SlideShare a Scribd company logo
1 of 61
Download to read offline
KONSENSUS
PANDUAN PENGUKURAN TEKANAN DARAH
DI LUAR KLINIK
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
KONSENSUS
PANDUAN PENGUKURAN
TEKANAN DARAH
DI LUAR KLINIK
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Editor :
Siska Suridanda Danny
Eka Harmeiwaty
Rossana Barack
Pringgodigdo Nugroho
Jakarta 2022
ii Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
DAFTAR KONTRIBUTOR
Amanda Tiksnadi, Dr. dr. SpS(K)
Departemen Neurologi
FK Universitas Indonesia
RSUPN Cipto Mangunkusumo
Anasthasia Sari Sri Mumpuni, dr., SpJP(K), FIHA
SMF Kardiologi
RS Pondok Indah – Pondok Indah – Jakarta
Eka Harmeiwaty, dr., Sp.S
Spesialis Neurologi
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
Ni Made Hustrini, dr., Sp.PD-KGH
Divisi Ginjal Hipertensi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK Universitas Indonesia
RSUPN Cipto Mangunkusumo
Paskariatne Probo Dewi Yamin, dr., Sp.JP, FIHA
Departemen Kardiologi
RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta
iii
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Pringgodigdo Nugroho, dr., SpPD-KGH, FINASIM
Divisi Ginjal Hipertensi
Departemen Penyakit Dalam
Rakhmad Hidayat, dr., Sp.S(K)
Departemen Neurologi
FK Universitas Indonesia
RSUPN Cipto Mangunkusum
Rossana Barack, dr., SpJP(K), FIHA
SMF Kardiologi
RS MMC - Jakarta
dr. Siska Suridanda Danny, Sp.JP(K), FIHA
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
FK Universitas Indonesia
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
iv Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
KATA PENGANTAR
Tingginya prevalensi hipertensi di Indonesia
menyebabkan pengukuran tekanan darah yang akurat
menjadi penting untuk deteksi dan terapi. Telah lama
disadari bahwa pengukuran tekanan darah di luar klinik
berguna untuk mendeteksi hipertensi jas putih (white-
coat hypertension) yang tidak memerlukan terapi obat,
sementara prevalensinya dapat mencapai 30% dari
seluruh pasien hipertensi. Pengukuran tekanan darah
di luar klinik menggunakan ambulatory blood pressure
monitoring (ABPM) selain lebih akurat menggambarkan
tekanan darah juga berguna mendeteksi gangguan
irama sirkadian. Pada saat ini, pengukuran ABPM tidak
sering dilakukan di Indonesia dan tidak semua produk
pengukuran ABPM dapat digunakan untuk membuat
keputusan klinik sehingga diperlukan panduan cara
pengukuran dan interpretasi hasil pengukuran ABPM.
Saya sebagai ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi
Indonesia(PERHI)sangatantusiasmenyambutkonsensus
mengenai ABPM yang saya yakini berguna bagi para
tenaga kesehatan dan peneliti hipertensi. Saya sangat
menghargai tim penyusun atas pemikiran dan usahanya
dalam menyusun dokumen ini. Mengingat akan muncul
hasil penelitian baru maka konsensus ABPM akan
v
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
selalu disempurnakan sejalan dengan perkembangan
pengetahuan yang ada di masa datang.
Jakarta, Februari 2022,
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
(PERHI)
Dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA
vi Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
DAFTAR ISI
	
Halaman Judul.............................................................. 	i
Kontributor.................................................................... 	ii
Kata Pengantar.............................................................. 	v
Daftar Isi......................................................................... 	vi
Daftar Tabel................................................................... 	viii
Daftar Gambar.............................................................. 	ix
Daftar Istilah dan Singkatan......................................... 	x
1.	Pendahuluan.......................................................... 	1
	 1.1	Perkembangan Pengukuran Tekanan Darah
		di Luar Klinik.................................................... 	1
	 1.2	Perbandingan ABPM dan HBPM................... 	3
2.	 Penggunaan Klinis Sehari-hari............................. 	7
2.1	Indikasi Klinis................................................... 	7
2.2	Rekomendasi Penggunaan ABPM pada
Berbagai Panduan Praktik Klinik................... 	9
2.3	Kelebihan dan Keterbatasan Pemeriksaan
ABPM................................................................ 	14
2.4	Manfaat dan Efektivitas Biaya........................ 	14
3.	 Tata Cara Pemeriksaan ABPM.............................. 	17
3.1	Persiapan Umum............................................. 	17
3.2	Ukuran Manset................................................ 	19
3.3	Instruksi untuk Pasien..................................... 	20
4.	 Interpretasi Pemeriksaan ABPM........................... 	22
4.1	Evaluasi Terhadap Data ABPM...................... 	22
vii
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
4.2	Definisi Pengukuran pada Pemeriksaan
ABPM................................................................ 	22
4.3	Pelaporan Hasil Pemeriksaan ABPM............ 	24
4.4	Penegakan Diagnosis Hipertensi dengan
Pemeriksaan ABPM......................................... 	25
4.5	Penilaian Terhadap Hipertensi Jas Putih..... 	25
4.6	Penilaian Terhadap Hipertensi Terselubung 	
dan Hipertensi Tidak Terkontrol
	Terselubung.................................................... 	26
4.7	Penilaian Risiko Kardiovaskular dan Kerusakan
Organ Target pada Pasien Hipertensi.......... 	27
5.	 Diskusi Kasus.......................................................... 	34
5.1	Kasus 1............................................................. 	34
5.2	Kasus 2............................................................. 	36
5.3	Kasus 3............................................................. 	38
Daftar Pustaka............................................................... 	43
viii Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.	 Perbandingan ABPM dan HBPM................ 	5
Tabel 2.	 Indikasi Penggunaan ABPM........................ 	8
Tabel 3.	 Rekomendasi Penggunaan ABPM dalam
Panduan Internasional................................. 	11
Tabel 4.	 Tata Cara Pemeriksaan ABPM..................... 	17
Tabel 5.	 Rekomendasi Ukuran Manset ABPM.......... 	19
Tabel 6.	 Instruksi untuk Pasien................................... 	20
Tabel 7.	 Kriteria Diagnosis Hipertensi Berdasarkan 	
Nilai ABPM..................................................... 	25
Tabel 8.	 Kriteria Diagnosis Hipertensi Jas Putih...... 	26
Tabel 9.	 Kriteria Diagnosis Hipertensi Terselubung 		
dan Tidak Terkontrol Terselubung............. 	27
ix
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.	 Perangkat ABPM Terdiri dari Manset dan
Perekam TD..............................................	18
Gambar 2. 	Contoh Pemasangan Manset dan .........
Perekam TD pada Pasien........................	19
Gambar 3. 	Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 1..........	34
Gambar 4.	 Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 2..........	37
Gambar 5.	 Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 3..........	39
x Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
ABPM	 Ambulatory Blood Pressure Monitoring
ACC	 American College of Cardiology
AHA	 American Heart Association
DES	 Drug Eluting Stent
ESC	 European Society of Cardiology
ESH	 European Society of Hypertension
HPBM	 Home Blood Pressure Monitoring
HR	 Hazard Ratio
IK	 Interval Kepercayaan
IKPP	 Intervensi Koroner Perkutan Primer
IMA-EST	 Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST
IMT	 Intima Media Thickness
InaSH	 Indonesian Society of Hypertension
JSH	 Japanese Society of Hypertension
LVMI	 Left Ventricular Mass Index
MMM	 May Measurement Month
NICE	 National Institute for Health and Care Excellence
OBPM	 Office Blood Pressure Measurement
PKV	 Penyakit Kardiovaskular
PWV	 Pulse Wave Velocity
RCA	 Right Coronary Artery
Riskesdas	 Riset Kesehatan Dasar
xi
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
SPC	 Single Pill Combination
TD	 Tekanan Darah
TDD	 Tekanan Darah Diastolik
TDS	 Tekanan Darah Sistolik
1
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.	Perkembangan Pengukuran Tekanan Darah di
Luar Klinik
	 Hipertensi hingga kini terus menjadi salah satu
masalah kesehatan global utama sebagai faktor risiko
untuk stroke, penyakit kardiovaskular, gagal ginjal dan
penyakit serius lain yang berpotensi menimbulkan
kematian serta kecacatan. Dilatarbelakangi oleh
masalah tersebut, menemukan strategi yang tepat
dalam diagnosis dan terapi hipertensi menjadi sebuah
keharusan.1
Laporan kegiatan May Measurement Month
(MMM) Indonesia tahun 2017 menyebutkan bahwa
berdasarkan data tekanan darah (TD) yang diambil
dari seluruh penjuru Indonesia, hipertensi ditemukan
pada 34,5% subjek. Sebanyak 62,8% dalam kelompok
yang telah mendapatkan terapi anti hipertensi tidak
mencapai target tekanan darah.2
Data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hingga 2018 melaporkan
bahwa 25,8-34,1% populasi usia dewasa di Indonesia
memiliki TD tinggi.3
Semakin tinggi TD, semakin besar
pula angka disabilitas, morbiditas, dan mortalitas yang
diakibatkan oleh hipertensi. Metode skrining dengan
cara yang benar diperkirakan mampu menjadi salah
satu solusi untuk mencapai pencegahan primer yang
efektif, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas, serta menyediakan landasan yang tepat
dalam penyusunan kebijakan publik.
2 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
	 Akurasi pengukuran TD merupakan salah satu
faktor kunci dalam diagnosis dan tatalaksana hipertensi.
Pengukuran TD di klinik (Office Blood Pressure
Measurement/OBPM) memiliki keterbatasan dalam hal
variasi kondisi pengukuran serta respons kewaspadaan
individu terhadap prosedur pengukuran yang sering
menimbulkan peningkatan TD. Saat ini pengukuran TD
di luar klinik yakni ABPM (Ambulatory Blood Pressure
Monitoring)danHBPM(HomeBloodPressureMonitoring)
telah direkomendasikan dalam banyak panduan
hipertensi untuk mengevaluasi dan mengukur TD yang
tidak hanya terbatas pada satu waktu pengukuran.1
Beberapa alasan yang mendasari penggunaan dua
metode ini adalah sebagai berikut: 1) memberikan
informasi hasil yang lebih stabil dan tervalidasi pada
pengukuran TD, 2) parameter yang diukur bermanfaat
dalam menilai prognosis pada pasien, 3) pengukuran
TD klinik memiliki variabilitas yang tinggi sehingga tidak
selalu dapat menggambarkan profil TD basal dan risiko
kardiovaskular pada pasien, 4) membantu membedakan
diagnosis hipertensi jas putih (white coat hypertension)
dan hipertensi terselubung (masked hypertension)
sehingga klinisi dapat menentukan diagnosis hipertensi
dengan lebih tepat dan berujung pada berkurangnya
beban biaya layanan kesehatan pasien hipertensi.4
	
Pemeriksaan ABPM umumnya hanya tersedia
pada rumah sakit besar dikarenakan harganya yang
cukup tinggi, namun penggunaan dan ketersediaannya
dilaporkan terus meningkat dalam beberapa tahun
3
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
terakhir. HPBM, dengan harga yang lebih terjangkau
merupakan alternatif alat pengukuran yang mudah
digunakan dan mampu memberikan hasil pengukuran
TD yang cukup baik, meskipun tidak selengkap ABPM.
Kedua metode pemeriksaan ini saling melengkapi dan
memiliki manfaat besar untuk diagnosa serta tatalaksana
hipertensi.5
1.2.	 Perbandingan ABPM dan HBPM
	 Salah satu perbedaan utama dari ABPM dan HBPM
terletak pada kemampuannya mengukur variabilitas
TD. ABPM adalah sebuah metode non invasif untuk
mengetahui rerata tekanan darah selama minimal 24
jam. Pemantauan ini menggunakan alat pengukur TD
digital otomatis berukuran kecil yang dipasang ke
sabuk yang melingkari tubuh pasien dan terhubung ke
manset yang dipasang di lengan atas pasien. Alat akan
mengukur TD secara berkala selama pasien beraktivitas
dan saat tidur. Hal ini mempunyai implikasi klinis dalam
menilai prognosis pasien berdasarkan bentuk dan pola
spesifik perubahan TD pasien selama 24 jam.
	 Pemeriksaan HBPM adalah metode pengukuran
TD yang dilakukan mandiri di rumah oleh pasien, di
luar fasilitas kesehatan. Pengukuran dilakukan minimal
dua kali untuk setiap pemeriksaan dengan jarak satu
menit. Hasil akhir HBPM adalah rerata dari minimal
dua kali pemeriksaan dalam waktu tiga hari atau lebih
(dianjurkan tujuh hari), dengan membedakan hasil
4 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
pengukuran pagi dan malam hari. Tingkat variabilitas
hasil pengukuran menggunakan HBPM juga mampu
memberikan prediksi prognosis pada pasien. Misalnya,
hipertensi yang didapatkan pada pengukuran pagi hari
merupakan prediktor yang lebih kuat untuk terjadinya
penyakit kardiovaskular jika dibandingkan dengan
hipertensi yang terjadi pada sore hari. Walaupun
informasiyangdidapatkandarihasilpengukurandengan
HBPM tidak selengkap ABPM, tidak dapat dipungkiri
bahwa HBPM memberikan alternatif sumber informasi
yang lebih mudah pada pengukuran variabilitas TD jika
dibandingkan dengan ABPM.5
	 Fungsi penting lain dari ABPM yang membedakan
dengan HBPM adalah kemampuannya untuk menilai
efek obat anti hipertensi pada pasien selama 24 jam
yang mampu membantu para klinisi dalam penentuan
dosis dan terapi yang tepat pada pasien. Dalam
bidang penelitian, ABPM masih menjadi pilihan utama
karena kemampuan dokumentasi dan kelengkapan
kriteria parameter yang dinilai.5
Perbandingan lengkap
pemeriksaan ABPM dan HBPM dapat dilihat pada
tabel 1.
5
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Tabel 1. Perbandingan ABPM dan HBPM5
Fitur TD klinik ABPM HBPM
Jumlah Parameter yang
dinilai
Sedikit Banyak Sedang
Ketergantungan
operator
Ya Tidak Tidak
Validasi alat Tidak Ya Ya
TD siang hari + +++ ++
TD malam hari - +++ -
TD pagi hari + ++ ++
Variabilitas TD selama
24 jam
- ++ +
Variabilitas TD jangka
panjang
- + ++
Diagnosis hipertensi
jas putih dan hipertensi
terselubung
- ++ ++
Nilai prognostik + +++ ++
Keterlibatan pasien - - ++
Keterlibatan klinisi +++ ++ +
Kepatuhan pasien ++ + ++
Pemantauan efek terapi Informasi
terbatas
Informasi lengkap
profil TD diurnal,
tidak dapat diulang
secara rutin
Sesuai untuk
pemantauan jangka
panjang, informasi
profil TD terbatas
Harga Rendah Tinggi Rendah
Ketersediaan Tinggi Rendah Tinggi
Kontrol dan evaluasi
hipertensi
+ ++ +++
Reprodusibilitas Rendah Tinggi Tinggi
6 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
SIMPULAN:
•	 Hipertensi masih merupakan masalah kesehatan di
seluruh dunia, termasuk Indonesia
•	 Pengukuran TD klinik memiliki beberapa
keterbatasan dalam penilaian komprehensif pasien
hipertensi
•	 Pengukuran TD di luar klinik, yakni ABPM dan HBPM,
memberikan informasi yang lebih menyeluruh
dibandingkan TD klinik baik dalam hal diagnosis,
tatalaksana maupun prognosis pasien hipertensi
•	 Metode pemantauan TD dengan ABPM dan HBPM
selayaknya dianggap sebagai informasi tambahan
yang saling melengkapi data TD klinik, dan tidak
menggantikan satu sama lain
7
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
BAB II
PENGGUNAAN KLINIS SEHARI-HARI
2.1.	 Indikasi Klinis
Pemeriksaan ABPM telah diterima sebagai baku
emas untuk menegakkan diagnosis hipertensi dan
penilaian pola TD selama 24 jam. Jika dibandingkan
dengan pemeriksaan TD klinik maupun HBPM,
pemeriksaan ABPM memiliki sensitivitas dan spesifitas
yang lebih baik untuk diagnosis hipertensi.1,6
Penggunaannya dalam praktik klinik sehari-hari telah
diulas dan direkomendasikan oleh berbagai panduan
internasional utama antara lain Amerika Utara, Eropa,
Jepang, Cina, dan Taiwan. Sebagian besar ditujukan
untuk individu yang membutuhkan konfirmasi hasil
pengukuran TD, misalnya pasien yang menunjukkan TD
yang tidak stabil dan/atau bervariasi di klinik dengan
pengukuran di rumah untuk memastikan adanya
hipertensi jas putih atau hipertensi terselubung.Tekanan
darah yang tidak stabil juga dapat mengindikasikan
monitoring pengobatan yang kurang optimal selama
dalam terapi anti hipertensi. Indikasi lain penggunaan
ABPM adalah untuk konfirmasi kecurigaan adanya
hipertensi resisten sehingga dapat ditentukan perlunya
tindakan terapi intervensi tambahan. Selain itu, ABPM
dapat memberikan informasi prognostikasi terkait
kerusakan target organ, seperti penilaian terhadap
hipertensi malam hari dan pola non-dippers (lihat Bab
IV). Meskipun ada beberapa variasi regional dalam
8 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
rekomendasi, indikasi utama penggunaan ABPM dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.7
Tabel 2. Indikasi Penggunaan ABPM.7
Diagnosis awal
Hipertensi dalam
terapi
Kapan diulang*
•
• Penegakan
diagnosis hipertensi
•
• Deteksi hipertensi
jas putih dan
hipertensi
terselubung
•
• Identifikasi
hipertensi malam
hari dan pola non-
dippers
•
• Penilaian perubahan
TD pada gangguan
otonom
•
• Identifikasi
hipertensi jas putih
dan hipertensi
terselubung
•
• Konfirmasi
diagnosis hipertensi
tidak terkontrol dan
hipertensi resisten
•
• Investigasi
pengendalian TD
24 jam (terutama
pada kehamilan
dan pasien risiko
tinggi lain)
•
• Konfirmasi
hipotensi bergejala
pada terapi yang
berlebihan
•
• Penilaian hipertensi
malam hari dan
pola non-dipping
•
• Ketidaksesuaian
diagnosis antara TD
klinik dan HBPM
•
• Untuk memastikan
kontrol TD telah
tercapai, terutama
pada pasien dengan
risiko kardiovaskular
tinggi
•
• Hipertensi tidak
terkontrol: dilakukan
setiap 2-3 bulan
sampai didapatkan
gambaran normal
pada 24 jam
•
• Hipertensi terkontrol:
dilakukan setiap
tahun
*Disesuaikan dengan ketersediaan alat, preferensi dan risiko antar
individu
9
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
2.2.	
Rekomendasi Penggunaan ABPM pada
Berbagai Panduan Praktik Klinik
Berbagai panduan praktik klinik tatalaksana
hipertensi terkini secara konsisten merekomendasikan
ABPM sebagai alat diagnostik utama, namun aplikasi
klinis tentunya menyesuaikan dengan ketersediaan
di masing-masing negara. Konsensus Perhimpunan
Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of
Hypertension/InaSH) tahun 2019 dan revisi terakhir tahun
2021 juga telah merekomendasikan pemeriksaan ABPM
dalam tatalaksana hipertensi namun data penggunaan
di lapangan secara nasional belum tersedia. Ringkasan
rekomendasi penggunaan ABPM dalam beberapa
panduan utama dapat dilihat pada Tabel 3.
Panduan internasional paling komprehensif
tentang penggunaan ABPM saat ini adalah dalam
rekomendasi European Society on Hypertension 2021
perihal Practice guidelines for office and out-of-office
blood pressure measurement, meskipun fokus utama
pedoman tersebut adalah pada penegakan diagnosis
dibandingkan sebagai metode untuk memantau inisiasi
dan efektivitas terapi antihipertensi.7
Pemeriksaan
ABPM direkomendasikan untuk konfirmasi diagnosis
awal, dan dapat diulang sesuai dengan kebutuhan.
Frekuensi pengulangan ABPM dipengaruhi oleh derajat
hipertensi, respon terhadap pengobatan dan adanya
kerusakan organ target serta komorbiditas.
10 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Pada pasien berisiko lebih tinggi, pengulangan
ABPM dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi
pengobatan dapat memberikan informasi apakah
penurunan TD sudah cukup memadai untuk mencapai
target. Kemudian jika penyesuaian terapi diperlukan,
ABPM dapat diulang setiap 2-3 minggu sampai TD
stabil terdokumentasi. Setelah kendali TD (baik siang
dan malam hari) telah tercapai, ABPM mungkin hanya
diperlukan setiap 6-12 bulan untuk konfirmasi bahwa
target TD tetap tercapai. Meskipun HBPM memiliki
peran dalam pemantauan berkelanjutan hipertensi
dan pengobatan, penting untuk dicatat bahwa ABPM
saat ini adalah satu-satunya alat pemantauan di luar
klinik yang menyediakan pengukuran TD malam hari
yang merupakan komponen penting dari pengontrolan
tekanan darah.1
Penggunaan ABPM di wilayah Asia telah cukup
luas dikenal, dan disokong oleh konsensus regional
HOPE Asia Network. Alat ABPM sudah tersedia di Cina
(23 jenis alat), India/Nepal (12 jenis alat), Malaysia (11
jenis alat), Singapura (10 jenis alat), Jepang dan Vietnam
(9 jenis alat), Korea Selatan (8 jenis alat), Hongkong
dan Filipina (7 jenis alat), Indonesia dan Pakistan (5
jenis alat), Thailand (4 jenis alat), dan Taiwan (3 jenis
alat).1
Jepang merupakan salah satu wilayah dengan
cakupan penggunaan ABPM yang sangat baik dan
penggunaannya ditanggung oleh asuransi kesehatan
nasional. Dibutuhkan strategi lintas negara di wilayah
Asia untuk meningkatkan akses ke perangkat ABPM dan
11
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
mengembangkan pelatihan tenaga kesehatan sehingga
dapat memfasilitasi penggunaan yang lebih luas di Asia.
Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan ABPM dalam
Panduan Internasional
Panduan Diagnosis Tatalaksana
E S C / E S H
(2018)8
•
• Mengonfirmasi diagnosis hipertensi,
jika secara ekonomi memungkinkan
•
• Mendeteksi hipertensi jas putih
pada pasien dengan hipertensi
derajat 1 pada pengukuran TD di
klinik atau TD yang didapatkan
naik di klinik tanpa adanya bukti
kerusakan organ target
•
• Mendeteksi hipertensi terselubung
pada pasien dengan TD klinik
tinggi-normal, TD klinik normal, dan
kerusakan organ target atau risiko
tinggi kardiovaskular
•
• Mengevaluasi hipotensi postural
dan post prandial
•
• Mengevaluasi hipertensi resisten
•
• Mengevaluasi respon TD yang
berlebihan pada latihan
•
• Pada pasien dengan variabilitas
yang cukup besar pada pengukuran
TD klinik
•
• Menilai TD nokturnal dan status
dipping
•
• Mengonfirmasi hipertensi sekunder
•
• Menentukan TD selama kehamilan,
terutama pada wanita berisiko
tinggi
•
• Skrining hipertensi pada pasien
dengan diabetes melitus
•
• Memonitor kontrol TD
•
• Mengevaluasi kontrol
TD, terutama pada
pasien dengan risiko
tinggi yang sedang
dalam terapi
•
• Mengevaluasi
hipotensi postural dan
post prandial
•
• Mengonfirmasi kontrol
TD yang tidak adekuat
yang mengindikasikan
resistensi terapi
12 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
A H A / A C C
(2017)9
•
• Mengonfirmasi diagnosis hipertensi
•
• Skrining hipertensi jas putih pada
dewasa dengan TD > 130 hingga
<160/>80 hingga <100 mmHg
•
• Monitoring berkala untuk
mendeteksi transisi ke hipertensi
yang berkelanjutan pada pasien
dengan hipertensi jas putih
•
• Skrining hipertensi terselubung
pada pengukuran TD klinik
konsisten pada 120-129/75-79
mmHg
•
• Titrasi pada
pengobatan untuk
menurunkan TD
•
• Mengonfirmasi efek
hipertensi jas putih
pada pengukuran
TD klinik yang tidak
tepat atau pada
bacaan HBPM yang
mengindikasikan efek
hipertensi jas putih
yang signifikan
•
• Skrining hipertensi
jas putih pada pasien
yang menerima terapi
kombinasi dan TD
klinik < 10 mmHg di
atas target
T a i w a n
(2015)10
•
• Mengonfirmasi diagnosis hipertensi
•
• Mengidentifikasi hipertensi jas putih
•
• Mengidentifikasi hipertensi
terselubung
•
• Monitoring berkala untuk
mendeteksi hipertensi
berkelanjutan pada pasien dengan
hipertensi jas putih
•
• Mengevaluasi perubahan TD
keseharian
•
• Mengidentifikasi
hipertensi jas putih
•
• Mendeteksi efek
hipertensi jas putih
13
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
JSH (2014)11
•
• Mengonfirmasi diagnosis hipertensi
ketika ada perbedaan antara TD
klinik dan di luar klinik
•
• Untuk pasien dengan TD di luar
klinik 125-134/80-84 mmHg
•
• Untuk pasien dengan variabilitas
tinggi pada pengukuran
•
• Mengonfirmasi hipertensi jas putih
•
• Mengonfirmasi hipertensi
terselubung
•
• Mengevaluasi status dipping
•
• Mengevaluasi variabilitas TD jangka
pendek
•
• Mengevaluasi efek
terapi dan durasi efek
terapi
•
• Mengidentifikasi
hipertensi yang kurang
terkontrol dan resisten
terhadap terapi
K o r e a
(2013)12,13
•
• Mengidentifikasi hipertensi jas putih
•
• Mengidentifikasi hipertensi
terselubung
•
• Mengidentifikasi hipertensi resisten
•
• Mengidentifikasi hipertensi yang
tidak stabil
•
• Menyediakan pengukuran TD yang
akurat untuk penilaian risiko
•
• Menilai TD nokturnal dan status
dipping
•
• Membantu
menegakkan diagnosis
hipertensi resisten
N I C E
(2011)14
•
• Mengonfirmasi diagnosis hipertensi
ketika pengukuran TD klinik
>140/90 mmHg atau ketika pasien
dicurigai hipertensi
•
• Sebagai tambahan
pada pengukuran TD
klinik untuk memonitor
respon terapi anti
hipertensi
14 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
2.3. Kelebihan dan Keterbatasan Pemeriksaan ABPM
	 ABPM memberikan data hasil pengukuran yang
lebih lengkap jika dibandingkan dengan pemeriksaan
TD klinik. Kelebihan dari ABPM di antaranya mampu
menampilkan nilai pemeriksaan yang objektif selama
24 jam; mendiagnosis hipertensi jas putih dan
hipertensi terselubung; melihat adanya hipertensi
tidak terkontrol dan hipertensi resisten, mengukur TD
pasien dalam aktivitas kesehariannya, menilai hipertensi
nokturnal dan non-dippers, serta adanya penurunan
TD yang berlebihan karena terapi obat. Namun saat ini
ketersediaan ABPM masih sangat terbatas di layanan
kesehatan primer Indonesia dikarenakan harganya yang
cukup tinggi serta penggunaannya yang memakan
banyak waktu. Sebagian asuransi kesehatan tidak
menanggung biaya pemeriksaan ABPM. Metode ini
juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada
pasien ketika tidur sehingga kepatuhan pasien juga
menjadi kendala pada beberapa kasus, terutama pada
penggunaan yang berulang.6,7
2.4.	 Manfaat dan Efektivitas Biaya
	 Penentuan strategi yang tepat dalam diagnosis
hipertensi menjadi langkah awal untuk efisiensi
biaya pelayanan kesehatan jangka panjang secara
keseluruhan. Pemberian terapi anti hipertensi untuk
pasien yang belum terindikasi dapat dihindari dengan
metode pengukuran yang benar. Demikian pula biaya
terkait tatalaksana komplikasi akibat hipertensi yang
15
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
tidak terkontrol dapat ditekan dengan penilaian TD yang
lebih akurat. Penelitian Krakoff dkk melaporkan bahwa
penggunan ABPM dalam diagnosis dan terapi pasien
hipertensi yang diukur selama jangka waktu lima tahun
dapat menghemat biaya layanan kesehatan dengan
mengeksklusi 3-10% pasien dari diagnosis hipertensi,
dan mengurangi jumlah terapi hingga 10-23% per
tahun.15
Lovibond dkk dalam analisa efektivitas biaya
untuk ABPM juga melaporkan bahwa penggunanaan
ABPM merupakan metode yang paling efektif dalam
mendiagnosis hipertensi pada semua kelompok
usia.16
HBPM merupakan salah satu alternatif dalam
pengukuran, tetapi HBPM tidak dapat sepenuhnya
menyediakan hasil pengukuran selengkap ABPM
sebagai informasi klinis.1,17
	 Pemeriksaan ABPM di Jepang ditanggung oleh
asuransi kesehatan nasional, berdasarkan keunggulan
ABPM atas pengukuran TD yang lain untuk memprediksi
perkembangan kejadian kardio dan serebrovaskular.
Diperkirakan penggunaan ABPM untuk pemantauan
hipertensi di Jepang akan menghemat 10 trilliun yen
selama 10 tahun, mengurangi kejadian stroke lebih dari
59.500, dan menyelamatkan hampir 19.000 nyawa.18
16 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
SIMPULAN:
•
• Pemeriksaan ABPM telah diintegrasikan dalam
berbagai panduan hipertensi nasional dan
internasional; baik untuk diagnosis, pemantauan
tatalaksana dan penentuan prognosis
•
• Penggunaan ABPM untuk pengukuran TD yang
lebih akurat dapat menghemat biaya pelayanan
kesehatan pasien hipertensi dalam jangka panjang
•
• Peran ABPMdalam diagnosis: membantu konfirmasi
diagnosis hipertensi, mendeteksi hipertensi jas
putih dan hipertensi terselubung, serta penilaian
perubahan TD pada gangguan otonom
•
• Peran ABPM dalam pemantuan terapi: memastikan
kendali TD telah tercapai (terutama pada pasien
risiko tinggi), konfirmasi diagnosis hipertensi tidak
terkontrol dan hipertensi resisten, konfirmasi adanya
hipotensi bergejala pada terapi yang berlebihan,
dan konfirmasi TD jika dijumpai ketidaksesuaian
antara TD klinik dengan HBPM.
•
• Peran ABPM dalam penilaian prognosis dan risiko
kerusakan organ target: penilaian pola dipping,
hipertensi malam hari, lonjakan TD pagi hari, serta
variabilitas TD jangka pendek.
17
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
BAB III
TATA CARA PEMERIKSAAN ABPM
3.1	 Persiapan Umum
Pemeriksaan ABPM dilakukan sesuai indikasi klinis
yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Pasien
diberikan penjelasan mengenai tujuan pemeriksaan,
fungsi perangkat serta prosedur pemasangan. Tata cara
pemeriksaan ABPM dapat dilihat dalam tabel 4.
Tabel 4. Tata Cara Pemeriksaan ABPM7
Persiapan Umum Pemasangan Monitor Pelepasan Monitor
Sebaiknya ABPM
dikerjakan pada hari
kerja biasa
Pengukuran otomatis
dilakukan setiap 15-30
menit pada siang hari,
dan 30-60 menit pada
malam hari
Lepas monitor setelah
24 jam
Dibutuhkan waktu
10-15 menit untuk
memulai dan
menyesuaikan
perangkat
Ukuran manset harus
sesuai dengan ukuran
lingkar lengan pasien
(lihat tabel 5)
Tentukan periode
siang dan malam
hari berdasarkan
kartu laporan pasien
atau dapat juga
didefinisikan dengan
interval waktu sebagai
berikut: siang hari
mulai pukul 09.00 –
21.00 dan malam hari
mulai pukul 01.00-
06.00
18 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Pasang manset pada
lengan non-dominan,
dengan pusat manset
di atas arteri brakhialis.
Kecuali jika terdapat
perbedaan TDS > 10
mmHg antara kedua
lengan maka manset
dipasang pada lengan
dengan TDS tertinggi
Ulangi ABPM jika
terdapat < 20
pengukuran valid pada
siang hari atau < 7
pengukuran valid pada
malam hari
Ambil contoh
pengukuran
Lakukan interpretasi
hasil ABPM (lihat Bab
IV)
Berikan instruksi pada
pasien (lihat tabel 6)
*TDS = tekanan darah sistolik.
Gambar 1. Perangkat ABPM Terdiri dari Manset dan
Perekam TD
19
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Gambar 2. Contoh Pemasangan Manset dan Perekam
TD pada Pasien
3.2.	 Ukuran Manset
Tabel 5. Rekomendasi Ukuran Manset ABPM19
Ukuran manset
Anak-anak atau dewasa kurus 12x18 cm
Dewasa 12x26 cm
Dewasa dengan lengan besar 12x40 cm
20 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
3.3.		 Instruksi untuk Pasien
Tabel 6. Instruksi untuk Pasien7
Jelaskan fungsi perangkat dan prosedur pemasangan
Pasien dapat tetap beraktivitas seperti biasa
Anjurkan pasien untuk tetap diam dengan lengan rileks setiap
alat melakukan pengukuran
Pasien sebaiknya tidak menyetir sendiri. Jika memang
harus menyetir, berhenti jika memungkinkan atau abaikan
pengukuran
Pasien tidak mandi selama terpasang ABPM
Catat waktu tidur, obat-obatan yang dikonsumsi, atau keluhan
yang terjadi selama pengukuran
Tandai arteri brakialis sehingga jika manset longgar, pasien
dapat mengencangkannya sendiri
Jelaskan cara mematikan monitor jika terjadi malfungsi
perangkat
21
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
SIMPULAN:
•
• Pemeriksaan ABPM dilakukan selama 24 jam,
umumnya pada hari kerja dan pasien dapat
beraktivitas seperti biasa di rumah ataupun kantor.
Pasien kembali datang ke klinik atau RS setelah 24
jam untuk melepas perangkat ABPM
•
• Penting untuk memberikan penjelasan dan instruksi
yang jelas kepada pasien mengenai hal-hal yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama 24 jam
pemasangan alat
•
• Umumnya pemeriksaan ABPM dapat ditoleransi
dengan baik oleh pasien
•
• Pemasangan dan interpretasi ABPM dilakukan oleh
tenaga medis terlatih.
22 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
BAB IV
INTERPRETASI PEMERIKSAAN ABPM
4.1.	 Evaluasi Terhadap Data ABPM
Data ABPM dianggap layak diinterpretasi jika
pemeriksaan berhasil merepresentasikan 70% dari
jumlah pengukuran TD yang direncanakan. Secara
spesifik, diperlukan minimal 20 hasil pengukuran TD
siang hari serta 7 pengukuran TD malam hari yang valid
dan dapat dianalisa. Untuk kepentingan penelitian,
harus diupayakan untuk mendapatkan pengukuran valid
sejumlah > 2x setiap jam pada siang hari dan minimal
1x setiap jam saat tidur. Jika pengukuran mendapatkan
kurang dari jumlah tersebut maka disarankan melakukan
pemeriksaan ulangan.7,20
4.2.	 Definisi Pengukuran pada Pemeriksaan ABPM
Beberapa definisi pengukuran pada pemeriksa-an
ABPM adalah sebagai berikut:1
•
• TD siang hari (terjaga): rerata TD saat pasien
bangun dan beraktivitas normal; umumnya
pada pukul 09.00 hingga 21.00 namun dapat
pula disesuaikan dengan waktu bangun yang
dilaporkan pasien saat pemeriksaan.
•
• TD malam hari (tidur): rerata TD saat pasien
tidur, umumnya pada pukul 01.00 hinga 06.00
dini hari namun dapat pula disesuaikan dengan
23
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
waktu tidur yang dilaporkan pasien saat
pemeriksaan.
•
• TD pagi hari: rerata TD dalam dua jam pertama
sejak pasien bangun tidur, umumnya pada jam
07.00-09.00 namun dapat pula disesuaikan
dengan waktu bangun yang dilaporkan pasien
saat pemeriksaan.
•
• TD 24 jam: rerata TD dalam 24 jam.
•
• Pola dipping: persentase penurunan TD malam
hari dibandingkan siang hari, yang diukur
dengan rumus berikut:
Perubahan TD malam = (1- rerata TD sistolik
malam/rerata TD sistolik siang)_x_100
-	 Normal dipper: penurunan TD antara 10-20%
-	 Non dipper: penurunan TD kurang dari 10%
-	 Extreme dipper: penurunan TD lebih dari
20%.
-	 Reverse dipper/riser: peningkatan TD malam
hari dibandingkan siang hari
•
• Morning surge: peningkatan TD pada jam-
jam awal pasien terbangun di pagi hari
dibandingkan rerata TD malam hari. Terdapat
banyak cara untuk mendefinisikan peningkatan
ini namun yang paling kerap diadopsi adalah
perhitungan sleep-through morning surge,
yakni selisih rerata TD sistolik dalam dua jam
setelah bangun tidur dengan rerata tiga TD
sistolik terendah berturut-turut saat tidur. Selisih
> 55 mmHg digolongkan sebagai peningkatan
TD pagi yang berlebihan, namun angka ini
24 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
mungkin dapat berbeda terkait umur, ras dan
penyakit penyerta.
4.3.	 Pelaporan Hasil Pemeriksaan ABPM
Setelah pemeriksaan selesai, perangkat lunak
masing-masing alat dapat melakukan kalkulasi terhadap
rerata dan pola TD pasien. Hasil kemudian ditampilkan
dalam bentuk data dan grafik sebagai berikut:1,20
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
siang hari
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
malam hari
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi
selama 24 jam
•
• Grafik pengukuran TD dalam 24 jam; umumnya
TD pada aksis vertikal dan waktu pengukuran
pada aksis horizontal, dengan garis batas
demarkasi antara waktu terjaga dan tidur, serta
batas rentang TD normal
•
• Persentase penurunan TD malam hari
•
• Jumlah pengukuran TD yang dianggap valid
dan proporsi error (jika ada)
•
• Interpretasi: kesimpulan klinisi mengenai hasil
pemeriksaan pasien.
25
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
4.4.	
Penegakan Diagnosis Hipertensi dengan
Pemeriksaan ABPM
Dibandingkan dengan pengukuran TD di klinik,
pengukuran TD di luar klinik baik ABPM maupun HBPM
umumnya lebih rendah sehingga diagnosis hipertensi
menggunakan ABPM ditegakkan jika memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Tabel 7. Kriteria Diagnosis Hipertensi Berdasarkan Nilai
ABPM7
TDS
(mmHg)
TDD
(mmHg)
Interpretasi
TD rerata 24 jam > 130
dan/
atau
> 80 Hipertensi
TD rerata pagi-siang
hari (atau terjaga)
> 135
dan/
atau
> 85
Hipertensi pagi-
siang hari (daytime)
TD rerata malam hari
(atau tidur)
> 120
dan/
atau
> 70
Hipertensi malam
hari (night time)
TDS = tekanan darah sistolik; TDD = tekanan darah diastolik.
4.5.	 Penilaian Terhadap Hipertensi Jas Putih
Adanya hipertensi jas putih ditegakkan jika pada
seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD di
klinik secara konsisten diukur > 140/90 mmHg namun
rerata TD siang hari, malam hari maupun 24 jam didapati
normal. Pada pemeriksaan ABPM, hasil pengukuran
dalam satu jam pertama setelah pemasangan alat serta
jam terakhir sebelum pelepasan alat dianggap sebagai
rentang waktu yang menggambarkan TD klinik.
26 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Tabel 8. Kriteria Diagnosis Hipertensi Jas Putih20
Pasien tanpa obat antihipertensi dengan TD klinik ≥ 140/90
mmHg
dan ABPM rerata 24 jam < 130/80
dan ABPM rerata siang hari < 135/85 mmHg
dan ABPM rerata malam hari < 120/70 mmHg
atau HBPM < 135/85 mmHg
4.6.	 Penilaian Terhadap Hipertensi Terselubung dan
Hipertensi Tidak Terkontrol Terselubung
Hipertensi terselubung ditegakkan jika pada
seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD
klinik konsisten di bawah nilai ambang untuk diagnosis
hipertensi (< 140/90 mmHg) namun rerata TD siang
hari, malam hari ataupun 24 jam sesuai dengan kriteria
hipertensi. Biasanya hipertensi terselubung dicurigai
jika dijumpai kerusakan organ target sesuai hipertensi
namun TD klinik tidak sesuai dengan kerusakan tersebut.
Sedangkan istilah hipertensi tidak terkontrol
terselubung digunakan jika fenomena di atas dijumpai
pada pasien yang sedang mendapatkan terapi obat
hipertensi. Hal ini menggambarkan belum optimalnya
pengaturan TD pada seorang pasien, yang banyak
dipengaruhi oleh peningkatan TD pada malam hari
sedangkan TD di klinik tampaknya normal.
27
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Tabel 9. Kriteria Diagnosis Hipertensi Terselubung dan
Tidak Terkontrol Terselubung20,21
Hipertensi terselubung:
Pasien tanpa obat antihipertensi dengan TD klinik < 140/90
mmHg
dan ABPM rerata 24 jam ≥ 130/80
dan/atau ABPM rerata siang hari ≥ 135/85 mmHg
dan/atau ABPM rerata malam hari ≥ 120/70 mmHg
atau HBPM ≥ 135/85 mmHg
Hipertensi tidak terkontrol terselubung:
Pasien dengan obat antihipertensi , namun TD klinik < 140/90
mmHg
dan ABPM rerata 24 jam ≥ 130/80
dan/atau ABPM rerata siang hari ≥ 135/85 mmHg
dan/atau ABPM malam hari ≥ 120/70 mmHg
atau HBPM ≥ 135/85 mmHg
	
4.7.	 Penilaian Risiko Kardiovaskular dan Kerusakan
Organ Target pada Pasien Hipertensi
Kemampuan ABPM untuk mendapatkan data
pengukuran TD dalam rentang waktu tertentu, bahkan
saat tidur, membuka peluang untuk menganalisa pola
TD tertentu yang mungkin berhubungan dengan
peningkatan risiko kardiovaskular dan kerusakan organ
target. Perlu diingat bahwa fenomena perubahan TD
malam dan pagi sering kali sangat bervariasi dari hari ke
harisertapotensialdipengaruhioleh berbagaihalseperti
adanya gangguan tidur, stres emosional, asupan garam,
disfungsi saraf otonom, cuaca, suhu lingkungan dan
lain-lain.1
Panduan tatalaksana hipertensi internasional
28 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
mutakhir belum memasukkan penilaian variasi dan
pola TD sebagai komponen baku pemeriksaan risiko
kardiovaskular pada semua pasien hipertensi.
Parameter ABPM yang dalam berbagai studi
tampak berkorelasi dengan kerusakan organ target
antara lain adalah pola dipping, morning surge yang
berlebihan, serta variabilitas TD jangka pendek.
1.	 Non-dipper
Pola non-dipper seringkali dijumpai pada
pasien diabetes mellitus (prevalensi sampai
dengan 30%) dan terkait dengan peningkatan
risiko kerusakan organ target, stroke, kejadian
kardiovaskular, serta kematian.1,22
Selain itu
pola non-dipper juga merupakan prediktor
kejadian kardiovaskular serta mortalitas pada
pasien gagal ginjal tahap akhir.1
Pola non-
dipper berhubungan dengan stenosis arteri
koroner pada laki-laki, tingkat kognisi yang
lebih rendah, hipertrofi ventrikel kiri, serta
kerusakan ginjal. Hubungan ini paralel dengan
temuan bahwa untuk setiap kenaikan 10 mmHg
rerata TD malam hari, maka risiko mortalitas
meningkat 21%.23
2.	 Reverse dipper (riser)
Pola nokturnal riser terjadi ketika TD malam
lebih tinggi dibandingkan TD siang hari
sehingga rasio TD malam : siang ≥ 1. Pasien
dengan pola tersebut memiliki prognosis
kardiovaskular yang paling buruk.23
29
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Non-dipper dan reverse dipper telah
terbukti berhubungan dengan kerusakan
target organ yang lebih berat, termasuk
gangguan kardiovaskular (hipertrofi ventrikel
kiri), serebrovaskular (stroke) serta ginjal
(proteinuria), dengan tingkat yang lebih tinggi
pada reverse dippers dibandingkan non-
dippers.24
3.	 Extreme dipper
Belum terdapat bukti kuat mengenai hubungan
antara extreme dipper dengan luaran pasien
yang lebih buruk, namun pasien dengan
penyakit aterosklerosis mungkin berisiko
terkena stroke iskemik non-fatal atau iskemia
miokard apabila penurunan TD nokturnal
berlebihan disebabkan oleh karena pemberian
terapi antihipertensi yang kurang tepat.23
Extreme dipper mungkin berhubungan
dengan luaran yang lebih buruk, terutama
kejadian serebrovaskular. Data JMS-ABPM
(Jichi Medical University School) menunjukkan
bahwa pasien hipertensi usia tua dengan pola
extreme dipper akan memiliki peningkatan
risiko kejadian stroke.25
Namun demikian data peningkatan risiko
kardiovaskular pada kelompok extreme dipper
tidak konsisten sehingga signifikansi klinis dari
pola ini masih belum pasti.8
30 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
4.	 Hipertensi malam hari
Hasil pengukuran TD di malam hari lebih
prediktif daripada pengukuran TD di siang
hari. Suatu substudi dari Systolic Hypertension
in Europe Trial menunjukkan TDS malam hari
(tengah malam – 6 pagi) merupakan prediktor
luaran klinis yang paling akurat.26
Hal ini akibat
reprodusibilitas TD malam hari yang lebih
baik dibandingkan reprodusibilitas status
dipping. Dampak negatif hipertensi malam
hari terhadap risiko kardiovaskular terutama
dijumpai pada pasien diabetes mellitus. Studi
Eguchi dkk mendapatkan peningkatan risiko
kardiovaskular terkait hipertensi malam hari
vs normotensi (TDS malam > 135 mmHg vs <
120 mmHg) sebesar 10.8 kali lipat pada pasien
diabetes dibandingkan 2.7 kali lipat pada
pasien tanpa diabetes.1,27
Hoshide dkk pada
studi mereka menyimpulkan bahwa pasien
dengan hipertensi malam hari (HBPM < 135/85
mmHg dan ABPM malam > 120/75 mmHg)
memiliki nilai IMT (intima media thickness)
dan ketebalan dinding relatif yang lebih besar
dibandingkan individu dengan normotensi.28
5.	 Morning surge
Lonjakan tekanan darah di pagi hari
berhubungan dengan peningkatan risiko
kardiovaskular dan serebrovaskular, terutama
strokehemoragik.1,29
DataABPMdaristudiJMS-
ABPM menunjukkan bahwa insidensi kejadian
31
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
stroke pada pagi hari lebih tinggi pada pasien
dengan lonjakan tekanan darah pagi hari yang
sangat tinggi, setelah mengontrol variabel lain
meliputi usia, TD 24 jam, serta status dipping
malam hari.30
Studi metaanalisis oleh Sheppard dkk
tidak menemukan bukti yang jelas antara
morning surge dengan prognosis, namun
menggunakan skala kontinu, terdapat bukti
bahwa kenaikan 10 mmHg TD pagi hari terkait
dengan peningkatan risiko stroke (HR 1.11,
95% IK 1.03-1.20).31
Penanda penyakit jantung hipertensi yang
meliputi indeks massa ventrikel kiri (LVMI, Left
Ventricular Mass Index), hipertrofi ventrikel kiri,
and rasio A/E rendah (parameter disfungsi
diastolik), berhubungan dengan lonjakan TD
pagi hari yang sangat tinggi. Terdapat juga
hubungan yang signifikan antara morning
surge dengan peningkatan ketebalan intima
media dan disfungsi mikrovaskular. Pasien
dengan morning surge yang sangat tinggi juga
dapat mengalami gangguan fungsi vaskular
yang diukur dengan menggunakan PWV (pulse
wave velocity). Data histologis menunjukkan
morning surge mempercepat pembentukan
plakaterosklerosisdanmenginduksiinstabilitas
plak sebagai akibat inflamasi vaskular.32
32 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
6.	 Variabilitas TD jangka pendek
Tekanan darah merupakan parameter yang
sangat dinamis dengan fluktuasi kontinu,
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Variabilitas TD jangka pendek selama 24 jam
dapat diukur dengan ABPM, namun variabilitas
jangka panjang membutuhkan pengukuran
TD berkala selama beberapa hari, minggu,
atau bulan, dengan pengukuran berulang baik
TD klinik, ABPM, maupun HBPM.20
Pada pasien
hipertensi, risiko morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular pada follow up 3 tahun lebih
tinggi secara signifikan pada variabilitas TDS >
15 mmHg vs < 15 mmHg (p < 0.01).33
Pasien
dengan peningkatan variabilitas TD juga
lebih mungkin memiliki hipertensi jas putih
atau hipertensi terselubung, sehingga akan
memiliki risiko kardiovaskular lebih tinggi.23
SIMPULAN:
•	 Sebelum melakukan interpretasi hasil ABPM,
pastikan bahwa hasil pemeriksaan valid dan layak
dibaca
•	 Laporan hasil pemeriksaan ABPM mencakup
informasi rerata TD dan denyut nadi siang hari,
malam hari dan 24 jam; persentase penurunan
TD malam hari; serta grafik pengukuran TD dan
denyut nadi dalam 24 jam dengan demarkasi
antara waktu tidur dan terjaga
33
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
•	 Diagnosa hipertensi dapat ditegakkan jika hasil
pemeriksaan ABPM menunjukkan rerata TD 24
jam > 130/80 mmHg, atau rerata TD siang hari >
135/85 mmHg, atau rerata TD malam hari > 120/70
mmHg
•	 Hipertensi jas putih dapat ditergakkan jika pada
seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD
di klinik secara konsisten diukur > 140/90 mmHg
namun rerata TD siang hari, malam hari maupun
24 jam didapati normal
•	 Hipertensi terselubung ditegakkan jika pada
seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi,
TD klinik konsisten di bawah nilai ambang untuk
diagnosis hipertensi (< 140/90 mmHg) namun
rerata TD siang hari, malam hari ataupun 24 jam
sesuai dengan kriteria hipertensi.Sedangkan istilah
hipertensi tidak terkontrol terselubung digunakan
jika fenomena di atas dijumpai pada pasien yang
sedang mendapatkan terapi obat hipertensi.
•	 Parameter ABPM yang dalam berbagai studi
tampak berkorelasi dengan kerusakan organ
target antara lain adalah pola dipping, lonjakan
TD pagi hari yang berlebihan, serta variabilitas TD
jangka pendek
34 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
BAB V
DISKUSI KASUS
5.1.	 Kasus 1
Seorang laki-laki 68 tahun datang untuk kontrol
rutin hipertensi. Pasien diketahui hipertensi sejak 6
tahun yang lalu dan sudah minum obat antihipertensi
(Amlodipin 5 mg/Valsartan 80 mg - dalam single pill
combination) secara rutin.Setiap kali datang ke poliklinik,
TD pasien selalu tercatat di atas 140/90mmHg (range
155-175/95-105 mmHg), namun pasien mengatakan
jika sesekali diukur TD di rumah tidak pernah mencapai
140/90 mmHg. Karena didapati adanya ketidaksesuaian
antara TD di rumah dan di klinik, diputuskan untuk
melakukan pemeriksaan ABPM.
Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 1.
35
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
A = pemeriksaan di klinik; B = periode terjaga; C = periode tidur;
TDS = tekanan darah sistolik; TDD = tekanan darah diastolik.
Laporan hasil pemeriksaan ABPM:
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
siang hari (periode terjaga): 126/73 mmHg, denyut
nadi 75 kali/menit.
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
malam hari (periode tidur): 103/55 mmHg, denyut
nadi 63 kali/menit.
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama
24 jam: 119/67 mmHg, denyut nadi 71 kali/menit.
•
• Rerata TD klinik: 154/87 mmHg.
•
• Persentase penurunan TD malam hari: penurunan
TD sistolik: 18,25% (normal dipping).
•
• Interpretasi hasil: hipertensi jas putih, pola dipping
normal.
Aplikasi klinis:
Pada pasien yang telah mendapatkan terapi anti
hipertensi ini, TD di klinik meningkat, namun TD di
rumah saat siang, malam dan selama 24 jam berada
dalam batas normal. Sehingga disimpulkan pasien
ini mengalami TD tinggi yang tidak terkontrol saat
di poliklinik (White Coat Hypertension/hipertensi jas
putih). Pada individu baik yang dalam pengobatan anti-
hipertensi ataupun tidak, ABPM dapat menilai adanya
white coat effect, yang didefinisikan sebagai perbedaan
rerata tekanan darah di klinik dan rerata tekanan darah
di rumah.
36 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
5.2.	 Kasus 2
Seorang wanita 58 tahun dengan riwayat infark
miokard akut elevasi segmen ST (IMA-EST) inferior
6 bulan lalu, dilakukan prosedur intervensi koroner
perkutan primer (IKPP) dengan hasil stenosis 90%
di arteri koroner kanan (Right Coronary Artery, RCA)
segmen proksimal dan dilakukan pemasangan 1 stent
DES (drug eluting stent).
Faktor risiko yang dimiliki pasien hanyalah
menopause. Sementara faktor risiko kardiovaskular
lain yakni hipertensi, diabetes mellitus, merokok, dan
riwayat keluarga semuanya disangkal. TD saat kontrol
ke poliklinik berkisar 130-135/80-85 mmHg, sehingga
diagnosis hipertensi tidak pernah ditegakkan. Terapi
rutin yang dikonsumsi: Aspirin 100 mg, Clopidogrel 75
mg dan Rosuvastatin 20 mg.
Pasien ini memiliki profil risiko penyakit
kardiovaskular (PKV) yang sangat tinggi dengan adanya
riwayat IMA-EST, maka untuk mengevaluasi faktor
risiko pasien lebih lanjut terutama terhadap kecurigaan
adanya hipertensi, dilakukan pemeriksaan ABPM.
37
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 2.
A = periode terjaga; B = periode tidur; TDS = tekanan darah
sistolik; TDD = tekanan darah diastolik.
Laporan hasil pemeriksaan ABPM:
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
siang hari (pk 07.00 – 21.00): 152/96 mmHg, denyut
nadi 77 kali/menit.
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
malam hari (pk 23.00 – 05.00): 145/93 mmHg, denyut
nadi 69 kali/menit.
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama
24 jam: 149/95 mmHg, denyut nadi 74 kali/menit.
•
• Persentase penurunan TD malam hari: penurunan
TD sistolik 4.97% dan penurunan TD diastolik 2.65%
(non-dipper).
38 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
•
• Interpretasi hasil dan aplikasi klinis:
Rerata TD di poliklinik RS 130-135/80-85 mmHg.
Rerata TD 24 jam ≥ 130/80 mmHg, rerata TD siang
hari ≥ 135/85 mmHg, dan rerata TD malam hari ≥
120/70 mmHg.
Aplikasi klinis:
Hasil ABPM tersebut menunjukkan hipertensi
terselubung, sehingga diagnosis hipertensi ditegakkan
pada pasien ini. Berdasarkan pola dipping, maka
pasien ini termasuk kategori non-dipper yang diketahui
berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular
serta kerusakan target organ yang lebih berat.
Pasien kemudian disarankan membatasi asupan garam
< 5 gram/hari, berolahraga teratur, serta diberikan
tambahan terapi antihipertensi berupa SPC (single
pill combination) Perindopril 5/Amlodipin 5 mg.
Direncanakan pemeriksaan HBPM atau ABPM kembali
setelah 2-4 minggu pemberian antihipertensi untuk
mengevaluasi efektivitas terapi.
5.3.	 Kasus 3
Seorang pasien laki-laki, usia 59 tahun dengan
riwayat stroke. Pasien mengatakan bahwa dirinya
beberapa kali memeriksakan tekanan darah namun
selalu dikatakan normal. Pasien dicurigai memiliki
variabilitas BP yang tinggi, sehingga dilakukan
pemeriksaan ABPM.
39
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut:
Gambar 5. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 3.
BP = blood pressure (tekanan darah).
40 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
41
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Pembacaan kelayakan hasil ABPM:
•
• Pada pemeriksaan ini, alat diatur untuk mengukur
otomatis setiap 20 menit saat siang hari, dan setiap
satu jam pada malam hari.
•
• Terdapat 3 rekaman yang gagal terbaca, yaitu pada
pukul 11.20, 11.40, dan 07.00. Sebanyak 70 bacaan
(95,8%) berhasil terbaca dari 73 data.
•
• Pengukuran pada siang hari sudah melebihi dari
minimal target capaian (>20 bacaan), dan pada
malam hari juga melebihi target capaian (>7
bacaan).
Laporan hasil ABPM:
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
pagi hari (pukul 03.00 – 05.00): 130/76 mmHg,
denyut nadi 80 kali/menit.
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
siang hari (pukul 05.00 – 22.00): 133/74 mmHg,
denyut nadi 80 kali/menit.
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat
malam hari (pukul 22.00 – 03.00): 108/55 mmHg,
denyut nadi 79 kali/menit.
•
• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama
24 jam: 128/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit.
•
• Persentase penurunan TD malam hari: penurunan
TD sistolik 19% dan penurunan TD diastolik 26%
sehingga dikategorikan sebagai extreme dipper.
42 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
Kesimpulan hasil ABPM:
•
• Berdasarkan kriteria hipertensi ABPM, pasien
memiliki rerata TD sistolik/diastolik siang hari
<135/85, rerata TD sistolik/diastolik malam hari
<120/70, serta rerata TD dalam 24 jam <130/80
sehingga pasien tidak terkategorikan hipertensi.
43
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
DAFTAR PUSTAKA
1.	 Kario K, Shin J, Chen CH, Buranakitjaroen P, Chia YC,
DivinagraciaR,etal.Expertpanelconsensusrecommendations
for ambulatory blood pressure monitoring in Asia: The HOPE
Asia Network. J Clin Hypertens (Greenwich). 2019;21(9):1250-
83.
2.	 Turana Y, Widyantoro B, Situmorang TD, Delliana J, Roesli
RMA, Danny SS, et al. May Measurement Month 2018: an
analysis of blood pressure screening results from Indonesia.
Eur Heart J Suppl. 2020;22(Suppl H):H66-H9.
3.	 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan
PengembanganKesehatan.[cited2022.Availablefrom:https://
kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/
files/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf.
4.	 Myers MG, Godwin M, Dawes M, Kiss A, Tobe SW, Kaczorowski
J. Measurement of blood pressure in the office: recognizing
the problem and proposing the solution. Hypertension.
2010;55(2):195-200.
5.	 Parati G, Omboni S, Bilo G.Why Is Out-of-Office Blood Pressure
Measurement Needed? Hypertension. 2009;54(2):181-7.
6.	 Hodgkinson J, Mant J, Martin U, Guo B, Hobbs FD, Deeks JJ,
et al. Relative effectiveness of clinic and home blood pressure
monitoring compared with ambulatory blood pressure
monitoring in diagnosis of hypertension: systematic review.
BMJ. 2011;342:d3621.
7.	 Stergiou GS, Palatini P, Parati G, O’Brien E, Januszewicz
A, Lurbe E, et al. 2021 European Society of Hypertension
practice guidelines for office and out-of-office blood pressure
measurement. J Hypertens. 2021;39(7):1293-302.
44 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
8.	 Williams B, Mancia G, Spiering W, Agabiti Rosei E, Azizi M,
Burnier M, et al.2018 ESC/ESH Guidelines for the management
of arterial hypertension. Eur Heart J. 2018;39(33):3021-104.
9.	 Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, Casey DE, Jr., Collins KJ,
Dennison Himmelfarb C, et al. 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/
ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the
Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High
Blood Pressure in Adults: Executive Summary: A Report of the
American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Clinical Practice Guidelines. Hypertension.
2018;71(6):1269-324.
10.	 Chiang CE, Wang TD, Ueng KC, Lin TH, Yeh HI, Chen CY, et
al. 2015 guidelines of the Taiwan Society of Cardiology and
the Taiwan Hypertension Society for the management of
hypertension. J Chin Med Assoc. 2015;78(1):1-47.
11.	 Shimamoto K, Ando K, Fujita T, Hasebe N, Higaki J, Horiuchi
M, et al. The Japanese Society of Hypertension Guidelines for
the Management of Hypertension (JSH 2014). Hypertens Res.
2014;37(4):253-390.
12.	 Shin J, Park JB, Kim KI, Kim JH, Yang DH, Pyun WB, et al.
2013 Korean Society of Hypertension guidelines for the
management of hypertension: part I-epidemiology and
diagnosis of hypertension. Clin Hypertens. 2015;21:1.
13.	 Shin J, Park JB, Kim KI, Kim JH, Yang DH, Pyun WB, et
al. 2013 Korean Society of Hypertension guidelines for
the management of hypertension. Part II-treatments of
hypertension. Clin Hypertens. 2015;21:2.
14.	 McManus RJ, Caulfield M, Williams B, National Institute for H,
Clinical E. NICE hypertension guideline 2011: evidence based
evolution. BMJ. 2012;344:e181.
45
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
15.	 Krakoff LR. Cost-effectiveness of ambulatory blood pressure: a
reanalysis. Hypertension. 2006;47(1):29-34.
16.	 Lovibond K, Jowett S, Barton P, Caulfield M, Heneghan C,
Hobbs FD, et al.Cost-effectiveness of options for the diagnosis
of high blood pressure in primary care: a modelling study.
Lancet. 2011;378(9798):1219-30.
17.	 Huang QF, Yang WY, Asayama K, Zhang ZY, Thijs L, Li Y, et
al. Ambulatory Blood Pressure Monitoring to Diagnose and
Manage Hypertension. Hypertension. 2021;77(2):254-64.
18.	 Tamaki Y, Ohkubo T, Kobayashi M, Sato K, Kikuya M, Obara T,
et al. [Cost effectiveness of hypertension treatment based on
the measurement of ambulatory blood pressure]. Yakugaku
Zasshi. 2010;130(6):805-20.
19.	 O’Brien E, Coats A, Owens P, Petrie J, Padfield PL, Littler WA,
et al. Use and interpretation of ambulatory blood pressure
monitoring: recommendations of the British hypertension
society. BMJ. 2000;320(7242):1128-34.
20.	 Parati G, Stergiou G, O’Brien E, Asmar R, Beilin L, Bilo G, et
al. European Society of Hypertension practice guidelines
for ambulatory blood pressure monitoring. J Hypertens.
2014;32(7):1359-66.
21.	 O’Brien E, Parati G, Stergiou G. Ambulatory blood pressure
measurement: what is the international consensus?
Hypertension. 2013;62(6):988-94.
22.	 Dost A, Klinkert C, Kapellen T, Lemmer A, Naeke A, Grabert M,
et al. Arterial hypertension determined by ambulatory blood
pressure profiles: contribution to microalbuminuria risk in a
multicenter investigation in 2,105 children and adolescents
with type 1 diabetes. Diabetes Care. 2008;31(4):720-5.
46 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
23.	 O’Brien E, Parati G, Stergiou G, Asmar R, Beilin L, Bilo G,
et al. European Society of Hypertension position paper
on ambulatory blood pressure monitoring. J Hypertens.
2013;31(9):1731-68.
24.	 Dadlani A, Madan K, Sawhney JPS.Ambulatory blood pressure
monitoring in clinical practice. Indian Heart J. 2019;71(1):91-7.
25.	 Kario K, Pickering TG, Matsuo T, Hoshide S, Schwartz JE,
Shimada K. Stroke prognosis and abnormal nocturnal
blood pressure falls in older hypertensives. Hypertension.
2001;38(4):852-7.
26.	Staessen JA, Thijs L, Fagard R, O’Brien ET, Clement D,
de Leeuw PW, et al. Predicting cardiovascular risk using
conventional vs ambulatory blood pressure in older patients
with systolic hypertension. Systolic Hypertension in Europe
Trial Investigators. JAMA. 1999;282(6):539-46.
27.	 Eguchi K, Pickering TG, Hoshide S, Ishikawa J, Ishikawa S,
Schwartz JE, et al. Ambulatory blood pressure is a better
marker than clinic blood pressure in predicting cardiovascular
events in patients with/without type 2 diabetes. Am J
Hypertens. 2008;21(4):443-50.
28.	 Hoshide S, Ishikawa J, Eguchi K, Ojima T, Shimada K, Kario K.
Masked nocturnal hypertension and target organ damage in
hypertensives with well-controlled self-measured home blood
pressure. Hypertens Res. 2007;30(2):143-9.
29.	 Pierdomenico SD, Pierdomenico AM, Cuccurullo F. Morning
blood pressure surge, dipping, and risk of ischemic stroke
in elderly patients treated for hypertension. Am J Hypertens.
2014;27(4):564-70.
47
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
30.	Kario K, Pickering TG, Umeda Y, Hoshide S, Hoshide Y,
Morinari M, et al. Morning surge in blood pressure as a
predictor of silent and clinical cerebrovascular disease
in elderly hypertensives: a prospective study. Circulation.
2003;107(10):1401-6.
31.	 Sheppard JP, Hodgkinson J, Riley R, Martin U, Bayliss S,
McManus RJ. Prognostic significance of the morning blood
pressure surge in clinical practice: a systematic review. Am J
Hypertens. 2015;28(1):30-41.
32.	Marfella R, Siniscalchi M, Portoghese M, Di Filippo C,
Ferraraccio F, Schiattarella C, et al. Morning blood pressure
surge as a destabilizing factor of atherosclerotic plaque: role of
ubiquitin-proteasome activity. Hypertension. 2007;49(4):784-
91.
33.	 Sander D, Kukla C, Klingelhofer J, Winbeck K, Conrad B.
Relationship between circadian blood pressure patterns and
progression of early carotid atherosclerosis: A 3-year follow-
up study. Circulation. 2000;102(13):1536-41.
48 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
ISBN 978-602-61624-8-9

More Related Content

What's hot

EKG, Hipertrofi Jantung
EKG, Hipertrofi JantungEKG, Hipertrofi Jantung
EKG, Hipertrofi JantungADam Raeyoo
 
Aplikasi Laporan IKP Puskesmas.pptx
Aplikasi Laporan IKP Puskesmas.pptxAplikasi Laporan IKP Puskesmas.pptx
Aplikasi Laporan IKP Puskesmas.pptxSriGama1
 
Peran Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dalam mencapai tujuan SDGs
Peran Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dalam mencapai tujuan SDGsPeran Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dalam mencapai tujuan SDGs
Peran Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dalam mencapai tujuan SDGsditjenyankes
 
Latihan Soal tes potensi PPIH/TKHI
Latihan Soal tes potensi PPIH/TKHILatihan Soal tes potensi PPIH/TKHI
Latihan Soal tes potensi PPIH/TKHIYorie74
 
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATANSTUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATANmariaseptiamemorini
 
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan GinekologiManajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan GinekologiDokter Tekno
 
Copy of isk pada kehamilan
Copy of isk pada kehamilanCopy of isk pada kehamilan
Copy of isk pada kehamilanSofie Krisnadi
 
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAKPEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAKSulistia Rini
 
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasDaftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasbudhi mp
 
Buku Panduan Praktis BPJS Kesehatan - Program Rujuk Balik (PRB)
Buku Panduan Praktis BPJS Kesehatan - Program Rujuk Balik (PRB)Buku Panduan Praktis BPJS Kesehatan - Program Rujuk Balik (PRB)
Buku Panduan Praktis BPJS Kesehatan - Program Rujuk Balik (PRB)BPJS Kesehatan RI
 
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...Muhammad Rasyad
 
Cara menghitung pemberian cairan infus
Cara menghitung pemberian cairan infusCara menghitung pemberian cairan infus
Cara menghitung pemberian cairan infusAULIA SHARA
 
Jabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya
Jabatan Fungsional Dokter dan Angka KreditnyaJabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya
Jabatan Fungsional Dokter dan Angka KreditnyaAdiNegara4
 

What's hot (20)

Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
EKG, Hipertrofi Jantung
EKG, Hipertrofi JantungEKG, Hipertrofi Jantung
EKG, Hipertrofi Jantung
 
Aplikasi Laporan IKP Puskesmas.pptx
Aplikasi Laporan IKP Puskesmas.pptxAplikasi Laporan IKP Puskesmas.pptx
Aplikasi Laporan IKP Puskesmas.pptx
 
Contoh Format lembaran rm
Contoh Format lembaran rmContoh Format lembaran rm
Contoh Format lembaran rm
 
Peran Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dalam mencapai tujuan SDGs
Peran Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dalam mencapai tujuan SDGsPeran Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dalam mencapai tujuan SDGs
Peran Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dalam mencapai tujuan SDGs
 
Ppt infark miokad
Ppt infark miokadPpt infark miokad
Ppt infark miokad
 
Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah DengueDemam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue
 
Latihan Soal tes potensi PPIH/TKHI
Latihan Soal tes potensi PPIH/TKHILatihan Soal tes potensi PPIH/TKHI
Latihan Soal tes potensi PPIH/TKHI
 
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATANSTUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
 
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan GinekologiManajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
Manajemen Kegawat Daruratan Obstetri dan Ginekologi
 
Sop rs
Sop rsSop rs
Sop rs
 
Copy of isk pada kehamilan
Copy of isk pada kehamilanCopy of isk pada kehamilan
Copy of isk pada kehamilan
 
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAKPEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PALPASI JANTUNG PADA ANAK
 
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasDaftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
 
Buku Panduan Praktis BPJS Kesehatan - Program Rujuk Balik (PRB)
Buku Panduan Praktis BPJS Kesehatan - Program Rujuk Balik (PRB)Buku Panduan Praktis BPJS Kesehatan - Program Rujuk Balik (PRB)
Buku Panduan Praktis BPJS Kesehatan - Program Rujuk Balik (PRB)
 
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
 
Cara menghitung pemberian cairan infus
Cara menghitung pemberian cairan infusCara menghitung pemberian cairan infus
Cara menghitung pemberian cairan infus
 
07.studi kasus i risk grading matrix
07.studi kasus i   risk grading matrix07.studi kasus i   risk grading matrix
07.studi kasus i risk grading matrix
 
Shock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi CairanShock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi Cairan
 
Jabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya
Jabatan Fungsional Dokter dan Angka KreditnyaJabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya
Jabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya
 

Similar to Konsensus kipertensi.pdf

Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamPanduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamDokter Tekno
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI pjj_kemenkes
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI pjj_kemenkes
 
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasienAndrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasienAndrew Hidayat
 
panda rehabilitate kardiovaskular perki
panda rehabilitate kardiovaskular perkipanda rehabilitate kardiovaskular perki
panda rehabilitate kardiovaskular perkiAstrid Pramudya
 
Buku saku hipertensi (PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT hipertensi)
Buku saku hipertensi (PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT hipertensi)Buku saku hipertensi (PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT hipertensi)
Buku saku hipertensi (PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT hipertensi)mataram indonesia
 
Buku saku hipertensi
Buku saku hipertensiBuku saku hipertensi
Buku saku hipertensiAdw_s
 
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit HipertensiPharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit HipertensiSainal Edi Kamal
 
Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi
Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensiPharmaceutical care untuk penyakit hipertensi
Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensiSurya Amal
 
Penyakit stroke
Penyakit strokePenyakit stroke
Penyakit strokeRATNA S
 
TINDAKAN KOROANGIOGRAFI POST OPERASI CABG
TINDAKAN KOROANGIOGRAFI POST OPERASI CABGTINDAKAN KOROANGIOGRAFI POST OPERASI CABG
TINDAKAN KOROANGIOGRAFI POST OPERASI CABGAbdulMusyfiqAlayTami1
 
237100501 case-bedah
237100501 case-bedah237100501 case-bedah
237100501 case-bedahhomeworkping3
 
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdfLapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdfDwiAkbarinaYahya
 

Similar to Konsensus kipertensi.pdf (20)

Pedoman uji_jantung
 Pedoman uji_jantung Pedoman uji_jantung
Pedoman uji_jantung
 
Guideline stroke-2011
Guideline stroke-2011Guideline stroke-2011
Guideline stroke-2011
 
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamPanduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
 
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasienAndrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
Andrew hidayat dukungan keluarga mempercepat kesembuhan pasien
 
panda rehabilitate kardiovaskular perki
panda rehabilitate kardiovaskular perkipanda rehabilitate kardiovaskular perki
panda rehabilitate kardiovaskular perki
 
Buku saku hipertensi (PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT hipertensi)
Buku saku hipertensi (PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT hipertensi)Buku saku hipertensi (PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT hipertensi)
Buku saku hipertensi (PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT hipertensi)
 
Buku saku hipertensi
Buku saku hipertensiBuku saku hipertensi
Buku saku hipertensi
 
Buku saku hipertensi
Buku saku hipertensiBuku saku hipertensi
Buku saku hipertensi
 
Buku saku hipertensi
Buku saku hipertensiBuku saku hipertensi
Buku saku hipertensi
 
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit HipertensiPharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi
 
Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi
Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensiPharmaceutical care untuk penyakit hipertensi
Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi
 
BAB I murotal.pdf
BAB I murotal.pdfBAB I murotal.pdf
BAB I murotal.pdf
 
Interprofesional kolaborasi
Interprofesional kolaborasiInterprofesional kolaborasi
Interprofesional kolaborasi
 
Modul sap
Modul sapModul sap
Modul sap
 
Penyakit stroke
Penyakit strokePenyakit stroke
Penyakit stroke
 
TINDAKAN KOROANGIOGRAFI POST OPERASI CABG
TINDAKAN KOROANGIOGRAFI POST OPERASI CABGTINDAKAN KOROANGIOGRAFI POST OPERASI CABG
TINDAKAN KOROANGIOGRAFI POST OPERASI CABG
 
237100501 case-bedah
237100501 case-bedah237100501 case-bedah
237100501 case-bedah
 
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdfLapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
Lapsus Interna Dwi Akbarina Yahya.pdf
 

Recently uploaded

Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfAyundaHennaPelalawan
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfSeruniArdhia
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptxAzwarArifkiSurg
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 

Recently uploaded (20)

Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 

Konsensus kipertensi.pdf

  • 1. KONSENSUS PANDUAN PENGUKURAN TEKANAN DARAH DI LUAR KLINIK (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
  • 2. KONSENSUS PANDUAN PENGUKURAN TEKANAN DARAH DI LUAR KLINIK (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Editor : Siska Suridanda Danny Eka Harmeiwaty Rossana Barack Pringgodigdo Nugroho Jakarta 2022
  • 3. ii Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) DAFTAR KONTRIBUTOR Amanda Tiksnadi, Dr. dr. SpS(K) Departemen Neurologi FK Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo Anasthasia Sari Sri Mumpuni, dr., SpJP(K), FIHA SMF Kardiologi RS Pondok Indah – Pondok Indah – Jakarta Eka Harmeiwaty, dr., Sp.S Spesialis Neurologi Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Ni Made Hustrini, dr., Sp.PD-KGH Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo Paskariatne Probo Dewi Yamin, dr., Sp.JP, FIHA Departemen Kardiologi RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta
  • 4. iii Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Pringgodigdo Nugroho, dr., SpPD-KGH, FINASIM Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Penyakit Dalam Rakhmad Hidayat, dr., Sp.S(K) Departemen Neurologi FK Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusum Rossana Barack, dr., SpJP(K), FIHA SMF Kardiologi RS MMC - Jakarta dr. Siska Suridanda Danny, Sp.JP(K), FIHA Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Universitas Indonesia Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
  • 5. iv Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) KATA PENGANTAR Tingginya prevalensi hipertensi di Indonesia menyebabkan pengukuran tekanan darah yang akurat menjadi penting untuk deteksi dan terapi. Telah lama disadari bahwa pengukuran tekanan darah di luar klinik berguna untuk mendeteksi hipertensi jas putih (white- coat hypertension) yang tidak memerlukan terapi obat, sementara prevalensinya dapat mencapai 30% dari seluruh pasien hipertensi. Pengukuran tekanan darah di luar klinik menggunakan ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) selain lebih akurat menggambarkan tekanan darah juga berguna mendeteksi gangguan irama sirkadian. Pada saat ini, pengukuran ABPM tidak sering dilakukan di Indonesia dan tidak semua produk pengukuran ABPM dapat digunakan untuk membuat keputusan klinik sehingga diperlukan panduan cara pengukuran dan interpretasi hasil pengukuran ABPM. Saya sebagai ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia(PERHI)sangatantusiasmenyambutkonsensus mengenai ABPM yang saya yakini berguna bagi para tenaga kesehatan dan peneliti hipertensi. Saya sangat menghargai tim penyusun atas pemikiran dan usahanya dalam menyusun dokumen ini. Mengingat akan muncul hasil penelitian baru maka konsensus ABPM akan
  • 6. v Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) selalu disempurnakan sejalan dengan perkembangan pengetahuan yang ada di masa datang. Jakarta, Februari 2022, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) Dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA
  • 7. vi Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) DAFTAR ISI Halaman Judul.............................................................. i Kontributor.................................................................... ii Kata Pengantar.............................................................. v Daftar Isi......................................................................... vi Daftar Tabel................................................................... viii Daftar Gambar.............................................................. ix Daftar Istilah dan Singkatan......................................... x 1. Pendahuluan.......................................................... 1 1.1 Perkembangan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik.................................................... 1 1.2 Perbandingan ABPM dan HBPM................... 3 2. Penggunaan Klinis Sehari-hari............................. 7 2.1 Indikasi Klinis................................................... 7 2.2 Rekomendasi Penggunaan ABPM pada Berbagai Panduan Praktik Klinik................... 9 2.3 Kelebihan dan Keterbatasan Pemeriksaan ABPM................................................................ 14 2.4 Manfaat dan Efektivitas Biaya........................ 14 3. Tata Cara Pemeriksaan ABPM.............................. 17 3.1 Persiapan Umum............................................. 17 3.2 Ukuran Manset................................................ 19 3.3 Instruksi untuk Pasien..................................... 20 4. Interpretasi Pemeriksaan ABPM........................... 22 4.1 Evaluasi Terhadap Data ABPM...................... 22
  • 8. vii Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 4.2 Definisi Pengukuran pada Pemeriksaan ABPM................................................................ 22 4.3 Pelaporan Hasil Pemeriksaan ABPM............ 24 4.4 Penegakan Diagnosis Hipertensi dengan Pemeriksaan ABPM......................................... 25 4.5 Penilaian Terhadap Hipertensi Jas Putih..... 25 4.6 Penilaian Terhadap Hipertensi Terselubung dan Hipertensi Tidak Terkontrol Terselubung.................................................... 26 4.7 Penilaian Risiko Kardiovaskular dan Kerusakan Organ Target pada Pasien Hipertensi.......... 27 5. Diskusi Kasus.......................................................... 34 5.1 Kasus 1............................................................. 34 5.2 Kasus 2............................................................. 36 5.3 Kasus 3............................................................. 38 Daftar Pustaka............................................................... 43
  • 9. viii Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan ABPM dan HBPM................ 5 Tabel 2. Indikasi Penggunaan ABPM........................ 8 Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan ABPM dalam Panduan Internasional................................. 11 Tabel 4. Tata Cara Pemeriksaan ABPM..................... 17 Tabel 5. Rekomendasi Ukuran Manset ABPM.......... 19 Tabel 6. Instruksi untuk Pasien................................... 20 Tabel 7. Kriteria Diagnosis Hipertensi Berdasarkan Nilai ABPM..................................................... 25 Tabel 8. Kriteria Diagnosis Hipertensi Jas Putih...... 26 Tabel 9. Kriteria Diagnosis Hipertensi Terselubung dan Tidak Terkontrol Terselubung............. 27
  • 10. ix Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perangkat ABPM Terdiri dari Manset dan Perekam TD.............................................. 18 Gambar 2. Contoh Pemasangan Manset dan ......... Perekam TD pada Pasien........................ 19 Gambar 3. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 1.......... 34 Gambar 4. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 2.......... 37 Gambar 5. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 3.......... 39
  • 11. x Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ABPM Ambulatory Blood Pressure Monitoring ACC American College of Cardiology AHA American Heart Association DES Drug Eluting Stent ESC European Society of Cardiology ESH European Society of Hypertension HPBM Home Blood Pressure Monitoring HR Hazard Ratio IK Interval Kepercayaan IKPP Intervensi Koroner Perkutan Primer IMA-EST Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST IMT Intima Media Thickness InaSH Indonesian Society of Hypertension JSH Japanese Society of Hypertension LVMI Left Ventricular Mass Index MMM May Measurement Month NICE National Institute for Health and Care Excellence OBPM Office Blood Pressure Measurement PKV Penyakit Kardiovaskular PWV Pulse Wave Velocity RCA Right Coronary Artery Riskesdas Riset Kesehatan Dasar
  • 12. xi Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) SPC Single Pill Combination TD Tekanan Darah TDD Tekanan Darah Diastolik TDS Tekanan Darah Sistolik
  • 13. 1 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik Hipertensi hingga kini terus menjadi salah satu masalah kesehatan global utama sebagai faktor risiko untuk stroke, penyakit kardiovaskular, gagal ginjal dan penyakit serius lain yang berpotensi menimbulkan kematian serta kecacatan. Dilatarbelakangi oleh masalah tersebut, menemukan strategi yang tepat dalam diagnosis dan terapi hipertensi menjadi sebuah keharusan.1 Laporan kegiatan May Measurement Month (MMM) Indonesia tahun 2017 menyebutkan bahwa berdasarkan data tekanan darah (TD) yang diambil dari seluruh penjuru Indonesia, hipertensi ditemukan pada 34,5% subjek. Sebanyak 62,8% dalam kelompok yang telah mendapatkan terapi anti hipertensi tidak mencapai target tekanan darah.2 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hingga 2018 melaporkan bahwa 25,8-34,1% populasi usia dewasa di Indonesia memiliki TD tinggi.3 Semakin tinggi TD, semakin besar pula angka disabilitas, morbiditas, dan mortalitas yang diakibatkan oleh hipertensi. Metode skrining dengan cara yang benar diperkirakan mampu menjadi salah satu solusi untuk mencapai pencegahan primer yang efektif, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, serta menyediakan landasan yang tepat dalam penyusunan kebijakan publik.
  • 14. 2 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Akurasi pengukuran TD merupakan salah satu faktor kunci dalam diagnosis dan tatalaksana hipertensi. Pengukuran TD di klinik (Office Blood Pressure Measurement/OBPM) memiliki keterbatasan dalam hal variasi kondisi pengukuran serta respons kewaspadaan individu terhadap prosedur pengukuran yang sering menimbulkan peningkatan TD. Saat ini pengukuran TD di luar klinik yakni ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)danHBPM(HomeBloodPressureMonitoring) telah direkomendasikan dalam banyak panduan hipertensi untuk mengevaluasi dan mengukur TD yang tidak hanya terbatas pada satu waktu pengukuran.1 Beberapa alasan yang mendasari penggunaan dua metode ini adalah sebagai berikut: 1) memberikan informasi hasil yang lebih stabil dan tervalidasi pada pengukuran TD, 2) parameter yang diukur bermanfaat dalam menilai prognosis pada pasien, 3) pengukuran TD klinik memiliki variabilitas yang tinggi sehingga tidak selalu dapat menggambarkan profil TD basal dan risiko kardiovaskular pada pasien, 4) membantu membedakan diagnosis hipertensi jas putih (white coat hypertension) dan hipertensi terselubung (masked hypertension) sehingga klinisi dapat menentukan diagnosis hipertensi dengan lebih tepat dan berujung pada berkurangnya beban biaya layanan kesehatan pasien hipertensi.4 Pemeriksaan ABPM umumnya hanya tersedia pada rumah sakit besar dikarenakan harganya yang cukup tinggi, namun penggunaan dan ketersediaannya dilaporkan terus meningkat dalam beberapa tahun
  • 15. 3 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) terakhir. HPBM, dengan harga yang lebih terjangkau merupakan alternatif alat pengukuran yang mudah digunakan dan mampu memberikan hasil pengukuran TD yang cukup baik, meskipun tidak selengkap ABPM. Kedua metode pemeriksaan ini saling melengkapi dan memiliki manfaat besar untuk diagnosa serta tatalaksana hipertensi.5 1.2. Perbandingan ABPM dan HBPM Salah satu perbedaan utama dari ABPM dan HBPM terletak pada kemampuannya mengukur variabilitas TD. ABPM adalah sebuah metode non invasif untuk mengetahui rerata tekanan darah selama minimal 24 jam. Pemantauan ini menggunakan alat pengukur TD digital otomatis berukuran kecil yang dipasang ke sabuk yang melingkari tubuh pasien dan terhubung ke manset yang dipasang di lengan atas pasien. Alat akan mengukur TD secara berkala selama pasien beraktivitas dan saat tidur. Hal ini mempunyai implikasi klinis dalam menilai prognosis pasien berdasarkan bentuk dan pola spesifik perubahan TD pasien selama 24 jam. Pemeriksaan HBPM adalah metode pengukuran TD yang dilakukan mandiri di rumah oleh pasien, di luar fasilitas kesehatan. Pengukuran dilakukan minimal dua kali untuk setiap pemeriksaan dengan jarak satu menit. Hasil akhir HBPM adalah rerata dari minimal dua kali pemeriksaan dalam waktu tiga hari atau lebih (dianjurkan tujuh hari), dengan membedakan hasil
  • 16. 4 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) pengukuran pagi dan malam hari. Tingkat variabilitas hasil pengukuran menggunakan HBPM juga mampu memberikan prediksi prognosis pada pasien. Misalnya, hipertensi yang didapatkan pada pengukuran pagi hari merupakan prediktor yang lebih kuat untuk terjadinya penyakit kardiovaskular jika dibandingkan dengan hipertensi yang terjadi pada sore hari. Walaupun informasiyangdidapatkandarihasilpengukurandengan HBPM tidak selengkap ABPM, tidak dapat dipungkiri bahwa HBPM memberikan alternatif sumber informasi yang lebih mudah pada pengukuran variabilitas TD jika dibandingkan dengan ABPM.5 Fungsi penting lain dari ABPM yang membedakan dengan HBPM adalah kemampuannya untuk menilai efek obat anti hipertensi pada pasien selama 24 jam yang mampu membantu para klinisi dalam penentuan dosis dan terapi yang tepat pada pasien. Dalam bidang penelitian, ABPM masih menjadi pilihan utama karena kemampuan dokumentasi dan kelengkapan kriteria parameter yang dinilai.5 Perbandingan lengkap pemeriksaan ABPM dan HBPM dapat dilihat pada tabel 1.
  • 17. 5 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Tabel 1. Perbandingan ABPM dan HBPM5 Fitur TD klinik ABPM HBPM Jumlah Parameter yang dinilai Sedikit Banyak Sedang Ketergantungan operator Ya Tidak Tidak Validasi alat Tidak Ya Ya TD siang hari + +++ ++ TD malam hari - +++ - TD pagi hari + ++ ++ Variabilitas TD selama 24 jam - ++ + Variabilitas TD jangka panjang - + ++ Diagnosis hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung - ++ ++ Nilai prognostik + +++ ++ Keterlibatan pasien - - ++ Keterlibatan klinisi +++ ++ + Kepatuhan pasien ++ + ++ Pemantauan efek terapi Informasi terbatas Informasi lengkap profil TD diurnal, tidak dapat diulang secara rutin Sesuai untuk pemantauan jangka panjang, informasi profil TD terbatas Harga Rendah Tinggi Rendah Ketersediaan Tinggi Rendah Tinggi Kontrol dan evaluasi hipertensi + ++ +++ Reprodusibilitas Rendah Tinggi Tinggi
  • 18. 6 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) SIMPULAN: • Hipertensi masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, termasuk Indonesia • Pengukuran TD klinik memiliki beberapa keterbatasan dalam penilaian komprehensif pasien hipertensi • Pengukuran TD di luar klinik, yakni ABPM dan HBPM, memberikan informasi yang lebih menyeluruh dibandingkan TD klinik baik dalam hal diagnosis, tatalaksana maupun prognosis pasien hipertensi • Metode pemantauan TD dengan ABPM dan HBPM selayaknya dianggap sebagai informasi tambahan yang saling melengkapi data TD klinik, dan tidak menggantikan satu sama lain
  • 19. 7 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) BAB II PENGGUNAAN KLINIS SEHARI-HARI 2.1. Indikasi Klinis Pemeriksaan ABPM telah diterima sebagai baku emas untuk menegakkan diagnosis hipertensi dan penilaian pola TD selama 24 jam. Jika dibandingkan dengan pemeriksaan TD klinik maupun HBPM, pemeriksaan ABPM memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih baik untuk diagnosis hipertensi.1,6 Penggunaannya dalam praktik klinik sehari-hari telah diulas dan direkomendasikan oleh berbagai panduan internasional utama antara lain Amerika Utara, Eropa, Jepang, Cina, dan Taiwan. Sebagian besar ditujukan untuk individu yang membutuhkan konfirmasi hasil pengukuran TD, misalnya pasien yang menunjukkan TD yang tidak stabil dan/atau bervariasi di klinik dengan pengukuran di rumah untuk memastikan adanya hipertensi jas putih atau hipertensi terselubung.Tekanan darah yang tidak stabil juga dapat mengindikasikan monitoring pengobatan yang kurang optimal selama dalam terapi anti hipertensi. Indikasi lain penggunaan ABPM adalah untuk konfirmasi kecurigaan adanya hipertensi resisten sehingga dapat ditentukan perlunya tindakan terapi intervensi tambahan. Selain itu, ABPM dapat memberikan informasi prognostikasi terkait kerusakan target organ, seperti penilaian terhadap hipertensi malam hari dan pola non-dippers (lihat Bab IV). Meskipun ada beberapa variasi regional dalam
  • 20. 8 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) rekomendasi, indikasi utama penggunaan ABPM dapat dilihat pada tabel di bawah ini.7 Tabel 2. Indikasi Penggunaan ABPM.7 Diagnosis awal Hipertensi dalam terapi Kapan diulang* • • Penegakan diagnosis hipertensi • • Deteksi hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung • • Identifikasi hipertensi malam hari dan pola non- dippers • • Penilaian perubahan TD pada gangguan otonom • • Identifikasi hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung • • Konfirmasi diagnosis hipertensi tidak terkontrol dan hipertensi resisten • • Investigasi pengendalian TD 24 jam (terutama pada kehamilan dan pasien risiko tinggi lain) • • Konfirmasi hipotensi bergejala pada terapi yang berlebihan • • Penilaian hipertensi malam hari dan pola non-dipping • • Ketidaksesuaian diagnosis antara TD klinik dan HBPM • • Untuk memastikan kontrol TD telah tercapai, terutama pada pasien dengan risiko kardiovaskular tinggi • • Hipertensi tidak terkontrol: dilakukan setiap 2-3 bulan sampai didapatkan gambaran normal pada 24 jam • • Hipertensi terkontrol: dilakukan setiap tahun *Disesuaikan dengan ketersediaan alat, preferensi dan risiko antar individu
  • 21. 9 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 2.2. Rekomendasi Penggunaan ABPM pada Berbagai Panduan Praktik Klinik Berbagai panduan praktik klinik tatalaksana hipertensi terkini secara konsisten merekomendasikan ABPM sebagai alat diagnostik utama, namun aplikasi klinis tentunya menyesuaikan dengan ketersediaan di masing-masing negara. Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension/InaSH) tahun 2019 dan revisi terakhir tahun 2021 juga telah merekomendasikan pemeriksaan ABPM dalam tatalaksana hipertensi namun data penggunaan di lapangan secara nasional belum tersedia. Ringkasan rekomendasi penggunaan ABPM dalam beberapa panduan utama dapat dilihat pada Tabel 3. Panduan internasional paling komprehensif tentang penggunaan ABPM saat ini adalah dalam rekomendasi European Society on Hypertension 2021 perihal Practice guidelines for office and out-of-office blood pressure measurement, meskipun fokus utama pedoman tersebut adalah pada penegakan diagnosis dibandingkan sebagai metode untuk memantau inisiasi dan efektivitas terapi antihipertensi.7 Pemeriksaan ABPM direkomendasikan untuk konfirmasi diagnosis awal, dan dapat diulang sesuai dengan kebutuhan. Frekuensi pengulangan ABPM dipengaruhi oleh derajat hipertensi, respon terhadap pengobatan dan adanya kerusakan organ target serta komorbiditas.
  • 22. 10 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Pada pasien berisiko lebih tinggi, pengulangan ABPM dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi pengobatan dapat memberikan informasi apakah penurunan TD sudah cukup memadai untuk mencapai target. Kemudian jika penyesuaian terapi diperlukan, ABPM dapat diulang setiap 2-3 minggu sampai TD stabil terdokumentasi. Setelah kendali TD (baik siang dan malam hari) telah tercapai, ABPM mungkin hanya diperlukan setiap 6-12 bulan untuk konfirmasi bahwa target TD tetap tercapai. Meskipun HBPM memiliki peran dalam pemantauan berkelanjutan hipertensi dan pengobatan, penting untuk dicatat bahwa ABPM saat ini adalah satu-satunya alat pemantauan di luar klinik yang menyediakan pengukuran TD malam hari yang merupakan komponen penting dari pengontrolan tekanan darah.1 Penggunaan ABPM di wilayah Asia telah cukup luas dikenal, dan disokong oleh konsensus regional HOPE Asia Network. Alat ABPM sudah tersedia di Cina (23 jenis alat), India/Nepal (12 jenis alat), Malaysia (11 jenis alat), Singapura (10 jenis alat), Jepang dan Vietnam (9 jenis alat), Korea Selatan (8 jenis alat), Hongkong dan Filipina (7 jenis alat), Indonesia dan Pakistan (5 jenis alat), Thailand (4 jenis alat), dan Taiwan (3 jenis alat).1 Jepang merupakan salah satu wilayah dengan cakupan penggunaan ABPM yang sangat baik dan penggunaannya ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional. Dibutuhkan strategi lintas negara di wilayah Asia untuk meningkatkan akses ke perangkat ABPM dan
  • 23. 11 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) mengembangkan pelatihan tenaga kesehatan sehingga dapat memfasilitasi penggunaan yang lebih luas di Asia. Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan ABPM dalam Panduan Internasional Panduan Diagnosis Tatalaksana E S C / E S H (2018)8 • • Mengonfirmasi diagnosis hipertensi, jika secara ekonomi memungkinkan • • Mendeteksi hipertensi jas putih pada pasien dengan hipertensi derajat 1 pada pengukuran TD di klinik atau TD yang didapatkan naik di klinik tanpa adanya bukti kerusakan organ target • • Mendeteksi hipertensi terselubung pada pasien dengan TD klinik tinggi-normal, TD klinik normal, dan kerusakan organ target atau risiko tinggi kardiovaskular • • Mengevaluasi hipotensi postural dan post prandial • • Mengevaluasi hipertensi resisten • • Mengevaluasi respon TD yang berlebihan pada latihan • • Pada pasien dengan variabilitas yang cukup besar pada pengukuran TD klinik • • Menilai TD nokturnal dan status dipping • • Mengonfirmasi hipertensi sekunder • • Menentukan TD selama kehamilan, terutama pada wanita berisiko tinggi • • Skrining hipertensi pada pasien dengan diabetes melitus • • Memonitor kontrol TD • • Mengevaluasi kontrol TD, terutama pada pasien dengan risiko tinggi yang sedang dalam terapi • • Mengevaluasi hipotensi postural dan post prandial • • Mengonfirmasi kontrol TD yang tidak adekuat yang mengindikasikan resistensi terapi
  • 24. 12 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) A H A / A C C (2017)9 • • Mengonfirmasi diagnosis hipertensi • • Skrining hipertensi jas putih pada dewasa dengan TD > 130 hingga <160/>80 hingga <100 mmHg • • Monitoring berkala untuk mendeteksi transisi ke hipertensi yang berkelanjutan pada pasien dengan hipertensi jas putih • • Skrining hipertensi terselubung pada pengukuran TD klinik konsisten pada 120-129/75-79 mmHg • • Titrasi pada pengobatan untuk menurunkan TD • • Mengonfirmasi efek hipertensi jas putih pada pengukuran TD klinik yang tidak tepat atau pada bacaan HBPM yang mengindikasikan efek hipertensi jas putih yang signifikan • • Skrining hipertensi jas putih pada pasien yang menerima terapi kombinasi dan TD klinik < 10 mmHg di atas target T a i w a n (2015)10 • • Mengonfirmasi diagnosis hipertensi • • Mengidentifikasi hipertensi jas putih • • Mengidentifikasi hipertensi terselubung • • Monitoring berkala untuk mendeteksi hipertensi berkelanjutan pada pasien dengan hipertensi jas putih • • Mengevaluasi perubahan TD keseharian • • Mengidentifikasi hipertensi jas putih • • Mendeteksi efek hipertensi jas putih
  • 25. 13 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) JSH (2014)11 • • Mengonfirmasi diagnosis hipertensi ketika ada perbedaan antara TD klinik dan di luar klinik • • Untuk pasien dengan TD di luar klinik 125-134/80-84 mmHg • • Untuk pasien dengan variabilitas tinggi pada pengukuran • • Mengonfirmasi hipertensi jas putih • • Mengonfirmasi hipertensi terselubung • • Mengevaluasi status dipping • • Mengevaluasi variabilitas TD jangka pendek • • Mengevaluasi efek terapi dan durasi efek terapi • • Mengidentifikasi hipertensi yang kurang terkontrol dan resisten terhadap terapi K o r e a (2013)12,13 • • Mengidentifikasi hipertensi jas putih • • Mengidentifikasi hipertensi terselubung • • Mengidentifikasi hipertensi resisten • • Mengidentifikasi hipertensi yang tidak stabil • • Menyediakan pengukuran TD yang akurat untuk penilaian risiko • • Menilai TD nokturnal dan status dipping • • Membantu menegakkan diagnosis hipertensi resisten N I C E (2011)14 • • Mengonfirmasi diagnosis hipertensi ketika pengukuran TD klinik >140/90 mmHg atau ketika pasien dicurigai hipertensi • • Sebagai tambahan pada pengukuran TD klinik untuk memonitor respon terapi anti hipertensi
  • 26. 14 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 2.3. Kelebihan dan Keterbatasan Pemeriksaan ABPM ABPM memberikan data hasil pengukuran yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan pemeriksaan TD klinik. Kelebihan dari ABPM di antaranya mampu menampilkan nilai pemeriksaan yang objektif selama 24 jam; mendiagnosis hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung; melihat adanya hipertensi tidak terkontrol dan hipertensi resisten, mengukur TD pasien dalam aktivitas kesehariannya, menilai hipertensi nokturnal dan non-dippers, serta adanya penurunan TD yang berlebihan karena terapi obat. Namun saat ini ketersediaan ABPM masih sangat terbatas di layanan kesehatan primer Indonesia dikarenakan harganya yang cukup tinggi serta penggunaannya yang memakan banyak waktu. Sebagian asuransi kesehatan tidak menanggung biaya pemeriksaan ABPM. Metode ini juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien ketika tidur sehingga kepatuhan pasien juga menjadi kendala pada beberapa kasus, terutama pada penggunaan yang berulang.6,7 2.4. Manfaat dan Efektivitas Biaya Penentuan strategi yang tepat dalam diagnosis hipertensi menjadi langkah awal untuk efisiensi biaya pelayanan kesehatan jangka panjang secara keseluruhan. Pemberian terapi anti hipertensi untuk pasien yang belum terindikasi dapat dihindari dengan metode pengukuran yang benar. Demikian pula biaya terkait tatalaksana komplikasi akibat hipertensi yang
  • 27. 15 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) tidak terkontrol dapat ditekan dengan penilaian TD yang lebih akurat. Penelitian Krakoff dkk melaporkan bahwa penggunan ABPM dalam diagnosis dan terapi pasien hipertensi yang diukur selama jangka waktu lima tahun dapat menghemat biaya layanan kesehatan dengan mengeksklusi 3-10% pasien dari diagnosis hipertensi, dan mengurangi jumlah terapi hingga 10-23% per tahun.15 Lovibond dkk dalam analisa efektivitas biaya untuk ABPM juga melaporkan bahwa penggunanaan ABPM merupakan metode yang paling efektif dalam mendiagnosis hipertensi pada semua kelompok usia.16 HBPM merupakan salah satu alternatif dalam pengukuran, tetapi HBPM tidak dapat sepenuhnya menyediakan hasil pengukuran selengkap ABPM sebagai informasi klinis.1,17 Pemeriksaan ABPM di Jepang ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional, berdasarkan keunggulan ABPM atas pengukuran TD yang lain untuk memprediksi perkembangan kejadian kardio dan serebrovaskular. Diperkirakan penggunaan ABPM untuk pemantauan hipertensi di Jepang akan menghemat 10 trilliun yen selama 10 tahun, mengurangi kejadian stroke lebih dari 59.500, dan menyelamatkan hampir 19.000 nyawa.18
  • 28. 16 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) SIMPULAN: • • Pemeriksaan ABPM telah diintegrasikan dalam berbagai panduan hipertensi nasional dan internasional; baik untuk diagnosis, pemantauan tatalaksana dan penentuan prognosis • • Penggunaan ABPM untuk pengukuran TD yang lebih akurat dapat menghemat biaya pelayanan kesehatan pasien hipertensi dalam jangka panjang • • Peran ABPMdalam diagnosis: membantu konfirmasi diagnosis hipertensi, mendeteksi hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung, serta penilaian perubahan TD pada gangguan otonom • • Peran ABPM dalam pemantuan terapi: memastikan kendali TD telah tercapai (terutama pada pasien risiko tinggi), konfirmasi diagnosis hipertensi tidak terkontrol dan hipertensi resisten, konfirmasi adanya hipotensi bergejala pada terapi yang berlebihan, dan konfirmasi TD jika dijumpai ketidaksesuaian antara TD klinik dengan HBPM. • • Peran ABPM dalam penilaian prognosis dan risiko kerusakan organ target: penilaian pola dipping, hipertensi malam hari, lonjakan TD pagi hari, serta variabilitas TD jangka pendek.
  • 29. 17 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) BAB III TATA CARA PEMERIKSAAN ABPM 3.1 Persiapan Umum Pemeriksaan ABPM dilakukan sesuai indikasi klinis yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Pasien diberikan penjelasan mengenai tujuan pemeriksaan, fungsi perangkat serta prosedur pemasangan. Tata cara pemeriksaan ABPM dapat dilihat dalam tabel 4. Tabel 4. Tata Cara Pemeriksaan ABPM7 Persiapan Umum Pemasangan Monitor Pelepasan Monitor Sebaiknya ABPM dikerjakan pada hari kerja biasa Pengukuran otomatis dilakukan setiap 15-30 menit pada siang hari, dan 30-60 menit pada malam hari Lepas monitor setelah 24 jam Dibutuhkan waktu 10-15 menit untuk memulai dan menyesuaikan perangkat Ukuran manset harus sesuai dengan ukuran lingkar lengan pasien (lihat tabel 5) Tentukan periode siang dan malam hari berdasarkan kartu laporan pasien atau dapat juga didefinisikan dengan interval waktu sebagai berikut: siang hari mulai pukul 09.00 – 21.00 dan malam hari mulai pukul 01.00- 06.00
  • 30. 18 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Pasang manset pada lengan non-dominan, dengan pusat manset di atas arteri brakhialis. Kecuali jika terdapat perbedaan TDS > 10 mmHg antara kedua lengan maka manset dipasang pada lengan dengan TDS tertinggi Ulangi ABPM jika terdapat < 20 pengukuran valid pada siang hari atau < 7 pengukuran valid pada malam hari Ambil contoh pengukuran Lakukan interpretasi hasil ABPM (lihat Bab IV) Berikan instruksi pada pasien (lihat tabel 6) *TDS = tekanan darah sistolik. Gambar 1. Perangkat ABPM Terdiri dari Manset dan Perekam TD
  • 31. 19 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Gambar 2. Contoh Pemasangan Manset dan Perekam TD pada Pasien 3.2. Ukuran Manset Tabel 5. Rekomendasi Ukuran Manset ABPM19 Ukuran manset Anak-anak atau dewasa kurus 12x18 cm Dewasa 12x26 cm Dewasa dengan lengan besar 12x40 cm
  • 32. 20 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 3.3. Instruksi untuk Pasien Tabel 6. Instruksi untuk Pasien7 Jelaskan fungsi perangkat dan prosedur pemasangan Pasien dapat tetap beraktivitas seperti biasa Anjurkan pasien untuk tetap diam dengan lengan rileks setiap alat melakukan pengukuran Pasien sebaiknya tidak menyetir sendiri. Jika memang harus menyetir, berhenti jika memungkinkan atau abaikan pengukuran Pasien tidak mandi selama terpasang ABPM Catat waktu tidur, obat-obatan yang dikonsumsi, atau keluhan yang terjadi selama pengukuran Tandai arteri brakialis sehingga jika manset longgar, pasien dapat mengencangkannya sendiri Jelaskan cara mematikan monitor jika terjadi malfungsi perangkat
  • 33. 21 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) SIMPULAN: • • Pemeriksaan ABPM dilakukan selama 24 jam, umumnya pada hari kerja dan pasien dapat beraktivitas seperti biasa di rumah ataupun kantor. Pasien kembali datang ke klinik atau RS setelah 24 jam untuk melepas perangkat ABPM • • Penting untuk memberikan penjelasan dan instruksi yang jelas kepada pasien mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama 24 jam pemasangan alat • • Umumnya pemeriksaan ABPM dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien • • Pemasangan dan interpretasi ABPM dilakukan oleh tenaga medis terlatih.
  • 34. 22 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) BAB IV INTERPRETASI PEMERIKSAAN ABPM 4.1. Evaluasi Terhadap Data ABPM Data ABPM dianggap layak diinterpretasi jika pemeriksaan berhasil merepresentasikan 70% dari jumlah pengukuran TD yang direncanakan. Secara spesifik, diperlukan minimal 20 hasil pengukuran TD siang hari serta 7 pengukuran TD malam hari yang valid dan dapat dianalisa. Untuk kepentingan penelitian, harus diupayakan untuk mendapatkan pengukuran valid sejumlah > 2x setiap jam pada siang hari dan minimal 1x setiap jam saat tidur. Jika pengukuran mendapatkan kurang dari jumlah tersebut maka disarankan melakukan pemeriksaan ulangan.7,20 4.2. Definisi Pengukuran pada Pemeriksaan ABPM Beberapa definisi pengukuran pada pemeriksa-an ABPM adalah sebagai berikut:1 • • TD siang hari (terjaga): rerata TD saat pasien bangun dan beraktivitas normal; umumnya pada pukul 09.00 hingga 21.00 namun dapat pula disesuaikan dengan waktu bangun yang dilaporkan pasien saat pemeriksaan. • • TD malam hari (tidur): rerata TD saat pasien tidur, umumnya pada pukul 01.00 hinga 06.00 dini hari namun dapat pula disesuaikan dengan
  • 35. 23 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) waktu tidur yang dilaporkan pasien saat pemeriksaan. • • TD pagi hari: rerata TD dalam dua jam pertama sejak pasien bangun tidur, umumnya pada jam 07.00-09.00 namun dapat pula disesuaikan dengan waktu bangun yang dilaporkan pasien saat pemeriksaan. • • TD 24 jam: rerata TD dalam 24 jam. • • Pola dipping: persentase penurunan TD malam hari dibandingkan siang hari, yang diukur dengan rumus berikut: Perubahan TD malam = (1- rerata TD sistolik malam/rerata TD sistolik siang)_x_100 - Normal dipper: penurunan TD antara 10-20% - Non dipper: penurunan TD kurang dari 10% - Extreme dipper: penurunan TD lebih dari 20%. - Reverse dipper/riser: peningkatan TD malam hari dibandingkan siang hari • • Morning surge: peningkatan TD pada jam- jam awal pasien terbangun di pagi hari dibandingkan rerata TD malam hari. Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan peningkatan ini namun yang paling kerap diadopsi adalah perhitungan sleep-through morning surge, yakni selisih rerata TD sistolik dalam dua jam setelah bangun tidur dengan rerata tiga TD sistolik terendah berturut-turut saat tidur. Selisih > 55 mmHg digolongkan sebagai peningkatan TD pagi yang berlebihan, namun angka ini
  • 36. 24 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) mungkin dapat berbeda terkait umur, ras dan penyakit penyerta. 4.3. Pelaporan Hasil Pemeriksaan ABPM Setelah pemeriksaan selesai, perangkat lunak masing-masing alat dapat melakukan kalkulasi terhadap rerata dan pola TD pasien. Hasil kemudian ditampilkan dalam bentuk data dan grafik sebagai berikut:1,20 • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat siang hari • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat malam hari • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama 24 jam • • Grafik pengukuran TD dalam 24 jam; umumnya TD pada aksis vertikal dan waktu pengukuran pada aksis horizontal, dengan garis batas demarkasi antara waktu terjaga dan tidur, serta batas rentang TD normal • • Persentase penurunan TD malam hari • • Jumlah pengukuran TD yang dianggap valid dan proporsi error (jika ada) • • Interpretasi: kesimpulan klinisi mengenai hasil pemeriksaan pasien.
  • 37. 25 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 4.4. Penegakan Diagnosis Hipertensi dengan Pemeriksaan ABPM Dibandingkan dengan pengukuran TD di klinik, pengukuran TD di luar klinik baik ABPM maupun HBPM umumnya lebih rendah sehingga diagnosis hipertensi menggunakan ABPM ditegakkan jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Tabel 7. Kriteria Diagnosis Hipertensi Berdasarkan Nilai ABPM7 TDS (mmHg) TDD (mmHg) Interpretasi TD rerata 24 jam > 130 dan/ atau > 80 Hipertensi TD rerata pagi-siang hari (atau terjaga) > 135 dan/ atau > 85 Hipertensi pagi- siang hari (daytime) TD rerata malam hari (atau tidur) > 120 dan/ atau > 70 Hipertensi malam hari (night time) TDS = tekanan darah sistolik; TDD = tekanan darah diastolik. 4.5. Penilaian Terhadap Hipertensi Jas Putih Adanya hipertensi jas putih ditegakkan jika pada seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD di klinik secara konsisten diukur > 140/90 mmHg namun rerata TD siang hari, malam hari maupun 24 jam didapati normal. Pada pemeriksaan ABPM, hasil pengukuran dalam satu jam pertama setelah pemasangan alat serta jam terakhir sebelum pelepasan alat dianggap sebagai rentang waktu yang menggambarkan TD klinik.
  • 38. 26 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Tabel 8. Kriteria Diagnosis Hipertensi Jas Putih20 Pasien tanpa obat antihipertensi dengan TD klinik ≥ 140/90 mmHg dan ABPM rerata 24 jam < 130/80 dan ABPM rerata siang hari < 135/85 mmHg dan ABPM rerata malam hari < 120/70 mmHg atau HBPM < 135/85 mmHg 4.6. Penilaian Terhadap Hipertensi Terselubung dan Hipertensi Tidak Terkontrol Terselubung Hipertensi terselubung ditegakkan jika pada seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD klinik konsisten di bawah nilai ambang untuk diagnosis hipertensi (< 140/90 mmHg) namun rerata TD siang hari, malam hari ataupun 24 jam sesuai dengan kriteria hipertensi. Biasanya hipertensi terselubung dicurigai jika dijumpai kerusakan organ target sesuai hipertensi namun TD klinik tidak sesuai dengan kerusakan tersebut. Sedangkan istilah hipertensi tidak terkontrol terselubung digunakan jika fenomena di atas dijumpai pada pasien yang sedang mendapatkan terapi obat hipertensi. Hal ini menggambarkan belum optimalnya pengaturan TD pada seorang pasien, yang banyak dipengaruhi oleh peningkatan TD pada malam hari sedangkan TD di klinik tampaknya normal.
  • 39. 27 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Tabel 9. Kriteria Diagnosis Hipertensi Terselubung dan Tidak Terkontrol Terselubung20,21 Hipertensi terselubung: Pasien tanpa obat antihipertensi dengan TD klinik < 140/90 mmHg dan ABPM rerata 24 jam ≥ 130/80 dan/atau ABPM rerata siang hari ≥ 135/85 mmHg dan/atau ABPM rerata malam hari ≥ 120/70 mmHg atau HBPM ≥ 135/85 mmHg Hipertensi tidak terkontrol terselubung: Pasien dengan obat antihipertensi , namun TD klinik < 140/90 mmHg dan ABPM rerata 24 jam ≥ 130/80 dan/atau ABPM rerata siang hari ≥ 135/85 mmHg dan/atau ABPM malam hari ≥ 120/70 mmHg atau HBPM ≥ 135/85 mmHg 4.7. Penilaian Risiko Kardiovaskular dan Kerusakan Organ Target pada Pasien Hipertensi Kemampuan ABPM untuk mendapatkan data pengukuran TD dalam rentang waktu tertentu, bahkan saat tidur, membuka peluang untuk menganalisa pola TD tertentu yang mungkin berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular dan kerusakan organ target. Perlu diingat bahwa fenomena perubahan TD malam dan pagi sering kali sangat bervariasi dari hari ke harisertapotensialdipengaruhioleh berbagaihalseperti adanya gangguan tidur, stres emosional, asupan garam, disfungsi saraf otonom, cuaca, suhu lingkungan dan lain-lain.1 Panduan tatalaksana hipertensi internasional
  • 40. 28 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) mutakhir belum memasukkan penilaian variasi dan pola TD sebagai komponen baku pemeriksaan risiko kardiovaskular pada semua pasien hipertensi. Parameter ABPM yang dalam berbagai studi tampak berkorelasi dengan kerusakan organ target antara lain adalah pola dipping, morning surge yang berlebihan, serta variabilitas TD jangka pendek. 1. Non-dipper Pola non-dipper seringkali dijumpai pada pasien diabetes mellitus (prevalensi sampai dengan 30%) dan terkait dengan peningkatan risiko kerusakan organ target, stroke, kejadian kardiovaskular, serta kematian.1,22 Selain itu pola non-dipper juga merupakan prediktor kejadian kardiovaskular serta mortalitas pada pasien gagal ginjal tahap akhir.1 Pola non- dipper berhubungan dengan stenosis arteri koroner pada laki-laki, tingkat kognisi yang lebih rendah, hipertrofi ventrikel kiri, serta kerusakan ginjal. Hubungan ini paralel dengan temuan bahwa untuk setiap kenaikan 10 mmHg rerata TD malam hari, maka risiko mortalitas meningkat 21%.23 2. Reverse dipper (riser) Pola nokturnal riser terjadi ketika TD malam lebih tinggi dibandingkan TD siang hari sehingga rasio TD malam : siang ≥ 1. Pasien dengan pola tersebut memiliki prognosis kardiovaskular yang paling buruk.23
  • 41. 29 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Non-dipper dan reverse dipper telah terbukti berhubungan dengan kerusakan target organ yang lebih berat, termasuk gangguan kardiovaskular (hipertrofi ventrikel kiri), serebrovaskular (stroke) serta ginjal (proteinuria), dengan tingkat yang lebih tinggi pada reverse dippers dibandingkan non- dippers.24 3. Extreme dipper Belum terdapat bukti kuat mengenai hubungan antara extreme dipper dengan luaran pasien yang lebih buruk, namun pasien dengan penyakit aterosklerosis mungkin berisiko terkena stroke iskemik non-fatal atau iskemia miokard apabila penurunan TD nokturnal berlebihan disebabkan oleh karena pemberian terapi antihipertensi yang kurang tepat.23 Extreme dipper mungkin berhubungan dengan luaran yang lebih buruk, terutama kejadian serebrovaskular. Data JMS-ABPM (Jichi Medical University School) menunjukkan bahwa pasien hipertensi usia tua dengan pola extreme dipper akan memiliki peningkatan risiko kejadian stroke.25 Namun demikian data peningkatan risiko kardiovaskular pada kelompok extreme dipper tidak konsisten sehingga signifikansi klinis dari pola ini masih belum pasti.8
  • 42. 30 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 4. Hipertensi malam hari Hasil pengukuran TD di malam hari lebih prediktif daripada pengukuran TD di siang hari. Suatu substudi dari Systolic Hypertension in Europe Trial menunjukkan TDS malam hari (tengah malam – 6 pagi) merupakan prediktor luaran klinis yang paling akurat.26 Hal ini akibat reprodusibilitas TD malam hari yang lebih baik dibandingkan reprodusibilitas status dipping. Dampak negatif hipertensi malam hari terhadap risiko kardiovaskular terutama dijumpai pada pasien diabetes mellitus. Studi Eguchi dkk mendapatkan peningkatan risiko kardiovaskular terkait hipertensi malam hari vs normotensi (TDS malam > 135 mmHg vs < 120 mmHg) sebesar 10.8 kali lipat pada pasien diabetes dibandingkan 2.7 kali lipat pada pasien tanpa diabetes.1,27 Hoshide dkk pada studi mereka menyimpulkan bahwa pasien dengan hipertensi malam hari (HBPM < 135/85 mmHg dan ABPM malam > 120/75 mmHg) memiliki nilai IMT (intima media thickness) dan ketebalan dinding relatif yang lebih besar dibandingkan individu dengan normotensi.28 5. Morning surge Lonjakan tekanan darah di pagi hari berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular dan serebrovaskular, terutama strokehemoragik.1,29 DataABPMdaristudiJMS- ABPM menunjukkan bahwa insidensi kejadian
  • 43. 31 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) stroke pada pagi hari lebih tinggi pada pasien dengan lonjakan tekanan darah pagi hari yang sangat tinggi, setelah mengontrol variabel lain meliputi usia, TD 24 jam, serta status dipping malam hari.30 Studi metaanalisis oleh Sheppard dkk tidak menemukan bukti yang jelas antara morning surge dengan prognosis, namun menggunakan skala kontinu, terdapat bukti bahwa kenaikan 10 mmHg TD pagi hari terkait dengan peningkatan risiko stroke (HR 1.11, 95% IK 1.03-1.20).31 Penanda penyakit jantung hipertensi yang meliputi indeks massa ventrikel kiri (LVMI, Left Ventricular Mass Index), hipertrofi ventrikel kiri, and rasio A/E rendah (parameter disfungsi diastolik), berhubungan dengan lonjakan TD pagi hari yang sangat tinggi. Terdapat juga hubungan yang signifikan antara morning surge dengan peningkatan ketebalan intima media dan disfungsi mikrovaskular. Pasien dengan morning surge yang sangat tinggi juga dapat mengalami gangguan fungsi vaskular yang diukur dengan menggunakan PWV (pulse wave velocity). Data histologis menunjukkan morning surge mempercepat pembentukan plakaterosklerosisdanmenginduksiinstabilitas plak sebagai akibat inflamasi vaskular.32
  • 44. 32 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 6. Variabilitas TD jangka pendek Tekanan darah merupakan parameter yang sangat dinamis dengan fluktuasi kontinu, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Variabilitas TD jangka pendek selama 24 jam dapat diukur dengan ABPM, namun variabilitas jangka panjang membutuhkan pengukuran TD berkala selama beberapa hari, minggu, atau bulan, dengan pengukuran berulang baik TD klinik, ABPM, maupun HBPM.20 Pada pasien hipertensi, risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada follow up 3 tahun lebih tinggi secara signifikan pada variabilitas TDS > 15 mmHg vs < 15 mmHg (p < 0.01).33 Pasien dengan peningkatan variabilitas TD juga lebih mungkin memiliki hipertensi jas putih atau hipertensi terselubung, sehingga akan memiliki risiko kardiovaskular lebih tinggi.23 SIMPULAN: • Sebelum melakukan interpretasi hasil ABPM, pastikan bahwa hasil pemeriksaan valid dan layak dibaca • Laporan hasil pemeriksaan ABPM mencakup informasi rerata TD dan denyut nadi siang hari, malam hari dan 24 jam; persentase penurunan TD malam hari; serta grafik pengukuran TD dan denyut nadi dalam 24 jam dengan demarkasi antara waktu tidur dan terjaga
  • 45. 33 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) • Diagnosa hipertensi dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan ABPM menunjukkan rerata TD 24 jam > 130/80 mmHg, atau rerata TD siang hari > 135/85 mmHg, atau rerata TD malam hari > 120/70 mmHg • Hipertensi jas putih dapat ditergakkan jika pada seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD di klinik secara konsisten diukur > 140/90 mmHg namun rerata TD siang hari, malam hari maupun 24 jam didapati normal • Hipertensi terselubung ditegakkan jika pada seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD klinik konsisten di bawah nilai ambang untuk diagnosis hipertensi (< 140/90 mmHg) namun rerata TD siang hari, malam hari ataupun 24 jam sesuai dengan kriteria hipertensi.Sedangkan istilah hipertensi tidak terkontrol terselubung digunakan jika fenomena di atas dijumpai pada pasien yang sedang mendapatkan terapi obat hipertensi. • Parameter ABPM yang dalam berbagai studi tampak berkorelasi dengan kerusakan organ target antara lain adalah pola dipping, lonjakan TD pagi hari yang berlebihan, serta variabilitas TD jangka pendek
  • 46. 34 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) BAB V DISKUSI KASUS 5.1. Kasus 1 Seorang laki-laki 68 tahun datang untuk kontrol rutin hipertensi. Pasien diketahui hipertensi sejak 6 tahun yang lalu dan sudah minum obat antihipertensi (Amlodipin 5 mg/Valsartan 80 mg - dalam single pill combination) secara rutin.Setiap kali datang ke poliklinik, TD pasien selalu tercatat di atas 140/90mmHg (range 155-175/95-105 mmHg), namun pasien mengatakan jika sesekali diukur TD di rumah tidak pernah mencapai 140/90 mmHg. Karena didapati adanya ketidaksesuaian antara TD di rumah dan di klinik, diputuskan untuk melakukan pemeriksaan ABPM. Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut: Gambar 3. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 1.
  • 47. 35 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) A = pemeriksaan di klinik; B = periode terjaga; C = periode tidur; TDS = tekanan darah sistolik; TDD = tekanan darah diastolik. Laporan hasil pemeriksaan ABPM: • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat siang hari (periode terjaga): 126/73 mmHg, denyut nadi 75 kali/menit. • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat malam hari (periode tidur): 103/55 mmHg, denyut nadi 63 kali/menit. • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama 24 jam: 119/67 mmHg, denyut nadi 71 kali/menit. • • Rerata TD klinik: 154/87 mmHg. • • Persentase penurunan TD malam hari: penurunan TD sistolik: 18,25% (normal dipping). • • Interpretasi hasil: hipertensi jas putih, pola dipping normal. Aplikasi klinis: Pada pasien yang telah mendapatkan terapi anti hipertensi ini, TD di klinik meningkat, namun TD di rumah saat siang, malam dan selama 24 jam berada dalam batas normal. Sehingga disimpulkan pasien ini mengalami TD tinggi yang tidak terkontrol saat di poliklinik (White Coat Hypertension/hipertensi jas putih). Pada individu baik yang dalam pengobatan anti- hipertensi ataupun tidak, ABPM dapat menilai adanya white coat effect, yang didefinisikan sebagai perbedaan rerata tekanan darah di klinik dan rerata tekanan darah di rumah.
  • 48. 36 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 5.2. Kasus 2 Seorang wanita 58 tahun dengan riwayat infark miokard akut elevasi segmen ST (IMA-EST) inferior 6 bulan lalu, dilakukan prosedur intervensi koroner perkutan primer (IKPP) dengan hasil stenosis 90% di arteri koroner kanan (Right Coronary Artery, RCA) segmen proksimal dan dilakukan pemasangan 1 stent DES (drug eluting stent). Faktor risiko yang dimiliki pasien hanyalah menopause. Sementara faktor risiko kardiovaskular lain yakni hipertensi, diabetes mellitus, merokok, dan riwayat keluarga semuanya disangkal. TD saat kontrol ke poliklinik berkisar 130-135/80-85 mmHg, sehingga diagnosis hipertensi tidak pernah ditegakkan. Terapi rutin yang dikonsumsi: Aspirin 100 mg, Clopidogrel 75 mg dan Rosuvastatin 20 mg. Pasien ini memiliki profil risiko penyakit kardiovaskular (PKV) yang sangat tinggi dengan adanya riwayat IMA-EST, maka untuk mengevaluasi faktor risiko pasien lebih lanjut terutama terhadap kecurigaan adanya hipertensi, dilakukan pemeriksaan ABPM.
  • 49. 37 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut: Gambar 4. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 2. A = periode terjaga; B = periode tidur; TDS = tekanan darah sistolik; TDD = tekanan darah diastolik. Laporan hasil pemeriksaan ABPM: • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat siang hari (pk 07.00 – 21.00): 152/96 mmHg, denyut nadi 77 kali/menit. • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat malam hari (pk 23.00 – 05.00): 145/93 mmHg, denyut nadi 69 kali/menit. • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama 24 jam: 149/95 mmHg, denyut nadi 74 kali/menit. • • Persentase penurunan TD malam hari: penurunan TD sistolik 4.97% dan penurunan TD diastolik 2.65% (non-dipper).
  • 50. 38 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) • • Interpretasi hasil dan aplikasi klinis: Rerata TD di poliklinik RS 130-135/80-85 mmHg. Rerata TD 24 jam ≥ 130/80 mmHg, rerata TD siang hari ≥ 135/85 mmHg, dan rerata TD malam hari ≥ 120/70 mmHg. Aplikasi klinis: Hasil ABPM tersebut menunjukkan hipertensi terselubung, sehingga diagnosis hipertensi ditegakkan pada pasien ini. Berdasarkan pola dipping, maka pasien ini termasuk kategori non-dipper yang diketahui berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular serta kerusakan target organ yang lebih berat. Pasien kemudian disarankan membatasi asupan garam < 5 gram/hari, berolahraga teratur, serta diberikan tambahan terapi antihipertensi berupa SPC (single pill combination) Perindopril 5/Amlodipin 5 mg. Direncanakan pemeriksaan HBPM atau ABPM kembali setelah 2-4 minggu pemberian antihipertensi untuk mengevaluasi efektivitas terapi. 5.3. Kasus 3 Seorang pasien laki-laki, usia 59 tahun dengan riwayat stroke. Pasien mengatakan bahwa dirinya beberapa kali memeriksakan tekanan darah namun selalu dikatakan normal. Pasien dicurigai memiliki variabilitas BP yang tinggi, sehingga dilakukan pemeriksaan ABPM.
  • 51. 39 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut: Gambar 5. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 3. BP = blood pressure (tekanan darah).
  • 52. 40 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)
  • 53. 41 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Pembacaan kelayakan hasil ABPM: • • Pada pemeriksaan ini, alat diatur untuk mengukur otomatis setiap 20 menit saat siang hari, dan setiap satu jam pada malam hari. • • Terdapat 3 rekaman yang gagal terbaca, yaitu pada pukul 11.20, 11.40, dan 07.00. Sebanyak 70 bacaan (95,8%) berhasil terbaca dari 73 data. • • Pengukuran pada siang hari sudah melebihi dari minimal target capaian (>20 bacaan), dan pada malam hari juga melebihi target capaian (>7 bacaan). Laporan hasil ABPM: • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat pagi hari (pukul 03.00 – 05.00): 130/76 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit. • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat siang hari (pukul 05.00 – 22.00): 133/74 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit. • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat malam hari (pukul 22.00 – 03.00): 108/55 mmHg, denyut nadi 79 kali/menit. • • Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama 24 jam: 128/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit. • • Persentase penurunan TD malam hari: penurunan TD sistolik 19% dan penurunan TD diastolik 26% sehingga dikategorikan sebagai extreme dipper.
  • 54. 42 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Kesimpulan hasil ABPM: • • Berdasarkan kriteria hipertensi ABPM, pasien memiliki rerata TD sistolik/diastolik siang hari <135/85, rerata TD sistolik/diastolik malam hari <120/70, serta rerata TD dalam 24 jam <130/80 sehingga pasien tidak terkategorikan hipertensi.
  • 55. 43 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) DAFTAR PUSTAKA 1. Kario K, Shin J, Chen CH, Buranakitjaroen P, Chia YC, DivinagraciaR,etal.Expertpanelconsensusrecommendations for ambulatory blood pressure monitoring in Asia: The HOPE Asia Network. J Clin Hypertens (Greenwich). 2019;21(9):1250- 83. 2. Turana Y, Widyantoro B, Situmorang TD, Delliana J, Roesli RMA, Danny SS, et al. May Measurement Month 2018: an analysis of blood pressure screening results from Indonesia. Eur Heart J Suppl. 2020;22(Suppl H):H66-H9. 3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan.[cited2022.Availablefrom:https:// kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/ files/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf. 4. Myers MG, Godwin M, Dawes M, Kiss A, Tobe SW, Kaczorowski J. Measurement of blood pressure in the office: recognizing the problem and proposing the solution. Hypertension. 2010;55(2):195-200. 5. Parati G, Omboni S, Bilo G.Why Is Out-of-Office Blood Pressure Measurement Needed? Hypertension. 2009;54(2):181-7. 6. Hodgkinson J, Mant J, Martin U, Guo B, Hobbs FD, Deeks JJ, et al. Relative effectiveness of clinic and home blood pressure monitoring compared with ambulatory blood pressure monitoring in diagnosis of hypertension: systematic review. BMJ. 2011;342:d3621. 7. Stergiou GS, Palatini P, Parati G, O’Brien E, Januszewicz A, Lurbe E, et al. 2021 European Society of Hypertension practice guidelines for office and out-of-office blood pressure measurement. J Hypertens. 2021;39(7):1293-302.
  • 56. 44 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 8. Williams B, Mancia G, Spiering W, Agabiti Rosei E, Azizi M, Burnier M, et al.2018 ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension. Eur Heart J. 2018;39(33):3021-104. 9. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, Casey DE, Jr., Collins KJ, Dennison Himmelfarb C, et al. 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: Executive Summary: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice Guidelines. Hypertension. 2018;71(6):1269-324. 10. Chiang CE, Wang TD, Ueng KC, Lin TH, Yeh HI, Chen CY, et al. 2015 guidelines of the Taiwan Society of Cardiology and the Taiwan Hypertension Society for the management of hypertension. J Chin Med Assoc. 2015;78(1):1-47. 11. Shimamoto K, Ando K, Fujita T, Hasebe N, Higaki J, Horiuchi M, et al. The Japanese Society of Hypertension Guidelines for the Management of Hypertension (JSH 2014). Hypertens Res. 2014;37(4):253-390. 12. Shin J, Park JB, Kim KI, Kim JH, Yang DH, Pyun WB, et al. 2013 Korean Society of Hypertension guidelines for the management of hypertension: part I-epidemiology and diagnosis of hypertension. Clin Hypertens. 2015;21:1. 13. Shin J, Park JB, Kim KI, Kim JH, Yang DH, Pyun WB, et al. 2013 Korean Society of Hypertension guidelines for the management of hypertension. Part II-treatments of hypertension. Clin Hypertens. 2015;21:2. 14. McManus RJ, Caulfield M, Williams B, National Institute for H, Clinical E. NICE hypertension guideline 2011: evidence based evolution. BMJ. 2012;344:e181.
  • 57. 45 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 15. Krakoff LR. Cost-effectiveness of ambulatory blood pressure: a reanalysis. Hypertension. 2006;47(1):29-34. 16. Lovibond K, Jowett S, Barton P, Caulfield M, Heneghan C, Hobbs FD, et al.Cost-effectiveness of options for the diagnosis of high blood pressure in primary care: a modelling study. Lancet. 2011;378(9798):1219-30. 17. Huang QF, Yang WY, Asayama K, Zhang ZY, Thijs L, Li Y, et al. Ambulatory Blood Pressure Monitoring to Diagnose and Manage Hypertension. Hypertension. 2021;77(2):254-64. 18. Tamaki Y, Ohkubo T, Kobayashi M, Sato K, Kikuya M, Obara T, et al. [Cost effectiveness of hypertension treatment based on the measurement of ambulatory blood pressure]. Yakugaku Zasshi. 2010;130(6):805-20. 19. O’Brien E, Coats A, Owens P, Petrie J, Padfield PL, Littler WA, et al. Use and interpretation of ambulatory blood pressure monitoring: recommendations of the British hypertension society. BMJ. 2000;320(7242):1128-34. 20. Parati G, Stergiou G, O’Brien E, Asmar R, Beilin L, Bilo G, et al. European Society of Hypertension practice guidelines for ambulatory blood pressure monitoring. J Hypertens. 2014;32(7):1359-66. 21. O’Brien E, Parati G, Stergiou G. Ambulatory blood pressure measurement: what is the international consensus? Hypertension. 2013;62(6):988-94. 22. Dost A, Klinkert C, Kapellen T, Lemmer A, Naeke A, Grabert M, et al. Arterial hypertension determined by ambulatory blood pressure profiles: contribution to microalbuminuria risk in a multicenter investigation in 2,105 children and adolescents with type 1 diabetes. Diabetes Care. 2008;31(4):720-5.
  • 58. 46 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 23. O’Brien E, Parati G, Stergiou G, Asmar R, Beilin L, Bilo G, et al. European Society of Hypertension position paper on ambulatory blood pressure monitoring. J Hypertens. 2013;31(9):1731-68. 24. Dadlani A, Madan K, Sawhney JPS.Ambulatory blood pressure monitoring in clinical practice. Indian Heart J. 2019;71(1):91-7. 25. Kario K, Pickering TG, Matsuo T, Hoshide S, Schwartz JE, Shimada K. Stroke prognosis and abnormal nocturnal blood pressure falls in older hypertensives. Hypertension. 2001;38(4):852-7. 26. Staessen JA, Thijs L, Fagard R, O’Brien ET, Clement D, de Leeuw PW, et al. Predicting cardiovascular risk using conventional vs ambulatory blood pressure in older patients with systolic hypertension. Systolic Hypertension in Europe Trial Investigators. JAMA. 1999;282(6):539-46. 27. Eguchi K, Pickering TG, Hoshide S, Ishikawa J, Ishikawa S, Schwartz JE, et al. Ambulatory blood pressure is a better marker than clinic blood pressure in predicting cardiovascular events in patients with/without type 2 diabetes. Am J Hypertens. 2008;21(4):443-50. 28. Hoshide S, Ishikawa J, Eguchi K, Ojima T, Shimada K, Kario K. Masked nocturnal hypertension and target organ damage in hypertensives with well-controlled self-measured home blood pressure. Hypertens Res. 2007;30(2):143-9. 29. Pierdomenico SD, Pierdomenico AM, Cuccurullo F. Morning blood pressure surge, dipping, and risk of ischemic stroke in elderly patients treated for hypertension. Am J Hypertens. 2014;27(4):564-70.
  • 59. 47 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) 30. Kario K, Pickering TG, Umeda Y, Hoshide S, Hoshide Y, Morinari M, et al. Morning surge in blood pressure as a predictor of silent and clinical cerebrovascular disease in elderly hypertensives: a prospective study. Circulation. 2003;107(10):1401-6. 31. Sheppard JP, Hodgkinson J, Riley R, Martin U, Bayliss S, McManus RJ. Prognostic significance of the morning blood pressure surge in clinical practice: a systematic review. Am J Hypertens. 2015;28(1):30-41. 32. Marfella R, Siniscalchi M, Portoghese M, Di Filippo C, Ferraraccio F, Schiattarella C, et al. Morning blood pressure surge as a destabilizing factor of atherosclerotic plaque: role of ubiquitin-proteasome activity. Hypertension. 2007;49(4):784- 91. 33. Sander D, Kukla C, Klingelhofer J, Winbeck K, Conrad B. Relationship between circadian blood pressure patterns and progression of early carotid atherosclerosis: A 3-year follow- up study. Circulation. 2000;102(13):1536-41.
  • 60. 48 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)