SlideShare a Scribd company logo
1 of 72
Download to read offline
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | i
POLICY BRIEF
INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
Adi Suryanto, et.al. (Editors)
Copyright @ 2021 Lembaga Administrasi Negara. All Right Reserved.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Judul Buku : Policy Brief Inovasi Administrasi Negara
Penerbit : Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia
Tempat Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2021
Cetakan Ke : 1 (Pertama)
ISBN : 978-623-98929-1-3
IKAPI : Nomor Anggota 599/Anggota Luar Biasa/DKI/2021
Redaksi:
Gedung Atmodarminto, BPPK Kementerian Keuangan
Jl. Purnawarman No.99, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Email : bppdapwi@gmail.com
Website : https://www.bppdapwi.com
Whatsapp : 083840572182
ii| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
POLICY BRIEF
INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
Editor:
1. Adi Suryanto
2. Tri Widodo WU
3. Agus Sudrajat
Reviewer:
1. Tri Widodo WU
2. Agus Sudrajat
3. Widhi Novianto
4. Muhammad Syafiq
5. Ichwan Santosa
6. Haris Faozan
7. Madya Putra Yaumil Ahad
Penulis:
1. Ichwan San
2. Haris Faozan
3. Desy Fajar Lestari
4. Hidayaturahmi
5. Dewi Oktaviani
6. Yuliardi Agung Pradana
7. Putra Budi Darmawan
8. Candra Setya Nugroho
9. Sulistianingsih
10.Mohd Febrianto
11.Avrina Dwijayanti
12.Azizah Puspasari
Staf Pendukung:
1. Yoga Suganda
2. Madya Putra Yaumil Ahad
Desain Sampul dan Tata Letak
1. Agus Pahrul Sidik
2. Arif Ramadhan
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | iii
KATA PENGANTAR
KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI
Segala puji kita panjatkan ke hadirat Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membuka ruang
pemikiran dan menginspirasinya dengan berbagai
gagasan kebaikan untuk dituangkan dalam bentuk
tulisan, sebagai sebuah legacy dalam kehidupan.
Policy Brief Inovasi Administrasi Negara merupakan
sebuah legacy dari para Pejabat Fungsional LAN yang
diharapkan dapat mewarnai diskursus intelektual
dan dinamika kebijakan administrasi negara
kedepan. Di tengah hiruk pikuk berbagai persoalan
yang menimpa bangsa ini, semoga hadirnya buku kecil ini dapat menginspirasi
lahirnya kebaikan-kebaikan lain di masa yang akan datang. Mendorong berbagai
perubahan yang dapat membawa bangsa ini menuju kesejahteraan dan kejayaan.
Hadirnya policy brief ini merupakan salah satu wujud komitmen LAN dalam
menciptakan evidence based policy. Kebijakan publik diharapkan tidak lagi dibuat
atas dasar intuisi dari pimpinan, namun berdasarkan data dan informasi faktual.
Sehingga, kebijakan publik benar-benar dapat tetap sasaran dan semakin
menambah hadirnya negara di tengah masyarakat.
Policy brief ini diharapkan menjadi panacea dari berbagai persoalan publik dalam
bidang administrasi negara. Tantangan dan persoalan yang dihadapi ke depan
tentunya akan lebih besar. New normal dan disrupsi inovasi menjadi dua tantangan
yang nampak jelas di hadapan kita semua. Governansi pelayanan publik, tata kelola
pemerintahan dan manajemen ASN diharapkan dapat beradaptasi dengan
tantangan tersebut atau bahkan menjadikannya peluang untuk dapat
berkontribusi optimal dalam membangun bangsa dan negara.
Apresiasi yang setinggi-tingginya untuk Tanoto Foundation atas dukungannya
dalam pengembangan kapasitas ASN, khususnya melalui penulisan Polbrief ini.
Semoga spirit kolaborasi dalam kerangka pengabdian untuk negeri dapat terus
berdenyut dalam nadi.
Jakarta, 22 Desember 2021
Dr. Adi Suryanto, M.Si
iv| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
SALAM PEMBUKA
CEO GLOBAL TANOTO FOUNDATION
Tanoto Foundation sejak awal pendiriannya memiliki
perhatian khusus terhadap dunia pendidikan. Sebuah
organisasi filantropi yang bergerak di bidang
pengembangan sumber daya manusia melalui
pendidikan yang berkualitas. Rekam jejak kami telah
menunjukkannya, dan dapat dengan mudah ditelusuri
di era teknologi informasi seperti sekarang ini.
Dalam kerangka pengembangan sumber daya
manusia tersebut, Tanoto Foundation memberikan
dukungan terhadap agenda pembelajaran bagi ASN di
lingkunganLAN RI bertajuk “LAN UntukNegeri”, yang
salah satunya diwujudkan melalui penulisan Policy
Brief (Polbrief) Inovasi Administrasi Negara ini. Semoga kerjasama sama yang
dibangun tidak berhenti sampai di sini, namun terus berlanjut dalam berbagai
agenda pengembangan SDM lainnya untuk mewujudkan kebaikan bagi negeri.
Kerjasama LAN dan Tanoto Foundation semakin meneguhkan bahwa kita berada
pada era governance. Quadruple Helix dalam pengembangan sumber daya manusia
benar-benar terlaksana dengan baik. Pemerintah tidak lagi menjadi satu-satunya
aktor dalam proses tersebut. Pemerintah, Sektor private, Civil Society, dan
Akademisi bahu membahu dalam membangun bangsa dan negara tercinta ini.
Terima kasih sebanyak-banyaknya kami ucapkan kepada Lembaga Administrasi
Negara yang telah mewujudkan karya bersama ini. Semoga dapat mendatangkan
manfaat dan kebaikan, selamat membaca.
Jakarta, 22 Desember 2021
Dr. J. Satrijo Tanudjojo
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | v
SAMBUTAN
DEPUTI KAJIAN & INOVASI MANAJEMEN ASN
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI
Buku Policy Brief Inovasi Administrasi Negara
merupakan kumpulan Policy Brief yang ditulis secara
individu maupun tim. Sebagian Polbrief merupakan
sintesa pemikiran LAN di bidang manajemen ASN,
reformasi birokrasi, dan pengembangan
kompetensi ASN.
Berbagai pemiikiran yang sebelumnya tertuang
melalui laporan kajian yang relatif tebal dan
membutuhkan cukup banyak waktu dan energi
untuk mampu mencerna dan menikmatinya,
disajikan secara singkat, padat, dan penuh dengan
nutrisi. Policy Brief ini disusun oleh pejabat fungsional di lingkungan LAN, dengan
latar belakang JF yang beragam, mulai dari Analis Kebijakan, Peneliti, hingga
Dosen. Apresiasi untuk para penulis atas kontribusinya dalam sebuah kolaborasi
yang apik.
Michael Foucoult dalam karya fenomenalnya terkait teori “kuasa pengetahuan”
mengungkapkan bahwa kekuasaan tidak hanya ada pada struktur. Pengetahuan
dengan logika dan argumentasi yang solid memiliki kekuatan untuk menciptakan
subjection atau kepatuhan. Hasil penelitian yang dikemas dalam policy brief akan
menjadi pengetahuan yang powerful . Policy maker diharapkan dapat tergugah
untuk menyusun kebijakan-kebijakan yang lebih berbasis evidence.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tanoto Foundation
atas kerjasamanya dalam agenda knowledge creation di lingkungan LAN RI. Sebuah
ruang berharga bagi para pejabat fungsional LAN untuk beraktualisasi sekaligus
mengembangkan diri dalam semangat pengabdian kepada negeri.
Jakarta, 22 Desember 2021
Dr. Agus Sudrajat., S.Sos., MA
vi| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
DAFTAR ISI
1. REFORMASI BIROKRASI BERBASIS OUTCOME - MENCIPTAKAN
COLLABORATIVE GOVERNANCE YANG EFEKTIF - Dewi Oktaviani (Peneliti
Ahli Muda) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
2. PENGEMBANGAN MODEL MAGANG DAN PERTUKARAN PEGAWAI
SEBAGAI AKSELERATOR PROFESIONALISME ASN - Ichwan Santosa
(Analis Kebijakan Ahli Pertama) & Haris Faozan (Analis Kebijakan Ahli
Utama) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
3. MODEL REWARD SYSTEM UNTUK APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)
BERKINERJATINGGI –Azizah Puspasari (Analis Kebijakan Ahli Muda) . . 19
4. PRASYARAT MANAJEMEN TALENTA PADA INSTANSI PEMERINTAH -
Candra Setya Nugroho (Analis Kebijakan Muda) & Sulistianingsih (Analis
Kebijakan Ahli Muda) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
5. PEMERINGKATAN KINERJA PNS SECARA TRANSPARAN DALAM
KERANGKA IMPLEMENTASI PERMENPAN-RB NO. 8/2021 TENTANG
SISTEM MANAJEMEN KINERJA PNS - Yuliardi Agung Pradana (Analis
Kebijakan Ahli Pertama) & Putra Budi Darmawan (Analis Kebijakan Ahli
Pertama) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
6. PENGUATAN SISTEM PENILAIAN KINERJA ASN DALAM POLA KERJA
BERBASIS KOMBINASI WFH DAN WFO - Hidayaturahmi (Dosen Lektor)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .37
7. PERALIHAN PEGAWAI NON-PNS/TENAGA HONORER MENJADI
PPPK DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INSTANSI PEMERINTAH -
Mohd Febrianto (Analis Kebijakan Ahli Pertama) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
8. PENGUATAN NILAI-NILAI BELA NEGARA DALAM UPAYA
MENANGKAL RADIKALISME DI LINGKUNGAN ASN - Desy Fajar Lestari
(Analis Pengembangan Sistem Pembelajaran) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47
9. MENJEMBATANI AGILE BUREAUCRACY DAN DEMOCRATIC
GOVERNANCE – Avrina Dwijayanti (Analis Kebijakan Ahli Pertama) . . . . . 51
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 1
Polbrief 1
REFORMASI BIROKRASI BERBASIS OUTCOME
MENCIPTAKAN COLLABORATIVE GOVERNANCE YANG EFEKTIF
Dewi Oktaviani - Peneliti Ahli Muda
Abstrak
GDRB Tahun 2010-2025 memiliki tujuan akhir terbentuknya Pemerintahan
Indonesia yang berkelas dunia (world-class government) di tahun 2025. Namun
demikian, proses reformasi birokrasi Indonesia selama ini belum berjalan
dengan optimal. Hal ini terlihat dari hasil analisis yang memberikan banyak
catatan kritis dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, antara lain: (1)
Paradigma reformasi birokrasi masih berfokus pada perubahan di internal
birokrasi; (2) Peta jalan (road map) reformasi birokrasi yang disusun oleh K/L/D
belum terintegrasi secara langsung dengan RPJMN/D atau Renstra; (3) Silo
mentality membuat pelaksanaan reformasi birokrasi belum terintegrasi dan
terkoordinasi antar lembaga dengan baik; (4) Masih berorientasi pada
pemenuhan dokumen (output-oriented); (5) Program reformasi birokrasi
cenderung bersifat proyek; (6) Rendahnya keterlibatan pemangku
kepentingan(stakeholders) dalamperencanaandanevaluasiprogram reformasi
birokrasi; dan (7) Terjadi penyeragaman area perubahan dan kegiatan RB.
Kondisi tersebut telah mengantarkan kepada kebutuhan untuk merubah
paradigma inward-looking menjadi outward –looking, dengan mengedepankan
prinsip pelaksanaan reformasi birokrasi yang berorientasi pada outcome dan
dapat menciptakan collaborative governance yang lebih efektif. Tulisan ini
bertujuan untuk menggambarkan konsep reformasi birokrasi berbasis
outcome. Terdapat dua karakteristik utama yang membedakan model
reformasi birokrasi berbasis outcome yaitu pertama, model reformasi birokrasi
berbasis outcome pada intinya menekankan pada keterlibatan pemangku
kepentingan (stakeholders) secara luas dalam proses perencanaan dan evaluasi
program reformasi birokrasi. Kedua, menekankan bahwa program reformasi
birokrasi berorientasi pada pencapaian sasaran strategis instansi maupun
nasional.
Kata Kunci: Reformasi, Birokrasi, Outcome.
A. Pendahuluan
PermenPANRB No. 25 Tahun 2020 yang diharapkan dapat menjadi solusi
terbaik pelaksanaan RB selama kurang lebih 20 (dua puluh) tahun, hingga kini
masih belum menunjukkan perubahan signifikan. Seperti yang pernah
disampaikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin: “Reformasi
2| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
birokrasi masih sebatas kulit saja. Belum menyentuh sampai ke dalam intinya, yaitu
reformasi birokrasi yang menghasilkan birokrasi profesional dan berdaya saing”.
Tidak sampai di situ, beliau juga kerap menekankan bahwa birokrasi juga harus
lebih lincah (agile), sederhana, adaptif dan inovatif, serta mampu bekerja secara
efektif dan efisien, yang harus dibangun secara sistematis dan berkelanjutan.
Hasil kajian Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome (PK2AN LAN, 2020), telah
menemukan banyak catatan-catatan kritis dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
selama ini, seperti: (1) Paradigma reformasi birokrasi yang masih berfokus pada
perubahan di internal birokrasi, belum melihat bagaimana dampak dari kegiatan
reformasi birokrasi terhadap ketercapaian sasaran pembangunan atau
manfaatnya bagi perbaikan pelayanan publik bagi stakeholders; (2) Peta jalan (road
map) reformasi birokrasi yang disusun oleh K/L/D belum terintegrasi secara
langsung dengan RPJMN/D atau Renstra; (3) Silo mentality membuat pelaksanaan
reformasi birokrasi belum terintegrasi dan terkoordinasi antar lembaga dengan
baik; (4) Masih berorientasi pada pemenuhan dokumen (output-oriented); (5)
Program reformasi birokrasi cenderung bersifat proyek; (6) Rendahnya
keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam perencanaan dan
evaluasi program reformasi birokrasi; dan (7) Terjadinya penyeragaman area
perubahan dan kegiatan, padahal tidak semua K/L/D memiliki permasalahan dan
kapasistas sumber daya yang sama.
Permasalahan reformasi birokrasi tersebut, pada kenyataannya masih terus
berlanjut di tahun pertama pelaksanaan Road Map RB 2020-2024, di mana
pelaksanaan Reformasi Birokrasi masih belum menujukkan hasil yang optimal. Hal
ini dapat terlihat dari turunnya peringkat Indonesia dalam 2 (dua) indeks yang
menjadi indikator pelaksanaanReformasi Birokrasi, yaitu Government Effectiveness
Index 2019 yang mengalami penurunan 9 peringkat, dan pada Indeks Persepsi
Korupsi yang dirilis Trancaparency International Indonesia (TII) Tahun 2020 di mana
Indonesia mengalami penurunan skor dari 40 menjadi 37 (turun tiga poin dari
tahun 2019), yang berimbas pada turunnya 17 peringkat dari posisi 85 ke posisi
102 dari 180 negara. Pobrief ini menawarkan konsep Collaborative governance
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 3
untuk membangun sinergi antar lembaga dalam mencapai pembangunan yang
lebih efektif dan berkesinambungan demi pelaksananaan Reformasi Biorkrasi
yang lebih baik.
B. Permasalahan Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi dalam pelaksanaannya masih bersifat pelaksanaan
kegiatan administratif belaka atau sekedar pemenuhan formalitas berbagai
dokumen reformasi birokrasi (document-oriented). Bahkan, capaian pelaksanannya
pun hingga kini, tampak belum menyentuh kemanfaatannya pada publik. Terlebih,
keterlibatan pemangku kepentingan atau stakeholder, baik dalam hal perumusan
program atau kegiatan reformasi birokrasi sampai pada tahap evaluasinya pun
masih cukup sangat rendah.
Pelaksanaan reformasi birokrasi selama ini lebih terkesan pada pelaksanaan
sebuah proyek yang memiliki sifat “memaksa” bagi setiap instansi, yang terkesan
sekedar untuk pemenuhan dokumen RB (check list)
tanpa mempertimbangkan kemanfaatannya bagi
publik. Terlebih dengan adanya penyeragaman pada
8 area perubahan, menjadikan pelaksanaan
reformasi birokrasi dinilai terlalu kaku, yang
menyebabkan setiap instansi cenderung hanya
terpusat untuk memenuhi substansi terhadap area-
area perubahan tersebut. Terlebih bagi Pemerintah
Daerah yang melaksanakan Reformasi Birokrasi
hingga saat ini baru sejumlah 200-an (dari 500an
lebih). Hal ini dikarenakan pemerintah daerah yang belum melaksanakan
reformasi birokrasi masih dibayangi belum merasa perlu untuk melaksanakan
reformasi birokrasi, terutama dengan melihat peraturan reformasi birokrasi yang
terlalu ‘jelimet’. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi pemerintah daerah, Bila
tidak melakukan Reformasi Birokrasi apa hukumannya bagi saya ? Jika melakukan
reformasi birokrasi, maka apa yang akan saya dapat ? Apakah hanya untuk
8 area perubahan dalam
pelaksanaan reformasi
birokrasi: organisasi, tata
laksana, peraturan
perundang-undangan,
sumber daya manusia
aparatur, pengawasan,
akuntabilitas, pelayanan
publik, dan pola pikir
(mindset) dan budaya
kerja (cultural set)
aparatur.
Sumber: Perpres No. 81/2010
4| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
menaikan tunjangan kinerja saja, atau citra yang baik di mata publik ? dan Apakah
bentuk Road map yang dilakukan harus seragam, tanpa melihat kebutuhan instansi
masing-masing ? Padahal kondisi di dalam masih tidak ada yang berubah. Terlebih
dengan berbagai bukti kasus korupsi atau kasus-kasus lainnya juga masih banyak
yang terjadi.
Gambaran kondisi tersebut, tidak bisa dipungkiri bahwa meski upaya
perbaikan dalam program reformasi birokrasi telah dilakukan, namun tampaknya
belum memberi dampak yang signifikan, bahkan masih menyisakan berbagai
catatan, terutama tentang cara pandangdalambagaimanaimplementasi reformasi
birokrasi selama ini. Setidaknya ada dua catatan penting yaitu: Pertama, kegiatan
reformasi birokrasi di instansi selama ini belum menyasar pada upaya
menyelesaikan persoalan-persoalan strategis instansi dan juga nasional, seperti
yang telah dituangkan dalam road map reformasi birokrasi dan juga Rencana
Strategis (Renstra). Kedua, sebagian besar kegiatan reformasi birokrasi masih
bersifat melakukan perubahan ke dalam (inward-looking) yang pada akhirnya lebih
bersifat formalitas belaka.
Selain itu, jika melihat dari Road Map RB 2020-2024 setidaknya terdapat 3
permasalahan yang dilihat dari aspek:
a. Program Reformasi Birokrasi
Dengan menggunakan konsep performance-based organization, seharusnya
dapat lebih mengangkat isu-isu strategis yang menjadi persoalan dalam setiap
lembaga pemerintah, menjadi dasar acuan dalam penyusunan Road map dan
program-program reformasi birokrasinya. Program-program reformasi
birokrasi tersebut harus menjadi jalan keluar sebagai upaya mengatasi
persoalan-persoalan strategis dan mewujudkan target pembangunan. Namun
demikian, faktanya selama ini, isu-isu strategis dan juga target-target
pembangunan tersebut, dalam RPJMN/D atau rencana strategis (renstra)
belum menjadi rujukan langsung bagi daerah dalam menyusun program-
program reformasi birokrasinya.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 5
b. Kebijakan Makro Reformasi Birokrasi
Sebagaimana disebutkan dalam Road Map RB 2020-2024 bahwa kebijakan
Makro RB didesain sebagai panduan umum dengan indikator minimum yang
harus dicapai bagi setiap instansi. Namun, kebijakan makro RB ini tampaknya
belum sepenuhnya memandu arah reformasi birokrasi sesuai dengan fokus
kebijakan RB yaitu perbaikan Tata Kelola Pemerintahan. Sementara, jika
kebijakan RB tersebut ditarik ke dalam level messo, leading sector memiliki
sasaran perubahan yang terbatas pada K/L saja. (contoh: Internalisasi nilai anti
korupsi untuk ASN (KPK, LAN, Kemendagri, KASN, Kemendikbud, Kemendikti
(BRIN), dan Kominfo). Selain itu, jika dihubungan ke level mikro pun, maka
perubahanakanmenjadilebih bersifat intraorganisasional (padamasing-masing
organisasi), yang berdampak pada belum mampunya mendorong perubahan
yang berorientasi pada outcome. Terlebih, apabila belum mengoptimalkan atau
minimnya pelibatan peran stakeholders non pemerintah dalam program RB
yang ada, maka akan berimplikasi pada kurangnya dukungan (ownership) dari
stakeholders.
c. Area Perubahan
Perbaikan area perubahan dalam Road Map 2020-2024 tampak masih terlihat
belum dinamis. Perubahan hanya dilakukan pada nama area perubahan yaitu
peraturan perundang-undangan menjadi deregulasi kebijakan dan cultural set
menjadi manajemen perubahan. Sebenarnya dalam Road Map RB 2020-2024
memang telah disebutkan bahwa penetapan delapan area perubahan telah
mempertimbangkan relevansinya dengan kondisi saat ini. Namun, melihat
kondisi disruptif saat ini, seharusnya area perubahan tersebut dapat dirancang
menjadi lebih dinamis.
C. Rekomendasi Kebijakan Reformasi Birokrasi
Untuk keluar dari permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya
pergeseran paradigma dari inward-looking menjadi outward–looking dengan
mengedepankan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi harus berorientasi pada
6| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
outcome. Konsep reformasi birokrasi berbasis outcome menjadi suatu metode
reformasi birokrasi yang berbeda dengan metode selama ini. Seperti yang
disampaikan dalam hasil kajian (PKAN LAN, 2020) Reformasi birokrasi berbasis
outcome didefinisikan sebagai “Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome adalah
proses menata ulang, perubahan, terobosan, inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dengan berpikir dan bertindak di luar kebiasaan/ rutinitas dengan
upaya yang luar biasa yang hasilnya memberi manfaat serta nilai tambah bagi
organisasi dan stakeholders.” Pemaknaan outcome disini lebih kepada hal yang
berkaitan langsung dengan ketercapaian pembangunan.. Untuk itu, reformasi
birokrasi dijadikan sebagai faktor penggerak (enabling factor) dari ketercapaian
sasaran pembangunan.
Relasi Reformasi Birokrasi dan RPJMN 2020 - 2024
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 7
Desain Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome
Desain reformasi birokrasi berbasis outcome ini juga memiliki beberapa
karakteristik utama yang menekankan bahwa program reformasi birokrasi
berorientasi pada pencapaian sasaran strategis instansi maupun nasional. Hal ini
yangmembedakandengan karakteristikreformasibirokrasi saatini,dimanamodel
reformasi birokrasi berbasis outcome lebih menekankan pada keterlibatan
pemangku kepentingan (stakeholders) secara luas dalam proses perencanaan dan
evaluasi program reformasi birokrasi.
Perbandingan Model Reformasi Birokrasi Saat ini dan Berbasis Outcome
No. Aspek Model RB Saat Ini Model RB Berbasis Outcome
1. Penetapan
indikator
kinerja
program
reformasi
birokrasi
Ditetapkan sendiri oleh
instansi
Target dan indikator kinerja
ditetapkan bersama dengan para
pemangku kepentingan. Berlaku
konsep citizen-based demand.
2. Kedudukan
area
perubahan
Area perubahan
dipandangsebagai tujuan
dan bukan sarana untuk
mencapai tujuan RB
Area perubahan disesuaikan
dengan kebutuhan menjawab
permasalahan instansi dan
pencapaian sasaran strategis
3. Pemilihan area
perubahan
Dilakukan
penyeragaman pada
seluruh K/L/P
Disesuaikan dengan kebutuhan,
karakteristik organisasi dan
kemampuan sumber daya
organisasi
8| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
4. Kegiatan RB
pada area
perubahan
Cenderung
distandarisasi dengan
banyaknya kegiatan yang
sama di tiap-tiap area
perubahan antara K/L/D
Kegiatan RB di setiap area
perubahan ditujukan untuk
menjawab kebutuhan perubahan
dan pencapaian sasaran strategis
5. Fokus
orientasi
program RB
Inward-looking, dengen
berorientasi hanya pada
pembenahan internal
organisasi yang
dibuktikan dengan
kegiatan-kegiatan RB
yang terstandarisasi
Inward & outward-looking, dengan
menitikberat program RB yang
berkorelasi langsung terhadap
permasalahan organisasi dan
pencapaian sasaran strategis
instansi, peningkatan pelayanan
publik
6. Strategi
implemetasi
Penyeragaman
berdasarkan standar
yang ditetapkan oleh tim
tingkat messo sehingga
minim ownership
Menekankan pada kreatifitas dan
inovasi dalam memenuhi target
reformasi dan pemanfaatannya
oleh stakeholders
7. Ukuran
keberhasilan
Kelengkapan dokumen Kemampuan memberikan nilai
tambah terhadap organisasi,
stakeholders dan capaian sasaran
pembangunan
8. Peranan
stakeholders
pengguna
output instansi
Dikesampingkan Ditempatkan sebagai bagian
sentral proses perubahan.
Dilibatkan dari proses perencanaan
penyusunan program kegiatan
hingga evaluasi RB
9. Peta jalan (road
map) RB
Tidak ada relasi dengan
RPJMN/D/Renstra
Terintegrasi dengan
RPJMN/D/Renstra
10. Kontrol
kebijakan
Berbasis otoritas
(kewenangan)
Kontrol kebijakan RB didasari pada
basis pengetahuan, melalui
dukungan stakeholders
pengetahuan (perguruan tinggi,
LSM, media) dalam menetapan
program-program RB
11. Evaluasi
program RB
Self-assesment dan
penilaian dari Kemenpan
RB
Dilakukan oleh lembaga
profesional serta bersama dengan
stakeholders berdasarkan target-
target yang ditetapkan bersama.
Sumber: LAN (2014 & 2020)
Desain reformasi birokrasi berbasis outcome ini jika dikaitkan dengan Road
Map RB 2020-2024 maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya
sinkronisasi, sebagai berikut:
1. Program dan kegiatan prioritas yang memiliki dampak besar terhadap tata
kelola pemerintahan dapat disusun ke dalam kebijakan makro RB. Program
dan kegiatan ini dapat ditentukan dengan menarik program pada level messo
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 9
ke level makro. Hal ini dapat dilakukan pembahasan terlebih dahulu dalam
forum RB Nasional untuk memberikan arah agar pelaksanaan program
reformasi birokrasi dalam kebijakan makro akan menjadi jelas dalam
implementasinya. Selain itu, dengan mengedepankan prinsip performance
based reform dalam program RB yang berbasis outcome, maka isu-isu strategis
yang menjadi persoalan dalam organisasinya, dapatmenjadi dasar acuan untuk
penyusun road map dan program-program reformasi birokrasi instansinya
sehingga outcome yang dihasilkan akan lebih terukur dan dapat dirasakan
langsung kemanfaatannya (memudahkan cascading program) terutama bagi
stakeholders sebagai solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh
instansinya tersebut.
2. Panduan atau indikator yang jelas akan memberikan kemudahan bagi
Kementerian/Lembagaleading sector dalammewujudkan sasaranprogramnya.
Untuk itu, diperlukan panduan yang lebih teknis untuk membantu
mempermudah pelaksanaan program RB agar menjadi lebih terarah. Hal ini
untuk memberikan jawaban terhadap beberapa instansi (khususnya Pemda)
yang hingga saat ini belum melaksanakan RB.
3. Penentuan area perubahan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan
karakteristik organisasi, serta kemampuan sumber daya organisasinya. Hal ini
akan memberikan keleluasaan instansi dalam menentukan area perubahan
yang memang seharusnya dilaksanakan, sehingga tidak ada lagi terkesan
pemenuhan administratif (check list).
D. Penutup
Reformasi birokrasi berbasisoutcomediartikansebagai sebuah prosesmenata
ulang, perubahan, terobosan, inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
dengan berpikir dan bertindak di luar kebiasaan/ rutinitas dengan upaya yang luar
biasa yang hasilnya memberi manfaat serta nilai tambah bagi organisasi dan
stakeholders. Pemahaman ini menjadi sebuah paradigma baru yang dapat
memberikan insight terhadap pelaksanaan RB selama ini, terutama untuk merubah
paradigma RB dari inward-looking menjadi outward –looking, dengan lebih
10| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
mengedepankan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi harus berorientasi pada
outcome.
Melalui reformasi birokrasi berbasis outcome ini, akan memberikan
kemudahan untuk menciptakan Collaborative governance yang lebih efektif.
Dengan mengedepakan pelibatan stakeholders dalam penetapan target yang ingin
dicapai, akan memberikan kemudahan dalam menentukan outcome institusi untuk
mencapai target pembangunan. Untuk itu, sebagai titik awal pelaksanaan program
reformasi birokrasi ini, penentuan outcome apa yang akan dicapai menjadi penentu
utama, sehingga institusi dapat lebih mudah merumuskan input, kegiatan serta
output apa yang akan dilakukan dan dihasilkan nantinya, yang juga akan
memberikan dampak pada sasaran pembangunan, serta hasilnya dapat dirasakan
langsung oleh stakeholders.
Pustaka
Laporan Kajian Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome. Pusat Kajian Kebijakan
Administrasi Negara. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2020.
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024
.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 11
Polbrief 2
PENGEMBANGAN MODEL MAGANG DAN PERTUKARAN PEGAWAI
SEBAGAI AKSELERATOR PROFESIONALISME ASN
Ichwan Santosa - Analis Kebijakan Ahli Pertama dan Haris Faozan - Analis
Kebijakan Ahli Utama
Abstrak
Pengembangan kompetensi PNS dipandang belum memberikan dampak yang
diharapkan,mengingat(diantaranya) hasilpengukuran IndeksProfesionalitasASN
Nasional memperlihatkan nilai dengan kualifikasi sangat rendah, yaitu 56,5. Belum
efektifnya pengembangan kompetensi salah satunya disebabkan oleh desain
program yang masih konvensional. Bentuk dan jalur bangkom sebagaimana
tercantum dalam PerLAN No. 10/2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS
belum diimplementasikan secara optimal. Mencermati hal tersebut,
pengembangan kompetensi non-klasikal perludijadikan pemantikatau pendorong
utama.Salahsatupengembangankompetensiberbasispelatihan non-klasikalyang
dapat dijadikan pilihan adalah magang dan pertukaran pegawai. Sayangnya,
kebijakan terkait magang dan pertukaran pegawai belum cukup memadai untuk
mendorong implementasi magang dan pertukaran pegawai secara masif dan
efektif. Tulisan ini menggambarkan beberapa problematika dalam kebijakan
magang dan pertukaran pegawai, model magang dan pertukaran pegawai, serta
rekomendasi kebijakan untuk dapat mengimplementasikan magang dan
pertukaran pegawai secara efektif. Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu : Pertama, penguatan definisi dan dasar pertimbangan
pelaksanaan magang dan pertukaran pegawai. Kedua, penguatan pendekatan
magang dan pertukaran pegawai. Ketiga, pengembangan scope magang dan
pertukaran pegawai. Keempat, Penggambaran mekanisme yang jelas dan terukur.
Implikasinya, terdapat kebutuhan untuk melakukan penyesuaian peraturan (revisi
terhadap PerLAN No. 10 Tahun 2018) dan menyusun aturan teknis mengenai
praktik magang dan pertukaran pegawai secara nasional melalui Peraturan
bersama LAN dan BKN.
A. Prolog
Pengembangan kompetensi PNS dipandang belum memberikan dampak yang
diharapkan,mengingat(diantaranya) hasilpengukuran IndeksProfesionalitasASN
Nasional yang dilakukan oleh BKN pada tahun 2018 memperlihatkan nilai dengan
kualifikasi sangat rendah, yaitu 56,5. Bahkan, meski dengan level profesionalitas
yang berbeda antara aparatur pemerintah pusat (rendah) dan daerah (sangat
12| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
rendah), namun secara kuantitatif pencapaian angkanya tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (pusat 60,2 dan daerah 52,7).
Belum efektifnya pengembangan kompetensi dapat disebabkan berbagai
permasalahan, diantaranya yaitu: pemilihan bentuk dan jalur pengembangan
kompetensi yang kurang relevan dengan kebutuhan ASN, manajemen bangkom
yang cenderung administratif, desain program yang masih konvensional, atau
bentuk dan jalur bangkom yang belum ter-explore sepenuhnya. Dalam konteks
alternatif pilihan bentuk dan jalur pengembangan kompetensi, UU No 5 Tahun
2014 tentang ASN dan berbagai peraturan turunannya, seperti PP No. 11 Tahun
2017 tentang Manajemen PNS hingga Peraturan LAN No. 10 Tahun 2018 tentang
Pengembangan Kompetensi PNS telah memperluas ruang pengembangan
Kompetensi PNS, terutama dengan diperkenalkannya pengembangan kompetensi
non klasikal.
Salah satu alternatif pengembangan kompetensi dimaksud adalah program
pertukaran pegawai (dengan sektor private) dan magang (antar instansi
pemerintah). Program pertukaran pegawai merupakan salah satu model
pengembangan kompetensi yang melalui itu PNS diharapkan dapat mempelajari
competencies, experience, culture, dan value dari perusahaan swasta yang dipandang
lebih advance dan adaptif dalam menyikapi perubahan lingkungan. Sementara
melalui magang, transfer knowledge, keterampilan, dan keahlian diharapkan dapat
terjadi secara cepat dan merata, sehingga mempersempit capacity gap antar ASN
Sumber: Publikasi capaian merit sistem KASN 2018 dan 2019
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 13
K/L/D. Kombinasi program pengembangan kompetensi ini dapat dipertimbangkan
sebagai salah satu pilihan utama untuk meningkatkan profesionalisme ASN
(melalui transfer dan/atau pertukaran competencies, experience, culture, dan value
antar institusi). Policy brief ini akan membahas Pengembangan Model Magang dan
Pertukaran Pegawai dalam konteks tersebut.
B. Problematika Kebijakan
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh PIMBANGKOM ASN pada
tahun 2020, ditemukan berbagai problematika kebijakan terkait magang dan
pertukaran pegawai:
1. Rumusan scope magang dan pertukaran pegawai masih kurang tepat. Dalam
kebijakan yang berlaku saat ini, UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, PP
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS jo PP Nomor 17 Tahun
2020, hingga PerLAN Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan
Kompetensi PNS, dijelaskan bahwa scope magang adalah antara instansi
pemerintah, sementara scope pertukaran pegawai digambarkan dapat
terjadi antara instansi pemerintah dengan swasta. Pada kenyataannya,
kebutuhan magangdanpertukarandapat bersifatintra organisasi (antar unit
dalam organisasi) dan lintas sektor (public dan private). Hal ini memiliki
presedennya, baik di dalam maupun luar negeri,
2. Terdapat inkonsistensi kebijakan mengenai magang dan pertukaran
pegawai, misalnya mengenai penyebutan penggunaan istilah praktik kerja di
instansi lain di Pusat dan Daerah pada UU ASN yang tidak digunakan lagi
pada PP Manajemen PNS (istilah sejenis yang ditemukan adalah magang).
Selain itu, dalam UU ASN terdapat 2 (dua) jalur bangkom yang
pengkoordinasiannya dilakukan oleh BKN dan LAN di UU ASN yaitu praktik
kerja di instansi lain di Pusat dan Daerah dan Pertukaran antara PNS dengan
pegawai swasta, sementara di PP Manajemen PNS hanya pertukaran antara
PNS dengan pegawai swasta yang disebutkan dikoordinasikan oleh LAN dan
BKN,
14| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
3. Penjelasan mengenai magang dan pertukaran pegawai dalam PerLAN No. 10
Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS perlu diperkuat,
misalnya pada definisi yang sangat sederhana, dimana pertukaran pegawai
dideskripsikan sebagai “kesempatan untuk menduduki jabatan di sektor
swasta”, dan dasar pertimbangan yang masih bersifat general, yaitu
“kesenjangan kompetensi dan kesenjangan kinerja”,
4. Praktik magang dan pertukaran pegawai sudah terlanjur berjalan secara
instansional. Namun demikian, K/L/D yang mengimplementasikan Program
Pertukaran Pegawai dan Magang masih relatif sedikit. Selain itu, masing-
masing memiliki pola atau modelnya masing-masing. Bahkan 2 (dua) jalur
bangkom tersebut masih dipahami secara berbeda. Akan tetapi, terbuka
celah untuk menyusun model nasionalnya melalui koordinasi LAN dan BKN,
5. Terdapat refleksi permasalahan dan tantangan implementasi kebijakan di
masa lalu. Praktik yang magang dan pertukaran pegawai yang dilakukan
K/L/D dengan pedoman lingkup instansi masing-masing memunculkan
catatan permasalahan. Misalnya, kesulitan untuk melibatkan swasta dalam
program pertukaran pegawai pada program pertukaran pegawai di
Kementerian ESDM (Implementasi kebijakan pertukaran pegawai hanya
terjadi satu arah, tidak terdapat pengiriman pegawai BUMN/swasta ke
Kementerian ESDM), atau praktik magang yang tidak jelas sasaran dan
outputnya (Pemprov DIY).
Untuk itu, ditawarkanlah suatu konsep/model magang dan pertukaran
pegawai yang bersifat nasional, dapat dikembangkan menjadi desain program
instansional maupun nasional sesuai dengan kebutuhan. Model Magang dan
Pertukaran Pegawai yang dikembangkan dengan mengacu pada amanat UU ASN
dan turunannya dapat digambarkan sebagai berikut:
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 15
Sumber: Proyek Perubahan PKN Tingkat. II Seno Hartono (2018)
Dengan memperhatikan adanya peluang untuk mengembangkan ruang
lingkup magang dan pertukaran pegawai beyond yang diatur dalam kebijakan yang
ada saat ini, maka perlu dilakukan re-definisi dan pengembangan konsep magang
dan pertukaran pegawai. Re-definisi juga diperlukan untuk memperjelas
pemahaman terhadap magang dan pertukaran pegawai, tidak hanya berdasarkan
ruang lingkup interaksinya (satu arah atau dua arah), namun juga mengikuti
filosofinya atau tujuan utamanya, dan detail lain yang menjadi aspek pengaturan
yang diperlukan untuk mengimplementasikan pendekatan bangkom ini.
C. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka pengaturan kebijakan
tentang Magang dan Pertukaran Pegawai direkomendasikan untuk dirumuskan
dalam Peraturan Bersama Lembaga Administrasi Negara dan Badan Kepegawaian
Negara, dengan penekanan pada penguatan beberapa substansi pengaturan,
seperti:
16| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
1. Penguatan definisi dan dasar pertimbangan pelaksanaan magang dan
pertukaran pegawai
MAGANG PERTUKARAN PEGAWAI
Definisi:
Penempatan pegawai di luar unit
kerja/instansinya dalam jangka waktu
tertentu untuk menguasai kompetensi
tertentu -yang relevan dengan kebutuhan
pelaksanaan tusinya- dengan melibatkan
diri dalam proses pekerjaan terkait
dibawah bimbingan dan pengawasan
mentor/ahli di bidangnya
(Job shadowing)
Dasar pertimbangan:
1. Kebutuhan memberikan experience
sebelum menduduki suatu jabatan
/adanya resiko dalam menduduki
jabatan jika tidak melakukan magang di
bawah bimbingan ahli sebelumnya
(mengurangi resiko)
2. Adanya kejenuhan dalam organisasi,
membutuhkan new experience untuk new
idea/updating competency
3. Adanya kebutuhan untuk mengakuisisi
kompetensi secara utuh (matang)
4. Kebutuhan membangun empati,
memperluas perspektif, dsj/memahami
sistem di luar dirinya
Definisi:
Penempatan pegawai pada posisi
tertentu di unit kerja lain atau instansi
lain secara dua arah dalam jangka
waktu tertentu yang diharapkan dapat
menjadi sarana pertukaran nilai,
budaya kerja, kompetensi dan
pengalaman yang dipandang relevan
dengan kebutuhan kedua organisasi
yang melakukan pertukaran
(menduduki jabatan)
Dasar Pertimbangan:
1. Kebutuhan untuk membangun
komunikasi, pengertian, dan
kerjasama/sinergi (penguatan
networking) dengan unit/instansi
lain dalam konteks peningkatan
efektivitas performa organisasi
hingga problem solving (strategic
values)
2. Kebutuhan untuk bertukar
keunggulan masing-masing
instansi
2. Penguatan pendekatan magang dan pertukaran pegawai
MAGANG PERTUKARAN PEGAWAI
1. Bundling model atau menjadi
bagian dalam desain pelatihan
klasikal tertentu (contoh
pelatihan Jabatan Fungsional dan
Kepemimpinan)
2. Independent model atau menjadi
desain program pelatihan
tersendiri (fleksibel, dapat
didesain berdasarkan kebutuhan).
Independen atau menjadi desain
program pelatihan tersendiri.
1. Insidental mungkin akan terjadi pada
2 (dua) organisasi yang tidak memiliki
irisan kepentingan strategik yang kuat
namun memiliki kompetensi, nilai,
pengalaman yang dapat dipertukarkan.
2. Kerjasama jangka panjang sangat
diharapkan terjadi pada organisasi yang
memiliki irisan kepentingan sektoral.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 17
3. Pengembangan scope magang dan pertukaran pegawai
MAGANG PERTUKARAN PEGAWAI
1. Unit lain dalam instansi
pemerintah
2. Instansi pemerintah lainnya
(K/L/D)
3. Korporasi
4. Organisasi lainnya (menyesuaikan
dengan kebutuhan
pengembangan kompetensi)
1. Antar unit dalam instansi pemerintah
2. Antar instansi pemerintah (K/L/D)
3. Antara instansi pemerintah dengan
korporasi
4. Antara instansi pemerintah dengan
organisasi lainnya (menyesuaikan
dengan kebutuhan pengembangan
kompetensi)
4. Penggambaran mekanisme yang jelas dan terukur
18| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
D. Epilog
Pengembangan kompetensi diharapkan dapat bertransformasi. Paradigma
pengembangan kompetensi yang cenderung administratif-formal berubah
menjadi substantif-strategik. Untuk itu, pengelolaan bangkom perlu didorong
untuk dapat mewujudkan analisis kebutuhan bangkom yang presisi, penentuan
peserta bangkom yang merepresentasikan kebutuhan organisasi, desain program
bangkom yang efektif, hingga pencapaian target yang jelas dan terukur. Inisiasi ini
dapat dimulai melalui jalur bangkom strategik seperti magang dan pertukaran
pegawai. Dalam kerangka mendorong implementasi pertukaran pegawai dan
magang dalam format yang ideal, terdapat kebutuhan untuk melakukan
penyesuaian peraturan (revisi terhadap PerLAN No. 10 Tahun 2018) dan
menyusunaturan teknis mengenai praktik magangdan pertukaran pegawaisecara
nasional melalui Peraturan bersama LAN dan BKN.
Pustaka
Laporan Kajian Model Magang dan Pertukaran Pegawai. Pusat Inovasi Manajemen
Pengembangan Kompetensi ASN. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara,
2020
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil
Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 10 Tahun 2018 tentang
Pengembangan Kompetensi PNS
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 19
Polbrief 3
MODEL REWARD SYSTEM UNTUK
APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) BERKINERJA TINGGI
Azizah Puspasari – Anallis Kebijakan Ahli Muda
Abstrak
Tantangan utama dalam implementasi kebijakan pemberian reward bagi ASN
adalah memadukan bentuk reward yang diterima bagi pegawai berkinerja tinggi.
Reward yang diterima merupakan perpaduan finansial dan non-finansial yang akan
memotivasi pegawai dalam berkinerja, sehingga menghasilkan predikat yang
termasuk kategori berpredikat sangat baik dan baik sesuai dengan mekanisme
penilaiankinerja yangtelah diatur. PolicyBriefinimerekomendasikanmodel reward
system yang merupakan perpaduan dari finansial dan non-finansial berdasarkan
pemetaan atas bentuk reward system dari instansi BUMN dan pemerintah daerah
yang telah berhasil melaksanakannya.
A. Pendahuluan
Pembenahan sistem manajemen kinerja menjadi aspek krusial dalam
mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif dan transparan, serta reward
dan punishment yang lebih jelas. Hal ini dipandang penting mengingat berbagai
penelitian menyatakan bahwa sistem reward yang baik akan menjadi daya tarik
bagi calon pegawai terbaik sekaligus mampu mempertahankan pegawai terbaik
organisasi atau pegawai yang berkinerja tinggi.
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2019 (PP30/2019) tentang Penilaian
Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan upaya pemerintah untuk
memperbaiki reward melalui penilaian kinerja yang lebih terukur. Ditindaklanjuti
dalam kebijakan turunannya yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem
Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dalam kebijakan tersebut, pegawai
berkinerja tinggi atau memiliki predikat kinerja sangat baik akan mendapatkan
20| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
reward berupa prioritas talent pool dan pengembangan kompetensi dan
penghargaan lainnya yang diatur dengan peraturan perundangan.
Dalam kenyataannya, beberapa instansi pemerintah masih menggunakan
kebijakan lama, sehingga beberapa kelemahan dalam penilaian kinerja masih
belum teratasi. Pemberian reward kepada pegawai yang berkinerja tinggi juga
masih sangat bervariasi, tergantung pada kebijakan internal dan instrumen
penilaiannya. Fokus reward dalam bentuk finansial dan non-finansial di PP
30/2019 itu sendiri ternyata masih belum beragam dan menciptakan sebuah
lingkungan kerja nyaman yang dibutuhkan pegawai. Policy brief ini akan
menawarkan Model Reward System untuk ASN berkinerja tinggi yang dapat
mewujudkan rasa keadilan dan kelayakan. Model dihasilkan melalui ekstraksi
berbagai model reward system yang berlaku di instansi-instansi terpilih.
B. Pembahasan Masalah
Kebijakan pemberian reward bagi ASN yang berlaku di birokrasi pemerintah
Indonesia, masih cenderung belum dimaksimalkan untuk memperbaiki iklim
bekerja dan memotivasi pegawai. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1964
tentang Pemberian Penghargaan Kepada Pegawai Negeri yang Melakukan
Kewajibannya secara Luar Biasa (PP 35/1964) merupakan salah satu peraturan
sebagai inisatif untuk memberikan motivasi atau semangat kerja bagi PNS
berkinerja tinggi yang mempunyai peran penting dalam pembangunan negara.
Namun demikian, dinamika dan penyesuaian atas nilai inflasi yang ada
menjadikan komponen dan mekanisme pemberian reward sesuai PP 35/1964
dianggap kurang relevan dipraktikkan di masa sekarang, walaupun bentuk
reward sudah mencakup sisi finansial dan nonfinansial yang menjadi komponen
signifikan dalam keberhasilan pemberian reward untuk memotivasi pegawai.
Terbitnya PP 30 tahun 2019 sebagai pengganti dari PP 46 tahun 2011
mengarahkan penilaian kinerja pegawai secara keseluruhan dengan melihat
kinerja yang dihasilkan. Penilaiannya tidak hanya dilakukan oleh Pejabat Penilai
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 21
Kinerja PNS, namun juga berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan/atau
bawahan langsung melalui metode 360°. Penilaian kinerja tersebut didasarkan
pada pengukuran kinerja yang dapat dilakukan setiap bulan, triwulanan,
semesteran, atau tahunan serta didokumentasikan dalam dokumen pengukuran
kinerja (disesuaikan dengan kebutuhan organisasi). Hasil dari pengukuran
kinerja tersebut akan dikategorikan berdasarkan angka yang diperoleh dengan
sebutan/predikat: 1) Sangat Baik (nilai 110 < x < 120 dan menciptakan ide baru
dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi manfaat bagi
organisasi atau negara); 2) Baik, nilai 90 < x < 120, tanpa ide baru; 3) Cukup, nilai
70 < x < 90; 4) Kurang, nilai 50 < x <70; dan 5) Sangat Kurang, nilai <50.
Pengaturan pemberian reward dalam PP 30/2019 baru mencakup 2 hal,
yaitu: prioritas untuk pengembangan kompetensi yang diterima bagi PNS yang
selama 2 (dua) tahun berturut-turut mendapatkan penilaian dengan predikat
baik dan diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi (talent pool)
pada instansi bersangkutan. Padahal menurut Buhai, Cottini, & Nielseny (2008),
untuk meningkatan produktivitas kinerja sebuah organisasi, yang dibutuhkan
adalah perbaikan dimensi fisik lingkungan kerja (iklim internal). Amstrong
(2009), menambahkan bahwa cara yang lebih pasti dalam mewujudkan
peningkatan motivasi pegawai, komitmen dan kinerja adalah dengan
menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, menantang, dan
memberdayakan di mana individu dapat menggunakan kemampuan mereka
untuk melakukan pekerjaan yang berarti yang menunjukkan penghargaan
kepada mereka. Ketepatan pemberian penghargaan non finansial menjadi
penting karena dapat memprediksi kinerja karyawan, semakin menantang suatu
tujuan, semakin tinggi tingkat kinerjanya dan semakin tinggi kepuasan yang
dirasakan (Mondy, 2008).
Beberapa instansi baik dari pemerintah pusat maupun daerah, telah
mempraktekkan pemberian reward dari segi finansial dan non finansial. Misalnya,
dalam pengembangan model, ada beberapa bentuk reward yang relatif sama.
Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang sangat menarik, misalnya Pemerintah
22| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
Provinsi Jawa Barat memiliki sistem kinerja pegawai yang telah terintegrasi pada
sistem kepegawaian dan sistem karir. Selain itu, model pemberian tambahan
reward bisa mencapai 100 % dari Tunjangan Tambahan Penghasilan, yang dalam
hal ini sangat memotivasi kinerja pegawai. Sedangkan Pemerintah kota
Yogyakarta menyajikan “nilai gotong royong” dalam pemberian Tunjangan
Tambahan Penghasilan yang didasarkan atas nilai kinerja organisasi.
Untuk mengembangkan model Reward ASN berkinerja tinggi dilakukan
pemetaan pada Person Reward yang diperoleh, meliputi Gaji / Salary, Tunjangan
Hari Raya, Bantuan Biaya Perumahan, Rumah, Fasilitas, telekomunikasi, alat
Kerja, Tunjangan Pajak, Jaminan Sosial, Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Kematian, Fasilitas Kerja, Tunjangan Cuti Tahunan/Besar,
Winduan. Pesangon, Program Pensiun dan Bantuan Hukum. Position Reward
meliputi Take Home Pay (THP), Bantuan Kemahalan, Kemahalan Daerah,
Kendaraan, Lingkungan Kerja, Bobot Jabatan, Fasilitas Jabatan, Fasilitas
Perjalanan Dinas dan Benefit Pasca Kerja. Performance Base Reward meliputi Jasa
produksi, Faktor Industri, Bonus, Mid Term Incentive, Sales Incentive, Insentive,
Loan, Talent Pool, Talent Mobility, Tunjangan Kinerja, Career and Enviromental
Rewards, Career Management (talent mobility, succession management, dan lainnya),
Fast Track Program (Career Opportunity), Pembelajaran Formal, Development
program (training, coaching, GPD/MP, dll), Employee reward & recognition, Flexible
Reward (Point Based Reward), Work / life program (WAP, EVP, Olimpiakom, dll),
Working environment dan menjadi Keanggotaan profesi.
C. Rekomendasi Kebijakan
Untuk memperbaiki system reward terhadap ASN berkinerja tinggi, terdapat
beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, dan
Biro/Unit Kerja yang menangani pengelolaan Sumber Daya Manusia di setiap
instansi pemerintah pusat (Kementerian/Lembaga) dan pemerintah daerah,
yaitu:
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 23
1. Berdasarkan pemetaan, maka Model Reward ASN berkinerja tinggi
berdasarkan predikat pegawai kinerja tinggi, sebagai berikut :
Jenis Reward
Level Kinerja Tinggi
(Diatas Ekspektasi)
Level Kinerja Tinggi
(Diatas Ekspektasi)
Predikat
Sangat Baik
Predikat
Baik
Non
Finansial
Talent Pool / Promosi / Fast Track
Instansional atau nasional
√
Prioritas Pengembangan Kompetensi
(scolarship, training, coaching, GPD/MP,
dll),
√ √
Talent Mobility / Rotasi / Pengayaan
Jabatan
√ √
Work / Life Program √
Fasilitas √ √
Flexible Reward (Point Based Reward) √ √
Finansial
Insentif / Tunjangan Kinerja / Bonus /
Jasa Produksi
√
Kemudahan Pinjaman √
2. Mekanisme pemberian reward secara instansional dikoordinasikan oleh unit
kerja yang menangani pengelolaan SDM, Keuangan dan atasan langsung.
Teknis dalam pemberian reward dimulai dengan Penilaian Kinerja sesuai
dengan PP 30/2019 dan Permenpan 8/2021, yang selanjutnya akan terlihat
hasil/angka yang menunjukkan predikatnya. Untuk pegawai berkinerja
tinggi yang akan mendapatkan reward dalam bentuk finansial,
mekanismenya dilakukan oleh unit kerja yang mengelola SDM dan unit kerja
24| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
yang mengelola keuangan. Selanjutnya, reward dalam bentuk non finansial
dikoordinasikan mekanismenya dengan Biro/bagian yang mengelola SDM
dan atasan langsung.
3. Dalam hal acuan penilaian kinerja bagi pegawai berkinerja tinggi, perlu
disusun kebijakan atau aturan turunan dari PP30/2019, yang mengatur
penilaian bagi pegawai berkinerja tinggi di setiap instansi atau dibuat secara
generik yang berlaku untuk semua instansi yang ditetapkan dengan peraturan
mengenai pemberian reward. Pemberian reward dalam bentuk non-finansial
yang mengakibatkan pembebanan anggaran pada APBN diatur oleh Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
D. PENUTUP
Pemberian reward dalam bentuk finansial dan non finansial merupakan
perpaduan yang sangat signifikan dalam memotivasi pegawai. Untuk
mewujudkan efektivitas implementasi sistem reward pegawai berkinerja tinggi,
maka sistem manajemen kinerja pegawai perlu didesain secara holistik dan
terintegrasi dengan sistem lainnya dalam siklus manajemen aparatur sipil negara
yaitu: perencanaan sumber daya manusia, pengembangan karier, pengembangan
kompetensi, serta reward and dicipline.
Pustaka
Pusat Kajian Manajemen Aparatur Sipil Negara. 2020. Laporan Kajian Model
Kesejahteraan ASN (Insentif untuk ASN Berkinerja Tinggi). Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara
Armstrong, M. (2009). A Handbook of Human Resource Management Practice (11 Ed.)
Cambridge, UK: Kogan Page Limited.
Buhai, S., Cottini, E., & Nielseny, N. (2008). The impact of Workplace Conditions on Firm
Performance (Working Paper Number 08-13). Retrieved from
http://www.hha.dk/nat/wper/08-13_sebu.pdf
Mondy, R.W. (2008). Human Resource Management, International Edition, Pearson
Education International, New Jersey USA.
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2019 (PP30/2019) tentang Penilaian Kerja Pegawai
Negeri Sipil (PNS)
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan Kepada
Pegawai Negeri yang Melakukan Kewajibannya secara Luar Biasa
Peraturan Menteri Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8
Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 25
Polbrief 4
PRASYARAT MANAJEMEN TALENTA PADA INSTANSI PEMERINTAH
Candra Setya Nugroho dan Sulistyaningsih - Analis Kebijakan Ahli Muda
Abstrak
Banyaknya kasus jual beli jabatan merupakan salah satu masalah yang mendasari
perlunya untuk memperbaiki sistem pengelolaan SDM Aparatur, khususnya
pemilihan pemimpin Instansi pemerintah. Salah satu strategi yang dilakukan
adalah penerapan manajemen talenta. Beberapa kondisi yang ada pada saat ini
masih belum mendukung dalam penerapan sistem tersebut. Sebagai sistem baru
yang diadopsi dari sektor swasta, maka instansi pemerintah perlu mengetahui
persyaratan manajemen talenta agar berjalan dengan baik. Persyaratan tersebut
yaitu pola pikir pengembangan (development mindset), budaya kinerja (performance
culture), sponsor/ dukungan pemimpin (executive sponsorship), dan sistem informasi
sumber daya manusia yang baik (good human resource information sistem).
A. Pendahuluan
Pemerintah melalui Undang-
Undang No. 05 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara berupaya untuk
membangun sistem merit dalam
manajemen ASN. Hal ini salah satunya
tercermin dalam pemilihan pimpinan
instansi pemerintah yang dilakukan
melalui penerapan sistem open bidding
atau lelang jabatan. Akan tetapi,
kenyataan di lapangan menunjukkan
sistem ini masih memiliki celah yang
memungkinkan terjadinya praktik jual
beli jabatan.
Sumber Detikcom, KPK.GO.ID
26| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
Kasus jualbelijabatan terjadi
di beberapa daerahhingga instansi
pusat, antara lain: Kabupaten
Klaten, Kabupaten Nganjuk,
Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Jombang dan Kementerian Agama
(sumber: KPK.go.id). Kasus jual
beli jabatan bahkan mengalami
peningkatan dari Tahun 2015-
2016. Pada Tahun 2015, terdapat
191 kasus yang meningkat pada
Tahun 2016 menjadi 278 kasus.
Masih banyaknya kasus jual beli jabatan menunjukkan bahwa sistem pemilihan
pimpinan instansi pemerintah masih menjadi masalah serius yang harus
diselesaikan.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengatakan bahwa korupsi yang
dihasilkan dari jual beli jabatan sangat fantastis, yaitu mencapai Rp.35 Triliun.
Bahkan, terdapat harga yang dibandrol bagi setiap jabatan atau posisi, mulai dari
pengawas sampai jabatan pimpinan tinggi (JPT).
Untuk mewujudkan sistem pemilihan pimpinan instansi pemerintah yang
lebih mendukung penerapan sistem merit, maka implementasi manajemen talenta
perlu didorong di seluruh instansi pemerintah. Policy Brief ini akan membahas
berbagai prasyarat yang dibutuhkan untuk menerapkan manajemen talenta di
instansi pemerintah.
B. Masalah Kebijakan
Dalam rangka mendorong dan memberikan pedoman penerapan manajemen
talenta di instansi pemerintah, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 3 Tahun 2020
tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara. Meskipun manajemen talenta
Sumber KASN, TEMPO, KEMENPAN RB, KOPRI,
www.katadata
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 27
sudah memiliki kebijakan yang menjadi payung hukum dalam penerapannya, akan
tetapi secara praktek penerapan manajemen talenta instansi pemerintah tidak
serta merta berjalan dengan sendirinya.
Praktik manajemen talenta sudah dilakukan secara parsial oleh beberapa
instansi pemerintah, misalnya pembuatan talent pool, pengelompokan pegawai
kedalam kriteria talent (nine box), dan lain-lain. Saat ini, terdapat 24 instansi
pemerintah yang ditunjuk sebagai percontohan penilaian penerapan manajemen
talenta (JPNN.com). Pemilihan 24 instansi pemerintah ini didasarkan pada
perolehan predikat sangat baik dalam Indeks Sistem Merit. Percontohan ini
menjadi permulaan untuk memperbaiki manajemen talenta di instansi tersebut.
Keberadaan 24 instansi percontohan penilaian manajemen talenta menjadi
salah satu indikasi bahwa manajemen talenta belum diterapkan secara
menyeluruh di instansi pemerintah. Sebagai sebuah sistem baru dalam
pengelolaan SDM Aparatur, penerapan manajemen talenta kemungkinan besar
akan terhambat oleh terlembaganya sistem lama. Hambatan yang dialami antara
lain:
1. Pola Pikir Lama
Paradigma dalam pengelolaan SDM lama akan menjadi hambatan utama
dalam penerapan manajemen talenta. Hal ini karena pengelola SDM masih
terbiasa dan merasa nyaman dengan paradigma atau sistem sebelumnya.
Sistem sebelumnya masih belum menunjukkan komitmen dalam
mendorong pengembangan SDM secara maksimal dan adil serta
proporsional. Masih banyak instansi pemerintah yang belum memenuhi
kewajibannya untuk memberikan pengembangan pegawainya minimal 20
JP/tahun;
2. Budaya Kinerja Rendah
Masih belum optimalnya budaya kinerja yang dilakukan oleh Instansi
pemerintah ditandai dengan masih banyaknya laporan atas keluhan yang
dialami masyarakat. Data selama tahun 2018, Ombudsman menerima
28| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
8.456 laporan pengaduan dugaan mal administrasi pelayanan publik yang
mana angka ini, meningkat 6,3% dari tahun 2017;
3. Tidak Adanya Sistem Pengkaderan
Saat ini sangat minim atau bahkan tidak ada Instansi pemerintah yang
mempunyai perencanaan terkait pemberian bimbingan oleh pemimpin atau
pegawai senior (berpengalaman) bagi kadernya (calon pimpinan) atau
pegawai yang lebih junior. Meskipun saat ini bimbingan tesebut sudah
dilakukan, tetapi hal tersebut tidak direncanakan dengan sistematis dan
sesuai kebutuhan organisasi secara menyeluruh.
4. Sistem Informasi SDM yang Belum Optimal
Saat ini mayoritas Instansi pemerintah sudah memiliki sistem informasi
SDM, tetapi kondisinya masih belum memadai untuk pelaksanaan
manajemen talenta. Saat ini sistem informasi lebih berkaitan dengan
kehadiran dan target dan capaian kinerja SDM saja, belum dilengkapi
dengan perencanaan pengembangan karir.
Sebagai upaya untuk menerapkan manajemen talenta, maka instansi
pemerintah perlu mengatasi berbagai hambatan di atas dan menyiapkan prasyarat
dalam pelaksanaan manajemen talenta. Hal ini ditujukan untuk mendorong
penerapan manajemen talenta agar dapat berjalan dengan baik dan mencapai
tujuan yang diharapkan.
C. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan deskripsi masalah di atas, untuk dapat menerapkan manajemen
talenta pada Instansi pemerintah secara optimal diperlukan prasayarat sebagai
berikut (PKP2A I LAN, 2015):
1. Pola Pikir Pengembangan (Development Mindset)
Instansi pemerintah harus mempunyai pola pikir pengembangan
(development mindset) agar program manajemen talenta dapat berhasil.
Pola pikir ini merupakan suatu pola pikir yang mengutamakan
pengembangan pribadi-pribadi pegawai yang ada dalam Instansi tersebut.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 29
Dengan demikian, agar instansi pemerintah berhasil dalam mengelola
program manajemen talenta, maka instansi pemerintah harus memiliki
development mindset, yaitu selalu berpikir untuk mengembangkan Pegawai
Negeri Sipil.
2. Budaya Kinerja (Performance Culture)
Instansi pemerintah harus memiliki, menghayati, dan
mengimplementasikan budaya kinerja tinggi (high performance culture) agar
dapat mengimplementasikan manajemen talenta. Ini adalah situasi ketika
Instansi senantiasa berusaha menemukan indikator kinerja setiap posisi,
menjadikannya sebagai dasar untuk menilai keberhasilan seseorang serta
sebagai alat ukur dalam memberikan kompensasi kepada setiap orang.
Dengan demikian, agar instansi pemerintah berhasil dalam mengelola
program manajemen talenta, maka instansi pemerintah harus memiliki
performance culture agar keberhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan indikator kinerjanya.
3. Sponsor/ Dukungan Pemimpin (Executive Sponsorship)
Instansipemerintahharus memiliki eksekutif puncak, boardof director,atau
pemimpin senior yang menjadi sponsor atau pendukung utama
pengembangan pegawai-pegawai berpotensi tinggi agar dapat berhasil
mengelola program manajemen talenta. Dengan demikian, agar instansi
pemerintah berhasil dalam mengelola program manajemen talenta, maka
instansi pemerintah harus memiliki executive sponsorship yang dapat
mengabdikan dirinya untuk memberikan bimbingan, pendidikan, dan
pemberdayaan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diproyeksi sebagai calon
pemimpin masa depan.
4. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia yang Baik (Good Human Resource
Information Sistem)
Instansi pemerintah harus menghadirkan infrastruktur, investasi, dan
sistem informasi SDM yang akurat dalam mendukung pengelolaan
program manajemen talenta. Secara terus menerus Instansi memelihara
30| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
dan perbaruan data untuk merekam posisi pegawai berada, pernah ke
posisi dan penugasan mana saja, dan ke mana seharusnya pegawai
dipindahkan dalam rangka pengembangan kompetensi pegawai tersebut
setiap waktu.
Sistem informasi Sumber Daya Manusia (SDM) juga perlu memuat
informasi core competencies organisasi, profil kompetensi pegawai, serta
riwayat pengembangan kompetensi pegawai. Berger (2004 p 23-33)
mengungkapkan terdapat 4 (empat) langkah utama dalam mengelola
talent yaitu : pertama, mengidentifikasi core competencies organisasi dan
menyiapkan tool untuk melakukan assessment. Kedua, mengidentifikasi
program pengembangan kompetensi untuk memenuhi core competencies.
Ketiga, melakukan penilaian kompetensi dan forecasting terhadap potensi
pegawai. Keempat, menyiapkan action plan untuk mengelola setiap talent.
Sistem informasi SDM diharapkan dapat mengakomodasi keempat
tahapan pengelolaan manajemen talenta tersebut.
D. Penutup
Manajemen talenta merupakan sistem yang sudahteruji mampu mewujudkan
manajemen SDM yang profesional (merit), dengan sektor swasta sebagai
presedennya. Mengetahui prasyarat penerapan manajemen talenta adalah salah
satu kunci agar instansi pemerintah dapat menyiapkan diri untuk meminimalisir
hambatan yang mungkin muncul dan mendistraksi penerapan manajemen talenta
di masa yang akan datang. Kebutuhan untuk melakukan perbaikan pengelolaan
SDM Aparatur memang tidak akan pernah berhenti. Namun demikian, bergerak
maju harusdilakukan dengan memperbaiki warisankesalahan dimasalalu,sebagai
sebuah prasyaratnya.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 31
Pustaka
Berger Lance A. 2004. Four Steps to Creating a Talent Management System dalam
Berger, Lance A dan Berger Dorothy R (editor). Talent Management Handbook.
Creating Organizational Excellence by Identiyfing, Developing, and Promoting
Your Best People. The McGrow-Hill Companies
Laporan Kajian Manajemen talenta Dalam Pengembangan Karier Pegawai Negeri Sipil.
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I, Jatinangor. Lembaga
Administrasi Negara, 2015.
Peraturan Menteri PemberdayaanAparaturNegara dan Reformasi Birokrasi No.3
Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara
JPPN.Com. 2021. Artikel berita edisi 21 Maret 2021 berjudul “24 Instansi
Pemerintah ini jadipilotprojectpenilaian penerapan manajemen talenta ASN,
ini Daftarnya” diakses di https://www.jpnn.com/news/24-instansi-
pemerintah-ini-jadi-pilot-project-penilaian-penerapan-manajemen-talenta-
asn-ini-daftarnya
32| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
Polbrief 5
PEMERINGKATANKINERJAPNSSECARATRANSPARANDALAM
KERANGKAIMPLEMENTASIPERMENPANNOMOR8TAHUN2021
TENTANGSISTEMMANAJEMENKINERJAPNS
Yuliardi Agung Pradana dan Putra Budi Darmawan – Analis Kebijakan Ahli Pertama
Abstrak
Penilaian kinerja yang objektif akanmenciptakan lingkungan kerja yangpositif dan
mendorong motivasi berprestasi pegawai. Berbagai penelitian mengungkapkan
bahwa sistem penilaian kinerja hingga saat ini belum mampu mereduksi
subjektivitas pimpinan secara signifikan dalam melakukan penilaian terhadap
bawahannya. Terbitnya PermenPAN dan RB No. 8/2021 Tentang Sistem
Manajemen Kinerja PNS membawa harapan baru bagi terwujudnya objektivitas
sistem penilaian kinerja ASN. Policy brief ini kemudian menawarkan model
transparansi kinerja sebagai implementasi dari PermenPAN dan RB No. 8/2021
Tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Melalui penerapan
sistem ini, tanpa seleksi terbuka pun, calon-calon terkuat yang akan menduduki
jabatan strategis telah tertera dalam high performance group pada sistem penilaian
kinerja tersebut. Model tersebut memiliki lima karakteristik yaitu: pertama,
pelaksanaan monitoring dan evaluasi capaian SKP dan Perilaku Kerja setiap bulan
berjalan. Kedua, penerapan penilaian 360˚ terhadap ASN. Ketiga, hasil penilaian
kinerja juga perlu disandingkan dengan peran/kontribusi ASN dalam pencapaian
rencana strategis unitkerja. Keempat, penilaian terhadap komponen Prestasi Kerja
tersebut terbuka secara transparan pada sebuah sistem yang dapat diakses oleh
seluruh ASN dalam organisasi. Kelima, penilaian terhadap komponen Prestasi
Kerja tersebut terbuka secara transparan pada sebuah sistem yang dapat diakses
oleh seluruh ASN dalam organisasi.
A. Pendahuluan
Penilaian kinerja yang objektif adalah kunci untuk menciptakan lingkungan
kerja yang positif dan mendorong motivasi berprestasi pegawai. Untuk itu, model
penilaian kinerja yang digunakan akan sangat berperan penting dalam
mewujudkan lingkungan kerja yang positif dan mendorong motivasi pegawai
untuk menunjukkan performa terbaiknya. Hingga saat ini, berbagai peraturan
terkait penilaian kinerja telah dikeluarkan untuk mendorong terwujudnya
objektivitas penilaian kinerja ASN. Namun demikian, berbagai penelitian
mengungkapkan bahwa sistem penilaian kinerja hingga saat ini belum mampu
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 33
mereduksi subjektivitas pimpinan secara signifikan dalam melakukan penilaian
terhadap bawahannya.
Menurut BKN, hasil Pilot Project Manajemen Kinerja PNS Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019, menunjukkan bahwa kinerja
hampir semua PNS masuk dalam kategori baik (bahkan, sekitar 20 persen
memperoleh nilai amat baik). Pada sisi lain, Ombudsman RI menyatakan telah
menerima 7.204 laporan laporan masyarakat yang terkait dengan
penyelenggaraanpelayanan publik(LaporanTahunan OmbudsmanRI Tahun 2020
"Mengawal Pelayanan Publik di Masa Pandemi Covid-19"). Hal ini menunjukkan
bahwa kinerja individu pegawai dan kinerja organisasi belum berjalan linier.
Terbitnya PermenPAN dan RB No. 8/2021 Tentang Sistem Manajemen
Kinerja Pegawai Negeri Sipil telah mengatur bagaimana implementasi dari
penilaian kinerja. Penilaian kinerja ASN dilakukan dengan menggabungkan nilai
SKP dan Perilaku Kerja. Nilai SKP diperoleh dengan membandingkan realisasi dan
target SKP, sedangkan nilai perilaku membandingkan standar perilaku kerja
dengan penilaian perilaku kerja. Hal ini membawa harapan baru bagi terwujudnya
objektivitas sistem penilaian kinerja ASN. Policy brief ini akan menawarkan model
transparansi kinerja sebagai implementasi dari PermenPAN dan RB No. 8/2021
Tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil.
B. Analisis Masalah
Dengan perkembangan TIK yang masif, beberapa instansi pemerintah telah
menerapkan manajemen kinerja berbasis TI. Namun demikian, sistem berbasis TI
adalah instrument pasif (bukan AI) yang memerlukan dukungan SDM pengelola
kinerja, penilai kinerja, dan tim penilai kinerja untuk dapat menjalankan sistem
yang dibangun secara objektif.
BKN melalui Direktorat Kinerja ASN pada kurun waktu dua tahun (2018-
2019), melakukan evaluasi penerapan manajemen kinerja Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Dari hasil evaluasi tersebut diperoleh data bahwa sebagian besar instansi
belum menerapkan manajemen kinerja secara baik (50% hanya berpredikat cukup
34| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
dan 11,7% bahkan buruk). Berbagai penelitian mengungkapkan 4 faktor penyebab
subjektivitas penilaian kinerja sebagai berikut:
1. Sasaran kerja dan beban kerja yang diperjanjikan sebagai indikator kinerja
pegawai tidak disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang terdapat
dalam hasil analisa jabatan.
2. Pembuktian indikator sasaran kerja masih dapat dimanipulasi karena tidak
tersedia sistem informasi kinerja yang mampu mengunci pembuktian
pencapaian sasaran kerja.
3. Penilaian perilaku kerja hanya dilakukan 90˚ oleh atasan langsung yang
berakibat munculnya rasa belas kasihan atau rasa tidak suka pimpinan yang
berdampak pada biasnya kinerja pegawai.
4. Penilaian kinerja hanya dilakukan sekali dalam setahun sehingga tidak
mampu menunjukkan progress kinerja pegawai yang dinilai dan cenderung
membuat atasan langsung hanya menilai hasil akhir dan melupakan proses
dari upaya pencapaian kinerja tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dibangun pola penilaian kinerja yang
transparan dan berkelanjutan sebagai salah satu upaya dalam menentukan
suksesor pada jabatan-jabatan yang strategis ke depan. Pola pemeringkatan
kinerja ASN yang dilakukan secara transparan dapat menjadi terobosan baru.
Pemeringkatan kinerja menjadi alternatif dalam menilai kinerja ASN karena dapat
menggambarkan profil kinerja ASN secara nasional. Pola penilaian kinerja dengan
pemeringkatan akan semakin memotivasi pegawai dalam meningkatkan kinerja.
C. Rekomendasi Kebijakan
Adapun beberapa gagasan terkait dengan implementasi model
pemeringkatan kinerja transparan antara lain:
1. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi capaianSKP dan Perilaku Kerja setiap
bulan berjalan. Komponen dalam pemeringkatan kinerja diisi dengan SKP
dan Perilaku Kerja. Namun monitoring dan evaluasi capaian SKP dan
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 35
Perilaku Kerja perlu dilakukan tidak hanya pada akhir tahun, akan tetapi
pada setiap bulan berjalan.
2. Penerapan penilaian 360˚ terhadap ASN. Penilaian dilakukan tidak hanya
secara subjektif oleh atasan/pimpinan. Penilaian dilakukan dengan seluruh
rekan sejawat dalam satu unit kerja. Penilaian ini menjadi komposisi
persentase dalam aspek capaian Perilaku Kerja.
3. Hasil penilaian kinerja juga perlu disandingkan dengan peran/kontribusi
ASN dalam pencapaian rencana strategis unit kerja. ASN membuat daftar
output kinerja dalam kurun waktu sebulan, yang hasilnya
terbuka/transparan terlihat oleh satu unit kerja dalam sebuah sistem.
4. Selain itu ASN juga dinilai berdasarkan kinerja tambahan seperti
kemampuan dan kontribusinya dalam pemikiran di luar unit kerja. Kinerja
tambahan dapat berupa development commitment dan community
involvement. Jenis kinerja ini mendorong pegawai untuk berkontribusi
terhadap pencapaian sasaran unit kerja/instansi di luar tugas pokok
jabatannya. Pengetahuan dan wawasan di luar unit kerja menjadi
komponen presentase tambahan bagi ASN.
5. Penilaian terhadap komponen Prestasi Kerja tersebut terbuka secara
transparanpadasebuah sistem yangdapatdiaksesolehseluruh ASN dalam
organisasi. Dalam setiap output kinerja ASN nantinya akan dihasilkan
kelompok kinerja pada setiap periode bulan dan tahun berjalan dengan
high performance, middle performance, dan low performance.
Pemeringkatan kinerja tahunan yang dimaksudkan untuk menyusun profil
kinerja PNS dalam satu unit dan/atau Instansi Pemerintah, dapat dijadikan sebagai
pertimbangan dalam menentukan prioritas pengembangan kompetensi dan
pengembangan karier pegawail. Pada akhirnya capaian kinerja dengan
pemeringkatan tersebut akan terhubung dengan kompensasi, pengembangan diri,
dan karir pegawai. Untuk itulah diperlukan perubahan manajemen kinerja dengan
capaian kinerja individu yang selaras dengan ukuran kinerja organisasi.
Keseluruhan sistem harus dibangun dengan memanfaatkan TI.
36| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
D. Penutup
Pemeringkatan performance ASN secara transaparan dalam sebuah sistem
menjadi dasar kebutuhan bidang Sumber Daya Manusia dalam menentukan talent
pool yang akan menduduki jabatan strategis organisasi. Dengan demikian, tanpa
seleksi terbuka pun, calon-calon terkuat yang akan menduduki jabatan strategis
sudah telah terlihat rekam jejak maupun pencapaiannya yang tertera dalam high
performance group pada sistem penilaian kinerja tersebut.
Pustaka
Laporan Kajian Pengembangan Manajemen Talenta Bagi Pegawai Negeri Sipil di
Instansi Daerah. Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II,
Makassar. Lembaga Administrasi Negara, 2018.
PerMenPAN dan RB No. 8/2021 Tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai
Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang penilaian kinerja Pegawai
Negeri Sipil
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 37
Polbrief 6
PENGUATAN SISTEM PENILAIAN KINERJA ASN DALAM POLA KERJA
BERBASIS KOMBINASI WFH DAN WFO
Hidayaturahmi – Dosen Lektor
Abstrak
Hasil penilaian kinerja ASN di tatanan normal baru cenderung menunjukkan
adanyapenurunan kinerja baiksecarakualitasmaupun kuantitas, yangdisebabkan
oleh faktor individu, dukungan organisasi, dan dukungan manajemen, yaitu system
kerja ASN. SE Menpan RB Nomor 30 tahun 2020 mengatur bahwa sistem kerja
ASN menjadi terbagi dua, yaitu pelaksanaan tugas kedinasan di rumah dan
pelaksanaantugas kedinasan di kantor. Kebijakan ini kemudiandirevisimenjadi SE
Menpan RB Nomor 67 tahun 2020, dimana kedua sistem pelaksanaan tugas
tersebut disesuaikan dengan situasi perkembangan kasus covid 19 baik secara
nasional maupun lokal wilayah dimana instansi ASN berada. Perubahan pola kerja
ASN ini memerlukan perhatian dan tindak lanjut pada kemungkinanan
dilakukannya perubahan kebijakan pada sistem penilaian kinerja ASN. Hal ini
ditujukan untuk dapat memberikan objektivitas penilaian yang sesuai dengan
tugas dan tanggungjawab serta potensi sumber daya yang dimiliki pegawai.
Penguatan sistem penilaian kinerja yang berbasis kombinasi WFH dan WFO
menjadi rekomendasi dalam kajian ini.
A. Pendahuluan
Pandemi covid 19 yang telah terjadi sejak tahun 2019 di seluruh belahan
dunia telah membuat perubahan tatanan kehidupan bagi seluruh masyarakat.
Perubahan-perubahan gaya hidup dan kebiasaan dalam kehidupan manusia mau
tidak mau harus dapat menyesuaikan dengan keadaan yang baru dimana social
distancing dan physical distancing menjadi karakter baru yang harus dijalankan oleh
masyarakat dalam melakukan interaksi dengan sesama manusia. Begitu pula
dengan organisasi sektor pemerintah, dimana pemerintah juga harus melakukan
penyesuaian jam operasional perkantoran sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri PAN RB nomor 58 tahun 2020 tentang
Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara Dalam Tatanan Normal Baru, diatur
38| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
adanya ketentuan pola kerja dengan pelaksanaan tugas kedinasan di rumah (Work
from Home/ WFH) dan pelaksanaaan tugas kedinasan dari kantor (Work from
Office/WFO). Kedua istilah ini kemudian menjadi suatu sistem tatanan baru yang
berlaku di dunia kerja saat ini baik di sektor swasta maupun sektor pemerintah.
Dalam SE Menteri PAN RB tersebut diatur bahwa penentuan ASN yang dapat
melaksanakan tugas kedinasan di rumah (WFH) dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa aspek, salah satunya adalah hasil penilaian kinerja
pegawai. Dalam UU ASN Nomor 5 tahun 2014 pasal 75 diatur mengenai penilaian
kinerja, dimana disebutkan bahwa penilaian kinerja ASN didasarkan pada sistem
prestasi dan sistem karir. Pertanyaannya adalah: bagaimana memastikan bahwa
kedua sistem ini dapat berjalan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk menjaga
efektivitas pembinaan ASN di tatanan normal baru?
Kebijakan penilaian kinerja ASN saat ini mengacu pada Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 tahun 2013 tentang ketentuan pelaksanaan
PP Nomor 46 tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja PNS dan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019 tentang penilaian kinerja PNS. PP
nomor 30 tahun 2019 tersebut mengamanatkan penilaian kinerja wajib
dilakasanakan dalam kerangka sistem manajemen kinerja PNS yang terdiri atas
perencanaan kinerja, pelaksanaan, pemantauan dan pembinaan kinerja, penilaian
kinerja serta tindak lanjut hasi penilaian kinerja, yang dikelola dalam suatu sistem
informasi kinerja. Dalam peraturan terbaru, Peraturan Menpan RB nomor 8 tahun
2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja PNS juga belum diatur dengan jelas
batasan manajemen kinerja dengan perspektif WFH Dan WFO.
B. Analisis Masalah
Beberapa data dan studi menunjukkan adanya permasalahan dalam kualitas
kinerja ASN. Kementerian PAN RB mengidentifikasi berbagai keluhan masyarakat
terkait kinerja pelayanan publik di masa pandemi. Keluhan paling banyak terkait
pelayanan administrasi kependudukan sebanyak 153 laporan, pelayanan
kelistrikan 116 laporan, perpajakan 40 laporan, perijinan 20 laporan, keimigrasian
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 39
11 laporan, dan minyak dan gas 8 laporan (Tempo 2020). Berdasarkan survei
litbang Kompas pada tanggal 22-24 April 2020, juga diketahui terdapat
kekhawatiran publik di tengah pandemi covid 19, yaitu kesulitan memperoleh
bahan pokok sebanyak 38%, tidak adanya pelayanan kesehatan berkualitas
sebanyak 23%, menurunnya profesionalitas ASN sebanyak 9,2%, tidak dapat
mengurus suratmenyurat dan perijinan yang berdampakpada bisnis sebanyak 8%,
dan tidak mendapatkan pekerjaan sebanyak 7,3% (Ombudsman 2020).
Berkaitan dengan hal ini, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kinerja
pegawai, yaitu (Simanjuntak 2011): pertama, Faktor individu, yaitu kemampuan
dan ketrampilan untuk melakukan kerja; Kedua, Faktor dukungan organisasi, yaitu
bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, kenyamanan
lingkungan kerja, serta kondisi kerja; Ketiga, Faktor dukungan manajemen, yaitu
kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan untuk membentuk sistem
kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis. Ketiga faktor ini penting
dalam mempengaruhi kinerja pegawai. Apabila salah satunya mengalami
hambatan, maka akan mempengaruhi total kualitas kinerja secara keseluruhan.
Berkaitan dengan WFH yang menuntut kemampuan pegawai untuk dapat
mengoperasionalkan pelaksanaan tugasnya di rumah, maka dibutuhkan
kemampuan dan ketrampilan khususnya dalam bidang digital. Sebagai contoh
untuk mengikuti rapat-rapat melalui media online zoom, penyusunan laporan
berbasis aplikasi, dan sebagainya.
Berkaitan dengan dukungan organisasi, dimana dalam kondisi normal
organisasi bertanggung jawab dalam menyediakan sarana dan prasarana
pendukung kerja. Sebaliknya ketika WFH setiap pegawai dituntut untuk dapat
menyediakan sarana dan prasarana pendukung secara mandiri. Misalnya
penyediaan paket data, atau jaringan internet. Kalaupun sarana tersebut dapat
disediakan secara mandiri oleh pegawai terkadang kendala jaringan yang berasal
dari provider juga dapat menimbulkan masalah di luar kemampuan pegawai.
Beberapa studi juga menunjukkan adanya hambatan dalam pelaksanaan WFH
yaitu:penggunaan teknologi yang terkadangmengalami gangguan saat berdinas di
40| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
rumah dan juga adanya keterbatasan pada dukungan perangkat dalam bekerja
yang tersedia di rumah (Ashal 2020).
Ketiga, faktor dukungan manajemen, dalam hal ini bagaimana manajemen
atau pimpinan dapat menciptakan sistem kerja yang kondusif, yaitu pada system
penilaian kinerja dan indikator yang digunakan. Belum adanya penilaian kinerja
yang objektif atas kombinasi WFH dan WFO menimbulkan potensi terjadinya
opportunistics dan free-riding behaviour yang tidak sehat. Padahal, penilaian kinerja
yang objektif akan dapat meningkatkan optimalisasi kinerja pegawai dan dapat
berkontribusi pada organisasi yang berkinerja maksimal.
SE MENPAN RB nomor 58 tahun 2020 mengatur bahwa pola kerja ASN di
masa pandemi yang masih berlangsung hingga saat ini diberlakukan dengan pola
WFH danWFOsesuai dengan perkembangan kondisi dan situasi di masing-masing
wilayah. SE Menpan RB ini tidak secara cepat direspon pada sistem penilaian
kinerja yang baru sesuai dengan perubahan pola kerja yang ada. Hal ini mulai
menimbulkan kekhawatiran publik atas kinerja pelayanan ASN dan menurunnya
kualitas dan kuantitas kinerja ASN dari hasil evaluasi kinerja oleh karena sistem
penilaian kinerja belum dapat diterapkan dalam pola kerja kombinasi WFH dan
WFO.
C. Rekomendasi Kebijakan
Dengan adanya situasi tersebut di atas, dibutuhkan intervensi terhadap
kebijakan sistem penilaian kinerja untuk menjamin objektivitas penilaian kinerja.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam penguatan proses penilaian kinerja
dalam pola kerja kombinasi WFO dan WFH adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan target output yang jelas untuk setiap pegawai. Sehingga tidak
terjadi opportunistics dan free-riding behaviour. Pola kerja kombinasi WFO dan
WFH benar-benar sebagai bagian dari konsep flexible work arrangement
kemudian benar-benar dapat memotivasi peningkatan kinerja pegawai;
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 41
2) Mengembangkan budaya digital. Digitalisasi proses kerja dan pelayanan di
era disrupsi dan era new normal menjadi sebuah keniscayaan. Berkaitan
dengan hal tersebut, terdapat dua hal yang perlu disiapkan yaitu:
a. Sistem kerja dan pelayanan publik berbasis digital. Hal yang perlu
diperhatikan dalam membangun sistem tersebut bahwa digitalisasi tidak
hanya dipandang sebagai proses mengubah dari proses offline ke online,
namun ada reviu dari proses bisnis existing. Sharing data dan informasi
antar unitkerja internal dan eksternalperludilakukan. Mobileservice juga
perlu disiapkan untuk semakin mempermudah pelaksanaan tugas dan
fungsi pegawai dan pelayanan publik. Apabila hal tersebut telah
terpenuhi, maka bisa dikatakan digitalisasi yang dilakukan sudah pada
tahap digital government; dan
b. Menyiapkan progran-program pengembangan kompetensi untuk
pengembangan kompetensi pegawai.
D. Penutup
Sistem penilaiain kinerja yang tidak objektif akan menciptakan demotivasi
pegawai. opportunistics dan free-riding behaviour tentunya akan banyak
bermunculan. Oleh karenanya, langkah-langkah penguatan sistem penilaian
kinerja harus dilakukan dengan baik. Target kinerja organsiasi harus dapat
dilakukan cascading sampai level individu, segingga terbagi rata. Sehingga WFH
dan WFO dapat menimbulkan dampak pada peningkatan motivasi kerja bukan
sebaliknya.
Pustaka
Ashal, R.A.,2020. Pengaruh Work From Home Terhadap Kinerja Aparatur Sipil
Megara diKatroImigrasiKelas IKhusus TPIMedan, JurnallmiahKebijakan
Hukum, Juli, vol.14:223-242.
Muttaqin, T., 2020. Penilaian Kinerja Pegawai Berbasis WFH dan WFO, Proyek
Perubahan, Jakarta: LAN.
Simanjuntak, P.J., 2011. Manajemen dan Evaluasi Kinerja, Jakarta: FEUI.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
42| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai
Negeri Sipil
Surat Edaran Menpan RB Nomor 58 tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai
ASN dalam Tatanan Normal Baru
Ombudsman Republik Indonesia, 8 Mei 2020. Evaluasi Pelayanan Publik Selama
Pandemi, https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--evaluasi-pelayanan-
publik-selama-pandemi (akses 26 Juli 2021).
Tempo, 24 Juni 2020. Kinerja ASN di Era New Normal Wajib di Evaluasi,
https://bisnis.tempo.co/read/1357415/kinerja-asn-di-era-new-normal-
wajib-dievaluasi-ini-sebabnya (akses 26 Juli 2021)
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 43
Polbrief 7
PERALIHAN PEGAWAI NON PNS/TENAGA HONORER MENJADI PPPK
DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INSTANSI PEMERINTAH
Mohd Febrianto – Analis Kebijakan Ahli Pertama
Abstrak
Kehadiran PP 56 tahun 2012 menjadi penutup bagi pegawai non PNS/ tenaga
honorer untuk diangkat menjadi CPNS. Namun demikian, lahirnya UU Nomor 5
Tahun 2014 tentang ASN tenyata masih menyisakan tugas bagi pemerintah untuk
membenahi status kepegawaian di instansi pemerintah yang hanya terdiri dari
PNS dan PPPK. Aturan pelaksana pada PP 49 Tahun 2018 tentang Manajemen
PPPK menjadi solusi bagi instansi pemerintah dalam membenahi status SDM
pemerintah sehingga memiliki pola karir yang jelas dan terukur. PP tersebut
mengamanahkan bahwa setiap pegawai non PNS/tenaga honorer diberikan masa
transisi 5 tahun untuk dapat beralih menjadi CPNS atau CPPPK sesuai dengan
syarat dan prosedur yang berlaku. Namun hingga saat ini masih terdapat beberapa
instansi pemerintah yang melakukan rekrutmen tenaga honorer -yang seharusnya
sudah dihentikan sejak terbitnya PP tersebut-. Dengan demikian, pemerintah
diharapkan dapat melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap implikasi dari
kebijakan tersebut, serta menetapkan kebijakan yang dapat memberikan solusi
bagi permasalahan eksisting.
A. Pendahuluan
Manajemen pegawai non PNS atau tenaga honorer dinilai tidak seusai dalam
mewujudkan Indonesia maju. Mulai dari perekrutan yang tidak dilakukan secara
selektif hingga jenjang karir yang tidak jelas dan dapat diukur. Pegawai non PNS
dipekerjakan tidak melalui skema yang jelas. Bahkan, masing-masing unit kerja di
setiap instansi dapat mempekerjakan tenaga non PNS tersebut tanpa adanya
kejelasan dan kepastian hukum. Tak heran jika banyak pegawai non pns atau
tenaga honorer yang tidak memiliki keahlian. Oleh karena itu penghapusan tenaga
honorer bertujuan untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdasarkan SDM
yang berkeahlian (Rahma, 2020).
Implementasi UU ASN yang lahir pada tahun 2014 diharapkan dapat menjadi
pintu awal untuk membenahi status kepegawaian SDM di instansi pemerintah.
Dalam Pasal 6 UU No. 5/2014 tentang ASN, hanya terdapat 2 (dua) status
44| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah yang terdiri dari Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan
demikian, instansi pemerintah seharusnya tidak dapat lagi melakukan perekrutan
pegawai non PNS/tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Namun
demikian, implementasi kebijakan ini dilakukan secara bertahap.
Penertiban atau penyelesaian status pegawai non PNS atau tenaga honorer
itu sendiri telah dilakukan sejak dulu yaitu kesempatan peralihan status
kepegawaian menjadi PNS melalui PP 56 Tahun 2012 tentang perubahan kedua
atas PP 48 Tahun 2005. Saat ini, kesempatan untuk tetap bekerja di instansi
pemerintah dibuka juga melalui jalur PPPK. PP No. 49/2018 tentang Manajemen
PPPK memberikan masa transisi 5 tahun hingga 2023 bagi pegawai non
PNS/tenaga honorer untuk masih dapat bekerja di instansi pemerintah dengan
segera beralih status kepegawaian menjadi CPNS atau CPPK sesuai syarat dan
prosedur yang berlaku. Dengan demikian, pasca 2023 instansi pemerintah sudah
tidak dapat lagi melakukan perekrutan pegawai non PNS/tenaga honorer untuk
memenuhi kebutuhan organisasi.
Kenyataannya, saat ini selain PNS dan PPPK, beberapa instansi pusat dan
daerah masih masih merekrut dan memperkerjakan pegawai non PNS atau tenaga
honorer guna memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan kata lain, walau ketegasan
terkait pengelolaan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah sudah
diatur di level Undang-Undang, namun kebijakan terkait pengaturan pegawai non
PNS atau tenaga honorer masih menjadi kebijakan instansional.
B. Deskripsi Masalah
Lahirnya UU ASN berikut aturan turunannya ternyata belum sepenuhnya
menjadi solusi bagi pemerintah dalam membenahi status SDM di lingkungan
instansi pemerintah yang berdasarkan pada SDM unggul dan berdaya saing
internasional. Saat ini, dapat didentifikasi berbagai masalah dalam implementasi
kebijakan sebagai berikut:
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 45
1. Pasca lahirnya PP 56 Tahun 2012 sebagai penutup pengangkatan tenaga
honorer menjadi CPNS, hingga saat ini belum ada payung hukum atau skema
peralihan yang jelas untuk mengakomodir pegawai non PNS/ tenaga honorer
non kategori dan K2 yang masih ada;
2. Kebutuhan SDM pada instansi pemerintah belum sepenuhnya berdasarkan
pada kebutuhan organisasi dan sesuai dengan dokumen kebutuhan SDM. Hal
ini membuka peluang bagi penggunaan tenaga honorer dalam menutupi
kebutuhan SDM instansi pemerintah.
3. Sudah 3 tahun berlalu sejak ditetapkannya PP 49 Tahun 2018, namun
rekrutmenpegawainonPNS/tenaga honorermasih terjadihinggasaatini.Hal
ini menunjukkan bahwa kebijakan terkait ASN belum dapat diterapkan secara
konsekuen. Beberapa instansi pemerintah masih menganggap pengadaan
pegawai non PNS/ tenaga honorer dapat dengan cepatmenjawab pemenuhan
kebutuhan SDM di organisasi.
4. Sebagian besar pegawai non PNS/tenaga honorer merupakan SDM yang
sudah lama bekerja di instansi pemerintah dan tidak dapat memenuhi
persyaratan menjadi CPNS. PP 49 Tahun 2018 menjadi harapan bagi mereka
untuk dapat menjadi prioritas dalam peralihan status menjadi PPPK. Pada sisi
lain, pemerintah juga harus memperhatikan kualifikasi PPPK;
5. Perpres 38 Tahun 2020 dikeluarkan sebagai solusi dalam menjawab jenis
jabatan fungsional apa saja yang dapat diisi oleh PPPK. Namun demikian,
apakah semua jenis jabatan yang ada dalam Perpres tersebut sudah
mengakomodir kebutuhan organisasi?
C. Rekomendasi
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, rekomendasi yang ditawarkan
adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah dapat mempertimbangkan pegawai non PNS/tenaga honorer
yang sudah lama mengabdi dan tidak memenuhi syarat usia untuk mengikuti
46| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
CPNS serta memiliki kompetensi yang baik untuk didorong dan
diikutsertakan menjadi CPPPK.
2. Perlu adanya evaluasi pemerintah terhadap implikasi PP 49 Tahun 2018 dan
pengawasan terhadap instansi pemerintah untuk tidak melakukan rekrutmen
pegawai non PNS/tenaga honorer.
3. Dengan telah terbitnya Perpres 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan
PPPK, maka sudah saatnya pemerintah menegaskan kepada seluruh instansi
pemerintah untuk berhenti melakukan perekrutan pegawai non PNS/ tenaga
honorer.
4. Dengan telah terbitnya Perpres 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang
Dapat Diisi oleh PPPK dan Perpres 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan
Tunjangan PPPK, maka setiap instansi pemerintah sudah harus
mempersiapkan dokumen kepegawaian sebagai syarat dalam pemenuhan
kebutuhan SDM di instansi pemerintah. Perlu adanya kebijakan yang
mendorong kapasitas instansi pemerintah untuk dapat menyusun kebutuhan
PNS dan PPPK di instansinya secara objektif.
D. Penutup
Komitmen untuk membenahi pengelolaan kepegawaian dalam instansi
pemerintah harus ditegakkan. Perangkat regulasi terbaru, yaitu PP No. 49 Tahun
2018 tentang Manajemen PPPK harus mampu menjadi momentum perubahan.
Cukuplah belasan tahun inkonsistensi kebijakan menjadi pelajaran untuk
mengambil langkah perbaikan. Karena jika tidak dilakukan saat ini, hari esok
masalah yang muncul mungkin akan lebih berat lagi.
Pustaka
UU ASN, R. I. UndangUndangNomor 5Tahun2014tentangAparaturSipil Negara.
(2014).
PP Manajemen PPPK, R. I. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. (2018).
Rahma, A. (2020). Menteri PANRB Beberkan Alasan Pemerintah Hapus Tenaga
Honorer.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 47
Polbrief 8
PENGUATAN NILAI-NILAI BELA NEGARA DALAM UPAYA
MENANGKAL RADIKALISME
DI LINGKUNGAN APARATUR SIPIL NEGARA
Desy F. Lestari - Analis Pengembangan Sistem Pembelajaran
Abstrak
Fenomena radikalisme di lingkungan ASN telah menunjukkan angka yang cukup
memprihatinkan. Salah satu penyebab dari tumbuh dan berkembangnya paham
radikalisme di kalangan ASN adalah belum optimalnya pelaksanaan penanaman
nilai-nilai bela Negara di lingkungan ASN. Untuk itu, dibutuhkan penguatan
terhadap penanaman nilai-nilai bela Negara, khususnya dalam upaya menangkal
tumbuh dan berkembangnya radikalismedi lingkungan ASN. Salah satunya melalui
pengintegrasian strategi pendidikan atau grand design penanaman nilai-nilai Bela
Negara dalam pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu upaya menangkal
radikalisme. Perluasan area penanganan radikalisme dengan melibatkan aparatur
pengawasan internal pemerintah (APIP) dan unit Pembina kepegawaian K/L juga
perlu untuk diwujudkan. Hal tsb dapat menjadi salah satu bagian dari Rencana
Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ektremisme yang tengah di
gaungkan. Sinergisme dan kolaborasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan
efektifitas upaya menangkal radikalisme di lingkungan ASN.
A. Pendahuluan
Bela Negara menjadi salah satu agenda pembelajaran dalam pendidikan dan
pelatihan dasar bagi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Calon
Pegawai Negeri Sipil sejak 2017. Agenda Sikap Perilaku Bela Negara diarahkan
untuk membekali peserta mengenai wawasan kebangsaan dan nilai-nilai Bela
Negara, perubahan lingkungan strategis dan analisis isu kontemporer serta
kesiapsiagaan Bela Negara. Oleh karena itu, salah satu tujuan pendidikan bela
negara adalah membentengi ASN dari penyebaran ideologi-ideologi yang
bertentangan dengan Pancasila, bukan saja yang bersifat fisik tetapi juga yang
bersifat non fisik, termasuk paham radikalisme yang pola penyebarannya
dilakukan secara “halus” melalui dunia maya dan juga dunia nyata.
Kenyataannya, fenomena radikalisme masih terus berkembang dan
menjangkiti kalangan ASN. Hal ini diantaranya ditunjukkan melalui: berita
48| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
terjadinya penangkapan 3 (tiga) dari terduga teroris yang salah satunya adalah
seorang pegawai ASN, bertugas sebagai guru Bahasa Inggris di SMKN Kotaanyar
Kabupaten Probolinggo (Kompas edisi Mei 2018); pernyataan salah seorang
pejabat BKN mengenai keberadaan sejumlah pegawai ASN yang menjadi anggota
organisasi radikal (liputan6, Mei 2018); dan statement Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo mengenai keberadaan pegawai ASN di instansinya yang terpapar
paham radikalisme. Pada tahun 2021, Kementerian Pemberdayaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokras bahkan telah melakukan pemecatan sekitar 30
sampai 40 ASN dalam sebulan karena tersangkut radikalisme
(https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56833812).
Hal ini menunjukkan bahwa penanaman nilai-nilai bela negara sebagai salah
satu upaya menangkal radikalisme belum berjalan secara efektif. Polbrief ini akan
menawarkan penguatan nilai-nilai bela negara dalam upaya dalam menangkal
radikalisme di lingkungan ASN.
B. Deskripsi Masalah
Berdasarkan thesis yang ditulis oleh Lestari (2020), kelemahan penanaman
nilai-nilai bela Negara sebagai salah satu upaya menangkal radikalisme antara lain
terletak pada: belum adanya Standarisasi dan Grand Design dalam pengintegrasian
strategi Pendidikan bela negara di lingkungan ASN. Selain itu, tindak lanjut pasca
pelatihan CPNS belum dilakukan secara berkesinambungan. Di beberapa K/L/D,
temporary ada yang berinisiatif mengadakan pembekalan dalam bentuk kegiatan
counter radicalism melalui seminar atau ceramah tentang bahaya radikalisme.
Namun demikian, substansi dan arah counter radicalism itu sendiri belum
terstandarisasi, sehingga masih berjalan secara sendiri-sendiri.
Sementara aspek-aspek kunci yang belum disentuh dalam menangkal
radikalisme adalah: Pertama, selama ini upaya yang dilakukan oleh APIP dan
instansi Pembina Kepegawaian dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
dalam mencegah dan menanggulangi paham radikalisme masih bersifat pasif
reaktif, dalam arti masih menggunakan payung hukum yang mengacu pada PP No.
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 49
53 Tahun 2010 tentang Displin PNS. Kedua, Mekanisme pengawasan eksternal
dari masyarakat yang serupa dengan Lapor!, ADUASN.ID dan aplikasi ASN No
Radikal yang diluncurkan pada tahun 2020, dirasa belum menyentuh langsung
pada pembinaan dan pengawasan pegawai. Asumsi ini didasarkan pada
keberadaan aplikasi tersebut yang masih hanya menjadi media pengawasan
ekternal dan diskusi di tingkat pimpinan K/L/D (belum menyentuh seluruh lapisan
organisasi).
C. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan deskripsi permasalahan di atas, maka rekomendasi kebijakan
yang dapat disampaikan kepada pihak terkait diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan standarisasi pelaksanaan Pendidikan Bela Negara yang dilakukan
di lingkungan pegawai ASN serta membuat Grand Design penanganan
radikalisme di lingkungan ASN. Pengintegrasian strategi Pendidikan bela
negara di lingkungan ASN dengan tindak lanjut pasca pelatihan CPNS yang
dilakukan secara berkesinambungan. Mengintegrasikan kebijakan pendidikan
bela negara secara nasional dengan melibatkan instansi terkait (Kemhan,
Wantannas, Lemhannas, BPIP, Kemenpan RB, LAN, BKN dan KASN);
2. Menggunakan pendekatan yang lebih komperehensif dalam menangkal
radikalisme di kalangan ASN dengan:
b. Me-refer fungsi satu sama lain (pendidikan, pembinaan dan pengawasan),
karena tugas dan fungsi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) saja tidak bisa
berdiri sendiri, harus sejalan dengan fungsi pengawasan/ pembinaan
(sinergitas tugas dan fungsi dari K/L terkait);
c. Pergeseran pendekatan pengawasan yang selama ini cenderung bersifat
pasif reaktif menjadi bersifat aktif partisipatif, dimana BKN beserta
Kemenpan RB yang merupakan instasi terkait yang mengatur regulasi
ASN, misalnya menambah screening awal pada penyaringan seleksi CPNS
50| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a
menggunakan test mental ideologi sebagaimana yang dilakukan oleh
kalangan TNI/ Polri;
d. Penguatan fungsi APIP, Unit Kepegawaian dan KASN dalam
mengoptimalkan pengawasan internal di samping pengawasan eksternal
yang sudah diupayakan dibangun pemerintah dengan adanya aplikasi
Lapor! dan ADUASN.ID serta ASN No Radikal.
D. Penutup
Perlu kesungguhan merawat semangat nasionalisme dan Pancasila untuk
tetap ada dalam hati para abdi negara/ abdi masyarakat. Untuk itu, dalam upaya
mencegah munculnya radikalisme yang berulang dimasa yang akan datang, maka
pemerintah Indonesia harus secara aktif melakukan berbagai pencegahan proses
radikalisasi terhadap warga negara Indonesia, khususnya di lingkungan ASN yang
berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Menumbuhkan semangat bela
negara, rasa nasionalisme, wawasan kebangsaan dalam bingkai persatuan dan
kesatuan.
Pustaka
Desy Fajar Lestari. Pendidikan Bela Negara dalam Menangkal Radikalisme di
Lingkungan Aparatur Sipil Negara. Thesis di Fakultas Keamanan Nasional-
Universitas Pertahanan, 2020.
BBC-News. 2021. Artikel berita edisi 21 April 2021 yang berjudul “ASN dipecat
karena terpapar radikalisme dinilai tak selesaikan akar masalah, lalu program
deradikalisasi apa yang tepat bagi mereka? Diakses di
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56833812
P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 51
Polbrief 9
MENJEMBATANI AGILE BUREAUCRACY DAN DEMOCRATIC
GOVERNANCE
Avrina Dwijayanti – Analis Kebijakan Ahli Pertama
Abstrak
Menjembatani demokrasi dan birokrasi merupakan hal yang diupayakan oleh
berbagai negara dewasa ini. Dengan karakteristik yang paradoks antara keduanya,
berbagai konfigurasi politik dan kebijakan telah dikembangkan melalui kajian
akademik untuk membentuk sebuah tatanan yang mampu menciptakan titik
keseimbangan. Satujalanyang dapat ditempuh untuk mewujudkan upaya tersebut
adalah dengan membentuk sebuah wacana ataupun mekanisme yang
memungkinkan stakeholders dapat memberikan tekanan langsung pada birokrasi.
Dengan demikian ada peningkatan yang simultan antara demokrasi dan birokrasi.
A. Pendahuluan
Welfare State merupakan tujuan mutlak terbentuknya sebuah negara, yakni
negara dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang maksimal di semua sektor.
Hal Ini berarti negara (dengan birokrasi sebagai salah satu instrumennya),
memainkan peran kunci dalam perlindungan kesejahteraan warganya dengan
berpegang pada prinsip kesetaraan kesempatan, pemerataan kekayaan, dan
tanggung jawab publik dari pemerintah bagi warga negara yang tidak mampu
mengakses sumber daya secara optimal (Britannica, 2020). Peran kunci ini
membawa konsekuensi pada kebutuhan akan performa yang prima dari birokrasi,
oleh karenanya berbagai konsep telah bermunculan guna membentuk nilai
paripurna pada birokrasi.
Salah satu konsep dimaksud adalah agile bureaucracy, dikenal sebagai
birokrasi yang memiliki karakter good governance, berfokus pada pelayanan,
keterlibatanmasyarakatdalampemerintahan,inovatif, responsif, dan berorientasi
pada hasil (Sekretaris Kementerian PAN-RB, 2020). Agile merupakan sebuah
entitas yang berkembang agar mampu menciptakan dan memenuhi tuntutan
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf
4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf

More Related Content

What's hot

AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAAKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAFajar Dolly
 
Pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Pemerintahan Daerah
Pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Pemerintahan DaerahPembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Pemerintahan Daerah
Pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Pemerintahan DaerahTri Widodo W. UTOMO
 
Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan...
Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan...Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan...
Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan...Joy Irman
 
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik Dadang Solihin
 
Aktualisasi Kepemimpinan Dalam Pelayanan
Aktualisasi Kepemimpinan Dalam PelayananAktualisasi Kepemimpinan Dalam Pelayanan
Aktualisasi Kepemimpinan Dalam PelayananTri Widodo W. UTOMO
 
Surat tugas luar - fispra 2014
Surat  tugas luar  - fispra 2014Surat  tugas luar  - fispra 2014
Surat tugas luar - fispra 2014herman parudani
 
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSESKEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSESListiana Nurwati
 
Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik
Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan PublikPolicy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik
Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan PublikRokhmad Munawir
 
Mewujudkan Keuangan Negara yang Transparan, Partisipatif, dan Akuntabel
Mewujudkan Keuangan Negara yang Transparan, Partisipatif, dan AkuntabelMewujudkan Keuangan Negara yang Transparan, Partisipatif, dan Akuntabel
Mewujudkan Keuangan Negara yang Transparan, Partisipatif, dan AkuntabelDadang Solihin
 
Pelaksanaan dan Pengendalian serta Evaluasi Kinerja Kebijakan
Pelaksanaan dan Pengendalian serta Evaluasi Kinerja Kebijakan Pelaksanaan dan Pengendalian serta Evaluasi Kinerja Kebijakan
Pelaksanaan dan Pengendalian serta Evaluasi Kinerja Kebijakan Dadang Solihin
 
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan Tri Widodo W. UTOMO
 
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan Keuangan DaerahPengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan Keuangan DaerahSujatmiko Wibowo
 
Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah
Perencanaan dan Penganggaran PemerintahPerencanaan dan Penganggaran Pemerintah
Perencanaan dan Penganggaran PemerintahSujatmiko Wibowo
 

What's hot (20)

AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAAKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
 
Pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Pemerintahan Daerah
Pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Pemerintahan DaerahPembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Pemerintahan Daerah
Pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Pemerintahan Daerah
 
Skp bendahara
Skp bendaharaSkp bendahara
Skp bendahara
 
Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan...
Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan...Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan...
Pedoman Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana Pembangunan...
 
Analisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan PublikAnalisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Publik
 
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
 
Manajemen Pembangunan
Manajemen  PembangunanManajemen  Pembangunan
Manajemen Pembangunan
 
Paradigma Pembangunan
Paradigma PembangunanParadigma Pembangunan
Paradigma Pembangunan
 
Aktualisasi Kepemimpinan Dalam Pelayanan
Aktualisasi Kepemimpinan Dalam PelayananAktualisasi Kepemimpinan Dalam Pelayanan
Aktualisasi Kepemimpinan Dalam Pelayanan
 
Penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah kpjm
Penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah kpjmPenyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah kpjm
Penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah kpjm
 
Administrasi Pembangunan
Administrasi PembangunanAdministrasi Pembangunan
Administrasi Pembangunan
 
Surat tugas luar - fispra 2014
Surat  tugas luar  - fispra 2014Surat  tugas luar  - fispra 2014
Surat tugas luar - fispra 2014
 
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSESKEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES
 
Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik
Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan PublikPolicy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik
Policy Paper: Aksesibilitas dan Kesetaraan dalam Pelayanan Publik
 
Mewujudkan Keuangan Negara yang Transparan, Partisipatif, dan Akuntabel
Mewujudkan Keuangan Negara yang Transparan, Partisipatif, dan AkuntabelMewujudkan Keuangan Negara yang Transparan, Partisipatif, dan Akuntabel
Mewujudkan Keuangan Negara yang Transparan, Partisipatif, dan Akuntabel
 
Pelaksanaan dan Pengendalian serta Evaluasi Kinerja Kebijakan
Pelaksanaan dan Pengendalian serta Evaluasi Kinerja Kebijakan Pelaksanaan dan Pengendalian serta Evaluasi Kinerja Kebijakan
Pelaksanaan dan Pengendalian serta Evaluasi Kinerja Kebijakan
 
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
Identifikasi Issu / Masalah Kebijakan
 
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan Keuangan DaerahPengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan Keuangan Daerah
 
Manajemen asn
Manajemen asnManajemen asn
Manajemen asn
 
Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah
Perencanaan dan Penganggaran PemerintahPerencanaan dan Penganggaran Pemerintah
Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah
 

Similar to 4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf

Modul whole of government cetak
Modul whole of government cetakModul whole of government cetak
Modul whole of government cetakHarun Surya
 
1. whole of government
1. whole of government1. whole of government
1. whole of governmentdillaazhar
 
2. Manajemen ASN.pdf
2. Manajemen ASN.pdf2. Manajemen ASN.pdf
2. Manajemen ASN.pdfNagaTanggar
 
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkriSistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkrivirmannsyah
 
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di KalimantanKajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di KalimantanTri Widodo W. UTOMO
 
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...Tri Widodo W. UTOMO
 
Kebijakan Pengelolaan Organisasi Pemerintahan
Kebijakan Pengelolaan Organisasi PemerintahanKebijakan Pengelolaan Organisasi Pemerintahan
Kebijakan Pengelolaan Organisasi PemerintahanTri Widodo W. UTOMO
 
Modul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakModul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakHarun Surya
 
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Khrisna Ariyudha
 
Aksi reaksi dan peran litbang
Aksi reaksi dan peran litbangAksi reaksi dan peran litbang
Aksi reaksi dan peran litbangRustan Amarullah
 
Tantangan dan Peluang Administrasi Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045
Tantangan dan Peluang Administrasi Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045Tantangan dan Peluang Administrasi Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045
Tantangan dan Peluang Administrasi Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045Dadang Solihin
 
Kerangka Kelembagaan Kemendagri dengan K/L Lainnya
Kerangka Kelembagaan Kemendagri dengan K/L LainnyaKerangka Kelembagaan Kemendagri dengan K/L Lainnya
Kerangka Kelembagaan Kemendagri dengan K/L LainnyaDadang Solihin
 

Similar to 4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf (20)

Modul whole of government cetak
Modul whole of government cetakModul whole of government cetak
Modul whole of government cetak
 
2. Sistem Manajemen Kinerja ASN (2021).pdf
2. Sistem Manajemen Kinerja ASN (2021).pdf2. Sistem Manajemen Kinerja ASN (2021).pdf
2. Sistem Manajemen Kinerja ASN (2021).pdf
 
1. whole of government
1. whole of government1. whole of government
1. whole of government
 
3. Transformasi Pengembangan Modal Insani Sektor Publik (2021).pdf
3. Transformasi Pengembangan Modal Insani Sektor Publik (2021).pdf3. Transformasi Pengembangan Modal Insani Sektor Publik (2021).pdf
3. Transformasi Pengembangan Modal Insani Sektor Publik (2021).pdf
 
5. Policy Brief The Future Leader (2021).pdf
5. Policy Brief The Future Leader (2021).pdf5. Policy Brief The Future Leader (2021).pdf
5. Policy Brief The Future Leader (2021).pdf
 
8. Antologi Pengembangan Kompetensi ASN (2021).pdf
8. Antologi Pengembangan Kompetensi ASN (2021).pdf8. Antologi Pengembangan Kompetensi ASN (2021).pdf
8. Antologi Pengembangan Kompetensi ASN (2021).pdf
 
7. Infografis Inovasi Manajemen ASN (2021).pdf
7. Infografis Inovasi Manajemen ASN (2021).pdf7. Infografis Inovasi Manajemen ASN (2021).pdf
7. Infografis Inovasi Manajemen ASN (2021).pdf
 
2. Manajemen ASN.pdf
2. Manajemen ASN.pdf2. Manajemen ASN.pdf
2. Manajemen ASN.pdf
 
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkriSistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
 
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di KalimantanKajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
Kajian Budaya Kerja Organisasi Pemerintah Daerah di Kalimantan
 
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
Quo Vadis Reformasi Birokrasi, Sebuah Refleksi Perjalanan 7 Tahun Birokrasi I...
 
Kebijakan Pengelolaan Organisasi Pemerintahan
Kebijakan Pengelolaan Organisasi PemerintahanKebijakan Pengelolaan Organisasi Pemerintahan
Kebijakan Pengelolaan Organisasi Pemerintahan
 
Modul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakModul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetak
 
3. Modul Kompeten (1).pdf
3. Modul Kompeten (1).pdf3. Modul Kompeten (1).pdf
3. Modul Kompeten (1).pdf
 
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
 
LAN dan Administrasi Negara
LAN dan Administrasi NegaraLAN dan Administrasi Negara
LAN dan Administrasi Negara
 
Arah dan Strategi Reformasi LAN
Arah dan Strategi Reformasi LANArah dan Strategi Reformasi LAN
Arah dan Strategi Reformasi LAN
 
Aksi reaksi dan peran litbang
Aksi reaksi dan peran litbangAksi reaksi dan peran litbang
Aksi reaksi dan peran litbang
 
Tantangan dan Peluang Administrasi Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045
Tantangan dan Peluang Administrasi Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045Tantangan dan Peluang Administrasi Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045
Tantangan dan Peluang Administrasi Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045
 
Kerangka Kelembagaan Kemendagri dengan K/L Lainnya
Kerangka Kelembagaan Kemendagri dengan K/L LainnyaKerangka Kelembagaan Kemendagri dengan K/L Lainnya
Kerangka Kelembagaan Kemendagri dengan K/L Lainnya
 

More from National Institute of Public Administration, Republic of Indonesia

More from National Institute of Public Administration, Republic of Indonesia (13)

8. ANTHOLOGY OF STATE CIVIL APPARATUS COMPETENCY DEVELOPMENT_THEORY, POLICY, ...
8. ANTHOLOGY OF STATE CIVIL APPARATUS COMPETENCY DEVELOPMENT_THEORY, POLICY, ...8. ANTHOLOGY OF STATE CIVIL APPARATUS COMPETENCY DEVELOPMENT_THEORY, POLICY, ...
8. ANTHOLOGY OF STATE CIVIL APPARATUS COMPETENCY DEVELOPMENT_THEORY, POLICY, ...
 
7. INFOGRAPHICS INNOVATION OF STATE CIVIL APPARATUS MANAGEMENT (2021).pdf
7. INFOGRAPHICS INNOVATION OF STATE CIVIL APPARATUS MANAGEMENT (2021).pdf7. INFOGRAPHICS INNOVATION OF STATE CIVIL APPARATUS MANAGEMENT (2021).pdf
7. INFOGRAPHICS INNOVATION OF STATE CIVIL APPARATUS MANAGEMENT (2021).pdf
 
6. BOOK REVIEW CONTEMPORARY PUBLIC ADMINISTRATION (2021).pdf
6. BOOK REVIEW CONTEMPORARY PUBLIC ADMINISTRATION (2021).pdf6. BOOK REVIEW CONTEMPORARY PUBLIC ADMINISTRATION (2021).pdf
6. BOOK REVIEW CONTEMPORARY PUBLIC ADMINISTRATION (2021).pdf
 
5. POLICY BRIEF THE FUTURE LEADER (2021).pdf
5. POLICY BRIEF THE FUTURE LEADER (2021).pdf5. POLICY BRIEF THE FUTURE LEADER (2021).pdf
5. POLICY BRIEF THE FUTURE LEADER (2021).pdf
 
4. POLICY BRIEF PUBLIC ADMINISTRATION INNOVATION (2021).pdf
4. POLICY BRIEF PUBLIC ADMINISTRATION INNOVATION (2021).pdf4. POLICY BRIEF PUBLIC ADMINISTRATION INNOVATION (2021).pdf
4. POLICY BRIEF PUBLIC ADMINISTRATION INNOVATION (2021).pdf
 
3. TRANSFORMATION OF HUMAN CAPITAL DEVELOPMENT OF THE PUBLIC SECTOR IN INDONE...
3. TRANSFORMATION OF HUMAN CAPITAL DEVELOPMENT OF THE PUBLIC SECTOR IN INDONE...3. TRANSFORMATION OF HUMAN CAPITAL DEVELOPMENT OF THE PUBLIC SECTOR IN INDONE...
3. TRANSFORMATION OF HUMAN CAPITAL DEVELOPMENT OF THE PUBLIC SECTOR IN INDONE...
 
2. STATE CIVIL APPARATUS PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM (2021).pdf
2. STATE CIVIL APPARATUS PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM (2021).pdf2. STATE CIVIL APPARATUS PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM (2021).pdf
2. STATE CIVIL APPARATUS PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM (2021).pdf
 
1. STATE CIVIL APPARATUS MANAGEMENT OUTLOOK (2021).pdf
1. STATE CIVIL APPARATUS MANAGEMENT OUTLOOK (2021).pdf1. STATE CIVIL APPARATUS MANAGEMENT OUTLOOK (2021).pdf
1. STATE CIVIL APPARATUS MANAGEMENT OUTLOOK (2021).pdf
 
Kelupas Tipis Sisi Analisis dan Politis NASKAH KEBIJAKAN_Policy Analysts Lear...
Kelupas Tipis Sisi Analisis dan Politis NASKAH KEBIJAKAN_Policy Analysts Lear...Kelupas Tipis Sisi Analisis dan Politis NASKAH KEBIJAKAN_Policy Analysts Lear...
Kelupas Tipis Sisi Analisis dan Politis NASKAH KEBIJAKAN_Policy Analysts Lear...
 
6. Resensi Buku Administrasi Negara Kontemporer (2021).pdf
6. Resensi Buku Administrasi Negara Kontemporer (2021).pdf6. Resensi Buku Administrasi Negara Kontemporer (2021).pdf
6. Resensi Buku Administrasi Negara Kontemporer (2021).pdf
 
1. Manajemen ASN Outlook (2021).pdf
1. Manajemen ASN Outlook (2021).pdf1. Manajemen ASN Outlook (2021).pdf
1. Manajemen ASN Outlook (2021).pdf
 
Meta Case Study of Public Services Based Sub-district Organization Models _ ...
Meta Case Study of Public Services Based Sub-district Organization Models  _ ...Meta Case Study of Public Services Based Sub-district Organization Models  _ ...
Meta Case Study of Public Services Based Sub-district Organization Models _ ...
 
Public Services Based Sub-District Organization Model - 2011 KAPS Internation...
Public Services Based Sub-District Organization Model - 2011 KAPS Internation...Public Services Based Sub-District Organization Model - 2011 KAPS Internation...
Public Services Based Sub-District Organization Model - 2011 KAPS Internation...
 

Recently uploaded

Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfdrmdbriarren
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasiasaliaraudhatii
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxrohiwanto
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxSusatyoTriwilopo
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 

Recently uploaded (16)

Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 

4. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara (2021).pdf

  • 1.
  • 2. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | i POLICY BRIEF INOVASI ADMINISTRASI NEGARA Adi Suryanto, et.al. (Editors) Copyright @ 2021 Lembaga Administrasi Negara. All Right Reserved. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Judul Buku : Policy Brief Inovasi Administrasi Negara Penerbit : Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia Tempat Terbit : Jakarta Tahun Terbit : 2021 Cetakan Ke : 1 (Pertama) ISBN : 978-623-98929-1-3 IKAPI : Nomor Anggota 599/Anggota Luar Biasa/DKI/2021 Redaksi: Gedung Atmodarminto, BPPK Kementerian Keuangan Jl. Purnawarman No.99, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Email : bppdapwi@gmail.com Website : https://www.bppdapwi.com Whatsapp : 083840572182
  • 3. ii| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a POLICY BRIEF INOVASI ADMINISTRASI NEGARA Editor: 1. Adi Suryanto 2. Tri Widodo WU 3. Agus Sudrajat Reviewer: 1. Tri Widodo WU 2. Agus Sudrajat 3. Widhi Novianto 4. Muhammad Syafiq 5. Ichwan Santosa 6. Haris Faozan 7. Madya Putra Yaumil Ahad Penulis: 1. Ichwan San 2. Haris Faozan 3. Desy Fajar Lestari 4. Hidayaturahmi 5. Dewi Oktaviani 6. Yuliardi Agung Pradana 7. Putra Budi Darmawan 8. Candra Setya Nugroho 9. Sulistianingsih 10.Mohd Febrianto 11.Avrina Dwijayanti 12.Azizah Puspasari Staf Pendukung: 1. Yoga Suganda 2. Madya Putra Yaumil Ahad Desain Sampul dan Tata Letak 1. Agus Pahrul Sidik 2. Arif Ramadhan
  • 4. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | iii KATA PENGANTAR KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI Segala puji kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membuka ruang pemikiran dan menginspirasinya dengan berbagai gagasan kebaikan untuk dituangkan dalam bentuk tulisan, sebagai sebuah legacy dalam kehidupan. Policy Brief Inovasi Administrasi Negara merupakan sebuah legacy dari para Pejabat Fungsional LAN yang diharapkan dapat mewarnai diskursus intelektual dan dinamika kebijakan administrasi negara kedepan. Di tengah hiruk pikuk berbagai persoalan yang menimpa bangsa ini, semoga hadirnya buku kecil ini dapat menginspirasi lahirnya kebaikan-kebaikan lain di masa yang akan datang. Mendorong berbagai perubahan yang dapat membawa bangsa ini menuju kesejahteraan dan kejayaan. Hadirnya policy brief ini merupakan salah satu wujud komitmen LAN dalam menciptakan evidence based policy. Kebijakan publik diharapkan tidak lagi dibuat atas dasar intuisi dari pimpinan, namun berdasarkan data dan informasi faktual. Sehingga, kebijakan publik benar-benar dapat tetap sasaran dan semakin menambah hadirnya negara di tengah masyarakat. Policy brief ini diharapkan menjadi panacea dari berbagai persoalan publik dalam bidang administrasi negara. Tantangan dan persoalan yang dihadapi ke depan tentunya akan lebih besar. New normal dan disrupsi inovasi menjadi dua tantangan yang nampak jelas di hadapan kita semua. Governansi pelayanan publik, tata kelola pemerintahan dan manajemen ASN diharapkan dapat beradaptasi dengan tantangan tersebut atau bahkan menjadikannya peluang untuk dapat berkontribusi optimal dalam membangun bangsa dan negara. Apresiasi yang setinggi-tingginya untuk Tanoto Foundation atas dukungannya dalam pengembangan kapasitas ASN, khususnya melalui penulisan Polbrief ini. Semoga spirit kolaborasi dalam kerangka pengabdian untuk negeri dapat terus berdenyut dalam nadi. Jakarta, 22 Desember 2021 Dr. Adi Suryanto, M.Si
  • 5. iv| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a SALAM PEMBUKA CEO GLOBAL TANOTO FOUNDATION Tanoto Foundation sejak awal pendiriannya memiliki perhatian khusus terhadap dunia pendidikan. Sebuah organisasi filantropi yang bergerak di bidang pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan yang berkualitas. Rekam jejak kami telah menunjukkannya, dan dapat dengan mudah ditelusuri di era teknologi informasi seperti sekarang ini. Dalam kerangka pengembangan sumber daya manusia tersebut, Tanoto Foundation memberikan dukungan terhadap agenda pembelajaran bagi ASN di lingkunganLAN RI bertajuk “LAN UntukNegeri”, yang salah satunya diwujudkan melalui penulisan Policy Brief (Polbrief) Inovasi Administrasi Negara ini. Semoga kerjasama sama yang dibangun tidak berhenti sampai di sini, namun terus berlanjut dalam berbagai agenda pengembangan SDM lainnya untuk mewujudkan kebaikan bagi negeri. Kerjasama LAN dan Tanoto Foundation semakin meneguhkan bahwa kita berada pada era governance. Quadruple Helix dalam pengembangan sumber daya manusia benar-benar terlaksana dengan baik. Pemerintah tidak lagi menjadi satu-satunya aktor dalam proses tersebut. Pemerintah, Sektor private, Civil Society, dan Akademisi bahu membahu dalam membangun bangsa dan negara tercinta ini. Terima kasih sebanyak-banyaknya kami ucapkan kepada Lembaga Administrasi Negara yang telah mewujudkan karya bersama ini. Semoga dapat mendatangkan manfaat dan kebaikan, selamat membaca. Jakarta, 22 Desember 2021 Dr. J. Satrijo Tanudjojo
  • 6. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | v SAMBUTAN DEPUTI KAJIAN & INOVASI MANAJEMEN ASN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI Buku Policy Brief Inovasi Administrasi Negara merupakan kumpulan Policy Brief yang ditulis secara individu maupun tim. Sebagian Polbrief merupakan sintesa pemikiran LAN di bidang manajemen ASN, reformasi birokrasi, dan pengembangan kompetensi ASN. Berbagai pemiikiran yang sebelumnya tertuang melalui laporan kajian yang relatif tebal dan membutuhkan cukup banyak waktu dan energi untuk mampu mencerna dan menikmatinya, disajikan secara singkat, padat, dan penuh dengan nutrisi. Policy Brief ini disusun oleh pejabat fungsional di lingkungan LAN, dengan latar belakang JF yang beragam, mulai dari Analis Kebijakan, Peneliti, hingga Dosen. Apresiasi untuk para penulis atas kontribusinya dalam sebuah kolaborasi yang apik. Michael Foucoult dalam karya fenomenalnya terkait teori “kuasa pengetahuan” mengungkapkan bahwa kekuasaan tidak hanya ada pada struktur. Pengetahuan dengan logika dan argumentasi yang solid memiliki kekuatan untuk menciptakan subjection atau kepatuhan. Hasil penelitian yang dikemas dalam policy brief akan menjadi pengetahuan yang powerful . Policy maker diharapkan dapat tergugah untuk menyusun kebijakan-kebijakan yang lebih berbasis evidence. Tak lupa kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tanoto Foundation atas kerjasamanya dalam agenda knowledge creation di lingkungan LAN RI. Sebuah ruang berharga bagi para pejabat fungsional LAN untuk beraktualisasi sekaligus mengembangkan diri dalam semangat pengabdian kepada negeri. Jakarta, 22 Desember 2021 Dr. Agus Sudrajat., S.Sos., MA
  • 7. vi| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a DAFTAR ISI 1. REFORMASI BIROKRASI BERBASIS OUTCOME - MENCIPTAKAN COLLABORATIVE GOVERNANCE YANG EFEKTIF - Dewi Oktaviani (Peneliti Ahli Muda) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2. PENGEMBANGAN MODEL MAGANG DAN PERTUKARAN PEGAWAI SEBAGAI AKSELERATOR PROFESIONALISME ASN - Ichwan Santosa (Analis Kebijakan Ahli Pertama) & Haris Faozan (Analis Kebijakan Ahli Utama) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 3. MODEL REWARD SYSTEM UNTUK APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) BERKINERJATINGGI –Azizah Puspasari (Analis Kebijakan Ahli Muda) . . 19 4. PRASYARAT MANAJEMEN TALENTA PADA INSTANSI PEMERINTAH - Candra Setya Nugroho (Analis Kebijakan Muda) & Sulistianingsih (Analis Kebijakan Ahli Muda) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25 5. PEMERINGKATAN KINERJA PNS SECARA TRANSPARAN DALAM KERANGKA IMPLEMENTASI PERMENPAN-RB NO. 8/2021 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KINERJA PNS - Yuliardi Agung Pradana (Analis Kebijakan Ahli Pertama) & Putra Budi Darmawan (Analis Kebijakan Ahli Pertama) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32 6. PENGUATAN SISTEM PENILAIAN KINERJA ASN DALAM POLA KERJA BERBASIS KOMBINASI WFH DAN WFO - Hidayaturahmi (Dosen Lektor) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .37 7. PERALIHAN PEGAWAI NON-PNS/TENAGA HONORER MENJADI PPPK DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INSTANSI PEMERINTAH - Mohd Febrianto (Analis Kebijakan Ahli Pertama) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43 8. PENGUATAN NILAI-NILAI BELA NEGARA DALAM UPAYA MENANGKAL RADIKALISME DI LINGKUNGAN ASN - Desy Fajar Lestari (Analis Pengembangan Sistem Pembelajaran) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47 9. MENJEMBATANI AGILE BUREAUCRACY DAN DEMOCRATIC GOVERNANCE – Avrina Dwijayanti (Analis Kebijakan Ahli Pertama) . . . . . 51
  • 8. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 1 Polbrief 1 REFORMASI BIROKRASI BERBASIS OUTCOME MENCIPTAKAN COLLABORATIVE GOVERNANCE YANG EFEKTIF Dewi Oktaviani - Peneliti Ahli Muda Abstrak GDRB Tahun 2010-2025 memiliki tujuan akhir terbentuknya Pemerintahan Indonesia yang berkelas dunia (world-class government) di tahun 2025. Namun demikian, proses reformasi birokrasi Indonesia selama ini belum berjalan dengan optimal. Hal ini terlihat dari hasil analisis yang memberikan banyak catatan kritis dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, antara lain: (1) Paradigma reformasi birokrasi masih berfokus pada perubahan di internal birokrasi; (2) Peta jalan (road map) reformasi birokrasi yang disusun oleh K/L/D belum terintegrasi secara langsung dengan RPJMN/D atau Renstra; (3) Silo mentality membuat pelaksanaan reformasi birokrasi belum terintegrasi dan terkoordinasi antar lembaga dengan baik; (4) Masih berorientasi pada pemenuhan dokumen (output-oriented); (5) Program reformasi birokrasi cenderung bersifat proyek; (6) Rendahnya keterlibatan pemangku kepentingan(stakeholders) dalamperencanaandanevaluasiprogram reformasi birokrasi; dan (7) Terjadi penyeragaman area perubahan dan kegiatan RB. Kondisi tersebut telah mengantarkan kepada kebutuhan untuk merubah paradigma inward-looking menjadi outward –looking, dengan mengedepankan prinsip pelaksanaan reformasi birokrasi yang berorientasi pada outcome dan dapat menciptakan collaborative governance yang lebih efektif. Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan konsep reformasi birokrasi berbasis outcome. Terdapat dua karakteristik utama yang membedakan model reformasi birokrasi berbasis outcome yaitu pertama, model reformasi birokrasi berbasis outcome pada intinya menekankan pada keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) secara luas dalam proses perencanaan dan evaluasi program reformasi birokrasi. Kedua, menekankan bahwa program reformasi birokrasi berorientasi pada pencapaian sasaran strategis instansi maupun nasional. Kata Kunci: Reformasi, Birokrasi, Outcome. A. Pendahuluan PermenPANRB No. 25 Tahun 2020 yang diharapkan dapat menjadi solusi terbaik pelaksanaan RB selama kurang lebih 20 (dua puluh) tahun, hingga kini masih belum menunjukkan perubahan signifikan. Seperti yang pernah disampaikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin: “Reformasi
  • 9. 2| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a birokrasi masih sebatas kulit saja. Belum menyentuh sampai ke dalam intinya, yaitu reformasi birokrasi yang menghasilkan birokrasi profesional dan berdaya saing”. Tidak sampai di situ, beliau juga kerap menekankan bahwa birokrasi juga harus lebih lincah (agile), sederhana, adaptif dan inovatif, serta mampu bekerja secara efektif dan efisien, yang harus dibangun secara sistematis dan berkelanjutan. Hasil kajian Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome (PK2AN LAN, 2020), telah menemukan banyak catatan-catatan kritis dalam pelaksanaan reformasi birokrasi selama ini, seperti: (1) Paradigma reformasi birokrasi yang masih berfokus pada perubahan di internal birokrasi, belum melihat bagaimana dampak dari kegiatan reformasi birokrasi terhadap ketercapaian sasaran pembangunan atau manfaatnya bagi perbaikan pelayanan publik bagi stakeholders; (2) Peta jalan (road map) reformasi birokrasi yang disusun oleh K/L/D belum terintegrasi secara langsung dengan RPJMN/D atau Renstra; (3) Silo mentality membuat pelaksanaan reformasi birokrasi belum terintegrasi dan terkoordinasi antar lembaga dengan baik; (4) Masih berorientasi pada pemenuhan dokumen (output-oriented); (5) Program reformasi birokrasi cenderung bersifat proyek; (6) Rendahnya keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam perencanaan dan evaluasi program reformasi birokrasi; dan (7) Terjadinya penyeragaman area perubahan dan kegiatan, padahal tidak semua K/L/D memiliki permasalahan dan kapasistas sumber daya yang sama. Permasalahan reformasi birokrasi tersebut, pada kenyataannya masih terus berlanjut di tahun pertama pelaksanaan Road Map RB 2020-2024, di mana pelaksanaan Reformasi Birokrasi masih belum menujukkan hasil yang optimal. Hal ini dapat terlihat dari turunnya peringkat Indonesia dalam 2 (dua) indeks yang menjadi indikator pelaksanaanReformasi Birokrasi, yaitu Government Effectiveness Index 2019 yang mengalami penurunan 9 peringkat, dan pada Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis Trancaparency International Indonesia (TII) Tahun 2020 di mana Indonesia mengalami penurunan skor dari 40 menjadi 37 (turun tiga poin dari tahun 2019), yang berimbas pada turunnya 17 peringkat dari posisi 85 ke posisi 102 dari 180 negara. Pobrief ini menawarkan konsep Collaborative governance
  • 10. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 3 untuk membangun sinergi antar lembaga dalam mencapai pembangunan yang lebih efektif dan berkesinambungan demi pelaksananaan Reformasi Biorkrasi yang lebih baik. B. Permasalahan Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi dalam pelaksanaannya masih bersifat pelaksanaan kegiatan administratif belaka atau sekedar pemenuhan formalitas berbagai dokumen reformasi birokrasi (document-oriented). Bahkan, capaian pelaksanannya pun hingga kini, tampak belum menyentuh kemanfaatannya pada publik. Terlebih, keterlibatan pemangku kepentingan atau stakeholder, baik dalam hal perumusan program atau kegiatan reformasi birokrasi sampai pada tahap evaluasinya pun masih cukup sangat rendah. Pelaksanaan reformasi birokrasi selama ini lebih terkesan pada pelaksanaan sebuah proyek yang memiliki sifat “memaksa” bagi setiap instansi, yang terkesan sekedar untuk pemenuhan dokumen RB (check list) tanpa mempertimbangkan kemanfaatannya bagi publik. Terlebih dengan adanya penyeragaman pada 8 area perubahan, menjadikan pelaksanaan reformasi birokrasi dinilai terlalu kaku, yang menyebabkan setiap instansi cenderung hanya terpusat untuk memenuhi substansi terhadap area- area perubahan tersebut. Terlebih bagi Pemerintah Daerah yang melaksanakan Reformasi Birokrasi hingga saat ini baru sejumlah 200-an (dari 500an lebih). Hal ini dikarenakan pemerintah daerah yang belum melaksanakan reformasi birokrasi masih dibayangi belum merasa perlu untuk melaksanakan reformasi birokrasi, terutama dengan melihat peraturan reformasi birokrasi yang terlalu ‘jelimet’. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi pemerintah daerah, Bila tidak melakukan Reformasi Birokrasi apa hukumannya bagi saya ? Jika melakukan reformasi birokrasi, maka apa yang akan saya dapat ? Apakah hanya untuk 8 area perubahan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi: organisasi, tata laksana, peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (cultural set) aparatur. Sumber: Perpres No. 81/2010
  • 11. 4| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a menaikan tunjangan kinerja saja, atau citra yang baik di mata publik ? dan Apakah bentuk Road map yang dilakukan harus seragam, tanpa melihat kebutuhan instansi masing-masing ? Padahal kondisi di dalam masih tidak ada yang berubah. Terlebih dengan berbagai bukti kasus korupsi atau kasus-kasus lainnya juga masih banyak yang terjadi. Gambaran kondisi tersebut, tidak bisa dipungkiri bahwa meski upaya perbaikan dalam program reformasi birokrasi telah dilakukan, namun tampaknya belum memberi dampak yang signifikan, bahkan masih menyisakan berbagai catatan, terutama tentang cara pandangdalambagaimanaimplementasi reformasi birokrasi selama ini. Setidaknya ada dua catatan penting yaitu: Pertama, kegiatan reformasi birokrasi di instansi selama ini belum menyasar pada upaya menyelesaikan persoalan-persoalan strategis instansi dan juga nasional, seperti yang telah dituangkan dalam road map reformasi birokrasi dan juga Rencana Strategis (Renstra). Kedua, sebagian besar kegiatan reformasi birokrasi masih bersifat melakukan perubahan ke dalam (inward-looking) yang pada akhirnya lebih bersifat formalitas belaka. Selain itu, jika melihat dari Road Map RB 2020-2024 setidaknya terdapat 3 permasalahan yang dilihat dari aspek: a. Program Reformasi Birokrasi Dengan menggunakan konsep performance-based organization, seharusnya dapat lebih mengangkat isu-isu strategis yang menjadi persoalan dalam setiap lembaga pemerintah, menjadi dasar acuan dalam penyusunan Road map dan program-program reformasi birokrasinya. Program-program reformasi birokrasi tersebut harus menjadi jalan keluar sebagai upaya mengatasi persoalan-persoalan strategis dan mewujudkan target pembangunan. Namun demikian, faktanya selama ini, isu-isu strategis dan juga target-target pembangunan tersebut, dalam RPJMN/D atau rencana strategis (renstra) belum menjadi rujukan langsung bagi daerah dalam menyusun program- program reformasi birokrasinya.
  • 12. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 5 b. Kebijakan Makro Reformasi Birokrasi Sebagaimana disebutkan dalam Road Map RB 2020-2024 bahwa kebijakan Makro RB didesain sebagai panduan umum dengan indikator minimum yang harus dicapai bagi setiap instansi. Namun, kebijakan makro RB ini tampaknya belum sepenuhnya memandu arah reformasi birokrasi sesuai dengan fokus kebijakan RB yaitu perbaikan Tata Kelola Pemerintahan. Sementara, jika kebijakan RB tersebut ditarik ke dalam level messo, leading sector memiliki sasaran perubahan yang terbatas pada K/L saja. (contoh: Internalisasi nilai anti korupsi untuk ASN (KPK, LAN, Kemendagri, KASN, Kemendikbud, Kemendikti (BRIN), dan Kominfo). Selain itu, jika dihubungan ke level mikro pun, maka perubahanakanmenjadilebih bersifat intraorganisasional (padamasing-masing organisasi), yang berdampak pada belum mampunya mendorong perubahan yang berorientasi pada outcome. Terlebih, apabila belum mengoptimalkan atau minimnya pelibatan peran stakeholders non pemerintah dalam program RB yang ada, maka akan berimplikasi pada kurangnya dukungan (ownership) dari stakeholders. c. Area Perubahan Perbaikan area perubahan dalam Road Map 2020-2024 tampak masih terlihat belum dinamis. Perubahan hanya dilakukan pada nama area perubahan yaitu peraturan perundang-undangan menjadi deregulasi kebijakan dan cultural set menjadi manajemen perubahan. Sebenarnya dalam Road Map RB 2020-2024 memang telah disebutkan bahwa penetapan delapan area perubahan telah mempertimbangkan relevansinya dengan kondisi saat ini. Namun, melihat kondisi disruptif saat ini, seharusnya area perubahan tersebut dapat dirancang menjadi lebih dinamis. C. Rekomendasi Kebijakan Reformasi Birokrasi Untuk keluar dari permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya pergeseran paradigma dari inward-looking menjadi outward–looking dengan mengedepankan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi harus berorientasi pada
  • 13. 6| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a outcome. Konsep reformasi birokrasi berbasis outcome menjadi suatu metode reformasi birokrasi yang berbeda dengan metode selama ini. Seperti yang disampaikan dalam hasil kajian (PKAN LAN, 2020) Reformasi birokrasi berbasis outcome didefinisikan sebagai “Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome adalah proses menata ulang, perubahan, terobosan, inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan berpikir dan bertindak di luar kebiasaan/ rutinitas dengan upaya yang luar biasa yang hasilnya memberi manfaat serta nilai tambah bagi organisasi dan stakeholders.” Pemaknaan outcome disini lebih kepada hal yang berkaitan langsung dengan ketercapaian pembangunan.. Untuk itu, reformasi birokrasi dijadikan sebagai faktor penggerak (enabling factor) dari ketercapaian sasaran pembangunan. Relasi Reformasi Birokrasi dan RPJMN 2020 - 2024
  • 14. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 7 Desain Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome Desain reformasi birokrasi berbasis outcome ini juga memiliki beberapa karakteristik utama yang menekankan bahwa program reformasi birokrasi berorientasi pada pencapaian sasaran strategis instansi maupun nasional. Hal ini yangmembedakandengan karakteristikreformasibirokrasi saatini,dimanamodel reformasi birokrasi berbasis outcome lebih menekankan pada keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) secara luas dalam proses perencanaan dan evaluasi program reformasi birokrasi. Perbandingan Model Reformasi Birokrasi Saat ini dan Berbasis Outcome No. Aspek Model RB Saat Ini Model RB Berbasis Outcome 1. Penetapan indikator kinerja program reformasi birokrasi Ditetapkan sendiri oleh instansi Target dan indikator kinerja ditetapkan bersama dengan para pemangku kepentingan. Berlaku konsep citizen-based demand. 2. Kedudukan area perubahan Area perubahan dipandangsebagai tujuan dan bukan sarana untuk mencapai tujuan RB Area perubahan disesuaikan dengan kebutuhan menjawab permasalahan instansi dan pencapaian sasaran strategis 3. Pemilihan area perubahan Dilakukan penyeragaman pada seluruh K/L/P Disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik organisasi dan kemampuan sumber daya organisasi
  • 15. 8| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a 4. Kegiatan RB pada area perubahan Cenderung distandarisasi dengan banyaknya kegiatan yang sama di tiap-tiap area perubahan antara K/L/D Kegiatan RB di setiap area perubahan ditujukan untuk menjawab kebutuhan perubahan dan pencapaian sasaran strategis 5. Fokus orientasi program RB Inward-looking, dengen berorientasi hanya pada pembenahan internal organisasi yang dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan RB yang terstandarisasi Inward & outward-looking, dengan menitikberat program RB yang berkorelasi langsung terhadap permasalahan organisasi dan pencapaian sasaran strategis instansi, peningkatan pelayanan publik 6. Strategi implemetasi Penyeragaman berdasarkan standar yang ditetapkan oleh tim tingkat messo sehingga minim ownership Menekankan pada kreatifitas dan inovasi dalam memenuhi target reformasi dan pemanfaatannya oleh stakeholders 7. Ukuran keberhasilan Kelengkapan dokumen Kemampuan memberikan nilai tambah terhadap organisasi, stakeholders dan capaian sasaran pembangunan 8. Peranan stakeholders pengguna output instansi Dikesampingkan Ditempatkan sebagai bagian sentral proses perubahan. Dilibatkan dari proses perencanaan penyusunan program kegiatan hingga evaluasi RB 9. Peta jalan (road map) RB Tidak ada relasi dengan RPJMN/D/Renstra Terintegrasi dengan RPJMN/D/Renstra 10. Kontrol kebijakan Berbasis otoritas (kewenangan) Kontrol kebijakan RB didasari pada basis pengetahuan, melalui dukungan stakeholders pengetahuan (perguruan tinggi, LSM, media) dalam menetapan program-program RB 11. Evaluasi program RB Self-assesment dan penilaian dari Kemenpan RB Dilakukan oleh lembaga profesional serta bersama dengan stakeholders berdasarkan target- target yang ditetapkan bersama. Sumber: LAN (2014 & 2020) Desain reformasi birokrasi berbasis outcome ini jika dikaitkan dengan Road Map RB 2020-2024 maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya sinkronisasi, sebagai berikut: 1. Program dan kegiatan prioritas yang memiliki dampak besar terhadap tata kelola pemerintahan dapat disusun ke dalam kebijakan makro RB. Program dan kegiatan ini dapat ditentukan dengan menarik program pada level messo
  • 16. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 9 ke level makro. Hal ini dapat dilakukan pembahasan terlebih dahulu dalam forum RB Nasional untuk memberikan arah agar pelaksanaan program reformasi birokrasi dalam kebijakan makro akan menjadi jelas dalam implementasinya. Selain itu, dengan mengedepankan prinsip performance based reform dalam program RB yang berbasis outcome, maka isu-isu strategis yang menjadi persoalan dalam organisasinya, dapatmenjadi dasar acuan untuk penyusun road map dan program-program reformasi birokrasi instansinya sehingga outcome yang dihasilkan akan lebih terukur dan dapat dirasakan langsung kemanfaatannya (memudahkan cascading program) terutama bagi stakeholders sebagai solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh instansinya tersebut. 2. Panduan atau indikator yang jelas akan memberikan kemudahan bagi Kementerian/Lembagaleading sector dalammewujudkan sasaranprogramnya. Untuk itu, diperlukan panduan yang lebih teknis untuk membantu mempermudah pelaksanaan program RB agar menjadi lebih terarah. Hal ini untuk memberikan jawaban terhadap beberapa instansi (khususnya Pemda) yang hingga saat ini belum melaksanakan RB. 3. Penentuan area perubahan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan karakteristik organisasi, serta kemampuan sumber daya organisasinya. Hal ini akan memberikan keleluasaan instansi dalam menentukan area perubahan yang memang seharusnya dilaksanakan, sehingga tidak ada lagi terkesan pemenuhan administratif (check list). D. Penutup Reformasi birokrasi berbasisoutcomediartikansebagai sebuah prosesmenata ulang, perubahan, terobosan, inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan berpikir dan bertindak di luar kebiasaan/ rutinitas dengan upaya yang luar biasa yang hasilnya memberi manfaat serta nilai tambah bagi organisasi dan stakeholders. Pemahaman ini menjadi sebuah paradigma baru yang dapat memberikan insight terhadap pelaksanaan RB selama ini, terutama untuk merubah paradigma RB dari inward-looking menjadi outward –looking, dengan lebih
  • 17. 10| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a mengedepankan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi harus berorientasi pada outcome. Melalui reformasi birokrasi berbasis outcome ini, akan memberikan kemudahan untuk menciptakan Collaborative governance yang lebih efektif. Dengan mengedepakan pelibatan stakeholders dalam penetapan target yang ingin dicapai, akan memberikan kemudahan dalam menentukan outcome institusi untuk mencapai target pembangunan. Untuk itu, sebagai titik awal pelaksanaan program reformasi birokrasi ini, penentuan outcome apa yang akan dicapai menjadi penentu utama, sehingga institusi dapat lebih mudah merumuskan input, kegiatan serta output apa yang akan dilakukan dan dihasilkan nantinya, yang juga akan memberikan dampak pada sasaran pembangunan, serta hasilnya dapat dirasakan langsung oleh stakeholders. Pustaka Laporan Kajian Reformasi Birokrasi Berbasis Outcome. Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2020. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 .
  • 18. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 11 Polbrief 2 PENGEMBANGAN MODEL MAGANG DAN PERTUKARAN PEGAWAI SEBAGAI AKSELERATOR PROFESIONALISME ASN Ichwan Santosa - Analis Kebijakan Ahli Pertama dan Haris Faozan - Analis Kebijakan Ahli Utama Abstrak Pengembangan kompetensi PNS dipandang belum memberikan dampak yang diharapkan,mengingat(diantaranya) hasilpengukuran IndeksProfesionalitasASN Nasional memperlihatkan nilai dengan kualifikasi sangat rendah, yaitu 56,5. Belum efektifnya pengembangan kompetensi salah satunya disebabkan oleh desain program yang masih konvensional. Bentuk dan jalur bangkom sebagaimana tercantum dalam PerLAN No. 10/2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS belum diimplementasikan secara optimal. Mencermati hal tersebut, pengembangan kompetensi non-klasikal perludijadikan pemantikatau pendorong utama.Salahsatupengembangankompetensiberbasispelatihan non-klasikalyang dapat dijadikan pilihan adalah magang dan pertukaran pegawai. Sayangnya, kebijakan terkait magang dan pertukaran pegawai belum cukup memadai untuk mendorong implementasi magang dan pertukaran pegawai secara masif dan efektif. Tulisan ini menggambarkan beberapa problematika dalam kebijakan magang dan pertukaran pegawai, model magang dan pertukaran pegawai, serta rekomendasi kebijakan untuk dapat mengimplementasikan magang dan pertukaran pegawai secara efektif. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : Pertama, penguatan definisi dan dasar pertimbangan pelaksanaan magang dan pertukaran pegawai. Kedua, penguatan pendekatan magang dan pertukaran pegawai. Ketiga, pengembangan scope magang dan pertukaran pegawai. Keempat, Penggambaran mekanisme yang jelas dan terukur. Implikasinya, terdapat kebutuhan untuk melakukan penyesuaian peraturan (revisi terhadap PerLAN No. 10 Tahun 2018) dan menyusun aturan teknis mengenai praktik magang dan pertukaran pegawai secara nasional melalui Peraturan bersama LAN dan BKN. A. Prolog Pengembangan kompetensi PNS dipandang belum memberikan dampak yang diharapkan,mengingat(diantaranya) hasilpengukuran IndeksProfesionalitasASN Nasional yang dilakukan oleh BKN pada tahun 2018 memperlihatkan nilai dengan kualifikasi sangat rendah, yaitu 56,5. Bahkan, meski dengan level profesionalitas yang berbeda antara aparatur pemerintah pusat (rendah) dan daerah (sangat
  • 19. 12| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a rendah), namun secara kuantitatif pencapaian angkanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (pusat 60,2 dan daerah 52,7). Belum efektifnya pengembangan kompetensi dapat disebabkan berbagai permasalahan, diantaranya yaitu: pemilihan bentuk dan jalur pengembangan kompetensi yang kurang relevan dengan kebutuhan ASN, manajemen bangkom yang cenderung administratif, desain program yang masih konvensional, atau bentuk dan jalur bangkom yang belum ter-explore sepenuhnya. Dalam konteks alternatif pilihan bentuk dan jalur pengembangan kompetensi, UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN dan berbagai peraturan turunannya, seperti PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS hingga Peraturan LAN No. 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS telah memperluas ruang pengembangan Kompetensi PNS, terutama dengan diperkenalkannya pengembangan kompetensi non klasikal. Salah satu alternatif pengembangan kompetensi dimaksud adalah program pertukaran pegawai (dengan sektor private) dan magang (antar instansi pemerintah). Program pertukaran pegawai merupakan salah satu model pengembangan kompetensi yang melalui itu PNS diharapkan dapat mempelajari competencies, experience, culture, dan value dari perusahaan swasta yang dipandang lebih advance dan adaptif dalam menyikapi perubahan lingkungan. Sementara melalui magang, transfer knowledge, keterampilan, dan keahlian diharapkan dapat terjadi secara cepat dan merata, sehingga mempersempit capacity gap antar ASN Sumber: Publikasi capaian merit sistem KASN 2018 dan 2019
  • 20. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 13 K/L/D. Kombinasi program pengembangan kompetensi ini dapat dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan utama untuk meningkatkan profesionalisme ASN (melalui transfer dan/atau pertukaran competencies, experience, culture, dan value antar institusi). Policy brief ini akan membahas Pengembangan Model Magang dan Pertukaran Pegawai dalam konteks tersebut. B. Problematika Kebijakan Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh PIMBANGKOM ASN pada tahun 2020, ditemukan berbagai problematika kebijakan terkait magang dan pertukaran pegawai: 1. Rumusan scope magang dan pertukaran pegawai masih kurang tepat. Dalam kebijakan yang berlaku saat ini, UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS jo PP Nomor 17 Tahun 2020, hingga PerLAN Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS, dijelaskan bahwa scope magang adalah antara instansi pemerintah, sementara scope pertukaran pegawai digambarkan dapat terjadi antara instansi pemerintah dengan swasta. Pada kenyataannya, kebutuhan magangdanpertukarandapat bersifatintra organisasi (antar unit dalam organisasi) dan lintas sektor (public dan private). Hal ini memiliki presedennya, baik di dalam maupun luar negeri, 2. Terdapat inkonsistensi kebijakan mengenai magang dan pertukaran pegawai, misalnya mengenai penyebutan penggunaan istilah praktik kerja di instansi lain di Pusat dan Daerah pada UU ASN yang tidak digunakan lagi pada PP Manajemen PNS (istilah sejenis yang ditemukan adalah magang). Selain itu, dalam UU ASN terdapat 2 (dua) jalur bangkom yang pengkoordinasiannya dilakukan oleh BKN dan LAN di UU ASN yaitu praktik kerja di instansi lain di Pusat dan Daerah dan Pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta, sementara di PP Manajemen PNS hanya pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta yang disebutkan dikoordinasikan oleh LAN dan BKN,
  • 21. 14| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a 3. Penjelasan mengenai magang dan pertukaran pegawai dalam PerLAN No. 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS perlu diperkuat, misalnya pada definisi yang sangat sederhana, dimana pertukaran pegawai dideskripsikan sebagai “kesempatan untuk menduduki jabatan di sektor swasta”, dan dasar pertimbangan yang masih bersifat general, yaitu “kesenjangan kompetensi dan kesenjangan kinerja”, 4. Praktik magang dan pertukaran pegawai sudah terlanjur berjalan secara instansional. Namun demikian, K/L/D yang mengimplementasikan Program Pertukaran Pegawai dan Magang masih relatif sedikit. Selain itu, masing- masing memiliki pola atau modelnya masing-masing. Bahkan 2 (dua) jalur bangkom tersebut masih dipahami secara berbeda. Akan tetapi, terbuka celah untuk menyusun model nasionalnya melalui koordinasi LAN dan BKN, 5. Terdapat refleksi permasalahan dan tantangan implementasi kebijakan di masa lalu. Praktik yang magang dan pertukaran pegawai yang dilakukan K/L/D dengan pedoman lingkup instansi masing-masing memunculkan catatan permasalahan. Misalnya, kesulitan untuk melibatkan swasta dalam program pertukaran pegawai pada program pertukaran pegawai di Kementerian ESDM (Implementasi kebijakan pertukaran pegawai hanya terjadi satu arah, tidak terdapat pengiriman pegawai BUMN/swasta ke Kementerian ESDM), atau praktik magang yang tidak jelas sasaran dan outputnya (Pemprov DIY). Untuk itu, ditawarkanlah suatu konsep/model magang dan pertukaran pegawai yang bersifat nasional, dapat dikembangkan menjadi desain program instansional maupun nasional sesuai dengan kebutuhan. Model Magang dan Pertukaran Pegawai yang dikembangkan dengan mengacu pada amanat UU ASN dan turunannya dapat digambarkan sebagai berikut:
  • 22. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 15 Sumber: Proyek Perubahan PKN Tingkat. II Seno Hartono (2018) Dengan memperhatikan adanya peluang untuk mengembangkan ruang lingkup magang dan pertukaran pegawai beyond yang diatur dalam kebijakan yang ada saat ini, maka perlu dilakukan re-definisi dan pengembangan konsep magang dan pertukaran pegawai. Re-definisi juga diperlukan untuk memperjelas pemahaman terhadap magang dan pertukaran pegawai, tidak hanya berdasarkan ruang lingkup interaksinya (satu arah atau dua arah), namun juga mengikuti filosofinya atau tujuan utamanya, dan detail lain yang menjadi aspek pengaturan yang diperlukan untuk mengimplementasikan pendekatan bangkom ini. C. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka pengaturan kebijakan tentang Magang dan Pertukaran Pegawai direkomendasikan untuk dirumuskan dalam Peraturan Bersama Lembaga Administrasi Negara dan Badan Kepegawaian Negara, dengan penekanan pada penguatan beberapa substansi pengaturan, seperti:
  • 23. 16| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a 1. Penguatan definisi dan dasar pertimbangan pelaksanaan magang dan pertukaran pegawai MAGANG PERTUKARAN PEGAWAI Definisi: Penempatan pegawai di luar unit kerja/instansinya dalam jangka waktu tertentu untuk menguasai kompetensi tertentu -yang relevan dengan kebutuhan pelaksanaan tusinya- dengan melibatkan diri dalam proses pekerjaan terkait dibawah bimbingan dan pengawasan mentor/ahli di bidangnya (Job shadowing) Dasar pertimbangan: 1. Kebutuhan memberikan experience sebelum menduduki suatu jabatan /adanya resiko dalam menduduki jabatan jika tidak melakukan magang di bawah bimbingan ahli sebelumnya (mengurangi resiko) 2. Adanya kejenuhan dalam organisasi, membutuhkan new experience untuk new idea/updating competency 3. Adanya kebutuhan untuk mengakuisisi kompetensi secara utuh (matang) 4. Kebutuhan membangun empati, memperluas perspektif, dsj/memahami sistem di luar dirinya Definisi: Penempatan pegawai pada posisi tertentu di unit kerja lain atau instansi lain secara dua arah dalam jangka waktu tertentu yang diharapkan dapat menjadi sarana pertukaran nilai, budaya kerja, kompetensi dan pengalaman yang dipandang relevan dengan kebutuhan kedua organisasi yang melakukan pertukaran (menduduki jabatan) Dasar Pertimbangan: 1. Kebutuhan untuk membangun komunikasi, pengertian, dan kerjasama/sinergi (penguatan networking) dengan unit/instansi lain dalam konteks peningkatan efektivitas performa organisasi hingga problem solving (strategic values) 2. Kebutuhan untuk bertukar keunggulan masing-masing instansi 2. Penguatan pendekatan magang dan pertukaran pegawai MAGANG PERTUKARAN PEGAWAI 1. Bundling model atau menjadi bagian dalam desain pelatihan klasikal tertentu (contoh pelatihan Jabatan Fungsional dan Kepemimpinan) 2. Independent model atau menjadi desain program pelatihan tersendiri (fleksibel, dapat didesain berdasarkan kebutuhan). Independen atau menjadi desain program pelatihan tersendiri. 1. Insidental mungkin akan terjadi pada 2 (dua) organisasi yang tidak memiliki irisan kepentingan strategik yang kuat namun memiliki kompetensi, nilai, pengalaman yang dapat dipertukarkan. 2. Kerjasama jangka panjang sangat diharapkan terjadi pada organisasi yang memiliki irisan kepentingan sektoral.
  • 24. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 17 3. Pengembangan scope magang dan pertukaran pegawai MAGANG PERTUKARAN PEGAWAI 1. Unit lain dalam instansi pemerintah 2. Instansi pemerintah lainnya (K/L/D) 3. Korporasi 4. Organisasi lainnya (menyesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi) 1. Antar unit dalam instansi pemerintah 2. Antar instansi pemerintah (K/L/D) 3. Antara instansi pemerintah dengan korporasi 4. Antara instansi pemerintah dengan organisasi lainnya (menyesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi) 4. Penggambaran mekanisme yang jelas dan terukur
  • 25. 18| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a D. Epilog Pengembangan kompetensi diharapkan dapat bertransformasi. Paradigma pengembangan kompetensi yang cenderung administratif-formal berubah menjadi substantif-strategik. Untuk itu, pengelolaan bangkom perlu didorong untuk dapat mewujudkan analisis kebutuhan bangkom yang presisi, penentuan peserta bangkom yang merepresentasikan kebutuhan organisasi, desain program bangkom yang efektif, hingga pencapaian target yang jelas dan terukur. Inisiasi ini dapat dimulai melalui jalur bangkom strategik seperti magang dan pertukaran pegawai. Dalam kerangka mendorong implementasi pertukaran pegawai dan magang dalam format yang ideal, terdapat kebutuhan untuk melakukan penyesuaian peraturan (revisi terhadap PerLAN No. 10 Tahun 2018) dan menyusunaturan teknis mengenai praktik magangdan pertukaran pegawaisecara nasional melalui Peraturan bersama LAN dan BKN. Pustaka Laporan Kajian Model Magang dan Pertukaran Pegawai. Pusat Inovasi Manajemen Pengembangan Kompetensi ASN. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2020 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS
  • 26. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 19 Polbrief 3 MODEL REWARD SYSTEM UNTUK APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) BERKINERJA TINGGI Azizah Puspasari – Anallis Kebijakan Ahli Muda Abstrak Tantangan utama dalam implementasi kebijakan pemberian reward bagi ASN adalah memadukan bentuk reward yang diterima bagi pegawai berkinerja tinggi. Reward yang diterima merupakan perpaduan finansial dan non-finansial yang akan memotivasi pegawai dalam berkinerja, sehingga menghasilkan predikat yang termasuk kategori berpredikat sangat baik dan baik sesuai dengan mekanisme penilaiankinerja yangtelah diatur. PolicyBriefinimerekomendasikanmodel reward system yang merupakan perpaduan dari finansial dan non-finansial berdasarkan pemetaan atas bentuk reward system dari instansi BUMN dan pemerintah daerah yang telah berhasil melaksanakannya. A. Pendahuluan Pembenahan sistem manajemen kinerja menjadi aspek krusial dalam mewujudkan penilaian kinerja yang lebih objektif dan transparan, serta reward dan punishment yang lebih jelas. Hal ini dipandang penting mengingat berbagai penelitian menyatakan bahwa sistem reward yang baik akan menjadi daya tarik bagi calon pegawai terbaik sekaligus mampu mempertahankan pegawai terbaik organisasi atau pegawai yang berkinerja tinggi. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2019 (PP30/2019) tentang Penilaian Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki reward melalui penilaian kinerja yang lebih terukur. Ditindaklanjuti dalam kebijakan turunannya yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dalam kebijakan tersebut, pegawai berkinerja tinggi atau memiliki predikat kinerja sangat baik akan mendapatkan
  • 27. 20| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a reward berupa prioritas talent pool dan pengembangan kompetensi dan penghargaan lainnya yang diatur dengan peraturan perundangan. Dalam kenyataannya, beberapa instansi pemerintah masih menggunakan kebijakan lama, sehingga beberapa kelemahan dalam penilaian kinerja masih belum teratasi. Pemberian reward kepada pegawai yang berkinerja tinggi juga masih sangat bervariasi, tergantung pada kebijakan internal dan instrumen penilaiannya. Fokus reward dalam bentuk finansial dan non-finansial di PP 30/2019 itu sendiri ternyata masih belum beragam dan menciptakan sebuah lingkungan kerja nyaman yang dibutuhkan pegawai. Policy brief ini akan menawarkan Model Reward System untuk ASN berkinerja tinggi yang dapat mewujudkan rasa keadilan dan kelayakan. Model dihasilkan melalui ekstraksi berbagai model reward system yang berlaku di instansi-instansi terpilih. B. Pembahasan Masalah Kebijakan pemberian reward bagi ASN yang berlaku di birokrasi pemerintah Indonesia, masih cenderung belum dimaksimalkan untuk memperbaiki iklim bekerja dan memotivasi pegawai. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan Kepada Pegawai Negeri yang Melakukan Kewajibannya secara Luar Biasa (PP 35/1964) merupakan salah satu peraturan sebagai inisatif untuk memberikan motivasi atau semangat kerja bagi PNS berkinerja tinggi yang mempunyai peran penting dalam pembangunan negara. Namun demikian, dinamika dan penyesuaian atas nilai inflasi yang ada menjadikan komponen dan mekanisme pemberian reward sesuai PP 35/1964 dianggap kurang relevan dipraktikkan di masa sekarang, walaupun bentuk reward sudah mencakup sisi finansial dan nonfinansial yang menjadi komponen signifikan dalam keberhasilan pemberian reward untuk memotivasi pegawai. Terbitnya PP 30 tahun 2019 sebagai pengganti dari PP 46 tahun 2011 mengarahkan penilaian kinerja pegawai secara keseluruhan dengan melihat kinerja yang dihasilkan. Penilaiannya tidak hanya dilakukan oleh Pejabat Penilai
  • 28. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 21 Kinerja PNS, namun juga berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan/atau bawahan langsung melalui metode 360°. Penilaian kinerja tersebut didasarkan pada pengukuran kinerja yang dapat dilakukan setiap bulan, triwulanan, semesteran, atau tahunan serta didokumentasikan dalam dokumen pengukuran kinerja (disesuaikan dengan kebutuhan organisasi). Hasil dari pengukuran kinerja tersebut akan dikategorikan berdasarkan angka yang diperoleh dengan sebutan/predikat: 1) Sangat Baik (nilai 110 < x < 120 dan menciptakan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi manfaat bagi organisasi atau negara); 2) Baik, nilai 90 < x < 120, tanpa ide baru; 3) Cukup, nilai 70 < x < 90; 4) Kurang, nilai 50 < x <70; dan 5) Sangat Kurang, nilai <50. Pengaturan pemberian reward dalam PP 30/2019 baru mencakup 2 hal, yaitu: prioritas untuk pengembangan kompetensi yang diterima bagi PNS yang selama 2 (dua) tahun berturut-turut mendapatkan penilaian dengan predikat baik dan diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi (talent pool) pada instansi bersangkutan. Padahal menurut Buhai, Cottini, & Nielseny (2008), untuk meningkatan produktivitas kinerja sebuah organisasi, yang dibutuhkan adalah perbaikan dimensi fisik lingkungan kerja (iklim internal). Amstrong (2009), menambahkan bahwa cara yang lebih pasti dalam mewujudkan peningkatan motivasi pegawai, komitmen dan kinerja adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, menantang, dan memberdayakan di mana individu dapat menggunakan kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan yang berarti yang menunjukkan penghargaan kepada mereka. Ketepatan pemberian penghargaan non finansial menjadi penting karena dapat memprediksi kinerja karyawan, semakin menantang suatu tujuan, semakin tinggi tingkat kinerjanya dan semakin tinggi kepuasan yang dirasakan (Mondy, 2008). Beberapa instansi baik dari pemerintah pusat maupun daerah, telah mempraktekkan pemberian reward dari segi finansial dan non finansial. Misalnya, dalam pengembangan model, ada beberapa bentuk reward yang relatif sama. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang sangat menarik, misalnya Pemerintah
  • 29. 22| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a Provinsi Jawa Barat memiliki sistem kinerja pegawai yang telah terintegrasi pada sistem kepegawaian dan sistem karir. Selain itu, model pemberian tambahan reward bisa mencapai 100 % dari Tunjangan Tambahan Penghasilan, yang dalam hal ini sangat memotivasi kinerja pegawai. Sedangkan Pemerintah kota Yogyakarta menyajikan “nilai gotong royong” dalam pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan yang didasarkan atas nilai kinerja organisasi. Untuk mengembangkan model Reward ASN berkinerja tinggi dilakukan pemetaan pada Person Reward yang diperoleh, meliputi Gaji / Salary, Tunjangan Hari Raya, Bantuan Biaya Perumahan, Rumah, Fasilitas, telekomunikasi, alat Kerja, Tunjangan Pajak, Jaminan Sosial, Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Fasilitas Kerja, Tunjangan Cuti Tahunan/Besar, Winduan. Pesangon, Program Pensiun dan Bantuan Hukum. Position Reward meliputi Take Home Pay (THP), Bantuan Kemahalan, Kemahalan Daerah, Kendaraan, Lingkungan Kerja, Bobot Jabatan, Fasilitas Jabatan, Fasilitas Perjalanan Dinas dan Benefit Pasca Kerja. Performance Base Reward meliputi Jasa produksi, Faktor Industri, Bonus, Mid Term Incentive, Sales Incentive, Insentive, Loan, Talent Pool, Talent Mobility, Tunjangan Kinerja, Career and Enviromental Rewards, Career Management (talent mobility, succession management, dan lainnya), Fast Track Program (Career Opportunity), Pembelajaran Formal, Development program (training, coaching, GPD/MP, dll), Employee reward & recognition, Flexible Reward (Point Based Reward), Work / life program (WAP, EVP, Olimpiakom, dll), Working environment dan menjadi Keanggotaan profesi. C. Rekomendasi Kebijakan Untuk memperbaiki system reward terhadap ASN berkinerja tinggi, terdapat beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, dan Biro/Unit Kerja yang menangani pengelolaan Sumber Daya Manusia di setiap instansi pemerintah pusat (Kementerian/Lembaga) dan pemerintah daerah, yaitu:
  • 30. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 23 1. Berdasarkan pemetaan, maka Model Reward ASN berkinerja tinggi berdasarkan predikat pegawai kinerja tinggi, sebagai berikut : Jenis Reward Level Kinerja Tinggi (Diatas Ekspektasi) Level Kinerja Tinggi (Diatas Ekspektasi) Predikat Sangat Baik Predikat Baik Non Finansial Talent Pool / Promosi / Fast Track Instansional atau nasional √ Prioritas Pengembangan Kompetensi (scolarship, training, coaching, GPD/MP, dll), √ √ Talent Mobility / Rotasi / Pengayaan Jabatan √ √ Work / Life Program √ Fasilitas √ √ Flexible Reward (Point Based Reward) √ √ Finansial Insentif / Tunjangan Kinerja / Bonus / Jasa Produksi √ Kemudahan Pinjaman √ 2. Mekanisme pemberian reward secara instansional dikoordinasikan oleh unit kerja yang menangani pengelolaan SDM, Keuangan dan atasan langsung. Teknis dalam pemberian reward dimulai dengan Penilaian Kinerja sesuai dengan PP 30/2019 dan Permenpan 8/2021, yang selanjutnya akan terlihat hasil/angka yang menunjukkan predikatnya. Untuk pegawai berkinerja tinggi yang akan mendapatkan reward dalam bentuk finansial, mekanismenya dilakukan oleh unit kerja yang mengelola SDM dan unit kerja
  • 31. 24| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a yang mengelola keuangan. Selanjutnya, reward dalam bentuk non finansial dikoordinasikan mekanismenya dengan Biro/bagian yang mengelola SDM dan atasan langsung. 3. Dalam hal acuan penilaian kinerja bagi pegawai berkinerja tinggi, perlu disusun kebijakan atau aturan turunan dari PP30/2019, yang mengatur penilaian bagi pegawai berkinerja tinggi di setiap instansi atau dibuat secara generik yang berlaku untuk semua instansi yang ditetapkan dengan peraturan mengenai pemberian reward. Pemberian reward dalam bentuk non-finansial yang mengakibatkan pembebanan anggaran pada APBN diatur oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. D. PENUTUP Pemberian reward dalam bentuk finansial dan non finansial merupakan perpaduan yang sangat signifikan dalam memotivasi pegawai. Untuk mewujudkan efektivitas implementasi sistem reward pegawai berkinerja tinggi, maka sistem manajemen kinerja pegawai perlu didesain secara holistik dan terintegrasi dengan sistem lainnya dalam siklus manajemen aparatur sipil negara yaitu: perencanaan sumber daya manusia, pengembangan karier, pengembangan kompetensi, serta reward and dicipline. Pustaka Pusat Kajian Manajemen Aparatur Sipil Negara. 2020. Laporan Kajian Model Kesejahteraan ASN (Insentif untuk ASN Berkinerja Tinggi). Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Armstrong, M. (2009). A Handbook of Human Resource Management Practice (11 Ed.) Cambridge, UK: Kogan Page Limited. Buhai, S., Cottini, E., & Nielseny, N. (2008). The impact of Workplace Conditions on Firm Performance (Working Paper Number 08-13). Retrieved from http://www.hha.dk/nat/wper/08-13_sebu.pdf Mondy, R.W. (2008). Human Resource Management, International Edition, Pearson Education International, New Jersey USA. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2019 (PP30/2019) tentang Penilaian Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan Kepada Pegawai Negeri yang Melakukan Kewajibannya secara Luar Biasa Peraturan Menteri Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil
  • 32. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 25 Polbrief 4 PRASYARAT MANAJEMEN TALENTA PADA INSTANSI PEMERINTAH Candra Setya Nugroho dan Sulistyaningsih - Analis Kebijakan Ahli Muda Abstrak Banyaknya kasus jual beli jabatan merupakan salah satu masalah yang mendasari perlunya untuk memperbaiki sistem pengelolaan SDM Aparatur, khususnya pemilihan pemimpin Instansi pemerintah. Salah satu strategi yang dilakukan adalah penerapan manajemen talenta. Beberapa kondisi yang ada pada saat ini masih belum mendukung dalam penerapan sistem tersebut. Sebagai sistem baru yang diadopsi dari sektor swasta, maka instansi pemerintah perlu mengetahui persyaratan manajemen talenta agar berjalan dengan baik. Persyaratan tersebut yaitu pola pikir pengembangan (development mindset), budaya kinerja (performance culture), sponsor/ dukungan pemimpin (executive sponsorship), dan sistem informasi sumber daya manusia yang baik (good human resource information sistem). A. Pendahuluan Pemerintah melalui Undang- Undang No. 05 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara berupaya untuk membangun sistem merit dalam manajemen ASN. Hal ini salah satunya tercermin dalam pemilihan pimpinan instansi pemerintah yang dilakukan melalui penerapan sistem open bidding atau lelang jabatan. Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan sistem ini masih memiliki celah yang memungkinkan terjadinya praktik jual beli jabatan. Sumber Detikcom, KPK.GO.ID
  • 33. 26| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a Kasus jualbelijabatan terjadi di beberapa daerahhingga instansi pusat, antara lain: Kabupaten Klaten, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Jombang dan Kementerian Agama (sumber: KPK.go.id). Kasus jual beli jabatan bahkan mengalami peningkatan dari Tahun 2015- 2016. Pada Tahun 2015, terdapat 191 kasus yang meningkat pada Tahun 2016 menjadi 278 kasus. Masih banyaknya kasus jual beli jabatan menunjukkan bahwa sistem pemilihan pimpinan instansi pemerintah masih menjadi masalah serius yang harus diselesaikan. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengatakan bahwa korupsi yang dihasilkan dari jual beli jabatan sangat fantastis, yaitu mencapai Rp.35 Triliun. Bahkan, terdapat harga yang dibandrol bagi setiap jabatan atau posisi, mulai dari pengawas sampai jabatan pimpinan tinggi (JPT). Untuk mewujudkan sistem pemilihan pimpinan instansi pemerintah yang lebih mendukung penerapan sistem merit, maka implementasi manajemen talenta perlu didorong di seluruh instansi pemerintah. Policy Brief ini akan membahas berbagai prasyarat yang dibutuhkan untuk menerapkan manajemen talenta di instansi pemerintah. B. Masalah Kebijakan Dalam rangka mendorong dan memberikan pedoman penerapan manajemen talenta di instansi pemerintah, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara. Meskipun manajemen talenta Sumber KASN, TEMPO, KEMENPAN RB, KOPRI, www.katadata
  • 34. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 27 sudah memiliki kebijakan yang menjadi payung hukum dalam penerapannya, akan tetapi secara praktek penerapan manajemen talenta instansi pemerintah tidak serta merta berjalan dengan sendirinya. Praktik manajemen talenta sudah dilakukan secara parsial oleh beberapa instansi pemerintah, misalnya pembuatan talent pool, pengelompokan pegawai kedalam kriteria talent (nine box), dan lain-lain. Saat ini, terdapat 24 instansi pemerintah yang ditunjuk sebagai percontohan penilaian penerapan manajemen talenta (JPNN.com). Pemilihan 24 instansi pemerintah ini didasarkan pada perolehan predikat sangat baik dalam Indeks Sistem Merit. Percontohan ini menjadi permulaan untuk memperbaiki manajemen talenta di instansi tersebut. Keberadaan 24 instansi percontohan penilaian manajemen talenta menjadi salah satu indikasi bahwa manajemen talenta belum diterapkan secara menyeluruh di instansi pemerintah. Sebagai sebuah sistem baru dalam pengelolaan SDM Aparatur, penerapan manajemen talenta kemungkinan besar akan terhambat oleh terlembaganya sistem lama. Hambatan yang dialami antara lain: 1. Pola Pikir Lama Paradigma dalam pengelolaan SDM lama akan menjadi hambatan utama dalam penerapan manajemen talenta. Hal ini karena pengelola SDM masih terbiasa dan merasa nyaman dengan paradigma atau sistem sebelumnya. Sistem sebelumnya masih belum menunjukkan komitmen dalam mendorong pengembangan SDM secara maksimal dan adil serta proporsional. Masih banyak instansi pemerintah yang belum memenuhi kewajibannya untuk memberikan pengembangan pegawainya minimal 20 JP/tahun; 2. Budaya Kinerja Rendah Masih belum optimalnya budaya kinerja yang dilakukan oleh Instansi pemerintah ditandai dengan masih banyaknya laporan atas keluhan yang dialami masyarakat. Data selama tahun 2018, Ombudsman menerima
  • 35. 28| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a 8.456 laporan pengaduan dugaan mal administrasi pelayanan publik yang mana angka ini, meningkat 6,3% dari tahun 2017; 3. Tidak Adanya Sistem Pengkaderan Saat ini sangat minim atau bahkan tidak ada Instansi pemerintah yang mempunyai perencanaan terkait pemberian bimbingan oleh pemimpin atau pegawai senior (berpengalaman) bagi kadernya (calon pimpinan) atau pegawai yang lebih junior. Meskipun saat ini bimbingan tesebut sudah dilakukan, tetapi hal tersebut tidak direncanakan dengan sistematis dan sesuai kebutuhan organisasi secara menyeluruh. 4. Sistem Informasi SDM yang Belum Optimal Saat ini mayoritas Instansi pemerintah sudah memiliki sistem informasi SDM, tetapi kondisinya masih belum memadai untuk pelaksanaan manajemen talenta. Saat ini sistem informasi lebih berkaitan dengan kehadiran dan target dan capaian kinerja SDM saja, belum dilengkapi dengan perencanaan pengembangan karir. Sebagai upaya untuk menerapkan manajemen talenta, maka instansi pemerintah perlu mengatasi berbagai hambatan di atas dan menyiapkan prasyarat dalam pelaksanaan manajemen talenta. Hal ini ditujukan untuk mendorong penerapan manajemen talenta agar dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan. C. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan deskripsi masalah di atas, untuk dapat menerapkan manajemen talenta pada Instansi pemerintah secara optimal diperlukan prasayarat sebagai berikut (PKP2A I LAN, 2015): 1. Pola Pikir Pengembangan (Development Mindset) Instansi pemerintah harus mempunyai pola pikir pengembangan (development mindset) agar program manajemen talenta dapat berhasil. Pola pikir ini merupakan suatu pola pikir yang mengutamakan pengembangan pribadi-pribadi pegawai yang ada dalam Instansi tersebut.
  • 36. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 29 Dengan demikian, agar instansi pemerintah berhasil dalam mengelola program manajemen talenta, maka instansi pemerintah harus memiliki development mindset, yaitu selalu berpikir untuk mengembangkan Pegawai Negeri Sipil. 2. Budaya Kinerja (Performance Culture) Instansi pemerintah harus memiliki, menghayati, dan mengimplementasikan budaya kinerja tinggi (high performance culture) agar dapat mengimplementasikan manajemen talenta. Ini adalah situasi ketika Instansi senantiasa berusaha menemukan indikator kinerja setiap posisi, menjadikannya sebagai dasar untuk menilai keberhasilan seseorang serta sebagai alat ukur dalam memberikan kompensasi kepada setiap orang. Dengan demikian, agar instansi pemerintah berhasil dalam mengelola program manajemen talenta, maka instansi pemerintah harus memiliki performance culture agar keberhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan indikator kinerjanya. 3. Sponsor/ Dukungan Pemimpin (Executive Sponsorship) Instansipemerintahharus memiliki eksekutif puncak, boardof director,atau pemimpin senior yang menjadi sponsor atau pendukung utama pengembangan pegawai-pegawai berpotensi tinggi agar dapat berhasil mengelola program manajemen talenta. Dengan demikian, agar instansi pemerintah berhasil dalam mengelola program manajemen talenta, maka instansi pemerintah harus memiliki executive sponsorship yang dapat mengabdikan dirinya untuk memberikan bimbingan, pendidikan, dan pemberdayaan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diproyeksi sebagai calon pemimpin masa depan. 4. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia yang Baik (Good Human Resource Information Sistem) Instansi pemerintah harus menghadirkan infrastruktur, investasi, dan sistem informasi SDM yang akurat dalam mendukung pengelolaan program manajemen talenta. Secara terus menerus Instansi memelihara
  • 37. 30| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a dan perbaruan data untuk merekam posisi pegawai berada, pernah ke posisi dan penugasan mana saja, dan ke mana seharusnya pegawai dipindahkan dalam rangka pengembangan kompetensi pegawai tersebut setiap waktu. Sistem informasi Sumber Daya Manusia (SDM) juga perlu memuat informasi core competencies organisasi, profil kompetensi pegawai, serta riwayat pengembangan kompetensi pegawai. Berger (2004 p 23-33) mengungkapkan terdapat 4 (empat) langkah utama dalam mengelola talent yaitu : pertama, mengidentifikasi core competencies organisasi dan menyiapkan tool untuk melakukan assessment. Kedua, mengidentifikasi program pengembangan kompetensi untuk memenuhi core competencies. Ketiga, melakukan penilaian kompetensi dan forecasting terhadap potensi pegawai. Keempat, menyiapkan action plan untuk mengelola setiap talent. Sistem informasi SDM diharapkan dapat mengakomodasi keempat tahapan pengelolaan manajemen talenta tersebut. D. Penutup Manajemen talenta merupakan sistem yang sudahteruji mampu mewujudkan manajemen SDM yang profesional (merit), dengan sektor swasta sebagai presedennya. Mengetahui prasyarat penerapan manajemen talenta adalah salah satu kunci agar instansi pemerintah dapat menyiapkan diri untuk meminimalisir hambatan yang mungkin muncul dan mendistraksi penerapan manajemen talenta di masa yang akan datang. Kebutuhan untuk melakukan perbaikan pengelolaan SDM Aparatur memang tidak akan pernah berhenti. Namun demikian, bergerak maju harusdilakukan dengan memperbaiki warisankesalahan dimasalalu,sebagai sebuah prasyaratnya.
  • 38. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 31 Pustaka Berger Lance A. 2004. Four Steps to Creating a Talent Management System dalam Berger, Lance A dan Berger Dorothy R (editor). Talent Management Handbook. Creating Organizational Excellence by Identiyfing, Developing, and Promoting Your Best People. The McGrow-Hill Companies Laporan Kajian Manajemen talenta Dalam Pengembangan Karier Pegawai Negeri Sipil. Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I, Jatinangor. Lembaga Administrasi Negara, 2015. Peraturan Menteri PemberdayaanAparaturNegara dan Reformasi Birokrasi No.3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara JPPN.Com. 2021. Artikel berita edisi 21 Maret 2021 berjudul “24 Instansi Pemerintah ini jadipilotprojectpenilaian penerapan manajemen talenta ASN, ini Daftarnya” diakses di https://www.jpnn.com/news/24-instansi- pemerintah-ini-jadi-pilot-project-penilaian-penerapan-manajemen-talenta- asn-ini-daftarnya
  • 39. 32| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a Polbrief 5 PEMERINGKATANKINERJAPNSSECARATRANSPARANDALAM KERANGKAIMPLEMENTASIPERMENPANNOMOR8TAHUN2021 TENTANGSISTEMMANAJEMENKINERJAPNS Yuliardi Agung Pradana dan Putra Budi Darmawan – Analis Kebijakan Ahli Pertama Abstrak Penilaian kinerja yang objektif akanmenciptakan lingkungan kerja yangpositif dan mendorong motivasi berprestasi pegawai. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa sistem penilaian kinerja hingga saat ini belum mampu mereduksi subjektivitas pimpinan secara signifikan dalam melakukan penilaian terhadap bawahannya. Terbitnya PermenPAN dan RB No. 8/2021 Tentang Sistem Manajemen Kinerja PNS membawa harapan baru bagi terwujudnya objektivitas sistem penilaian kinerja ASN. Policy brief ini kemudian menawarkan model transparansi kinerja sebagai implementasi dari PermenPAN dan RB No. 8/2021 Tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Melalui penerapan sistem ini, tanpa seleksi terbuka pun, calon-calon terkuat yang akan menduduki jabatan strategis telah tertera dalam high performance group pada sistem penilaian kinerja tersebut. Model tersebut memiliki lima karakteristik yaitu: pertama, pelaksanaan monitoring dan evaluasi capaian SKP dan Perilaku Kerja setiap bulan berjalan. Kedua, penerapan penilaian 360˚ terhadap ASN. Ketiga, hasil penilaian kinerja juga perlu disandingkan dengan peran/kontribusi ASN dalam pencapaian rencana strategis unitkerja. Keempat, penilaian terhadap komponen Prestasi Kerja tersebut terbuka secara transparan pada sebuah sistem yang dapat diakses oleh seluruh ASN dalam organisasi. Kelima, penilaian terhadap komponen Prestasi Kerja tersebut terbuka secara transparan pada sebuah sistem yang dapat diakses oleh seluruh ASN dalam organisasi. A. Pendahuluan Penilaian kinerja yang objektif adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif dan mendorong motivasi berprestasi pegawai. Untuk itu, model penilaian kinerja yang digunakan akan sangat berperan penting dalam mewujudkan lingkungan kerja yang positif dan mendorong motivasi pegawai untuk menunjukkan performa terbaiknya. Hingga saat ini, berbagai peraturan terkait penilaian kinerja telah dikeluarkan untuk mendorong terwujudnya objektivitas penilaian kinerja ASN. Namun demikian, berbagai penelitian mengungkapkan bahwa sistem penilaian kinerja hingga saat ini belum mampu
  • 40. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 33 mereduksi subjektivitas pimpinan secara signifikan dalam melakukan penilaian terhadap bawahannya. Menurut BKN, hasil Pilot Project Manajemen Kinerja PNS Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019, menunjukkan bahwa kinerja hampir semua PNS masuk dalam kategori baik (bahkan, sekitar 20 persen memperoleh nilai amat baik). Pada sisi lain, Ombudsman RI menyatakan telah menerima 7.204 laporan laporan masyarakat yang terkait dengan penyelenggaraanpelayanan publik(LaporanTahunan OmbudsmanRI Tahun 2020 "Mengawal Pelayanan Publik di Masa Pandemi Covid-19"). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja individu pegawai dan kinerja organisasi belum berjalan linier. Terbitnya PermenPAN dan RB No. 8/2021 Tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil telah mengatur bagaimana implementasi dari penilaian kinerja. Penilaian kinerja ASN dilakukan dengan menggabungkan nilai SKP dan Perilaku Kerja. Nilai SKP diperoleh dengan membandingkan realisasi dan target SKP, sedangkan nilai perilaku membandingkan standar perilaku kerja dengan penilaian perilaku kerja. Hal ini membawa harapan baru bagi terwujudnya objektivitas sistem penilaian kinerja ASN. Policy brief ini akan menawarkan model transparansi kinerja sebagai implementasi dari PermenPAN dan RB No. 8/2021 Tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. B. Analisis Masalah Dengan perkembangan TIK yang masif, beberapa instansi pemerintah telah menerapkan manajemen kinerja berbasis TI. Namun demikian, sistem berbasis TI adalah instrument pasif (bukan AI) yang memerlukan dukungan SDM pengelola kinerja, penilai kinerja, dan tim penilai kinerja untuk dapat menjalankan sistem yang dibangun secara objektif. BKN melalui Direktorat Kinerja ASN pada kurun waktu dua tahun (2018- 2019), melakukan evaluasi penerapan manajemen kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari hasil evaluasi tersebut diperoleh data bahwa sebagian besar instansi belum menerapkan manajemen kinerja secara baik (50% hanya berpredikat cukup
  • 41. 34| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a dan 11,7% bahkan buruk). Berbagai penelitian mengungkapkan 4 faktor penyebab subjektivitas penilaian kinerja sebagai berikut: 1. Sasaran kerja dan beban kerja yang diperjanjikan sebagai indikator kinerja pegawai tidak disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang terdapat dalam hasil analisa jabatan. 2. Pembuktian indikator sasaran kerja masih dapat dimanipulasi karena tidak tersedia sistem informasi kinerja yang mampu mengunci pembuktian pencapaian sasaran kerja. 3. Penilaian perilaku kerja hanya dilakukan 90˚ oleh atasan langsung yang berakibat munculnya rasa belas kasihan atau rasa tidak suka pimpinan yang berdampak pada biasnya kinerja pegawai. 4. Penilaian kinerja hanya dilakukan sekali dalam setahun sehingga tidak mampu menunjukkan progress kinerja pegawai yang dinilai dan cenderung membuat atasan langsung hanya menilai hasil akhir dan melupakan proses dari upaya pencapaian kinerja tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dibangun pola penilaian kinerja yang transparan dan berkelanjutan sebagai salah satu upaya dalam menentukan suksesor pada jabatan-jabatan yang strategis ke depan. Pola pemeringkatan kinerja ASN yang dilakukan secara transparan dapat menjadi terobosan baru. Pemeringkatan kinerja menjadi alternatif dalam menilai kinerja ASN karena dapat menggambarkan profil kinerja ASN secara nasional. Pola penilaian kinerja dengan pemeringkatan akan semakin memotivasi pegawai dalam meningkatkan kinerja. C. Rekomendasi Kebijakan Adapun beberapa gagasan terkait dengan implementasi model pemeringkatan kinerja transparan antara lain: 1. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi capaianSKP dan Perilaku Kerja setiap bulan berjalan. Komponen dalam pemeringkatan kinerja diisi dengan SKP dan Perilaku Kerja. Namun monitoring dan evaluasi capaian SKP dan
  • 42. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 35 Perilaku Kerja perlu dilakukan tidak hanya pada akhir tahun, akan tetapi pada setiap bulan berjalan. 2. Penerapan penilaian 360˚ terhadap ASN. Penilaian dilakukan tidak hanya secara subjektif oleh atasan/pimpinan. Penilaian dilakukan dengan seluruh rekan sejawat dalam satu unit kerja. Penilaian ini menjadi komposisi persentase dalam aspek capaian Perilaku Kerja. 3. Hasil penilaian kinerja juga perlu disandingkan dengan peran/kontribusi ASN dalam pencapaian rencana strategis unit kerja. ASN membuat daftar output kinerja dalam kurun waktu sebulan, yang hasilnya terbuka/transparan terlihat oleh satu unit kerja dalam sebuah sistem. 4. Selain itu ASN juga dinilai berdasarkan kinerja tambahan seperti kemampuan dan kontribusinya dalam pemikiran di luar unit kerja. Kinerja tambahan dapat berupa development commitment dan community involvement. Jenis kinerja ini mendorong pegawai untuk berkontribusi terhadap pencapaian sasaran unit kerja/instansi di luar tugas pokok jabatannya. Pengetahuan dan wawasan di luar unit kerja menjadi komponen presentase tambahan bagi ASN. 5. Penilaian terhadap komponen Prestasi Kerja tersebut terbuka secara transparanpadasebuah sistem yangdapatdiaksesolehseluruh ASN dalam organisasi. Dalam setiap output kinerja ASN nantinya akan dihasilkan kelompok kinerja pada setiap periode bulan dan tahun berjalan dengan high performance, middle performance, dan low performance. Pemeringkatan kinerja tahunan yang dimaksudkan untuk menyusun profil kinerja PNS dalam satu unit dan/atau Instansi Pemerintah, dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan prioritas pengembangan kompetensi dan pengembangan karier pegawail. Pada akhirnya capaian kinerja dengan pemeringkatan tersebut akan terhubung dengan kompensasi, pengembangan diri, dan karir pegawai. Untuk itulah diperlukan perubahan manajemen kinerja dengan capaian kinerja individu yang selaras dengan ukuran kinerja organisasi. Keseluruhan sistem harus dibangun dengan memanfaatkan TI.
  • 43. 36| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a D. Penutup Pemeringkatan performance ASN secara transaparan dalam sebuah sistem menjadi dasar kebutuhan bidang Sumber Daya Manusia dalam menentukan talent pool yang akan menduduki jabatan strategis organisasi. Dengan demikian, tanpa seleksi terbuka pun, calon-calon terkuat yang akan menduduki jabatan strategis sudah telah terlihat rekam jejak maupun pencapaiannya yang tertera dalam high performance group pada sistem penilaian kinerja tersebut. Pustaka Laporan Kajian Pengembangan Manajemen Talenta Bagi Pegawai Negeri Sipil di Instansi Daerah. Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II, Makassar. Lembaga Administrasi Negara, 2018. PerMenPAN dan RB No. 8/2021 Tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil
  • 44. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 37 Polbrief 6 PENGUATAN SISTEM PENILAIAN KINERJA ASN DALAM POLA KERJA BERBASIS KOMBINASI WFH DAN WFO Hidayaturahmi – Dosen Lektor Abstrak Hasil penilaian kinerja ASN di tatanan normal baru cenderung menunjukkan adanyapenurunan kinerja baiksecarakualitasmaupun kuantitas, yangdisebabkan oleh faktor individu, dukungan organisasi, dan dukungan manajemen, yaitu system kerja ASN. SE Menpan RB Nomor 30 tahun 2020 mengatur bahwa sistem kerja ASN menjadi terbagi dua, yaitu pelaksanaan tugas kedinasan di rumah dan pelaksanaantugas kedinasan di kantor. Kebijakan ini kemudiandirevisimenjadi SE Menpan RB Nomor 67 tahun 2020, dimana kedua sistem pelaksanaan tugas tersebut disesuaikan dengan situasi perkembangan kasus covid 19 baik secara nasional maupun lokal wilayah dimana instansi ASN berada. Perubahan pola kerja ASN ini memerlukan perhatian dan tindak lanjut pada kemungkinanan dilakukannya perubahan kebijakan pada sistem penilaian kinerja ASN. Hal ini ditujukan untuk dapat memberikan objektivitas penilaian yang sesuai dengan tugas dan tanggungjawab serta potensi sumber daya yang dimiliki pegawai. Penguatan sistem penilaian kinerja yang berbasis kombinasi WFH dan WFO menjadi rekomendasi dalam kajian ini. A. Pendahuluan Pandemi covid 19 yang telah terjadi sejak tahun 2019 di seluruh belahan dunia telah membuat perubahan tatanan kehidupan bagi seluruh masyarakat. Perubahan-perubahan gaya hidup dan kebiasaan dalam kehidupan manusia mau tidak mau harus dapat menyesuaikan dengan keadaan yang baru dimana social distancing dan physical distancing menjadi karakter baru yang harus dijalankan oleh masyarakat dalam melakukan interaksi dengan sesama manusia. Begitu pula dengan organisasi sektor pemerintah, dimana pemerintah juga harus melakukan penyesuaian jam operasional perkantoran sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. Berdasarkan Surat Edaran Menteri PAN RB nomor 58 tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara Dalam Tatanan Normal Baru, diatur
  • 45. 38| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a adanya ketentuan pola kerja dengan pelaksanaan tugas kedinasan di rumah (Work from Home/ WFH) dan pelaksanaaan tugas kedinasan dari kantor (Work from Office/WFO). Kedua istilah ini kemudian menjadi suatu sistem tatanan baru yang berlaku di dunia kerja saat ini baik di sektor swasta maupun sektor pemerintah. Dalam SE Menteri PAN RB tersebut diatur bahwa penentuan ASN yang dapat melaksanakan tugas kedinasan di rumah (WFH) dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek, salah satunya adalah hasil penilaian kinerja pegawai. Dalam UU ASN Nomor 5 tahun 2014 pasal 75 diatur mengenai penilaian kinerja, dimana disebutkan bahwa penilaian kinerja ASN didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karir. Pertanyaannya adalah: bagaimana memastikan bahwa kedua sistem ini dapat berjalan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk menjaga efektivitas pembinaan ASN di tatanan normal baru? Kebijakan penilaian kinerja ASN saat ini mengacu pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 tahun 2013 tentang ketentuan pelaksanaan PP Nomor 46 tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja PNS dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019 tentang penilaian kinerja PNS. PP nomor 30 tahun 2019 tersebut mengamanatkan penilaian kinerja wajib dilakasanakan dalam kerangka sistem manajemen kinerja PNS yang terdiri atas perencanaan kinerja, pelaksanaan, pemantauan dan pembinaan kinerja, penilaian kinerja serta tindak lanjut hasi penilaian kinerja, yang dikelola dalam suatu sistem informasi kinerja. Dalam peraturan terbaru, Peraturan Menpan RB nomor 8 tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja PNS juga belum diatur dengan jelas batasan manajemen kinerja dengan perspektif WFH Dan WFO. B. Analisis Masalah Beberapa data dan studi menunjukkan adanya permasalahan dalam kualitas kinerja ASN. Kementerian PAN RB mengidentifikasi berbagai keluhan masyarakat terkait kinerja pelayanan publik di masa pandemi. Keluhan paling banyak terkait pelayanan administrasi kependudukan sebanyak 153 laporan, pelayanan kelistrikan 116 laporan, perpajakan 40 laporan, perijinan 20 laporan, keimigrasian
  • 46. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 39 11 laporan, dan minyak dan gas 8 laporan (Tempo 2020). Berdasarkan survei litbang Kompas pada tanggal 22-24 April 2020, juga diketahui terdapat kekhawatiran publik di tengah pandemi covid 19, yaitu kesulitan memperoleh bahan pokok sebanyak 38%, tidak adanya pelayanan kesehatan berkualitas sebanyak 23%, menurunnya profesionalitas ASN sebanyak 9,2%, tidak dapat mengurus suratmenyurat dan perijinan yang berdampakpada bisnis sebanyak 8%, dan tidak mendapatkan pekerjaan sebanyak 7,3% (Ombudsman 2020). Berkaitan dengan hal ini, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu (Simanjuntak 2011): pertama, Faktor individu, yaitu kemampuan dan ketrampilan untuk melakukan kerja; Kedua, Faktor dukungan organisasi, yaitu bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi kerja; Ketiga, Faktor dukungan manajemen, yaitu kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan untuk membentuk sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis. Ketiga faktor ini penting dalam mempengaruhi kinerja pegawai. Apabila salah satunya mengalami hambatan, maka akan mempengaruhi total kualitas kinerja secara keseluruhan. Berkaitan dengan WFH yang menuntut kemampuan pegawai untuk dapat mengoperasionalkan pelaksanaan tugasnya di rumah, maka dibutuhkan kemampuan dan ketrampilan khususnya dalam bidang digital. Sebagai contoh untuk mengikuti rapat-rapat melalui media online zoom, penyusunan laporan berbasis aplikasi, dan sebagainya. Berkaitan dengan dukungan organisasi, dimana dalam kondisi normal organisasi bertanggung jawab dalam menyediakan sarana dan prasarana pendukung kerja. Sebaliknya ketika WFH setiap pegawai dituntut untuk dapat menyediakan sarana dan prasarana pendukung secara mandiri. Misalnya penyediaan paket data, atau jaringan internet. Kalaupun sarana tersebut dapat disediakan secara mandiri oleh pegawai terkadang kendala jaringan yang berasal dari provider juga dapat menimbulkan masalah di luar kemampuan pegawai. Beberapa studi juga menunjukkan adanya hambatan dalam pelaksanaan WFH yaitu:penggunaan teknologi yang terkadangmengalami gangguan saat berdinas di
  • 47. 40| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a rumah dan juga adanya keterbatasan pada dukungan perangkat dalam bekerja yang tersedia di rumah (Ashal 2020). Ketiga, faktor dukungan manajemen, dalam hal ini bagaimana manajemen atau pimpinan dapat menciptakan sistem kerja yang kondusif, yaitu pada system penilaian kinerja dan indikator yang digunakan. Belum adanya penilaian kinerja yang objektif atas kombinasi WFH dan WFO menimbulkan potensi terjadinya opportunistics dan free-riding behaviour yang tidak sehat. Padahal, penilaian kinerja yang objektif akan dapat meningkatkan optimalisasi kinerja pegawai dan dapat berkontribusi pada organisasi yang berkinerja maksimal. SE MENPAN RB nomor 58 tahun 2020 mengatur bahwa pola kerja ASN di masa pandemi yang masih berlangsung hingga saat ini diberlakukan dengan pola WFH danWFOsesuai dengan perkembangan kondisi dan situasi di masing-masing wilayah. SE Menpan RB ini tidak secara cepat direspon pada sistem penilaian kinerja yang baru sesuai dengan perubahan pola kerja yang ada. Hal ini mulai menimbulkan kekhawatiran publik atas kinerja pelayanan ASN dan menurunnya kualitas dan kuantitas kinerja ASN dari hasil evaluasi kinerja oleh karena sistem penilaian kinerja belum dapat diterapkan dalam pola kerja kombinasi WFH dan WFO. C. Rekomendasi Kebijakan Dengan adanya situasi tersebut di atas, dibutuhkan intervensi terhadap kebijakan sistem penilaian kinerja untuk menjamin objektivitas penilaian kinerja. Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam penguatan proses penilaian kinerja dalam pola kerja kombinasi WFO dan WFH adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan target output yang jelas untuk setiap pegawai. Sehingga tidak terjadi opportunistics dan free-riding behaviour. Pola kerja kombinasi WFO dan WFH benar-benar sebagai bagian dari konsep flexible work arrangement kemudian benar-benar dapat memotivasi peningkatan kinerja pegawai;
  • 48. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 41 2) Mengembangkan budaya digital. Digitalisasi proses kerja dan pelayanan di era disrupsi dan era new normal menjadi sebuah keniscayaan. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat dua hal yang perlu disiapkan yaitu: a. Sistem kerja dan pelayanan publik berbasis digital. Hal yang perlu diperhatikan dalam membangun sistem tersebut bahwa digitalisasi tidak hanya dipandang sebagai proses mengubah dari proses offline ke online, namun ada reviu dari proses bisnis existing. Sharing data dan informasi antar unitkerja internal dan eksternalperludilakukan. Mobileservice juga perlu disiapkan untuk semakin mempermudah pelaksanaan tugas dan fungsi pegawai dan pelayanan publik. Apabila hal tersebut telah terpenuhi, maka bisa dikatakan digitalisasi yang dilakukan sudah pada tahap digital government; dan b. Menyiapkan progran-program pengembangan kompetensi untuk pengembangan kompetensi pegawai. D. Penutup Sistem penilaiain kinerja yang tidak objektif akan menciptakan demotivasi pegawai. opportunistics dan free-riding behaviour tentunya akan banyak bermunculan. Oleh karenanya, langkah-langkah penguatan sistem penilaian kinerja harus dilakukan dengan baik. Target kinerja organsiasi harus dapat dilakukan cascading sampai level individu, segingga terbagi rata. Sehingga WFH dan WFO dapat menimbulkan dampak pada peningkatan motivasi kerja bukan sebaliknya. Pustaka Ashal, R.A.,2020. Pengaruh Work From Home Terhadap Kinerja Aparatur Sipil Megara diKatroImigrasiKelas IKhusus TPIMedan, JurnallmiahKebijakan Hukum, Juli, vol.14:223-242. Muttaqin, T., 2020. Penilaian Kinerja Pegawai Berbasis WFH dan WFO, Proyek Perubahan, Jakarta: LAN. Simanjuntak, P.J., 2011. Manajemen dan Evaluasi Kinerja, Jakarta: FEUI. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
  • 49. 42| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil Surat Edaran Menpan RB Nomor 58 tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai ASN dalam Tatanan Normal Baru Ombudsman Republik Indonesia, 8 Mei 2020. Evaluasi Pelayanan Publik Selama Pandemi, https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--evaluasi-pelayanan- publik-selama-pandemi (akses 26 Juli 2021). Tempo, 24 Juni 2020. Kinerja ASN di Era New Normal Wajib di Evaluasi, https://bisnis.tempo.co/read/1357415/kinerja-asn-di-era-new-normal- wajib-dievaluasi-ini-sebabnya (akses 26 Juli 2021)
  • 50. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 43 Polbrief 7 PERALIHAN PEGAWAI NON PNS/TENAGA HONORER MENJADI PPPK DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INSTANSI PEMERINTAH Mohd Febrianto – Analis Kebijakan Ahli Pertama Abstrak Kehadiran PP 56 tahun 2012 menjadi penutup bagi pegawai non PNS/ tenaga honorer untuk diangkat menjadi CPNS. Namun demikian, lahirnya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tenyata masih menyisakan tugas bagi pemerintah untuk membenahi status kepegawaian di instansi pemerintah yang hanya terdiri dari PNS dan PPPK. Aturan pelaksana pada PP 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK menjadi solusi bagi instansi pemerintah dalam membenahi status SDM pemerintah sehingga memiliki pola karir yang jelas dan terukur. PP tersebut mengamanahkan bahwa setiap pegawai non PNS/tenaga honorer diberikan masa transisi 5 tahun untuk dapat beralih menjadi CPNS atau CPPPK sesuai dengan syarat dan prosedur yang berlaku. Namun hingga saat ini masih terdapat beberapa instansi pemerintah yang melakukan rekrutmen tenaga honorer -yang seharusnya sudah dihentikan sejak terbitnya PP tersebut-. Dengan demikian, pemerintah diharapkan dapat melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap implikasi dari kebijakan tersebut, serta menetapkan kebijakan yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan eksisting. A. Pendahuluan Manajemen pegawai non PNS atau tenaga honorer dinilai tidak seusai dalam mewujudkan Indonesia maju. Mulai dari perekrutan yang tidak dilakukan secara selektif hingga jenjang karir yang tidak jelas dan dapat diukur. Pegawai non PNS dipekerjakan tidak melalui skema yang jelas. Bahkan, masing-masing unit kerja di setiap instansi dapat mempekerjakan tenaga non PNS tersebut tanpa adanya kejelasan dan kepastian hukum. Tak heran jika banyak pegawai non pns atau tenaga honorer yang tidak memiliki keahlian. Oleh karena itu penghapusan tenaga honorer bertujuan untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdasarkan SDM yang berkeahlian (Rahma, 2020). Implementasi UU ASN yang lahir pada tahun 2014 diharapkan dapat menjadi pintu awal untuk membenahi status kepegawaian SDM di instansi pemerintah. Dalam Pasal 6 UU No. 5/2014 tentang ASN, hanya terdapat 2 (dua) status
  • 51. 44| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan demikian, instansi pemerintah seharusnya tidak dapat lagi melakukan perekrutan pegawai non PNS/tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Namun demikian, implementasi kebijakan ini dilakukan secara bertahap. Penertiban atau penyelesaian status pegawai non PNS atau tenaga honorer itu sendiri telah dilakukan sejak dulu yaitu kesempatan peralihan status kepegawaian menjadi PNS melalui PP 56 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP 48 Tahun 2005. Saat ini, kesempatan untuk tetap bekerja di instansi pemerintah dibuka juga melalui jalur PPPK. PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK memberikan masa transisi 5 tahun hingga 2023 bagi pegawai non PNS/tenaga honorer untuk masih dapat bekerja di instansi pemerintah dengan segera beralih status kepegawaian menjadi CPNS atau CPPK sesuai syarat dan prosedur yang berlaku. Dengan demikian, pasca 2023 instansi pemerintah sudah tidak dapat lagi melakukan perekrutan pegawai non PNS/tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Kenyataannya, saat ini selain PNS dan PPPK, beberapa instansi pusat dan daerah masih masih merekrut dan memperkerjakan pegawai non PNS atau tenaga honorer guna memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan kata lain, walau ketegasan terkait pengelolaan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah sudah diatur di level Undang-Undang, namun kebijakan terkait pengaturan pegawai non PNS atau tenaga honorer masih menjadi kebijakan instansional. B. Deskripsi Masalah Lahirnya UU ASN berikut aturan turunannya ternyata belum sepenuhnya menjadi solusi bagi pemerintah dalam membenahi status SDM di lingkungan instansi pemerintah yang berdasarkan pada SDM unggul dan berdaya saing internasional. Saat ini, dapat didentifikasi berbagai masalah dalam implementasi kebijakan sebagai berikut:
  • 52. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 45 1. Pasca lahirnya PP 56 Tahun 2012 sebagai penutup pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, hingga saat ini belum ada payung hukum atau skema peralihan yang jelas untuk mengakomodir pegawai non PNS/ tenaga honorer non kategori dan K2 yang masih ada; 2. Kebutuhan SDM pada instansi pemerintah belum sepenuhnya berdasarkan pada kebutuhan organisasi dan sesuai dengan dokumen kebutuhan SDM. Hal ini membuka peluang bagi penggunaan tenaga honorer dalam menutupi kebutuhan SDM instansi pemerintah. 3. Sudah 3 tahun berlalu sejak ditetapkannya PP 49 Tahun 2018, namun rekrutmenpegawainonPNS/tenaga honorermasih terjadihinggasaatini.Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan terkait ASN belum dapat diterapkan secara konsekuen. Beberapa instansi pemerintah masih menganggap pengadaan pegawai non PNS/ tenaga honorer dapat dengan cepatmenjawab pemenuhan kebutuhan SDM di organisasi. 4. Sebagian besar pegawai non PNS/tenaga honorer merupakan SDM yang sudah lama bekerja di instansi pemerintah dan tidak dapat memenuhi persyaratan menjadi CPNS. PP 49 Tahun 2018 menjadi harapan bagi mereka untuk dapat menjadi prioritas dalam peralihan status menjadi PPPK. Pada sisi lain, pemerintah juga harus memperhatikan kualifikasi PPPK; 5. Perpres 38 Tahun 2020 dikeluarkan sebagai solusi dalam menjawab jenis jabatan fungsional apa saja yang dapat diisi oleh PPPK. Namun demikian, apakah semua jenis jabatan yang ada dalam Perpres tersebut sudah mengakomodir kebutuhan organisasi? C. Rekomendasi Dalam mengatasi permasalahan tersebut, rekomendasi yang ditawarkan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah dapat mempertimbangkan pegawai non PNS/tenaga honorer yang sudah lama mengabdi dan tidak memenuhi syarat usia untuk mengikuti
  • 53. 46| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a CPNS serta memiliki kompetensi yang baik untuk didorong dan diikutsertakan menjadi CPPPK. 2. Perlu adanya evaluasi pemerintah terhadap implikasi PP 49 Tahun 2018 dan pengawasan terhadap instansi pemerintah untuk tidak melakukan rekrutmen pegawai non PNS/tenaga honorer. 3. Dengan telah terbitnya Perpres 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK, maka sudah saatnya pemerintah menegaskan kepada seluruh instansi pemerintah untuk berhenti melakukan perekrutan pegawai non PNS/ tenaga honorer. 4. Dengan telah terbitnya Perpres 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang Dapat Diisi oleh PPPK dan Perpres 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK, maka setiap instansi pemerintah sudah harus mempersiapkan dokumen kepegawaian sebagai syarat dalam pemenuhan kebutuhan SDM di instansi pemerintah. Perlu adanya kebijakan yang mendorong kapasitas instansi pemerintah untuk dapat menyusun kebutuhan PNS dan PPPK di instansinya secara objektif. D. Penutup Komitmen untuk membenahi pengelolaan kepegawaian dalam instansi pemerintah harus ditegakkan. Perangkat regulasi terbaru, yaitu PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK harus mampu menjadi momentum perubahan. Cukuplah belasan tahun inkonsistensi kebijakan menjadi pelajaran untuk mengambil langkah perbaikan. Karena jika tidak dilakukan saat ini, hari esok masalah yang muncul mungkin akan lebih berat lagi. Pustaka UU ASN, R. I. UndangUndangNomor 5Tahun2014tentangAparaturSipil Negara. (2014). PP Manajemen PPPK, R. I. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. (2018). Rahma, A. (2020). Menteri PANRB Beberkan Alasan Pemerintah Hapus Tenaga Honorer.
  • 54. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 47 Polbrief 8 PENGUATAN NILAI-NILAI BELA NEGARA DALAM UPAYA MENANGKAL RADIKALISME DI LINGKUNGAN APARATUR SIPIL NEGARA Desy F. Lestari - Analis Pengembangan Sistem Pembelajaran Abstrak Fenomena radikalisme di lingkungan ASN telah menunjukkan angka yang cukup memprihatinkan. Salah satu penyebab dari tumbuh dan berkembangnya paham radikalisme di kalangan ASN adalah belum optimalnya pelaksanaan penanaman nilai-nilai bela Negara di lingkungan ASN. Untuk itu, dibutuhkan penguatan terhadap penanaman nilai-nilai bela Negara, khususnya dalam upaya menangkal tumbuh dan berkembangnya radikalismedi lingkungan ASN. Salah satunya melalui pengintegrasian strategi pendidikan atau grand design penanaman nilai-nilai Bela Negara dalam pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu upaya menangkal radikalisme. Perluasan area penanganan radikalisme dengan melibatkan aparatur pengawasan internal pemerintah (APIP) dan unit Pembina kepegawaian K/L juga perlu untuk diwujudkan. Hal tsb dapat menjadi salah satu bagian dari Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ektremisme yang tengah di gaungkan. Sinergisme dan kolaborasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektifitas upaya menangkal radikalisme di lingkungan ASN. A. Pendahuluan Bela Negara menjadi salah satu agenda pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan dasar bagi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Calon Pegawai Negeri Sipil sejak 2017. Agenda Sikap Perilaku Bela Negara diarahkan untuk membekali peserta mengenai wawasan kebangsaan dan nilai-nilai Bela Negara, perubahan lingkungan strategis dan analisis isu kontemporer serta kesiapsiagaan Bela Negara. Oleh karena itu, salah satu tujuan pendidikan bela negara adalah membentengi ASN dari penyebaran ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, bukan saja yang bersifat fisik tetapi juga yang bersifat non fisik, termasuk paham radikalisme yang pola penyebarannya dilakukan secara “halus” melalui dunia maya dan juga dunia nyata. Kenyataannya, fenomena radikalisme masih terus berkembang dan menjangkiti kalangan ASN. Hal ini diantaranya ditunjukkan melalui: berita
  • 55. 48| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a terjadinya penangkapan 3 (tiga) dari terduga teroris yang salah satunya adalah seorang pegawai ASN, bertugas sebagai guru Bahasa Inggris di SMKN Kotaanyar Kabupaten Probolinggo (Kompas edisi Mei 2018); pernyataan salah seorang pejabat BKN mengenai keberadaan sejumlah pegawai ASN yang menjadi anggota organisasi radikal (liputan6, Mei 2018); dan statement Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengenai keberadaan pegawai ASN di instansinya yang terpapar paham radikalisme. Pada tahun 2021, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokras bahkan telah melakukan pemecatan sekitar 30 sampai 40 ASN dalam sebulan karena tersangkut radikalisme (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56833812). Hal ini menunjukkan bahwa penanaman nilai-nilai bela negara sebagai salah satu upaya menangkal radikalisme belum berjalan secara efektif. Polbrief ini akan menawarkan penguatan nilai-nilai bela negara dalam upaya dalam menangkal radikalisme di lingkungan ASN. B. Deskripsi Masalah Berdasarkan thesis yang ditulis oleh Lestari (2020), kelemahan penanaman nilai-nilai bela Negara sebagai salah satu upaya menangkal radikalisme antara lain terletak pada: belum adanya Standarisasi dan Grand Design dalam pengintegrasian strategi Pendidikan bela negara di lingkungan ASN. Selain itu, tindak lanjut pasca pelatihan CPNS belum dilakukan secara berkesinambungan. Di beberapa K/L/D, temporary ada yang berinisiatif mengadakan pembekalan dalam bentuk kegiatan counter radicalism melalui seminar atau ceramah tentang bahaya radikalisme. Namun demikian, substansi dan arah counter radicalism itu sendiri belum terstandarisasi, sehingga masih berjalan secara sendiri-sendiri. Sementara aspek-aspek kunci yang belum disentuh dalam menangkal radikalisme adalah: Pertama, selama ini upaya yang dilakukan oleh APIP dan instansi Pembina Kepegawaian dalam melakukan pembinaan dan pengawasan dalam mencegah dan menanggulangi paham radikalisme masih bersifat pasif reaktif, dalam arti masih menggunakan payung hukum yang mengacu pada PP No.
  • 56. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 49 53 Tahun 2010 tentang Displin PNS. Kedua, Mekanisme pengawasan eksternal dari masyarakat yang serupa dengan Lapor!, ADUASN.ID dan aplikasi ASN No Radikal yang diluncurkan pada tahun 2020, dirasa belum menyentuh langsung pada pembinaan dan pengawasan pegawai. Asumsi ini didasarkan pada keberadaan aplikasi tersebut yang masih hanya menjadi media pengawasan ekternal dan diskusi di tingkat pimpinan K/L/D (belum menyentuh seluruh lapisan organisasi). C. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan deskripsi permasalahan di atas, maka rekomendasi kebijakan yang dapat disampaikan kepada pihak terkait diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Melakukan standarisasi pelaksanaan Pendidikan Bela Negara yang dilakukan di lingkungan pegawai ASN serta membuat Grand Design penanganan radikalisme di lingkungan ASN. Pengintegrasian strategi Pendidikan bela negara di lingkungan ASN dengan tindak lanjut pasca pelatihan CPNS yang dilakukan secara berkesinambungan. Mengintegrasikan kebijakan pendidikan bela negara secara nasional dengan melibatkan instansi terkait (Kemhan, Wantannas, Lemhannas, BPIP, Kemenpan RB, LAN, BKN dan KASN); 2. Menggunakan pendekatan yang lebih komperehensif dalam menangkal radikalisme di kalangan ASN dengan: b. Me-refer fungsi satu sama lain (pendidikan, pembinaan dan pengawasan), karena tugas dan fungsi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) saja tidak bisa berdiri sendiri, harus sejalan dengan fungsi pengawasan/ pembinaan (sinergitas tugas dan fungsi dari K/L terkait); c. Pergeseran pendekatan pengawasan yang selama ini cenderung bersifat pasif reaktif menjadi bersifat aktif partisipatif, dimana BKN beserta Kemenpan RB yang merupakan instasi terkait yang mengatur regulasi ASN, misalnya menambah screening awal pada penyaringan seleksi CPNS
  • 57. 50| P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a menggunakan test mental ideologi sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan TNI/ Polri; d. Penguatan fungsi APIP, Unit Kepegawaian dan KASN dalam mengoptimalkan pengawasan internal di samping pengawasan eksternal yang sudah diupayakan dibangun pemerintah dengan adanya aplikasi Lapor! dan ADUASN.ID serta ASN No Radikal. D. Penutup Perlu kesungguhan merawat semangat nasionalisme dan Pancasila untuk tetap ada dalam hati para abdi negara/ abdi masyarakat. Untuk itu, dalam upaya mencegah munculnya radikalisme yang berulang dimasa yang akan datang, maka pemerintah Indonesia harus secara aktif melakukan berbagai pencegahan proses radikalisasi terhadap warga negara Indonesia, khususnya di lingkungan ASN yang berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Menumbuhkan semangat bela negara, rasa nasionalisme, wawasan kebangsaan dalam bingkai persatuan dan kesatuan. Pustaka Desy Fajar Lestari. Pendidikan Bela Negara dalam Menangkal Radikalisme di Lingkungan Aparatur Sipil Negara. Thesis di Fakultas Keamanan Nasional- Universitas Pertahanan, 2020. BBC-News. 2021. Artikel berita edisi 21 April 2021 yang berjudul “ASN dipecat karena terpapar radikalisme dinilai tak selesaikan akar masalah, lalu program deradikalisasi apa yang tepat bagi mereka? Diakses di https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56833812
  • 58. P o l i c y B r i e f I n o v a s i A d m i n i s t r a s i N e g a r a | 51 Polbrief 9 MENJEMBATANI AGILE BUREAUCRACY DAN DEMOCRATIC GOVERNANCE Avrina Dwijayanti – Analis Kebijakan Ahli Pertama Abstrak Menjembatani demokrasi dan birokrasi merupakan hal yang diupayakan oleh berbagai negara dewasa ini. Dengan karakteristik yang paradoks antara keduanya, berbagai konfigurasi politik dan kebijakan telah dikembangkan melalui kajian akademik untuk membentuk sebuah tatanan yang mampu menciptakan titik keseimbangan. Satujalanyang dapat ditempuh untuk mewujudkan upaya tersebut adalah dengan membentuk sebuah wacana ataupun mekanisme yang memungkinkan stakeholders dapat memberikan tekanan langsung pada birokrasi. Dengan demikian ada peningkatan yang simultan antara demokrasi dan birokrasi. A. Pendahuluan Welfare State merupakan tujuan mutlak terbentuknya sebuah negara, yakni negara dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang maksimal di semua sektor. Hal Ini berarti negara (dengan birokrasi sebagai salah satu instrumennya), memainkan peran kunci dalam perlindungan kesejahteraan warganya dengan berpegang pada prinsip kesetaraan kesempatan, pemerataan kekayaan, dan tanggung jawab publik dari pemerintah bagi warga negara yang tidak mampu mengakses sumber daya secara optimal (Britannica, 2020). Peran kunci ini membawa konsekuensi pada kebutuhan akan performa yang prima dari birokrasi, oleh karenanya berbagai konsep telah bermunculan guna membentuk nilai paripurna pada birokrasi. Salah satu konsep dimaksud adalah agile bureaucracy, dikenal sebagai birokrasi yang memiliki karakter good governance, berfokus pada pelayanan, keterlibatanmasyarakatdalampemerintahan,inovatif, responsif, dan berorientasi pada hasil (Sekretaris Kementerian PAN-RB, 2020). Agile merupakan sebuah entitas yang berkembang agar mampu menciptakan dan memenuhi tuntutan