Puasa sunnah terdiri dari 7 jenis puasa, yaitu: 1) Puasa 6 hari di Syawwal, 2) Puasa Senin dan Kamis, 3) Puasa Dawud, 4) Puasa 3 hari setiap bulan, 5) Puasa Arafah, 6) Puasa di Muharram khususnya hari Asyura, 7) Puasa di bulan Sya'ban. Puasa-puasa ini didasarkan pada hadis-hadis Nabi yang menganjurkan untuk melaksanakannya.
1. 1
7 (TUJUH) PUASA SUNNAH
Dalam kitab-kitab hadis dan fikih, ditemukan sejumlah riwayat yang
shahih dan kajian yang dapat diambil sebagai pelajaran tentang
puasa-puasa sunnah yang masyrû’ (disyari’atkan). Yang, menurut
para ulama hadis dan fikih, berjumlah 7 (tujuh). Tulisan ini dikemas
untuk menyajikannya secara ringkas.
1. Puasa 6 Hari di Bulan Syawwal
Berdasarkan hadis Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, lalu menyambungnya dengan
enam hari di bulan Syawwal, maka dia seperti berpuasa sepanjang
tahun.” (HR Muslim, hadis nomor: 1164)
Hadis ini merupakan nash (teks) hadis yang jelas menunjukkan
disunnahkannya berpuasa 6 (enam) hari di bulan Syawwal. Adapun sebab
mengapa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menyamakannya dengan puasa
setahun lamanya, telah disebutkan oleh Imam an-Nawawi rahimahullâh, bahwa
beliau berkata:
“Berkata para ulama: sesungguhnya amalan tersebut sama
kedudukannya dengan puasa sepanjang tahun, sebab satu kebaikannya
nilainya sama dengan sepuluh kali lipat, maka bulan Ramadhan sama
seperti 10 bulan, dan enam hari sama seperti dua bulan.” (Syarh Muslim,
an-Nawawi, juz/halaman: 8/56)
Hal ini dikuatkan dengan hadis Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam,
bahwa beliau bersabda:
“Berpuasa Ramadhan seimbang dengan sepuluh bulan, dan berpuasa
enam hari seimbang dengan dua bulan, maka yang demikian itu sama
2. 2
dengan berpuasa setahun.” (HR an-Nasâi dalam as-Sunan al-Kubrâ
dari Tsauban, hadis nomor: 2860, Al-Baihaqi (4/293), dishahihkan
Al-Albani dalam Al-Irwâ’, juz/halaman: 4/107).
2. Puasa Senin dan Kamis
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu
Qatadah radhiyallâhu ’anhu bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam ditanya
tentang puasa pada hari Senin? Maka beliau menjawab:
“Itu adalah hari yang aku dilahirkan padanya, dan aku diutus, atau
diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR Muslim, hadis nomor: 1162)
Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan yang lainnya dari ‘Aisyah
radhiyallâhu ‘anhâ bahwa beliau ditanya tentang puasa Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wasallam, maka beliau menjawab:
“Adalah beliau senantiasa menjaga puasa pada hari Senin dan Kamis”
(HR at-Tirmidzi, hadis nomor: 745, Ibnu Majah, hadis nomor:
1739, An-Nasâi, hadis nomor: 2187, Ibnu Hibban, hadis nomor:
3643. Dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahîh Ibni Mâjah)
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu bahwa Nabi
shallallâhu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Lalu ada yang
bertanya: sesungguhnya engkau senantiasa berpuasa pada hari Senin dan Kamis?
Beliau menjawab:
“Dibuka pintu-pintu surga pada hari Senin dan Kamis, lalu diampuni
(dosa) setiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu
apapun, kecuali dua orang yang saling bertikai, dikatakan: biarkan
mereka berdua sampai keduanya berbaikan.” (HR at-Tirmidzi, hadis
3. 3
nomor: 2023, Ibnu Majah, hadis nomor: 1740. Dan dishahihkan
Al-Albani dalam Shahîh at-Tirmidziy dan Shahîh Ibni Mâjah)
3. Puasa Dawud ‘Alaihis salâm
Berdasarkan hadis yang datang dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash
radhiyallâhu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda
“Puasa yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah puasa Dawud, beliau
berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan shalat yang paling dicintai Allah
adalah shalat(nya) Dawud, beliau tidur di pertengahan malam, lalu
bangun (shalat) pada sepertiga malam, dan tidur pada seperenamnya.”
(HR al-Bukhari, hadis nomor: 3238, dan Muslim, hadis nomor:
1159)
Dalam riwayat lain beliau (Nabi Muhammad) shallallâhu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Tidak ada puasa (yang lebih utama) di atas puasa Dawud ‘alaihis
salâm, setengah tahun, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari.” (HR
al-Bukhari, hadis nomor: 1879, Muslim, hadis nomor: 1159, dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash)
4. Puasa Tiga Hari dalam Sebulan
Berdasarkan hadis ’Abdullah bin ’Amr bin al-‘Ash radhiyallâhu ‘anhu,
bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya:
4. 4
“Dan sesungguhnya cukup bagimu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan,
karena sesungguhnya bagimu pada setiap kebaikan mendapat sepuluh kali
semisalnya, maka itu sama dengan berpuasa setahun penuh.” (HR al-
Bukhari, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash r.a., hadis nomor:
1874, HR Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash r.a., hadis
nomor: 1159)
Juga diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ bahwa beliau ditanya
oleh Mu’adzah al-Adawiyyah: “apakah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam
senantiasa berpuasa tiga hari dalam setiap bulan? Maka beliau menjawab: “ya”.
Lalu ditanya lagi: “pada hari yang mana dari bulan tersebut?” Beliau menjawab:
“Beliau tidak peduli di hari yang mana dari bulan tersebut ia berpuasa.”
(HR Muslim, hadis nomor: 1160)
Juga dari hadis Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, bahwa beliau berkata:
“Teman setiaku -- Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam -- memberi
wasiat kepadaku untuk berpuasa tiga hari dalam setiap bulan,
mengerjakan shalat dua raka’at dhuha, dan agar aku mengerjakan shalat
witir sebelum aku tidur.” (HR al-Bukhari, hadis nomor: 1180)
Hadis ini menjelaskan bahwa diperbolehkan pada hari yang mana saja
dari bulan tersebut ia berpuasa, maka ia telah mengamalkan sunnah. Namun jika
ia ingin mengamalkan yang lebih utama lagi, maka dianjurkan untuk berpuasa
pada pertengahan bulan hijriyyah, yaitu tanggal 13, 14 dan 15. Hal ini
berdasarkan hadis yang datang dari Abu Dzar radhiyallâhu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
5. 5
“Wahai Abu Dzar, jika engkau hendak berpuasa tiga hari dalam sebulan,
maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat belas dan lima belas.”
(HR at-Tirmidzi, hadis nomor: 761, An-Nasâi, hadis nomor: 2424,
Ahmad, juz/halaman: 5/162, Ibnu Khuzaimah, hadis nomor:
2128, Al-Baihaqi, juz/halaman: 4/292. Dihasankan oleh Al-
Albani dalam Al-Irwâ’, juz/halaman: 4/101-102)
Puasa tiga hari di pertengahan bulan ini disebut dengan ayyâm al-bidh
(hari-hari putih). Dalam riwayat lain dari hadis Abu Dzar radhiyallâhu ‘anhu,
beliau berkata:
“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam memerintah kami untuk
berpuasa tiga hari-hari putih dalam setiap bulan:pada tanggal 13, 14 dan
15.” (HR Ibnu Hibban, hadis nomor: 3656)
Disebut (tanggal 13, 14 dan 15) sebagai “hari-hari putih” disebabkan
karena malam-malam yang terdapat pada tanggal tersebut bulan bersinar putih
dan terang benderang. (Lihat: Fath al-Bâri, juz/halaman: 4/226)
Yang lebih menunjukkan keutamaan yang besar dalam berpuasa pada
hari-hari putih tersebut, dimana Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak
pernah meninggalkan amalan ini. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu
Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, bahwa beliau berkata:
“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan
puasa pada hari-hari putih, baik di waktu safar maupun di saat mukim.”
(HR ath-Thabarani:, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahîh al-
Jâmi’, hadis nomor: 4848).
5. Puasa ‘Arafah
6. 6
Berdasarkan hadis Abu Qatadah radhiyallâhu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari arafah, beliau
menjawab:
“Menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”
(HR Muslim, hadis nomor: 1162)
Kecuali bagi mereka yang sedang wukuf di Arafah dalam rangka
menunaikan ibadah haji, maka tidak dianjurkan berpuasa pada hari itu.
Berdasarkan hadis Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ:
“Bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam berbuka di Arafah, dan Umm
al-Fadhl mengirimkan segelas susu kepada beliau, lalu beliau
meminumnya.” (HR at-Tirmidzi, hadis nomor: 750, dishahihkan
Al-Albani dalam Shahîh at-Tirmidziy)
Juga diriwayatkan dari hadis Ibnu Umar radhiyallâhu ‘anhu bahwa
beliau ditanya tentang hukum berpuasa pada hari Arafah di Arafah?, beliau
menjawab”
“Aku menunaikan ibadah haji bersama Nabi shallallâhu ‘alaihi
wasallam dan beliau tidak berpuasa pada hari itu, aku bersama Abu
Bakar radhiyallâhu’anhu beliau pun tidak berpuasa padanya,aku
bersama Umar dan beliau pun tidak berpuasa padanya, aku bersama
Utsman dan beliau pun tidak berpuasa padanya. Dan akupun tidak
berpuasa padanya, dan aku tidak memerintahkannya dan tidak pula
7. 7
melarangnya.” (HR at-Tirmidzi, hadis nomor: 751. Dishahihkan
oleh Al-Albani dalam Shahîh at-Tirmidziy)
6. Puasa di Bulan Muharram, khususnya pada hari ‘Asyura (10 Muharram)
Bulan Muharram adalah bulan yang dianjurkan untuk memperbanyak
berpuasa padanya. Berdasarkan hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Puasa yang paling afdhal setelah ramadhan adalah bulan Allah:
Muharram, dan shalat yang paling afdhal setelah shalat wajib adalah
shalat malam.” (HR Muslim, hadis nomor: 1163)
Dan di antara hari-hari di bulan tersebut, lebih dianjurkan lagi berpuasa
pada hari ‘Asyura, yaitu tanggal 10 Muharram. Banyak hadis yang menunjukkan
sangat dianjurkannya berpuasa pada hari ‘Asyura. Di antaranya adalah hadis
‘Aisyah radhiyallâhu’anhâ bahwa beliau berkata:
”Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam memerintahkan (perintah yang
mewajibkan) puasa pada hari ‘Asyura. Maka tatkala telah
diwajibkannya ramadhan, maka siapa yang ingin berpuasa maka
silahkan dan siapa yang ingin berbuka juga boleh.” (HR al-Bukhari,
hadis nomor: 1897, Muslim, hadis nomor: 1125)
Dalam riwayat Muslim dari hadis Abu Qatadah radhiyallâhu’anhu
bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari
‘Asyura, maka beliau menjawab:
8. 8
“Menghapus dosa setahun yang telah lalu.” (HR Muslim, hadis
nomor: 1162)
Dan juga dianjurkan berpuasa pada tanggal sembilan muharram, berdasarkan
hadis Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu ’anhumâ, bahwa beliau berkata:
“Tatkala Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari
‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya. Mereka (para
shahabat) berkata: wahai Rasulullah, itu adalah hari yang diagungkan
oleh Yahudi dan Nashara. Maka bersabda Rasulullah shallahu ‘alaihi
wasalam: jika tiba tahun yang berikutnya, insya Allah kita pun berpuasa
pada hari kesembilan. Namun belum tiba tahun berikutnya hingga
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam wafat.” (HR. Muslim, hadis
nomor: 1134)
7. Puasa di Bulan Sya’ban
Di antara bulan yang dianjurkan memperbanyak puasa adalah di bulan
Sya’ban. Berdasarkan hadis ‘Aisyah radhiyallâhu ’anhâ bahwa beliau berkata:
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam
menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali ramadhan,dan aku tidak
pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak dari bulan sya’ban,”
(HR al-Bukhari, hadis nomor: 1868; Muslim, juz/halaman: 6/33;
Malik, juz/halaman: 1/309)
9. 9
Kecuali pada hari-hari terakhir, sehari atau dua hari sebelum
Ramadhan, tidak diperbolehkan berpuasa pada hari itu, terkecuali seseorang
yang menjadi hari kebiasaannya berpuasa maka dibolehkan, seperti seseorang
yang terbiasa berpuasa Senin-Kamis, lalu sehari atau dua hari tersebut bertepatan
dengan hari Senin atau Kamis. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
“Janganlah kalian mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari dan
dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa pada hari itu maka boleh
baginya berpuasa.” (HR Muslim, hadis nomor: 1082)
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal al-Bugisi
dengan judul asli: “Puasa-puasa Sunnah”, dalam http://www.blogtopsites.com/
outpost/14372032b4d97ca2863b8d7089f946ec)