apapun tentangnya. Tentang dunia yang tidak pernah ia alami.
Mengajaknya mampir ke kedai es krim, saling memandang
menjilati manis lewat sisa es krim di bibirmu
sambil menikmati ejakulasi mata seperti katamu.
Aku bersetuju dengan itu. Akhirnya ia membebaskanku dalam
satu kali pertemuan di kedai es krim itu. Kau pergi ke dalam gelas
es krim, abadi di situ.
99
mimpi-mimpi yang kemudian disebut
rumah yang tidak bisa tidur
# bulan sepotong semangka
udara menggigil. ketika
bulan tepat di seberang kedai tak berpengunjung
karena sudah setengah gaji. setengah
hidup. menahan setengah bulan
untuk setengah mati. berusaha tidak beku rasa panas mata
cukup nasi di lemari pendingin. biar tidak basi
lauk yang bisa dipanaskan besok pagi
atau matikan saja selera
seperti pertama kali bulan menggetarkan udara. dengan
lingkaran pelangi di sekitarnya. bagai
santa. bercengkerama di kebun yang penuh pohon buah
pikiran memenuhi udara. tidak cukup
untuk dimengerti. saat udara
sesak. seperti masa kanak-kanak yang kembali. mengangguk
terpesona kepada permainan bayangan
tajuk dibuat untuk memantulkan cahayanya
setelah setengah bulan menunggu
disaat udara masih leluasa. menggeser
angin ke arah barat atau timur
dengan upacara sederhana
yang disajikan oleh kekerasan waktu. fiksi
dan ode yang diceritakan kembali. dianiaya
tak terduga. tak dipercaya walau darah mengalir nyata
di lembaran-lembaran laporan. cerita mulut ke mulut.
pelataran kebun buah tempat pesta. dan
cermin kamar mandi kusam penuh goresan
luka yang tidak membuat jera
sepotong demi sepotong bulan dimakan
udara tidak pernah tersia-sia. dibagi
berbagi perasaan. bukan
untuk sekarang. genderang ditabuh cepat
dan nyaring dengan sesuatu yang dipercaya. cuma
dirasakan. seperti kematian
100 w. muttaqien ahmad
bahkan seperti kehidupan sebenarnya. bukan
tentang pelajaran kehidupan
yang cuma sepenggal kebajikan tertunda pelaksanaannya
sepenggal lagi disisakan waktu
untuk masa depan
jika pengorbanan sampai pada bentuk yang sempurna
namun bulan masih setengah semangka
sebelumnya sabit. berteman
dengan rumput, bintang, atau atap masjid
setengah lagi terlempar. di depan
kedai. sekarang
tepat di seberang
telah menjadi pucat
udara kembali menggigil
mengingat masa lalu. kemudian
waktu menghitung mundur
sampai setengah mendekati nol
membeku udara di pesta Bulan Sepotong Semangka
# namun hidup terlanjur berarti
1.
waktuku tak banyak
aku menyerah
bukan berarti kalah
pisaumu dedahkan mimpi dan surat cinta
dari sahabat yang membabi saja
butaku belum apa-apa
belum amien
2.
namun hidup terlanjur berarti
adakah pesona lain kecuali musim yang tunduk
tengadah menatap kemungkinan pada mata langit
mungkin sesekali liar tak terkejar
tapi tak mengapa
kita masih punya lupa
hidup ini terlanjur berarti
walau hanya mengembara tangan kita kuasa memberi
101
# yang membuat seisi pertemuan cemburu
yang membuat seisi pertemuan cemburu
penanda tidak pernah salah
waktu menjadikannya lambang
yang berawal di keinginan aksara
untuk memulai percakapan
buat ramai bikin megah
yang membuat seisi pertemuan cemburu
percakapan soliter
ketika bebas dan jauh
mencari titik beku perasaan
sebelum dan sesudahnya arah sudah ditetapkan
seperti mencari bagian yang hilang dalam sebuah lukisan
padahal hanya keanehan yang belum bisa dimengerti
sebuah penanda
selalu berakhir seru
yang membuat seisi pertemuan cemburu
rendez vous bunga
merah berbunga
semua tanda lebur didalamnya
pengetahuan
perguruan
gincu
kaukah itu
akhir riwayatku, au revoir
# setiap yang datang adalah orang yang tepat
terima kasih #1
untuk tidak merasa iba
bersikap sesuai dengan apa yang dipercaya ada
walau hati berdentam berbunyi gentar
warnanya sepucat buku putih itu
malam nanti
mari pergi
mencari tempat lain untuk bercakap-cakap
disini kita seperti orang gila
berteman suara ketikan
102 w. muttaqien ahmad
mulai pagi
ingatlah di dingin dinding ada mata
di cangkir kopi ada telinga
membaca kata-kata yang pingsan
ketika berbaris di kuning kertas pesan
(siang ini ada kemeriahan di kamar besuk)
terima kasih #2
untuk kepercayaan yang diberikan
kita telah bertukar darah bertukar catatan
bukanlah sebuah kejahatan memiliki ketakutan
untuk hidup dalam gelap
ketakutan jenis itu adalah kekuatan yang membuat iri ilmuwan
api dimatamu menebas gelap
menghidupkan mahluk rekaan yang menghuni otak
jika berkenan ajaklah aku berpetualang
jadi pencuri atau penyelundup
karena masih banyak yang tidak mampu
masuk ke dalam kelas seperti kita
karena salah asuhan atau salah baca
(ada yang mangkir namun tetap tersenyum)
terima kasih #3
saatnya main di kebun belakang
kita tanam rumput
ia hidup paling awal dan mati paling akhir
cocok untuk menyemai kata-kata yang akan kita jadikan cerita
ketika hari itu datang
sungguh aku senang
sebab bukan kekalahan seperti yang diberitakan
aku cuma berpindah ruangan
jika kau bersetia
lunasi utangku
bukan karena bangkrut tapi karena terlanjur berjanji
buku kita nanti bersampul oranye saja
(sebab senja adalah niscaya)
103
# jalan, warna, dan gairah kota yang pasang surut
1.
pada sebuah pagi berkaca kecemasan
dusta persetubuhan dalam kota terlampau kasar
kelopakmu kubakar pelan-pelan
sampai gairah menguncup
2.
percakapan kemarin berisi jenuh
penuh keinginan sementara orang
mengejar kesepian mencabuti bunga-bunga
ke puncak jerit
bahagia karena kau terus asing
3.
bibir sunggingkan merah dingin
mengadu gaduh kuning rock n roll
warna yang diinginkan seperti salah perlakuan
kota seperti bingung. kehilangan ramuan
4.
di sebuah kedai yang sama sekali tidak seperti bar
sayup-sayup penonton tak beranjak
menanti kematian dirinya sendiri sebagai aktor
dari panggung yang hilang berahi bertualang
5.
sebuah kota selalu muda. lebih baik demikian
cuma keteguhan bunyi. mencari sudut tampil
seperti syair rolling stone, you cant’t always get what you want
untuk mengingatmu: akal sehat dan asesorisnya
2007
104 w. muttaqien ahmad
99 sajadah
setelah sujud di tempatmu
hatiku terpaut pada semua mahluk
hasratpun tak kuasa untuk membayangkanmu
merangkul yang hidup di semua jalanmu
kemudian terbakar sepertiga malam
bukan rumah, badan, atau kitab
aku lenyap di hasrat menujumu
bukan pada rupa buruk di depan cermin
semakin panjang sajadah
semakin haus akan wajahmu
semakin memasuki dirimu
semakin rindu untuk bertemu takdirmu
dalam permainan yang melulu dunia
tanganmu semakin berjarak
dalam pertaruhan keyakinan
aku kehilangan suara-suara yang berbeda
mungkin ini saat yang tepat untuk berhenti bertaruh
menghitung kembali sajadah yang lapuk
sambil melihat abu dan arang
yang dihasilkan doa-doa yang saling rajam
mungkin kita bisa meminta katak untuk meminta hujan
menabur segala kebaikannya pada semua yang dianggap suci
dalam tempurung mungkin kita tidak bisa melihat langit lain
yang juga tempat bersujud
2009
105
batu bersurat
suratan pada bata merah senja
menyahut dalam tubuh kota terakota
beribu tahun bergenang dupa
tempat pendeta mengunci tasbihnya
dalam seru undakan waktu
batu-batu menyebut namaMu
2009
106 w. muttaqien ahmad
Adalah manusia-manusia yang
ingin tetap tinggal dalam rumah
mereka yang sedang terbakar
lompatlah ketika periuk belum panas
karena setiap perubahan menyelamatkan
apabila tepat di terik waktu
jika perlahan maka kau tidak pernah tahu
dirimu meregang ajal dalam panas kolam
periuk itu seperti batok kelapa di kepalamu
menjadi tempurung takut
yang membuatmu nikmat ketika disantap
2009
107
setan
Sebentar sayang
teruslah muda
seketika
Aku benci dengan caramu mengungkapkannya
Tapi, kukecup kau dengan sungguh
2007
108 w. muttaqien ahmad
diberiTahu tentang kau
buat: RPD
kutemani kau. lalu
di bangku taman. hujan peluru berkesudahan
kita masih sehat. amunisi kita tersisa tiga
simpan satu. enyahkan dia
punguti kerikil. suara diinjak hening
ambil satu. tahbiskan
percuma mencari kesamaan. citacita cuma bermusim
aku berguguran. lalu
kesiap lenyap. di bangku taman
ditemani kau. menimbun meluruh
‘mengutuk aku’
2007
109
kita bermusuhan saja
kita bermusuhan saja. sebelum amnesia
mengingat kita sekomplot. dalam ketidakacuhan
-seorang membakar diri di rumah kita-
bahasa api
tanah airkah bagi petani
yang kita preteli harga dirinya dengan merampas tanah
dan kitapun menjual diri untuk membangun jalan-jembatan
untuk memisahkan nusa
bangsa komplotan padu dalam kepayang pemakluman
bendera putih dikibarkan
-seorang yang waras bertanya bagaimana bisa-
sehalaman merah rasa api
kita memesan darah melipur kesucian
setiap hari harus ada korban
genapi darah biru
aku rasa kita memang bermusuhan saja
koreng di lutut belum sembuh benar
dan kau sudah mengokang sebutir peluru
-satu remaja tewas, semacam patriot mengancam satu sekolahan-
dulu pahlawan berharap tumbuh seribu satu patriot di tanah ini
sekarang belum tentu pahlawan bersesakan dalam tanah Kalibata
anaknya tidak pernah tumbuh-malah menembak lututku
membantai petani sambil menuding orang yang pergi mengaji
kita memang sekomplot penonton
di bahu dua malaikat tegur-tapi tak bisa mencegah orang
berbelanja
jalan-jembatan menandur bencana
dan kau terus memupur citra
kita memang sekomplot-bicara perlahan
mata kita celingungkan cari teman
ah, semoga tak bertemu matamata
ya, kuputuskan kita bermusuhan
walau zaman kita sama tapi kau terlalu norak
bahkan untuk generasi berikutnya kau tetap norak
kau terlambat tak tumbuh tak utuh
jembatan-jalan kau bangun tak lebih
seperti perahu ditakdirkan untuk tidak berlayar
haus tanah rakus darah
110 w. muttaqien ahmad
sementara bendera di atasnya kehilangan warna merah
-korban terus berjatuhan, orangorang mengunduh video di laptop
mereka- kita duduki kotakota, semacam pelabuhan bebas melayarkan
semangat -Freeport-mengeras tertawa
satu tanahkah kita, tanya sebuah letupan
orangorang menari telanjang bersama bintang
kemudian kita musnahkan
kita ditakdirkan untuk bermusuhan, bukan
api melahap satu orang, satu rumah, satu masjid, satu gereja, satu
desa
dan kita masih bungkam atas isyarat yang ingin disampaikan
2011
111
Kartu-kartu Menulis Masa Depan
Pagi ini penuh dengan kertas plano, spidol, dan kartu-kartu
kosong. Setelah kemarin menggambar masa kini,
sekarang adalah merekam kejadian besok.
Semangat ini, vital untuk perubahan, tapi
mengubahmu bukan aku. Mengubah kalian bukan kita.
Barisan hari esok rapih tertempel di tembok, sementara
di luar, pada kenyataan lain tembok sudah penuh diisi
tulisan: tidak ada masa depan atau hancurlah para tiran.
Ada juga tulisan sederhana. Tolak kenaikan harga.
Tembok dipenuhi oleh kata kerja. Di luar dan pada
kartu yang akan dibariskan hari ini. Tidak ada subjek.
Hidup di kartu yang dijajarkan sungguh enak, sebab dan
akibatnya jelas. Semuanya akan selesai begitu saja seiring dengan
logika yang ada. Di luar sana orang menumpahkan darah dan kering
keringatnyaberusahamencampakkanlogikamerekasendiri. Berpikir
sama dengan mengulur waktu yang tidak lagi nyata.
Hidup saja yang sederhana, artinya apa adanya. Belum ada
sama dengan tidak mungkin. Percuma berkhayal
menikmati ladang, hutan, dan laut yang terhampar di
depan mata, dan memperkirakan apa yang akan terjadi.
Buang saja pelajaran hitung dagang dan peluang, itu
tidak berlaku disini; kenyataan diluar berteriak nyaring.
Sementara kartu-kartu kosong itu sudah terisi. Satu kalimat
pendek, lima sampai enam suku kata, sesuai
instruksinya. Sebait puisi tertulis: kami miskin karena
tidak punya tanah. Kartu-kartu itu berbaris, menjadi
sebab atau menjadi akibat, menjadi nomor satu atau
sepuluh. Begitu seterusnya kenyataan dibeberkan,
pernyataan dipertanyakan.
Diluar kartu-kartu tersebut berserabutan, ada yang bunuh diri
ada yang dibunuh karena lain dengan kenyataan yang
lain. Ada yang berubah menjadi coretan di dinding,
banyak yang dilupakan, ada yang secara sah dipenjara
karena beda versi, kebanyakan hilang demi kebaikan.
112 w. muttaqien ahmad
malam bulan
malam bulan
gelap memunggungimu
- mencatat yang paling telanjang
2011
113
rambut takdirku
rambutku mencuri dunia
kuwarnai merah-hitam
panjang kusut menutup maksud usia
mataku adalah kemudaan yang sebentar
mencari keindahan yang terpancar
berumah di punggung perempuan
mulutku adalah keabadian kutukan
rakus mengunyah kitab
dahaga kupuasi dengan durhaka
tanganku mencuri hati seperti kucing mengintip ikan
kepalan keras hanya untuk membela diri
beratus kepala kena hantam tipuan
rambutku hutan bambu
menyasar di setiap rumpunnya
aku lari di atas rambutku
kenangan masa muda dan segalanya
mencuri tempat kembali
2007
114 w. muttaqien ahmad
ilusi tentang akhir
ternyata
Akhir
Hidup
Adalah
Dia
lepas kata dari tulangnya, melayang jadi lengkung di periuk
waktu. hutan hilang, sawah jadi gudang barang, gunung jadi
lempung, muntahannya kudekap lelap tertidur. Kau
memberinya susu dari laut yang terang membawa serta
ibu, sepeda, tetangga, kawan sepermainan, dan gedung
sekolah. dari riwayat yang kuterima turun-temurun Kau akan
tiba di seluruh kota menyelesaikan yang tak bisa ditunda.
empat lapis tanah merah digali buat kebun doa, diucapkan
matahari yang saat itu oranye sempat singgah di pantai.
namun tak sempat datang bersama pasang. lalu gemuruh pindah
dari langit ke laut yang seperti agar-agar merah disentil anak kecil
yang usil. pelabuhan ikan pindah ke pasar, jualan tubuh legam
telanjang. perahu nelayan di jalanjalan sepanjang kota
menerima tamu asing yang asyik bicara ilusi tentang akhir
kabarnya dimulai dari ujung pulau ini.
pertemuan Dia di semenanjung yang sepi ini kini ramai
dibicarakan orang:
kampung-kampung kehilangan penghuninya
di periuk waktu susut
2005
115
kemanisan
harusnya cukup
hidup dengan sesendok teh gula
betapa malunya manis
disalahkan kelebihan
rasa pahit itu juga hidup
cuma manis yang berlebih
2006
116 w. muttaqien ahmad
Habib
kantong bunga, serupa rumah tanpa dinding, selembar tikar
tempat para pencari menari
angin tidak menyurutkan ingin
ya kekasih, ya habib, tidak cukup rindu ini sampai
tidak juga rancak rebana menjadi bunyi
sunyi juga yang menghantarkan nyalamu
dalam riuh hasrat adakah usai jalanmu
dari pantai yang penuh kapal terbelenggu
ke samudera pemahaman seperti kebebasan
yang memalu-malu
kuburan, kebuli, dan kopi jahe
tidak bosan juga balada Timur didendangkan
aroma subuh dan malaikat yang diandaikan hadir
merenda pendengaran dengan yang intim
ah, yang asing dalam dirimu tiba-tiba menjadi organ bertumbuh
dalam diriku, cair seperti mentega di atas kue kamir itu
ya habib, mungkin tanda ini yang ditunggu
cinta yang tidak pura-pura
2010
117
benang magenta
berdua kita menatap laut
langit magenta mulai menetes
menggaris kelambu udara
kupakaikan pada tubuhmu
(jemarimu menganyam benang pemberian langit yang seusia
dengan kita sore itu)
berdua kita menenggelamkan laut
dalam gulungan kertas
yang diikat benang magenta
tegak meski telah kuyup
(masih ada ruang tertutup tak lelah dimasuki doa yang barusan
lahir setelah peristiwa laki-laki dan perempuan ingin jadi
sempurna)
2006
118 w. muttaqien ahmad
Willy pada suatu malam
begini Willy, aku sudah makan
kau bersikukuh menawarkan lapar
jalanjalan penuh siksa dan dendam
kita, berhenti saja.
Tidak, katamu syahdu
ini bukan ajal.
semacam tradisi kau ganti dengan deru
segala penjuru kau buru
kita tanam pamflet di dinding kota
terutama di kompleks pelacuran
rumah para pejabat dan gubernuran bukankah segala neraka ada 	
							 disana.
kota semacam citacita yang kemudian jadi cuka
-kau melihat anak muda dari desa, membenci agraria-
tak ada yang lampau atau lapuk
kecuali penjara, enyahkan ia dalam dirimu
aku menjadi lapar.
rumahku semakin renta
begini Willy, aku akan membacakan pamflet
hari ini di Kalibata
ada calon pahlawan menunggu kata
dan orangorang dari Parlemen
mencuri ingatan dari kita
apa yang lebih mulia Willy
dendam atau lupa
begini saja Willy, aku tidak ingin berjarak
dari lapar atau pelacur
sejenis kelenjar tak bisa diam
dalam diriku. memanggil namamu,
mungkin sebuah dosa. aku memakan buahmu
sampai jumpa
2011
119
surat untuk saut beranjak tua
saut menimbun luka. saat hari raya ia membaginya. ini sebuah
kesetiaan pada puisi. disusun dari lumpur di Sidoarjo sampai emas di
Papua. inilah bumiputera, semacam waktu yang ingin kita peram dan
didihkan. puisi yang menyediakan hantaran menguliti batangbatang
hutan kayu-sembilukah itu sebab puisimu menyusun akibat. hari raya
ini kita masih panen air mata. dan tuak sesaat menyatukan kita. orang
rudin juga berhak pesta, pukimak dengan neraka. dalam telanjang
masingmasing kata beradu mata. langit tetap penuh rahasia. saut berlayar
dengan puisi yang penuh bunga api. mautkah yang dilabuhkan atau
semata menghindar dari pusaran.
2011
120 w. muttaqien ahmad
Guru Pertama
suluh diri kenal dia dekat
suluk dia jadi ada tidak begitu jauh dari kisah
awan bercerita tentang asal usul hujan sambil membiarkan
dirinya hilang
disiang udara yang matang awan turun jadi latar belakang
pagelaran katak
yang senang menandai hari dengan teriakkan kakawin
sambil memanggil ular yang malas berkejaran dengan nasib
katak kawin sambil bermain
nasib telurnya tergantung ikan yang tidak sedang dilanda
kekeringan kolam
airnya melimpah tenang menggoyang teratai yang mabuk doa
sejuta kehidupan berlindung dibawahnya
katak besar makanan ular
katak kecil santapan ikan
katak kawin lagi setelah awan kembali berkisah
betina semedi di atas teratai
altar doa persetubuhan
terus diulang seperti kebaikan
ikan dan ular melihat di kejauhan
sambil meramal waktu
berkenalan dengan ajal
siapa yang pergi lebih dulu
ular melirik ikan
tenang berteman diam
nyanyian katak dihentikan kemarau
kemana awan pergi berbulan-bulan
ikan-ikan, katak, dan teratai terjaga
satu-satu menjemput awan
ular berkelindan membuka kitab kakawin
meninggalkan kulit jadi jejak usia
ikan menjemput awan ke hulu
sambil mencari kedalaman udara
batu-batu bersahutan
memanggil nama-nama yang berkunjung
121
katak
ikan
ular
teratai
beristirahatlah
awan kembali berkisah tentang musim yang kembali
mengganti penghuni cerita
2006
122 w. muttaqien ahmad
lupakan januari
seperti itukah kebimbangan kita. setiap pagi memikirkan rantai
dan roda. di januari yang basah ini buah mangga dibelah cuaca. di
sebatang pagi kita memandang sebilah cuaca dengan kilatan waktunya.
ia seperti mewartakan: rantai dan rodamu tidak mungkin mencapai
tujuan. seperti mangga yang berbuah begitu saja, peta kita seolah
hadir begitu saja sama seperti rantai dan roda yang tumbuh di tubuh
kita. mungkin kita tidak perlu memusingkan sebatang, sehutan, atau
segurun pagi. tapi apa guna pagi jika demikian. bahkan ketika berak
jam 5.30 pagi kitapun tidak sanggup menahan rantai dan roda yang
memaksa kita mengitari kemarin dan 2 menit lebih 1 liter beras yang
harus dimasak hari ini. januari mungkin memiliki harapan yang
berbeda, seperti pagi yang dianggap awal. apakah ada kelebihan lain
dari urutan waktu yang kian semu. sementara roda dan rantai tanpa
almanak kerja terus membuat jalanjalan yang kita lupakan kemudian.
2012
123
dalam sebuah judul yang masih
ragu
siapa mentautkan dia dalam kita
dalam sekat tibatiba beranjak
hasrat. kita berdua saling pandang
di bumi, abadilah surga itu
kenangan yang membuat kita
satusatu cemas terbit
setelah anggur itu kita telan.
kita, masihkah surga?
ataukah kita cuma mencandra
Dia, sekedar alibi keteguhan
cemburu yang ingin kita terakan
dan, bumi-inilah semacam kehadiran
masa lalu-sebelum aku bertemu Hawa
yang lebih suka terang dan telanjang
dari kegaiban yang mencurigakan.
Tapi, siapakah yang menciptakan Hawa
kita, masihkah membutuhkan neraka?
sebab aku masih merenggut separuh jembut
Tuhan, membentang selapang. Cinta pertamaku
bukan pada sekarang, sejarah, atau yang khayal
dan waktu bertumbuh dalam pertanyaan ini.
2011
124 w. muttaqien ahmad
biografi kerinduan
126 w. muttaqien ahmad
sajak perjalanan
1.
kita pergi jauh sayang
dari dataran katakata
sepantai luka akan menunggu
kita tinggalkan saja bayangbayang
walau hati masih lekat di kampung
sejarah kini milik kita
- genggam itu saja sayang-
senja keemasan di tangan
2.
dalam perjalanan kau masih membawa pintu
walau tak pernah kau izinkan sebiji tamu mampir di situ 	
seseorang berjalan dengan pintu yang kekar belum cukup mengenal
dunia-sebuah jendela mesti kau bawa juga, dari sana perjalanan ini
dapat menampung cuaca yang memanjakan mata
3.
dalam pandang langit lengang
mata kita mengaliri jalanan lempang
sebaris bangau menyisir ladang kerontang
: apakah sungguh ada perjumpaan
4.
janjiku seperti warna mawar
tak bisa kubilang yang mana
kau pilih saja-duriku tetap sama
menyemak dan sedap menyentuhmu
janjiku utuh pada setiap kelopaknya
yang mengantar perjalanan duri
sampai ke pelaminannya
5.
dalam surat yang kubaca pagi bertumbuhan
setelah perjalanan malam. bumi memberi kabar
: tak ada lagi mukjizat
127
6.
-malam yang melahirkan bahaya dan laut pasrah-SPD
cuaca yang gelisah melahirkan rindu
petir menuntun pada yang perlu
-cahaya, seberkas saja- sebuah jalan pulang
menyambarmu hingga rekah
seperti buku terbuka
anatomi tubuhmu menghanyutkan malu
yang lebur kemudian adalah waktu
demam ditularkan angin
dan terbit di tempat jauh
cuaca yang gelisah membuatku kabur
denganmu segalanya serba boneka
masa kecil yang datang kemudian
-kita mainmain dengan takdir- sebuah topografi rahasia
lengkung demi lengkungnya kita isi dengan cairan
lelehan manis yang melaporkan kejadian-kemenangan
jalanjalan kita buat karena suka
cuaca yang gelisah melahirkan rindu
kita menjahitnya di atas perca ingatan
7.
memulai perjalanan panjang ini
-rasa haus jadikan langit-
berikan yang paling fana
pada pagi pertama.
di ujung perjalanan ini
percakapan seperti mekar bunga
langit menurunkan matanya
pada yang paling wujud
2011
128 w. muttaqien ahmad
Suatu Pagi, Sebuah Kerinduan
1.
Sebuah pagi yang pasti
Sebuah biduk
Siapa saja yang pulang bersahaja
: ia yang selalu tahu jalan kembali dan berada di depan
berkorban dan menelusuri jalan yang sunyi
Ia yang tidak pernah sendiri namun tahu kapan waktu berhenti
Pada kematian, ia menyeru:
Kau tak mampu menyiangku walau itu memisahkanku dengan
kesayangan
Aku mengenalmu seumur hidupku
Kau tak lebih dari pergantian waktu
Sedang aku yang memekarkan cahaya
Pada hitam jubahmu, kuberikan tanda
: harapan
2.
Sebuah pagi yang pasti
Kopi dan rokok yang seharusnya ada
Sepat mata dan sisa obrolan yang dibawa angin
Kau kemana
Katamu, menjauh
Kau dimana
Jawabmu, di sini
Kau tidak apa-apa
Tubuhmu seperti begitu terjal
Dan aku mendaki jawab di matamu
3.
kau selalu berkata
‘aku yakin’
4.
ternyata kau tidak butuh kartu-kartu untuk menghadap tuhanmu,
lebih banyak rindu yang menjadi pembelamu
5.
aku membuat rumah yang tidak besar, tapi seluruh dunia sanggup
mengisinya
rumahku tanpa taman dan air terjun, cuma hutan tropika
129
di sana ada petani, nelayan, dan anak muda
aku membaca soekarno, hatta, iqbal, dan karl marx
aku mencuri dari nabi-nabi
aku menyusuri perasaan orang kebanyakan
dan keadilan yang bersemayam di setiap hati
ternyata tidak ada yang lebih berantakan dibanding tidak
memenuhi janji
maka, aku berjanji diantar sebanyak orang
ketika aku tidak lagi mungkin berjanji
kudefinisikan sebagai investasi
6.
kau juga selalu berkata
‘kamu bisa’
7.
kembali pagi,
tidak semua pagi adalah permulaan
seperti gerimis ini
yang dimulai sejak awal kita puasa
sebenarnya ini rahasia
dan menariknya hanya itu aturan permainan kita
kau ber ci luk ba
dari kamar ke kamar
dan seperti biasa,
aku kena!
8.
aku bicara pada anakku
‘dia cuma tidak lagi bisa bersedih’
hanya itu
apakah itu tanda bahagia
anakku tertawa
(dia baru berumur dua tahun dan bening matanya
mengingatkanku padanya)
9.
kau berkata, jangan terlalu sering ke sini
terlalu putih dan steril
dan
‘aku tidak akan menangis’
10.
kau tidak berubah, katamu suatu pagi
130 w. muttaqien ahmad
setidaknya rambutmu yang kukenal dengan baik
bagaimana kabar istri dan anakmu
dan rumah yang kau idamkan
apakah sudah memenuhi segala keinginanmu
cuma di sana sumber air mata
‘sebuah keluarga yang saling memaafkan ketika hendak berangkat
tidur’
dan bahagia
11.
aku bilang teruslah bermimpi
kau menandaskan teruslah bertindak
12.
tiba-tiba kamu ada dimana-mana
menyala-nyala
dan gaib
13.
kamu sebentuk mimpi
tidak sungguhan
tidak ada yang begitu sempurna
tapi kau tularkan juga bisa mu
di setiap penjuru
dan kau tepati janji kita
sumpah pemuda entah jilid berapa
dimulai dari kampungmu
14.
akhirnya aku menangis
hanya ketika kau tersenyum membaca stiker
buku, kopi, dan puisi bercangkir-cangkir
itu kamu yang selalu tahu
pindahkan saja ke kepala semua orang
dan kau tuangkan puisi itu dari pulau ke pulau
berdua kita menangis
15.
bukan pagi seperti ini yang aku maksudkan
tapi kesedihan ini tak terelakkan
kau juga yang padamkan
dengan nisan yang bertonjolan
kau darwis
aku mayit
131
kita menari dalam alunan yang sama
cuma namaku belum tertera
16.
kata maju tidak berdiam di ruang tunggu
17.
kawanmu masih juga bertanya
apa yang membuat kau berbeda
jawabku, ada pada keyakinan
termasuk keyakinan akan adanya perbedaan
kawanmu masih juga bertanya
tapi jawabnya terbawa padamu, kataku
‘yang bukan materi hadir bersamamu’
18.
pelajaran hari ini bukan pelajaran tentang diam
besok pelajaran tentang melawan
sejarah adalah masa depan
19.
ketika kita berdua terkunci
dalam ruang kosong
dan kau tiba-tiba menggambarinya dengan beraneka warna
aku kebingungan memilih yang ku suka
20.
: kita baru memulai
lalu kau bergerak tanpa jeda
21.
kubacakan lagi sebaris sajak yang ku ciptakan untukmu
‘kau miskin, maka aku ada’
ternyata semesta yang mesti kita jaga
pantas tak pantas
cukup ya cukup
bukan mata untuk mata
tapi hanya butuh satu pertemuan
kau sanggup mencairkan segala dendam
kita berdua mestinya fakir
namun semestamu tak cukup untuk memenuhi aku
132 w. muttaqien ahmad
22.
kota ini semakin berkeringat
ia ranggas ketika upah ini belum juga terbayar
mulutmu bisa menjaga bencana
namun kota ini semakin tidak kau kenali
dalam setiap keluh kau bertanya bagaimana peradaban ini bisa
bernyali
jika setiap tafsir cuma dijelajahi lewat wikipedia
23.
setiap benang yang direntang cuma membutuhkan simpul
bukan merah atau basah
24.
seluruh lukamu
kukemas dalam kata
sampai waktunya kubuka
saat kau bilang
aku siap menghidangkan sebuah sop ayam dalam jiwa yang tenang
semoga kau tidak menaruh curiga ini barang jiplakan
25.
pasir yang penuh dengan remis ini tak jadi menu senin sore ketika
pagi yang pasti datang bersama kematian yang biasa dengan orang-
orang yang tak biasa mengirimkan doa yang tak putus-putusnya dan
cerita yang tidak ada perawinya kecuali tema yang sama yang tidak
pernah bosan dijadikan suasana yang seperti perundingan tentang
sesuatu yang tinggal ketika kau pergi meninggalkan meja yang
bergelinjang:
kau belum tua-tua amat, sialan
tapi lidahmu sudah demikian sempurna
26.
kau pernah bilang aku mesum
aku bilang telanjang seharusnya sebagian dari iman
dan kau sekarang benar-benar telanjang
dan aku gagal berpikir segala hal yang mesum
kecuali tentang kau yang pernah bilang
27.
aku bacakan sebaris sajak
istrimu mengatakan tenang dan kau seperti kesenangan
…pada pagi hari. jangan terjaga sayang.
133
jangan terjaga1
.
jika ini adalah kemudahan yang diberikan. jangan pernah terjaga.
istrimu bangun dan mungkin berkata: terimakasih tuhan
28.
mimpi kita mungkin seragam. tidak
jika kau belum berani mengarung pertanyaan itu berdua tigaan
empatan
sekampung. jika sudah
jangan lepaskan genggaman
29.
cerita perang dan kebenaran hanya membuat bosan
juga perjuangan dan kemenangan
tolong ceritakan hal-hal yang sederhana
seperti keyakinan orang-orang biasa
30.
sebelas dua belas
mantra yang kau ucapkan setiap kali melihat setan
31.
kau tentu memahami setiap ketidakakuran kita akan bermuara
pada sejenis kesepakatan yang penuh tanda tanya. dan kesempatan
yang kesekian mengajarkanku arti sebuah kata pembelajaran.
senjataku ketidakpastian, cukup kau musnahkan dengan keyakinan.
32.
di pulau kau jaring cinta
pada gelap dan purnama
sampai kering air mata
pasir dan angin meminjam bahasamu
sekedar menulis kata: legenda
tapi kau curi juga mereka
untuk anak di gunung-gunung
dan kau jelmakan air mata
menjadi kehidupan
dengan wajahmu yang ada di mana-mana
ku rasa
1 ‘kopi yang tidak diminum’, sajak dorothea rosa herliani, nikah ilalang, 2003. Penerbit
Indonesia Tera.
134 w. muttaqien ahmad
33.
berdua kita kikuk. bersalaman bersidekap
sambil menyebut nama-nama. asing rasanya
jika harus melepaskan keinginan. kita
belum pernah berpelukan rasanya. hambar
suasana keburu kau timpali dengan gurih air mata
34.
pernah datang suatu permintaan
maukah kau menyusun kembali logika
kupikir-pikir itu kerja macam apa
ternyata sangat sederhana:
satu tambah satu belum tentu dua
35.
transformasi itu telah sempurna
dari zahir menjadi ide-ide
yang terlacak jejaknya
bermuara pada yang satu
samudera pengertian yang kau kenalkan padaku
36.
warna hati itu seperti kemudaan
dan curiga mempercepat pelapukan
pertanyaan tentang kemudahan
dijawab dengan berbagai skenario masa depan
37.
mungkin, terasku akan menggantikan aroma kopi
yang ditingkahi diskusi
hanya itu yang bisa kusembahkan. aroma kopi
juga yang menempel pada janji kita
38.
Aku mencintaiMu
Aku juga menyukai Abu Nuwas
dari sekian banyak imam
tinggal satu saja yang tidak terdaftar
sebagai yang fakih untuk urusan masa depan
Aku menuliskan daftar baru
Jika salah setidaknya dapat satu
135
39.
rumah kami yang belum sempat kau singgahi
berinterior seperti dunia yang kau ingin reka
jika ada perubahan, tentu tentang semua hal yang kau katakan
tentang keluarga, komunitas, dan indonesia raya
yang lamat-lamat kau senandungkan hampir tanpa bersuara
40.
aku bertaruh tentang semua hal. kau berkali lempar dadu enam
terlalu pagi, mungkin
untuk menilai semua kerja
bagimu permainan baru dimulai
selepas azan, kau bersembahyang sendirian
menemui tuhan. aku bertaruh kau lempar lagi dadu enam
41.
cuma seperti ini rasanya
berlaksa kawan datang menjenguk pada suatu pagi
hanya untuk sebuah upacara
kau tersenyum dan bergeming
42.
anggap saja ini musik blues
yang ku pakaikan sebagai pengganti tahlil
semoga kau bergoyang riang disana
43 hanya angka
tidak lebih tidak kurang
jika itu ditambahkan tujuh belas atau sepuluh
angka itu membuka keheningan yang persis sama
2009
136 w. muttaqien ahmad
Careful With That Axe, Agung
(di ambil dari lagu Pink Floyd, Careful with That Axe, Eugene)
kampak itu menetak batubatu di kepala
ada satudua katakata terjebak dalam waktu
kita memulainya dari sebuah gema
terengah juga memaki sambil menghirup kopi
yang kau buatkan pahit saja
seperti hidup katamu, nyalakanlah
dan kaupun dengan ganja amat bergetah
memandang dunia begitu membosankan
aku bermimpi membuat rumah katamu
sebuah keluarga, mungkin
yang tidak terbuat dari batubatu
aku ingat malam itu
perempuanmu pergi
ia membaca tubuh lain, mungkin cuaca
dalam malam waktu berhenti
kita seperti tidak sempat bertemu pagi
mimpi berikan saja pada pendusta
Kafka, Kundera, dan Bumi Manusia, mungkin lebih
semesta kita cuma sekamar studio
sempat pula kita berutang
pada warung yang susah payah
menjual makna statiska dan hitung dagang
lupakan saja, kita mungkin tetap miskin
kau, bahagiakah
seperti ketika waktu kita tangkap
kau suka sekali bermain kampak
memotong logika yang kadung mapan
dunia lebih indah mungkin tanpa kehadiran tuhan
itukah abadimu
cinta yang tetap menjadi luka
dalam tubuhmu ada matahari
yang terus senja dan keletihan
berwarna ungu psychedelic di arah Barat
ada rahasia disana
sebuah sumber, di langit yang tidak berbatas
dan kampakmu sekali lagi menebas
137
satudua logika pecah
untukmu, hanya motif tersisa
mungkin ini percakapan terakhir kita
mungkin aku tidak merasa kehilangan
mungkin kau juga tidak pernah mengingatku
mungkin aku abai pada setiap batukmu
mungkin kau memang menginginkan waktu meringkusmu
mungkin sahabatmu cuma malam
ketika kampak yang kau gunakan dapat jelas terlihat
bening, dingin, dan cukup mahir mengiris prasangka
dari keyakinan tentang Us and Them, dan Neraka
mungkin aku hanya ingin menyeka sedikit debu
dari setiap sisa pertemuan kita
mungkin itu dapat menjadi kebaikan
setidaknya, aku berusaha mendapatkan gema
dari taksu yang kau punya
waktu yang kita tangkap telah lepas
aku tidak bisa menahannya lebih lama, kau juga
mungkin inilah salah satu hari yang kau tunggu
di antara harihari di Gunung Elba
kemenangan atas rasa takut
menjadi unggun perdebatan
di setiap sisigelap bulan
ada manusia cuma bicara kemanusiaan
agama, letakkan dalam lembar logika
jadi peta yang paling hening
‘rest in philosophy’ aku bersepakat dengan itu
sungguh, disini akupun menyerap ketenangan yang sama
meneruskan membaca, La Divina Comedia
2012
138 w. muttaqien ahmad
Hari Besar
Adagio ma non tropo e molto espressivo
Anakku lahir
kunamakan Satir
Ia melesat
secepat angin
Kegemarannya mengambil jalan pintas. menembusi ilalang, putri
tidur, dan mengaduh. Satir, ganggang, dan kupu-kupu sama menikmati
cahaya. Dia laksana Abu Nuwas menari-bernyanyi dan menangis seperti
Shakespeare
Pada matanya kulihat Dunia
ini versi sungguhan dari sebuah imaji di luar semesta
buku dan igauan dosen tentang kemajuan
Datang dari bayangan kapal dagang, kambing kloningan, dan
sekarang ideologi gadungan (seperti es krim palsu milik Shadow Master,
anakku). Maka kubacakan syair Judas Priest: Rock Hard Ride Free, /Rock
with a purpose/Got a mind that won’t bend/Diehard resolution/That is true
to the end dari album Defenders of The Faith lagu Ebes keren katanya.
aku ceritakan juga sejarah kaleng Coca Cola. Ihwal globalisasi, sungguh
anakku tak melulu tentang saham dan hegemoni pengetahuan
shalat malam dan dansa-dansi serupa Mc Donald atau Hoka-hoka
Bento juga, inilah tradisi yang bukan partikular yang ingin Ebes kenalkan
padamu.
Anakku tidak bertanya tentang apa yang terjadi di perut Bunda
sungguh Freud ada di kelakuan kita sekarang
Ia malah gemar menyapa polisi dan tentara.
‘Hai Bapak Polisi’, katanya berbinar, di matanya ada Dunia Baru- yang
tidak pernah kubaca pernah ditemukan Portugis, Inggris, Spanyol, atau
Belanda. Sial, sekarang mereka mengekspor pemain bola-melatih kita
pula. Globalisasi anakku bukan cuma basa-basi. Ia seranjang dengan
mimpi dan ketika meninggalkan rumah, ia menempel di tubuh kita,
bahkan udara yang kita hirup di Sukaraja mengandung frekuensi yang
dikapitalisasi di Singapura.
Satir kukenalkan dengan Sutardji dan ia bertanya hebat mana dengan
Dora Emon. Ia berfoto bersama dengan Rendra, pulangnya mengemis
boneka Ultraman. Globalisasi bukan Hantu, tapi seperti Hantu rekaan
139
Satir, kejam dan suka memuja anak-anak. Satir tertawa, ketika Bunda
mengusir imajinya, hus, hus, hus.
Anakku lahir
kunamakan Godilkooh
Ia menggeram
sekuat ingin
Takjub pada bintang, kunang-kunang dan tikus dapur. Seperti Chen
Lung, ia jungkir balik, pukul beranak pukul. Dan tidak banyak bertanya
seperti Sitting Bull.
Dengannya segala macam aroma hujan kukenalkan. Hujan mencipta
tradisi, kataku sok tahu. Setidaknya, tradisi kawin Ebes danBunda. Dalam
rahim hujan, cahaya dipendarkan menjadi pelangi. Tradisi itu yang
ingin Ebes pelajari, setumpuk buku yang kian menjadi aneh itu sebab
utama. Tradisi membaca dari TK ke SD mengenalkan dukun Apache
menjadi namamu. Diponegoro menjadi sibuk di hutan-Jati, taktik gerilya
diteruskan Sudirman. Sebab buku mengenalkan mereka pada gurun di
madrasah Jawa. Matahari mereka sama anakku, langit mereka abadi
di kepala. Tentang Dwifungsi, Ebes m(b)uram, sayang: menyebabkan
tentara keleleran di jalan dan bar dangdut murahan. ‘What’s done is done
and life is a gun/Life is a gun on the run/Oh my dear, isn’t life a gun/A
story shotgun that came undone, itu kata, Jay Malinowski, dalam album
Bright Light and Brushes.’ Ia bersenjata gitar sayang, dan syair. Persis
Rhoma Irama, Sang Satria Bergitar, kawan terdekat tentara kita yang kini
tergantikan oleh Tiga Macan, Dewi Persik, dan jurus ngebor, ngecor,
ngedol. Semua seperti pencak silat anakku, di atas langit ada langit. Itu
tradisi sayang, seperti hujan yang bermusim.
Tapi Godilkooh tidak tertarik pada tradisi, sopan santun dan
kulonuwon. Semua dilabrak. Lepas dari tatapan dan menantang.
Anakku lahir
kunamakan Astagina
Ia menjerit
sebening belati
Ia belum berkisah tentang apa-apa, kecuali malam yang hiruk
pikuk.
Tiga bulan pertama setelah caesar ia masih menerima setumpuk
ciuman dari dua Abangnya. Ciuman Yang Paling Basah, begitu kami
menyebutnya. Tidurnya tenang sekali. Ia seperti lahir dengan sempurna
140 w. muttaqien ahmad
– 111111 - bilangan biner: Yes. Tidak ada takdir buruk sepertinya,
tangisnyapun terdengar indah dan tidak menyedihkan. Padanya
kuperdengarkan Kesaksian, ‘banyak orang hilang nafkahnya-banyak
orang dirampas haknya/mereka dihinakan tanpa daya, ya tanpa daya,
terbiasa hidup sangsi’ dari album Kantata Takwa. Tak ada takdir buruk
Astagina.
Yang ada kemiskinan, bayi kurang gizi, epidemi, penggusuran,
kebangkrutanm pasar saham dan kebangkrutan kulakan recehan. Yang
ada kaya dan miskin. Kehidupan yang mengelak. Kematian di jalan,
jembatan, pesawat, bis kota, dan tempat kerja. Tapi seperti tidak terjadi
apa-apa, Astagina. Semua baik-baik saja. Alangkah bahaya masa depan!
Sekali lagi, seperti tidak terjadi apa-apa.
Tidak ada yang berubah di kurikulum, zebra cross, dan hutan kita.
Semua lolos, Astagina. Lolos dari kesadaran dan tercuri dari keberanian.
Lolos dan tercuri. Mungkin memang bukan apa-apa, belum seberapa,
atau sudah semestinya. Maka, sekali lagi Astagina, yang ada cuma
kaya dan miskin. Dan kita sepertinya putus asa, patah bergerak, sebab
memikirkannya sama dengan menghujam belati di ulu hati.
Astagina dengan bijak berkomentar: Ouou ngggg ouuu bunnn
ouuuooouu. Kukira ia sangat tertarik dengan cerita ini, seperti aku
terpukau oleh Catatan Pinggir, walau tak paham benar, isi dan manfaatnya
bagi pembela, terbela, dan terdakwa atas kasus yang tidak selesai setiap
minggunya lewat aforisma GM, muskil rasanya menunjuk akhir, mencari
jalan lain untuk menyusun kembali Negara, bahkan menetapkan jalan
menuju(N)ya.
(N) bisa besar dan kecil, Astagina- kukira ini seharusnya berimbas
pada irama dan tekanan suara, ternyata tidak. Aku sarankan ia dikurung
saja, jika bahasamu berubah kelak. Tidak cukup hanya memandang besar
dan kecil. Yang ada kaya dan miskin, Astagina. (N) besar bisa sangat
berkuasa, dalam syair Kesaksian: merekalah yang menghinakan. Tapi
itu tentu saja (sekali lagi) bukan takdir buruk.
Allegro moderato-Adagio
Pekerjaanku membungkus kepala dan menikam kuping. Terkadang
kelebihan kata-kata. 10 tahun percuma. Kepala yang kubungkus kalah
oleh jambu Bangkok, jeruk Shanghai, dan apel Washington. Telinga yang
kutikam berdarah tidak tuli apalagi. Telinga-telinga tersebut tidakl agi
selembar daun. Tapi menjadi tembok yang dipenuhi hujatan dan iklan.
Kemudian aku menjual buku. Dengan ransel besar aku mendaki
141
kota-kota. Membuat jalan dari serat papirus dan pinus. Hutan-hutan
kemudian dibongkar supaya rakyat pintar dan buat modal aku berjualan.
Orang-orang di sekitar hutan malah tidak pernah melihat aku membawa
ransel besar itu. Kawanku mengajak pergi melihat jerih payahku. Hutan
hilang dan masyarakat sama sekali tidak mengerti mengapa buku dalam
ranselku tidak pernah menuliskan korbanan mereka.
Akupunbergantipekerjaan.Menjadipenghasut.Mengajakmasyarakat
untuk percaya pada pembangunan yang budiman dan pemaaf. Dan
seperti yang aku pelajari dari anakku, mengajarkan mereka bahwa tidak
ada takdir buruk. Khotbahku menyimpan rasa takut di laukpauk anakku.
Sebagaiseorangpenghasutakutidakpernahberhasil100%.Walaupunada
beberapa kuping yang ku tikam dan berdarah cuma disebabkan mereka
tidak makan sekolah dan tidak terlampau sering menonton televisi. Cat
phyloxpun belum dibarter dengan jamur, ulin, rotan, madu, dan tuak.
Aku dianyam bahagia di hutan. Buku-buku yang kubaca seperti mustahil
diterjemahkan. Seperti sabda langit, sabda orang-orang berjenggot dari
abad Pencerahan di Eropa sampai Abad Perang Dingin di Amerika
menjadi lucu, seperti kera yang masih mencoba menjadi manusia, percaya
pada keterbatasan sumberdaya, sambil terus menerus membuat senjata,
merampas kayu-fosil yang berisi waktu. Orang-orang di hutan lebih suka
menerjemahkan dengung kumbang, semak, pohonan, dan hujan. Aku
merasa seperti barang bungkusan dan melihat kawan-kawan seperti
bingkisan, diserahkan sekolah ke pabrik-pabrik perakitan.
Sekarang aku berjual kopi, kusisipkan pada setiap buku sebagai
lampiran . Kopiku mengalir dari senja sampai dini hari. Setiap pagi sisa
kopi kujadikan humus percakapan. Aku seperti kehilangan takutku pada
lauk-pauk anakku. Mereka senang sekali rasa pahit kopi. Di pikiranku
segala getir berubah menjadi rencana. Aku menambah madu pada setiap
cangkir kopi dan buku, dan orang-orang mulai membincang resep pada
setiap percakapan. Aku mencoba percaya tidak ada takdir buruk.
Aku ingin menanam anakku di abu vulkanik berumur ribuan
tahun. Sementara tempatku berdiam adalah sebuah kota kolonial rumah
gubernur jenderal. Sekarang gubernur jenderal telah cuti. Pekerjaannya
diteruskan walikota. Kotaku sekarang berantakan. Sebuah kota tanpa
trotoar dan selokan. Aku pulang pergi dari kedai kopi ke rumah. Kedai
kopiku ada di sebuah kota kolonial pula, tempat para tentara latihan. dan
pegawai negeri plesiran. Orang-orang bule senang mampir ke dua kota
itu. Mereka senang dengan pohon-pohon besar seperti orangorang di
hutan. Mereka juga senang dengan cah kangkung dengan kuah kartu pos
bergambar sawah-sawah yang tidak ada lagi. Sawah-sawah itu sekarang
menjadi saham-saham yang dijadikan indikator ekonomi sebuah negeri
142 w. muttaqien ahmad
petani. Yang rodarodanya patah saat lepas landas, dan sekarang dengan
parasut menggantung di atap orang.
Andante ma non troppo e molto cantabile
Halaman rumah terdiri dari tiga pohon mangga, satu manggis, kopi,
jambu bol, dan nangka. Semua kuberi nama seperti binatang kesayangan.
Ada melati dan kamboja untuk menyapa tamu di asbak yang kuiisi air.
Setiap pagi, mereka seperti berkaca-kaca. Air yang kusiramkan pada
mereka perlahan menjadi keteduhan. Tempat burung-burung bermain
setiap pagi di kepalaku dan anakku. Mampir juga di kerumun ibu-ibu
di pengkolan jalan yang membeli sayuran sambil membincang kabar
burung yang berubah isi dan intonasinya.
Rumahku dibuat dari batako, adukan semen yang tidak sempurna,
dan ubin kualitas tiga, dan bunga yang merindingkan. Rumah ini
dikembangkan oleh pengembang yang terlihat makin hari makin tambun
dan ingin terlihat muda. Dengan kening licin mengkilat dan bahasa
Indonesia ala kadarnya, pengembang memberikan janji layaknya politisi
(sementara rumahku baru tiga hari telah retak dan bocor sanasini). Setiap
rapat ia seperti siap dilempar pot bunga, cuma tidak pernah dilakukan
karena rapat selalu dilakukan di sebuah masjid yang kebetulan namanya
sama dengan nama belakangku. Aku tidak tahu mengapa aku bisa
mendapatkan diriku di sebuah tempat yang nama belakangnya sama
dengan nama belakangku. Aku mencintai tempat itu, berak disana,
mengetik laporan, dan meniduri istriku setiap malam. Ini kulakukan
untuk bertahan hidup. Di rumah inilah aku tinggal, merasa tentram
sekaligus sekarat oleh tagihan.
Sebuah rumah banyak harapan. Disanalah orangorang menuliskan
sejarah. Namun rumah juga bisa seperti tempat pengasingan, selalu
berkabut, dan membuat orangorang kembali melihat peta. Aku
mendekap harapan sekaligus kecemasan. Anakku mengajarkan kerelaan,
rasa penasaran, dan sikap pemberontakan usia tiga tahunan. Dalam
pemberontakannya ia seperti masa bodoh dan terus mencari titik
kesetimbangan. Ia seperti malaikat kecil yang menjadi penunjuk jalan,
bersamanya kematian walau niscaya seperti tidak begitu menakutkan.
Peta Lacanian ternyata ku temukan dari anakku, dan seperti sebuah duel
jalanan kami sepertinya begitu saling memperhatikan masing-masing
gerakan. Darinya aku belajar kelakuan dan teladan dan ia belajar siasat
dan kesempatan. Dalam rumah kami menjelajahi setiap yang mustahil
jika kupikirkan sendirian.
143
Rumah yang sebelumnya aku ingin bangun, ternyata lebih baik
aku temukan. Berlima kami mencari rumah di gugusan bintang
dengan perasaan lapar, anganangan, dan jalanjalan yang tidak lagi bisa
memberitahu umurnya sendiri, kecuali dandelion ungu di sela aspal yang
retak sepertinya tahu bagaimana mestinya hidup.
Presto
esok hariku dipenuhi bunga
tubuhku dimangsa serigala:
hitung dagang dan utang-piutang
dan aku seperti perawan
di altar persembahan ilmu ekonomi
pertama kali disentuh hasrat rupiah
anakku berkata tentang hidup
dan mengkhayal tentang bahaya di laut
mangsa hari ini cerita tentang alpa membaca
gagal menafsir ancaman dalam surat perjanjian
informasi dibuat berjarak
dari bayangbayang kematian
aku berharap pada Astagina
kelak kemurahatian datang dari pedagang bunga
membolehkan kita menyatakan cinta lepas dari kelipatan
bungabunga terus mekar
di sisi kiri rekening kehidupan
suarasuara benda kutukar dengan keheningan
disini hidup seperti berselisih terus dengan kenyataan
dan aku terus menerus beradupandang dengan statistika
dan menumpuk percaya pada kesementaraan
kapanpun namun sekarang nyatanya
untuk benar percaya pada tidak ada takdir buruk
ada rumah kenang, rumah yang dibawa dalam ingatan
perlahan aku menjadi rumah bagi anakanakku
mendongengkan kembali penemuan dunia baru
dan cerita tentang orangorang yang pergi mencari pulang
144 w. muttaqien ahmad
sampai pada sebuah dunia yang teramat maya
aku berani untuk percaya
yang kekal hanyalah citacita
tidak ada sesal ataupun wilayah terlarang
seperti tidak ada laknat dalam kejam tindakan
peluru yang lepas selalu membuka kemungkinan
Molto-adagio-Andante
dibulanApriliniakumenukararitdenganpenggaris.mulaimengukur
orbit. perasaan pahit kutuangkan ke cangkir. tidak lagi ada entah dalam
kalender. juga luapan keinginan. karena sebaikbaiknya secangkir kopi
yang ingin ku suguhkan adalah kopi yang tidak tumpah.
apapun tidak ingin aku sangkal, pun Globalisasi yang ku jadikan
subsub judul dalam sajak untuk setiap kening yang ku cium untuk ku
baca kembali kelak bersama anakanak yang tumbuh semakin hebat.
Sementara tradisi adalah apa yang mesti kau cipta, sebab kaupun tidak
bisa utuh menjadi bagian darinya ataupun sembuh dari lukaluka yang
diciptakan sebelumnya.
tentang bunga, sebut saja dengan nama sebenarnya
ia tetap menarik dan penuh kepentingan
Alegro
Untuk yang manis dan bertahan demi cinta. Seharusnya ini tidak
ditulis, karena cepat atau lambat kita akan bosan dengan kata-kata,
akankah kita?
Aku akan membuatnya cepat dan bermartabat. Sebab terlalu banyak
waktu yang kita lewati hanya dengan alasan untuk bertahan hidup. Kali
ini akumulasi pengetahuan haruslah sepadan dengan riang kehidupan
Yang kutahu, tidak ada yang lebih mendebarkan dalam hidup. Selain
menikmati waktu senggang berdua dan orgasme bersama. Karena kau
selalu berusaha menyenangkan dan berbeda setiap harinya
semenitlebihlamatakmengapa.yangterucaptidakmungkinkitatarik
kembali, ia telah berdiri sendiri-anak-anak kita kelak menafsirkannya
2012
pemandangan keseharian Commuter Line
Jabodetabek
bung!
sekumpulan sajak w. muttaqien ahmad
2 baris tentang struktur dan progres atau cuma sebuah kemungkinan-yang tersisa adalah kerja	
	
peristiwa	
terlalu tua untuk puisi	
sympathy for the devil	
di puncak 	
bulan di jakarta	
mana	
jakarta
kisah meja dapur
blues ramadhan	
ahai de’	
di matamu sajak	
pada sebuah esei	
memento	
masih ada tapi	
jalan ibu	
tepiku sepikau
lima	
terjemahkan lagi	
rumah	
tanduk mata	
membaca perang	
aku menulis kota	
undangan	
kisah nun	
jerusalem 	
insomnium	
hutan luka
on muscle museum	
dalam bis kota
purnama	
padamu	
malam 14 februari	
	
habituasi	
suatu pagi bersama satir	
secangkir cuaca
suatu hari di kedai kopi	
1000 berhala	
	
sang penyair	
39	
buat sahabat	
peringatan
ketika hujan	
7, anjing, dan kau	
judi
bung!	
pemula
7.30 di beranda rumah	
	
tanahku	
entah apa	
asmara bunga	
dusta dalam kaca	
adriana	
demam tubuh mendekati ramalan dan dunia liar	
retno edan	
kemungkinan	
dialog	
huft	
belajar menulis puisi	
keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka
catatan pejalan	
sebuah senja	
sesuatu terjadi padaku kemarin terjadi padamu esok di tempat yang sama	
sekopi	
apa yang diingat kota tentang lelaki
@tubuh	
jalan	
logika perlawanan	
langit lain	
tembagapura	
sudah waktunya	
diaspora	 80
kepada mia	
dialah kata	
sinta	
yang paling sepi	
yang paling puisi	
puisi yang datang padamu	
selain di sekitaran sini, tak ada arus lain	
sajak senja	
korupsi	
dunia itu tuna	
sebuah pembuka catatan yang bersembunyi di kerak kopi	
dia cuma mendengarkan lagu the beatles	
pada posisi ke sembilan belas	
	 	
selamat pagi komunis
kepada resty	
mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur
99 sajadah
batu bersurat	
adalah manusia-manusia yang ingin tetap tinggal dalam rumah mereka yang
sedang terbakar	
setan
diberitahu tentang kau
kita bermusuhan saja	
kartu-kartu menulis masa depan	
malam bulan
rambut takdirku	
ilusi tentang akhir	
kemanisan	
habib	
benang magenta
	
willy pada suatu malam	
surat untuk saut beranjak tua
guru pertama	
lupakan januari
dalam sebuah judul yang masih ragu	
	
sajak perjalanan	
suatu pagi, sebuah kerinduan
careful with that axe, agung
	
hari besar
Widhyanto Muttaqien Ahmad, lahir dan besar
di Jakarta. Kini berdagang buku, menyeduh kopi,
dan bekerja sebagai peneliti lepas.

More Related Content

What's hot

What's hot (18)

1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan
 
4 puisi kontemporer 1
4 puisi kontemporer 14 puisi kontemporer 1
4 puisi kontemporer 1
 
Modul 4 UN bahasa Indonesia 2013 2014
Modul 4 UN bahasa Indonesia 2013 2014Modul 4 UN bahasa Indonesia 2013 2014
Modul 4 UN bahasa Indonesia 2013 2014
 
Kumpulan puisi nedi suryadi
Kumpulan puisi nedi suryadiKumpulan puisi nedi suryadi
Kumpulan puisi nedi suryadi
 
Wangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibuWangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibu
 
Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)
 
ORANG ASING -- ALBERT CAMUS
ORANG ASING -- ALBERT CAMUSORANG ASING -- ALBERT CAMUS
ORANG ASING -- ALBERT CAMUS
 
Puisi
PuisiPuisi
Puisi
 
Puisi kontemporer
Puisi kontemporerPuisi kontemporer
Puisi kontemporer
 
Uas smster ganjil 7
Uas smster ganjil 7Uas smster ganjil 7
Uas smster ganjil 7
 
Jenis Puisi dan contohnya
Jenis Puisi dan contohnyaJenis Puisi dan contohnya
Jenis Puisi dan contohnya
 
Analisis Puisi Fenomenologis
Analisis Puisi FenomenologisAnalisis Puisi Fenomenologis
Analisis Puisi Fenomenologis
 
W.S. RENDRA, TAUFIK ISMAIL, SUTARDJI CALZOUM BACHRI, CHAIRIL ANWAR
W.S. RENDRA, TAUFIK ISMAIL, SUTARDJI CALZOUM BACHRI, CHAIRIL ANWARW.S. RENDRA, TAUFIK ISMAIL, SUTARDJI CALZOUM BACHRI, CHAIRIL ANWAR
W.S. RENDRA, TAUFIK ISMAIL, SUTARDJI CALZOUM BACHRI, CHAIRIL ANWAR
 
Apresiasi puisi kontemporer
Apresiasi puisi kontemporerApresiasi puisi kontemporer
Apresiasi puisi kontemporer
 
Puisi cinta
Puisi cintaPuisi cinta
Puisi cinta
 
Latihan soal 9 16
Latihan soal 9 16Latihan soal 9 16
Latihan soal 9 16
 
Perempuan bunga kertas (yetti a ka)
Perempuan bunga kertas (yetti a ka)Perempuan bunga kertas (yetti a ka)
Perempuan bunga kertas (yetti a ka)
 
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanitaKumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
 

Similar to bung!

Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Arvinoor Siregar SH MH
 
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFAKUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFANurul Shufa
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaGhina Siti Ramadhanty
 
doa dan puisi
doa dan puisidoa dan puisi
doa dan puisiariyan29
 
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)Rizka A. Hutami
 
Antologi puisi, cerpe, dan skenario drama
Antologi puisi, cerpe, dan skenario dramaAntologi puisi, cerpe, dan skenario drama
Antologi puisi, cerpe, dan skenario dramaEliErnawati4
 
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)Arvinoor Siregar SH MH
 
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)Arvinoor Siregar SH MH
 

Similar to bung! (20)

Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
 
Lukisan hasan
Lukisan hasanLukisan hasan
Lukisan hasan
 
Teks Puisi2 Ws Rendra
Teks Puisi2 Ws RendraTeks Puisi2 Ws Rendra
Teks Puisi2 Ws Rendra
 
Teks Puisi2 Ws
Teks Puisi2 WsTeks Puisi2 Ws
Teks Puisi2 Ws
 
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFAKUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
 
Cintadalamgelas
CintadalamgelasCintadalamgelas
Cintadalamgelas
 
Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)
 
Doa emak untuk asa
Doa emak untuk asaDoa emak untuk asa
Doa emak untuk asa
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
 
Koleksi puisi
Koleksi puisiKoleksi puisi
Koleksi puisi
 
doa dan puisi
doa dan puisidoa dan puisi
doa dan puisi
 
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
 
Puisi
PuisiPuisi
Puisi
 
SAJAK PAHLAWAN KEMERDEKAAN.docx
SAJAK PAHLAWAN KEMERDEKAAN.docxSAJAK PAHLAWAN KEMERDEKAAN.docx
SAJAK PAHLAWAN KEMERDEKAAN.docx
 
Chairil anwar
Chairil anwarChairil anwar
Chairil anwar
 
Ukoro geni ebook
Ukoro geni ebookUkoro geni ebook
Ukoro geni ebook
 
Uang jemputan (farizal sikumbang)
Uang jemputan (farizal sikumbang)Uang jemputan (farizal sikumbang)
Uang jemputan (farizal sikumbang)
 
Antologi puisi, cerpe, dan skenario drama
Antologi puisi, cerpe, dan skenario dramaAntologi puisi, cerpe, dan skenario drama
Antologi puisi, cerpe, dan skenario drama
 
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
 
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
 

More from widhyanto muttaqien (19)

Modul dasar partisipasi
Modul dasar partisipasiModul dasar partisipasi
Modul dasar partisipasi
 
Partisipasi publik rtrw_palu
Partisipasi publik rtrw_paluPartisipasi publik rtrw_palu
Partisipasi publik rtrw_palu
 
FPIC
FPICFPIC
FPIC
 
AI TM3 DKI
AI TM3 DKI AI TM3 DKI
AI TM3 DKI
 
Analisis sosial
Analisis sosialAnalisis sosial
Analisis sosial
 
Intoleransi masy risiko
Intoleransi masy risikoIntoleransi masy risiko
Intoleransi masy risiko
 
Menengok bumdes wma 2709
Menengok bumdes wma 2709Menengok bumdes wma 2709
Menengok bumdes wma 2709
 
Jenama tm3
Jenama tm3Jenama tm3
Jenama tm3
 
Webinar on ai
Webinar on aiWebinar on ai
Webinar on ai
 
Mengelola Relasi Digital: Leila Mona Ganiem
Mengelola Relasi Digital: Leila Mona GaniemMengelola Relasi Digital: Leila Mona Ganiem
Mengelola Relasi Digital: Leila Mona Ganiem
 
Relasi Sosial-Digital
Relasi Sosial-DigitalRelasi Sosial-Digital
Relasi Sosial-Digital
 
Sociopreneur dansoar
Sociopreneur dansoarSociopreneur dansoar
Sociopreneur dansoar
 
Sociopreneur
SociopreneurSociopreneur
Sociopreneur
 
Keamanan Pangan Restaurant
Keamanan Pangan RestaurantKeamanan Pangan Restaurant
Keamanan Pangan Restaurant
 
Bekasi berkelanjutan
Bekasi berkelanjutanBekasi berkelanjutan
Bekasi berkelanjutan
 
Laporan creata insos
Laporan creata insosLaporan creata insos
Laporan creata insos
 
Sosial budaya jelantah akhir
Sosial budaya jelantah akhirSosial budaya jelantah akhir
Sosial budaya jelantah akhir
 
Presentasi masyarakat rw 3
Presentasi  masyarakat rw 3Presentasi  masyarakat rw 3
Presentasi masyarakat rw 3
 
Presentasi Appreciative Inquiry oleh Widhyanto Muttaqien
Presentasi  Appreciative Inquiry oleh Widhyanto MuttaqienPresentasi  Appreciative Inquiry oleh Widhyanto Muttaqien
Presentasi Appreciative Inquiry oleh Widhyanto Muttaqien
 

bung!

  • 2.
  • 4. w. muttaqien ahmadiv Kumpulan Sajak Judul: bung! oleh: W. MUTTAQIEN AHMAD Penerbit: Kedai Buku Sinau Gambar Sampul: adhiklaud Tata Letak Sampul dan Isi: Wees Skool Katalog Dalam Terbitan ISBN: 978-979-15449-5-5 Penerbit Kedai Buku Sinau www.kedaisinau.com pemesanan buku via sms ke 0815 8840310
  • 5. v Daftar Isi daftar isi v biodata x 2 baris tentang struktur dan progres atau cuma sebuah kemungkinan-yang tersisa adalah kerja xi bulan di jakarta peristiwa 2 terlalu tua untuk puisi 3 sympathy for the devil 4 di puncak 6 bulan di jakarta 8 mana 9 jakarta 27 10 kisah meja dapur 12 blues ramadhan 13 ahai de’ 14 di matamu sajak 16 pada sebuah esei 17 memento 18 masih ada tapi 19 jalan ibu 20 tepiku sepikau 21 lima 22 terjemahkan lagi 24 rumah 25 tanduk mata 26 membaca perang 27 aku menulis kota 28 jika ini syair 29 kisah nun 30 jerusalem 31 insomnium 32 hutan luka 33 on muscle museum 34 dalam bis kota 35
  • 6. vi w. muttaqien ahmad purnama 36 padamu 37 malam 14 februari 38 suatu hari di kedai kopi habituasi 40 suatu pagi bersama satir 41 secangkir cuaca 42 suatu hari di kedai kopi 43 1000 berhala 44 7.30 di beranda rumah 45 sang penyair 46 39 47 buat sahabat 48 peringatan 49 ketika hujan 50 7, anjing, dan kau 51 hening 52 bung! 53 pemula 54 keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka tanahku 56 entah apa 57 asmara bunga 58 dusta dalam kaca 59 adriana 60 demam tubuh mendekati ramalan dan dunia liar 61 permainan 62 kemungkinan 63 dialog 64 menu 65 belajar menulis puisi 66 keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka 67 catatan pejalan 68 sebuah senja 69 sesuatu terjadi padaku kemarin terjadi padamu esok di tempat yang sama 70
  • 7. vii sekopi 72 apa yang diingat kota tentang lelaki 73 @tubuh 74 jalan 75 logika perlawanan 76 langit lain 77 tembagapura 78 sudah waktunya 79 diaspora 80 kepada mia 81 dialah kata 82 sinta 83 yang paling sepi 84 yang paling puisi 85 puisi yang datang padamu 86 selain di sekitaran sini, tak ada arus lain 87 sajak senja 88 korupsi 89 dunia itu tuna 90 sebuah pembuka catatan yang bersembunyi di kerak kopi 91 dia cuma mendengarkan lagu the beatles 92 pada posisi ke sembilan belas 93 mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur selamat pagi komunis 96 kepada resty 98 mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur 99 99 sajadah 104 batu bersurat 105 adalah manusia-manusia yang ingin tetap tinggal dalam rumah mereka yang sedang terbakar 106 setan 107 diberitahu tentang kau 108 kita bermusuhan saja 109 kartu-kartu menulis masa depan 111 malam bulan 112 rambut takdirku 113 ilusi tentang akhir 114 kemanisan 115 habib 116
  • 8. viii w. muttaqien ahmad benang magenta 117 willy pada suatu malam 118 surat untuk saut beranjak tua 119 guru pertama 120 lupakan januari 122 dalam sebuah judul yang masih ragu 123 biografi kerinduan sajak perjalanan 126 suatu pagi, sebuah kerinduan 128 careful with that axe, agung 136 hari besar 138
  • 9. ix untuk diriku RPD, dan sang pemantik EWS ‘ketika bumi dan langit bersujud’
  • 10. x w. muttaqien ahmad BIODATA Widhyanto Muttaqien Ahmad, lahir dan besar di Jakarta. Kini berdagang buku, menyeduh kopi, dan bekerja sebagai peneliti lepas.
  • 11. xi 2 baris tentang struktur dan progres atau cuma sebuah kemungkinan-yang tersisa adalah kerja pada mulanya kata-kata dipekerjakan kemudian ia berubah menjadi tuan w.m.a 2012
  • 13. 2 w. muttaqien ahmad peristiwa sebuah lubang ingatan yang tak tembus dan bola cahaya menyaksikan hamparan aksara 2012
  • 14. 3 Terlalu tua untuk puisi ia menggambar noda. di geligi dan sepatunya. noda yang sudah berumur. menutupnya di bawah daun pepaya. kemudian memasaknya bersamatelurtelurberisipuisi.sebuahpuisiyangcumaberisigambargambar yang mirip kepala. tubuhnya terlalu sepuh untuk melakukan perjalanan yang mulai kadaluarsa. ia memilih bertelur saja. telurnya disiapkan untuk sarapan. ia memasak dengan sangat lama. membumbuinya dengan uap keringat yang telah menjadi noda di sela ketiak seorang presiden yang selalu bangun kesiangan. waktu makan presiden sering bernyanyi. ia menyanyi mentah saja sejak telurtelurnya lebih dulu mendalu. ia memasak sendiri telur di wajahnya. orangorang memandangnya sampai jatuh waktu. telurtelur gugur satusatu membatalkan diri. ia menggendong noda di klise dan warna petang. mencari penginapan.
  • 15. 4 w. muttaqien ahmad sympathy for the devil ‘ Debu menjadi bintang, menjelma mahluk, dan kembali ke asal ?‘ Bising disini, industri kepedihan penghasil cinta, dijual dijalan-jalan, kaki lima, mall, kampung kumuh, Pondok Indah, komplek pelacuran, Kota Satelit, Pelabuhan, Kawasan Berikat, kurikulum wajib di sekolah Kita memulainya, mencipta kepedihan dengan cinta, fantasi kanak-kanak sampai sado masochist: terasing Dilipatgandakan fungsinya dengan berbagai kepentingan atas nama. Puing dan arang, amis warna merahnya. Jika kurang kita buat lagi subtitusinya: kecemburuan Sekarang salahkan semua pada rasa frustasi. Geliat libido yang menggelora. Bagaimana caramu merasakannya? Mengkhayalkannya sehingga menjadi teori baru, yang lebih ajaib dari rock n’ roll atau reggae ? Kepedihan, Cemburu, dan Frustasi. Mesin waktu yang eksotis, wajar namun menyedihkan. ‘ Seem I,m not alone in being alone…’ * Aku di dalamnya juga setengah manusia disini. Mencari Damai menebus dosa. Absurd ! Menjelajah berbagai media-das sein. das sollen. Bagai arloji, mengulang tanda yang sama. Sejarah! Sesuatu selalu datang dan pergi. Tak ada ruang kosong. Sia-sia aku menunggu atau mengejarnya. Man proposed, God disposed Biasa saja itu kesimpulannya, bangun pagi, seduh kopi campurkan susu bila perlu, beri gula sedikit saja atau tambahkan sesuai selera. Duduk di teras, baca koran-jangan banyak komentar, tegur tetangga-senyum, tindih istrinya bila suami berangkat kerja. Lalu pikirkan hal lain: spontanitas. Yap, dunia hanya gejala ketika Tuhan ingin mengatur semuanya.
  • 16. 5 Selanjutnya sampaikan simpatiku pada para pendosa, para pemain gagah-penantang para tuannya, dan selalu bertanya untuk apa ini semua. Apakah aku menggenapkan atau mengganjilkan, atau disini aku cuma untuk berkeringat, lain tidak. Setan, you aturlah! Sympathy for The Devil, diambil dari lagu Rolling Stones * Message in The Bottle, The Police
  • 17. 6 w. muttaqien ahmad di puncak dalam sorot cahaya-yang nyata adalah selayar kabut setiap gerak seperti bayang batang basah merunduk- ujung hari terpetik mengucap bahagia segala dingin menjadi intim-sesaat saja lahirkan bunyi hangat sungai mengalir ke sawah 2012
  • 18. 7 yang mati begitu saja digenggam musim mawar mencair bulan Agustus orangorang meniup lilin bersama nabinabi sedap malam : bersila-sila di kuburan orangorang tidak pergi tidak datang lahir dan mati begitu saja rumputrumput kering dan hijau liar di antara sebotol mawar wewangian kesedihan rayakan pahlawan : juga mati begitu saja 2011
  • 19. 8 w. muttaqien ahmad BULAN DI JAKARTA bagianku matahari anakku bulan kota menyala malam anakku menanaknya di kepala membaginya ke kawan sebaya Jakarta syahdu bagi perindu gelandangan sempurnakan ritusnya anakku tidak pernah kecewa melihat peminta-minta dan tato yang didagangkan di bis kota murah saja walau tak begitu sederhana bulan melahirkan kengerian terasa bagai pernyataan kehidupan orangorang melewati takdirnya berakhir di keluarga atau dengan anjing plus topi miring anakku bulan memantulkan matahari cincin gerhana kering di mata serupa Jakarta disiang hari adakah menyala malam yang gagal disembunyikannya 2011
  • 20. 9 MANA kotakota milik pelarian sedang para penjudi berumah di kartu mati belum genap kalah berharap bulan kembali belah katakata milik pedagang : kau pasar apa menjual mana menunjuk neraka yang sama ‘Tuhanku aku masih menyebut namaMu ?’ segumpal tanah berebut darah 2011 Catatan Mana [kata benda] tenaga hidup yangg tidak berpribadi dan ada pada manusia, binatang, tumbuhan, dan segala macam benda, biasanya untuk jimat atau fetis, serta membawa keberuntungan bagi pemiliknya, tetapi akan menimbulkan kerugian bagi orang yang tidak menghiraukannya (menurut pandangan orang Melanesia) ‘Tuhanku aku masih menyebut namaMu’ diambil dari sajak Doa, Chairil Anwar, 1943
  • 21. 10 w. muttaqien ahmad Jakarta 27 jika bukan kau mendesak di bising sirene siang ini masih ampang tapi ini berita serak, disini awal parade bukan semata duka ada air mata masih muda menghentikan sementara percakapan dengan tunduk tengadah atau lupa pada buku 30 Tahun Indonesia Merdeka “apa yang bisa kulakukan tanpa yang absurd dan yang sementara?1 jika bukan kau yang mendesak di lengkung senja sore ini masih sama, disana aku bisa saja menemani kau menemui kekasihmu dan masih mungkin bercakap-cakap layaknya temu wicara, mungkin aku sebagian yang datang dan bersimpuh di tilam yang lama salah satu dari kita pastilah bertanda luka “kalau kau mau kuterima kau kembali/untukku sendiri/ tapi sedang dengan cermin aku enggan berbagi”2 jika bukan kau pasti aku yang hanya khayal atau sekadar sembunyi pada yang harum pada yang darah yang ku ingin akhir yang telanjang bukan klimaks yang terjuntai atau mimpi mengapung seperti senyum Bapak Pembangunan
  • 22. 11 “terbangnya burung/hanya bisa dijelaskan/dengan bahasa batu”3 jika di angka ini kau berdiam mungkin aku menujumu dengan terseret dengan terserak buka kembali nilam tua dan mulai mengeja angka-angka batu-batu dan sihirmu kubingkai sempurna 2008 Catatan 1 Gunawan Mohamad, dalam Untuk Frida Kahlo 2 Chairil Anwar, dalam Penerimaan 3 Sapardi Joko Damono, dalam Terbangnya Burung
  • 23. 12 w. muttaqien ahmad kisah meja dapur buat ER: sebuah meja dapur adalah segalanya ‘meja dapur yang kita pilih mestilah besar dan kuat, juga celemek yang kau kenakan mestilah tembus pandang’ sedikitnya ia menambahkan mentega dan lada di hadapannya sebuah ketagihan yang terus bekerja dapurnya pencerah sekaligus pencahar yang menggelontorkan ocehan tentang harga pasar naiknya cabe, bawang, dan tempe seperti bulu ayam di meja kita saling memagut daging setiap hari layaknya pengantin baru mendatangi pasar seperti baru kenalan dan aku bilang pada anakku - kita ini harus bangga jadi bangsa tempe, biar diinjak-injak tetap terasa enak- dan aku memeras garam di punggungmu otakku telentang melihat meja dapur yang kosong sambil menyiapkan nasi kepal kebahagian mustahil tanpa bumbu ususku mengunyah bungabunga melelehkannya di tungku bawah perutmu meja siangmalam menggilirmu huluhilir dengan atau tanpa celemek itu 2011
  • 24. 13 BLUES RAMADHAN di dalam masjid setiap orang berkhotbah telinga terus teriak sudutsudut seperti pasar gelap tawar menawar pakaian dalam seorang mungkin khusuk dalam penderitaan dalam kemiskinan berdoa sampai tiba malam lebaran di teras mendengung tetangga bicara tetangga sambil mengepulkan asap tembakau di taman anakanak letupkan petasan di mimbar terjadi ledakan -di tambang-tambang mawar kita masih gemar berperang dan lupa pada keindahan timbangan- lantai masjid semakin berkeringat memikul hutang tak terangkat terbenam di lubang masa depan dunia dan akhirat beranjak tua bersama dengannya kita renta menapaki bulan pucat kita berdoa untuk diri sendiri berpunggungan menatap masa depan di taman anakanak masih letupkan petasan wajah kita sempat marah dalam doa yang penuh curiga di jalan orangorang lapar -seribu malam kita bersujud untuk diri sendiri, dan surgapun sepi- 2011
  • 25. 14 w. muttaqien ahmad ahai de’ setiap 17 Agustus aku melihat garuda di atas podium dengan sayap dibentang meraih kiri dan kanan disambut jerit tangan bertepuk peluh mengucap takut bosan lepas tangan darah seperti diperas di ruang sidang dan sofa pemirsa senyum dibuat sekhidmat nota statistik 30 juta miskin pencapaiannya ini hidup dinamis progresif artinya tetangga 2 orang hilang pekerjaan pagi ini kerabat 10 orang mundur besok sore 20 juta sahabat masih serabutan aku sendiri menimbun utang dan tukang ojek harus menaikkan harga seribu perak jarak jauh dan dekat gurauan ini semestinya dihentikan tapi semua nampaknya sanggup bertahan manggut-manggut mengiya-iya o bulat o panjang oo bergantian disambut pekik merdeka aku tumben merindukan iklan dan celetukan ‘ahai de!’ mendengar pidato itu aku lupa cara mengucap sialan soalnya waktu terasa menjauh dan aku punya keyakinan yang membacanya juga tidak percaya pada angka dan pendengar setianya ‘ahai de!’ anakku 4 tahun sedang gemar garuda pancasila tapi ia bukan penggemar bola lagunya saja membuatnya bangga karena menghapalnya dalam beberapa hari saja aku semangat sekali memperbaiki nadanya menjawab pertanyaan tentang ‘akulah pendukungmu’
  • 26. 15 dan ‘patriot proklamasi’ di pidatomu tak kutemukan jawabnya padahal anakku ingin ku sekolahkan disana pidato diakhiri tanpa Bagimu Negeri begitu banyak diagram struktur utang bukan untuk petani atau nelayan dan wajah Dewi SRI tidak lagi dikenali harapan digantung wakil rakyat yang sibuk Blackberry akhir pidatomu menyalami undangan luar negeri dengan peta investasi ditemani staf ahli bidang ad hoax membagi janji World Bank yang mendebet rekening generasi ke generasi 240 juta orang dilenyapkan dalam pidatomu, tidak - 240 juta orang adalah komoditas yang tergadai-lengkap dalam proposalmu seperti bolongbolong jalan sepanjang trans Sumatra dan berkaplingkapling kuburan di lahan sawit dan tambangtambang yang selalu siap memanen bencana setiap 17 Agustus aku melihat garuda di atas podium dengan sayap dibentang meraih kiri dan kanan sepertinya telah lama menyerah ‘ahai de!’ 2011
  • 27. 16 w. muttaqien ahmad di matamu sajak katakata yang menghuni tubuhku ranggas ia merindukan aroma kerontang tanah yang tibatiba basah semoga tak abadi luka itu api terlanjur kutanam di matamu yang tanah yang air saling jamah jelma mula di matamu sajak ajak bicara 2011
  • 28. 17 pada sebuah esei sebuah karunia lahir dari sebatang kata sebagian menulisnya sebagai kategori seolah menemukannya begitu saja sebagian lagi mengucapnya ambil getah, kulit, dan masak daunnya menyuguhkannya sebagai obat dan adat istiadat di kota kata-kata dihuni oleh orangorang tempat-tempat dikalkulasi, gerak badan dibatasi hilirmudik rumah-gerobak, truk satpol PP, dan calo katakata diokupasi, hidup dikalibrasi sebatang kata jatuh bersuara nyaring orangorang sibuk merindukan tempat imaji berbaring 2011
  • 29. 18 w. muttaqien ahmad memento siapa mesti dipersalahkan atas semua hening nestapa ini : kelahiran berkalikali dari dering telepon bagaimana memadamkan kemungkinan yang dibawa angin dan senja yang sembunyi : lapislapis ingatan bergeming dan berangsur kering kemana takjub ini mesti kuarahkan setelah junub mesti kau peluk lagi : gairah tak boleh mati pintupintu biarkan terkunci 2011
  • 30. 19 masih ada tapi kubuka kulkas di kepalamu. katakata tersimpan kaku kubuka pula laci hatimu. menawar yang paling ingin kubawakan koper untuk memulai perjalanan dingin ini : meski kau katakan tapi 2011
  • 31. 20 w. muttaqien ahmad jalan ibu Sendirian keluyuran untuk dikenali sebagai saya Sebutir kota, tengah dan tepinya retak Disana, orang-orang melahirkan saya yang lain Ibu menunggu dengan segelas teh hangat, telor ceplok, dan nasi masih mengenali dan tersenyum Nak, Sendirian ibu di rumah. Dikenali sebagai ibu membuat banyak jalan tak retak tak bertepi tak pernah pergi 2011
  • 32. 21 tepiku sepikau tapi kau tepiku kini sepimusepiku tanpa kau tepiku sepikau sesepi tepi kususur kau menepi sepi bersisi-sisi mautkah kau sepiku dekap segala asing memencil dari kata purba di tubir mimpi Aku lihat Rusuk Kucing, gigil sepertikau sepiku 2012
  • 33. 22 w. muttaqien ahmad Lima Seperti jeda retina dan kepak sayap lalat waktuku semakin akademis Dan mekarlah sajak itu Menangis Bila besok datang Besok begitu baik Datang dan ceritakanlah jika demikian Bila besok datang Besok catat hari ini Datang di sini Seseorang Beberapa orang Mencari Sekelompok Beberapa kelompok Mencari Teruslah mabuk Jadilah pengikut setialah Jangan lepaskan kepercayaan puisi revolusi Lawanlah, sekompi udara laut darat dan, Teruslah mabuk Di setiap waktu
  • 34. 23 Jangan puas Di bilangan lima Mungkin akan ada tanya Kapan dan bagaimana Hanya mabuk Dengan apa padanya Sila-sila terjadi Intim dan dekat 2009
  • 35. 24 w. muttaqien ahmad Terjemahkan lagi Ini kulahirkan kembali bukan sunyi Seperti rindu cuma lalu Anak-anak dan warna ungu tanah merah dan dadu Yang berawal dalam sapuan waktu berakhir di para empu Secangkir kopi perjalanan tandas dalam hirupan dongengan Menunggu kepulangan lapuk kupunya kematian Kau belum bertanya tentang dewa-dewa luka Apa lupa meraja seperti lapar yang kau bawa Sekeping tubuh selekas subuh Kurengkuh ruh dari kata yang mulai rubuh Kutanam hujan dalam mata pada dunia tak sempurna Sampai matahari menerjemahkan bunga-bunga sebagai peta persetubuhan rasa 2009
  • 36. 25 Rumah dalam rumah dimana gelisah susut mimpi beranak mimpi dalam rumah dimana telanjang dan mabuk bukan cemar dalam rumah dimana asal-usul adalah masa depan dalamrumahsoreitusepedadikayuhjanji,kitatidaksedangmembuat menara, tapi taman, seperti hasrat bocah pada buah mangga dalam rumah malam itu sajadah menjadi tangga, kita juga tidak ingin menggelar murka, tapi merajut bunga, dimana kumbang segala duka tertarik pada seberkas warna dalam rumah pagi itu kompor menjadi almanak, kita memasak untuk waktu kini, juga menyediakan angka-angka bagi yang datang kemudian dalam rumah siang itu daun-daun runcing rumput nengadah, kita sedang membuat kolam di angkasa, di masa datang kita urai cahayanya dalam rumah kita membuat peta-peta, menyusuri jalan-jalannya, yang bernama dan tak, yang bergelombang dan tak, yang berliku dan tak, yang menanjak dan tak dalam rumah kita terus telanjang dan mabuk kepayang, berjanji untuk kembali di masa depan 2010
  • 37. 26 w. muttaqien ahmad tanduk mata ditanduk mata payudara mengugurkan daundaun -tak ada pancaroba di belahan ini- sebuah sumur garam ditambang di tumpukan luka hujan mengamuk pada hitam mata -catatkan- bagaimana wajah kehampaan tibatiba serupa kata mata 2011
  • 38. 27 membaca perang yang bertempur tidak bertafakur. ia memandang padamu yang sedarah semerah amarah. tidak mungkin perang disebabkan cinta lalu menghadirkannya semesta perang bukan semesta kerinduan. ia memandang ke bukan cahaya. kubaca pelan-pelan dendam yang mengular. kesumat bersambat menusuk pengertian yang membaca cinta tidak perlu curiga. menahan lapar mata mencemburui si buta. hakikat cinta adalah cahaya berpinak di hati 2011
  • 39. 28 w. muttaqien ahmad aku menulis kota telah sampai titik waktu terhitung lebih dari satu temboktembok belum habis ditulis aku keburu selesai koma di jalan ke kota 2008
  • 40. 29 Jika ini syair 1. jika ini syair maka inilah suatu yang sempurna seperti bentuk payudara jika kau membencinya maka jauhilah masa kecilmu jika ia melukaimu bersyukurlah kau masih merasa jika hidup begitu berat maka kematian tak akan sanggup kau tanggung 2. di atas segalanya yang paling indah adalah katalog seni jika bukan doa yang manja maka isinya melulu luka yang baik 3. na na na na na na na dan aku tak mampu lagi sembunyi 4. dan kau berkata ‘ini tisu, basuh pucatmu’ dengan putih dan kesepian yang kita bagi 5. jika ini syair yang datang bersama hujan maka ini bukanlah komedi jika kau tidak sedang dalam keadaan senang maka dekatilah pintu jika ia mengarahkan pandangannya padamu bersyukurlah masih ada jalan keluar jika hidup berarti maka seperti itulah mati
  • 41. 30 w. muttaqien ahmad kisah nun lengkung aku memalumu membusur lekukmu mengarung langit ambang puncak tuk dijejak : hidup memangku bintang melamunkan Kau menjelajah bidangbidang rahasia 2011
  • 42. 31 Jerusalem ketika tuhan disalib dia tidak tahu di kota ini terlarang untuk mengatakan dosa karena selain tidak ada, juga menghina yang kuasa di salib tuhan berkata Eli Eli Lama Sabaktani di kota ini penghuninya kagum akan kebesaran tuhan dan tuhan berkata aku anugerahkan otak cemerlang kalian dapat menciptakan Aku dan sejarah berulang Aku menyalib Tuhan lalu menangis keras di tembok ratapan :tuhan mengapa cuma kau yang bisa mati berkali-kali? 2006
  • 43. 32 w. muttaqien ahmad insomnium yang rindu menyebutmu segala terlihat tak tampak udara yang kuhirup, denyut pembuluh darah asin-asam keringat laut, harum lumut, soda air kelapa hasrat maut-menawar semua harga ini hidup deburan tak henti, mengunjungi segala anti gumuk mimpi rekam sejarah di situ meliang rindu dan gumam tak henti 2012
  • 44. 33 hutan luka luka sepi di hutan gugur daun bunyi angin jadi sajak cinta di telinga kijang dan bunga rumput luka sembuh di hutan embun lumut gerak angin jadi lukisan pada batu dan pasir luka buka di kedalaman kawah kata hati jadi cuka di gigir dan dasarnya meninggi luka jauh berjarak di gelap hutan dari keramaian peradaban kuburan dosa jadi lumpur mendera desa kalut hutan di keramaian bergegas sempoyongan bergelondong jadi luka yang hilang dari peta 2006
  • 45. 34 w. muttaqien ahmad on muscle museum sembilu tumbuh seusia tubuh seonggok tendon tercabik ingkar luka beban masa lalu hati seperti butuh pengakuan mari pergi! kembali menjadi dengan-tanpamu sembilu tumbuh di kamar paling sementara lenyapkan bahasa : kau berkata tentang sesuatu yang jatuh dari bunyi yang keluar dari telinga sebagai aksen aduh, semesta yang kupahami hanya bunyi Basic English dan bahasamu seperti konser air yang digelontorkan ke kali depan rumah dari kloset duduk bermerek American Standard Catatan Muscle Museum sebuah lagu ciptaan MUSE
  • 46. 35 dalam bis kota kutemui kau menyanyi lagu pujian di sebelahmu duduk kebosanan penat dengan keindahan harapan kau dia dan aku bergantian bertukar peran bersepaham tanpa saling menatap ramahmu dikupas marah kau dia dan aku bertaruh hidup dengan satu lemparan ganjil dan genap apapun terambil bersiap lenyap melaju saja kepala atau ekor sama murahnya kau dia dan aku nanar bertatapan menahan muntah keluar 2007
  • 47. 36 w. muttaqien ahmad Purnama Purnama pecah Malam terbelah Orangorang punah wajah 2011
  • 48. 37 Padamu doaku sampaikah padamu yang kupetik dari pagi dan kudatangi lewat laku sayangku, semakin ajal segala terjal segala kental kubawa padamu 2011
  • 49. 38 w. muttaqien ahmad malam 14 Februari ada bahaya di rumpun kata sesuatu lelah berlari tidak, bersembunyi dari sisa imaji yang resmi dan tak resmi sungguh, kapan mata bosan jadi saksi ada bahaya di rumpun kata menduri di retina 2012
  • 50. 39 suatu hari di kedai kopi
  • 51. 40 w. muttaqien ahmad habituasi di kepalaku ada setumpuk pasir menyusun waktu sampai bertemu dengan kebun binatang yang membawa sekwintal kotoran peristiwa pertemuan itu kita ulang dan rayakan kamar, dapur, kantor, kakus - tidak lagi personal - pasir di kepalaku menjadi bagian dari waktumu sekwintal kotoran itu melekat dalam tubuhku 2011
  • 52. 41 suatu pagi bersama satir sebuah pohon mangga di depan rumah memiliki sarang lebah angin sering menggugurkan bunga hujan mematahkan cahaya membuat lengkung warna kupingku menjadi semacam caping menahan deras suara di jalan lalu motor disebut monster oleh anakku dan sebuah kepompong dipelihara di hatinya seperti ia belajar membuang sampah permen pada tempatnya aku tetap tidak menenggelamkan gula pada cangkir pagi kubiarkan kopi bermandi matahari anakku menanam berani dan menyiram melati melati dari jidah di Jakarta yang hadir kala banjir aku menceritakan suatu misteri tentang datangnya banjir ada Nuh di Jakarta mengajarkan ilmu alam pagi ini di kolam padma aku melihat banjir itu orangorang yang tidak hanyut naik di daun padma yang tersisa seperti dikepit di ketiak air anakku bertanya, apakah bungkus permen penyebabnya kepompong di hatinya pagi ini bermetamorfosa menyisiri satu bab pagi ini 2011
  • 53. 42 w. muttaqien ahmad secangkir cuaca ia duduk sendiri saja. bersudut dengan sebuah meja ia memesan kemungkinan dan secangkir cuaca di sampingnya jendela setengah menjerit. menyimpan kejutan langit berkacakaca. bersikukuh dengan cerita ia duduk sendiri saja. bersamanya detik bergeletak ia tidak lagi menginginkan apapun kecuali jendela di langit kaca memburamkan dirinya di sampingnya cuaca menyimpan cerita 2011
  • 54. 43 suatu hari di kedai kopi Tertanda tutup untuk dahaga Terbuka pintu-pintu rahasia pakaianku tidak cukup pantas untuk mengucap salam pada tanda baca beribu tahun berulang dihampiri pengelana seorang yang purba mencoba menerka seribu tahun berikutnya menetak sabda di kedai kopi suatu hari tempat orang-orang lupa ajal mungkin tiba pada teguk ke tiga dan mulut yang kering mengucap asma meruncing makna harum bunga 2011
  • 55. 44 w. muttaqien ahmad 1000 berhala seribu batu terlempar tak mampu hancurkan yang terbelenggu: berhala akal nafsumu lebih pejal-berjejal tanpa musim terbenam 1000 berhala selama 1000 bulan ragu berkepanjangan, kau manusia: gemar menyusun misterinya sedangkan kami terbelenggu takdir dan terusir tak pernah punya rahasia 2011
  • 56. 45 7.30 di beranda rumah sebuah matahari menetas dalam otak bungabunga mekar kemudian memeluk cahaya
  • 57. 46 w. muttaqien ahmad sang penyair Ia mati. Dan menjadi laut. Aku berenang di kedalamannya Menyusur ombak kata-kata dan pulau amsalnya Ia mati. Dan menjadi kota. Aku klayapan di jalan gelap dan terang Dengan kakitangan yang lapar dan penyakit menular Ia mati. Dan menjadi tanah. Orang-orang menanamnya dan menulisi nisannya: Aku mau hidup seribu tahun lagi (dan ia benar hidup, melampaui kematiannya tanpa menolak mati) Ia kembali. Mempekerjakan sajak Di negeri yang kehilangan harga diri Aku laki-laki akan menjadi ibu yang melahirkan diri Ia lakilaki pecinta yang tidak bisa menolak Ida Perempuan menciptakan sajaknya yang lakilaki Ia kembali berdiri. Dan tumpas segala luka Bung ayo bung! Rebut kembali segala yang kita punya Aku ingin kembali ke kuburnya. Menulis : Dusta tidak bisa dibiarkan sehidupmati dengan kita 2011
  • 58. 47 39 kuhadiahkan setangkup pelangi hanya karena ia tidak bertempat kecuali berkawin dengan cahaya umur kita demikian adanya lepas-berhadapan dengan silam dan tanah berpapan ia yang tidak pandai berhitung mungkin bisa lebih bahagia, kukira kelak akan ada yang bertanya jawab saja, ia pergi mengurai cahaya 2011
  • 59. 48 w. muttaqien ahmad buat sahabat ia di sana merampas bayangmu sedangkan kau, baru saja membunuh perintahmu sendiri menelan sumpah: sajak-sajak itu kelak jadi alasmu juga puncakmu dengan kepala babi atau sapi sama suci bagi tuhan dan tamu dan, pisau itu mesti digunakan tak boleh ragu mari rayakan sebab itu kepala punya makna 2011
  • 60. 49 peringatan ada yang tidak pernah mendengarmu dubur dan kekasih yang menunggumu lengah 2011
  • 61. 50 w. muttaqien ahmad KETIKA HUJAN inikah awal penghujan dendam tanah rendam air mata sesiap pandangmu ke hulu dan anakanak di atap bersama perabot susun langit segaris air sembilu lenyapkan beton membiru warna segala pasti alirkan sungai gelondongan hutan gergasi timbun janji usia bumi selengan lagi inikah awal penghujan anakanak berenang di jalan 2011
  • 62. 51 7, ANJING, DAN KAU kau orang yang cemberut di sayap waktu 7 lainnya membayangkan aman bersama anjing menawan berebut ruang bersepaham kau membaca tak mau percaya 7 lainnya memetik cahaya bersama anjing peladang membajak masa depan kau orang yang cemberut di riap malam percaya tapi penuh curiga 2011
  • 63. 52 w. muttaqien ahmad Hening aku membungkusmu dengan abu jantungku ketidakhadiranmu berdetak aku menamaimu rindu 2009
  • 65. 54 w. muttaqien ahmad pemula Laut menatapmu seperti dirinya tumbuh dalam dirimu Rupamu seperti rumah Isinya melulu kesunyian yang membuat bahagia Lalu suara asing Seperti biola saat pertama kali ditemukan Dan gelombang penasaran pecah di batu karang Suaranya cipratan cat dikuas teratur Itukah kesederhanaan perasaan Semuanya seakan seperti pemula 2006
  • 66. keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka
  • 67. 56 w. muttaqien ahmad tanahku tanahku masih bingung orangorang tidak bisa pulang angin dingin putuskan sesimpul darah segumpal asa dibunuh marah bukan suaraku bukan mulutmu tanahku masih bingung orangorang lupa rumah serimba peta buta disusur suarasuara tidak bisa tidak kuikat serta kubunuh dia dengan pena 2011
  • 68. 57 entah apa tubuhmu menjelma entah apa jika benda tentu jarakmu cuma berbatas ajal mungkin warna aku bergerak di atasmu sehingga berhingga sebatas lingkaran sampai usia kita mencapai semesta aku menjelma entah apa jika persetubuhan tentu gerakku cuma berbatas hasrat kau menyelubungiku dengan rahasia walau kita tertentu tak mampu juga kita menamakannya aku kau menjelma entah apa anehnya kita terus mengulanginya 2006
  • 69. 58 w. muttaqien ahmad asmara bunga bunga disinggahi mimpi, rasanya seperti hujan manis. musim ini ia menunggu panggilan yang memuji namanya. bunga menari, matanya menghadap matahari. warnanya hitam. kemudian putih. rasa yang pernah ia bayangkan dan sebelum ada mimpi ia punya leluhur seperti yang diceritakan hujan. ketika bermain cinta. bunga menghitung setiap detik. meminta hujan untuk memejamkan mata. cuma di kegelapan cahaya menjadi sumber keabadian. sebentar, hujan memberikan butirannya kepada matahari. bunga menatap hujan yang menjadi surga warna. hujan terus memejamkan mata, tubuhnya disiangi terang. berharap tak pernah usai. hujan menceritakan asal usul yang dibawa dari langit tidak pernah ada kemenangan, ia semburat warna di kehijauan rerumputan atau biru di udara keajaiban kecil yang memanjakan mata sampai musim yang memisahkan. bunga ganti disiang angin menyerbuk mimpi- kisah lama yang dikenalnya bunga mengunjungi leluhur sambil menafsirkan cerita hujan ia menemukan mempelai ternyata awal 2006
  • 70. 59 Dusta Dalam Kaca Ketika aku sendiri dalam cinta Aku mulai berkaca Ah, sama sekali kita tidak serupa Mustahil, aku tak akan berubah Kau juga Hatiku sekuat tenaga melawanmu Ternyata tak sampai setengah Begitu sunyi seakan kita bertengkar sengit Tapi itu bayanganku sendiri Dua pertiga hatiku memujamu Syarafku juga tak kuasa menahan hasrat Menyentuhmu seperti luka Inderaku pasrah menerima jika itu datang darimu Ah, kaca juga mampu berdusta Ketika aku sendiri dalam cinta* 2006 *salah satu bab dalam sebuah buku
  • 71. 60 w. muttaqien ahmad adriana pada ketinggian aku datangi gigir gunung memandangmu leluasa dalam fana cakrawala mataku dibutakan cahaya daundaun cemara gemetar dalam lafaz yang kering angin dingin dan hamparan pasir menunjuk arah pulang mendaki waktumu apakah abadi rupamu, kasihku 2011
  • 72. 61 demam tubuh mendekati ramalan dan dunia liar termometer pecah berkata tidak lalu ya pada demam seonggok ingatan berkata tidak tapi ya lalu tidak pada dendam tubuh rubuh api batu menimbun keyakinan limbung berkata ya lalu tidak pada Lubang Buaya sekilo ingatan terlanjur dicuri orang bersamanya aroma laut, matakata, dan sebaris hari tempat tubuh bersandar 2011 mengenang Pablo Neruda, Aidit, dan Laut
  • 73. 62 w. muttaqien ahmad permainan kehidupan tak terkejar tumpas lepas sebagian lancung orangorang meluap kalap tempat tambat buta massa dan lupa ingatan nyaris sepi ngelak ditebak
  • 74. 63 kemungkinan Tertinggal acak di sisa makan siang Gigitan kemarin kau hapus dengan tissue Di bibirku terbaca pernyataanmu Kita selesai sampai disini Sementara di kaca restoran Dua lelaki menangis berciuman Kemudian berpisah-bertukar senyum Ini yang akan kita lakukan Mewarnai hati langit Dunia yang bukan hitam-putih Kita bahkan belum sempat memulai Dan pengamen mulai menyanyikan lagu Seperti mendongengi kita Syair mereka terdengar meracau Matamu kering airmata Menyatu dalam gelas yang dikosongkan Malam kemarin lupakanlah Penyatuan itu latihan kemungkinan Di meja sebelah Lelaki perempuan menyisir coklat Banana split memisahkan mereka Aku mencari penutup di matamu Tak ada apa-apa, tak ada siapa-siapa Ingatanku mengoleksi kontur tubuhmu Menyasar sampai tak jumpa Pelayan yang menghampiri Menambahkan susu pada kopi Senyumnya mengatakan sore ini begitu bergula Jika aku tak bisa bercerita di sisi tubuhmu saat subuh yang gaduh Aku akan bercerita di sisi makammu saat magrib yang menggayut 2006
  • 75. 64 w. muttaqien ahmad dialog jangan mencontek nanti jadi bodoh bodoh mencontek nanti jangan jadi bodoh nanti jadi mencontek jangan bodoh 2006
  • 76. 65 Menu warnawarni nafasmu matahari jingga langit ungu disimpan keringat tubuhmu menu sore itu daging manis dan susu gagal dikancing waktu yang lepas satusatu 2011
  • 77. 66 w. muttaqien ahmad belajar menulis puisi ada puisi di dalam kopi, di setiap gigitan kerupuk bukan di dalam buku ada puisi ikut keriting mangkok indomie ada puisi pesanan setengah matang di dalam sosis roti menghirup kopi setiap hari, membaca puisi puisi garing renyah, bergaram bisa dimakan setiap orang tak perlu berkerut kening, semua puisi bisa dipesan asyik, bercangkir-cangkir puisi setiap hari, satu puisi sekurangnya satu hari ada puisi tenderloin, dijual di depan kedai daging segar masih bisa basah oleh keringat bunyinya lenguh, berdecap-decap gaduh puisi berkeringat cocok untuk yang bersendiri ada puisi lahir dari kata-kata milik seniman yang penuh dengan makna hidup kadang menjadi sisi paling gelap puisi seperti ini tidak bisa dihirup setiap hari, karena seniman hidup sesuka hati 2006
  • 78. 67 keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka yaitu ketika kenyataan sulit ditafsir puisi ditulis cuma sebagai jejak lawan tanding bagi rasio tersentak ketika dibuka paksa 2007
  • 79. 68 w. muttaqien ahmad catatan pejalan hampir kekal kaki-temali memanen debu batu pecah mungkin ini jalan pulang tapi bukankah tak ada jalan balik kembali 2011
  • 80. 69 sebuah senja terdengar laut- menepuk karang pada awalnya kemudian siput- menekuk di hangat tepi sejauh angin menabrak laut dan ikan-ikan mengunci malam dahan mawar terpetik tangan segala bunyi adalah cumbuan sebelum malam benar malam semesta jingga melumat cakrawala dengan sunyi waktu mendengar segala cumbu adalah harapan 2011
  • 81. 70 w. muttaqien ahmad sesuatu terjadi padaku kemarin terjadi padamu esok di tempat yang sama yang mengikat diri pada segulung angin semerbak aroma lembah subur sebiji kemerahan di langit malu-malu sebatang tegak membelah lidah air ini tanah Hindia Belanda dengan noni kopi bercampur keringat tropika anak kuli pemilik negeri senyum nyai di ujung hari sepadang susu sebidang budak secangkir demi secangkir mimpi tidak dikenali sebagai asali seperti kampung seperti saudara yang mengikat diri pada segumpal ingatan membusuk akar sisa tualang mengular waktu jejadian sekejap yang laknat merayap ini tanah Hindia Belanda tanpa muka noni tunduk pada bayang benda kulikuli menulis hari tanpa pakaian tanpa rupa kala sabit menyela malam melirik asa melepas bayangan ini oasis cahaya kerjap di tanah kelahiran mungkin ini yang diimpikan secangkir janji ditambah rasa heran disulam kisah negeri seberang susul menyusul bahasa perang ini tanah Hindia Belanda sementara merahputih hilang di jemuran
  • 82. 71 matahari bersinar di semua benua disini semakin menusuk mata tangan mengepal mulut tersumpal dan bulan puncak purnama noninoni dan budakbudak saling menyayat sempurna sungai luka yang mengikat diri pada kemarin inilah secangkir kompeni tanpa tanah tanpa air secangkir kopi masa depan 2011
  • 83. 72 w. muttaqien ahmad sekopi sebuah tempat dimana asam dan pahit bertemu dalam buta malam serongga hasrat berdenting, tenggelamkan aku- tenggelamkan aku dalam ingatanmu 2011
  • 84. 73 apa yang diingat kota tentang lelaki Apa yang diingat kota Dan menjadi lelaki Jalan merana Gedung mendaki Sarapan lewat di rel Makan siang debu trotoar Makan malam dalam perjalanan Anak-anak diasuh televisi Pembantu lebih genit dari istri Apa yang diingat lelaki Dan menjadi kota Rumah yang sepi Tagihan sebelum gaji Iklan di jam istirahat Parfum isi ulang Ciuman pengingat perkawinan Dan persenggamaan liar Dengan wajah perempuan di jalan Apa yang diingat lelaki Tentang menjadi Kota tanpa jahitan Keluarga mengabur ke maya Bercengkrama dengan marah Bersendiri dengan masalah Dan apa yang bisa ditanyakan kota pada sepi Tentang lelaki yang semakin tidak dikenali Namun begitu percaya diri 2010
  • 85. 74 w. muttaqien ahmad @TUBUH awalnya ia tanda baca. matanya koma. mulutnya seru. tangannya petik. kakinya titik tiga. hidungnya tanda tanya. telinganya parenthesis. lidahnya garis miring. kelaminnya tanda sambung. kulitnya dalam kurung. hatinya titik. ia lebih suka dengan pertidaksamaan. kemudian seluruh hidupnya ia hayati dengan titik dua. 2011
  • 86. 75 jalan begini saja, kita cari jalan pulang. kau di sebelah sana dan aku di sisi ini. kita tetap bisa saling tatap tanpa banyak cakap. jangan lupa jalan kita sama walau jaraknya terpisah berdepa-depa. jika bertemu lampu merah berhenti saja, karena suaraku tidak sampai ke seberang sana. jika bertemu perempatan, itulah saat kita berpisah. begini saja, jika kemalaman aku bersedia mengirimkan cahaya, asalkan kau mau bermain mata. rumahku pintu masa kecilmu. nanti ku sediakan susu dan benang sulam, agar kau tetap terjaga. jika jarum menusukmu jangan mengaduh, karena ia pertanda kau masih bisa bahagia 2011
  • 87. 76 w. muttaqien ahmad Logika Perlawanan Pertama, kubuatkan tenda sederhana untuk meletakkan mimpi, biar tidak tersapu angin dan debu yang suka menyelimuti sampul yang kau pakai. Kedua, kutaruh kamper wangi untuk membuatmu tetap kering dan dijauhi serangga yang jorok. Ketiga, kucarikan kau teman untuk berbincang dan membuat ramai suasana. Keempat, kutanam berbagai kembang agar kau betah duduk menunggu di beranda. Semuanya kucipta agar kau menyukaiku dengan cara yang berbeda. Jawabmu, jauhi cinta. Pertama, ia akan balik memilihmu, bukan kau yang memilihnya. Kedua, ia tidak cukup dirawat dengan keinginan. Ketiga, perselingkuhan jadi kembaran jiwanya. Keempat, ia tidak memiliki pintu masuk untuk diketuk, hanya ruang yang kau bisa masuki dari segala arah. Jika beban cinta yang kau tanam maka tenggelam. Mimpi yang kubuat jadi nyata, bukan tanpa masalah. Pertama, ia jadi mahluk yang punya kehendak. Kedua, ia memiliki sifat bosan dankekanak-kanakan.Ketiga,alurpikirnyakadangtidakkumengerti. Keempat, ia jadi makin cantik dan membuatku cemburu pada semua yang tidak ada. Aku ingin membunuhnya namun ia meringkusku lebih dulu. Pertama, tenda yang kubuat berubah jadi penjara, angin dan debu jadi karibku. Kedua, pikiranku jadi jorok setelah segala percakapan tentang cinta. Ketiga, kawanmu jadi musuhku. Keempat, aku lupa menyiram semua yang kutanam. Kau lari dengan mahluk aneh lain yang kubuat untuk menjadi kawan baikmu. 2006
  • 88. 77 LANGIT LAIN buat AM ‘itu perahu, riwayatmu dulu’ berkawan kita sekarang. kau sebut juga sesuatu itu: proletar dan borjuis bersatulah. cukupkan cerita yang memisahkan kita seperti tubuh pekerja tanpa kepala. semalaman menukarnukar kamar. melihat cangkircangkir yang lalai menilai kesanggupan ginjal dan perang kesekian. dan tubuhtubuh busuk mulai menyusun dasar kemanusiaan. kitabersepakatsekarang:menetapkankesunyianyanglahirdari‘potongan kuku’. langit yang berdiam di tubuh sendiri. langit lain yang mesti kita perhatikan hadir lewat bocah yang belum pernah membaca puisi berkawan kita sekarang. kau sebut juga sesuatu itu: payudara adalah jeda-adalah langit lain, yang keluar darinya semacam hasrat yang menciptakan lubang dan selapis hutan ingatan yang tidak mengijinkan dusta menjadi sebuah kampung dan rahim perempuan adalah revolusi. nyalakanlah 2012
  • 89. 78 w. muttaqien ahmad tembagapura : teringat winnetou tanah rumah ladang perjanjian suci dan impian kemudian prairi memerah darah kami membangun New York bukankah rahasia di Freeport roh leluhur tak mampu menahan para pemburu bison menjadi imigran yang lebih bermartabat ini memang buruk dan masih ada lagi jalanjalan di New York penuh kematian dari sebuah ras manusia yang dikenal cuma memiliki bahasa memberi 2011
  • 90. 79 sudah waktunya sepatah kata, kupungut dan kuselipkan di telingamu. tak perlu curiga, sebab waktu tak berjenis kelamin. dan kematian tak melulu lewat sesuatu yang jahat dan dingin. sepatah kata, kupungut dari kerumunan. ia mungkin sihir. mungkin perintah. sepatah kata mulai bekerja. sudah waktunya. 2012
  • 91. 80 w. muttaqien ahmad diaspora Nyalakan angin Ledaklah! Biarkan semua menyebar, menghampiri bunga menjelajah dataran rumput mencari tanah baru. Tanam benih Bajaklah! Terima semua yang merekah rela dimasuki rela disemai cinta itu katanya buta. Tuntunlah tangannya Genggamlah! Beri semua keyakinan tentang warna tentang bunyi dunia sunyi tanpa mereka. Torehkan mimpi Pandanglah! Barangkali nanti luput dipikirkan dikerjakan Setelah ini kita berlalu 2006
  • 92. 81 kepada mia bajingan kau, cinta yang nyaring aku yang memiliki kekasih terpaku padamu gugur di rindang pengetahuan malam adalah beban kau, bukan lagi gadis kecil mondar-mandir membawa kemarau -aih, cinta tak beranjak- tidak pernah takluk pada akal sehat borgol dan kesumat hasrat begitu banyak penyair Mia meratapi puisinya sendiri terus kelaparan sedang aku memberimu daging utuh berpeluh kau dapat mencubitnya saat kau lapar puisiku lemang bersantan bajingan kau, cinta tak berjarak gagal bersekutu setan di kepala lain waktu Mia, kucuri ranjangmu 2009
  • 93. 82 w. muttaqien ahmad dialah kata andai ia kukawin apa jadinya anak kita anak kita sudah mulai belajar nama dan pandai bercerita ia juga jatuh cinta padamu! 2010
  • 94. 83 sinta kau api Meraksasa melahap Rama dengan bimbangnya tetaplah api jangan berganti Sinta, kau huru hara Abadi di ranjang keyakinan memaksa Rama menerjemahkan setia 2008
  • 95. 84 w. muttaqien ahmad Yang paling sepi ada kesepian yang demikian : saat-saat dimana puisi di kepala gaib tiba-tiba 2008
  • 96. 85 Yang paling puisi Yang paling puisi bukan terletak pada gadis Sajak pernikahan itu gombalku ditapis Berumah-rumahan dengan puisi jalan kelinci Beranak-pinak di langit kamar Begitu bercahaya 2008
  • 97. 86 w. muttaqien ahmad puisi yang datang padamu puisi yang kau bilang omong kosong itu campuran hati, jali, lemak usia, batuk, 40 helai uban suatu saat, mungkin-kau baru bisa mengerti usia puisi bergantung pada kefasihan bunyi yang lindap diantara isi dan imaji puisi yang kau kutuk itu melulu Aku, masa lalu, dan sekaum asing kata yang memang setengah mampus untuk hidup di belantara dusta yang samar makna dan mulanya puisi yang kau harapkan itu enggan datang di belukar nalar yang alpa merasai katakata seperti dingin garpu di piring kosongmu yang gemetar menantang lapar 2011
  • 98. 87 selain di sekitaran sini, tak ada arus lain kalau kau benar puisi yang kucari mendekatlah-mari bermain di taman sekitar sini seluruh diksi telah keruh berguguran dicium karbondioksida satu-satunya harapan hanyalah aliran sungai dipenuhi batubatu sembunyi. kalau kau benar puisi yang ingin kulayari sandung aku dengan waktumu. sebab aku tertentu dan kau, hanya kau yang tahu. selain sungai itu tidak ada arus lain tempat pikiran hanyut. di sekitaran sini cuma satu yang patut melepas kalut. kita semulut kata. dan aku, murid pertamamu. 2011
  • 99. 88 w. muttaqien ahmad sajak senja gerimis kali ini adalah sajak senja pertama pohonpohon begitu ritmis mencipta suara di tanah yang menjadi basa. sekabut harap tawarkan percakapan kecuali sunyi. dingin yang mengendap. sejulur masa lalu terangkat di cabang cemara yang menyimpan matahari. senja pertama begitu resah. menanti kekasih rebah di malam yang penuh remah. ingatanku gugur di bawah batang cemara. menunggu getah lilin menyalakan sebuah kisah. menetaskan kembali bayangmu di dinding cuaca. gerimis kali ini mungkin sebuah kebaikan. segaris air ditangkup kembali di hati. menggenapkan suasana senja ini dingin itu penyebab aku kembali menyelimutimu. masa lalu menyentuhmu hingga mekar kembali kenangan yang pernah gabuk bersama angin dalam cuaca seperti ini matahari mungkin bukan dibutuhkan kenangan meroyak buntu malam nanti sebuah janji pertemuan yang berisik kita pelajari kembali peta yang paling purba di atas tubuhmu 2011
  • 100. 89 Korupsi waktu dilipat-lipat masuk saku celana sang isteri tak boleh lihat begitu boros hidup ini pikirnya sambil menyenangkan hati terbayang kelamin lain berpendar-pendar bintang antrian kali ini pasti tidak ketahuan gumamnya keseribu kali mari-mari menerawang janji ke cahaya pelaminan bersegel rusak dipukau iseng tangan meremas-remas lipatan waktu di celana aku semakin muda saja 2006
  • 101. 90 w. muttaqien ahmad Dunia itu tuna Aku yang menyempurnakannya Nyata kata Berbiaklah Bukan harus ternak Karena sejenak adalah jejak Mengalirlah Tolak semua ancaman Dan hidup yang tak kau harapkan 2006
  • 102. 91 sebuah pembuka catatan yang bersembunyi di kerak kopi Ada rumah harum Berbuah di tempat orang banyak Beribu kilometer dari tempat kita Atap dan pintunya persis milik kita Segala warna di dalamnya adalah doa Ada rumah harum Sekawan dengan maksud kita Mengeja anakanak sampai pada relung kuntum Berbeda di setiap lekuknya Ruang dalamnya mengucap cerita yang sama 2007
  • 103. 92 w. muttaqien ahmad dia cuma mendengarkan lagu the beatles dia cuma mendengarkan lagu The Beatles dari Liverpool ke Tangerang di kamar dengan cd bajakan di tengah polusi dan bau got air hitam menggenang dan jemuran penuh baju biru dan werpak istirahat di shift ke tiga terdengar It’s a kind hard night belum genap satu jam kawan datang ajak berdiskusi tentang gaji dan jatah kopi seorang mengambil gitar di pojokan I’ve been working like a dog jika saja petani mereka tentu sedekah di sawah di tempat panas begini cuma ada rencana seperti sebelumnya hampir mampus bukan karena orgasme tapi diberangus mereka cuma minta audiensi sambil memikirkan anak-isteri when I’ am home everything will be right dan polisi datang menggadang asumsi mereka salah ideologi 2010
  • 104. 93 pada posisi ke sembilan belas Seorang perempuan mulanya menjamahi buku terbuka di dipannya. Mengambil posisi terlentang dengan buku di atasnya. Ia mulai bergumam. Semalaman ia mencari nikmat dan sentimen pada setiap kalimat. Puncak demi puncak ia ungkap. Sebenarnya, aku belum lelah membaca, katanya pada posisi kesembilan belas. Cuma aku takut merasa bosan pada derit dipan. Ia jungkalkan buku dan mulai merapihkan seprai -Tak usah terlalu serius lain kali, harapan yang terlalu tebal hanya bikin purapura- 2012
  • 105. 94 w. muttaqien ahmad
  • 106. mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur
  • 107. 96 w. muttaqien ahmad selamat pagi komunis yang benar dari pernyataanmu cuma anak istriku makan apa berikan padaku satu alasan untuk hidup sekarang atau menyerah kalah selembar demi selembar komunike pergi menuju tempat yang kau dengar ikuti aku kulihat kebalikan kita belum bebas apalagi puas satu komunikemu menyatakan jalan yang membebaskan di pagi hari ketika kebenaran bertanya tentang makan siapa hari ini seseorang yang berpikir selalu benar mungkin kakanak-kanakan selamat pagi komunis gambar sepia wajahmu populer di sini seperti guguran perempuan menjajakan diri sekadar mendapatkan selembar blue jeans dan kaset rock ‘n roll hidup disini penuh kesenangan sementara pesanmu kemuraman hidup komunike keduamu: suatu saat ini dunia menyatu para majikan sekarang adalah buruh yang berhasil dan besok buruh bebas tanpa kelas yang diciptakan dari pemenangan kuasa selamat pagi komunis satu-satunya kenyataan adalah materi perubahan mungkin terlihat jika kau bergerak ke arah kanan ditempat sejarah bukan mistik dan perbedaan bukan ancaman
  • 108. 97 yang benar dari pernyataanmu cuma anak istriku makan apa sementara di rumah sanak keluarga memulai hari dengan tontonan selingkuhan Superman dan Madonna selamat pagi komunis semalaman bercengkrama denganmu pagi ini aku mau berbenah diri kau, terserah padamu! 2006
  • 109. 98 w. muttaqien ahmad kepada resty Akhirnya ia membebaskanku, meminta darinya untuk terus menjauh. Berkirim surat-bertukar kabar walau aku tahu tidak akan pernah dibaca. Aku ingin tahu apapun tentangnya. Tentang dunia yang tidak pernah ia alami. Mengajaknya mampir ke kedai es krim, saling memandang menjilati manis lewat sisa es krim di bibirmu sambil menikmati ejakulasi mata seperti katamu. Aku bersetuju dengan itu. Akhirnya ia membebaskanku dalam satu kali pertemuan di kedai es krim itu. Kau pergi ke dalam gelas es krim, abadi di situ.
  • 110. 99 mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur # bulan sepotong semangka udara menggigil. ketika bulan tepat di seberang kedai tak berpengunjung karena sudah setengah gaji. setengah hidup. menahan setengah bulan untuk setengah mati. berusaha tidak beku rasa panas mata cukup nasi di lemari pendingin. biar tidak basi lauk yang bisa dipanaskan besok pagi atau matikan saja selera seperti pertama kali bulan menggetarkan udara. dengan lingkaran pelangi di sekitarnya. bagai santa. bercengkerama di kebun yang penuh pohon buah pikiran memenuhi udara. tidak cukup untuk dimengerti. saat udara sesak. seperti masa kanak-kanak yang kembali. mengangguk terpesona kepada permainan bayangan tajuk dibuat untuk memantulkan cahayanya setelah setengah bulan menunggu disaat udara masih leluasa. menggeser angin ke arah barat atau timur dengan upacara sederhana yang disajikan oleh kekerasan waktu. fiksi dan ode yang diceritakan kembali. dianiaya tak terduga. tak dipercaya walau darah mengalir nyata di lembaran-lembaran laporan. cerita mulut ke mulut. pelataran kebun buah tempat pesta. dan cermin kamar mandi kusam penuh goresan luka yang tidak membuat jera sepotong demi sepotong bulan dimakan udara tidak pernah tersia-sia. dibagi berbagi perasaan. bukan untuk sekarang. genderang ditabuh cepat dan nyaring dengan sesuatu yang dipercaya. cuma dirasakan. seperti kematian
  • 111. 100 w. muttaqien ahmad bahkan seperti kehidupan sebenarnya. bukan tentang pelajaran kehidupan yang cuma sepenggal kebajikan tertunda pelaksanaannya sepenggal lagi disisakan waktu untuk masa depan jika pengorbanan sampai pada bentuk yang sempurna namun bulan masih setengah semangka sebelumnya sabit. berteman dengan rumput, bintang, atau atap masjid setengah lagi terlempar. di depan kedai. sekarang tepat di seberang telah menjadi pucat udara kembali menggigil mengingat masa lalu. kemudian waktu menghitung mundur sampai setengah mendekati nol membeku udara di pesta Bulan Sepotong Semangka # namun hidup terlanjur berarti 1. waktuku tak banyak aku menyerah bukan berarti kalah pisaumu dedahkan mimpi dan surat cinta dari sahabat yang membabi saja butaku belum apa-apa belum amien 2. namun hidup terlanjur berarti adakah pesona lain kecuali musim yang tunduk tengadah menatap kemungkinan pada mata langit mungkin sesekali liar tak terkejar tapi tak mengapa kita masih punya lupa hidup ini terlanjur berarti walau hanya mengembara tangan kita kuasa memberi
  • 112. 101 # yang membuat seisi pertemuan cemburu yang membuat seisi pertemuan cemburu penanda tidak pernah salah waktu menjadikannya lambang yang berawal di keinginan aksara untuk memulai percakapan buat ramai bikin megah yang membuat seisi pertemuan cemburu percakapan soliter ketika bebas dan jauh mencari titik beku perasaan sebelum dan sesudahnya arah sudah ditetapkan seperti mencari bagian yang hilang dalam sebuah lukisan padahal hanya keanehan yang belum bisa dimengerti sebuah penanda selalu berakhir seru yang membuat seisi pertemuan cemburu rendez vous bunga merah berbunga semua tanda lebur didalamnya pengetahuan perguruan gincu kaukah itu akhir riwayatku, au revoir # setiap yang datang adalah orang yang tepat terima kasih #1 untuk tidak merasa iba bersikap sesuai dengan apa yang dipercaya ada walau hati berdentam berbunyi gentar warnanya sepucat buku putih itu malam nanti mari pergi mencari tempat lain untuk bercakap-cakap disini kita seperti orang gila berteman suara ketikan
  • 113. 102 w. muttaqien ahmad mulai pagi ingatlah di dingin dinding ada mata di cangkir kopi ada telinga membaca kata-kata yang pingsan ketika berbaris di kuning kertas pesan (siang ini ada kemeriahan di kamar besuk) terima kasih #2 untuk kepercayaan yang diberikan kita telah bertukar darah bertukar catatan bukanlah sebuah kejahatan memiliki ketakutan untuk hidup dalam gelap ketakutan jenis itu adalah kekuatan yang membuat iri ilmuwan api dimatamu menebas gelap menghidupkan mahluk rekaan yang menghuni otak jika berkenan ajaklah aku berpetualang jadi pencuri atau penyelundup karena masih banyak yang tidak mampu masuk ke dalam kelas seperti kita karena salah asuhan atau salah baca (ada yang mangkir namun tetap tersenyum) terima kasih #3 saatnya main di kebun belakang kita tanam rumput ia hidup paling awal dan mati paling akhir cocok untuk menyemai kata-kata yang akan kita jadikan cerita ketika hari itu datang sungguh aku senang sebab bukan kekalahan seperti yang diberitakan aku cuma berpindah ruangan jika kau bersetia lunasi utangku bukan karena bangkrut tapi karena terlanjur berjanji buku kita nanti bersampul oranye saja (sebab senja adalah niscaya)
  • 114. 103 # jalan, warna, dan gairah kota yang pasang surut 1. pada sebuah pagi berkaca kecemasan dusta persetubuhan dalam kota terlampau kasar kelopakmu kubakar pelan-pelan sampai gairah menguncup 2. percakapan kemarin berisi jenuh penuh keinginan sementara orang mengejar kesepian mencabuti bunga-bunga ke puncak jerit bahagia karena kau terus asing 3. bibir sunggingkan merah dingin mengadu gaduh kuning rock n roll warna yang diinginkan seperti salah perlakuan kota seperti bingung. kehilangan ramuan 4. di sebuah kedai yang sama sekali tidak seperti bar sayup-sayup penonton tak beranjak menanti kematian dirinya sendiri sebagai aktor dari panggung yang hilang berahi bertualang 5. sebuah kota selalu muda. lebih baik demikian cuma keteguhan bunyi. mencari sudut tampil seperti syair rolling stone, you cant’t always get what you want untuk mengingatmu: akal sehat dan asesorisnya 2007
  • 115. 104 w. muttaqien ahmad 99 sajadah setelah sujud di tempatmu hatiku terpaut pada semua mahluk hasratpun tak kuasa untuk membayangkanmu merangkul yang hidup di semua jalanmu kemudian terbakar sepertiga malam bukan rumah, badan, atau kitab aku lenyap di hasrat menujumu bukan pada rupa buruk di depan cermin semakin panjang sajadah semakin haus akan wajahmu semakin memasuki dirimu semakin rindu untuk bertemu takdirmu dalam permainan yang melulu dunia tanganmu semakin berjarak dalam pertaruhan keyakinan aku kehilangan suara-suara yang berbeda mungkin ini saat yang tepat untuk berhenti bertaruh menghitung kembali sajadah yang lapuk sambil melihat abu dan arang yang dihasilkan doa-doa yang saling rajam mungkin kita bisa meminta katak untuk meminta hujan menabur segala kebaikannya pada semua yang dianggap suci dalam tempurung mungkin kita tidak bisa melihat langit lain yang juga tempat bersujud 2009
  • 116. 105 batu bersurat suratan pada bata merah senja menyahut dalam tubuh kota terakota beribu tahun bergenang dupa tempat pendeta mengunci tasbihnya dalam seru undakan waktu batu-batu menyebut namaMu 2009
  • 117. 106 w. muttaqien ahmad Adalah manusia-manusia yang ingin tetap tinggal dalam rumah mereka yang sedang terbakar lompatlah ketika periuk belum panas karena setiap perubahan menyelamatkan apabila tepat di terik waktu jika perlahan maka kau tidak pernah tahu dirimu meregang ajal dalam panas kolam periuk itu seperti batok kelapa di kepalamu menjadi tempurung takut yang membuatmu nikmat ketika disantap 2009
  • 118. 107 setan Sebentar sayang teruslah muda seketika Aku benci dengan caramu mengungkapkannya Tapi, kukecup kau dengan sungguh 2007
  • 119. 108 w. muttaqien ahmad diberiTahu tentang kau buat: RPD kutemani kau. lalu di bangku taman. hujan peluru berkesudahan kita masih sehat. amunisi kita tersisa tiga simpan satu. enyahkan dia punguti kerikil. suara diinjak hening ambil satu. tahbiskan percuma mencari kesamaan. citacita cuma bermusim aku berguguran. lalu kesiap lenyap. di bangku taman ditemani kau. menimbun meluruh ‘mengutuk aku’ 2007
  • 120. 109 kita bermusuhan saja kita bermusuhan saja. sebelum amnesia mengingat kita sekomplot. dalam ketidakacuhan -seorang membakar diri di rumah kita- bahasa api tanah airkah bagi petani yang kita preteli harga dirinya dengan merampas tanah dan kitapun menjual diri untuk membangun jalan-jembatan untuk memisahkan nusa bangsa komplotan padu dalam kepayang pemakluman bendera putih dikibarkan -seorang yang waras bertanya bagaimana bisa- sehalaman merah rasa api kita memesan darah melipur kesucian setiap hari harus ada korban genapi darah biru aku rasa kita memang bermusuhan saja koreng di lutut belum sembuh benar dan kau sudah mengokang sebutir peluru -satu remaja tewas, semacam patriot mengancam satu sekolahan- dulu pahlawan berharap tumbuh seribu satu patriot di tanah ini sekarang belum tentu pahlawan bersesakan dalam tanah Kalibata anaknya tidak pernah tumbuh-malah menembak lututku membantai petani sambil menuding orang yang pergi mengaji kita memang sekomplot penonton di bahu dua malaikat tegur-tapi tak bisa mencegah orang berbelanja jalan-jembatan menandur bencana dan kau terus memupur citra kita memang sekomplot-bicara perlahan mata kita celingungkan cari teman ah, semoga tak bertemu matamata ya, kuputuskan kita bermusuhan walau zaman kita sama tapi kau terlalu norak bahkan untuk generasi berikutnya kau tetap norak kau terlambat tak tumbuh tak utuh jembatan-jalan kau bangun tak lebih seperti perahu ditakdirkan untuk tidak berlayar haus tanah rakus darah
  • 121. 110 w. muttaqien ahmad sementara bendera di atasnya kehilangan warna merah -korban terus berjatuhan, orangorang mengunduh video di laptop mereka- kita duduki kotakota, semacam pelabuhan bebas melayarkan semangat -Freeport-mengeras tertawa satu tanahkah kita, tanya sebuah letupan orangorang menari telanjang bersama bintang kemudian kita musnahkan kita ditakdirkan untuk bermusuhan, bukan api melahap satu orang, satu rumah, satu masjid, satu gereja, satu desa dan kita masih bungkam atas isyarat yang ingin disampaikan 2011
  • 122. 111 Kartu-kartu Menulis Masa Depan Pagi ini penuh dengan kertas plano, spidol, dan kartu-kartu kosong. Setelah kemarin menggambar masa kini, sekarang adalah merekam kejadian besok. Semangat ini, vital untuk perubahan, tapi mengubahmu bukan aku. Mengubah kalian bukan kita. Barisan hari esok rapih tertempel di tembok, sementara di luar, pada kenyataan lain tembok sudah penuh diisi tulisan: tidak ada masa depan atau hancurlah para tiran. Ada juga tulisan sederhana. Tolak kenaikan harga. Tembok dipenuhi oleh kata kerja. Di luar dan pada kartu yang akan dibariskan hari ini. Tidak ada subjek. Hidup di kartu yang dijajarkan sungguh enak, sebab dan akibatnya jelas. Semuanya akan selesai begitu saja seiring dengan logika yang ada. Di luar sana orang menumpahkan darah dan kering keringatnyaberusahamencampakkanlogikamerekasendiri. Berpikir sama dengan mengulur waktu yang tidak lagi nyata. Hidup saja yang sederhana, artinya apa adanya. Belum ada sama dengan tidak mungkin. Percuma berkhayal menikmati ladang, hutan, dan laut yang terhampar di depan mata, dan memperkirakan apa yang akan terjadi. Buang saja pelajaran hitung dagang dan peluang, itu tidak berlaku disini; kenyataan diluar berteriak nyaring. Sementara kartu-kartu kosong itu sudah terisi. Satu kalimat pendek, lima sampai enam suku kata, sesuai instruksinya. Sebait puisi tertulis: kami miskin karena tidak punya tanah. Kartu-kartu itu berbaris, menjadi sebab atau menjadi akibat, menjadi nomor satu atau sepuluh. Begitu seterusnya kenyataan dibeberkan, pernyataan dipertanyakan. Diluar kartu-kartu tersebut berserabutan, ada yang bunuh diri ada yang dibunuh karena lain dengan kenyataan yang lain. Ada yang berubah menjadi coretan di dinding, banyak yang dilupakan, ada yang secara sah dipenjara karena beda versi, kebanyakan hilang demi kebaikan.
  • 123. 112 w. muttaqien ahmad malam bulan malam bulan gelap memunggungimu - mencatat yang paling telanjang 2011
  • 124. 113 rambut takdirku rambutku mencuri dunia kuwarnai merah-hitam panjang kusut menutup maksud usia mataku adalah kemudaan yang sebentar mencari keindahan yang terpancar berumah di punggung perempuan mulutku adalah keabadian kutukan rakus mengunyah kitab dahaga kupuasi dengan durhaka tanganku mencuri hati seperti kucing mengintip ikan kepalan keras hanya untuk membela diri beratus kepala kena hantam tipuan rambutku hutan bambu menyasar di setiap rumpunnya aku lari di atas rambutku kenangan masa muda dan segalanya mencuri tempat kembali 2007
  • 125. 114 w. muttaqien ahmad ilusi tentang akhir ternyata Akhir Hidup Adalah Dia lepas kata dari tulangnya, melayang jadi lengkung di periuk waktu. hutan hilang, sawah jadi gudang barang, gunung jadi lempung, muntahannya kudekap lelap tertidur. Kau memberinya susu dari laut yang terang membawa serta ibu, sepeda, tetangga, kawan sepermainan, dan gedung sekolah. dari riwayat yang kuterima turun-temurun Kau akan tiba di seluruh kota menyelesaikan yang tak bisa ditunda. empat lapis tanah merah digali buat kebun doa, diucapkan matahari yang saat itu oranye sempat singgah di pantai. namun tak sempat datang bersama pasang. lalu gemuruh pindah dari langit ke laut yang seperti agar-agar merah disentil anak kecil yang usil. pelabuhan ikan pindah ke pasar, jualan tubuh legam telanjang. perahu nelayan di jalanjalan sepanjang kota menerima tamu asing yang asyik bicara ilusi tentang akhir kabarnya dimulai dari ujung pulau ini. pertemuan Dia di semenanjung yang sepi ini kini ramai dibicarakan orang: kampung-kampung kehilangan penghuninya di periuk waktu susut 2005
  • 126. 115 kemanisan harusnya cukup hidup dengan sesendok teh gula betapa malunya manis disalahkan kelebihan rasa pahit itu juga hidup cuma manis yang berlebih 2006
  • 127. 116 w. muttaqien ahmad Habib kantong bunga, serupa rumah tanpa dinding, selembar tikar tempat para pencari menari angin tidak menyurutkan ingin ya kekasih, ya habib, tidak cukup rindu ini sampai tidak juga rancak rebana menjadi bunyi sunyi juga yang menghantarkan nyalamu dalam riuh hasrat adakah usai jalanmu dari pantai yang penuh kapal terbelenggu ke samudera pemahaman seperti kebebasan yang memalu-malu kuburan, kebuli, dan kopi jahe tidak bosan juga balada Timur didendangkan aroma subuh dan malaikat yang diandaikan hadir merenda pendengaran dengan yang intim ah, yang asing dalam dirimu tiba-tiba menjadi organ bertumbuh dalam diriku, cair seperti mentega di atas kue kamir itu ya habib, mungkin tanda ini yang ditunggu cinta yang tidak pura-pura 2010
  • 128. 117 benang magenta berdua kita menatap laut langit magenta mulai menetes menggaris kelambu udara kupakaikan pada tubuhmu (jemarimu menganyam benang pemberian langit yang seusia dengan kita sore itu) berdua kita menenggelamkan laut dalam gulungan kertas yang diikat benang magenta tegak meski telah kuyup (masih ada ruang tertutup tak lelah dimasuki doa yang barusan lahir setelah peristiwa laki-laki dan perempuan ingin jadi sempurna) 2006
  • 129. 118 w. muttaqien ahmad Willy pada suatu malam begini Willy, aku sudah makan kau bersikukuh menawarkan lapar jalanjalan penuh siksa dan dendam kita, berhenti saja. Tidak, katamu syahdu ini bukan ajal. semacam tradisi kau ganti dengan deru segala penjuru kau buru kita tanam pamflet di dinding kota terutama di kompleks pelacuran rumah para pejabat dan gubernuran bukankah segala neraka ada disana. kota semacam citacita yang kemudian jadi cuka -kau melihat anak muda dari desa, membenci agraria- tak ada yang lampau atau lapuk kecuali penjara, enyahkan ia dalam dirimu aku menjadi lapar. rumahku semakin renta begini Willy, aku akan membacakan pamflet hari ini di Kalibata ada calon pahlawan menunggu kata dan orangorang dari Parlemen mencuri ingatan dari kita apa yang lebih mulia Willy dendam atau lupa begini saja Willy, aku tidak ingin berjarak dari lapar atau pelacur sejenis kelenjar tak bisa diam dalam diriku. memanggil namamu, mungkin sebuah dosa. aku memakan buahmu sampai jumpa 2011
  • 130. 119 surat untuk saut beranjak tua saut menimbun luka. saat hari raya ia membaginya. ini sebuah kesetiaan pada puisi. disusun dari lumpur di Sidoarjo sampai emas di Papua. inilah bumiputera, semacam waktu yang ingin kita peram dan didihkan. puisi yang menyediakan hantaran menguliti batangbatang hutan kayu-sembilukah itu sebab puisimu menyusun akibat. hari raya ini kita masih panen air mata. dan tuak sesaat menyatukan kita. orang rudin juga berhak pesta, pukimak dengan neraka. dalam telanjang masingmasing kata beradu mata. langit tetap penuh rahasia. saut berlayar dengan puisi yang penuh bunga api. mautkah yang dilabuhkan atau semata menghindar dari pusaran. 2011
  • 131. 120 w. muttaqien ahmad Guru Pertama suluh diri kenal dia dekat suluk dia jadi ada tidak begitu jauh dari kisah awan bercerita tentang asal usul hujan sambil membiarkan dirinya hilang disiang udara yang matang awan turun jadi latar belakang pagelaran katak yang senang menandai hari dengan teriakkan kakawin sambil memanggil ular yang malas berkejaran dengan nasib katak kawin sambil bermain nasib telurnya tergantung ikan yang tidak sedang dilanda kekeringan kolam airnya melimpah tenang menggoyang teratai yang mabuk doa sejuta kehidupan berlindung dibawahnya katak besar makanan ular katak kecil santapan ikan katak kawin lagi setelah awan kembali berkisah betina semedi di atas teratai altar doa persetubuhan terus diulang seperti kebaikan ikan dan ular melihat di kejauhan sambil meramal waktu berkenalan dengan ajal siapa yang pergi lebih dulu ular melirik ikan tenang berteman diam nyanyian katak dihentikan kemarau kemana awan pergi berbulan-bulan ikan-ikan, katak, dan teratai terjaga satu-satu menjemput awan ular berkelindan membuka kitab kakawin meninggalkan kulit jadi jejak usia ikan menjemput awan ke hulu sambil mencari kedalaman udara batu-batu bersahutan memanggil nama-nama yang berkunjung
  • 132. 121 katak ikan ular teratai beristirahatlah awan kembali berkisah tentang musim yang kembali mengganti penghuni cerita 2006
  • 133. 122 w. muttaqien ahmad lupakan januari seperti itukah kebimbangan kita. setiap pagi memikirkan rantai dan roda. di januari yang basah ini buah mangga dibelah cuaca. di sebatang pagi kita memandang sebilah cuaca dengan kilatan waktunya. ia seperti mewartakan: rantai dan rodamu tidak mungkin mencapai tujuan. seperti mangga yang berbuah begitu saja, peta kita seolah hadir begitu saja sama seperti rantai dan roda yang tumbuh di tubuh kita. mungkin kita tidak perlu memusingkan sebatang, sehutan, atau segurun pagi. tapi apa guna pagi jika demikian. bahkan ketika berak jam 5.30 pagi kitapun tidak sanggup menahan rantai dan roda yang memaksa kita mengitari kemarin dan 2 menit lebih 1 liter beras yang harus dimasak hari ini. januari mungkin memiliki harapan yang berbeda, seperti pagi yang dianggap awal. apakah ada kelebihan lain dari urutan waktu yang kian semu. sementara roda dan rantai tanpa almanak kerja terus membuat jalanjalan yang kita lupakan kemudian. 2012
  • 134. 123 dalam sebuah judul yang masih ragu siapa mentautkan dia dalam kita dalam sekat tibatiba beranjak hasrat. kita berdua saling pandang di bumi, abadilah surga itu kenangan yang membuat kita satusatu cemas terbit setelah anggur itu kita telan. kita, masihkah surga? ataukah kita cuma mencandra Dia, sekedar alibi keteguhan cemburu yang ingin kita terakan dan, bumi-inilah semacam kehadiran masa lalu-sebelum aku bertemu Hawa yang lebih suka terang dan telanjang dari kegaiban yang mencurigakan. Tapi, siapakah yang menciptakan Hawa kita, masihkah membutuhkan neraka? sebab aku masih merenggut separuh jembut Tuhan, membentang selapang. Cinta pertamaku bukan pada sekarang, sejarah, atau yang khayal dan waktu bertumbuh dalam pertanyaan ini. 2011
  • 137. 126 w. muttaqien ahmad sajak perjalanan 1. kita pergi jauh sayang dari dataran katakata sepantai luka akan menunggu kita tinggalkan saja bayangbayang walau hati masih lekat di kampung sejarah kini milik kita - genggam itu saja sayang- senja keemasan di tangan 2. dalam perjalanan kau masih membawa pintu walau tak pernah kau izinkan sebiji tamu mampir di situ seseorang berjalan dengan pintu yang kekar belum cukup mengenal dunia-sebuah jendela mesti kau bawa juga, dari sana perjalanan ini dapat menampung cuaca yang memanjakan mata 3. dalam pandang langit lengang mata kita mengaliri jalanan lempang sebaris bangau menyisir ladang kerontang : apakah sungguh ada perjumpaan 4. janjiku seperti warna mawar tak bisa kubilang yang mana kau pilih saja-duriku tetap sama menyemak dan sedap menyentuhmu janjiku utuh pada setiap kelopaknya yang mengantar perjalanan duri sampai ke pelaminannya 5. dalam surat yang kubaca pagi bertumbuhan setelah perjalanan malam. bumi memberi kabar : tak ada lagi mukjizat
  • 138. 127 6. -malam yang melahirkan bahaya dan laut pasrah-SPD cuaca yang gelisah melahirkan rindu petir menuntun pada yang perlu -cahaya, seberkas saja- sebuah jalan pulang menyambarmu hingga rekah seperti buku terbuka anatomi tubuhmu menghanyutkan malu yang lebur kemudian adalah waktu demam ditularkan angin dan terbit di tempat jauh cuaca yang gelisah membuatku kabur denganmu segalanya serba boneka masa kecil yang datang kemudian -kita mainmain dengan takdir- sebuah topografi rahasia lengkung demi lengkungnya kita isi dengan cairan lelehan manis yang melaporkan kejadian-kemenangan jalanjalan kita buat karena suka cuaca yang gelisah melahirkan rindu kita menjahitnya di atas perca ingatan 7. memulai perjalanan panjang ini -rasa haus jadikan langit- berikan yang paling fana pada pagi pertama. di ujung perjalanan ini percakapan seperti mekar bunga langit menurunkan matanya pada yang paling wujud 2011
  • 139. 128 w. muttaqien ahmad Suatu Pagi, Sebuah Kerinduan 1. Sebuah pagi yang pasti Sebuah biduk Siapa saja yang pulang bersahaja : ia yang selalu tahu jalan kembali dan berada di depan berkorban dan menelusuri jalan yang sunyi Ia yang tidak pernah sendiri namun tahu kapan waktu berhenti Pada kematian, ia menyeru: Kau tak mampu menyiangku walau itu memisahkanku dengan kesayangan Aku mengenalmu seumur hidupku Kau tak lebih dari pergantian waktu Sedang aku yang memekarkan cahaya Pada hitam jubahmu, kuberikan tanda : harapan 2. Sebuah pagi yang pasti Kopi dan rokok yang seharusnya ada Sepat mata dan sisa obrolan yang dibawa angin Kau kemana Katamu, menjauh Kau dimana Jawabmu, di sini Kau tidak apa-apa Tubuhmu seperti begitu terjal Dan aku mendaki jawab di matamu 3. kau selalu berkata ‘aku yakin’ 4. ternyata kau tidak butuh kartu-kartu untuk menghadap tuhanmu, lebih banyak rindu yang menjadi pembelamu 5. aku membuat rumah yang tidak besar, tapi seluruh dunia sanggup mengisinya rumahku tanpa taman dan air terjun, cuma hutan tropika
  • 140. 129 di sana ada petani, nelayan, dan anak muda aku membaca soekarno, hatta, iqbal, dan karl marx aku mencuri dari nabi-nabi aku menyusuri perasaan orang kebanyakan dan keadilan yang bersemayam di setiap hati ternyata tidak ada yang lebih berantakan dibanding tidak memenuhi janji maka, aku berjanji diantar sebanyak orang ketika aku tidak lagi mungkin berjanji kudefinisikan sebagai investasi 6. kau juga selalu berkata ‘kamu bisa’ 7. kembali pagi, tidak semua pagi adalah permulaan seperti gerimis ini yang dimulai sejak awal kita puasa sebenarnya ini rahasia dan menariknya hanya itu aturan permainan kita kau ber ci luk ba dari kamar ke kamar dan seperti biasa, aku kena! 8. aku bicara pada anakku ‘dia cuma tidak lagi bisa bersedih’ hanya itu apakah itu tanda bahagia anakku tertawa (dia baru berumur dua tahun dan bening matanya mengingatkanku padanya) 9. kau berkata, jangan terlalu sering ke sini terlalu putih dan steril dan ‘aku tidak akan menangis’ 10. kau tidak berubah, katamu suatu pagi
  • 141. 130 w. muttaqien ahmad setidaknya rambutmu yang kukenal dengan baik bagaimana kabar istri dan anakmu dan rumah yang kau idamkan apakah sudah memenuhi segala keinginanmu cuma di sana sumber air mata ‘sebuah keluarga yang saling memaafkan ketika hendak berangkat tidur’ dan bahagia 11. aku bilang teruslah bermimpi kau menandaskan teruslah bertindak 12. tiba-tiba kamu ada dimana-mana menyala-nyala dan gaib 13. kamu sebentuk mimpi tidak sungguhan tidak ada yang begitu sempurna tapi kau tularkan juga bisa mu di setiap penjuru dan kau tepati janji kita sumpah pemuda entah jilid berapa dimulai dari kampungmu 14. akhirnya aku menangis hanya ketika kau tersenyum membaca stiker buku, kopi, dan puisi bercangkir-cangkir itu kamu yang selalu tahu pindahkan saja ke kepala semua orang dan kau tuangkan puisi itu dari pulau ke pulau berdua kita menangis 15. bukan pagi seperti ini yang aku maksudkan tapi kesedihan ini tak terelakkan kau juga yang padamkan dengan nisan yang bertonjolan kau darwis aku mayit
  • 142. 131 kita menari dalam alunan yang sama cuma namaku belum tertera 16. kata maju tidak berdiam di ruang tunggu 17. kawanmu masih juga bertanya apa yang membuat kau berbeda jawabku, ada pada keyakinan termasuk keyakinan akan adanya perbedaan kawanmu masih juga bertanya tapi jawabnya terbawa padamu, kataku ‘yang bukan materi hadir bersamamu’ 18. pelajaran hari ini bukan pelajaran tentang diam besok pelajaran tentang melawan sejarah adalah masa depan 19. ketika kita berdua terkunci dalam ruang kosong dan kau tiba-tiba menggambarinya dengan beraneka warna aku kebingungan memilih yang ku suka 20. : kita baru memulai lalu kau bergerak tanpa jeda 21. kubacakan lagi sebaris sajak yang ku ciptakan untukmu ‘kau miskin, maka aku ada’ ternyata semesta yang mesti kita jaga pantas tak pantas cukup ya cukup bukan mata untuk mata tapi hanya butuh satu pertemuan kau sanggup mencairkan segala dendam kita berdua mestinya fakir namun semestamu tak cukup untuk memenuhi aku
  • 143. 132 w. muttaqien ahmad 22. kota ini semakin berkeringat ia ranggas ketika upah ini belum juga terbayar mulutmu bisa menjaga bencana namun kota ini semakin tidak kau kenali dalam setiap keluh kau bertanya bagaimana peradaban ini bisa bernyali jika setiap tafsir cuma dijelajahi lewat wikipedia 23. setiap benang yang direntang cuma membutuhkan simpul bukan merah atau basah 24. seluruh lukamu kukemas dalam kata sampai waktunya kubuka saat kau bilang aku siap menghidangkan sebuah sop ayam dalam jiwa yang tenang semoga kau tidak menaruh curiga ini barang jiplakan 25. pasir yang penuh dengan remis ini tak jadi menu senin sore ketika pagi yang pasti datang bersama kematian yang biasa dengan orang- orang yang tak biasa mengirimkan doa yang tak putus-putusnya dan cerita yang tidak ada perawinya kecuali tema yang sama yang tidak pernah bosan dijadikan suasana yang seperti perundingan tentang sesuatu yang tinggal ketika kau pergi meninggalkan meja yang bergelinjang: kau belum tua-tua amat, sialan tapi lidahmu sudah demikian sempurna 26. kau pernah bilang aku mesum aku bilang telanjang seharusnya sebagian dari iman dan kau sekarang benar-benar telanjang dan aku gagal berpikir segala hal yang mesum kecuali tentang kau yang pernah bilang 27. aku bacakan sebaris sajak istrimu mengatakan tenang dan kau seperti kesenangan …pada pagi hari. jangan terjaga sayang.
  • 144. 133 jangan terjaga1 . jika ini adalah kemudahan yang diberikan. jangan pernah terjaga. istrimu bangun dan mungkin berkata: terimakasih tuhan 28. mimpi kita mungkin seragam. tidak jika kau belum berani mengarung pertanyaan itu berdua tigaan empatan sekampung. jika sudah jangan lepaskan genggaman 29. cerita perang dan kebenaran hanya membuat bosan juga perjuangan dan kemenangan tolong ceritakan hal-hal yang sederhana seperti keyakinan orang-orang biasa 30. sebelas dua belas mantra yang kau ucapkan setiap kali melihat setan 31. kau tentu memahami setiap ketidakakuran kita akan bermuara pada sejenis kesepakatan yang penuh tanda tanya. dan kesempatan yang kesekian mengajarkanku arti sebuah kata pembelajaran. senjataku ketidakpastian, cukup kau musnahkan dengan keyakinan. 32. di pulau kau jaring cinta pada gelap dan purnama sampai kering air mata pasir dan angin meminjam bahasamu sekedar menulis kata: legenda tapi kau curi juga mereka untuk anak di gunung-gunung dan kau jelmakan air mata menjadi kehidupan dengan wajahmu yang ada di mana-mana ku rasa 1 ‘kopi yang tidak diminum’, sajak dorothea rosa herliani, nikah ilalang, 2003. Penerbit Indonesia Tera.
  • 145. 134 w. muttaqien ahmad 33. berdua kita kikuk. bersalaman bersidekap sambil menyebut nama-nama. asing rasanya jika harus melepaskan keinginan. kita belum pernah berpelukan rasanya. hambar suasana keburu kau timpali dengan gurih air mata 34. pernah datang suatu permintaan maukah kau menyusun kembali logika kupikir-pikir itu kerja macam apa ternyata sangat sederhana: satu tambah satu belum tentu dua 35. transformasi itu telah sempurna dari zahir menjadi ide-ide yang terlacak jejaknya bermuara pada yang satu samudera pengertian yang kau kenalkan padaku 36. warna hati itu seperti kemudaan dan curiga mempercepat pelapukan pertanyaan tentang kemudahan dijawab dengan berbagai skenario masa depan 37. mungkin, terasku akan menggantikan aroma kopi yang ditingkahi diskusi hanya itu yang bisa kusembahkan. aroma kopi juga yang menempel pada janji kita 38. Aku mencintaiMu Aku juga menyukai Abu Nuwas dari sekian banyak imam tinggal satu saja yang tidak terdaftar sebagai yang fakih untuk urusan masa depan Aku menuliskan daftar baru Jika salah setidaknya dapat satu
  • 146. 135 39. rumah kami yang belum sempat kau singgahi berinterior seperti dunia yang kau ingin reka jika ada perubahan, tentu tentang semua hal yang kau katakan tentang keluarga, komunitas, dan indonesia raya yang lamat-lamat kau senandungkan hampir tanpa bersuara 40. aku bertaruh tentang semua hal. kau berkali lempar dadu enam terlalu pagi, mungkin untuk menilai semua kerja bagimu permainan baru dimulai selepas azan, kau bersembahyang sendirian menemui tuhan. aku bertaruh kau lempar lagi dadu enam 41. cuma seperti ini rasanya berlaksa kawan datang menjenguk pada suatu pagi hanya untuk sebuah upacara kau tersenyum dan bergeming 42. anggap saja ini musik blues yang ku pakaikan sebagai pengganti tahlil semoga kau bergoyang riang disana 43 hanya angka tidak lebih tidak kurang jika itu ditambahkan tujuh belas atau sepuluh angka itu membuka keheningan yang persis sama 2009
  • 147. 136 w. muttaqien ahmad Careful With That Axe, Agung (di ambil dari lagu Pink Floyd, Careful with That Axe, Eugene) kampak itu menetak batubatu di kepala ada satudua katakata terjebak dalam waktu kita memulainya dari sebuah gema terengah juga memaki sambil menghirup kopi yang kau buatkan pahit saja seperti hidup katamu, nyalakanlah dan kaupun dengan ganja amat bergetah memandang dunia begitu membosankan aku bermimpi membuat rumah katamu sebuah keluarga, mungkin yang tidak terbuat dari batubatu aku ingat malam itu perempuanmu pergi ia membaca tubuh lain, mungkin cuaca dalam malam waktu berhenti kita seperti tidak sempat bertemu pagi mimpi berikan saja pada pendusta Kafka, Kundera, dan Bumi Manusia, mungkin lebih semesta kita cuma sekamar studio sempat pula kita berutang pada warung yang susah payah menjual makna statiska dan hitung dagang lupakan saja, kita mungkin tetap miskin kau, bahagiakah seperti ketika waktu kita tangkap kau suka sekali bermain kampak memotong logika yang kadung mapan dunia lebih indah mungkin tanpa kehadiran tuhan itukah abadimu cinta yang tetap menjadi luka dalam tubuhmu ada matahari yang terus senja dan keletihan berwarna ungu psychedelic di arah Barat ada rahasia disana sebuah sumber, di langit yang tidak berbatas dan kampakmu sekali lagi menebas
  • 148. 137 satudua logika pecah untukmu, hanya motif tersisa mungkin ini percakapan terakhir kita mungkin aku tidak merasa kehilangan mungkin kau juga tidak pernah mengingatku mungkin aku abai pada setiap batukmu mungkin kau memang menginginkan waktu meringkusmu mungkin sahabatmu cuma malam ketika kampak yang kau gunakan dapat jelas terlihat bening, dingin, dan cukup mahir mengiris prasangka dari keyakinan tentang Us and Them, dan Neraka mungkin aku hanya ingin menyeka sedikit debu dari setiap sisa pertemuan kita mungkin itu dapat menjadi kebaikan setidaknya, aku berusaha mendapatkan gema dari taksu yang kau punya waktu yang kita tangkap telah lepas aku tidak bisa menahannya lebih lama, kau juga mungkin inilah salah satu hari yang kau tunggu di antara harihari di Gunung Elba kemenangan atas rasa takut menjadi unggun perdebatan di setiap sisigelap bulan ada manusia cuma bicara kemanusiaan agama, letakkan dalam lembar logika jadi peta yang paling hening ‘rest in philosophy’ aku bersepakat dengan itu sungguh, disini akupun menyerap ketenangan yang sama meneruskan membaca, La Divina Comedia 2012
  • 149. 138 w. muttaqien ahmad Hari Besar Adagio ma non tropo e molto espressivo Anakku lahir kunamakan Satir Ia melesat secepat angin Kegemarannya mengambil jalan pintas. menembusi ilalang, putri tidur, dan mengaduh. Satir, ganggang, dan kupu-kupu sama menikmati cahaya. Dia laksana Abu Nuwas menari-bernyanyi dan menangis seperti Shakespeare Pada matanya kulihat Dunia ini versi sungguhan dari sebuah imaji di luar semesta buku dan igauan dosen tentang kemajuan Datang dari bayangan kapal dagang, kambing kloningan, dan sekarang ideologi gadungan (seperti es krim palsu milik Shadow Master, anakku). Maka kubacakan syair Judas Priest: Rock Hard Ride Free, /Rock with a purpose/Got a mind that won’t bend/Diehard resolution/That is true to the end dari album Defenders of The Faith lagu Ebes keren katanya. aku ceritakan juga sejarah kaleng Coca Cola. Ihwal globalisasi, sungguh anakku tak melulu tentang saham dan hegemoni pengetahuan shalat malam dan dansa-dansi serupa Mc Donald atau Hoka-hoka Bento juga, inilah tradisi yang bukan partikular yang ingin Ebes kenalkan padamu. Anakku tidak bertanya tentang apa yang terjadi di perut Bunda sungguh Freud ada di kelakuan kita sekarang Ia malah gemar menyapa polisi dan tentara. ‘Hai Bapak Polisi’, katanya berbinar, di matanya ada Dunia Baru- yang tidak pernah kubaca pernah ditemukan Portugis, Inggris, Spanyol, atau Belanda. Sial, sekarang mereka mengekspor pemain bola-melatih kita pula. Globalisasi anakku bukan cuma basa-basi. Ia seranjang dengan mimpi dan ketika meninggalkan rumah, ia menempel di tubuh kita, bahkan udara yang kita hirup di Sukaraja mengandung frekuensi yang dikapitalisasi di Singapura. Satir kukenalkan dengan Sutardji dan ia bertanya hebat mana dengan Dora Emon. Ia berfoto bersama dengan Rendra, pulangnya mengemis boneka Ultraman. Globalisasi bukan Hantu, tapi seperti Hantu rekaan
  • 150. 139 Satir, kejam dan suka memuja anak-anak. Satir tertawa, ketika Bunda mengusir imajinya, hus, hus, hus. Anakku lahir kunamakan Godilkooh Ia menggeram sekuat ingin Takjub pada bintang, kunang-kunang dan tikus dapur. Seperti Chen Lung, ia jungkir balik, pukul beranak pukul. Dan tidak banyak bertanya seperti Sitting Bull. Dengannya segala macam aroma hujan kukenalkan. Hujan mencipta tradisi, kataku sok tahu. Setidaknya, tradisi kawin Ebes danBunda. Dalam rahim hujan, cahaya dipendarkan menjadi pelangi. Tradisi itu yang ingin Ebes pelajari, setumpuk buku yang kian menjadi aneh itu sebab utama. Tradisi membaca dari TK ke SD mengenalkan dukun Apache menjadi namamu. Diponegoro menjadi sibuk di hutan-Jati, taktik gerilya diteruskan Sudirman. Sebab buku mengenalkan mereka pada gurun di madrasah Jawa. Matahari mereka sama anakku, langit mereka abadi di kepala. Tentang Dwifungsi, Ebes m(b)uram, sayang: menyebabkan tentara keleleran di jalan dan bar dangdut murahan. ‘What’s done is done and life is a gun/Life is a gun on the run/Oh my dear, isn’t life a gun/A story shotgun that came undone, itu kata, Jay Malinowski, dalam album Bright Light and Brushes.’ Ia bersenjata gitar sayang, dan syair. Persis Rhoma Irama, Sang Satria Bergitar, kawan terdekat tentara kita yang kini tergantikan oleh Tiga Macan, Dewi Persik, dan jurus ngebor, ngecor, ngedol. Semua seperti pencak silat anakku, di atas langit ada langit. Itu tradisi sayang, seperti hujan yang bermusim. Tapi Godilkooh tidak tertarik pada tradisi, sopan santun dan kulonuwon. Semua dilabrak. Lepas dari tatapan dan menantang. Anakku lahir kunamakan Astagina Ia menjerit sebening belati Ia belum berkisah tentang apa-apa, kecuali malam yang hiruk pikuk. Tiga bulan pertama setelah caesar ia masih menerima setumpuk ciuman dari dua Abangnya. Ciuman Yang Paling Basah, begitu kami menyebutnya. Tidurnya tenang sekali. Ia seperti lahir dengan sempurna
  • 151. 140 w. muttaqien ahmad – 111111 - bilangan biner: Yes. Tidak ada takdir buruk sepertinya, tangisnyapun terdengar indah dan tidak menyedihkan. Padanya kuperdengarkan Kesaksian, ‘banyak orang hilang nafkahnya-banyak orang dirampas haknya/mereka dihinakan tanpa daya, ya tanpa daya, terbiasa hidup sangsi’ dari album Kantata Takwa. Tak ada takdir buruk Astagina. Yang ada kemiskinan, bayi kurang gizi, epidemi, penggusuran, kebangkrutanm pasar saham dan kebangkrutan kulakan recehan. Yang ada kaya dan miskin. Kehidupan yang mengelak. Kematian di jalan, jembatan, pesawat, bis kota, dan tempat kerja. Tapi seperti tidak terjadi apa-apa, Astagina. Semua baik-baik saja. Alangkah bahaya masa depan! Sekali lagi, seperti tidak terjadi apa-apa. Tidak ada yang berubah di kurikulum, zebra cross, dan hutan kita. Semua lolos, Astagina. Lolos dari kesadaran dan tercuri dari keberanian. Lolos dan tercuri. Mungkin memang bukan apa-apa, belum seberapa, atau sudah semestinya. Maka, sekali lagi Astagina, yang ada cuma kaya dan miskin. Dan kita sepertinya putus asa, patah bergerak, sebab memikirkannya sama dengan menghujam belati di ulu hati. Astagina dengan bijak berkomentar: Ouou ngggg ouuu bunnn ouuuooouu. Kukira ia sangat tertarik dengan cerita ini, seperti aku terpukau oleh Catatan Pinggir, walau tak paham benar, isi dan manfaatnya bagi pembela, terbela, dan terdakwa atas kasus yang tidak selesai setiap minggunya lewat aforisma GM, muskil rasanya menunjuk akhir, mencari jalan lain untuk menyusun kembali Negara, bahkan menetapkan jalan menuju(N)ya. (N) bisa besar dan kecil, Astagina- kukira ini seharusnya berimbas pada irama dan tekanan suara, ternyata tidak. Aku sarankan ia dikurung saja, jika bahasamu berubah kelak. Tidak cukup hanya memandang besar dan kecil. Yang ada kaya dan miskin, Astagina. (N) besar bisa sangat berkuasa, dalam syair Kesaksian: merekalah yang menghinakan. Tapi itu tentu saja (sekali lagi) bukan takdir buruk. Allegro moderato-Adagio Pekerjaanku membungkus kepala dan menikam kuping. Terkadang kelebihan kata-kata. 10 tahun percuma. Kepala yang kubungkus kalah oleh jambu Bangkok, jeruk Shanghai, dan apel Washington. Telinga yang kutikam berdarah tidak tuli apalagi. Telinga-telinga tersebut tidakl agi selembar daun. Tapi menjadi tembok yang dipenuhi hujatan dan iklan. Kemudian aku menjual buku. Dengan ransel besar aku mendaki
  • 152. 141 kota-kota. Membuat jalan dari serat papirus dan pinus. Hutan-hutan kemudian dibongkar supaya rakyat pintar dan buat modal aku berjualan. Orang-orang di sekitar hutan malah tidak pernah melihat aku membawa ransel besar itu. Kawanku mengajak pergi melihat jerih payahku. Hutan hilang dan masyarakat sama sekali tidak mengerti mengapa buku dalam ranselku tidak pernah menuliskan korbanan mereka. Akupunbergantipekerjaan.Menjadipenghasut.Mengajakmasyarakat untuk percaya pada pembangunan yang budiman dan pemaaf. Dan seperti yang aku pelajari dari anakku, mengajarkan mereka bahwa tidak ada takdir buruk. Khotbahku menyimpan rasa takut di laukpauk anakku. Sebagaiseorangpenghasutakutidakpernahberhasil100%.Walaupunada beberapa kuping yang ku tikam dan berdarah cuma disebabkan mereka tidak makan sekolah dan tidak terlampau sering menonton televisi. Cat phyloxpun belum dibarter dengan jamur, ulin, rotan, madu, dan tuak. Aku dianyam bahagia di hutan. Buku-buku yang kubaca seperti mustahil diterjemahkan. Seperti sabda langit, sabda orang-orang berjenggot dari abad Pencerahan di Eropa sampai Abad Perang Dingin di Amerika menjadi lucu, seperti kera yang masih mencoba menjadi manusia, percaya pada keterbatasan sumberdaya, sambil terus menerus membuat senjata, merampas kayu-fosil yang berisi waktu. Orang-orang di hutan lebih suka menerjemahkan dengung kumbang, semak, pohonan, dan hujan. Aku merasa seperti barang bungkusan dan melihat kawan-kawan seperti bingkisan, diserahkan sekolah ke pabrik-pabrik perakitan. Sekarang aku berjual kopi, kusisipkan pada setiap buku sebagai lampiran . Kopiku mengalir dari senja sampai dini hari. Setiap pagi sisa kopi kujadikan humus percakapan. Aku seperti kehilangan takutku pada lauk-pauk anakku. Mereka senang sekali rasa pahit kopi. Di pikiranku segala getir berubah menjadi rencana. Aku menambah madu pada setiap cangkir kopi dan buku, dan orang-orang mulai membincang resep pada setiap percakapan. Aku mencoba percaya tidak ada takdir buruk. Aku ingin menanam anakku di abu vulkanik berumur ribuan tahun. Sementara tempatku berdiam adalah sebuah kota kolonial rumah gubernur jenderal. Sekarang gubernur jenderal telah cuti. Pekerjaannya diteruskan walikota. Kotaku sekarang berantakan. Sebuah kota tanpa trotoar dan selokan. Aku pulang pergi dari kedai kopi ke rumah. Kedai kopiku ada di sebuah kota kolonial pula, tempat para tentara latihan. dan pegawai negeri plesiran. Orang-orang bule senang mampir ke dua kota itu. Mereka senang dengan pohon-pohon besar seperti orangorang di hutan. Mereka juga senang dengan cah kangkung dengan kuah kartu pos bergambar sawah-sawah yang tidak ada lagi. Sawah-sawah itu sekarang menjadi saham-saham yang dijadikan indikator ekonomi sebuah negeri
  • 153. 142 w. muttaqien ahmad petani. Yang rodarodanya patah saat lepas landas, dan sekarang dengan parasut menggantung di atap orang. Andante ma non troppo e molto cantabile Halaman rumah terdiri dari tiga pohon mangga, satu manggis, kopi, jambu bol, dan nangka. Semua kuberi nama seperti binatang kesayangan. Ada melati dan kamboja untuk menyapa tamu di asbak yang kuiisi air. Setiap pagi, mereka seperti berkaca-kaca. Air yang kusiramkan pada mereka perlahan menjadi keteduhan. Tempat burung-burung bermain setiap pagi di kepalaku dan anakku. Mampir juga di kerumun ibu-ibu di pengkolan jalan yang membeli sayuran sambil membincang kabar burung yang berubah isi dan intonasinya. Rumahku dibuat dari batako, adukan semen yang tidak sempurna, dan ubin kualitas tiga, dan bunga yang merindingkan. Rumah ini dikembangkan oleh pengembang yang terlihat makin hari makin tambun dan ingin terlihat muda. Dengan kening licin mengkilat dan bahasa Indonesia ala kadarnya, pengembang memberikan janji layaknya politisi (sementara rumahku baru tiga hari telah retak dan bocor sanasini). Setiap rapat ia seperti siap dilempar pot bunga, cuma tidak pernah dilakukan karena rapat selalu dilakukan di sebuah masjid yang kebetulan namanya sama dengan nama belakangku. Aku tidak tahu mengapa aku bisa mendapatkan diriku di sebuah tempat yang nama belakangnya sama dengan nama belakangku. Aku mencintai tempat itu, berak disana, mengetik laporan, dan meniduri istriku setiap malam. Ini kulakukan untuk bertahan hidup. Di rumah inilah aku tinggal, merasa tentram sekaligus sekarat oleh tagihan. Sebuah rumah banyak harapan. Disanalah orangorang menuliskan sejarah. Namun rumah juga bisa seperti tempat pengasingan, selalu berkabut, dan membuat orangorang kembali melihat peta. Aku mendekap harapan sekaligus kecemasan. Anakku mengajarkan kerelaan, rasa penasaran, dan sikap pemberontakan usia tiga tahunan. Dalam pemberontakannya ia seperti masa bodoh dan terus mencari titik kesetimbangan. Ia seperti malaikat kecil yang menjadi penunjuk jalan, bersamanya kematian walau niscaya seperti tidak begitu menakutkan. Peta Lacanian ternyata ku temukan dari anakku, dan seperti sebuah duel jalanan kami sepertinya begitu saling memperhatikan masing-masing gerakan. Darinya aku belajar kelakuan dan teladan dan ia belajar siasat dan kesempatan. Dalam rumah kami menjelajahi setiap yang mustahil jika kupikirkan sendirian.
  • 154. 143 Rumah yang sebelumnya aku ingin bangun, ternyata lebih baik aku temukan. Berlima kami mencari rumah di gugusan bintang dengan perasaan lapar, anganangan, dan jalanjalan yang tidak lagi bisa memberitahu umurnya sendiri, kecuali dandelion ungu di sela aspal yang retak sepertinya tahu bagaimana mestinya hidup. Presto esok hariku dipenuhi bunga tubuhku dimangsa serigala: hitung dagang dan utang-piutang dan aku seperti perawan di altar persembahan ilmu ekonomi pertama kali disentuh hasrat rupiah anakku berkata tentang hidup dan mengkhayal tentang bahaya di laut mangsa hari ini cerita tentang alpa membaca gagal menafsir ancaman dalam surat perjanjian informasi dibuat berjarak dari bayangbayang kematian aku berharap pada Astagina kelak kemurahatian datang dari pedagang bunga membolehkan kita menyatakan cinta lepas dari kelipatan bungabunga terus mekar di sisi kiri rekening kehidupan suarasuara benda kutukar dengan keheningan disini hidup seperti berselisih terus dengan kenyataan dan aku terus menerus beradupandang dengan statistika dan menumpuk percaya pada kesementaraan kapanpun namun sekarang nyatanya untuk benar percaya pada tidak ada takdir buruk ada rumah kenang, rumah yang dibawa dalam ingatan perlahan aku menjadi rumah bagi anakanakku mendongengkan kembali penemuan dunia baru dan cerita tentang orangorang yang pergi mencari pulang
  • 155. 144 w. muttaqien ahmad sampai pada sebuah dunia yang teramat maya aku berani untuk percaya yang kekal hanyalah citacita tidak ada sesal ataupun wilayah terlarang seperti tidak ada laknat dalam kejam tindakan peluru yang lepas selalu membuka kemungkinan Molto-adagio-Andante dibulanApriliniakumenukararitdenganpenggaris.mulaimengukur orbit. perasaan pahit kutuangkan ke cangkir. tidak lagi ada entah dalam kalender. juga luapan keinginan. karena sebaikbaiknya secangkir kopi yang ingin ku suguhkan adalah kopi yang tidak tumpah. apapun tidak ingin aku sangkal, pun Globalisasi yang ku jadikan subsub judul dalam sajak untuk setiap kening yang ku cium untuk ku baca kembali kelak bersama anakanak yang tumbuh semakin hebat. Sementara tradisi adalah apa yang mesti kau cipta, sebab kaupun tidak bisa utuh menjadi bagian darinya ataupun sembuh dari lukaluka yang diciptakan sebelumnya. tentang bunga, sebut saja dengan nama sebenarnya ia tetap menarik dan penuh kepentingan Alegro Untuk yang manis dan bertahan demi cinta. Seharusnya ini tidak ditulis, karena cepat atau lambat kita akan bosan dengan kata-kata, akankah kita? Aku akan membuatnya cepat dan bermartabat. Sebab terlalu banyak waktu yang kita lewati hanya dengan alasan untuk bertahan hidup. Kali ini akumulasi pengetahuan haruslah sepadan dengan riang kehidupan Yang kutahu, tidak ada yang lebih mendebarkan dalam hidup. Selain menikmati waktu senggang berdua dan orgasme bersama. Karena kau selalu berusaha menyenangkan dan berbeda setiap harinya semenitlebihlamatakmengapa.yangterucaptidakmungkinkitatarik kembali, ia telah berdiri sendiri-anak-anak kita kelak menafsirkannya 2012
  • 156.
  • 157. pemandangan keseharian Commuter Line Jabodetabek bung! sekumpulan sajak w. muttaqien ahmad 2 baris tentang struktur dan progres atau cuma sebuah kemungkinan-yang tersisa adalah kerja peristiwa terlalu tua untuk puisi sympathy for the devil di puncak bulan di jakarta mana jakarta kisah meja dapur blues ramadhan ahai de’ di matamu sajak pada sebuah esei memento masih ada tapi jalan ibu tepiku sepikau lima terjemahkan lagi rumah tanduk mata membaca perang aku menulis kota undangan kisah nun jerusalem insomnium hutan luka on muscle museum dalam bis kota purnama padamu malam 14 februari habituasi suatu pagi bersama satir secangkir cuaca suatu hari di kedai kopi 1000 berhala sang penyair 39 buat sahabat peringatan ketika hujan 7, anjing, dan kau judi bung! pemula 7.30 di beranda rumah tanahku entah apa asmara bunga dusta dalam kaca adriana demam tubuh mendekati ramalan dan dunia liar retno edan kemungkinan dialog huft belajar menulis puisi keheningan puisi persis seperti gelembung soda yang kaget ketika ada yang suka catatan pejalan sebuah senja sesuatu terjadi padaku kemarin terjadi padamu esok di tempat yang sama sekopi apa yang diingat kota tentang lelaki @tubuh jalan logika perlawanan langit lain tembagapura sudah waktunya diaspora 80 kepada mia dialah kata sinta yang paling sepi yang paling puisi puisi yang datang padamu selain di sekitaran sini, tak ada arus lain sajak senja korupsi dunia itu tuna sebuah pembuka catatan yang bersembunyi di kerak kopi dia cuma mendengarkan lagu the beatles pada posisi ke sembilan belas selamat pagi komunis kepada resty mimpi-mimpi yang kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur 99 sajadah batu bersurat adalah manusia-manusia yang ingin tetap tinggal dalam rumah mereka yang sedang terbakar setan diberitahu tentang kau kita bermusuhan saja kartu-kartu menulis masa depan malam bulan rambut takdirku ilusi tentang akhir kemanisan habib benang magenta willy pada suatu malam surat untuk saut beranjak tua guru pertama lupakan januari dalam sebuah judul yang masih ragu sajak perjalanan suatu pagi, sebuah kerinduan careful with that axe, agung hari besar Widhyanto Muttaqien Ahmad, lahir dan besar di Jakarta. Kini berdagang buku, menyeduh kopi, dan bekerja sebagai peneliti lepas.