2. Acuan Penerapan BLU & BLUD
• Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum;
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor
13/PMK.0/2005 tentang Badan Perkiraan
Standar.
---------------------------------------------------------------------
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;
• Peraturan Kepala Daerah, yang terkait BLUD
3. Tiga Jenis Lembaga
Di Pemerintah Daerah
Pemberian pelayanan kepada masyarakat:
(1) Public goods,
yaitu pelayanan yang diberikan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang operasionalnya seluruhnya dengan APBD,
sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit);
(2) Quasi Public Goods,
yaitu perangkat daerah yang dalam operasionalnya sebagian
dari APBD dan sebagian lagi dari hasil jasa layanan yang
diberikan, sifatnya tidak semata-mata mencari keuntungan
(not for profit); dan
(3) Private Goods,
yaitu lembaga milik pemerintah daerah yang biaya
operasionalnya seluruhnya berasal dari hasil jasa layanan
(seperti BUMD, Perusahaan daerah) dan bersifat mencari
keuntungan (profit oriented).
4. • BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan
pemberian layanan umum yang pengelolaannya
berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh
instansi induk yang bersangkutan.
• BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan
karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah
sebagai instansi induk.
• BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa
mengutamakan pencarian keuntungan.
• BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan
dengan praktek bisnis yang sehat.
Badan Layanan Umum (BLU)
5. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
• BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD di
lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan, dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
(PerMenDageri Nomor 61 Tahun 2007)
6. Pengertiannya:
BLUD masuk dalam perangkat pemerintah daerah yang
bersifat quasi public goods:
(1) BLUD merupakan perangkat daerah, mempunyai pengertian
bahwa asetnya merupakan aset daerah yang tidak dipisahkan;
(2) Perangkat daerah yang dapat menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan BLUD adalah SKPD (sebagai Pengguna Anggaran)
atau Unit Kerja pada SKPD (sebagai Kuasa Pengguna
Anggaran);
(3) Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan. SKPD atau Unit Kerja
tersebut memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan
tidak semata-mata mencari keuntungan; dan
(4) Kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas, artinya BLUD diterapkan dalam rangka efisiensi
anggaran dan peningkatan pelayanan pada masyarakat.
7. Pola Pengelolaan Keuangan
(PPK-BLU/BLUD)
• diberikan fleksibilitas, yaitu berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktek-
praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan
keuangan daerah pada umumnya.
8. Persyaratan Menerapkan PPK-BLUD
1. Persyaratan substantif
dipenuhi kalau SKPD atau Unit Kerja tersebut menurut tugas
dan fungsinya memberi pelayanan langsung kepada
masyarakat dalam bentuk :
(a) penyediaan barang dan jasa, seperti penyediaan layanan
dalam bidang kesehatan (Rumah Sakit Daerah, Puskesmas,
dan Laboratorium), pendidikan (sekolahan, pendidikan dan
pelatihan), transportasi (terminal, jasa penyeberangan,
jasa transportasi), pariwisata (pengelolaan wisata daerah),
perdagangan (pasar tradisional), kebersihan (pengelolaan
sampah, limbah), penyediaan bibit/pupuk, dan lain-
lainnya;
(b) pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan
meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan
umum, seperti pengelolaan kawasan ekonomi di suatu
wilayah;
(c) pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan
ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat, seperti
pengelolaan dana bergulir, pengelolaan dana perumahan.
9. 2. Persyaratan teknis:
terpenuhi, apabila SKPD atau Unit Kerja tersebut kinerja pelayanan
di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLUD, serta kinerja keuangannya sehat.
3. Persyaratan administratif:
apabila SKPD atau Unit kerja menyampaikan dokumen persyaratan,
yang meliputi:
(1) surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja
pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
(2) pola tata kelola;
(3) rencana strategis bisnis;
(4) standar pelayanan minimal;
(5) laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan
keuangan; dan
(6) laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit
secara independen.
Persyaratan Menerapkan PPK-BLUD
10. Penetapan Status BLUD
Yang membedakan status BLUD tersebut adalah dalam
pemberian fleksibilitasnya:
• BLUD dengan status penuh, diberikan seluruh
fleksibilitas, terutama dalam hal pengelolaan investasi,
pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa.
• BLUD Bertahap, diberikan fleksibilitas pada batas-batas
tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat
dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan
piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan
prosedur pengelolaan keuangan,
serta tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan
investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang
dan/atau jasa.
11. Fleksibilitas PPK-BLUD
1. Pendapatan BLUD yang berasal dari jasa layanan
dapat digunakan langsung untuk membiayai
kegiatannya, sehingga tidak masuk kas daerah
terlebih dahulu.
2. Dalam pelaksanaan belanja (biaya), BLUD boleh
melampaui pagu yang telah ditetapkan (flexsible
budget) sepanjang pendapatan atau belanjanya
bertambah atau berkurang.
3. BLUD boleh melakukan utang/piutang, investasi,
dan kerjasama. Utang atau pinjaman dan investasi
jangka panjang harus dengan persetujuan Kepala
Daerah.
12. 4. Pengadaan barang dan jasa untuk pendapatan yang
berasal selain dari APBD atau APBN boleh tidak dengan
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 (tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah atau perubahannya). Makna dari pemberian
fleksibilitas dalam pengadaan barang dan jasa dimaksud,
adalah untuk mempercepat pelayanan yang diberikan.
Namun tetap dengan prinsip efisien, efektif, transparan,
bersaing, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan praktek
bisnis yang sehat.
5. Pengelolaan barang, BLUD boleh menghapus aset tidak
tetap. Sebagai contoh, RSD yang telah menerapkan
BLUD, boleh menghapus aset-aset yang sudah tidak
produktif atau sudah tidak efisien lagi. Seperti tempat
tidur pasien yang sudah reyot, dari pada memenuhi
ruangan/gudang lebih baik dijual. Hasil dari penjualan
aset tersebut merupakan pendapatan BLUD.
Fleksibilitas PPK-BLUD …
13. 6. Pejabat Pengelola dan pegawai BLUD, boleh Pegawai
Negeri Sipil (PNS) atau Non PNS. Pegawai Non PNS
diperlukan sepanjang BLUD yang bersangkutan sangat
membutuhkan dan dalam rangka peningkatan pelayan.
Kriteria pengelola dan pegawai BLUD baik PNS maupun
Non PNS harus yang betul-betul profesional, jangan
sampai pegawai yang ada di BLUD karena titipan dari
para pejabat yang berpengaruh di daerah tersebut.
Pemimpin BLUD harus mempunyai komitmen dan berani
menolak kalau memang tidak masuk dalam kriteria yang
telah ditetapkan.
7. BLUD boleh mengangkat Dewan Pengawas, sepanjang
asset maupun omsetnya memenuhi persyaratan
sebagaimana yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Untuk saat ini diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 109/PMK.05/2007 tentang Dewan
Pengawas Badan Layanan Umum.
Fleksibilitas PPK-BLUD …
14. 8. Remunerasi pejabat pengelola BLUD, dewan pengawas,
sekretaris dewan pengawas dan pegawai BLUD dapat
diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat
tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang
diperlukan. Pada BLUD besaran remunerasi dapat
dihitung berdasarkan indikator penilaian, antara lain:
(1) pengalaman dan masa kerja (basic index);
(2) ketrampilan, ilmu pengetahuan dan perilaku
(competency index);
(3) resiko kerja (risk index);
(4) tingkat kegawatdaruratan (emergency index);
(5) jabatan yang disandang (position index); dan
(6) hasil/capaian kinerja (performance index).
Fleksibilitas PPK-BLUD …
15. 9. Penetapan tarif BLUD, ditetapkan bukan dengan Peraturan
Kepala Daerah. Karena untuk mempercepat proses
penetapan dan efisiensi biaya. Namun demikian,
penetapan tarif harus mempertimbangkan kontinuitas
dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, serta
kompetisi yang sehat.
• Selain itu, dalam penetapan tarif, Kepala Daerah dapat
membentuk tim untuk mengkaji kelayakan besaran tarif
yang akan ditetapkan, yaitu dengan melibatkan
pembina teknis, pembina keuangan, unsur perguruan
tinggi dan lembaga profesi.
• Penetapan tarif pada BLUD yang hanya berdasarkan
unit cost saja, maka tarif tersebut akan dirasakan
sangat tinggi bagi masyarakat.
Fleksibilitas PPK-BLUD …
16. 10. Dalam menyusun Laporan Keuangan, BLUD
merupakan perangkat daerah yang tidak dipisahkan.
Untuk itu laporan keuangan BLUD merupakan bagian
dari laporan keuangan SKPD atau Pemerintah Daerah.
• BLUD akuntansinya wajib menggunakan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
• Laporan Keuangan Pemerintah menggunakan
Standar Akuntansi Pemerintahan/SAP (sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan).
Fleksibilitas PPK-BLUD …
17. Apakah sistem keuangan BLUD harus dibuat dalam 2
bentuk yaitu SAK dan SAP?
Jawabannya:
• BLUD perlu menyusun SAK, karena BLUD dikelola dengan
prinsip bisnis.
• SAP perlu dibuat untuk keperluan konsolidasi dengan
Pemda.
• Jadi BLUD perlu membuat kedua-duanya.
• Memang, seharusnya BLUD hanya membuat SAK sesuai
dengan Permendagri 61/2007 dan PPKD yang menyusun
SAP. Namun kurangnya pengetahuan dan pemahaman
mengenai BLUD membuat PPKD sering terlambat
merespon kebutuhan BLUD dalam hal konsolidasi laporan
keuangan.
• Oleh karena itu, BLUD yang bersangkutan membantu
dengan cara menyusun SAP juga, disamping membuat SAK
sesuai kewajibannya.
18. Terkait dengan RKA, RBA dan Ambang
Batas
1. Pada RBA terdapat ambang batas. Apakah DPA juga ada ambang
batas?
Jawab:
Baik RBA maupun DPA sama-sama memiliki ambang batas.
2. Sudah ditetapkan sebagai BLUD bbrpa tahun lalu, misalnya sejak
Nov. 2011 dan baru menyusun RBA untuk anggaran tahun 2013.
Namun diharuskan juga untuk membuat RKA.
Bagaimana pertanggungjawabannya?
Jawab:
RBA dibuat dengan prinsip accrual basis sedangkan RKA dibuat
dengan prinsip cash basis.
Jadi pasti keduanya memiliki angka yang berbeda.
Pertanggungjawabannya juga beda. Yang jelas BLUD hanya harus
membuat RBA.
19. 3. Awalnya PPKAD dan Bagian Hukum hanya memberi ambang batas
5% pada RBA, namun kemudian pada peraturan kepala daerah
ditetapkan sebesar 10%. Karena tingkat inflasi berubah-ubah,
apakah diperbolehkan mengubah peraturan kepala daerah tersebut
agar BLUD tetap dapat memberikan pelayanan dengan baik kepada
masyarakat?
Jawab:
Ambang batas memang bisa berubah sesuai dengan tingkat inflasi.
Oleh karena itu, tidak boleh ada Perda mengenai Ambang Batas.
Peraturan kepala daerah, sebaiknya tidak mengatur persentasenya
(angkanya), namun mengatur mengenai persetujuan oleh kepala
daerah, dimana persetujuan ini dicantumkan dalam DPA dan RBA.
Ambang batas dihitung dengan membandingkan antara anggaran
dengan realisasi selama dua tahun terakhir dan antara anggaran
dengan prognosa tahun berjalan.
Terkait dengan RKA, RBA dan Ambang
Batas
20. Keberhasilan Implementasi Penerapan
BLUD
Apa yang harus dipersiapkan daerah dalam menunjang keberhasilan
implementasi BLUD?
1. Perlunya peningkatan kapasitas SDM, perubahan pola pikir
(mindset), semangat kewirausahaan (enterpreneurship) bagi
stakeholder terkait, mulai dari kepala daerah, sekretaris daerah,
PPKD, Kepala BAPPEDA, Inspektur Daerah dan pejabat pengelola
BLUD.
2. Perlunya penyiapan regulasi dan instrumen pendukung sebagai
penjabaran dari ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
61 Tahun 2007 untuk digunakan sebagai pedoman operasional
implementasi PPK-BLUD, antara lain penetapan Tim Penilai, Standar
Pelayanan Minimal, dan Peraturan yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah terkait dengan fleksibilitas yang diberikan.
3. Perlu adanya pemahaman tentang konsepsi mengenai Rencana
Strategis (RENSTRA) Bisnis, Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), Tata
Kelola, Standar Pelayanan Minimal, Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), konsolidasian RBA dan laporan keuangan dengan APBD.