Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan pustaka mengenai penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian saat ini. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada perawat di ruang ICU rumah sakit.
Jual Cytotec Di Bukittinggi Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsul...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA fajar.docx
1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peneliti Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang digunakan peneliti adalah sebagai dasar dalam
penyusunan penelitian ini. Tujuannya untuk mengetahui hasil yang telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu, sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran
yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya yang sejenis. Dalam
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh para peneliti yang menunjukkan
beberapa perbedaan diantaranya : penelitian ini adalah Cross Sectional, dimana
waktu pengukuran variabel independen atas beban kerja dan variabel dependen
mengenai stres kerja perawat hanya dilakukan satu kali, pada satu saat. Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh
dari beban kerja terhadap stres kerja perawat di ruang ICU RS PKU
Muhammadiyah Sukoharjo.
Penelitian yang dilakukan oleh (Prasetyo et al., 2022) dengan judul
“Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja yang Dialami Perawat di Ruang
ICU RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo”. Penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran tentang pengaruh variabel independen atas beban kerja dan
variabel dependen mengenai stres kerja yang dialami perawat di Ruang Intensive
Care Unit di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah sukoharjo, sehingga jenis
penelitian ini adalah deskriptif analitik yang dilaksanakan melalui pengumpulan
data di lapangan pada perawat di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional dengan jumah populasi
sebanyak 18 perawat ICU RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo .
Hasil penelitian dengan menggunakan model analisis diskriptif adalah :
1) Karakteristik Subyek Penelitian
2. Penelitian ini melibatkan 18 perawat diruang ICU Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Sukoharjo. Berikut akan di uraikan gambaran responden
dalam penelitian ini yang meliputi usia, pendidikan, tingkat beban kerja
perawat, serta tingkat kecemasan
2) Hubungan Beban kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat
Hubungan beban kerja dengan stress kerja pada perawat dalam penelitian ini
menggunakan uji spearmanrank. Hasil hubungan beban kerja dengan stress
kerja pada perawat. Uji statistic di dapatkan nilai r = 0,482 dan nilai p-value =
0,043 (p<0,05) yang berarti ada hubungan antara beban kerja dengan stres
kerja perawat dimana semakin berat kerja perawat maka semakin berat stres
yang dihadapi oleh perawat.
Penelitian yang dilakukan oleh (Wollah et al., 2017) “Hubungan
Antara Stres Kerja Perawat Dengan Kinerja Perawat Di Instalasi Gawat
Darurat Dan Intensive Care Unit Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan antara stres kerja
perawat dengan kinerja perawat di IGD dan ICU RSU Pancaran Kasih GMIM
Manado. Jenis Penelitian ini observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Dengan jumlah sampel 32 Perawat IGD dan ICU, menggunakan
analisis pearson chi-square menunjukkan terdapat hubungan signifikan stres
kerja dengan kinerja pada perawat (p= 0,001). Kesimpulan dari penelitian ini
ada hubungan antara stres kerja perawat dengan kinerja perawat di IGD dan
ICU RSU Pancaran Kasih GMIM Manado
3. Penelitian yang dilakukan oleh (Martyastuti et al., 2019) “Hubungan Beban
Kerja Dengan Tingkat Stres Perawat Ruang Intensive Care Unit dan Instalasi
Gawat Darurat”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
hubungan stres dengan beban kerja. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian kuantitatif asosiatif analitik dengan pendekatan Cross Sectional
dengan sampel dalam penelitian ini adalah perawat di ruang IGD dan ruang
ICU sevanyak 45. Hasil penelitian yang didapat bahwa ada hubungan
antara beban kerja dengan tingkat stres perawat
Penelitian yang dilakukan oleh (Putri, 2021) “Hubungan Beban Kerja
dengan Tingkat Stres Perawat”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
adanya hubungan beban kerja perawat dengan tingkat stres yang dihadapi
perawat. Penelitian ini menggunakan Study literatur riview ini penulis
menggunakan study literatur tradisional dengan reseach studies dan pendekatan
sistematis yaitu thematik analysis, simplified approach. Dalam pencarian
beberapa artikel, Literatur ini menggunakan strategi PICO responden merupakan
perawat yang bekerja di Rumah Sakit, artikel yang didapatkan darisumber primer
dan rentan waktu artikel 5 tahun (2015-2020). Hasil penelitian yang didapat
bahwa perawat yang mengalami beban kerja berlebih akan rentan mengalami
peningkatan stres kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh (Nurcahyani et al., 2016) “Hubungan Tingkat
Stres Kerja dengan Kinerja Perawat Di Rawat Inap Panti Waluya Sawahan”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan tingkat stres
dengan kinerja perawat. Penelitian ini menggunakan desain Corelational,
dengan sampel sebanyak 109 responden dan teknik pengambilan data secara
area Proportional Random Sampling. Hasil penelitian yang didapat bahwa
4. memiliki tingkat stres ringan sebanyak 108 orang (99,1%), sebagian besar
responden memiliki kinerja yang baik sebanyak 87 orang (71,5%), dan ada
korelasi antara tingkat stres kerja dan kinerja perawat di rawat inap Panti
Waluya Sawahan. Perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu dengan
penelitian yang sekarang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan
Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang
No. Nama
Peneliti
Judul
Penelitian
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil
Penelitian
dan
Kesimpulan
Perbedaan
1 Tomy Adi
Prasetyo,
Neny
Marumpy,
Yuli
Widyastuti,
Cemy Nur
Fitria (2022)
Hubungan
Beban Kerja
Terhadap Stres
Kerja yang
Dialami
Perawat di
Ruang ICU RS
PKU
Muhammadiyah
Sukoharjo
Beban kerja
Mengetahui
adanya
hubungan
antara
beban kerja
terhadap
stres
perawat
pendekatan
Cross Sectional
dengan jumah
populasi
sebanyak 18
perawat ICU
RS PKU
Muhammadiyah
Sukoharjo
hubungan
beban kerja
dengan stress
kerja pada
perawat. Uji
statistic di
dapatkan nilai
r = 0,482 dan
nilai p-value
= 0,043
(p<0,05)
yang berarti
ada hubungan
antara beban
kerja dengan
stres kerja
perawat
dimana
semakin berat
kerja perawat
maka
semakin berat
stres yang
dihadapi oleh
perawat
Sampel
subyek
yang
diteliti,
tingkat
stres dan
beban
kerja
subyek
yang
diteliti
2 Miranda
Octavia
Wollah,
Sefti
Rompas,
Vandri
Kallo
(2017)
Hubungan
Antara Stres
Kerja Perawat
Dengan Kinerja
Perawat Di
Instalasi Gawat
Darurat Dan
Intensive Care
Unit Rsu
Pancaran Kasih
Gmim Manado”
Untuk
mengetahui
adakah
hubungan
stres kerja
antara
kineerja
perawat
menggunakan
analisis pearson
chi-square
menunjukkan
terdapat
hubungan
signifikan stres
kerja dengan
kinerja pada
perawat (p=
0,001).
Kesimpulan
dari
penelitian ini
ada hubungan
antara stres
kerja perawat
dengan
kinerja
perawat di
IGD dan ICU
RSU
Sampel
subyek
yang
diteliti,
tingkat
stres dan
beban
kerja
subyek
yang
5. Pancaran
Kasih GMIM
Manado
diteliti
3 Martyastuti,
Nonik Eka
Martyastuti,
Isrofah,
Khalilatun
Janah
(2019)
Hubungan
Beban Kerja
Dengan Tingkat
Stres Perawat
Ruang Intensive
Care Unit dan
Instalasi Gawat
Darurat
Menetahui
hubungan
bebean
kerja
terhadap
tingkat
stres
perawat
menggunakan
desain
penelitian
kuantitatif
asosiatif
analitik dengan
pendekatan
Cross Sectional
dengan sampel
dalam
penelitian ini
adalah perawat
di ruang IGD
dan ruang ICU
sebanyak 45.
Hasil
penelitian
yang didapat
bahwa ada
hubungan
antara beban
kerja dengan
tingkat stres
perawat
Sampel
subyek
yang
diteliti,
tingkat
stres dan
beban
kerja
subyek
yang
diteliti
4 Ladia putri
(2021)
Hubungan
Beban Kerja
dengan Tingkat
Stres Perawat
adanya
hubungan
beban kerja
perawat
dengan
tingkat stres
yang
dihadapi
perawat
Penelitian ini
menggunakan
Study literatur
riview ini
penulis
menggunakan
study literatur
tradisional
dengan
reseach
studies dan
pendekatan
sistematis
yaitu thematik
analysis,
simplified
approach.
Dalam
pencarian
beberapa
artikel,
Literatur ini
menggunakan
strategi PICO
responden
merupakan
perawat yang
bekerja di
Rumah Sakit,
artikel yang
didapatkan
darisumber
primer dan
rentan waktu
Hasil yang
didapat
bahwa
perawat
yang
mengalami
beban kerja
berlebih
akan rentan
mengalami
peningkatan
stres kerja.
Sampel
subyek
yang
diteliti,
tingkat
stres dan
beban
kerja
subyek
yang
diteliti
6. 2.2 Landasan Teori
2.2.1Intensive Care Unit(ICU)
A. Definisi
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus
dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia (Kemenkes, 2010). ICU menyediakan
kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk
artikel 5
tahun (2015-
2020).
5 Enny
Nurcahyani,
Dyah
Widodo,
Yanti
Rosdiana
(2016)
Hubungan
Tingkat Stres
Kerja dengan
Kinerja Perawat
Di Rawat Inap
Panti Waluya
Sawahan”.
Tujuan
penelitian
ini adalah
untuk
mengetahui
adanya
hubungan
tingkat stres
dengan
kinerja
perawat.
Penelitian ini
menggunakan
desain
Corelational,
dengan sampel
sebanyak 109
responden dan
teknik
pengambilan
data secara area
Proportional
Random
Sampling.
Hasil
penelitian
yang didapat
bahwa
memiliki
tingkat stres
ringan
sebanyak 108
orang
(99,1%),
sebagian
besar
responden
memiliki
kinerja yang
baik
sebanyak 87
orang
(71,5%), dan
ada korelasi
antara tingkat
stres kerja
dan kinerja
perawat di
rawat inap
Panti Waluya
Sawahan
Sampel
subyek
yang
diteliti,
tingkat
stres dan
beban
kerja
subyek
yang
diteliti
7. menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf
medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan
keadaan•keadaan tersebut (Kemenkes, 2010).
Intensive Care Unit adalah ruang perawatan dan pengobatan pasien
dengan tingkat kekritisan tertentu (Kemenkes, 2012).
1) Fasilitas ini menyediakan keahlian pengobatan klinis lebih intensif,
dengan sumber daya teknologi dan pengobatan yang lebih terkordinasi
terhadap pasien.
2) Profil Infrastruktur, peralatan, staf yang klinis dapat memberikan
perhatian dan intervensi pengobatan secara kompleks termasuk dukungan
secara fisiologi danpsikososial terhadap pasien.
ICU menyediakan kemampuan sarana dan prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf medik, perawat, dan staf yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. ICU juga dikenal sebagai
Intensive Therapy Unit (I.T.U), dalam menangani beragam tipe penyakit
(Stahmeyer, 2017).
B. Zonasi
Zonasifungsipada Intensive Care Unit dibagimenjadi(Kemenkes,2012):
1) Daerah steril yang terdiri dari ruang perawatan ICU / ICCU, nurse station
terutama bagian yang langsungberkaitan dengan keperawatan.
2) Daerah non steril / ruangan umum yang tidak berkaitan langsung dengan
perawatan intensif, terdiri dari fungsi-fungsi penunjang baik medik
maupun nonmedik.
C. FungsI
8. FungsiutamaruangICU (Kemenkes, 2012):
1) Melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dengan potensi
reversible life thretening organ dysfunction.
2) Mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi
yang kompleks atau prosedur intervensi dan resiko tinggi. Komponen spesifik
ICU (Kemenkes, 2012):
a) Pasien yangdirawat dalam keadaan kritif
b) Desainruangandansarana yangkhusus
c) Peralatan berteknologi tinggi
d) Pelayanan dilakukan olehstaf yangprofesional dan berpengalaman
D. Ruang Lingkup Pelayanan ICU
Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai
berikut (Kemenkes, 2012):
1) Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam
beberapa menit sampai beberapa hari.
2) Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar.
3) Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap
komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik
4) Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya
sangat tergantung pada alat mesin dan orang lain.
E. Persyaratan Bangunan ICU
Kebutuhan Ruang (Kemenkes, 2012):
Kebutuhan ruang pada daerah rawat pasien, terdiri dari :
1) Ruang administrasi.
2) Ruang untuk tempat tidur pasien.
3) Ruang isolasi pasien.
4) Pos sentral perawat/ ruang stasi perawat Ruang dokter jaga
9. 5) Ruang istirahat petugas.
6) Pantri.
7) Ruang penyimpanan alat medik.
8) Ruang utilitas kotor
9) Ruang Kepala Ruangan ICU.
10) Parkir troli.
11) Ruang Ganti Penunggu Pasien dan Ruang Ganti Petugas
12) Ruang tunggu keluarga pasien (berada di luar wilayah ICU).
13) Koridor untuk kebutuhan pelayanan.
14) Janitor/Ruang Cleaning Service.
15) Toilet petugas medik.
16) Ruang penyimpanan silinder gas medik.
17) Toilet pengunjung/penunggu pasien.
18) Ruang diskusi medis (terutama bagi RS A dan B).
F. Lingkup Sarana Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU) merupakan instalasi perawatan pasien dimana dalam
keadaan sakit berat sesudah operasi berat yang memerlukan perawatan secara
intensif, pemantauan ketat dan tindakan segera. ICU juga merupakan unit pelayanan
khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan
berkesinambungan selama 24 jam (Depkes RI, 2008).
G. Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi ICU harus berdekatan dengan instalasi
gawat darurat, laboratorium, instalasi radiologi dan bedah sentral.
2. Harus bebas dari gelombang elektromagnetik dan tahan terhadap
getaran.
3. Gedung harus terletak pada daerah yang tenang.
4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin.
5. Aliran listrik tidak boleh terputus.
6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara.
7. Disarankan sirkulasi udara yang dikondisikan seluruhnya udarasegar.
8. Perlu disiapkan titik grounding untuk peralatan elektrostatik.
9. Tersedia aliran Gas Medis (O2, udara bertekanan dan suction).
10. Pintu kedap asap & tidak mudah terbakar, terdapat penyedot asap bila
10. terjadi kebakaran.
11. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
instalasi ICU tidak pada lantai dasar.
12. Ruang ICU/ICCU sebaiknya kedap api (tidak mudah terbakar
baik dari dalam/dari luar).
13. Pertemuan dinding dengan lantai dan pertemuan dinding dengan
dinding tidak boleh berbentuk sudut/ harus melengkung agar
memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat.
2.2.2 Stres
A. Definisi Stres
Stres merupakan suatu interaksi antara individu dan lingkungan, yaitu
interaksi antara stimulan dan respon. Sehingga stres dapat diartikan sebagai
hasil dari setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan
psikologis dan fisik pada seseorang. Menurut Seyle dalam buku Managing
Stress (2018), stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap
permintaan yang diberikan padanya untuk beradaptasi, apakah situasi tersebut
dianggap baik atau buruk.
Definisi lain menyatakan bahwa stres adalah ketidak mampuan untuk
mengatasi ancaman terhadap mental, fisik emosional, dan spiritual yang baik,
yang menghasilkan serangkaian respon fisiologis dan adaptasi (Seeaward,
2018). Sedangkan menurut Richard (2010) stres merupakan suatu proses yang
menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengacam, ataupun
membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis,
emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja
positif (merencanakan pernikahan) atau negatif (kematian keluarga). Sesuatu
yang didefinisikan sebagai peristiwa yang menekan atau tidak, bergantung
pada respon yang diberikan oleh individu terhadapnya.
B. Penyebab Stres
Berdasarkan teori stimulus (rangsangan) sumber stres dikenal dengan
sebagai istilah “stressor” yang memberikan rangsangan dan mendorong
terjadinya stres pada seseorang. Stressor dikategorikan menjadi tiga golongan,
yaitu :
11. 1) Life events (peristiwa-peristiwa kehidupan)
Peristiwa kehidupan bisa menjadi sumber stres seseorang apabila kejadian
tersebut membutuhkan penyesuaian perilaku dalam waktu yang sangat singkat.
Jika seseorang gagal menyesuaikan diri paada situasi atau memicu terjadinya
stres antara lain: kematian pasangan, perceraian, kehilangan anggota keluarga,
terpenjara, masalah keuangan, pertengkaran dalam kelurga, pengangguran,
anggota keluarga yang mencoba bunuh diri, dan keluarga yang menderita sakit
serius.
2) Chronic strain (ketegangan kronis)
Suatu kesulitan-kesulitan yang konsisten atau berulang-ulang yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Ketegangan kronis ini dapat mempengaruhi
kesehatan fisik maupun psikologis. Hal tersebut dikarenakan
keteganganikronis terus berlanjut dan menjadi ancaman bagi seseorang.
Beberapa faktor yang menyebabkan ketegangan kronis, yaitu kurangnya
pengendalian atas pekerjaan, tuntutan pekerjaan, tuntutan dari rumah,
kurangnya pengendalian dari rumah, maupun tekanan akademik.
3) Daily hassles (permasalahan sehari-hari)
Merupakan peristiwa-peristiwa kecil yang biasa terjadi dalam kehidupan
sehari-hari yang membutuhkan penyesuaian dalam sehari saja dan tidak
berlanjut terus menerus sehingga dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
singkat. Beberapa contoh permasalahan sehari-hari antara lain: pendatang yang
tidak diharapkan, kemacetan lalu lintas, komunikasi dengan orang lain, tugas
keseharian yang penting, tenggat waktu yang tiba-tiba (Lyon B., 2012).
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
Karakteristik individu juga sering dihubungkan dengan stres, diantaranya
adalah :
1) Jenis Kelamin
Pria dan wanita berbeda dari segi fisik dan juga psikis. Perempuan
cenderung mengatasi stressor secara emosional. Perempuan juga lebih banyak
12. meminta dan menggunakan dukungan sosial untuk mengatasi stres kerja
(Greenberg, 2013). Menurut Yanto dan Rejeki (2017) Perempuan memiliki
peran yang sangat banyak, yaitu peran dalam pekerjaannya, menjadi seorang
ibu, istri, dan ibu rumah tangga. Sehingga menyebabkan tekanan emosional
pada perempuan juga akan semakin meningkat.
2) Usia
Beberapa penelitian menyatakan bahwa orang yang lebih tua akan mudah
menglami stres. Namun, tidak sedikit pada usia muda mengalami stres yang
cukup tinggi. Hal ini dikarenakan pekerja dengan usia yan lebih tua akan
mempunyai pengalaman yang tidak dimiliki oleh pekerja dengan usia yang
relatif muda. Pengalaman tersebut sangat bermanfaat dalam menangani stresor
yang terjadi di lingkungan kerja (Fitri, 2013).
3) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan juga dapat menyebabkan stres, beberapa penelitian
menyatakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang semakin
tinggi resiko mengalami stres (Besral & Widianti,2015).
4) Lama Kerja
Masa kerja berkaitan dengan peristiwa yang dialami seseorang selama
bekerja, sehingga dapat dijadikan pengalaman dalam meningkatkan kualitas
pekerjaan. Perawat yang memiliki masa kerja lebih lama akan meningkatkan
keterampilan seseorang dalam bekerja, semakin mudah dalam menyesuaikan
pekerjaan sehingga semakin bisa menghadapi tekanan dalam bekerja (Jinny et
al, 2019).
5) Status Perkawinan
Dalam sebuah penelitian mengenai stres perawat menyatakan individu yang
berstatus belum menikah memiliki resiko tinggi mengalami stres kerja. Hal ini
disebabkan karena pekerja yang berstatus menikah mendapat dukungan
emosional dari pasangannya. Namun, pengaruh status pernikahan terhadap
stres kerja akan memberikan dampak baik bila pernikahan tersebut berjalan
dengan baik (Nurazizah, 2017).
C. Patofisiologi Stres
Berdasarkan teori Model stres yang di kenalkan oleh Seyle, yaitu
General Adaptation Syndrom atau yang disingkat GAS, ada tiga tahapan stres
13. respon yang dilakukan tubuh, yaitu alarm (tanda bahaya), resistance
(perlawanan), dan exhaustion (kelelahan).
1) Alarm (Tanda Bahaya atau Waspada)
Alarm atau tanda bahaya dalah kondisi yang tak diinginkan, dimana kondisi
tersebut terjadi ketika terdapat perbedaan antara kenyataan dan situasi yang
diinginkan. Sehingga, tubuh menerima rangsangan dan memberikan respon
waspada. Secara alami tubuh mengaktifkan reaksi flight-or-fight yang
disebabkan adanya kondisi yang berpotensi mengancam kestabilan kondisi
tubuh (Lyon B.L, 2012). Gejala yang timbul pada tahap ini antara lain jantung
berdebar-debar, sakit kepala, disfagia, kram dan lain-lain (Rice, 2011).
2) Resistant (Perlawanan)
Merupakan tahap di mana tubuh berusaha untuk bertahan menghadapi tahap
alarm yang berkepanjangan (stres terus-menerus). Tubuh akan berusaha
menjaga sumber-sumber kekuatan dengan membentuk tenaga baru dan
memperbaiki kerusakan. Tahap ini merupakan tahap adaptasi di mana sistem
endokrin dan sistem simpatis tetap mengeluarkan hormon-hormon stres namun
tidak setinggi pada saat reaksi alarm (perlawanan atau waspada) (Lyon B.L,
2012).
3) Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase di mana tubuh merasakan kelelahan. Tubuh sudah tidak
sanggup lagi melakukan perlawanan dan perbaikan terhadap stres. Dengan kata
lain, tubuh sudah kehilangan tenaga untuk menghadapi serangan yang
mengancam. Apabila stressor (sumber stres) tetap berlanjut atau terjadi
stressor baru maka akan dapat memperburuk keadaan. Pada tahap ini, sistem
parasimpatis dari ANS (autonomic nervous system) mendominasi, sehingga
organ-organ tubuh bisa mengalami penurunan fungsi hingga menyebabkan
kematian. Sebagai contoh detak jantung dan kecepatan nafas akan menurun
(Lyon B.L, 2012).
14. Respon fisiologi stres diatur oleh mekanisme aktifasi sistem simpatik.
Presepsi stres yang diterima oleh tubuh akan mengaktifkan sistem simpatik dari
ANS (autonomic nervus system) sehingga medulla adrenal menghasilkan
hormon katekolamin yaitu epinefrin dan norepinefrin yang akan
mempengaruhi aktivitas kardiovaskular, respirasi dan pencernaan. Selain itu
HPA aksis juga berperan dalam stres. Ketika tubuh mendapatkan rangsangan
stres, hipotalamus akan segera merespon dan menyekresikan CRH
(corticotrophin-releasing hormone) untuk merangsang hipofisis anterior
mengeluarkan ACTH (adrenocorticotropic hormone atau kortikotropin) yang
nantinya akan merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol.
Hormon kortisol ini akan memberikan negative feedback untuk menurunkan
CRH-ACTH. Kortisol juga berperan sebagai antiinflamasi yang memberikan
perlawanan alami selama fight or flight (sherwood, 2014).
D. Stres Kerja
1) Definisi Stres Kerja
Merupakan ketidak cocokan antara individu dan lingkungan. Semakin tinggi
ketidak seimbangan antara tututan eksternal dan kemampuan individu,
semakin tinggi tingkat stres yang dialami (Li Li, 2017).
2) Faktor Penyebab Stres Kerja
Penyebab stres kerja bersumber dari 3 hal, yaitu intrinsik pekerjaan, luar
pekerjaan, individu (Yuliadi, 2018). Tinggi rendahnya stres pegawai sangat
dipengaruhi oleh dimensi lingkungan kerja yang terdiri atas lingkungan kerja
fisik dan lingkungan kerja psikis. Lingkungan fisik merupakan lingkungan
yang berada disekitar pekerjaan itu sendiri, sedangkan lingkungan psikis
adalah hal-hal yang menyangkut dengan hubungan sosial dan keorganisasian.
Sedangkan dimensi karakteristik individu terdiri dari :
a) Keterampilan, yaitu suatu kemampuan atau kapasitas individu untuk
melaksanakan tugas dalam pekerjaan tertentu.
b) Pengalaman, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang
terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi
sebagai referensi autobiografi.
c) Pengetahuan, merupakan kemmampuan kognitif berupa kemampuan
mengenal, memahami dan meyadari untuk menhayati suatu tugas atau
pekerjaan.
15. d) Demografi Individu, diantaranya adalah jenis kelamin, usia, dan asal-usul
(Gibson, 2012). Menurut Robbins karakteristik individu terdiri dari kesehatan
fisik atau penyakit yang dapat mengganggu produktifitas kerja juga dapat
mempengaruhi stres kerja seorang perawat.
3) Dampak Stres Kerja
Stres dapat berdampak positif dan juga dapat berdampak negatif. Salah
satu contoh stres yang berdampak positif yaitu stres yang dapat memotivasi
dan memberikan inspirasi untuk melakukan hal yang lebih baik. Sedangkan
stres yang berdampak negatif akan memberikan dampak buruk terhadap kinerja
dan juga kesehatan.
Menurut Hans Seyle dalam Sumiyati (2010) beban mental dan fisik yang
tinggi pada manusia dapat meningkatkanLadrenalin dan kortisol secara
berlebihan dan akan berakibat buruk pada kondisi jantung, pembulu darah,
otot, ginjal dan juga saraf. Selain itu stres dan menimbulkan kecemasan
dengan gejala emosi yang tidak menyenangkan seperti khawatir, tegang,
jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin, takut, tekanan darah tinggi,
erta mengalami insomnia. Tanda depresi juga dapat ditemukan, ditandai
dengan hilangnya gairah semangat dan terkadang disertai perasaan sedih.
Beberapa sumber juga menyatakan bahwa stres kerja dapat mengakibatkan :
1) Kecelakaan kerja.
2) Absensi kerja.
3) Lesu dalam menjalankan pekerjaan.
4) Penyakit fisik akibat stres seperti jantung koroner, tukak lambung,
hipertensi, dan lain-lain.
5) Gangguan kejiwaan dari yang ringan seperti gugup, mudahkmarah, tegang
kurang konsentrasi, hingga gangguan mood, gangguan cemas dan gangguan
psikiatri lainnya (Lubis, 2006).
2.2.3 Beban Kerja
A. Pengertian
Menurut UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 menyatakan bahwa
beban kerja merupakan hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan waktu
dan besaran pekerjaan yang harus dipukul oleh suatu jabatan/unit
organisasi. Setiap pekerja dapat bekerja tanpa membahayakan dirinya
sendiri dan masyarakat di sekelilingnya, sehingga perlu dilakukan
16. penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan kerja utuk
memperoleh produktivitas kerja yang optimal.
Beban kerja (Menurut Irwandy, 2007 ) adalah frekuensi kegiatan
rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu.
Beban kerja adalah catatan hasil pekerjaan atau volume dari hasil kerja
yang dapat menunjukkan volume yang dihasilkan oleh sejumlah pegawai
dalam suatu bagian tertentu. Sekelompok atau seseorang harus
menyelesaikan jumlah pekerjaan dalam waktu tertentu atau beban kerja
dapat dilihat pada sudut pandangan obyektif dan subyektif. Beban kerja
subyektif adalah pernyataan ukuran yang dipakai seseorang tentang
perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan pekerjaan dan
kepuasan kerja. Sedangkan secara obyektif adalah jumlah aktivitas yang
dilakukan atau keseluruhan waktu yang dipakai (Moekijat, 2004).
Menurut Manuaba (2000) beban kerja adalah kemampuan tubuh
pekerja dalam menerima pekerjaan. Kemampuan fisik maupun psikologis
pekerja harus sesuai dan seimbang pada setiap beban kerja yang diterima
seseorang. Beban kerja meliputi beban kerja fisik dan beban kerja
psikologis. Beban kerja fisik seperti mengangkat dan mendorong.
Sedangkan beban kerja psikologis berupa sejauh mana tingkat
kemampuan. atau keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu
dengan individu yang lainnya.
Beban kerja perawat adalah seluruh aktifitas atau kegiatan pada unit
pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat
(Marquisdan Hauston, 2000). Beban kerja meliputi beban kerja kuantitatif
dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah banyaknya pekerjaan yang
harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, beban
kerja kualitatif yaitu pemberian asuhan keperawatan dengan tanggung
jawab yang tinggi.
Tingginya beban kerja dapat mengakibatkan terjadinya komunikasi
yang buruk antara perawat dengan pasien, kegagalan kolaborasi antara
perawat dengan dokter, keluarnya perawat dan ketidakpuasan kerja
perawat. Sesuai hasil penelitian Trisna (2007) kegiatan perawat tidak
langsung kegiatan yang banyak dilakukan di ruang rawat inap, dan faktor
yang mempengaruhi beban kerja adalah jumlah pasien, jumlah perawat,
dan jumlah aktivitas.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja
17. i.Jumlah tenaga perawat
Menurut Ilyas (2004) permasalahan yang sering muncul di
rumahsakit salah satunya adalah tidak seimbangnya beban kerja
perawat.Sering kali manager sulit untuk mengetahui kualitas beban
kerjakarena lebih mendasar pada keluhan-keluhan yang bersifat
subyektif. Situasi tersebut biasanya diawali dari tahap perencanaan
kebutuhantenaga perawat tidak sesuai dengan kapasitas kerja suatu
suatuinstitusi pelayanan kesehatan (Mulyati, 2002).
ii.Kondisi lingkungan kerja
Lingkungan kerja dapat yang menjadi sumber beban kerja antara lain
tuntutan kerja, tanggung tuntutan kerja, hubungan antara perawat
dengan tanggung jawab kerja, hubungan antara perawat kurang
kurang baik.
C. Kepemimpinan
Menurut Mulyati (2002) kepemimpinan juga harus dapat
mengkoordinasi lingkungan kerja serta yang kondusif dan dinamis
serta merencanakan pengembangan karir perawat dengan cara aktif.
Memotivasi perawat menjadi perawat yang baik dan mempunyai
pandangan ke depan sehingga meningkatkan profesional mereka.
1) Tanggung jawab perawat
Tanggung jawab perawat baik itu terhadap pasien sendiri maupun
pasien perawat lain. Bekerjasama dengan perawat yang baru di ruang
tertentu, atau perawat yang baru lulus dapat menambah beban kerja
perawat lain, bisa juga dikarenakan marasa turut bertanggung jawab
terhadap keselamatan pasien yang sedang ditangani perawat baru
tersebut (Gaundine, 2000).
2) Tehnik pengukuran beban kerja
Menurut Swanburg (1999) ada 4 tehnik untuk menghitung
beban kerjaperawat yaitu :
3) Time and task frequency
Cara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas
pekerjaan yang dilakukan perawat dan waktu yang dibutuhkan
18. untukmenyelesaikan satu tindakan keperawatan dengan baik dan
benar.Kemudian kumpulan waktu di akumulasi dan dicari rata-
rata/skoring. Langkah-langkah untuk menghitung adalah:
a) Menentukan jumlah sampel perawat yang diambil
b) Membuat formulir kegiatan yang akan dipakai mengamati serta ada
kolom untuk menulis waktunya
c) Menentukan observer yang bias mengidentifikasi kualitaspekerjaan
yang akan diamati
d) Tiap satu observer akan mengamati satu orang perawat selama
bekerja sesuai shiftnya
4) Work sampling
Cara ini dilakukan dengan mengamati kegiatan apa saja yang akan
dilakukan perawat. Informasi yang didapat dengan metode ini
adalah waktu dan jenis kegiatan yang mampu dilakukan perawat
dalam interval tertentu yang sudah ditentukan.Observer harus
mengamati dari jarak jauh atau seakan-akan tidak mengamati agar
perawat yang bekerjasesuai aslinya atau kebiasaan selama ini.
5) Continous sampling
Metode continous sampling hampir sama dengan work sampling
dengan perbedaan terletak pada cara pengamatan yang dilakukan
terus menerus terhadap setiap kegiatan perawat dan dicatat secara
terinci serta dihitung lama waktu untuk melaksanakan kegiatan
tersebut. Pencatatan dilakukan mulai perawat datang/mulai kerja
sampai pulang. Pengamatan dapat dilakukan kepada satu atau lebih
perawat secarabersamaan.
6) Self reporting (variasi antara time studyand task frequency)
Observer akan memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan oleh
peneliti sehingga tinggal mengisi kegiatan mana yang telah
dikerjakan. Catatan-catatan formulir tugas harian dibuat untuk
periode waktu tertentu yang berisi pekerjaan yang ditugaskan.
Hasil formulir tugas harian ini dapat dihitung data tentang jenis
kegiatan, waktu dan lamanya kegiatan dilakukan.
D. Standar beban kerja
19. Menurut Gillies (1996) standar beban kerja perawat sebagai berikut:
1) Dinas pagi
Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit.
Beban kerja: K1 = 357 menit, K2 = 714 menit, K3 = 1071 menit,
K4 =1428 menit.
2) Dinas sore
Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit.
Beban kerja: K1 = 357 menit, K2 = 714 menit, K3 = 1071 menit,
K4 =1428 menit.
3) Dinas malam
Jam dinas = 600 menit. Jumlah jam efektif = 510 menit.
Beban kerja: K1 = 510 menit, K2 = 1020 menit, K3 = 1530 menit,
K4= 2040 menit.
Ketergan:
K1 : Kategori klien dengan perawatan mandiri dan diberi bobot 1 K2 :
Kategori klien dengan perawatan minimal dan diberi bobot 2K3 : Kategori
klien dengan perawatan moderat dan diberi bobot 3 K4 : Kategori klien
dengan perawatan intensif dan diberi bobot 4.
2.4 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Pada penelitian ini akan menguji atau mencari adanya pengaruh
signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Berdasarkan penjelasan serta uraian yang telah dijelaskan, maka
kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual