Dokumen tersebut membahas masalah pelanggaran HAM yang terus terjadi di Indonesia meskipun telah dilakukan berbagai upaya reformasi. Beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang disebutkan adalah pembunuhan Munir dan Marsinah serta kasus penyiksaan dan pembunuhan lainnya. Dokumen ini menyimpulkan bahwa impunitas atas pelanggaran HAM masa lalu dan saat ini masih menjadi masalah utama di Indonesia.
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
HAM10TahunReformasi
1. INDONESIA: Pelanggaran HAM masih terus berlangsung
setelah 10 tahun reformasi
Seberapa banggakah Indonesia atas proses keberlangsungan
reformasinya? Walaupun Indonesia telah memiliki Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) dan telah melakukan sejumlah langkah reformasi
institusional pasca rezim Soeharto yang jatuh pada tahun 1998, kesulitan masih saja
dialami oleh para penggiat hak asasi manusia di dalam negeri. Di daerah-daerah
kritis seperti Papua, aktifitas hak asasi manusia adalah pekerjaan yang
menempatkan nyawa sebagai taruhannya. Pada tanggal 17 Oktober 2008, Yosias
Syet, seorang aktifis HAM di Papua, ditemukan tewas. Luka-luka di sekujur
tubuhnya mengindikasikan bahwa dia dibunuh (lihat Urgent Appeal Asian Human
Rights Commission: AHRC-UAC-261-2008 untuk informasi lebih lanjut).
Pada tanggal 10 Desember 1948 -tepat 60 tahun yang lalu- Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia diadopsi oleh negara-negara di dunia, sepuluh tahun
yang lalu Indonesia kembali ke jalur demokrasi, dan pada tanggal 23 Februari 2006
Indonesia menjadi salah satu negara yang baru saja meratifikasi Kovenan
Internasional Hak Sipil dan Politik. Apa yang telah dicapai dengan semuanya ini?
Dari begitu banyak standar hak asasi manusia yang termaktub dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia, yang telah berusia 60 tahun lamanya, manakah yang
telah berhasil dicapai oleh Indonesia?
Tidak ada satupun dari upaya reformasi yang telah dilakukan sejauh ini
berhasil mencegah terjadinya pembunuhan ekstra-yudisial seperti pembunuhan
terhadap Yosias Syet. Atau seperti pada proses persidangan dan kriminalisasi
terhadap delapan staf Lembaga Bantuan Hukum Aceh yang pada tanggal 14
Agustus 2008 silam dipidana karena menyebarkan pamflet kepada masyarakat
mengenai dugaan sengketa penguasaan tanah dimana pemerintah turut terlibat di
dalamnya (lihat Urgent Appeal Asian Human Rights Commission: AHRC-UAC-197-
2008 untuk informasi lebih jelas).
2. Dalam kasus penyiksaan yang dilakukan oleh polisi di Aceh tahun lalu,
korban dipukul secara kejam, dilecehkan secara seksual, dan dipaksa untuk (maaf)
saling mengencingi. Kasus penyiksaan yang luar biasa keji ini akhirnya dibawa ke
persidangan, namun sayangnya Hakim Sugeng Budiyanto yang memimpin jalannya
persidangan menjatuhkan hukuman yang sangat ringan yakni denda sebesar seribu
Rupiah, atau setara dengan sepuluh sen dollar Amerika, dengan tanpa
memerintahkan untuk dipenjara mengingat tindak pidana yang dilakukan adalah
tindak pidana ringan. Tidak ada satupun upaya reformasi yang telah dilakukan dapat
mencegah hakim untuk menjatuhkan hukuman yang begitu ringannya dan juga tidak
berhasil mencegah aparat kepolisian untuk tidak mengulangi terjadinya pelanggaran
hak asasi manusia (lihat Urgent Appeal Asian Human Rights Commission: AHRC-
UAU-060-2008 untuk informasi lebih jelas).
Apakah seluruh upaya reformasi yang dilakukan sudah memberikan
kontribusi bagi Indonesia? Apakah 60 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
tidak memberi dampak positif apapun bagi Indonesia? Mengingkari hasil-hasil positif
yang sudah dicapai tentu tidak adil, mengingat begitu banyak hasil yang telah diraih
oleh kalangan masyarakat madani dalam meningkatkan kapasitas institusional
aparat negara di Indonesia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi
Pemberantasan Korupsi, maupun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang
baru-baru ini dibentuk telah mengawali proses transformasi Indonesia menuju
sebuah tradisi baru akan sebuah budaya akuntabilitas, yang dapat menjadi tolak
ukur sejauh manakah impunitas berhasil diberantas oleh Indonesia. Tetapi,
sekalipun upaya nyata tersebut telah dilakukan, impunitas dalam kasus-kasus
pelanggaran HAM masih saja menyelimuti Indonesia sebagaimana dicontohkan
dalam kasus-kasus yang disebutkan di atas.
Para korban pelanggaran HAM berat masa lalu termasuk juga para aktifis
dan mahasiswa yang menjadi korban penculikan paksa dan Tragedi Trisakti dan
Semanggi 1998, hingga kini masih menunggu pemulihan hak dari pemerintah,
3. sementara para pelaku masih berkeliaran bebas tak tersentuh hukum. Pun
pembantaian massal 1965 –yang terjadi lebih dari 40 tahun silam- tidak pernah
diperiksa secara layak di hadapan hukum. Selama impunitas pelanggaran HAM
masa lalu masih membayang-bayangi Indonesia saat ini, pelanggaran HAM di masa
mendatang akan terus hadir, tanpa pernah bisa dicegah.
Akuntabilitas aparat kepolisian dan aparat institusi lainnya tentu telah
menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar pencapaian tersebut dilakukan oleh kalangan
masyarakat madani dalam proses reformasi institusional. Namun, tepat di jantung
dari sistem peradilan pidana –institusi seperti Kejaksaan Agung atau lembaga
peradilan- kebanyakan aparatnya justru jarang dikenakan sanksi ketika mereka lalai
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Tidak melakukan penuntutan terhadap suatu kasus tidak akan menghasilkan
kesulitan apapun bagi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan dapat melakukan penyelidikan
atas permasalahan yang terjadi di dan dapat memberikan rekomendasi atas
perbaikan institusi Kejaksaan, namun rupanya, lembaga tersebut masih belum
dilengkapi kewenangan memadai untuk menjatuhkan sanksi disiplin bagi para jaksa
yang nakal.
Situasi serupa dijumpai di Komisi Yudisial. Lembaga ini dapat menerima
pengaduan mengenai hakim yang berperilaku tidak sesuai kode etik, menyidik
mereka, dan mengajukan rekomendasi dan sanksi disiplin terhadap mereka, namun
Mahkamah Agung terus mengabaikan rekomendasi. Singkatnya, lembaga peradilan
masih kebal terhadap pengaduan seperti itu.
Indonesia, lebih dari negara manapun di Asia, telah mencapai banyak hal
dalam proses reformasinya. Tetapi, ironisnya, tidak banyak juga hal yang dapat
diberikan apresiasi bagi Indonesia dalam upayanya memajukan HAM menginat
pelanggaran HAM yang masih terus terjadi seperti misalnya penyiksaan,
pembunuhan ekstra-yudisial, penangkapan aktifis HAM yang dilakukan sewenang-
4. wenang dan juga kebebasan yang dinikmati oleh perusahaan pertambangan dan
kehutanan multinasional di tengah lemahnya kerangka hukum nasional. Lebih dari
empat tahun lamanya aktifis HAM Munir Said Thalib telah dibunuh, namun otak di
balik kejahatan tersebut masih belum berhasil dihadapkan ke pengadilan. Hal ini
menunjukkan bahwa impunitas bukan hanya persoalan menyelesaikan kasus
pelanggaran HAM masa lalu, tetapi juga menyelesaikan pelanggaran HAM yang
terjadi di masa kini. Akuntabilitas dimulai ketika impunitas berakhir, dan impian ini
masih hanya menjadi mimpi yang jauh dari realita, untuk saat ini.
Contoh Kasus-kasus Pelanggaran HAM
Dalam sejarah peradaban manusia telah banyak peristiwa dan penindasan terhadap
manusia, baik yang terjadi di wilayah publik maupun pada wilayah domestik yang di
dalamnya terjadi tindakan pelanggaran HAM. Sebagai contoh; Indonesia dijajah oleh
bangsa Belanda dan Jepang, oleh karena itu muncullah bentuk-bentuk perlawanan
untuk melindungi HAM dengan melakukan perlawanan terhadap para penguasa
yang menindas. Adanya bentuk pertentangan yang terjadi antara penjajah dengan
yang dijajah, yang berkuasa dengan rakyat, mayoritas dan minoritas, kaya dan
miskin serta tuan dan budak. Berdasarkan hal tersebut maka kita dapat
mengidentifikasi kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi diseluruh dunia.
berikut contoh kasus pelanggaran HAM terbesar di dunia yang umum terjadi,
diantaranya sebagai berikut :
Contoh kasus pelanggaran HAM di dunia internasional :
1. Bentuk penjajahan yang terjadi pada masa lalu yang dilakukan oleh negara-
negara imperialis (Indonesia dijajah oleh Belanda dan Jepang).
2. Pembantaian Suku atau kaum Minoritas (pembantaian suku Kurdi dan
pembantaian warga Bosnia).
3. Pembantaian Ras (yang dilakukan oleh NAZI pada masa Hitler).
5. 4. Kejahatan perang yang dilakukan oleh suatu rezim atau elite politik yang
berkuasa.
5. Penindasan Ras kulit hitam di Afrika.
Contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia :
1. Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang
pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, 8
Desember 1965. Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia
seperti kasus pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak lagi.
Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda
Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam, Belanda.
Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir
meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun,
sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum
di makanan atau minumannya saat di dalam pesawat.
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra
Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika
Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar
unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4
Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika
Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada
tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia.
3. Penculikan Aktivis 1997/1998
Salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yaitu kasus penculikan
aktivis 1997/1998. Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis
pro-demokrasi, sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik.
6. 4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus
penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh
para anggota polisi dan militer.
5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden Dili
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu
pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak
warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November
1991.
6. Peristiwa Tanjung Priok
Kasus ini murni pelanggaran HAM. Bermula ketika warga sekitar Tanjung Priok,
Jakarta Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang mengakibatkan
bentrok antara warga dengan kepolisian dan anggota TNI yang mengakibatkan
sebagian warga tewas dan luka-luka.
7. Pembantaiaan Rawagede
Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta
pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari,
Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember
1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda I. Puluhan warga sipil
terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas.
Upaya-upaya Penegakan HAM
Pasal 28 UUD NKRI 1945 menjamin adanya hak berserikat, menyatakan
pikiran baik secara lisan maupun tulisan. Pasal ini merupakan salah satu dasar
utama adanya kehidupan kenegaraan yang berdinamika di mana setiap orang bebas
mendirikan organisasi dan bebas pula menyatakan pendapat. Dari penjelasan
tersebut mencerminkan bangsa Indonesia menjamin pelaksanaan HAM, dimana
dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan dari semua pihak seperti tokoh
7. masyarakat, LSM, POLRI, TNI dan kalangan profesi hukum, ekonomi, politik, serta
political will pemerintah Indonesia. Perjalanan bangsa Indonesia menuju masyarakat
yang demokratis tanpa melupakan budaya bangsa yang sudah berakar beratus-
ratus tahun lampau tetap harus berlandaskan pada prinsip supremasi hukum,
transparansi, akuntabilitas, profesionalisme serta prinsip musyawarah dan mufakat.
Adapun langkah-langkah pembentukan sistem hukum yang ditempuh bangsa
Indonesia dalam upaya penegakan HAM adalah sebagai berikut:
a. Prinsip transparansi; yaitu pembahasan naskah RUU harus terbuka, artinya DPR
dan Presiden dalam membuat UU harus terbuka menerima masukan dari
masyarakat.
b. Prinsip supremasi hukum; yaitu kepastian hukum, persamaan kedududkan
didepan hukum dan keadilan hukum berdasarkan proporsionalitas.
c. Prinsip profesionalisme; yaitu dalam penyusunan dan pembentukan hukum
keikutsertaan dan perananan pakar-pakar hukum dan non hukum yang releVan
harus diutamakan sehingga diharapkan dapat melahirkan perundang-undangan
yang berkualitas.
d. Internalisasi nilai-nilai HAM; yaitu wujud nyata dari pengakuan rakyat dan
pemerintah terhadap hak-hak asasi manusia sehingga diharapkan memberikan
karakteristik tersendiri terhadap setiap produk hukum dan perundang-undangan.
Selanjutnya langkah-langkah hukum yang ditempuh pemerintah Indonesia telah
diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yakni :
1. UUD NKRI 1945
2. UU No. 5 Thn 1998 tentang pengesahan konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat manusia.
3. UU No. 9 Thn 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka
umum.
8. 4. UU No. 39 Thn 1999 tentang HAM
5. UU No. 26 Thn 2000 tentang pengadilan HAM
6. UU No. 23 Thn 2004 tentang PKDRT
7. UU No. 12 Thn 2006 tentang UU kewarganegaraan
8. UU No. 23 Thn 2002 tentang perlindungan anak
KEVIN MEILINA AGATHA
X – MIA 6 / 14
SMA NEGERI 5 MALANG