Penerapan Model PBL untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar PAK
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana yang paling utama untuk memberikanrespons
konstruktif terhadap permasalahan kehidupan sehari-hari, agar kualitas
kehidupan manusia semakin meningkat. Menyadari akan pentingnya posisi
strategis pendidikan sebagai sarana memajukan peradaban bangsa, Undang-
undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada pemerintah agar menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Undang-
undang tersebut tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara demokratis, serta bertanggung jawab.
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.
Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan
yangbermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat
penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam
kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui
pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan
berakhlak mulia serta peningkatan potensi spiritual. Akhlak mulia mencakup
2. 2
etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama.
Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan
penanaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan
pada optimalisasiberbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya
mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Namun,
pendidikan agama tidak secara langsung membentuk karakter moral manusia,
melainkan melalui suatu proses yang terjadi dalam keluarga dan sekolah.
Pendidikan agama dalam sekolah harus membuat manusia menjadi pribadi
yang bermoral secara bertanggung jawab. Bentuk tanggung jawab moral tersebut
dapat dimiliki melalui pengetahuannya tentang ajaran moral tersebut. Hal ini
sejalan dengan pandangan Peschke (2003:395) yang menyatakan bahwa
keputusan-keputusan seorang manusia tidak dapat lebih luas daripada
pengetahuannya tentang nilai-nilai moral. Oleh karena itu, dia tidak dapat
mengembangkan suatu kebijakan, kecuali apabila dia paling tidak memiliki
pengetahuan tak terefleksi tentang nilai yang mau diamalkan (nihil volitum
nisipraecognitum).
Mata pelajaran pendidikan agama Katolik merupakan salah satu pelajaran
yang diajarkan di jenjang SMA yang memberikan sumbangan terhadap
peningkatan mutu pendidikan dalam hal pengetahuan yang dapat mendukung
iman. Hal ini sejalan dengan pandangan Paus Benediktus XVI dalam Surat
Apostoliknya ‘Porta Fidei’ (Pintu Menuju Iman) yang mengungkapkan bahwa :
Pengetahuan akan isi iman adalah hakiki bagi seseorang untuk dapat memberikan
persetujuannya, yaitu untuk mengikatkan diri sepenuhnya, dengan segenap akal-
3. 3
budi dan kehendaknya, kepada apa yang disampaikan oleh Gereja. Pengetahuan
akan iman membuka pintu masuk ke dalam kepenuhan misteri keselamatan yang
diwahyukan Allah. Persetujuan yang kita berikan itu berarti bahwa ketika kita
percaya, kita menerima dengan bebas seluruh misteri iman, sebab penjamin dari
kebenarannya adalah Allah, yang mewahyukan diri-Nya sendiri dan mengizinkan
kita mengetahui misteri cinta kasih-Nya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar Pendidikan Agama
Katolik kurang efektif. Reigeluth dalam Sutrisno (2006:24) menyatakan bahwa
hasil belajar dipengaruhi oleh interaksi antara metode pengajaran dan kondisi
pengajaran. Hal-hal yang termasuk metode pengajaran antara lain: strategi
pengorganisasian, strategi pengelolaan pembelajaran dan penyampaian.
Selanjutnya hal-hal yang termasuk kondisi pengajaran antara lain: karakteristik
siswa, karakteristik isi pengajaran, kendala pengajaran, dan berbagai kondisi lain
dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, faktor internal dan eksternal siswa
maupun guru mempengaruhi hasil belajar. Salah satunya adalah model
pembelajaran yang digunakan dalam kelas pembelajaran.
Pada kenyataannya, dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik,
peneliti mengamati kurangnya kreatifitas guru agama dalam menggunakan
model-modelpembelajaran, khususnya model pembelajaran Student Centered.
Gurulebih cenderung menggunakan model konvesional (ceramah) sehingga
membosankan. Kebosanan ini semakin parah karena karakteristik peserta didik
dan karakteristik materi tidak sesuai dengan karakteristik model pembelajaran
yang digunakan. Selain itu siswa kurang aktif untuk belajar dengan giat karena
kurangnya kesempatan yang diberikan kepadanya.
4. 4
Karakteristik peserta didik pada tingkat SMA (umur 15-18 tahun)
dikategorikan pada tingkat Operasional formal (11 tahun ke atas). Piaget dalam
Dahar (1989 : 155) mengungkapkan pada tingkat ini anak mempunyai
kemampuan abstrak dan dapat memecahkan masalah verbal. Karakter ini sesuai
dengan karakter materi PAK tentang Perkawinan dalam Tradisi Gereja Katolik.
Mengingat peserta didik yang sudah beranjak dewasa diharapkan memahami
tentang makna hidup keluarga, tradisi perkawinan katolik, tantang dan peluang
untuk membangun keluarga yang ideal yang dicita-citakan, serta profesi atau
karya sebagai panggilan hidup, maka salah satu model pembelajaran yang cocok
digunakan dalam penelitian ini adalah Model Problem Based Learning (PBL).
Ada beberapa alasan peneliti menggunakan model PBL dalam penelitian ini.
Pertama, karakteristik Model PBL sangat cocok untuk karakteristik materi
perkawinan dalam tradisi katolik dalam Pelajaran Pendidikan Agama Katolik.
Materi perkawinan dalam tradisi katolik adalah salah satu materi yang diajarkan
pada kelas XII. Kompetensi dasar materi ini adalah “memahami panggilan
hidupnya sebagai umat Allah (gereja) dengan menentukan langkah yang tepat
dalam menjawab panggilan hidup tersebut”.Selain itu peserta didik yang sudah
beranjak dewasa diharapkan dapat memahami makna hidup berkeluarga,
tantangan dan peluang untuk membangun keluarga yang ideal atau yang dicita-
citakan serta profesi atau karya sebagai panggilan hidup.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti meneliti tentang “Penerapan
Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil
Belajar Siswa Kelas XII Sos-1Pada Pelajaran Agama Katolik di SMA Negeri 2
Nubatukan”.
5. 5
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah
dalam pembelajaran Agama Katolik di kelas XII Sos-1 SMA Negeri 2
Nubatukan sebagai berikut :
1. Metode mengajar guru di SMA Negeri 2 Nubatukan kurang bervariasi
(dominan ceramah, tanya jawab, dan diskusi kelompok) sehingga terkesan
membosankan. Ceramah menjadi pilihan utama karena tanpa metode itu, siswa
sulit untuk memahami materi
2. Siswa menganggap bahwa guru sebagai satu-satunya sumber belajar (teacher
centered learning)
3. Keaktifan siswa kelas XII Sos-1 SMA Negeri 2 Nubatukan dalam proses
pembelajaran Agama Katolik.
4. Masih kurangnya kerjasama antar teman dalam belajar Agama Katolik.
5. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Agama Katolik (perkawinan dalam
tradisi gereja katolik)
1.3 Pembatasan Masalah
Sebagaimana deskripsi yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah,
maka peneliti akan menilai bahwa kegiatan penelitian ini akan membahas
berkenan Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan
Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas XII Sos-1 pada Pelajaran Agama
Katolik
6. 6
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian
ini adalah bagaimana keaktifan dan hasil belajar PAK siswa kelas XII Sos-1
SMA Negeri 2 Nubatukan setelah diterapkan model Problem Based
Learning?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan mendeskripsikan keaktifan dan hasil belajar PAK siswa
setelah diterapkannya model PBL.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat diambil manfaatnya sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagipengembangan
ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, khususnya pada pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik yang berkaitan dengan model pembelajaran,
keaktifan, dan hasil belajar. Selain itu, penelitian ini dapat bermanfaat untuk
menambah sumber kepustakaan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan
penunjang penelitian lebih lanjut pada masa mendatang
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Penerapan model pembelajaran PBL diharapkan dapat melibatkan
siswadalam belajar Pendidikan Agama Katolik dan dapat meningkatkan
hasil belajar pendidikan agama Katolik.
7. 7
b. Bagi Guru
1) Menambah referensi guru mengenai model pembelajaran khususnya
Problem Based Learning untuk diterapkan dalam pembelajaran agama
Katolik
2) Membantu guru mengaitkan materi pelajaran (content) dengan situasi
dunia nyata siswa (context)
3) Membantu guru untuk menerapkan pembelajaran yang berpusat pada
siswa sesuai tuntutan kurikulum.
c. Bagi Peneliti
Penerapan model pembelajaran PBL dapat diharapkan menjadi
pembelajaran dalam penulisan penelitian ilmiah untuk mengembangkan
kemampuan mengajar peneliti sebagai pendidik di masa mendatang.
8. 8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
1. Keaktifan Belajar
Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1976: 108) berarti
berusaha supaya mendapat suatu kepandaian. Anak mempunyai dorongan
untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan yang timbul dari dirinya sendiri.
Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan
kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami
sendiri. Belajar yang baik adalah siswa belajar melalui pengalaman langsung,
sehingga siswa tidak hanya sekedar mengamati secara langsung tetapi ia juga
menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab
terhadap hasilnya.
Implikasi keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari
sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu
hasil percobaan, membuat karya tulis, membuat kliping dan perilaku sejenis
lainnya. Implikasi keaktifan bagi guru adalah guru mengubah perannya dari
yang bersifat didaktis menjadi bersifat individualis, yaitu guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif mencari, memperoleh dan mengolah
pengalaman belajarnya, sehingga dapat mendorong kreativitas siswa dalam
belajar maupun memecahkan masalah.
9. 9
Aktifitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti
yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedric dalam
Sardiman A.M (2010 : 101) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam
kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca,
memerhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral Activities, seperti menyatakan merumuskan, bertanya, memberi saran,
berpendapat, diskusi, interupsi.
c. Listening Aktivities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, music, pidato.
d. Writing Aktivities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan,
menyalin.
e. Drawing Aktivities, mengambar, membuat grafik, peta, diagram.
f. Motor Aktivities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat kontruksi, model, mereparasi, berkebun, berternak.
g. Mental Aktivities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan.
h. Emosional Aktivities, seperti misalnya, merasa bosan, gugup,
melamun,berani,tenang.
Jadi dengan klasifikasi seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa
aktifitas di sekolah cukup komplek dan bervariasi. Kalau berbagai macam
kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih
dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi aktifitas belajar yang
10. 10
maksimal dan bahkan memperlancar perananya sebagai pusat transformasi
kebudayaan.
2. Hakikat, Prinsip, dan Hasil Belajar
a. Hakikat Belajar
Ada beberapa definisi belajar menurut para ahli, antara lain:
1) Menurut Oemar Hamalik (2005: 36), belajar merupakan modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Artinya, belajar
adalah suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu melalui
interaksi dengan lingkungan. Belajar dapat dipahami sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif (Muhibbin Syah, 2006: 68).
2) Menurut Thorndike (Asri Budiningsih 2005: 21) belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang
dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar. Sedangkan respon yaitu
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat
berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari definisi belajar
tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari
kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati,
atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
11. 11
Dengan demikian, belajar itu merupakan perubahan tingkah laku
atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain-lain. Belajar itu
akan lebih baik, kalau si subjek belajar itu mengalami atau melakukannya
sendiri.
Belajar akan membawa suatu perubahan yang tidak hanya berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian
diri. Contoh, orang yang belajar itu dapat membuktikan pengetahuan
tentang fakta-fakta baru atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya
ia tidak dapat melakukannya. Belajar menempatkan seseorang dari status
abilitas yang satu ke tingkat abilitas yang lain. Dengan demikian belajar
merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke
perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut
unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
(Sardiman, 2007: 21-23).
b. Prinsip Belajar
Seorang guru/pembimbing diharuskan bisa menyusun sendiri prinsip-
prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam
situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual.
Menurut Slameto (1995: 27-28) cara menyusun prinsip-prinsip belajar itu
antara lain:
12. 12
1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar.
a) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan
instruksional.
b) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang
kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
c) Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan
efektif
d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
2) Sesuai hakikat belajar.
a) Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut
perkembangannya.
b) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorsi dan discovery.
c) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian
yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan
pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan
respon yang diharapkan.
3) Sesuai materi bahan yang harus dipelajari.
a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus mamiliki struktur,
penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap
pengertiannya.
13. 13
b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai
dengan tujuan intruksional yang harus dicapainya.
4) Syarat keberhasilan belajar
a) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat
belajar dengan tenang.
b) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.
c. Tujuan Belajar
Belajar merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan setiap orang
secara maksimal untuk dapat menguasai atau memperoleh sesuatu.
Adapun tujuan belajar antara lain:
1) Perubahan perilaku.
Belajar bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam diri antara
lain tingkah laku, misalnya yang tadinya tingkah lakunya jelek,
setelah belajar tingkah lakunya berubah menjadi baik.
2) Mengubah kebiasaan.
Belajar bertujuan untuk mengubah kebiasaan dari yang buruk mejadi
lebih baik. Kebiasaan buruk adalah penghambat atau perintang jalan
menuju kebahagiaan.
3) Mengubah sikap
Belajar bertujuan untuk mengubah sikap, dari yang negatif menjadi
positif, tidak hormat menjadi hormat, dari benci menjadi sayang.
14. 14
4) Mengubah keterampilan.
Belajar dapat mengubah keterampilan, misalnya olahraga, kesenian,
jasa, teknik, pertanian, perikanan dan lain-lain.
5) Menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.
Misalnya, tidak bisa membaca, menulis, berhitung, berbahasa Inggris
menjadi bisa semuanya, dari tidak mengetahui menjadi mengetahui.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan
kegiatan paling penting yang harus dilakukan oleh manusia selama
hidupnya, karena melalui belajar manusia dapat melakukan suatu
perbaikan dalam berbagai hal menuju kebahagiaan hidup.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Proses belajar dan hasil belajar secara umum dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal adalah faktor
yang berasal dari dalam individu sendiri. Faktor eksternal adalah faktor
yang berasal dari luar individu, meliputi kondisi sosial ekonomi, sarana
dan prasarana, biaya, kondisi lingkungan dan sebagainya. Faktor internal
terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu psikis dan fisiologis. Psikis
menyangkut kondisi kejiwaan seseorang dan fisiologis berhubungan
dengan kondisi fisik seseorang.
Hasil belajar adalah proses penentuan tingkat kecakapan penguasaan
belajar seseorang dengan cara membandingkannya dengan norma
tertentu dalam sistem penilaian yang disepakati. Objek hasil belajar
diwujudkan dengan perubahan tingkah laku seseorang dalam ranah
15. 15
kognitif, afektif dan psikomotorik. Secara umum, faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah (1) ada materi atau mata pelajaran
yang dipelajari, (2) faktor lingkungan peserta didik, (3) faktor
instrumental, (4) keadaan individu peserta didik, dan (5) proses belajar
mengajar. Jenis mata pelajaran atau materi yang dipelajari juga turut
mempengaruhi proses dan hasil belajar, misalnya belajar tentang
pengetahuan yang bersifat konsep berbeda dengan belajar tentang
pengetahuan yang bersifat prinsip.
Nana Sudjana (2008: 39) mengemukakan beberapa hal yang
mempengaruhi hasil belajar dan kemudian akan mempengaruhi
pencapaian belajar. Faktor-faktor tersebut adalah faktor dari dalam siswa
dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor
kemampuan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang
dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada
faktor lain, seperti motivasi, minat dan perhatian, sikap dan kebiasan
belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Sedangkan
Wina Sanjaya (2009: 52) hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat, dan media yang
tersedia, serta faktor lingkungan :
16. 16
1) Faktor guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi
suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru bagimanapun bagus dan
idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin dapat
diaplikasikan.
2) Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan
tahap perkembanganya. Perkembangan anak adalah perkembangan
seluruh aspek kepribadianya, akan tetapi tempo dan irama
perkembangan setiap masing-masing anak pada aspek tidak selalu sama.
Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang
tidak sama, disamping karakteristik yang lain yang melekat pada diri
anak.
3) Faktor lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan
faktor sosial psikologis. Faktor organisasi kelas yang didalamnya
meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang
bisa memengaruhi proses pembelajaran. Faktor iklim sosial maksudnya,
hubungan keharmonisan antara orang yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau eksternal,
internal ialah antara hubungan orang yang terlibat dilingkungan sekolah
17. 17
misalnya, iklim sosial antara guru dan murid, antara guru dengan guru,
bahkan antara guru dan pimpinan sekolah.
4) Faktor sarana dan prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung
terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran,
alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan lain sebagainya. Sedangkan
prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat
mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju
sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain sebagainya.
Menurut pemikiran Gagne dalam Agus Suprijono 2009 Hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-
sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil
belajar berupa :
1) Informasi Verbal
Yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa,
baik lisan maupun tertulis.
2) Keterampilan Intelektual
Yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan
intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-
sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
18. 18
3) Strategi Kognitif
Yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya
sendiri. Konsep ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam
memecahkan masalah.
4) Keterampilan Motorik
Yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan
dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5) Sikap
Adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-
nilai sebagai standar perilaku.
Dari penjelasan diatas jelas telihat bahwa keberhasilan pembelajaran
salah satunya dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai, untuk
mencapai hasil belajar yang baik salah satu faktor yang menentukan
adalah seorang guru dan strategi pembelajaran yang diterapkanya.
e. Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yakni “prestatie” kemudian
dalam Bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha.
Prestasi adalah kemampuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam
menyelesaikan suatu hal.
Menurut Benyamin S. Bloom dalam
http://triatra.wordpress.com/2011/09/15/taksonomi-bloom/) menyatakan
bahwa tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah yaitu
19. 19
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif yaitu meliputi
tujuan pendidikan yang berkenaan dengan ingatan atau pengenalan
terhadap pengetahuan dan pengembangan intelektual dan keterampilan
berpikir. Dalam ranah kognitif ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi
enam jenjang, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sinetsis,
dan evaluasi. Keenam jenjang itu bersifat hirarhikal dimulai dari jenjang
yang paling tinggi yaitu evaluasi. Artinya jenjang di bawah menjadi
prasyarat untuk jenjang diatasnya. Jenjang yangdibawahnya itu harus
dicapai lebih dahulu agar dapat mencapai jenjang yang diatasnya.
Konsep penjenjangan dalam ranah ini sangat populer dan sampai saat ini
digunakan secara sangat intensif dalam dunia pendidikan, khususnya
dalam pengembangan tes hasil belajar. Dalam penelitian kali ini peneliti
juga menggunakan konsep tersebut dalam mengembangkan instrumen tes
hasil belajar.
Menurut Bloom tujuan pendidikan untuk ranah kognitif tampak
sebagai berikut :
1. Pengetahuan meliputi perilaku-perilaku (behaviors) yang menekankan
pada mengingat (remembering) seperti mengingat ide dan fenomena
atau peristiwa. Mengingat istilah dan fakta (tanggal, peristiwa, nama
orang, dan tempat), mengingat rumus, mengingat isi peraturan
perundangan, dan definisi, termasuk dalam jenjang taksonomi
pengetahuan.
20. 20
2. Pemahaman meliputi perilaku menerjemahkan, menafsirkan,
menyimpulkan, atau mengekstrapolasi (memperhitungkan) konsep
dengan kata-kata atau simbol-simbol lain yang dipilihnya sendiri.
Dengan perkataan lain pemahaman meliputi perilaku yang
menunjukkan kemampuan peserta didik dalam menangkap pengertian
suatu konsep.
3. Penerapan meliputi penggunaan konsep atau ide, prinsip, atau teori,
dan prosedur, atau metode yang telah dipahami oleh para peserta didik
ke dalam praktek memecahkan masalah atau melakukan pekerjaan.
Perilaku penerapan sangat banyak digunakan dalam merumuskan
tujuan pendidikan yang dimaksudkan untuk menghasilkan peserta
didik yang mampu bekerja dengan menerapkan teori yang telah
dipelajarinya.
4. Analisis meliputi perilaku menjabarkan atau menguraikan (break
down) konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan
menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar bagian-bagian tersebut.
Kemampuan menganalisis suatu konsep sangat dipengaruhi
pemahaman para peserta didik terhadap konsep tersebut dan
kemampuan berpikir untuk memilah-milah, merinci, dan mengaitkan
hasil rinciannya.
5. Sintesis berkenaan dengan kemampuan menyatukan bagian-bagian
secara terintegrasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum
ada.
21. 21
6. Evaluasi berarti membuat penilaian (judgement) tentang nilai (value)
untuk maksud tertentu. Karena membuat penilaian maka prosesnya
menggunakan kriteria atau standar untuk mengatakan sesuatu yang
dinilai tersebut seberapa jelas, efektif, ekonomis, atau memuaskan.
Dalam proses evaluasi terlibat kemampuan pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, dan sintesis.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan dan ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dengan demikian, keberhasilan belajar sangat tergantung pada jenis
mata pelajaran, metode belajar yang sesuai, dan cara penyampaian materi
(yakni ada yang efektif bila disampaikan dengan peragaan, tetapi ada
yang lebih sesuai dengan latihan).
3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak
berdasarkan model itu. Model pembelajaran merupakan pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
22. 22
maupun tutorial (Agus Suprijono, 2009: 45-46). Model pembelajaran
dapat digunakan untuk menyusun kurikulum, merancang bahan
pembelajaran, dan menuntun pelajaran di dalam kelas atau pada kondisi
lainnya.
b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah dari beberapa ahli yaitu:
1) Menurut Agus Suprijono
Pembelajaran berbasis masalah adalah belajar penemuan atau
discovery learning. Berdasarkan belajar penemuan peserta didik
didorong belajar aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
(Agus Suprijono, 2009:68).
2) Menurut Wina Sanjaya
Pembelajaran berbasis masalah adalah rangkaian aktifitas
pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008:114-115).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan model pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa baik aktifitas
berfikir, berperilaku dan berketerampilan dalam memecahkan suatu
masalah yang dihadapi.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning),
merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Pembelajaran berbasis
23. 23
masalah merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah
sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk
memecahkan masalah tersebut.
c. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning)
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007) karakteristik model Problem
Based Learning (PBL) yaitu:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan
masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan
masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi
bermakna bagi siswa.
2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Masalah yang akan diselidiki
telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa
meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3) Penyelidikan autentik. Siswa dituntut untuk menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, membuat
ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, membuat
inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4) Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa
yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau
dalam kelompok kecil.
24. 24
Berdasarkan karekteristik tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah
memiliki tujuan:
1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan
keterampilan pemecahan masalah
2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik
3) Menjadi pebelajar yang mandiri.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik model
Problem Based Learning (PBL) yaitu suatu rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menitikberatkan masalah sebagai bahan pembelajaran
yang akan dicari penyelesaiannya menggunakan metode ilmiah. Tetapi
masalah tersebut harus sesuai dengan materi pembelajaran yang
dikaitkan dengan dunia nyata. Pelaksanaan model tersebut siswa dituntut
untuk aktif berpikir dan kreatif dalam pemecahan masalah.
d. Strategi Penerapan Model Problem Based Learning (PBL)
Tidak semua materi pembelajaran dapat diterapkan dengan model
Problem Based Learning (PBL), karena tidak semua materi cocok untuk
digunakan dalam penerapan model tersebut. Adapun strategi dalam
penerapan model ini adalah:
1) Apabila guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat
mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya
secara penuh.
2) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan
berpikir rasional siswa.
25. 25
3) Apabila guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah.
4) Apabila guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajarnya
5) Apabila guru ingin siswa memahami hubungan antara apa yang
dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari (Wina
Sanjaya, 2009: 215).
Materi pelajaran yang digunakan dalam penerapan model ini tidak
terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi
juga dapat bersumber dari peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum
yang berlaku dan berdasar kriteria tertentu. Kriteria pemilihan bahan
pelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) yaitu:
a. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik
yang bisa bersumber dari berita, rekaman video dan lain-lain.
b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,
sehingga setiap siswa dapat mengikutinnya dengan baik.
c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan
kepentingan orang banyak sehingga terasa manfaatnya.
d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung kompetensi
yang harus dicapai.
e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa
merasa perlu untuk mempelajarinya (Wina Sanjaya, 2009: 216-217).
26. 26
e. Prinsip-prinsip Penerapan Model Problem Based Learning (PBL)
Prinsip-prinsip penerapan model Problem Based Learning yaitu:
1) Melibatkan siswa bekerja pada masalah dalam kelompok kecil yang
terdiri dari kurang lebih lima orang.
2) Guru membimbing siswa dalam penyelesaian masalah tersebut.
3) Masalah disiapkan sebagai konteks pembelajaran baru.
4) Analisis dan penyelesaian terhadap masalah itu menghasilkan
perolehan pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah.
5) Permasalahan dihadapkan sebelum semua pengetahuan relevan
diperoleh dan tidak hanya setelah membaca teks atau mendengar
ceramah tentang materi subjek yang melatar belakangi masalah
tersebut (C.Ridwan, 2009).
f. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Problem Based Learning
Pada dasarnya, problem based learning diawali dengan aktivitas
peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata yang ditentukan atau
disepakati. Proses penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada
terbentuknya keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan masalah
dan berfikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru. Proses
tersebut dilakukan dengan langkah-langkah atau sintak pembelajaran
yang disajikan pada tabel 2 berikut:
27. 27
Tabel 2.1
Langkah-Langkah Model Problem Based Learning (PBL)
Tahap Pembelajaran Aktivitas Guru dan Peserta Didik
Tahap 1
Mengorganisasikan
peserta didik kepada
masalah
Guru menginformasikan tujuan-tujuan
pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-
kebutuhan
logistik penting, dan memotivasi
peserta didik agar terlibat dalam kegiatan
pemecahan masalah yang mereka pilih
sendiri.
Tahap 2
Mengorganisasikan
peserta didik untuk
Belajar
Guru membantu peserta didik menentukan
dan mengatur tugas-tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah itu.
Tahap 3
Membantu penyelidikan
mandiri dan kelompok
Guru mendorong peserta didik
mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, mencari
penjelasan dan solusi.
Tahap 4:
Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil
Guru membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan hasil karya yang sesuai
seperti laporan, serta membantu mereka
berbagi karya mereka.
Tahab 5:
Menganalisis dan
mengevaluasi
Guru membantu siswa melakukan refleksi
atas penyelidikan dan proses-proses yang
mereka gunakan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
model pembelajaran problem based learning (PBL) diawali guru
mengorganisasikan peserta didik kepada masalah, kedua
mengorganisasikan peserta didik untuk menentukan tugas yang akan
dipelajari, ketiga membantu penyelidikan mendiri dan kelompok,
keempat mengembangkan dan mempresentasikan hasil, kelima
mengalisis dan mengevaluasi langkah-langkah problem based learning
(PBL) yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat
mengembangkan kemapuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah
28. 28
dan sekaligus dapat menguasi pengetahuan yang sesuai dengan
kompetensi dasar tertentu.
g. Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning
Model Problem Based Learning mempunyai beberapa keunggulan dan
kelemahan yang diantaranya:
Keunggulan:
1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang baik untuk lebih
memahami isi pelajaran.
2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberi kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru.
3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas peserta didik.
4) Pemecahan masalah membantu bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggungjawab terhadap pembelajaran
yang mereka lakukan.
6) Melalui pemecahan masalah bahwa belajar tidak hanya dari guru dan
buku.
7) Pemecahan masalah dianggap pembelajaran yang lebih
menyenangkan.
8) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berfikir kritis dan mengembangkan pengetahuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
29. 29
9) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.
10) Pemecahan masalah dapat membangun minat siswa untuk secara
terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikaan formal
berakhir.
4. Penelitian yang Relevan
Berikut ini akan disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan
dengan penelitian ini. Hasil penelitian pendukung yang dimaksud yaitu hasil
penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif antara lain :
1) Hasil penelitian yang dilakukan Leonardus Baskoro Pandu Y (2013) yang
menerapkan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar siswa menunjukan peningkatan nilai rata-rata kelas dari
siklus I ke siklus II meningkat sebesar 4,16% yaitu dari 91 menjadi 95. Pada
siklus 2 kategori nilai sangat tinggi siswa meningkat sebesar 11,11% yaitu
dari 27 siswa menjadi 30 siswa.
2) Hasil penelitian yang dilakukan Andika Dinar Pamungkas (2018) yang
menggunakan model Problem Based Learning untuk meingkatkan keaktifan
dan hasil belajar siswa menunjukan keaktifan belajar pada prasiklus
(64,87%) 24 siswa tidak aktif pada siklus I meningkat menjadi (24,32%) 9
siswa cukup aktif dan pada siklus II meningkat menjadi (83,78%) 31 siswa
yang aktif. Sedangkan untuk hasil belajar prasiklus menunjukkan ketuntasan
sebesar (41%) 15 siswa tuntas kemudian meningkat pada siklus 1 menjadi
30. 30
(54%) 20 siswa tuntas dan (81%) 30 siswa tuntas pada siklus II. Dengan
demikian melalui penerapan model pembelajaran problem based learning
(PBL) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV SDN
Panjang 03 Ambarawa.
3) Hasil penelitian yang dilakukan Sari Dewi, Sumarmi, Ach. Amirudin (2016)
yang menerapkan model Problem Based Learning untuk meningkatkan
keaktifan dan keterampilan sosial menunjukan bahwa model pembelajaran
PBL dapat meningkatkan keaktifan siswa, dengan peningkatan skor rata-rata
dari siklus I ke siklus II sebesar 26,67 dan model pembelajaran PBL dapat
meningkatkan keterampilan sosial siswa, dengan peningkatan skor rata-rata
dari siklus I ke siklus II sebesar 39,26.
2.2 Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
siswa, guru, metode, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
mengacu pada kurikulum, serta lingkungan fisik, sosial, budaya yang
merupakan input untuk melaksanakan proses pengajaran. Guru merupakan
tenaga pengajar dan pendidik siswa. Karakteristik siswa termasuk remaja
akhir karena telah berusia antara 17-18 tahun dimana keadaan perasaan
maupun emosinya belum stabil, sudah mampu berpikir kritis, dan
kemauannya tinggi. Metode pembelajaran yang digunakan belum
bervariasi, dominan ceramah tanya jawab serta diskusi. Metode yang
kurang bervariasi tersebut menyebabkan keaktifan kurang dan hasil belajar
siswa belum optimal. Terkait dengan hal tersebut, perlu adanya suatu
31. 31
model pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan keaktifan dan
hasil belajar siswa. Model yang cocok adalah model Problem Based
Learning (PBL), karena dalam model tersebut siswa dapat terlibat untuk
aktif berpikir, menemukan konsep baru dalam memecahkan permasalahan
pembelajaran yang dikaitkan dengan masalah dunia nyata (a real world
problems). Untuk itu dilaksanakan penelitian dengan gambaran karangka
pikir penelitian sebagai berikut :
Bagan 2.1
Kerangka Pikir Penelitian
Siklus I Siklus II
Perencanaan Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi Tindakan Refleksi
Observasi
Kondisi akhir
aaa
Tindakan
Guru menerapkan model PBL
dalam pembelajaran
Keaktifan dan hasil belajar
Siswa Meningkat
Kondisi Awal
Kemampuan Siswa
Masih Rendah
Pembelajaran PAK dengan
menggunakan metode
konvensional
32. 32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research) Menurut Arikunto, dkk (2008:3) Penelitian Tindakan Kelas
adalah pencermatan sebuah kegiatan pembelajaran dengan suatu tindakan
yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama.Kelas merupakan sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama,
menerima pelajaran yang sama dari guru yang samapula.Sedangkan menurut
I.G.A.K Wardani (2002:14) penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan oleh guru di depan kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar
siswa menjadi meningkat.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Penelitian
Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan guru di kelas dengan
maksud untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja berdasarkan refleksi
diri sehingga nantinya dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
konsep pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar
para siswa.
33. 33
3.2 Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Nubatukan, Kabupaten
Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober
2018
3. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan melalui 2 siklus untuk melihat
peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran materi
perkawinan dalam tradisi gereja katolik.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian adalah siswa yang memiliki permasalahan yang
berkaitan dengan keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran materi
pendidikan agama Katolik di kelas XII Sos-1 yang berjumlah 23 siswa
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah tes dan
observasi.
1. Tes
Pengumpulan data dengan teknik tes untuk mengungkapkan peningkatan
hasil belajar siswa dengan menggunakan model PBL dalam pembelajaran
materi pendidikan agama Katolik yakni perkawinan dalam tradisi gereja
katolik.
34. 34
2. Observasi
Observasi adalah teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati
setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat
observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti. Pada penelitian
ini, observasi merupakan data primer yang digunakan untuk melihat
kondisi belajar siswa kelas XII Sos-1 pada mata pelajaran Pendidikan
agama Katolik. Observasi diperoleh melalui lembar observasi aktivitas
guru dan siswa. Data observasi diperoleh melalui lembar observasi dengan
cara observer menilai sesuai kisi-kisi yang telah ditetapkan dan disertai
format observasi. Observasi ini digunakan peneliti untuk mengamati
aktivitas guru dan siswa.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan
dengan menggunakan berbagai metode penelitian. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Tes Formatif
Tes formatif digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa nilai-nilai
siswa, guna mengetahui hasil belajar siswa XII Sos-1 SMAN 2 Nubatukan
setelah mengikuti pembelajaran pendidikan agama Katolik pada materi
perkawinan dalam tradisi gereja katolik dengan menerapkan model
Problem Based Learning.
35. 35
2. Lembar Observasi
a. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dalam tahapan
pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning
dikembangkan dengan kisi-kisi pada tabel berikut:
Tabel 3.1. Kisi-kisi Aktivitas Belajar Siswa
No Klasifikasi
Aktivitas
Aspek yang diteliti
1 Visual activities Aktivitas siswa memperhatikan penjelasan
guru
2 Oral activities Aktivitas keberanian siswa (mengajukan
pertanyaan dan menjawab/menanggapi
pertanyaan)
Aktivitas siswa di dalam diskusi antar teman
3 Emotional
activities
Aktivitas semangat siswa dalam mengerjakan
tugas
4 Mental
activities
Aktivitas siswa dalam memecahkan masalah
pada LKS
b. Lembar Observasi Aktivitas Guru
Lembar observasi aktivitas guru merupakan lembar pengamatan yang
digunakan oleh guru mata pelajaran atau teman sejawat yang bertugas
sebagai observer untuk melihat bagaimana kesesuaian penulis ketika
mengajar materi pembelajaran dengan mengguanakan model Problem
based learning dengan perencanaan (RPP) yang telah dibuat.
36. 36
Tabel 3.2
Kisi-kisi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran
No Aspek yang diamati Skor
1 2 3 4 5
I Kegiatan Pendahuluan
1 Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik
dalam mengawali kegiatan pembelajaran
2 Mengaitkan materi pembelajaran sekolah
dengan pengalaman peserta didik
3 Menyampaikan kompetensi, tujuan, dan
rencana kegiatan
II Kegiatan inti pembelajaran
1 Melakukan pretest
2 Materi pelajaran sesuai indikator materi
3 Menyiapkan strategi pembelajaran yang
mendidik
4 Menerapkan pembekalan pembelajaran saintifik
*)
Menerapkan pembelajaran eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi (EEK) *)
5 Memanfaatkan sumber/media pembelajaran
6 Melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran
7 Menggunakan bahasa yang benar dan tepat
8 Berperilaku sopan dan santun
III Kegiatan penutup
1 Membuat kesimpulan dengan melibatkan
peserta didik
2 Melakukan posttest
3 Melakukan refleksi
4 Memberi tugas sebagai bentuk tindak lanjut
Jumlah Skor
Nilai =jumlah skor x 4 =
Skor total (75)
Kriteria Penskoran
Skor 5 : Sangat Baik, Jika aspek terlihat dan dinilai sangat baik
Skor 4 : Baik, jika aspek terlihat dan dinilai baik
Skor 3 : Cukup, jika aspek terlihat dan dinilai cukup
Skor 2 : Kurang, jika aspek terlihat dan dinilai kurang
Skor 1 : Sangat Kurang, Jika aspek tidak ada
37. 37
3.6 Teknik Analisis Data
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif dan
kuantitatif.
1. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan
proses yang memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam
sesuai dengan permasalahan penelitian yaitu tentang keaktifan dan hasil
belajar siswa. Data aktivitas siswa diperoleh dari hasil observasi dan
analisis menggunakan rumus :
𝑷𝑲𝑺 =
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑰𝒏𝒅𝒊𝒌𝒂𝒕𝒐𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒓𝒑𝒆𝒏𝒖𝒉𝒊
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑰𝒏𝒅𝒊𝒌𝒂𝒕𝒐𝒓 𝑲𝒆𝒔𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉𝒂𝒏
× 𝟏𝟎𝟎
2. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari
hasil belajar siswa setiap siklusnya. Analisis kuantitatif dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
a. Nilai hasil belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
𝑃𝐾𝑆 =
𝑺𝒌𝒐𝒓 𝑷𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉𝒂𝒏
𝑺𝒌𝒐𝒓 𝑴𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒖𝒎
× 𝟏𝟎𝟎
Keterangan :
N = Nilai
Skor maksimum = 100
Sumber: Suci Nur Oktaviani (2017, hlm. 77)
b. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal dihitung dengan menggunakan
rumus: Ketuntasan Klasikal =
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑺𝒊𝒔𝒘𝒂 𝑻𝒖𝒏𝒕𝒂𝒔 𝑩𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉
x 100
(Sumber: Purwanto, 2008:102)
38. 38
3.7 Prosedur Penelitian
Di dalam penelitian ini, prosedur penelitian dilaksanakan dengan
menggunakan siklus-siklus tindakan (daur ulang). Daur ulang dalam
penelitian diawali dengan perencanaan (Planning), tindakan (Action),
mengobservasi (Observation), dan melakukan refleksi (Reflection), dan
seterusnya sampai adanya peningkatan yang diharapkan tercapai, Hopkins
dalam Arikunto (2008:14). Prosedur pelaksanaan tindakan kelas dapat dilihat
dalam bagan dibawah ini:
Gambar 3.1 Prosedur siklus penelitian, diadopsi dari Arikunto (2010:17)
Secara rinci pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi langkah-
langkah sebagai berikut :
SIKLUS I
a) Perencanaan
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam tahap perencanaan oleh
peneliti bersama guru adalah menyiapkan perangkat pembelajaran kemudian
dilanjutkan menyiapkan instrument tes dan non tes. Instrumen tes berupa
Perencanaan
Pelaksanaan
Refleksi
Observasi
Siklus I
Perencanaan
Refleksi Siklus II
Observasi
Pelaksanaan
Dst…
39. 39
soal tes unjuk kerja serta penilaiannya. Instrumen non tes berupa lembar
panduan observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru dalam
proses pembelajaran.
b) Pelaksanaan
Tahap ini adalah pelaksanaan dari perencanaan yang telah ditetapkan.
Dalam siklus pertama ini, kegiatan awal yang dilakukan guru adalah
memahami karakteristik siswa dan bagaimana cara belajar siswa dengan
mmenerapkan model Problem Based Learning. Adapunl langkah-langkah
pembelajaran materi perkawinan dalam tradisi gereja katolik dengan
menerapkan model problem based learning adalah sebagai berikut :
Pendahuluan
Guru mengucapkan salam dan menyiapkan siswa untuk berdoa
Guru mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan kelas untuk
memulai pembelajaran
Guru membuat apersepsi mengenai tentang panggilan hidup sebagai
umat Allah (gereja)
Kegiatan Inti
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan siswa dalam diskusi
Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran
40. 40
Guru menjelaskan materi pelajaran perkawinan dalam tradisi gereja
katolik dan memberikan masalah berupa LKS yang telah dibuat
guru
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari teman
sebangku dan meminta setiap kelompok untuk menggunakan ide
dari kelompoknya sendiri menyelesaikan masalah yang diberikan
berupa LKS
Guru menginformasikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri
menjawab pertanyaan di depan kelas
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Guru mengaktifkan diskusi antar kelompok dan berkeliling
memantau kerja masing-masing kelompok serta membantu yang
mengalami kesehatan
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Secara acak guru menunjuk salah satu kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja diskusi kelompok lain sebagai
penyangga dan akan mempersiapkan pertanyaan
Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refkelsi atau evaluasi
terhadap jawaban yang dibuat
41. 41
Guru memberikan informasi dan klasifikasi terhadap pertanyaan
dan jawaban siswa
Kegiatan Penutup
Siswa diminta untuk memberikan pendapat mereka berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung
c) Observasi
Pengamatan atau observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan
siklus I untuk mengamati aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru. Peneliti
mencatat semua aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa selama
pembelajaran, yaitu mulai kegiatan awal hingga kegiatan akhir. Observasi
terhadap kegiatan belajar dilakukan pada saat implementasi untuk
mengetahui jalannya proses pembelajaran. Pada akhir siklus pertama
diakhiri dengan tes. Berdasarkan hasil observasi, dan hasil tes, maka siklus
berikutnya dapat dilaksanakan.
d) Refleksi
Refleksi selama penelitian dilaksanakan, hasilnya dianalisis dan
dikaji keberhasilan dan kegagalannya. Data yang diperoleh pada proses
belajar mengajar apabila hasil analisis pada siklus I ada revisi dan
kekurangan maka analisis direfleksikan untuk menentukan tindakan pada
siklus 2 dalam rangka mencapai tujuan.
42. 42
3.8 Indikator Keberhasilan
Pembelajaran pendidikan agama Katolik pada materi perkawinan
dalam tradisi gereja katollik dengan menerapkan model PBL dikatakan
berhasil apabila terdapat peningkatan keaktifan belajar siklus 1 sampai siklus
II dan mencapai ≥ 75% Serta peningkatan prestasi belajar siswa dalam setiap
pembelajaran dari siklus 1 sampai siklus II mencapai nilai ≥ 75 dan jumlah
siswa yang tuntas minimal 70% dari jumlah siswa. Adapun kriteria indikator
keaktifan dan indikator peningkatan prestasi belajar siswa adalah sebagai
berikut:
1. Indikator aktivitas siswa
Tabel 3.3
Indikator Aktivitas Siswa
persentase Klasifikasi keaktifan
belajar
76%< skor <100% Sangat aktif
51% < skor < 75% Aktif
26% < skor < 50% kurang aktif
1 < 25% Sangat kurang aktif
0 Pasif
2. Indikator Keberhasilan belajar, nilai:
< 50% = Kurang Sekali
50%-55% = Kurang
56%-65% = Cukup
66%-75% = Baik
> 75% = Baik sekali
43. 43
BAB IV
PEMBAHASAN
Berkaitan dengan penyajian data hasil penelitian, maka hal-hal yang dibahas
dalam penelitian ini adalah (1) hasil penelitian dan (2) pembahasan hasil
penelitian.
A. Hasil Pembahasan
Pada bab ini dipaparakan hasil penelitian tentang penerapan model
Problem Based Learning dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa kelas XII Sos-1 SMA Negeri 2 Nubatukan. Hasil penelitian tersebut
diperoleh dari kegiatan observasi, pengamatan terhadap aktivitas guru dan
siswa dalam proses pembelajaran Agama katolik. Disamping itu dipaparkan
juga hasil evaluasi pembelajaran agama Katolik.
Paparan hasil penelitian diawali dengan penggambaran hasil tes
pratindakan, perencanaan tindakan, proses pelaksanaan pembelajaran, dan
evaluasi terhadap hasil tindakan. Tahapan kegiatan penelitian diawali dengan
observasi terhadap subjek penelitian. Untuk memperkuat data tentang
ketidakmampuan siswa dalam pelajaran agama Katolik, dilakukan tes
pratindakan. Setelah tes pratindakan dilaksanakan, kegiatan berikutnya adalah
berkolaborasi dengan guru mata pelajaran agama Katolik, menyusun
perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi
hasil pembelajaran agama Katolik.
44. 44
4.1 Deskripsi Hasil Tes Pratindakan
a. Perencanaan pratindakan
Dalam perencanaan pratindakan, peneliti melakukan perencanaan
kegiatan dan persiapan materi yang akan menjadi bahan pembelajaran siswa
selama pengambilan data. Peneliti melakukan observasi atau pengamatan
terhadap kegiatan pembelajaran. Adapun hal yang diobservasi adalah
aktivitas guru dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung sebelum menggunakan model Problem Based Learning.
Selanjutnya dilakukan tes. Tes pratindakan yang dilaksanakan oleh peneliti
sebelum memberikan tindakan untuk mendapatkan gambaran awal tentang
pengetahuan dasar yang telah dimiliki oleh siswa.
b. Pelaksanaan Pratindakan
Kegiatan pembelajaran pada tahap pratindakan dimulai dengan salam
dari guru dan dilanjutkan berdoa bersama-sama. Pada awal kegiatan, guru
mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa sebagai apersepsi dan
dilanjutkan dengan penyampaian materi. Saat kegiatan pembelajaran
berlangsung, hasil observasi menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang
tidak memperhatikan guru ketika menjelaskan materi pelajaran, terutama
saat pembelajaran memasuki waktu siang hari. Siswa masih banyak yang
sibuk dengan kegiatan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran.
Metode pembelajaran yang diterapakan oleh guru masih berupa metode
ceramah, tanya jawab dan penugasan yang menyebabkan peserta didik
kurang fokus pada proses pembelajaran yang dilakukan. Siswa tidak berani
45. 45
bertanya dan menyampaikan pendapatnya berkaitan dengan materi ajar yang
disampaikan. Siswa masih banyak yang tidak mampu mengulangi kembali
materi ajar yang disampaikan oleh guru.
c. Hasil aktivitas belajar siswa pada pembelajaran pratindakan
Berdasarkan hasil observasi keaktifan belajar siswa dalam proses
pembelajaran sebelum tindakan diperoleh data keaktifan belajar siswa yang
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Skala keaktifan belajar siswa pratindakan
Skor Klasifikasi keaktifan
belajar
Frekuensi siswa Persentase
(%)
76-100 Sangat aktif 0 0
51-75 Aktif 3 13,04%
26-50 kurang aktif 4 17,39%
1-25 Sangat kurang aktif 6 26,08%
0 Pasif 10 43,47%
Jumlah 23 100%
Berdasarkan hasil observasi awal di kelas, jumlah siswa yang aktif
hanya sebagian kecil saja yaitu 13,04%, sedangkan sisanya dengan jumlah
86,94% kurang aktif sampai pasif.
d. Hasil Belajar Pratindakan
Untuk mengetahui hasil belajar pada tahap pratindakan maka peneliti
melakukan evaluasi melalui 5 nomor soal dan diperoleh hasil seperti yang
dipaparkan dalam tabel 4.2 di bawah ini:
47. 47
Tabel 4.3
Frekuensi Prestasi belajar Tahap Pratindakan
No Rentang Nilai Frekuensi Prosentase
1 50 – 60 9 39%
2 61 – 70 7 30%
3 71 – 80 7 30%
4 81 – 90 - -
5 91 - 100 - -
Jumlah 23 100
Berdasarkan data pada tabel 4.2 dan 4.3 di atas maka dapat diketahui
bahwa prestasi belajar siswa kelas XII Sos-1 SMAN 2 Nubatukan berada
pada kategori yang sangat rendah karena hanya terdapat 30% atau sejumlah
7 siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditentukan
sedangkan 16 siswa lainya memperoleh hasil yang bervariasi antara terdapat
9 siswa atau 39% yang memeperoleh nilai dengan rentang nilai dibawah 60,
sebanyak 7 siswa atau 30% yang memperoleh nilai dibawah 70 dan terdapat
7 siswa atau 30% yang memperoleh nilai dalam rentang 71-80. Berdasarkan
data pratindakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa
kelas XII Sos-1 SMAN 2 Nubatukan dalam pembelajaran materi pendidikan
agama Katolik pada tahap pratindakan berada pada kategori yang sangat
rendah sehingga perlu diberikan tindakan pembelajaran dengan menerapkan
model Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
48. 48
4.2 Deskripsi Tindakan Siklus I
1. Perencanaan Tindakan
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan pada tahap pratindakan
maka peneliti melakukan perencanaan tindakan pada siklus I untuk
mengatasi persoalan rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa kelas XII
Sos-1 SMAN 2 Nubatukan. Adapun yang dilakukan oleh peneliti antara
lain :
a. Menetapkan jadwal pelaksanaan penelitian tindakan kelas
b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada materi
perkawinan dalam tradisi gereja katolik dengan menerapkan model
Problem Based Learning.
c. Menyiapkan materi sesuai dengan Kompetensi Dasar yang dipelajari
yaitu perkawinan dalam tradisi gereja katolik, LKS, soal-soal
d. Menyiapkan lembar observasi kegiatan guru dan siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Pelaksanaan tindakan siklus I pada pembelajaran agama Katolik
difokuskan pada materi tentang perkawinan dalam tradisi gereja katolik
dengan desain pembelajaran menerapkan model Problem Based Learning.
Adapun deskripsi pelaksanaan tindakan siklus I adalah sebagai berikut :
49. 49
1) Pertemuan I
Pendahuluan
Salam, menceking kehadiran peseta didik.
Doa bersama, dipimpin oleh seorang siswa
Guru memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari.
Apersepsi: Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan siswa dalam diskusi
Guru menjelaskan materi pelajaran perkawinan dalam tradisi
gereja katolik dan memberikan masalah berupa LKS yang telah
dibuat guru
Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran
Menyimak cerita kesaksian tentang prkawinan dari pasangan
suami-istri katolik
Apa landasan perkawinan katolik?
Apa hakikat spiritual perkawinan katolik?
Apa hakikat sosial perkawinan katolik?
Apa syarat-syarat dalam perkawinan katolik?
50. 50
Apa itu tujuan perkawinan
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri
dari teman sebangku dan meminta setiap kelompok untuk
menggunakan ide dari kelompoknya sendiri menyelesaikan
maslaah yang diberikan berupa LKS
Melakukan studi pustaka tentang makna tujuan perkawinan
Melakukan studi pustaka ajaran gereja tentang perkawinan.
Informasi yang perlu dikumpulkan adalah landasan biblis
perkawinan katolik, hakikat sosial perkawinan katolik, proses
perkawinan katolik (syarat-syarat, penyelidikan kanonik) tujun
perkawinan.
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Guru mengaktifkan diskusi antar kelompok dan berkeliling
memantau kerja masing-masing kelompok serta membantu yang
mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKS yang diberikan
Menganalisis studi pustaka kitab suci dan ajaran gereja katolik
berkaitan dengan tradisi perkawinan dalam gereja katolik.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Secara acak guru menunjuk salah satu kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja tentang masalah perkawinan,
kelompok lain sebagai penyangga dan akan mempersiapkan
pertanyaan
51. 51
Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refkelsi atau evaluasi
terhadap jawaban yang dibuat
Guru memberikan informasi dan klasifikasi terhadap pertanyaan
dan jawaban siswa
Kegiatan Penutup
Guru memberikan penghargaan dan nasihat untuk sikap partisipasi
siswa dalam pembelajaran.
Guru menyampaikan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok.
Guru menyampaikan materi pokok serta hal-hal yang perlu
dipersiapkan untuk pertemuan berikut
Guru mengajak peserta menutup pertemuan dengan doa
2) Pertemuan II
Pendahuluan
Guru mengucapkan salam dan menyiapkan siswa untuk berdoa
Guru mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan kelas untuk
memulai pembelajaran
Guru mengadakan apersepsi untuk mengetahui pemahaman siswa
tentang materi perkawinan dalam tradisi gereja katolik
52. 52
Kegiatan Inti
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan siswa dalam diskusi
Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran
Guru menjelaskan materi pelajaran dan memberikan maslaah
berupa LKS yang telah dibuat guru
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari teman
sebangku dan meminta setiap kelompok untuk menggunakan ide
dari kelompoknya sendiri menyelesaikan masalah yang diberikan
Guru menginformasikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri
menjawab pertanyaan di depan kelas
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Guru mengaktifkan diskusi antar kelompok dan berkeliling
memantau kerja masing-masing kelompok serta membantu yang
mengalami kesehatan
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Secara acak guru menunjuk salah satu kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja diskusi kelompok lain sebagai
penyangga dan akan mempersiapkan pertanyaan
Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator
53. 53
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refkelsi atau evaluasi
terhadap jawaban yang dibuat
Guru memberikan informasi dan klasifikasi terhadap pertanyaan
dan jawaban siswa
Guru memberikan soal tes yang sudah disiapkan dalam bentuk
soal esai untuk menguji kemampuan analisis siswa terhadap
materi
Kegiatan Penutup
Guru memberikan penghargaan dan nasihat untuk sikap
partisipasi siswa dalam pembelajaran.
Guru menyampaikan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok.
Guru menyampaikan materi pokok serta hal-hal yang perlu
dipersiapkan untuk pertemuan berikut
Guru mengajak peserta menutup pertemuan dengan doa
3. Hasil Observasi Siklus I
Observasi pada siklus I ini, dilakukan peneliti setiap kegiatan
pembelajaran berlangsung, yaitu selama dua kali pertemuan. Adapun hal
yang diobservasi adalah aktivitas dan peranan guru serta aktivitas siswa
selama kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan
menerapkan model PBL.
54. 54
1. Hasil obersvasi aktivitas guru
Kegiatan awal, inti dan akhir pembelajaran siklus I sudah berjalan
dengan baik. Guru melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan
pembelajaran, serta menyampaikan materi sesuai kompetensi yang
akan dicapai dengan menerapkan model PBL. Guru juga sudah
menggunakan bahasa lisan dan tulisan yang benar dan lancar serta
melakukan evaluasi akhir pada siswa untuk melihat tingkat
pemahaman siswa.
Pada tindakan pertama guru dan peneliti dalam membagikan teks
cerita kepada setiap kelompok masih kurang. Sehingga masih ada
siswa dalam kelompok tidak membaca teks. Hal ini menyebabkan
kelas menjadi gaduh dan diskusi kelompok tidak berjalan dengan baik.
Selain itu, dalam Penyampaian materi juga masih didominasi oleh
guru menggunakan metode ceramah.
Pada tindakan kedua, guru sudah mempersiapkan keperluan yang
akan digunakan dalam pembelajaran secara maksimal. Adapun dalam
kegiatan pembelajaran juga tidak didominasi guru, siswa dituntut aktif
dalam kegiatan pembelajaran namun karena pembagian kelompok
yang tidak merata dari sisi kemampuan dan membuat kelas menjadi
gaduh.
55. 55
2. Hasil observasi aktivitas siswa
Hasil observasi aktivitas siswa pada pelaksanaa tindakan siklus I
dipaparkan pada tabel 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.4 Analisis aktivitas Belajar Siswa Siklus I
No Klasifikasi
Aktivitas
Aspek yang
diteliti
Jumlah
siswa
Jumlah
siswa
Rata-
rata
Tind.
1
% Tind.
2
%
1 Visual
activities
Aktivitas siswa
memperhatikan
penjelasan guru
8 34% 10 43% 38,5%
2 Oral
activities
Aktivitas
keberanian siswa
(mengajukan
pertanyaan dan
menjawab/menan
ggapi
pertanyaan)
6 26% 11 47% 38,7%
Aktivitas siswa di
dalam diskusi
antar teman
7 30% 12 52%
3 Emotional
activities
Aktivitas
semangat siswa
dalam
mengerjakan
tugas
8 34% 14 60% 47%
4 Mental
activities
Aktivitas siswa
dalam
memecahkan
masalah pada
LKS
7 30% 10 43% 36,5%
Rata-rata aktivitas siklus 1 40,18%
Keterangan persentase aktivitas siswa
1 = kurang ( 0%-25%)
2 = cukup (25%-50%)
3 = baik (50%-75%)
4 = sangat baik (lebih dari 75%)
56. 56
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diperoleh informasi bahwa aktivitas
belajar siswa pada siklus 1 adalah sebagai berikut:
1) Aktivitas memperhatikan penjelasan guru
Rata-rata persentase aktivitas siswa yang memperhatikan
penjelasan guru sebesar 38,5%. Aspek memperhatikan penjelasan
guru pada setiap pertemuan mengalami peningkatan skor. Skor
terendah yaitu 34% pada pertemuan pertama. Hal ini dikarenakan
siswa belum siap untuk mengikuti plajaran dan masih bingung
dengan model Problem Based Learning. Tetapi pada pertemuan
kedua aktivitas memperhatikan penjelasan guru mengalami
peningkatan karena siswa mendapat teguran jika tidak
memperhatikn pennjelasan guru.
2) Aktivitas keberanian siswa (mengajukan pertanyaan dan
menjawab/menaggapi pertanyaan)
Rata-rata persentase aktivitas keberanian siswa dalam
mengajukan pertanyaan dan menjawab/menanggapi pertanyaan
sebesar 36,5%. Hal ini menunjukan bahwa siswa belum berani
bertanya dan menjawab atau menanggapi pertanyaan dari guru
maupun dari siswa lainnya, dikarenakan beberapa siswa masih
kurang yakin dengan jawabannya.
3) Aktivitas berdiskusi antar teman
Rata-rata persentase aktivitas siswa berdiskusi dengan teman
38,7%. Pada pertemuan pertama skor persentase sebesar 30%,
57. 57
kebanyakan siswa mengandalkan jawaban dari teman kelompok
saja. Tetapi pada pertemuan kedua aktivitas siswa mengalami
peningkatan yaitu sebesar 52%. Masing-masing kelompok dipantau
dan jika dijumpai ada anggota kelompok yang tidak bekerja sama,
maka siswa diminta untuk bekerja sama dalam kelompoknya.
4) Aktivitas semangat siswa dalam mengerjakan tugas
Rata-rata persentase aktivitas semangat siswa dalam
mengerjakan tugas sebesar 47%. Pada dua pertemuan berturut-
turut, masih ada siswa yang malas mengerjakan tugas, karena
merasa tidak akan dihukum apabila tidak mengerjakan tugas
tersebut.
5) Aktivitas siswa dalam memecahkan masalah pada LKS
Rata-rata persentase aktivtias siswa dalam memecahkan
masalah pada LKS sebesar 36,5%. Pada dua pertemuan siswa
dalam memecahkan masalah masih dikatakan cukup, karena siswa
merasa cukup semangat dalam memecahkan masalah pada LKS.
Meskipun ada beberapa siswa yang merasa kurang dalam
menjawab atau memecahkan masalah pada LKS.
Berdasarkan deskripsi di atas maka disimpulkan bahwa keaktifan
belajar siswa kelas XII Sos-1 SMA Negeri 2 Nubatukan pada mata
pelajaran pendidikan agama Katolik belum mengalami peningkatan
yang signifikan karena secara keseluruhan keaktifan belajar pada siklus
I hanya sebesar 40,18% sehingga perlu dilanjutkan pada siklus II
58. 58
3. Skala keaktifan Belajar Siswa
Penilaian terhadap keberhasilan tindakan pada siklus I dilakukan
dengan pembagian dan pengisian skala keaktifan belajar Pendidikan
Agama Katolki yang diisi oleh siswa. Adapun hasil perhitungan skor
rata-rata dari 23 siswa secara keseluruhan dalam satu kelas adalah
dipaparkan pada tabel 4.5 di bawah ini
Tabel 4.5
Skala keaktifan belajar siswa siklus 1
Skor Klasifikasi keaktifan
belajar
Frekuensi siswa Persentase
(%)
76-100 Sangat aktif 3 13,04%
51-75 Aktif 10 43,47%
26-50 kurang aktif 5 21,73%
1-25 Sangat kurang aktif 3 13,04%
0 Pasif 2 8,69%
Jumlah 23 100%
Hasil skala keaktifan belajar setelah diberikan tindakan mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan keaktifan belajar siswa pada tahap
pratindakan. Adanya peningkatan keaktifan belajar setelah pemberian
tindakan pada siklus I adalah pada dapat dilihat dengan membandingkan
persentase keaktifan belajar tahap pratindakan dan keaktifan belajar siklus I
seperti yang dipaparkan pada tabel 4.6 di bawah ini:
59. 59
Tabel.4.6 Perbandingan keaktifan Belajar Siswa
Klasifikasi
keaktifan
belajar
Jumlah Siswa
Selisih
Persentase
Selisih
Pra.
Tin
Sik I
Pra
Tin
Siklus
I
Sangat aktif - 3 3 - 13% 13%
Aktif 3 10 7 13% 43% 30%
kurang aktif 4 5 1 17% 21% 4,3%
Sangat
kurang aktif
6 3
-3 26 13% -13%
Pasif 10 2 -8 43% 8,6% -34%
Tabel diatas menunjukkan peningkatan banyaknya siswa yang
memiliki keaktifan dengan klasifikasi keaktifan belajar minimal aktif
yang dapat dilihat pada diagram di bawah ini :
Diagram 4.1 Perbandingan Skala keaktifan Belajar Klasifikasi
Minimal aktif pada tahap Pratindakan dan Siklus I
Berdasarkan diagram perbandingan skala keaktifan belajar
klasifikasi keaktifan minimal aktif skala pratindakan dan skala siklus
I, menunjukkan peningkatan yaitu dari 3 siswa atau 13 % menjadi 10
siswa atau 43%. Pencapaian 43% siswa yang memiliki keaktifan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Pratindakan Siklus 1
Perbandingan Skala Keaktifan Belajar Tahap Pra
Tindakan dan Siklus 1 Siswa Kelas XII Sos-1 SMA
Negeri 2 Nubatukan
30
43
60. 60
dengan kategori minimal aktif belum memenuhi kriteria keberhasilan
yang ditetapkan, yaitu 75%.
4. Prestasi belajar siswa siklus I
Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I dengan menerapkan
model PBL, peneliti melakukan tes untuk mengukur peningkatan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Katolik
khususnya pada materi perkawinan dalam tradisi gereja katolik.
Adapun hasil tes prestasi belajar siswa pada siklus I akan dipaparkan
pada tabel 4.7 di bawah ini :
Tabel 4.7 Hasil belajar siklus I
No Nama
Nilai Pratindakan Keterangan
Nilai Tuntas
Tidak
Tuntas
1 A1 72
2 A2 74
3 A3 68
4 A4 64
5 A5 80
6 A6 82
7 A7 74
8 A8 76
9 A9 70
10 A10 80
11 A11 80
12 A12 82
13 A13 74
14 A14 64
15 A15 63
16 A16 76
17 A17 76
18 A18 80
19 A19 70
20 A20 74
21 A21 82
22 A22 64
23 A23 68
61. 61
Jumlah 1693
Rata – Rata 73,60
Tuntas 10 43%
Tidak Tuntas 13 56%
Berdasarkan data pada hasil belajar siswa siklus I pada tabel 4.7 di
atas maka selanjutnya akan dipaparkan frekuensi penyebaran nilai yang
diperoleh siswa pada tes siklus I pada tabel 4.8 di bawah ini :
Tabel 4.8 Frekunsi Nilai Siklus I
No Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1 50 – 60 - -
2 61 – 70 8 34%
3 71 – 80 12 54%
4 81 – 90 3 13%
5 91 - 100 - -
Jumlah 23 100
Untuk mengetahui gambaran peningkatan prestasi belajar siswa
pada siklus I maka akan dipaparkan perbandingan nilai pratindakan dan
siklus I pada tabel 4.9 di bawah ini :
Tabel 4.9
Perbandingan Hasil Belajar Siswa Tahap Pratindakan dan Siklus I
Kriteria
Pra Tindakan Siklus I
Jumlah % Jumlah %
Tuntas 7 30% 10 43%
Tidak Tuntas 16 69% 13 56%
Nilai Rata2 65% 73%
Peningkatan 8%
Berdasarkan data pada tabel 4.7 dan 4.8 dan 4.9 di atas maka dapat
diketahui bahwa hasil belajar siswa agama Katolik pada materi
perkawinan dalam tradisi gereja katolik setelah dilaksanakan tindakan
62. 62
pembelajaran pada siklus I dengan menerapkan model PBL mengalami
peningkatan dari kondisi pratindakan. Adapun peningkatan prestasi
belajar tersebut dapat diketahui melalui nilai rata-rata siswa pada tahap
pratindakan sebesar 65 meningkat menjadi 73 atau terdapat peningkatan
dari nilai rata-rata sebesar 8% dan persentasi siswa yang mencapai
angka ketuntasan minimal juga meningkat yakni pada tahap
pratindakan jumlah siswa yang tuntas hanya sebesar 30% atau hanya 7
siswa yang tuntas dan setelah diberikan tindakan pembelajaran dengan
menerapkan model PBL angka ketuntasan meningkat menjadi 43% atau
sebanyak 10 siswa yang mencapai angka ketuntasan minimal yang telah
ditetapkan yakni 75
Adapun gambaran peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I
dapat dipaparkan melalui diagram di bawah ini :
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
Pratindakan Siklus 1
Hasil Belajar Siswa Kelas XII Sos-1
SMA Negeri 2 Nubatukan Tahap Pra
Tindakan dan Siklus 1
30
43
63. 63
Diagram 4.2 Hasil Belajar Siswa Kelas XII Sos-1 Tahap
Pratindakan dan Siklus 1
Berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan maka
penelitian ini dikatakan berhasil apabila terdapat peningkatan keaktifan
belajar siklus 1 sampai siklus II mencapai ≥ 75 % Serta peningkatan
hasil belajar siswa dalam setiap pembelajaran dari siklus 1 sampai
siklus II mencapai nilai ≥ 75 dengan jumlah siswa yang tuntas minimal
70%.
Sesuai dengan indikator penelitian di atas maka penelitian tindakan
kelas pada siklus I belum mencapai kriteria karena motivasi belajar
siswa pada siklus I masih berada dibawah 70% dan hasil belajar siswa
masih 43% sehingga perlu ditingkatkan pada siklus II.
4. Refleksi Siklus I
Tabel 4.10
Hasil refleksi siklus 1
No Kekurangan-kekurangan Perencanaan perbaikan pada
siklus II
1 Pada tindakan pertama guru dan peneliti
dalam membagikan teks kepada setiap
kelompok masih kurang
Teks harus diperbanyak sesuai
jumlah anggota dalam
kelompok diskusi
2 Pembagian kelompok tidak merata
berdasarkan tingkat kemampuan
Pembagian kelompok harus
merata berdasarkan tingkat
kemampuan
2 Pada awal pembelajaran, masih ada
siswa yang berbicara dengan temannya
dalam proses diskusi
Memberikan pengurangan skor
pada siswa yang berbuat
kesalahan
3 Kemampuan bertanya dan menjawab
siswa masih rendah dilihat dari jumlah
siswa yang aktif
Guru mengarahkan siswa lebih
banyak membaca buku
pelajaran dan lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran dengan
memberikan point plus dalam
pembelajaran
4 Siswa masih malu untuk menggangkat
tangannya ketika akan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Memberikan hadiah pada
siswa yang berani mengangkat
tangannya untuk menjawab
64. 64
Siswa sering menjawab pertanyaan
secara bersamaan
pertanyaan yang diberikan
5 Beberapa siswa masih malu untuk
bertanya jika ada pembahasan yang
belum dimengerti
Mengarahkan siswa untuk
bertanya pada pembahasan
yang belum dimengerti
6 Siswa masih merasa takut untuk
mengerjakan hasil kerjanya di depan
kelas, sehingga siswa hanya
mengandalkan kelompoknya saja
Memilih satu siswa dari
pasangan yang mendapat
giliran mengerjakan hasil
kerjanya dalam kelompok
7 Siswa mulai bosan dengan diskusi
kelompok yang dilakukannya.
Diadakan sebuah permainan
antar kelompok dan adanya
pemberian reward (hadiah)
pada kelompok yang menang
4.3 Deskripsi Tindakan Siklus II
1. Perencanaan Siklus II
Setelah melakukan refleksi terhadap tindakan siklus I, Peneliti
melakukan beberapa perbaikan mendasar pada tindakan siklus II seperti
yang diuraikan di bawah ini :
a. Menentukan waktu pelaksanaan penelitian siklus II
b. Menyiapkan langkah-langkah pembelajaran pada siklus II dengan
mengacu pada hasil refleksi siklus I
c. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dengan menempatkan
secara merata siswa yang sudah tuntas untuk bergabung dengan siswa
yang belum tuntas.
2. Tahap pelaksanaan
Pembelajaran siklus II ini terdiri dari 2 pertemuan dengan menerapkan
model pembelajaran Problem Based Learning.Pada tahap pelaksanaan
pembelajaran siklus kedua akandilakukan tindakan perbaikan berdasarkan
65. 65
refleksi siklus 1. Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai
berikut:
Pertemuan I
Pendahuluan
Salam, menceking kehadiran peseta didik.
Doa bersama, dipimpin oleh seorang siswa
Guru memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari.
Apersepsi: Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan siswa dalam diskusi
Guru menjelaskan materi pelajaran perkawinan dalam tradisi
gereja katolik dan memberikan masalah berupa LKS yang telah
dibuat guru
Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran
Menyimak cerita kesaksian tentang prkawinan dari pasangan
suami-istri katolik
Apa landasan perkawinan katolik?
Apa hakikat spiritual perkawinan katolik?
Apa hakikat sosial perkawinan katolik?
66. 66
Apa syarat-syarat dalam perkawinan katolik?
Apa itu tujuan perkawinan
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri
dari teman sebangku dan meminta setiap kelompok untuk
menggunakan ide dari kelompoknya sendiri menyelesaikan
maslaah yang diberikan berupa LKS
Melakukan studi pustaka tentang makna tujuan perkawinan
Melakukan studi pustaka ajaran gereja tentang perkawinan.
Informasi yang perlu dikumpulkan adalah landasan biblis
perkawinan katolik, hakikat sosial perkawinan katolik, proses
perkawinan katolik (syarat-syarat, penyelidikan kanonik) tujun
perkawinan.
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Guru mengaktifkan diskusi antar kelompok dan berkeliling
memantau kerja masing-masing kelompok serta membantu yang
mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKS yang diberikan
Menganalisis studi pustaka kitab suci dan ajaran gereja katolik
berkaitan dengan tradisi perkawinan dalam gereja katolik.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Secara acak guru menunjuk salah satu kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja tentang masalah perkawinan,
67. 67
kelompok lain sebagai penyangga dan akan mempersiapkan
pertanyaan
Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refkelsi atau evaluasi
terhadap jawaban yang dibuat
Guru memberikan informasi dan klasifikasi terhadap pertanyaan
dan jawaban siswa
Kegiatan Penutup
Guru memberikan penghargaan dan nasihat untuk sikap partisipasi
siswa dalam pembelajaran.
Guru menyampaikan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok.
Guru menyampaikan materi pokok serta hal-hal yang perlu
dipersiapkan untuk pertemuan berikut
Guru mengajak peserta menutup pertemuan dengan doa
Pertemuan II
Pendahuluan
Guru mengucapkan salam dan menyiapkan siswa untuk berdoa
Guru mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan kelas untuk
memulai pembelajaran
Guru mengadakan apersepsi untuk mengetahui pemahaman siswa
tentang materi perkawinan dalam tradisi gereja katolik
68. 68
Kegiatan Inti
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan siswa dalam diskusi
Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran
Guru menjelaskan materi pelajaran dan memberikan maslaah
berupa LKS yang telah dibuat guru
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari teman
sebangku dan meminta setiap kelompok untuk menggunakan ide
dari kelompoknya sendiri menyelesaikan masalah yang diberikan
Guru menginformasikan kepada siswa untuk mempersiapkan diri
menjawab pertanyaan di depan kelas
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Guru mengaktifkan diskusi antar kelompok dan berkeliling
memantau kerja masing-masing kelompok serta membantu yang
mengalami kesehatan
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Secara acak guru menunjuk salah satu kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja diskusi kelompok lain sebagai
penyangga dan akan mempersiapkan pertanyaan
Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator
69. 69
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refkelsi atau evaluasi
terhadap jawaban yang dibuat
Guru memberikan informasi dan klasifikasi terhadap pertanyaan
dan jawaban siswa
Guru memberikan soal tes yang sudah disiapkan dalam bentuk
soal esai untuk menguji kemampuan analisis siswa terhadap
materi
Kegiatan Penutup
Guru memberikan penghargaan dan nasihat untuk sikap
partisipasi siswa dalam pembelajaran.
Guru menyampaikan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok.
Guru menyampaikan materi pokok serta hal-hal yang perlu
dipersiapkan untuk pertemuan berikut
Guru mengajak peserta menutup pertemuan dengan doa
a. Hasil observasi aktivitas siswa
Hasil observasi aktivitas siswa pada pelaksanaa tindakan siklus II
dipaparkan pada tabel 4.11 di bawah ini :
70. 70
Tabel 4.11
Analisis aktivitas Belajar Siswa Siklus II
No Klasifikasi
Aktivitas
Aspek yang diteliti Jumlah
siswa
Jumlah
siswa
Rata-
rata
Tind.
1
% Tind.
2
%
1 Visual
activties
Aktivitas siswa
memperhatikan
penjelasan guru
15 65% 19 82% 73%
2 Oral
activities
Aktivitas keberanian
siswa (mengajukan
pertanyaan dan
menjawab/menanggapi
pertanyaan)
15 65% 18 78% 71%
Aktivitas siswa di
dalam diskusi antar
teman
15 65% 18 78%
3 Emotional
activities
Aktivitas semangat
siswa dalam
mengerjakan tugas
14 60% 19 82% 71%
4 Mental
activities
Aktivitas siswa dalam
memecahkan masalah
pada LKS
13 56% 17 73% 64%
Rata-rata aktivitas siklus II 69%
Keterangan persentase aktivitas siswa
1 = kurang ( 0%-25%)
2 = cukup (25%-50%)
3 = baik (50%-75%)
4= sangat baik (lebih dari 75%)
Berdasarkan tabel 4.11 di atas, diperoleh informasi bahwa aktivitas
belajar siswa pada siklus 1 adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas memperhatikan penjelasan guru
Rata-rata persentase aktivitas siswa yang memperhatikan penjelasan
guru sebesar 73%. Pada siklus pertama masih ada siswa yang mendapat
nilai dibawah KKM. Sehingga pada siklus kedua ini aktivitas
memperhatikan penjelasan guru mengalami peningkatan yaitu sebesar
71. 71
34%. Pada siklus kedua ini guru menggunakan cerita atau kesaksian
orang katolik tentang perkawinan katolik, sehingga siswa lebih fokus
dalam memperhatikan penjelasan guru. Jika tidak memperhatikan
penjelasan guru maka siswa akan kesulitan dalam mengerjakan tugas.
b. Aktivitas keberanian siswa (mengajukan pertanyaan dan
menjawab/menanggapi pertanyaan)
Rata-rata persentase aktivitas keberanian siswa dalam menanggapi
pertanyaan sebesar 71%. Hal ini menunjukan bahwa siswa sudah berani
bertanya dan menjawab atau menanggapi pertanyaam dari guru maupun
dari siswa lainnya, dikarenakan pada siklus kedua guru memberi reward
kepada siswa yang berani mengajukan pertanyaan dan menjawab
/menanggapi pertanyaan.
c. Aktivitas berdiskusi antar teman
Rata-rata persentase aktivitas siswa berdiskusi dengan teman sebesar
71%. Rata-rata aktivitas ini mengalami peninngkatan dari siklus 1
sebesar 33%. Karena jika teman kelompoknya belum memahami materi
perkawinan dalam tradisi gereja katolik maka teman satu kelompoknya
akan mengajarinya.
d. Aktivitas semangat siswa dalam mengerjakan tugas
rata-rata persentase aktivitas semangat siswa dalam mengerjakan
tugas sebesar 71%. Pada setiap pertemuan siswa selalu mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru.
72. 72
e. Aktivitas siswa dalam memecahkan masalah pada LKS
Rata-rata persentase aktivitas siswa dalam memecahkan masalah pada
LKS sebesar 64%. Pada siklus kedua ini, selama dua pertemuan siswa
dalam memecahkan masalah baik, karena siswa semangat dalam
memecahkan masalah pada LKS.
6. Skala Keaktifan Belajar Siswa
Penilaian terhadap keberhasilan tindakan siklus II dilakukan dengan
pembagian dan pengisian skala keaktifan belajar pendidikan agam Katolik
yang diisi oleh siswa. Adapun hasil perhitungan skor rata-rata dari 23
siswa secara keseluruhan dalam satu kelas dipaparkan pada tabel 4.12
dibawah ini:
Tabel 4.12
Skala keaktifan belajar siswa siklus II
Skor Klasifikasi keaktifan
belajar
Frekuensi siswa Persentase
(%)
76-100 Sangat aktif 5 21%
51-75 Aktif 15 65%
26-50 kurang aktif 2 8%
1-25 Sangat kurang aktif 1 4%
0 Pasif - -
Jumlah 23 100%
Hasil skala keaktifan belajar setelah dilaksanakan tindakan pada siklus
1 belum mencapai angka ketuntasan minimal sehingga peneliti melakukan
refleksi dan perbaikan pada pelaksanaan tindakan siklus II dan diperoleh
hasil keaktifan belajar siswa seperti yang digambarkan pada tabel
perbandinngan keaktfian belaajar siswa siklus I dan II di bawah ini:
73. 73
Tabel 4.13
Perbandingan keaktifan belajar siswa
Klasifikasi
keaktifan
belajar
Jumlah Siswa
Selisih
Persentase
Selisih
Sik. 1 Sik I
Sik I Sik II
Sangat aktif 3 5 2 13%
21% 8%
Aktif 10 15 5 43% 65% 21%
kurang aktif 5 2 3 21% 8% 13%
Sangat
kurang aktif
3 1
-2 13% 4% 8%
Pasif - - - - - -
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
banyaknya siswa yang memiliki keaktifan dengan klasifikasi minimal aktif
pada siklus I yaitu sebanyak 10 siswa atau 43% menjadi 15 siswa atau 86%.
Peningkatan keaktifan belajar siswa dapat dilihat dari perbandingan skala
keaktifan belajar dengan klasifikasi minimal aktif pada tahap pratindakan,
siklus I dan siklus II yang dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 4.3 Perbandingan Skala Keaktifan Belajar klasifikasi
Minimal Aktif Tahap Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pratindakan Siklus I Siklus II
Perbandingan Skala Keaktifan
Belajar Siswa Kelas XII Sos-1 SMAN
2 Nubatukan Tahap Pra Tindakan,
Siklus I dan II
30
43
86
74. 74
Berdasarkan gambar diagram perbandingan skala keaktifan
belajar klasifikasi minimal aktif dari pratindakan, siklus I dan siklus II
diatas dapat dilihat bahwa keaktifan belajar siswa meningkat. Pada
pratindakan dari 30% menjadi 43% pada siklus I, dan meningkat lagi
pada siklus II mencapai 86%. Pencapaian 86% siswa pada siklus II
yang memiliki keaktifan dengan klasifikasi minimal aktif sudah
memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan, yaitu 75%.
7. Hasil belajar siswa siklus II
Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus II dengan menerapkan
model PBL, peneliti melakukan tes untuk mengukur peningkatan prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Katolik khususnya
pada materi perkawinan dalam tradisi gereja katolik. Adapun hasil tes
prestasi belajar siswa pada siklus II akan dipaparkan pada tabel 4.14 di
bawah ini :
Tabel 4.14
Hasil Belajar Siklus II
No Nama
Nilai Siklus II Keterangan
Nilai Tuntas
Tidak
Tuntas
1 A1 82
2 A2 80
3 A3 78
4 A4 74
5 A5 86
6 A6 86
7 A7 78
8 A8 82
9 A9 78
10 A10 84
75. 75
11 A11 86
12 A12 86
13 A13 80
14 A14 74
15 A15 74
16 A16 80
17 A17 78
18 A18 84
19 A19 74
20 A20 78
21 A21 86
22 A22 74
23 A23 78
Jumlah 1840
Rata – Rata 80
Tuntas 18 78%
Tidak Tuntas 5 21%
Berdasarkan data pada hasil belajar siswa siklus II pada tabel 4.14 di
atas maka selanjutnya akan dipaparkan frekuensi penyebaran nilai yang
diperoleh siswa pada tes siklus II pada tabel 4.15 di bawah ini:
Tabel 4.15 Frekunsi Nilai Siklus II
No Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1 50 – 60 - -
2 61 – 70 - -
3 71 – 80 14 60%
4 81 – 90 9 39%
5 91 - 100 - -
Jumlah 23 100
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas sesuai dengan yang
direncanakan oleh peneliti melalui 2 siklus memperoleh hasil
peningkatan hasil belajar yang signifikan dan mencapai kriteria
ketuntasan minimal yang ditetapkan. Gambaran peningkatan hasil
76. 76
belajar siswa kelas XII Sos-1 SMA Negeri 2 Nubatukan tahap
pratindakan, siklus I & II dalam pembelajaran pendidikan agama
Katolik pada materi perkawinan dalam tradisi gereja katolik dengan
menerapkan model PBL akan dipaparkan dalam tabel dan diagram
perbandingan di bawah ini:
Tabel 4.16
Perbandingan Hasil Belajar Siwa Tahap Pratindakan, Siklus I dan
II
Kriteria
Pra.tin Siklus I Siklus II
Jml % Jml % Jml %
Tuntas 7 30 10 43% 18 78%
Tidak Tuntas 16 69 13 56% 5 21%
Nilai Rata2 65% 73% 80%
Peningkatan 15%
Berdasarkan tabel perbandingan di atas maka diketahui hasil
belajar siswa setelah pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan
model Problem Based Learning pada materi perkawinan dalam tradisi
gereja katolik mengalami peningkatan dalam setiap siklus yakni pada
tahap pratindakan terdapat 7 atau 30% siswa yang mencapai angka
ketuntasan minimal dengan nilai rata-rata 65 dan setelah dilaksanakan
tindakan pembelajaran pada siklus I, jumlah siswa yang tuntas
mengalami peningkatan menjadi 10 atau 43% dengan nilai rata – rata
sebesar 73 sehingga pada tahap siklus I ditemukan peningkatan sebesar
13% dari tahap pratindakan. Peningkatan hasil belajar siswa kembali
mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 35% dari siklus I
sehingga jumlah siswa mencapai ketuntasan minimal pada siklus II
77. 77
sebanyak 18 atau 78% siswa dengan nilai rata – rata 80 sehingga secara
keseluruhan persentase peningkatan hasil belajar siswa dari tahap pra
tindakan , siklus I & II sebesar 15% dan mencapai kriteria ketuntasan
yang ditetapkan yakni 75.
Gambaran peningkatan hasil belajar siswa kelas X II Sos-1 SMAN 2
Nubatukan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram seperti
di bawah ini :
Diagram 4.4 Perbandingan Hasil Belajar Siswa
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
Pratindakan siklus I Siklus II
Hasil Belajar Siswa Kelas XII Sos-1 SMA Negeri 2
Nubatukan Tahap Pra Tindakan, Siklus I dan II
30
43
78
78. 78
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di
kelas dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran,
Arikunto (2008:58). Sesuai dengan definisi tersebut maka, tujuan dari
dilaksanakan penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran pendidikan agama
Katolik merupakan upaya peneliti yang juga merupakan guru pengampuh mata
pelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan agama
Katolik dengan menerapkan model Problem Based Learning untuk mengetahui
keaktifan dan hasil belajar siswa kelas XII Sos-1 SMA Negeri 2 Nubatukan
pada materi perkawinan dalam tradisi gereja katolik.
Berdasarkan data yang sudah dipaparkan pada deskripsi tahap
pratindakan, siklus I dan siklus II menunjukan bahwa keaktifan dan hasil
belajar siswa mengalami peningkatan yang sangat signifikan setelah
dilaksanakan tindakan pembelajaran dengan menerapkan model Problem
Based Learning.
Kondisi keaktifan dan hasil belajar siswa pada tahap pratindakan berada
pada kategori yang sangat rendah yakni hanya 3 siswa atau 13,04% yang
memiliki keaktifan belajar dalam kategoti aktif. Selain itu prestasi belajar siswa
juga berada pada kategori yang cukup rendah, hal ini diketahui setelah
dilakukan evaluasi melalui tes sumatif dengan nilai rata-rata 65 dan angka
ketuntasan belajar sebesar 30% atau hanya terdapat 7 siswa mencapai kkm
79. 79
Setelah mengetahui kondisi keaktifan dan hasil belajar siswa yang sangat
rendah pada tahap pratindakan maka peneliti melaksanakan tindakan
pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning pada siklus
I dan diperoleh hasil peningkatan pada aspek keaktifan belajar sebesar 43%
atau meningkat 30% dari tahap pratindakan. Peningkatan keaktifan belajar
pada siklus I berbanding lurus dengan peningkatan pada prestasi belajar siswa.
Hal ini diketahui setelah dilaksanakan tes pada siklus I dan diperoleh angka
peningkatan nilai rata-rata menjadi 73 dari 65 pada tahap pratindakan atau
meningkat sebesar 8% pada siklus I dengan persentase siswa yang mencapai
angka ketuntasan minimal sebesar 43% atau meningkat 30% dari tahap
pratindakan.
Penelitian dikatakan berhasil apabila terdapat peningkatan keaktifan dan
hasil belajar siswa setelah dilaksanakan tindakan pembelajaran dengan
menerapkan model PBL pada siklus I dan II adalah ≥ 75 % dengan jumlah
siswa yang tuntas minimal 70%. Mengacu pada indickator di atas maka
peningkatan keaktifan dan hasil belajar pada siklus I belum mencapai kriteria
sehingga dilanjutkan pada siklus II.
Pelaksanaan tindakan siklus II mengacu pada hasil refleksi siklus I
dimana terdapat beberapa perbaikan dalam proses pembelajaran diantaranya
adalah Guru perlu menyiapkan perangkat pembelajaran dengan baik, Guru
perlu memahami langkah-langkah model PBL dengan materi yang dipelajari
agar bisa dijelaskan terhadap siswa, memperhatikan kemampuan anggota
80. 80
kelompok agar merata, memberikan motivasi agar siswa aktif dan berani
bertanya.
Melalui hasil tersebut di atas, guru melakukan perbaikan pada
pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dan memperoleh hasil peningkatan
yang sangat drastis dari aspek keaktifan maupun hasil belajar siswa. adapun
peningkatan keaktifan belajar pada siklus II menjadi 86% atau meningkat dari
siklus I sebesar 43 %. Peningkatan keaktifan belajar juga diikuti dengan
peningkatan hasil belajar yakni nilai rata-rata hasil tes meningkat menjadi 80
atau meningkat 7 dari siklus I dan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan
belajar sebanyak 18 siswa (78%) atau meningkat 35% dari siklus I.
Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran PBL pada pembelajaran pendidikan
agama Katolik materi perkawinan dalam tradisi gereja katolik dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas XII Sos-1 SMAN 2
Nubatukan tahun 2018/2019.
81. 81
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan sebagaimana telah
diuraikan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik Berbasis Masalah dapat meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar siswa. Mereka aktif dalam memaknai konsep pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik pada materi Perkawinan dalam tradisi gereja
katolik dengan mengaitkannya kepada persoalan kontekstual. Dengan
demikian, siswa tidak hanya memahami konsep tetapi juga berusaha
memecahkan dan mengatasi permasalahan persoalan kontekstual yang terjadi.
Kesimpulan diatas dapat didukung dengan data berikut:
1. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini dapat terlihat dari aktivitas
belajar PAK siswa dari tahap pratindakan, siklus I dan siklus II meningkat.
Pada pratindakan dari 30% menjadi 43% pada siklus I, dan meningkat lagi
pada siklus II mencapai 86%. Pencapaian 86% siswa pada siklus II yang
memiliki keaktifan dengan klasifikasi minimal aktif sudah memenuhi
kriteria keberhasilan yang ditetapkan, yaitu 75%.
2. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari setiap siklus yakni pada tahap
pratindakan terdapat 7 atau 30% siswa yang mencapai angka ketuntasan
minimal dengan nilai rata-rata 65 dan setelah dilaksanakan tindakan
pembelajaran pada siklus I, jumlah siswa yang tuntas mengalami
82. 82
peningkatan menjadi 10 atau 43% dengan nilai rata rata sebesar 73
sehingga pada tahap siklus I ditemukan peningkatan sebesar 13% dari
tahap pratindakan. Peningkatan hasil belajar siswa kembali mengalami
peningkatan pada siklus II sebesar 35% dari siklus I sehingga jumlah siswa
mencapai ketuntasan minimal pada siklus II sebanyak 18 atau 78% siswa
dengan nilai rata-rata 80 sehingga secara keseluruhan persentase
peningkatan hasil belajar siswa dari tahap pra tindakan , siklus I & II
sebesar 15% dan mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan yakni 75.
3. Dengan demikian penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dianggap berhasil dalam meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa, karena telah mencapai indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan. Sehingga penelitian ini tidak perlu dilanjutkan pada siklus
berikutnya.
5.2 Saran
1. Sekolah hendaknya dapat menerapkan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) karena model pembelajaran ini dapat
meningkatkan aktivitas belajar PAK dan hasil belajar siswa
2. Siswa hendaknya lebih aktif lagi ketika sharing dengan kelommpoknya
dalam memecahkan masalah.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai referensi
untuk melakukan penelitian sejenis dalam pembelajaran berbeda.