SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
PROPOSAL PENELITIAN
SEPTEMBER 2021
Hubungan Jumlah Leukosit Pre Operasi dengan Kejadian
Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada Pasien Apendisitis
Perforasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto Makassar
OLEH :
dr. Shinta Pramita Dewi
MAKASSAR
2021
Hubungan Jumlah LeukositPre Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca
Operasi Apendektomi pada Pasien Apendisitis Perforasi di RS TNI-AU
dr. Dodi Sardjoto Makassar
Abstrak
Keterlambatan tindakan pada apendisitis akut akan menimbulkan penyulit berupa perforasi
yang berakibat peningkatan morbiditas dan mortalitas. Perforasi appendiks berhubungan dengan
peningkatan jumlah leukosit darah (leukositosis) dan dapat meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi pasca apendektomi. Tujuan penelitian ini adalah menemukan hubungan jumlah
leukosit pre-operasi terhadap kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi pada pasien
apendisitis perforasi di RS TNI-AU Dodi Sardjoto Makassar periode 1 Januari 2021-30 Juni 2021.
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel
sebanyak 52 rekam medik pasien yang telah menjalani apendektomi yang sebelumnya diperiksa
jumlah leukosit preoperasi. Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji korelasi
spearman. Hasil analisis univariat didapatkan rerata jumlah leukosit yaitu 18.000 sel/ul.
Simpulan studi ini ialah terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah leukosit pre
operasi dengan kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi pada pasien apendisitis perforasi
di RS TNI-AU Dodi Sardjoto Makassar.
Kata kunci : apendisitis, leukosit, perforasi, komplikasi
Abstract
Every delayed action will cause perforation as complication, which will increase the
morbidity and mortality rate. Perforation of the appendix is associated with increasing number of
leukocytes and may increase the risk of complications after appendectomy. The objective of this
study was to determine was to determine the relation between the number of preoperative
leukocytes and the incidence of postoperative appendectomy complicatios in patients with
perforated appendicitis in TNI-AU Dodi Sardjoto Makassar Hospital in the period of Januari
2021-Juni 2021.
This was an analytic research with cross sectional approach. There were 52 medical
records of patients who have undergone appendectomy and performed preoperative leukocytes
counting. Data were analyzed by univariate and bivariate statistical with Spearman correlation
test. The result of univariate analysis showed that the average number of leukocytes in perforated
appendicitis patients was 18.000 cell/ul.
The conclusion is a significant relation between preoperative leukocyte count and
incidence of postoperativeappendectomy complication in perforation appendicitis patients at TNI-
AU Dodi Sardjoto Makassar Hospital.
Keywords : appendicitis, leukocyte, perforated, complications
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Apendisitis adalah peradangan dari appendix vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi
lumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks dan pembentukan abses. Penyumbatan lumen
apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hyperplasia limfoid, benda asing, parasit,
neoplasma, atau striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
Apendisitis dapat ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dengan risiko menderita
apendisitis selama hidupnya mencapai 7-8%. Insiden tertinggi dilaporkan pada rentang usia 20-30
tahun. Kasus perforasi apendiks pada apendisitis akut berkisar antara 20- 30% dan meningkat 32-
72% pada usia lebih dari 60 tahun, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun kasus apendisitis
jarang ditemukan. Tingginya angka tersebut mengharuskan dokter untuk memiliki kemampuan
mendiagnosis apendisitis dengan cepat dan tepat.
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan ultrasonography (USG). Pemeriksaan suhu tubuh termasuk dalam salah satu
kriteria pada skor alvarado untuk penegakkan diagnosis apendisitis. Suhu tubuh <37oC didapatkan
pada pasien apendisitis tanpa komplikasi dan pada kasus perforasi terdapat demam tinggi dengan
rata-rata 38,3oC. kadar leukosit secara signifikan lebih tinggi pada kasus perforasi dibandingkan
dengan tanpa perforasi. Leukositosis pada pasien apendisitis akut dapat mencapai 10.000-18.000
sel/mm3 dan jika >18.000 sel/mm3 maka umumnya terjadi peritonitis akibat perforasi
Apendiks Perforasi selalu diawali oleh obstruksi lumen apendiks oleh berbagai sebab. Hal
ini menyebabkan terjadinya peningkatan intra luminal yang mengakibatkan gangguan
vaskularisasi hingga terjadi apendisitis perforasi.
Penanganan standar apendisitis di dunia adalah operasi pengangkatan apendiks yang
disebut apendektomi dan dilakukan laparotomi jika sudah terjadi perforasi. Angka mortalitas pada
pasien yang dilakukan apendektomi mencapai 0,07-0,7% dan 0,5-2,4% pada pasien dengan atau
tanpa perforasi. Walaupun mortalitas apendisitis akut rendah tetapi angka morbiditasnya cukup
tinggi.
Apendisitis perforasi dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi paska apendektomi,
meskipun secara umum apendektomi merupakan tindakan bedah yang relatif tidak membahayakan
jiwa dengan angka kematian paska bedah untuk apendiks perforasi yaitu 5,1 per 1000 kasus.
Komplikasi yang sering terjadi setelah dilakukan apendektomi yaitu infeksi paska bedah, abses
intraabdomen, peritonitis umum, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka
operasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan jumlah leukosit pre operasi dengan kejadian komplikasi pasca operasi
apendektomi pada pasien apendisitis perforasi di RS TNI-AU Dodi Sardjoto Makassar
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana hubungan antara jumlah leukosit pre operasi dengan kejadian komplikasi paska
operasi apendektomi.
1.3 Tujuan penelitian
- Mengetahui hubungan antara jumlah leukosit pre operasi dengan kejadian komplikasi
paska operasi apendektomi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu kedokteran mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian apendisitis perforasi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi dosen, mahasiswa, dan
berbagai pihak yang terkait guna membantu kelancaran proses belajar mengajar mahasiswa dalam
menyelesaikan studi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apendisitis
2.1.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering.
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi
Apendiks memiliki Panjang bervariasi sekitar 6 hingga 9 cm. dasarnya melekat pada sekum
dan ujungnya memiliki kemungkinan beberapa posisi seperti retrosekal, pelvis, antesekal, preileal,
retroileal, atau perikolik kanan. Pada persambungan apendiks dan sekum, terdapat pertemuan tiga
taenia coli yang dapat menjadi penanda. Apendiks adalah organ imunologik yang berperan dalam
sekresi IgA karena termasuk dalam komponen gut-associated lymphoid tissue (GALT) pada waktu
kecil. Namun, system imun tidak mendapat efek negatif apabila apendektomi dilakukan.
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi
Apendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks yang dapat
diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hyperplasia limfoid, benda asing, parasit, neoplasma, atau
striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
Obstruksi lumen yang terjadi mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mucus
sehingga menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang
meningkat akan menghambat aliran limfe sehingga menimbulkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
periumbilical.
Sekresi mucus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan
obstruksi vena, peningkatan edema, dan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan radang.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga timbul nyeri di
daerah kanan bawah. Pada saat ini terjadi apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan timbul infark dinding dan gangrene. Stadium
ini disebut apendisitis gangrenosa yang bila rapuh dan pecah menjadi apendisitis perforasi.
Meskipun bervariasi, biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam setelah awitan gejala.
Bila semua proses di atas berjalan dengan imunitas yang cukup baik, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak kea arah apendiks sebagai mekanisme pertahanan sehingga timbul
massa local yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan yang terjadi dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih Panjang dengan dinding lebih
tipis sehingga mudah terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
ada gangguan pembuluh darah.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Keluhan apendisitis dimulai dari nyeri di periumbilikus dan muntah karena rangsangan
peritoneum visceral. Dalam waktu 2-12 jam seiring dengan iritasi peritoneal, nyeri perut akan
berpindah ke kuadran kanan bawah yang menetap dan diperberat dengan batuk atau berjalan. Nyeri
akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan akan menunjukkan satu titik dengan nyeri
maksimal. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah anoreksia, malaise, demam tak terlalu tinggi,
konstipasi, diare, mual dan muntah.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis
Apendisitis harus dipikirkan sebagai diagnosis banding pada semua pasien dengan
nyeri abdomen akut yang sesuai dengan manifestasi klinis di atas yakni mual, muntah pada
keadaan awal yang diikuti dengan nyeri perut kuadran kanan bawah yang makin progresif.
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan apendisitis akut tampak kesakitan dan berbaring dengan demam
tidak terlalu tinggi. Pada pemeriksaan abdomen, dapat ditemukan bising usus
menurun/menghilang, nyeri tekan dan nyeri lepas (tanda Blumberg) fokal pada daerah
apendiks yang disebut titik McBurney (sepertiga distal garis antara umbilikus dan spina
iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Iritasi peritoneum ditandai dengan adanya defans
muscular, perkusi atau nyeri lepas. Tanda khas yang dapat ditemukan pada apendisitis akut
adalah :
 Tanda Rovsing : nyeri perut kuadran kanan bawah saat palpasi kuadran kiri bawah;
 Tanda Psoas : nyeri pada perut kuadran kanan bawah saat ekstensi panggul kanan
(menunjukkan apendiks retrosekal);
 Tanda obturator : nyeri perut kanan bawah pada saat rotasi internal panggul kanan
(menunjukkan apendiks pelvis);
 Tanda Dunphy : peningkatan nyeri yang dirasakan saat batuk.
Apabila telah terjadi perforasi, nyeri perut semakin kuat dan difus menyebabkan
peningkatan defans muscular dan rigiditas (tanda peritonitis).
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis ringan (10.000-20.000/uL) dengan peningkatan jumlah neutrophil.
Leukositosis tinggi (>20.000/uL) didapatkan apabila sudah terjadi perforasi dan gangrene.
Urinalisis dapat dilakukan untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan saluran
kemih. Pada apendisitis akut didapatkan ketonuria. Pada perempuan, perlu diperiksa tes
kehamilan bila dicurigai kehamilan ektopik sebagai diagnosis banding.
2. Ultrasonografi dapat digunakan dengan penemuan diameter anteroposterior apendiks yang
lebih besar dari 7 mm, penebalan dinding, struktur lumen yang tidak dapat dikompresi (lesi
target), atau adanya apendikolit.
2.1.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dapat dilihat berdasarkan usia :
- Pada bayi : stenosis pylorus, obstruksi usus.
- Pada anak : intususepsi, divertikulus Meckel, gastroenteritis akut, limfadenitis mesenteric,
inflammatory bowel disease.
- Pada orang dewasa : pielonefritis, colitis, diverticulitis, pankreatitis.
- Pada perempuan usia subur : pelvic inflammatory disease (PID), abses tubo-ovarium,
rupture kista ovarium atau torsio ovarium, kehamilan ektopik.
2.2 Tata Laksana
1. Pre operatif
Observasi ketat, tirah baring, dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta
pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah dapat diulang secara periodic.
Foto abdomen dan toraks dapat dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotik intravena
spektrum luas dan analgesik dapat diberikan. Pada perforasi apendiks perlu diberikan
resusitasi cairan sebelum operasi.
2. Operatif
 Apendektomi terbuka : dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan
bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada diagnosis
yang belum jelas dapat dilakukan insisi subumbilikal pada garis tengah.
 Laparoskopi apendektomi : Teknik operasi dengan luka dan kemungkinan infeksi
lebih kecil.
3. Pasca operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam, syok,
hipertermia, atau gangguan pernafasan. Pasien dibaringkan dalam posisi fowler dan selama
12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis umum,
puasa dilakukan hingga fungsi usus kembali normal. Secara bertahap pasien diberi minum,
makanan saring, makanan lunak, dan makanan biasa.
2.3 Komplikasi
1. Ruptur apendiks
menyebabkan peritonitis generalisata dengan angka mortalitas 10-20%. Terapi
dilakukan dengan cara laparatomi darurat, apendektomi dan bilas peritoneal yang
diikuti dengan drainase kavum peritoneal.
2. Massa apendikular
 Setelah serangan apendisitis akut, infeksi diselimuti dengan omentum mayor,
sekum, ileum terminalis yang mengakibatkan massa lunak sampai padat yang
terasa nyeri pada fossa iliaka dekstra.
 Adanya massa merupakan salah satu kontraindikasi apendektomi karena
apendiks sangat sulit diangkat dari massa seperti ini. Upaya untuk mengangkat
apendiks dapat mengakibatkan fistula fekal.
 Keadaan seperti ini diterapi dengan regimen Ochsner dan Sherren. Pasien
tetap dipuasakan selama beberapa hari. Selama masa ini, cairan intravena
diberikan untuk mengoreksi dehidrasi.
 Setelah 3-4 hari, abdomen menjadi lunak, nyeri tekan berkurang, dan segera
setelah pasien dapat buang air besar, pipa Ryle dilepas. Menjelang satu
minggu, pasien dapat Kembali normal. Setelah 6-8 minggu, pasien dianjurkan
menjalani apendiktomi elektif.
3. Abses apendikular
Jika infeksi tidak dikontrol dengan benar setelah serangan apendisitis, abses dapat
terjadi didalam kaitannya dengan apendiks. Keadaan ini adalah (1) Abses retrosekal
(2) Abses postileal dan preileal (3) Abses pelvik (4) Abses subsekal. Secara klinis,
kelainan ini ditemukan dengan manisfestasi demam tinggi dengan menggigil dan
tubuh gemetar serta pembengkakan yang terasa nyeri di fosa iliaka dekstra dan di
daerah lumbalis dekstra. Abses pelvik ditemukan dengan gambaran klinis diare.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran yang terlambat ke rumah sakit(3-4
hari) dan demam tinggi dengan menggigil dan tubuh gemetar.
2.4 Prognosis
Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta
pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0,2-0,8% dan disebabkan oleh
komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Pada anak, angka ini berkisar antara 0,1-1%.
Sedangkan pada pasien diatas 70 tahun angka ini meningkat diatas 20% terutama karena
keterlambatan diagnosis dan terapi.
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Teori
3.2 Kerangka Konsep
3.3 Definisi Operasional dan kriteria objektif
3.3.1 Apendisitis
Definisi : Apendisitis didefinisikan sebagai peradangan pada apendiks vermiformis
(kantong cacing) yang merupakan darurat bedah paling umum pada anak-
Etiologi
- Virus
- Bakteri
Komplikasi :
-Infeksi paska bedah
-abses intraabdomen
-peritonitis umum
-fistula
-infeksi luka operasi
Apendisitis
Perforasi
Pengetahuan tentang
hubungan
Leukosit pre operasi Apendisitis Perforasi
Komplikasi pasca
Operasi apendektomi
anak dan dewasa muda dengan nyeri perut. Apendisitis diduga disebabkan
oleh obstruksi lumen apendiks oleh faecalith, stasis faecal, hiperplasia
limfoid atau caecal neoplasma dan berbagai infeksi oleh patogen.
Alat Ukur : Pemeriksaan fisik
Kriteria objektif : apendisitis / tidak apendisitis
Skala Ukur : Ordinal
3.3.2 Leukositosis
Definisi : Leukosit tinggi atau leukositosis adalah kondisi medis di mana seseorang
memiliki jumlah sel darah putih terlalu banyak. Leukositosis dapat disebabkan oleh
berbagai hal, seperti peradangan, infeksi, alergi, hingga kanker darah.
Alat Ukur : rekam medis
Kriteria Objektif : leukosit dengan nilai >20.000/uL
Skala Ukur : Nominal
3.3.3 Komplikasi
Definisi : Kata komplikasi adalah perubahan pada sebuah penyakit atau kondisi
kesehatan yang tidak dikehendaki. Jadi, komplikasi hanya istilah yang
menggambarkan adanya beberapa penyakit yang menyerang tubuh seseorang.
Alat Ukur : ordinal
Kriteria Objektif : komplikasi / tidak ada komplikasi
Skala Ukur : Nominal
3.4 Hipotesis Penelitian
3.4.1 Hipotesis nol (H0)
o Tidak terdapat hubungan antara jumlah leukosit pre operasi pada apendisitis
perforasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto
o Tidak terdapat hubungan antara Kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi
pada pasien apendisitis perfirasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto
3.4.2 Hipotesis Alternatif (H1)
o Terdapat hubungan antara jumlah leukosit pre operasi pada apendisitis perforasi di
RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto
o Terdapat hubungan antara antara Kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi
pada pasien apendisitis perfirasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 DesainPenelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei-analitik yang dikembangkan dengan
desain potong lintang (cross sectional).
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 Januari 2022-31 Juni 2022
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bagian rekam medis RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto Makassar
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Seluruh data rekam medik pasien apendisitis perforasi di bagian rekam medik RS TNI-
AU dr. Dodi Sardjoto Makassar.
4.3.2 Sampel
Semua populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi :
1. Pasien apendisitis perforasi yang menjalani operasi dan dirawat di RS TNI
AU dr. Dodi Sardjoto Makassar periode tahun 2019-2020.
2. Berusia > 12 tahun dan dioperasi dengan laparotomy.
b. Kriteria Eksklusi
Data rekam medis tidak lengkap, berkas rekam medis pasien memuat
variable yang dibutuhkan tapi tidak dapat dibaca dan pasien dengan penyakit TBC,
diabetes mellitus, immunocompromised, serta penyakit infeksi lain yang diderita
pasien.
4.3.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengumpulan data sampel menggunakan metode total sampling dimana total
sampel sama dengan populasi
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah Apendisitis perforasi
4.4.2 Variabel independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah jumlah leukosit pre operasi dengan
komplikasi pasca operasi apendektomi
4.5 Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Rekam medis yang digunakan sebagai alat penelitian
2. Kamera sebagai dokumentasi kegiatan
3. Analisis SPSS untuk mengolah dan menganalisis data hasil penelitian
4.6 Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS
(Statistical Program for Sosial Science) dengan metode analisis uji chi square
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Tahap Persiapan
1. Diskusi dengan pembimbing
2. Penyusunan proposal dan kelengkapan lampiran
3. Pengurusan izin etik dan izin penelitian
4. Pendataan awal sampel
4.7.2 Tahap Pelaksanaan
1. Peneliti memberi pengantar dan penjelasan mengenai penelitian kepada
partisipan
2. Peneliti melakukan pemeriksaan rekam medis dan pencatatan data
3. Peneliti melakukan input data dan analisis data
4. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian
4.7.3 Tahap Pelaporan
1. Penulisan hasil analisis dan kesimpulan penelitian
2. Evaluasi hasil data bersama pembimbing
3. Pencetakan hasil dan publikasi penelitian
4.8 Etika Penelitian
1. Sebelum melakukan penelitian, maka peneliti akan mengajukan persetujuan etik.
2. Menjaga kerahasiaan identitas sampel penelitian, sehingga diharapkan tidak ada pihak
yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland WAN. Kamus kedokteran Dorland. Edisi ke-31. Albertus Agung Mahode, editor
(penyunting). Jakarta: EGC; 2010.hlm.137-8.
2. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The biologics basis for disease in adults and
children. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier; 2006.
3. Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson’s text book of pediatric. Edisi ke-17.
Philadelphia: Saunders; 2003.
4. Mazziotti MV, Minkes RK. Appendicitis: surgical pervective. E-Medicine 2006. (diunduh 8
September 2017). Tersedia dari : http://www.emedicine.com/ped/topic2925.html
5. World Health Organization (WHO). Global burden disease. WHO 2004. (diunduh 8 September
2017)
6. Shenoy K Rajgopal, Nileshwar Anitha, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ketiga. 2014.
7. Tanto Chris, Liwang Frans, Hanifan Sonia, Kapita Selekta Kedokteran. Essential of Medicine.
Edisi ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Media Aesculapius; 2014.

More Related Content

What's hot

200710670 intususepsi-ppt
200710670 intususepsi-ppt200710670 intususepsi-ppt
200710670 intususepsi-pptssuser37779f
 
Apendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronikApendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronikAnna Lestari
 
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDFASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDFBaskoro Abdiansyah
 
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITISASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITISBaskoro Abdiansyah
 
117742790 intususepsi-ppt
117742790 intususepsi-ppt117742790 intususepsi-ppt
117742790 intususepsi-pptssuser37779f
 
304906675 referat-intususepsi
304906675 referat-intususepsi304906675 referat-intususepsi
304906675 referat-intususepsissuser37779f
 
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitisAsuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitisArif Al-Amin
 
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...Pangestu S
 
Asuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisAsuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisArief Yanto
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitisWarnet Raha
 

What's hot (20)

200710670 intususepsi-ppt
200710670 intususepsi-ppt200710670 intususepsi-ppt
200710670 intususepsi-ppt
 
Apendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronikApendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronik
 
Apendiksitis
ApendiksitisApendiksitis
Apendiksitis
 
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDFASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
 
Peritonitis
PeritonitisPeritonitis
Peritonitis
 
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
Asuhan keperawatan klien dengan appendicitis AKPER MUNA
 
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITISASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
 
Askep appendix 1
Askep appendix 1Askep appendix 1
Askep appendix 1
 
PERITONITIS
PERITONITISPERITONITIS
PERITONITIS
 
117742790 intususepsi-ppt
117742790 intususepsi-ppt117742790 intususepsi-ppt
117742790 intususepsi-ppt
 
304906675 referat-intususepsi
304906675 referat-intususepsi304906675 referat-intususepsi
304906675 referat-intususepsi
 
Laporan kasus
Laporan kasusLaporan kasus
Laporan kasus
 
Case apendiks ppt
Case apendiks pptCase apendiks ppt
Case apendiks ppt
 
Askep apendisitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep apendisitis AKPER PEMKAB MUNA Askep apendisitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep apendisitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitisAsuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitis
 
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
 
Asuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisAsuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitis
 
ABDOMINAL PARACENTESIS & OGDS
ABDOMINAL PARACENTESIS & OGDSABDOMINAL PARACENTESIS & OGDS
ABDOMINAL PARACENTESIS & OGDS
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitis
 

Similar to Hubungan Leukosit Preop dan Komplikasi Pasca Apendektomi

LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docxSaniaJunianti
 
82894087 makalah-jadi-apendisitis
82894087 makalah-jadi-apendisitis82894087 makalah-jadi-apendisitis
82894087 makalah-jadi-apendisitisDavid Suhendra
 
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptxASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptxjanghyun4
 
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxDigestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxririaja1
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitisWarnet Raha
 
39107183 appendicitis
39107183 appendicitis39107183 appendicitis
39107183 appendicitisNdan Permana
 
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINALLAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINALAnggini Fz
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasusaauyahilda
 
referat peritonitis.pptx
referat peritonitis.pptxreferat peritonitis.pptx
referat peritonitis.pptxsetiaji6
 
Materi Presentasi Kamar Operasi Presentation
Materi Presentasi Kamar Operasi PresentationMateri Presentasi Kamar Operasi Presentation
Materi Presentasi Kamar Operasi PresentationMery384011
 
Revisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRevisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRichard Leonardo
 

Similar to Hubungan Leukosit Preop dan Komplikasi Pasca Apendektomi (20)

LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
 
82894087 makalah-jadi-apendisitis
82894087 makalah-jadi-apendisitis82894087 makalah-jadi-apendisitis
82894087 makalah-jadi-apendisitis
 
Apendisitis
ApendisitisApendisitis
Apendisitis
 
Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptxASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
 
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxDigestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
 
Apendisitis
ApendisitisApendisitis
Apendisitis
 
Bab 2 new
Bab 2 newBab 2 new
Bab 2 new
 
BAB 2.pdf
BAB 2.pdfBAB 2.pdf
BAB 2.pdf
 
apendisitis.pptx
apendisitis.pptxapendisitis.pptx
apendisitis.pptx
 
App.pptx
App.pptxApp.pptx
App.pptx
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitis
 
39107183 appendicitis
39107183 appendicitis39107183 appendicitis
39107183 appendicitis
 
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINALLAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
 
Appendektom1
Appendektom1Appendektom1
Appendektom1
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
 
referat peritonitis.pptx
referat peritonitis.pptxreferat peritonitis.pptx
referat peritonitis.pptx
 
Materi Presentasi Kamar Operasi Presentation
Materi Presentasi Kamar Operasi PresentationMateri Presentasi Kamar Operasi Presentation
Materi Presentasi Kamar Operasi Presentation
 
Askep husna 2 b AKPER PEMKAB MUNA
Askep husna  2 b  AKPER PEMKAB MUNA Askep husna  2 b  AKPER PEMKAB MUNA
Askep husna 2 b AKPER PEMKAB MUNA
 
Revisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRevisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsai
 

Recently uploaded

Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 

Recently uploaded (7)

Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 

Hubungan Leukosit Preop dan Komplikasi Pasca Apendektomi

  • 1. PROPOSAL PENELITIAN SEPTEMBER 2021 Hubungan Jumlah Leukosit Pre Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada Pasien Apendisitis Perforasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto Makassar OLEH : dr. Shinta Pramita Dewi MAKASSAR 2021
  • 2. Hubungan Jumlah LeukositPre Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada Pasien Apendisitis Perforasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto Makassar Abstrak Keterlambatan tindakan pada apendisitis akut akan menimbulkan penyulit berupa perforasi yang berakibat peningkatan morbiditas dan mortalitas. Perforasi appendiks berhubungan dengan peningkatan jumlah leukosit darah (leukositosis) dan dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pasca apendektomi. Tujuan penelitian ini adalah menemukan hubungan jumlah leukosit pre-operasi terhadap kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi pada pasien apendisitis perforasi di RS TNI-AU Dodi Sardjoto Makassar periode 1 Januari 2021-30 Juni 2021. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 52 rekam medik pasien yang telah menjalani apendektomi yang sebelumnya diperiksa jumlah leukosit preoperasi. Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji korelasi spearman. Hasil analisis univariat didapatkan rerata jumlah leukosit yaitu 18.000 sel/ul. Simpulan studi ini ialah terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah leukosit pre operasi dengan kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi pada pasien apendisitis perforasi di RS TNI-AU Dodi Sardjoto Makassar. Kata kunci : apendisitis, leukosit, perforasi, komplikasi Abstract Every delayed action will cause perforation as complication, which will increase the morbidity and mortality rate. Perforation of the appendix is associated with increasing number of leukocytes and may increase the risk of complications after appendectomy. The objective of this study was to determine was to determine the relation between the number of preoperative leukocytes and the incidence of postoperative appendectomy complicatios in patients with perforated appendicitis in TNI-AU Dodi Sardjoto Makassar Hospital in the period of Januari 2021-Juni 2021.
  • 3. This was an analytic research with cross sectional approach. There were 52 medical records of patients who have undergone appendectomy and performed preoperative leukocytes counting. Data were analyzed by univariate and bivariate statistical with Spearman correlation test. The result of univariate analysis showed that the average number of leukocytes in perforated appendicitis patients was 18.000 cell/ul. The conclusion is a significant relation between preoperative leukocyte count and incidence of postoperativeappendectomy complication in perforation appendicitis patients at TNI- AU Dodi Sardjoto Makassar Hospital. Keywords : appendicitis, leukocyte, perforated, complications
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Apendisitis adalah peradangan dari appendix vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi lumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks dan pembentukan abses. Penyumbatan lumen apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hyperplasia limfoid, benda asing, parasit, neoplasma, atau striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. Apendisitis dapat ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dengan risiko menderita apendisitis selama hidupnya mencapai 7-8%. Insiden tertinggi dilaporkan pada rentang usia 20-30 tahun. Kasus perforasi apendiks pada apendisitis akut berkisar antara 20- 30% dan meningkat 32- 72% pada usia lebih dari 60 tahun, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun kasus apendisitis jarang ditemukan. Tingginya angka tersebut mengharuskan dokter untuk memiliki kemampuan mendiagnosis apendisitis dengan cepat dan tepat. Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan ultrasonography (USG). Pemeriksaan suhu tubuh termasuk dalam salah satu kriteria pada skor alvarado untuk penegakkan diagnosis apendisitis. Suhu tubuh <37oC didapatkan pada pasien apendisitis tanpa komplikasi dan pada kasus perforasi terdapat demam tinggi dengan rata-rata 38,3oC. kadar leukosit secara signifikan lebih tinggi pada kasus perforasi dibandingkan dengan tanpa perforasi. Leukositosis pada pasien apendisitis akut dapat mencapai 10.000-18.000 sel/mm3 dan jika >18.000 sel/mm3 maka umumnya terjadi peritonitis akibat perforasi Apendiks Perforasi selalu diawali oleh obstruksi lumen apendiks oleh berbagai sebab. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan intra luminal yang mengakibatkan gangguan vaskularisasi hingga terjadi apendisitis perforasi. Penanganan standar apendisitis di dunia adalah operasi pengangkatan apendiks yang disebut apendektomi dan dilakukan laparotomi jika sudah terjadi perforasi. Angka mortalitas pada pasien yang dilakukan apendektomi mencapai 0,07-0,7% dan 0,5-2,4% pada pasien dengan atau
  • 5. tanpa perforasi. Walaupun mortalitas apendisitis akut rendah tetapi angka morbiditasnya cukup tinggi. Apendisitis perforasi dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi paska apendektomi, meskipun secara umum apendektomi merupakan tindakan bedah yang relatif tidak membahayakan jiwa dengan angka kematian paska bedah untuk apendiks perforasi yaitu 5,1 per 1000 kasus. Komplikasi yang sering terjadi setelah dilakukan apendektomi yaitu infeksi paska bedah, abses intraabdomen, peritonitis umum, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini untuk mengetahui hubungan jumlah leukosit pre operasi dengan kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi pada pasien apendisitis perforasi di RS TNI-AU Dodi Sardjoto Makassar 1.2 Rumusan Masalah - Bagaimana hubungan antara jumlah leukosit pre operasi dengan kejadian komplikasi paska operasi apendektomi. 1.3 Tujuan penelitian - Mengetahui hubungan antara jumlah leukosit pre operasi dengan kejadian komplikasi paska operasi apendektomi. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu kedokteran mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian apendisitis perforasi. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi dosen, mahasiswa, dan berbagai pihak yang terkait guna membantu kelancaran proses belajar mengajar mahasiswa dalam menyelesaikan studi.
  • 6. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apendisitis 2.1.1 Definisi Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. 2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Apendiks memiliki Panjang bervariasi sekitar 6 hingga 9 cm. dasarnya melekat pada sekum dan ujungnya memiliki kemungkinan beberapa posisi seperti retrosekal, pelvis, antesekal, preileal, retroileal, atau perikolik kanan. Pada persambungan apendiks dan sekum, terdapat pertemuan tiga taenia coli yang dapat menjadi penanda. Apendiks adalah organ imunologik yang berperan dalam sekresi IgA karena termasuk dalam komponen gut-associated lymphoid tissue (GALT) pada waktu kecil. Namun, system imun tidak mendapat efek negatif apabila apendektomi dilakukan. 2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi Apendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks yang dapat diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hyperplasia limfoid, benda asing, parasit, neoplasma, atau striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang terjadi mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mucus sehingga menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran limfe sehingga menimbulkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat tersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri periumbilical. Sekresi mucus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema, dan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan radang. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga timbul nyeri di daerah kanan bawah. Pada saat ini terjadi apendisitis supuratif akut.
  • 7. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan timbul infark dinding dan gangrene. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa yang bila rapuh dan pecah menjadi apendisitis perforasi. Meskipun bervariasi, biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam setelah awitan gejala. Bila semua proses di atas berjalan dengan imunitas yang cukup baik, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kea arah apendiks sebagai mekanisme pertahanan sehingga timbul massa local yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan yang terjadi dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih Panjang dengan dinding lebih tipis sehingga mudah terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah. 2.1.4 Manifestasi Klinis Keluhan apendisitis dimulai dari nyeri di periumbilikus dan muntah karena rangsangan peritoneum visceral. Dalam waktu 2-12 jam seiring dengan iritasi peritoneal, nyeri perut akan berpindah ke kuadran kanan bawah yang menetap dan diperberat dengan batuk atau berjalan. Nyeri akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan akan menunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah anoreksia, malaise, demam tak terlalu tinggi, konstipasi, diare, mual dan muntah. 2.1.5 Diagnosis Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang 1. Anamnesis Apendisitis harus dipikirkan sebagai diagnosis banding pada semua pasien dengan nyeri abdomen akut yang sesuai dengan manifestasi klinis di atas yakni mual, muntah pada keadaan awal yang diikuti dengan nyeri perut kuadran kanan bawah yang makin progresif. 2. Pemeriksaan Fisik Pasien dengan apendisitis akut tampak kesakitan dan berbaring dengan demam tidak terlalu tinggi. Pada pemeriksaan abdomen, dapat ditemukan bising usus menurun/menghilang, nyeri tekan dan nyeri lepas (tanda Blumberg) fokal pada daerah apendiks yang disebut titik McBurney (sepertiga distal garis antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Iritasi peritoneum ditandai dengan adanya defans
  • 8. muscular, perkusi atau nyeri lepas. Tanda khas yang dapat ditemukan pada apendisitis akut adalah :  Tanda Rovsing : nyeri perut kuadran kanan bawah saat palpasi kuadran kiri bawah;  Tanda Psoas : nyeri pada perut kuadran kanan bawah saat ekstensi panggul kanan (menunjukkan apendiks retrosekal);  Tanda obturator : nyeri perut kanan bawah pada saat rotasi internal panggul kanan (menunjukkan apendiks pelvis);  Tanda Dunphy : peningkatan nyeri yang dirasakan saat batuk. Apabila telah terjadi perforasi, nyeri perut semakin kuat dan difus menyebabkan peningkatan defans muscular dan rigiditas (tanda peritonitis). 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Leukositosis ringan (10.000-20.000/uL) dengan peningkatan jumlah neutrophil. Leukositosis tinggi (>20.000/uL) didapatkan apabila sudah terjadi perforasi dan gangrene. Urinalisis dapat dilakukan untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pada apendisitis akut didapatkan ketonuria. Pada perempuan, perlu diperiksa tes kehamilan bila dicurigai kehamilan ektopik sebagai diagnosis banding. 2. Ultrasonografi dapat digunakan dengan penemuan diameter anteroposterior apendiks yang lebih besar dari 7 mm, penebalan dinding, struktur lumen yang tidak dapat dikompresi (lesi target), atau adanya apendikolit. 2.1.7 Diagnosis Banding Diagnosis banding dapat dilihat berdasarkan usia : - Pada bayi : stenosis pylorus, obstruksi usus. - Pada anak : intususepsi, divertikulus Meckel, gastroenteritis akut, limfadenitis mesenteric, inflammatory bowel disease. - Pada orang dewasa : pielonefritis, colitis, diverticulitis, pankreatitis. - Pada perempuan usia subur : pelvic inflammatory disease (PID), abses tubo-ovarium, rupture kista ovarium atau torsio ovarium, kehamilan ektopik.
  • 9. 2.2 Tata Laksana 1. Pre operatif Observasi ketat, tirah baring, dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah dapat diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks dapat dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotik intravena spektrum luas dan analgesik dapat diberikan. Pada perforasi apendiks perlu diberikan resusitasi cairan sebelum operasi. 2. Operatif  Apendektomi terbuka : dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada diagnosis yang belum jelas dapat dilakukan insisi subumbilikal pada garis tengah.  Laparoskopi apendektomi : Teknik operasi dengan luka dan kemungkinan infeksi lebih kecil. 3. Pasca operatif Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Pasien dibaringkan dalam posisi fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus kembali normal. Secara bertahap pasien diberi minum, makanan saring, makanan lunak, dan makanan biasa. 2.3 Komplikasi 1. Ruptur apendiks menyebabkan peritonitis generalisata dengan angka mortalitas 10-20%. Terapi dilakukan dengan cara laparatomi darurat, apendektomi dan bilas peritoneal yang diikuti dengan drainase kavum peritoneal.
  • 10. 2. Massa apendikular  Setelah serangan apendisitis akut, infeksi diselimuti dengan omentum mayor, sekum, ileum terminalis yang mengakibatkan massa lunak sampai padat yang terasa nyeri pada fossa iliaka dekstra.  Adanya massa merupakan salah satu kontraindikasi apendektomi karena apendiks sangat sulit diangkat dari massa seperti ini. Upaya untuk mengangkat apendiks dapat mengakibatkan fistula fekal.  Keadaan seperti ini diterapi dengan regimen Ochsner dan Sherren. Pasien tetap dipuasakan selama beberapa hari. Selama masa ini, cairan intravena diberikan untuk mengoreksi dehidrasi.  Setelah 3-4 hari, abdomen menjadi lunak, nyeri tekan berkurang, dan segera setelah pasien dapat buang air besar, pipa Ryle dilepas. Menjelang satu minggu, pasien dapat Kembali normal. Setelah 6-8 minggu, pasien dianjurkan menjalani apendiktomi elektif. 3. Abses apendikular Jika infeksi tidak dikontrol dengan benar setelah serangan apendisitis, abses dapat terjadi didalam kaitannya dengan apendiks. Keadaan ini adalah (1) Abses retrosekal (2) Abses postileal dan preileal (3) Abses pelvik (4) Abses subsekal. Secara klinis, kelainan ini ditemukan dengan manisfestasi demam tinggi dengan menggigil dan tubuh gemetar serta pembengkakan yang terasa nyeri di fosa iliaka dekstra dan di daerah lumbalis dekstra. Abses pelvik ditemukan dengan gambaran klinis diare. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran yang terlambat ke rumah sakit(3-4 hari) dan demam tinggi dengan menggigil dan tubuh gemetar. 2.4 Prognosis Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0,2-0,8% dan disebabkan oleh komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Pada anak, angka ini berkisar antara 0,1-1%. Sedangkan pada pasien diatas 70 tahun angka ini meningkat diatas 20% terutama karena keterlambatan diagnosis dan terapi.
  • 11. BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Teori 3.2 Kerangka Konsep 3.3 Definisi Operasional dan kriteria objektif 3.3.1 Apendisitis Definisi : Apendisitis didefinisikan sebagai peradangan pada apendiks vermiformis (kantong cacing) yang merupakan darurat bedah paling umum pada anak- Etiologi - Virus - Bakteri Komplikasi : -Infeksi paska bedah -abses intraabdomen -peritonitis umum -fistula -infeksi luka operasi Apendisitis Perforasi Pengetahuan tentang hubungan Leukosit pre operasi Apendisitis Perforasi Komplikasi pasca Operasi apendektomi
  • 12. anak dan dewasa muda dengan nyeri perut. Apendisitis diduga disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks oleh faecalith, stasis faecal, hiperplasia limfoid atau caecal neoplasma dan berbagai infeksi oleh patogen. Alat Ukur : Pemeriksaan fisik Kriteria objektif : apendisitis / tidak apendisitis Skala Ukur : Ordinal 3.3.2 Leukositosis Definisi : Leukosit tinggi atau leukositosis adalah kondisi medis di mana seseorang memiliki jumlah sel darah putih terlalu banyak. Leukositosis dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti peradangan, infeksi, alergi, hingga kanker darah. Alat Ukur : rekam medis Kriteria Objektif : leukosit dengan nilai >20.000/uL Skala Ukur : Nominal 3.3.3 Komplikasi Definisi : Kata komplikasi adalah perubahan pada sebuah penyakit atau kondisi kesehatan yang tidak dikehendaki. Jadi, komplikasi hanya istilah yang menggambarkan adanya beberapa penyakit yang menyerang tubuh seseorang. Alat Ukur : ordinal Kriteria Objektif : komplikasi / tidak ada komplikasi Skala Ukur : Nominal 3.4 Hipotesis Penelitian 3.4.1 Hipotesis nol (H0) o Tidak terdapat hubungan antara jumlah leukosit pre operasi pada apendisitis perforasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto o Tidak terdapat hubungan antara Kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi pada pasien apendisitis perfirasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto
  • 13. 3.4.2 Hipotesis Alternatif (H1) o Terdapat hubungan antara jumlah leukosit pre operasi pada apendisitis perforasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto o Terdapat hubungan antara antara Kejadian komplikasi pasca operasi apendektomi pada pasien apendisitis perfirasi di RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto
  • 14. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 DesainPenelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei-analitik yang dikembangkan dengan desain potong lintang (cross sectional). 4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 Januari 2022-31 Juni 2022 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bagian rekam medis RS TNI-AU dr. Dodi Sardjoto Makassar 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Seluruh data rekam medik pasien apendisitis perforasi di bagian rekam medik RS TNI- AU dr. Dodi Sardjoto Makassar. 4.3.2 Sampel Semua populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. a. Kriteria Inklusi : 1. Pasien apendisitis perforasi yang menjalani operasi dan dirawat di RS TNI AU dr. Dodi Sardjoto Makassar periode tahun 2019-2020. 2. Berusia > 12 tahun dan dioperasi dengan laparotomy. b. Kriteria Eksklusi Data rekam medis tidak lengkap, berkas rekam medis pasien memuat variable yang dibutuhkan tapi tidak dapat dibaca dan pasien dengan penyakit TBC, diabetes mellitus, immunocompromised, serta penyakit infeksi lain yang diderita pasien.
  • 15. 4.3.3 Teknik pengambilan sampel Teknik pengumpulan data sampel menggunakan metode total sampling dimana total sampel sama dengan populasi 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Variabel dependen Variabel dependen pada penelitian ini adalah Apendisitis perforasi 4.4.2 Variabel independen Variabel independen pada penelitian ini adalah jumlah leukosit pre operasi dengan komplikasi pasca operasi apendektomi 4.5 Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Rekam medis yang digunakan sebagai alat penelitian 2. Kamera sebagai dokumentasi kegiatan 3. Analisis SPSS untuk mengolah dan menganalisis data hasil penelitian 4.6 Teknik Analisis Data Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS (Statistical Program for Sosial Science) dengan metode analisis uji chi square 4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Tahap Persiapan 1. Diskusi dengan pembimbing 2. Penyusunan proposal dan kelengkapan lampiran 3. Pengurusan izin etik dan izin penelitian 4. Pendataan awal sampel 4.7.2 Tahap Pelaksanaan 1. Peneliti memberi pengantar dan penjelasan mengenai penelitian kepada partisipan 2. Peneliti melakukan pemeriksaan rekam medis dan pencatatan data 3. Peneliti melakukan input data dan analisis data 4. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian
  • 16. 4.7.3 Tahap Pelaporan 1. Penulisan hasil analisis dan kesimpulan penelitian 2. Evaluasi hasil data bersama pembimbing 3. Pencetakan hasil dan publikasi penelitian 4.8 Etika Penelitian 1. Sebelum melakukan penelitian, maka peneliti akan mengajukan persetujuan etik. 2. Menjaga kerahasiaan identitas sampel penelitian, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
  • 17. DAFTAR PUSTAKA 1. Dorland WAN. Kamus kedokteran Dorland. Edisi ke-31. Albertus Agung Mahode, editor (penyunting). Jakarta: EGC; 2010.hlm.137-8. 2. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The biologics basis for disease in adults and children. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier; 2006. 3. Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson’s text book of pediatric. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2003. 4. Mazziotti MV, Minkes RK. Appendicitis: surgical pervective. E-Medicine 2006. (diunduh 8 September 2017). Tersedia dari : http://www.emedicine.com/ped/topic2925.html 5. World Health Organization (WHO). Global burden disease. WHO 2004. (diunduh 8 September 2017) 6. Shenoy K Rajgopal, Nileshwar Anitha, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ketiga. 2014. 7. Tanto Chris, Liwang Frans, Hanifan Sonia, Kapita Selekta Kedokteran. Essential of Medicine. Edisi ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Media Aesculapius; 2014.