SlideShare a Scribd company logo
1 of 53
Download to read offline
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Pengalihan Aset atau Pengalihan Bisnis:
Kemungkinan “Asset Deal” adalah “Business
Deal” atau Bukan? (DRAF)
Pendahuluan
Dalam suatu transaksi akuisisi, secara legal pada umumnya dikenal 2 hal:
 Akuisisi atas aset-aset (atau dikenal sebagai “asset deal”)
 Akuisisi atas saham biasa (common stock) perusahaan (atau dikenal sebagai “stock
deal”). Akuisisi atas saham biasa perusahaan bisa dilakukan atas seluruh saham
biasa yang diterbitkan, yang berarti kepemilikan menjadi 99,99% 1
, atau dalam
konteks pengendalian, tidak perlu seluruh saham biasa suatu perusahaan untuk
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam
Penjelasan Pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan
didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.
Dengan demikian, kepemilikan saham biasa suatu perseroan terbatas tidak bisa 100% dimiliki oleh
satu pemegang saham saja.
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
diakuisisi, namun bisa juga 50%+1%, dimana yang penting pengendalian atas
perusahaan berada pada pihak pengakuisisi.
Kata “akuisisi” umum identik dimana tujuan pihak pengakuisisi adalah untuk memperoleh
pengendalian atas pihak yang diakuisisi.
Selain istilah “akuisisi”, ada juga dikenal istilah “true merger” atau “mergers of equals” atau
penggabungan usaha, dimana pada umumnya dikaitkan dengan terjadinya penggabungan 2
(dua) entitas menjadi satu, namun siapa yang menjadi pihak pengakuisisi dan siapa yang
menjadi pihak yang diakuisisi, tidak dapat ditentukan. Peristiwa dan transaksi demikian,
dapat dikatakan jarang terjadi.
Terlepas, apapun bentuk hukumnya, apakah ia “asset deal” atau “stock deal”, pada
prinsipnya telah terjadi pengalihan “sesuatu yang bernilai atau memiliki nilai” (anything of
value) dari pihak yang diakuisisi kepada pihak yang mengakuisisi.
Lalu apakah sebetulnya yang dialihkan atau ditransfer tersebut dalam peristiwa dan
transaksi akuisisi atau merger?
Walaupun “stock deal” umumnya dikaitkan dengan pembelian saham biasa (common stock)
perusahaan. Namun apakah “stock deal” menjadi sederhana? Tidak juga, karena, stock
pastinya terkait langsung dengan underlying assets dan bisnis perusahaan yang dibeli.
Bahkan dalam apa yang dinamakan “stock deal”, tidak semata-mata terjadi pengalihan
kepemilikan saham biasa secara hukum, namun yang jauh lebih penting, ada pengalihan
“sesuatu yang memiliki nilai yang mendasarinya” (underlying anything of value, atau
underlying “assets”) dari satu pihak ke pihak lainnya (pengakuisisi).
Dengan latar belakang di atas, hampir juga dalam banyak buku tentang penggabungan
usaha dan akuisisi (merger and acquisition atau disingkat M&A), fokus lebih diarahkan
kepada nilai (value) akuisisi. Misalnya disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) pertanyaan
utama yang perlu diketahui dalam penentuan indikasi nilai operasional suatu target2
:
 Biaya perolehan (Cost) : Berapa biaya perolehan akuisisi tersebut?
 Nilai pasar (Market value): Berapa nilai pasar wajar dari target?
2
Marren, Joseph H. Mergers & Acquisitions : A Valuation Handbook. USA: McGraw-Hill, a division of
the McGraw-Hill Companies. 1993. Bab 5: The Four Basic Questions. Halaman 61.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
 Pengembalian (Return): Berapa nilai target bagi calon pembeli? Atau berapa harga
maksimum dimana pihak pengakuisisi bisa membayar dan masih dapat mencapai
tingkat pengembalian yang diinginkan atas investasi tersebut?
 Resiko (Risk): Berapa besar kemungkinannya bisa mencapai [tingkat] pengembalian
yang diharapkan?
Dapat dikatakan bahwa seluruh hal di atas menyangkut penentuan “nilai”, namun
pertanyaan mendasar, adalah apa yang sebetulnya dibeli dan dibayar oleh pihak
pengakuisisi? Apa yang sebetulnya “dipertukarkan” (exchange) antara pihak yang
membayar dengan pihak yang menerima pembayaran?
Cara mengukur adalah satu hal, namun apa yang diukur jauh lebih penting.
Pratt dan Niculita lebih melihat bahwa yang dibandingkan hanya antara aset dan efek3
:
To determine the applicable valuation approaches and procedures to be performed, exactly
what is to be appraised must be made clear. Much of the confusion and disagreement
among appraisers and appraisal writings arises simply because it is not clear exactly what
asset, property, or business interest is to be valued.
The definition of the specific business interest can be broken into two broad questions:
1. Is the valuation to be a valuation of assets or a valuation of securities?
2. In either case, exactly what assets or what securities are subject to valuation?
By securities in the above context, we mean ownership interests such as stock, debt, and
partnership interests, as opposed to direct ownership of underlying assets of the subject
business entity.
Assets versus Securities. An equity interest represents an indirect ownership interest in
whatever bundle of assets and liabilities (actual and contingent) exists in the business. Stock
or partnership ownership is quite different from direct ownership of assets and direct
obligation for liabilities. If stock or a partnership interest is to be valued, it must be identified
3
Pratt, Shannon P., dan Alina V. Niculita. Valuing a Business: The Analysis and Appraisal of Closely
Held Companies. Edisi kelima. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Bab 2: Defining
the Assignment. Halaman 35, 36 dan 37.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
in the appraisal assignment. If assets are to be valued, those assets (and any liabilities to be
assumed) must be specified.
Akuisisi aset juga didefinisikan sebagai:
Asset acquisition: in an asset acquisition, the acquiring company purchases part or all of
the assets of the target company for cash, stock, securities, or other consideration4
.
Jadi dari bacaan di atas, dapat dilihat bahwa:
Akuisisi aset (atau “asset deal”) cenderung diartikan sebagai akuisisi langsung pada unit
aset yang bersangkutan, dan karena itu, dikatakan bahwa objek penilaian aset perlu
DISPESIFIKASI. Namun berbeda dengan akuisisi atas aset, akuisisi “saham” dilakukan atas
badan usaha (business enterprise), business interest atau saham biasa perusahaan yang
diakuisisi. Namun menurut penulis, “asset deal” dan “stock deal”5
dapat ditelusuri lebih
mendalam, karena pada dasarnya yang ditransfer di belakang “stock deal” atau bahkan
“asset deal” adalah “business deal”.
Pembatasan Pembahasan
Terlepas apapun bentuk pembayaran yang diberikan oleh pihak pengakuisisi kepada pihak
yang menjual - apakah menggunakan uang tunai, saham (bisa saham pihak yang
pengakuisisi, atau saham pihak lain, misalnya entitas anak, atau saham perusahaan lain),
atau menukar kepemilikan saham (exchange of equity interests), atau surat utang - fokus
dalam pembahasan ini adalah apa yang sebetulnya ditransfer dari satu pihak ke pihak lain,
yang penting telah terjadi perubahan kepemilikan atas objek yang dialihkan tersebut dari
satu pihak ke pihak lainnya.
Pembahasan
Secara umum dikatakan bahwa akuisisi bisa dilakukan berupa:
4 Marren, Joseph H. Mergers & Acquisitions : A Valuation Handbook. USA: McGraw-Hill, a division of
the McGraw-Hill Companies. 1993. Bab 5: The Four Basic Questions. Halaman 62.
5
Lihat pembahasan pembelian atas aset dibandingkan dengan pembelian atas saham dalam situs
http://fitzgibbonalexander.com/articles/Asset_Purchase_or_Stock_Purchase.pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
“Asset Deal” atau “Stock Deal”
Menurut penulis, istilah “stock deal” adalah lebih merupakan bentuk hukumnya yaitu ada
saham biasa yang dibeli atau dialihkan dari satu pihak ke pihak lainnya. Namun yang lebih
penting adalah bahwa saham biasa tersebut tidak hanya merupakan bukti kepemilikan legal
atas suatu perusahaan, namun secara ekonomis, ia adalah kepemilikan atas aset neto (net
worth suatu perusahaan), dan secara substansi, pihak pengakuisisi lebih tertarik pada :
 bisnis apa yang dimiliki perusahaan tersebut?
 Aset apa yang dimiliki perusahaan tersebut?
Jadi menurut penulis, secara garis besar, ada dua yaitu “asset deal” dan “business deal”.
Pihak pengakuisisi menaruh fokus pada dua hal di atas, yaitu aset dan bisnis.
Pertanyaannya, dimana garis perbedaan antara apa yang disebut aset dan apa yang
merupakan “kumpulan aset” pada dasarnya ada suatu bisnis? Walaupun terdengar
sederhana, perbedaan antara pengalihan atas “aset” dan pengalihan atas “bisnis” memiliki
implikasi terhadap aspek pencatatan dan pelaporan keuangan, serta aspek perpajakannya,
disamping tentunya aspek penilaian (valuasi)-nya.
Sebagai contoh:
Deal 1:
Suatu perusahaan (PT A) membeli dua jalur produksi dari suatu perusahaan manufaktur (PT
B). Diasumsikan bahwa perusahaan manufaktur PT B tersebut hanya memiliki dua jalur
produksi.
Deal 2:
PT A membeli seluruh saham biasa PT B.
Apakah di sini ada bedanya antara Deal 1 (umumya masuk kategori aset tetap, atau “asset
deal”) dengan Deal 2 (umumya masuk kategori “stock deal”)?
www.futurumcorfinan.com
Page 6
Dalam Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP) dalam Standar Penilaian Indonesia 2013
(SPI 2013) 6
disebutkan bahwa:
Dalam standar ini istilah Aset memiliki pemahaman sama dengan Properti. [paragraf 3.12]
Dalam KPUP – Jenis Properti (SPI 2013), dijelaskan lebih lanjut bahwa:
Jenis properti pada umumnya dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori:
1. Real Properti, yaitu kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real
estat atau hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas real estat.
Hubungan hukum ini biasanya tercatat di dalam suatu dokumen, misalnya sertifikat
kepemilikan atau perjanjian sewa. Oleh karena itu, properti merupakan suatu konsep
hukum yang berbeda dengan real estat, dimana real estat mewakili aset secara fisik.
Real properti meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum, dan manfaat yang
berkaitan dengan kepemilikan real estat. Sebaliknya, real estat meliputi tanah dan
bangunan itu sendiri, segala benda, yang secara alamiah terdapat di atas tanah dan
melekat pada tanah, seperti bangunan dan bentuk pengembangan lainnya. [paragraf
2.1]
2. Personal Properti, merujuk pada kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat
pada benda selain real estat. Benda ini dapat berwujud, misalnya “chattels” (benda
yang dapat dipindahkan), atau tidak berwujud seperti hutang atau paten. Personal
properti berwujud merepresentasikan kepentingan hukum pada suatu benda yang
tidak melekat secara permanen pada real estat dan biasanya dicirikan dengan sifatnya
yang dapat dipindahkan. [paragraf 3.1]
Contoh personal properti adalah meliputi kepentingan hukum atas:
2.1 Benda yang dapat diidentifikasi, dapat dipindahkan dan berwujud seperti
kepemilikan atas mesin dan peralatan, alat transportasi, alat berat, danyang
umumnya digolongkan sebagai benda miliki individu, misalnya perabotan,
benda-benda koleksi (collectibles) dan peralatan. Kepemilikan atas aset lancar
6
Kode Etik Penilai Indonesia & Standar Penilaian Indonesia 2013. Jakarta: Masyarakat Profesi
Penilai Indonesia (MAPPI). 2013.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
dari suatu perusahaan/badan usaha, persediaan perdagangan dan suplai
diklasifikasikan sebagai personal properti. [paragraf 3.2.1]
2.2 Perlengkapan non-realty juga disebut sebagai perlengkapan dagang (trade
fixtures) atau perlengkapan penyewa (tenant’s fixtures yang berupa fixtures dan
fittings), dipasang pada properti oleh penyewa dan digunakan untuk
menjalankan perdagangan atau usahanya. [paragraf 3.2.2]
2.3 Modal kerja bersih dan surat berharga, atau aset lancar bersih, adalah
jumlah dari aset lancar dikurangi liabilitas jangka pendek. Modal kerja bersih
dapat termasuk uang tunai, surat berharga yang dapat diperdagangkan dan
suplai yang likuid dikurangi liabilitas lancar seperti hutang dan liabilitas jangka
pendek. [paragraf 3.2.3]
2.4 Aset tak berwujud adalah kepentingan hukum yang melekat pada entitas yang
tidak berwujud. Contoh personal properti tidak berwujud termasuk hak tagih dan
hak untuk menghasilkan keuntungan dari suatu ide/gagasan. [paragraf 3.2.4]
3. Perusahaan/Badan Usaha
Badan usaha adalah entitas komersial, industri, jasa atau investasi yang menjalankan
aktivitas ekonomi. Badan usaha biasanya bersifat mencari keuntungan yang dalam
aktivitas operasionalnya menghasilkan produk atau jasa kepada konsumen. Terkait
erat dengan konsep dari entitas usaha adalah istilah: [paragraf 4.1]
 Perusahaan operasional (operating company), yaitu entitas usaha yang
menjalankan suatu aktivitas ekonomi dengan membuat, menjual atau
memperdagangkan suatu produk atau jasa, dan
 “Going Concern”, yaitu sebuah entitas yang terus melaksanakan aktivitas
operasionalnya secara berkelanjutan di masa depan tanpa adanya maksud atau
kebutuhan untuk melikuidasi atau memperkecil secara material skala usahanya.
Perusahaan merupakan suatu badan hukum, yang dapat berbentuk perseroan
terbatas (UU tentang Perseroan Terbatas) atau bentuk lainnya, yaitu sebagaimana
diatur dalam UU tentang Wajib Daftar Perusahaan terdiri dari: [paragraf 4.2]
 Perusahaan Perorangan;
www.futurumcorfinan.com
Page 8
 Perseroan Terbatas;
 Perusahaan Firma;
 Perusahaan Komanditer;
 Koperasi;
 BUMN (dapat berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum atau
perusahaan jawatan).
Bentuk hukum lainnya dari badan usaha adalah “trust arrangement” atau di Indonesia
sejenis dengan reksa dana Kontrak Investasi Kolektif yang pengendaliannya dipegang
oleh trustee (individual atau corporate trustee), serta grup perusahaan yang
mengkombinasikan perusahaan induk dan anak, kepentingan kemitraan, dan
hubungan “trustee” (trusteeships). [paragraf 4.2.3]
4. Hak Kepemilikan Finansial
Hak Kepemilikan Finansial adalah aset tidak berwujud yang dapat mencakup:
[paragraf 5.2]
(a) Hak yang melekat pada kepemilikan badan usaha atau properti, yaitu untuk
menggunakan, menempati, menjual, menyewakan atau mengelola;
(b) Hak yang melekat pada suatu kontrak yang memberikan opsi untuk membeli
atau kontrak sewa menyewa yang berisi opsi untuk membeli;
(c) Hak yang melekat pada kepemilikan atas suatu surat berharga (misalnya untuk
meneruskan kepemilikan atau menjualnya).
Dari keempat kategori tersebut, “aset deal” umumnya masuk dalam kategori Nomor 1 dan 2
di atas, yaitu real properti dan personal properti, sedangkan “business deal” masuk dalam
kategori Nomor 3 di atas, yaitu perusahaan atau badan usaha.
Dalam Standar Penilaian Indonesia 330 (SPI 330) Penilaian Bisnis, menyebutkan bahwa:
Ruang lingkup standar [penilaian bisnis] ini mencakup: [paragraf 2.2]
a. Penilaian entitas (Enterprise Value);
b. Penilaian ekuitas (Equity Value);
c. Penilaian kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu aktivitas atau peristiwa
tertentu (economic damage).
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Business interest diartikan sebagai kepemilikan dalam perusahaan yang antara lain meliputi:
[paragraf 3.4]
 Penyertaan dalam perusahaan [lain];
 Surat berharga;
 Aset keuangan (financial assets) lainnya; dan
 Aset tak berwujud (intangible assets).
Dari bacaan di atas, objek penilaian dalam Penilaian Bisnis umumnya dikaitkan langsung
dengan penilaian perusahaan atau badan usaha secara keseluruhan atau ekuitas (net
worth) atas perusahaan. Penilaian atas saham biasa (common stock) perusahaan adalah
bagian dari penilaian bisnis. Yang menarik, ada tambahannya, yaitu badan usaha tersebut
biasanya bersifat mencari keuntungan yang dalam aktivitas operasionalnya menghasilkan
produk atau jasa kepada konsumen.
Namun di sini, penulis melihat bahwa penekanannya lebih pada badan hukum dari bisnis itu
sendiri, dan bukan langsung apa yang dimaksud dengan bisnis. Penting dicermati bahwa
akuisisi tidak mesti dilakukan atas badan hukum, akan tetapi dapat langsung pada divisi
atau unit bisnis itu sendiri (tanpa perlu berbadan hukum) dalam suatu perusahaan (yang
berbadan hukum).
Uniform Standards of Professional Appraisal Practice (USPAP) 7
di Amerika Serikat
mengartikan:
 Business enterprise : an entity pursuing an economic activity.
 Business equity: the interests, benefits, and rights inherent in the ownership of a
business enterprise or a part thereof in any form (including, but not necessarily limited
to, capital stock, partnership interest, cooperatives, sole proprietorships, options, and
warrants).
Dalam American Society of Appraisers (ASA) Business Valuation Standards8
.
7
Uniform Standards of Professional Appraisal Practice. 2010-2011 Edition. Washington D.C.:
Appraisal Standards Board. 2010. Halaman U-2.
8
ASA Business Valuation Standards. USA: American Society of Appraisers. 2009. Halaman 25.
Definisi yang sama juga didapati pada situs
http://www.aicpa.org/InterestAreas/ForensicAndValuation/Membership/DownloadableDocuments/Intl
%20Glossary%20of%20BV%20Terms.pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Business. See Business Enterprise.
Business Enterprise. A commercial, industrial, service, or investment entity (or a
combination thereof) pursuing an economic activity.
Menurut ASA, apa yang disebut “bisnis” identik dengan “business enterprise”, dan ini dalam
definisi atas “business enterprise”, tampak bahwa yang dirujuk adalah “badan” entitas itu
dimana aktivitas bisnis dilakukan, dimana dikatakan bahwa ada “entitas” bersifat komersial,
atau industri, atau jasa, atau investasi, namun semuanya bertujuan untuk melakukan
aktivitas ekonomi. Mengacu ke Black’s Law Dictionary, penggunaan kata “entity” (=entitas)
menurut penulis, justru memperkuat bahwa “business enterprise” ini adalah badan hukum
yang berdiri sendiri terpisah dari pemiliknya, sebagaimana didefinisikan sebagai berikut9
:
Entity: an organization (such as a business or a governmental unit) that has a legal entity
apart from its members or owners.
Namun, dari bacaan di atas penulis, tetap tidak menemukan apa yang dimaksud dengan
“bisnis”, selain dikaitkan dengan badan usahanya atau saham biasa perusahaan atau
kepemilikan atas badan usaha yang bukan merupakan perseroan terbatas, atau badan
hukum lainnya seperti trust arrangement.
Dengan menggunakan pendekatan neraca dan melihat unsur-unsur yang ada, maka Smith
dan Parr10
memperkenalkan “business enterprise equation”, sebagaimana diperlihatkan di
bawah ini. . Tentunya ini dalam konteks “start-up business” karena tidak dimasukkan unsur
goodwill. Namun menurut penulis, “business enterprise equation” tetap membingungkan,
karena apakah ini berarti bahwa nilai dari “business enterprise” hanya semata-mata
ditentukan oleh nilai “aset moneter”, “aset berwujud” dan “aset tak berwujud”? Bagaimana
dengan proses yang terlibat untuk menyatukan dan mensinergikan seluruh komponen-
komponen aset tersebut. Di samping itu, masih banyak aset yang belum tentu muncul dalam
neraca perusahaan mengingat ada banyak perlakukan akuntansi untuk pengeluaran
perusahaan yang langsung dibiayakan walaupun besar kemungkinan memberikan nilai
9
Garner, Bryan A. (Editor in Chief). Black’s Law Dictionary. Edisi kesembilan. St. Paul (USA): West
Publishing Co., a Thomson Reuters business. 2009. Halaman 612.
10
Smith, Gordon V.; dan Russell L. Parr. Intellectual Property: Valuation, Exploitation, and
Infringement Damages. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2005. Bab 4: Intangible Assets and the
Business Enterprise. Halaman 68.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
tambah ke bisnis perusahaan di masa depan, misalnya penelitian dan pengembangan
(R&D), pemasaran, dan lain-lain.
Definisi bisnis, penulis, temukan dalam International Valuation Standard (IVS 200):
Businesses and Business Interests11
A business is a commercial, industrial, service or investment activity. A valuation of a
business may either comprise the whole of the activity of an entity or a part of the
activity. It is import to distinguish between the value of a business entity and the value of
the individual assets or liabilities of that entity. If the purpose of the value requires individual
assets or liabilities to be valued and those assets are separable from the business and
capable of being transferred independently, those assets or liabilities should be valued in
isolation and not by apportionment of the value of the entire business. Before undertaking a
valuation of a business, it is important to establish whether the valuation is of the entire
entity, shares or a shareholding in the entity, a specific business activity of the entity or of
specific assets or liabilities.
11
International Valuation Standards 2011. London: International Valuation Standards Council. IVS
200: Businesses and Business Interests. Halaman 41.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
Yang menarik bahwa IVS 200 justru lebih menekankan bahwa:
 sebagai objek dalam penilaian adalah “Business” (lebih merujuk ke usaha itu sendiri)
dan bukan mesti “business enterprise” (yang lebih menunjuk ke badan hukumnya);
 bisnis adalah “aktivitas”. Di sini bisnis tidak sama dengan “business enterprise” atau
“business entity”. Karena “aktivitas”, maka tentunya aktivitas berarti ada “aktivitas”
atau ada yang dikerjakan oleh bisnis itu sendiri. Pembagian bahwa aktivitas itu
bergerak di bidang komersial, industri, jasa atau investasi, menurut penulis tidak
terlalu relevan, karena hal itu hanya menunjukkan dalam bidang mana aktivitas
usaha itu dilakukan. Yang penting, ada aktivitas. Namun demikian, menggabungkan
kata “aktivitas”, dengan “komersial”, “industri”, “jasa” atau “investasi” secara tidak
langsung menunjukkan bahwa “aktivitas tersebut” tidak semata-mata “aktivitas tanpa
arah” atau “tanpa tujuan”. Ada tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai dengan
dikerjakan “aktivitas bisnis tersebut” oleh pelaku usaha.
 Di samping itu, penilaian “bisnis” tidak perlu serta mengacu ke keseluruhan aktivitas
yang dilakukan oleh suatu entitas, tapi bisa juga hanya sebagian saja. Menurut
penulis, ini kemungkinan hanya divisi, unit, departmen dalam suatu perusahaan,
atau bahkan ada juga istilah silo.
Namun demikian, definisi “bisnis” yang diberikan oleh IVS 200 di atas juga tidak terlalu
membantu untuk memberikan petunjuk, mengenai bagaimana mengetahui apakah akuisisi
atas aset atau sekumpulan aset sesungguhnya merupakan akuisisi atas bisnis, mengingat
bahwa aset-aset besar kemungkinan juga ada dalam sesuatu aktivitas usaha yang
digunakan juga dalam aktivitas-aktivitas komersial, industri, jasa atau investasi.
Kembali ke contoh akuisisi di atas, yaitu Deal 1 dan Deal 2, dimana seluruh keberadaan
perusahaan PT B tergantung kepada 2 jalur produksi tersebut, maka dengan PT A membeli
aset PT B secara langsung, apakah itu akuisisi atas aset atau akuisisi atas bisnis PT B?
Artinya membeli saham (=stock deal) secara tidak langsung membeli bisnis perusahaan
target, dan apa yang “asset deal”, juga secara tidak langsung membeli bisnis perusahaan
target?
Apakah sebetulnya yang perlu dibedakan adalah “asset deal” atau “business deal”? Ini
biasanya kali dirancukan.
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Misalnya menurut Damodaran12
Acquisition of assets: Target firm remains as a shell company, but its assets are
transferred to the acquiring firm. Ultimately, target firm is liquidated.
Menurut penulis, pengertian “asset deal” menurut Damodaran kurang tepat. Misalnya,
katakan perusahaan yang diakuisisi sudah beroperasi dan memiliki aktivitas usaha normal
dengan menghasilkan laba, maka aset yang dialihkan tidak sepenuhnya dapat diartikan
sebagai “aset” saja, namun bisa juga diartikan sebagai pengalihan “bisnis” walaupun
transaksi adalah transaksi atas aset saja. Ini mengingat aset yang dialihkan tidak semata-
mata “berdiri sendiri” namun ada konteks bahwa aset tersebut telah digunakan dan memiliki
proses yang menyertainya pada saat dialihkan atau diakuisisi.
Jadi di sini, kita dihadapkan bahwa dalam pengalihan, bisa terjadi:
 Pengalihan aset saja (= “asset deal”) (aset berwujud, dan/atau aset tak berwujud,
dan/atau aset finansial, tetapi tidak termasuk goodwill).
12
Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice’s: John Wiley & Sons, Inc. 2001.
Edisi kedua. Bab 26: Acquisitions and Takeovers. Halaman 836.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
 Pengalihan bisnis saja (= “business deal”) (termasuk di dalamnya aset, yang
unsurnya bisa ada atau tidak adanya goodwill)
Menurut penulis, mengingat karakteristik goodwill (…mengacu ke tulisan penulis, dan alasan
lainnya, “Accounting black hole”), maka goodwill cuma hadir dalam diskusi “business deal”.
Bahkan Ramboll, suatu perusahaan asal Denmark, memperkenalkan The Holistic Company
Model13
.
Holistic Company Model (Model Perusahaan Menyeluruh), dimana output yang berupa hasil
finansial (di sini penulis artikan bahwa kinerja aktivitas usaha perusahaan dapat dilihat dari
angka-angka finansialnya) yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, di belakang angka-
angka finansial itu, ada kerjasama dari 3 (tiga) unsur, yaitu pelanggan, karyawan dan
masyarakat sosial. Dari di belakang 3 (tiga) unsur tersebut, tampak adanya 5 (lima) area
utama dimana indikator kinerja dapat dikelola oleh manajemen, yaitu:
 Nilai-nilai dan manajemen
 Proses strategis
 Sumber daya manusia
 Sumber daya structural
 Jasa konsultasi
13
Ramboll. The Holistic Company Model. Holistic Operations. Dapat diunduh dari situs:
http://www.ramboll.dk/ramboll/pub/uk/htm/general/holistick%5Foperations/holistic%5FOperations%5F
page7.htm.
Penulis pertama kali mengetahui adanya Holistic Company Model dari Ramboll dari buku “Intellectual
Capital: Measuring the Immeasurable?” (Wall, Anthony; Rober Kirk; dan Gary Martin. University of
Ulster. Great Britain: Elsevier Ltd. 2004. CIMA Publishing. Halaman 43.)
www.futurumcorfinan.com
Page 15
Ini yang perlu dijawab terlebih dahulu pada saat akuisisi akan dilakukan, terutama kalau
sudah ada angka-angka finansial yang bisa dihasilkan oleh sekumpulan aset tersebut, yaitu,
apakah yang ditransfer dalam proses akuisisi tersebut?
 Apakah murni aset sepenuhnya?
 Atau sebetulnya yang dialihkan adalah suatu bisnis?
Di sini, untuk pembatasan, penulis hanya membedakan antara “Asset Deal” versus
“Business Deal”?
Penulis mengambil pendekatan dimana karena bisnis lebih besar daripada aset maka bisnis
perlu diklarifikasi terlebih dahulu. Artinya, apa yang tidak termasuk bisnis, berarti ia aset.
Pertanyaannya, apakah itu bisnis? Bagaimana kita akan tahu bahwa objek yang dialihkan
tersebut adalah suatu bisnis dan bukan suatu aset?
Penulis mendapatkan bahwa ulasan yang cukup baik bisa ditemukan dalam IFRS 3 (revisi
2008), atau PSAK 22 (revisi 2010), terkait “Kombinasi Bisnis”.
Penggunaan dan apa yang dimaksud dengan “bisnis” dalam suatu akuisisi yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas objek yang dialihkan dari satu pihak ke pihak
lainnya (pihak pengakuisisi) diberikan batasan dan cara mengidentifikasinya.
Penulis menggunakan teks asli IFRS 3 (revisi 2008)14
dalam pembahasan ini.
Ruang lingkup IFRS 3 bisa memberikan gambaran bahwa IFRS 3 bisa digunakan untuk
mengidentifikasi suatu “bisnis”
This IFRS applies to a transaction or other event that meets the definition of a business
combination. [paragraf 2]
This IFRS does not apply to:
(a) The formation of a joint venture.
(b) The acquisition of an asset or a group of assets that does not constitute a
business. In such cases the acquirer shall identify and recognize the individual
14
The International Accounting Standards Board. A Guide through IFRS. Juli 2012. London: IFRS
Foundation Publications Department. IFRS 3 : Business Combinations.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
identifiable assets acquired (including those assets that meet the definition of, and
recognition criteria for, intangible assets in IAS 38 Intangible Assets) and liabilities
assumed. That cost of the group shall be allocated to the individual identifiable
assets and liabilities on the basis of their relative fair values at the date of purchase.
Such a transaction or event does not give rise to goodwill.
(c) A combination of entities or businesses under common control.
An entity shall determine whether a transaction or other event is a business combination by
applying the definition in this IFRS, which requires that the assets acquired and liabilities
assumed constitute a business. If the assets acquired are not a business, the reporting
entity shall account for the transaction or other event as an asset acquisition. [IFRS 3
paragraf 3]
Menurut penulis, IFRS 3 bisa digunakan sebagai acuan dalam diskusi apakah suatu “aset”
atau “kumpulan aset” yang dialihkan adalah suatu bisnis. Pihak pengakuisisi pada akhirnya
akan menggunakan IFRS 3 (atau PSAK 22 (revisi 2010) dalam pembukuannya kalau
ketentuan paragraf 3 dalam IFRS 3 di atas dipenuhi.
Penegasan paragraf B11 IFRS 3 menarik diperhatikan:
Determining whether a particular set of assets and activities is a business should be based
on whether the integrated set is capable of being conducted and managed as a business by
a market participant. Thus, in evaluating whether a particular set is a business, it is not
relevant whether a seller operated the set as a business or whether the acquirer intends to
operate the set as a business.
Terjemahan bebas: Penentuan apakah serangkaian aset dan aktivitas tertentu disebut
sebagai suatu bisnis didasarkan pada apakah rangkaian terpadu itu dapat dilakukan dan
dikelola sebagai suatu bisnis oleh pelaku pasar. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi
apakah rangkaian tertentu merupakan suatu bisnis, hal ini bukan merupakan suatu hal yang
relevan apakah pihak penjual yang mengoperasikan rangkaian tersebut sebagai suatu
bisnis atau apakah pihak pengakuisisi yang bermaksud mengoperasikan rangkaian tersebut
sebagai suatu bisnis.)
Jadi kata kuncinya, adalah bahwa aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang
diambil-alih memenuhi kriteria yaitu bahwa aset dan liabilitas tersebut [baik secara individual
maupun secara bersama-sama] membentuk suatu bisnis. Apabila aset (perhatikan bahwa
www.futurumcorfinan.com
Page 17
penekanannya adalah pada aset) tersebut bukan suatu bisnis, maka transaksi atau
peristiwa tersebut diperlakukan oleh pihak pengakuisisi sebagai akuisisi aset, dan bukan
akuisisi suatu bisnis.
Dalam bagian Definisi IFRS 3:
Business: An integrated set of activities and assets that is capable of being conducted and
managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other
economic benefits directly to investors or other owners, members or participants.
Acquiree : The business or businesses that the acquirer obtains control of in a business
combination.
Dari dua definisi di atas yang diberikan, tampak bahwa objek pengalihan adalah bisnis, dan
bukan berfokus pada entitas, saham, atau bentuk kepemilikan lainnya.
Apa Itu Bisnis?
IFRS 3 memberikan Panduan Aplikasi terkait definisi bisnis.
A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to
create outputs. Although businesses usually have outputs, outputs are not required for an
integrated set to qualify as a business. [paragraf B7]
Three elements of a business are defined as follows:
(a) Input: any economic resource that creates, or has the ability to create, outputs when
one or more processes are applied to it. Examples include non-current assets
(including intangible assets or rights to use non-current assets), intellectual property,
the ability to obtain access to necessary materials or rights and employees.
(b) Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an
input or inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include
strategic management processes, operational processes and resource management
processes. These processes typically are documented, but an organized workforce
having the necessary skills and experience following rules and conventions may
www.futurumcorfinan.com
Page 18
provide the necessary processes that are capable of being applied to inputs to create
outputs. (Accounting, billing, payroll and other administrative systems typically are
not processes used to create outputs.)
(c) Output: the result of inputs and processes applied to those inputs that provide or
have the ability to provide a return in the form of dividends, lower costs or other
economic benefits directly to investors or other owners, members or participants.
To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set
of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to
those inputs, which together are or will be used to create outputs. However, a business need
not include all of the inputs or processes that the seller used in operating that business if
market participants are capable of acquiring the business and continuing to produce outputs,
for example, by integrating the business with their own inputs and processes. [paragraf B8]
Ada 2 (dua) hal yang tergolong “dahsyat” menurut penulis, karena mengartikan bisnis
menjadi berbeda, dan bisa berakibat, pengalihan “aset” memiliki interpretasi baru menjadi
pengalihan “bisnis”.
Pertama: Unsur-unsur dalam suatu Bisnis
Paragraf B7 IFRS 3 terkait unsur-unsur yang ada dalam suatu bisnis, hanya memasukkan 2
unsur, yaitu INPUT dan PROSES, dan tidak diperlukan kehadiran OUTPUT.
A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to
create outputs. Although businesses usually have outputs, outputs are not required for an
integrated set to qualify as a business. [paragraf B7]
Pemahaman “bisnis” secara umum dikaitkan pada adanya aktivitas usaha, dan karena ia
merupakan aktivitas usaha, mudahnya orang langsung melihat atau bertanya:
Apa produknya yang dijual atau apa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh apa yang
dikatakan suatu “bisnis”?
Pertanyaan di atas cukup relevan, dibandingkan, atau bahkan relatif jarang ditanyakan,
kalau seseorang berpikir tentang “bisnis”?
www.futurumcorfinan.com
Page 19
 Input-input apa saja yang digunakan dalam bisnis tersebut? Misalnya, bahan baku,
bahan pendukung, bangunan fisik pabrik atau gudang, mesin produksi, jumlah
karyawan, dan lain-lain.
 Proses apa saja yang digunakan dalam mengubah input tersebut menjadi produk
atau output? Proses ini bisa mencakup proses pembelian atau pengadaan barang
dan jasa, proses produksi, proses manajemen, proses marketing, proses penjualan,
proses distribusi, dan lain-lain.
Artinya apa?
Artinya pada saat disebut “bisnis”, kecenderungan, langsung dikaitkan dengan “output”,
“produk”, “barang atau jasa”. Dan karena ada sesuatu yang dihasilkan atau diproduksi dan
dipasarkan ke calon konsumen, maka otomatis dan logis, produk atau output ini ada input
dan proses dibelakangnya. Namun, tampaknya, IFRS 3 tidak menempuh jalur ini, dimana
output dihadirkan atau menjadi keharusan sebagai unsur dalam suatu bisnis. Artinya, output
adalah “akibat” dan bukan “sebab”. Sebaliknya, hanya 2 (dua) unsur yang perlu hadir, untuk
menyebut objek yang diambil alih sebagai suatu bisnis, yaitu “input” dan “proses”. Tentunya
“proses” yang dimaksud, adalah proses yang dapat atau mampu untuk diterapkan atas input
tersebut, supaya input tersebut, sesudah melalui proses, akan dapat menghasilkan output.
Jadi kehadiran “output” tidak diperlukan. Yang penting, input dan proses diharapkan akan
mampu menghasilkan output nantinya.
Munculnya kata “have the ability to create outputs” dalam paragraf B7, senada dalam
definisi bisnis oleh IFRS dan paragraf B8, sebagaimana penulis munculkan kembali agar
bisa dilihat konsistensi nada kalimat yang dipakai oleh IFRS 3:
A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to
create outputs…... [paragraf B7]
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Business: an integrated set of activities and assets15
that is capable of being conducted and
managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other
economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. [Appendix
A: Defined Terms]
To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set
of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to
those inputs, which together are or will be used to create outputs…..[paragraf B8]
Terjadi penekanan pada kemampuan atau kapabilitas dari rangkaian aktivitas dan aset
terpadu, yang mampu dijalankan dan dikelola untuk tujuan memberikan pengembalian
dalam bentuk (i) dividen, (ii) biaya yang lebih efisien atau (iii) manfaat ekonomis lainnya
secara langsung kepada para investor atau pemilik lainnya, anggota atau pihak partisipan.
Dengan kata lain, untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis, terdapat kemampuan dari
rangkaian terpadu aset dan aktivitas tersebut untuk mencapai tujuan dari bisnis itu sendiri.
Hal yang sangat krusial dalam pengertian bisnis di sini adalah dikaitkan langsung dengan
kemampuan “input + proses” atau “aset + proses” untuk menghasilkan output. Output ini
tentunya diharapkan bisa dipasarkan dan dijual, serta memperoleh arus kas masuk bagi
bisnis itu sendiri.
Kalau kita perhatikan dari isi paragraf-paragraf yang ada di IFRS 3, untuk supaya memenuhi
definisi suatu bisnis, rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset dimana diperoleh
pengendalian atasnya oleh suatu entitas tidak bisa hanya “sekumpulan” aset atau
“sekumpulan” aset dan liabilitas semata. Dalam dunia nyata, bicara suatu “hal” sebagai
suatu bisnis atau bukan, dalam beberapa hal, lebih mudah, dapat dikatakan bahwa itu bisnis,
kalau kita bisa melihat adanya aktivitas komersial (termasuk ada yang dipasarkan dan dijual
oleh bisnis tersebut) yang menghasilkan adanya pendapatan yang terukur, atau ada arus
kas masuk. IFRS 3 berulang-ulang atau lebih menekankan hadirnya suatu bisnis dari
15
Perhatikan definisi bisnis dikaitkan dengan suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari
aktivitas dan aset, dimana di dalam rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset
tersebut, terdapat dua unsur dasar, yaitu input dan proses yang diterapkan terhadap input tersebut,
guna baik sekarang, atau bisa di kemudian hari, digunakan untuk menghasilkan output. Jadi salah
satu ciri khas dari suatu bisnis adalah bahwa keseluruhan aset dan proses tersebut saling terintegrasi
dan terkait. Dengan demikian, suatu kumpulan aset tanpa ada aktivitas yang mengkaitkan secara
terpadu satu aset individual dengan aset lainnya, kemungkinan besar bukan merupakan suatu bisnis
atau sulit dikatakan itu merupakan suatu bisnis. Ini bisa jadi hanya kumpulan aset, umpamanya
bahan baku dan pendukung.
www.futurumcorfinan.com
Page 21
hadirnya suatu rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset. Dengan kata lain, kalau
menggunakan apa yang diutarakan oleh IFRS 3, maka aset, aktivitas, atau “sekumpulan”
aset dan liabilitas itu, yang semula berdiri sendiri-sendiri, maka untuk dapat dikatakan
sebagai suatu bisnis, maka seluruh komponen itu akan berinteraksi satu sama lain, dan
karena komponen-komponen tersebut tidak bisa berinteraksi sendiri tanpa campur tangan
atau keterlibatan manusia, maka hadirnya orang-orang yang mengoperasikan aset-aset
atau aktivitas tersebut menjadi krusial. Disinilah dimunculkan kata proses, diberi contoh:
proses manajemen strategis, proses operasional dan proses manajemen sumber daya,
yang jelas-jelas proses-proses yang disebutkan di sini akan selalu melibatkan orang-orang.
Yang menarik, terjadi penekanan bahwa orang-orang ini mesti terlibat dalam proses yang
dapat menghasilkan output, sebagaimana dikatakan:
….These processes typically are documented, but an organized workforce having the
necessary skills and experience following rules and conventions may provide the necessary
processes that are capable of being applied to inputs to create outputs…[IFRS 3 paragraf
B7].
Namun demikian, untuk memastikan adanya pemahaman yang sama atas identifikasi suatu
bisnis, maka IFRS 3 secara khusus memberikan definisi guna mengklarifikasi istilah “input”,
“proses” dan “output”. Alur berpikir demikian dalam IFRS 3 terkait identifikasi apakah suatu
rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset adalah suatu bisnis, menurut penulis, adalah logis,
karena mau tidak mau kita akan membicarakan apa komponen dari suatu bisnis. IFRS 3
membawa kita kepada 3 hal yang pada umumnya dibicarakan kalau suatu bisnis terlibat,
yaitu:
 Input
 Proses
 Output
Jadi bisnis itu secara umum, akan hadir 3 hal di atas. Namun untuk dapat dikatakan sebagai
suatu bisnis, hanya diperlukan kehadiran 2 unsur, dan IFRS 3 memberikan contoh sebagai
berikut untuk “input” dan “proses”:
www.futurumcorfinan.com
Page 22
Input Proses
 Aset tak lancar (termasuk aset tak
berwujud atau hak untuk menggunakan
aset tak lancar)
 Hak kekayaan intelektual (HAKI)
 Kemampuan untuk mendapatkan askes
atas bahan baku atau hak yang
diperlukan
 Karyawan
 Proses manajemen strategis
 Proses operasional
 Proses manajemen sumber daya
Yang menarik adalah penekanan bahwa:
 proses yang dimaksud bisa terlihat langsung memberikan kontribusi atas terjadinya
output, artinya proses yang bersifat non-revenue generating, misalnya sistem
akuntansi, penagihan, penggajian dan administrasi lainnya, bukanlah proses yang
digunakan untuk menghasilkan output; dan
 proses tersebut bisa dikaitkan langsung dengan input, artinya proses yang diterapkan
atas input guna menghasilkan output. Jadi proses ini sebagai penghubung antara
input dan output, dan sama seperti input dan output yang mesti dapat diidentifikasi
secara terpisah, maka proses juga mesti dapat diidentifikasi secara terpisah. Proses
bisa berupa yang paling mudah dan tipikal, sebagai contoh: proses pengadaan bahan
mentah/baku dan bahan pembantu, proses produksi, proses supply chain, proses
pergudangan, proses distribusi, dan/atau proses pemasaran/penjualan. Namun di
samping itu, ada juga proses manajemen termasuk struktur organisasi, praktik tata
kelola perusahaan (corporate governance), sistem pengendalian manajemen, proses
pengendalian biaya dan anggaran, manajemen sumber daya manusia dan sumber
daya keuangan.
Dari bacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks IFRS 3, suatu bisnis dikatakan
ada:
kalau ada input dan proses yang bisa diterapkan atas input tersebut, dimana
bersama-sama kedua komponen tersebut digunakan atau akan digunakan serta
mampu untuk menghasilkan output yang direncanakan.
www.futurumcorfinan.com
Page 23
Walaupun di sini, tidak ada penyebutan soal output yang “direncanakan”, menurut penulis,
ini penting ditekankan, mengingat bahwa output tersebut bisa saja “by product”. Tapi di sini,
yang dibicarakan adalah output utama yang bisa mendatangkan arus kas masuk dalam
jumlah signifikan bagi keberlangsungan bisnis itu sendiri. Namun demikian, IFRS 3
memungkinkan proses yang diterapkan pada output bertujuan untuk terjadinya
penghematan biaya, yang secara tidak langsung, berarti terjadi penghematan arus kas
keluar. Dan yang sangat menarik, hadirnya output, misalnya pendapatan, produk atau jasa
yang dapat dipasarkan, tidak dipersyaratkan sama sekali untuk supaya suatu rangkaian
terpadu aktivitas dan aset tersebut dapat diidentifikasi sebagai suatu bisnis.
Jadi dapat kita tarik suatu benang merah, bahwa jika kita melihat rangkaian terpadu dari
aktivitas dan aset, untuk bisa kita katakana bahwa itu adalah bisnis, maka
perlu adanya (atau dapat diperlihatkan) kemampuan dari aktivitas dan aset itu untuk
dijalankan guna memberikan hasil manfaat kepada pihak investor, terlepas apakah
pada saat itu sudah ada output yang dapat diidentifikasi. Namun pada titik tersebut,
sudah dapat diketahui, kalau aktivitas dan input tersebut diolah lebih lanjut, maka
akan tampak output pada akhirnya.
Dari hal di atas:
 Ada atau tidak adanya kemampuan keuangan pihak investor, atau pihak
pengakuisisi atau pihak yang diakuisisi, untuk menjalankan atau mengolah lebih
lanjut input tersebut sehingga dapat diperoleh output, menjadi tidak relevan.
 Mau atau tidak maunya, atau ada atau tidak adanya keinginan dari pihak investor,
atau pihak pengakuisisi atau pihak yang diakuisisi, untuk meneruskan pengolahan
input melalui proses menjadi output, juga menjadi tidak relevan.
Asal ada input dan proses dan kedua hal ini secara bersama-sama mampu menghasilkan
output maka rangkaian terpadu itu dapat dikatakan merupakan suatu bisnis. Kesimpulan
bisa dilihat dalam paragraf B11 IFRS 3 yang telah dikutip di atas.
Kedua: Munculnya Konsep “Mampu Menghasilkan” dan “Pelaku Pasar”
Definisi suatu bisnis (yang juga berimplikasi pada apakah suatu rangkaian terpadu dari aset
dan aktivitas tersebut, dapat disimpulkan sebagai suatu bisnis) adalah penekanan atau
www.futurumcorfinan.com
Page 24
fokusnya sekarang adalah pada “capability to achieve the purposes of the business”
(paragraf BC18 (a) IFRS 3), yaitu bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas
tersebut dapat dijalankan dan dikelola untuk tujuan mendatangkan pengembalian (return)
berupa dividen, biaya yang lebih rendah atau manfaat ekonomis lainnya secara langsung
kepada pihak investor atau pemilik lainnya, anggota atau peserta/partisipan16
.
Masuknya kata-kata “pelaku pasar” dan bagaimana konsep “capability” di atas dikaitkan
langsung dengan “pelaku pasar”, sebagaimana dikutip di bawah ini.
……..However, a business need not include all of the inputs or processes that the seller
used in operating that business if market participants are capable of acquiring the business
and continuing to produce outputs, for example, by integrating the business with their own
inputs and processes. [paragraf B8 IFRS 3]
Determining whether a particular set of assets and activities is a business should be based
on whether the integrated set is capable of being conducted and managed as a business by
a market participant. Thus, in evaluating whether a particular set is a business, it is not
relevant whether a seller operated the set as a business or whether the acquirer intends to
operate the set as a business. [paragraf B11 IFRS 3]
Gabungan kedua hal di atas menjadi sangat menarik, karena akan membawa banyak
implikasi bahwa suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aset dan aktivitas tersebut,
akan bisa diartikan sebagai suatu bisnis. Hal ini juga menarik guna menghindari timbulnya
interpretasi yang terlalu membatasi atau restriktif yang tidak semestinya terkait apakah itu
bisnis. Paragraf B9 tampaknya juga menjadi salah satu pertimbangan supaya tidak ada hal
yang terlalu restriktif terkait apakah suatu itu bisnis, dengan mempertimbangkan sangat
bervariasinya sifat unsur-unsur dari suatu bisnis, seperti dituangkan di bawah ini:
The nature of the elements of a business varies by industry and by the structure of an
entity’s operations (activities), including the entity’s stage of development. Established
businesses often have many different types of inputs, processes and outputs, whereas new
16
Penting diperhatikan bahwa tidak ada penekanan soal apakah untuk hadirnya suatu bisnis, mesti
ada keuntungan yang dicetak oleh bisnis tersebut. Namun karena ada disebutkan bahwa tujuan
bisnis adalah guna pengembalian dividen, tampak bahwa bisnis itu diharapkan memberikan
keuntungan atau laba yang dapat dibagikan kepada para investor, hal ini mengingat bahwa dividen
diambil dari saldo laba. Jadi di sini fokusnya pada pihak pemilik modal.
www.futurumcorfinan.com
Page 25
businesses often have few inputs and processes and sometimes only a single output
(product)……. [paragraf B9 IFRS 3]
Implikasi-Implikasi
Beberapa implikasi yang menarik dari digabungkannya pemahaman atas suatu bisnis, pada
kemampuannya (dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas) menghasilkan output
(tanpa perlu output tersebut hadir pada saat akuisisi atau transfer dilakukan) serta
munculnya persepsi pelaku pasar (market participant).
Konsep “Self-Sustaining” dalam suatu Bisnis Menjadi Tidak Relevan
IFRS 3 tidak melihat bahwa untuk supaya suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas
membentuk suatu bisnis atau dapat diartikan sebagai suatu bisnis, bisnis tersebut mesti
dapat “self-sustaining” (paragraf BC17 dari Basis for Conclusions on IFRS 3 Business
Combinations). Kata-kata “self-sustaining” pada awalnya ditemukan dalam EITF Issue No.
98-3 mengenai “Determining Whether a Nonmonetary Transaction Involves Receipt of
Productive Assets or of a Business”17
, dimana penulis kutip di bawah ini:
A business is a self-sustaining integrated set of activities and assets conducted and
managed for the purpose of providing a return to investors. A business consists of (a) inputs,
(b) processes applied to those inputs, and (c) resulting outputs that are used to generate
revenues. For a transferred set of activities and assets to be a business, it must contain all
of the inputs and processes necessary for it to continue to conduct normal operations after
the transferred set is separated from the transferor, which includes the ability to sustain a
revenue stream by providing its outputs to customers.
A transferred set of activities and assets fails the definition of a business if it excludes or
more of the above items such that it is not possible for the set to continue normal operations
and sustain a revenue stream by providing its products and/or services to customers.
However, if the excluded item or items are only minor (based on the degree of difficulty and
17
EITF Issue No. 98-3 terbitan Financial Accounting Standards Board telah dicabut dan digantikan
dengan FASB Statement No. 141 (revised 2007) mengenai Business Combinations. Definisi bisnis
dalam FASB Statement No. 141 (revised 2007) sebagian besar sama dengan definisi bisnis dalam
IFRS 3 (revisi 2008).
www.futurumcorfinan.com
Page 26
the level of investment necessary to obtain access to or to acquire the missing item(s)), then
the transferred set is capable of continuing normal operations and is a business.
Jadi dalam EITF Issue No. 98-3, untuk dapat dikatakan bahwa suatu rangkaian terpadu dari
aset dan aktivitas adalah suatu bisnis, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas
mesti dapat “menghidupi dirinya dan berdiri sendiri”. Ini juga berarti kehadiran unsur “output”
menjadi keharusan, mengingat arus kas masuk berasal dari pemasaran dan penjualan
output (produk atau jasa) kepada konsumen. Output sendiri dimaknai oleh EITF Issue No.
98-3 sebagai “the ability to obtain access to the customers that purchase the outputs of the
transferred set.” Keharusan bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas itu “self-
sustaining” diperkuat dengan hadirnya kalimat “kemampuannya untuk melanjutkan aktivitas
operasional normal dan mendatangkan arus pendapatan melalui penyediaan produk
dan/atau jasa kepada pihak konsumen”.
Dengan tidak hadirnya kata-kata “self-sustaining”, maka berimplikasi bahwa suatu rangkaian
terpadu dari aset dan aktivitas tersebut dapat dikatakan suatu bisnis atau tidak, menjadi
tidak lagi restriktif, mengingat bahwa tidak lagi harus dikaitkan dengan ada tidaknya output
pada saat akuisisi dilakukan.
Namun tidak hadirnya kata-kata “self-sustaining”, bukan berarti terjadi kekosongan, atau
suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut menjadi tidak bermakna apa-apa.
IFRS 3 menghadirkan kata-kata yang menjadikan definisi suatu bisnis menjadi tidak lagi
bersifat restriktif. Di sini, IFRS 3 menggunakan kata-kata “capable of ….” sebagaimana
penulis kutip kembali di bawah ini.
Business: an integrated set of activities and assets18
that is capable of being conducted and
managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other
economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. [Appendix
A: Defined Terms]
18
Perhatikan definisi bisnis dikaitkan dengan suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari
aktivitas dan aset, dimana di dalam rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset
tersebut, terdapat 2 (dua) unsur dasar, yaitu input dan proses yang diterapkan terhadap input
tersebut, guna baik sekarang, atau bisa di kemudian hari, digunakan untuk menghasilkan output. Jadi
salah satu ciri khas dari suatu bisnis adalah bahwa keseluruhan aset dan proses tersebut saling
terintegrasi. Dengan demikian, suatu kumpulan aset tanpa ada aktivitas yang mengkaitkan satu aset
individual dengan aset lainnya, kemungkinan besar bukan merupakan suatu bisnis.
www.futurumcorfinan.com
Page 27
Jadi suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas dikatakan suatu bisnis atau tidak,
sangat tergantung, pada apakah rangkaian terpadu tersebut (yang terdiri dari aset dan
aktivitas, atau input dan proses) mampu untuk diusahakan dan dikelola guna mencapai
tujuan [akhir], yaitu memberikan hasil dalam bentuk hasil finansial (berupa dividen atau
efisiensi biaya), atau non-finansial (manfaat ekonomis lainnya).
Kalimat “mampu untuk diusahakan dan dikelola” di atas akan memunculkan pertanyaan,
diusahakan dan dikelola OLEH SIAPA? Pertanyaan ini menjadi relevan karena suatu bisnis
tidak bisa hidup dalam suatu kevakuman, dan tidak dipakainya kata-kata “self-sustaining”
dalam definisi suatu bisnis, mengakibatkan bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan
aktivitas, mesti diberi konteksnya, yaitu dalam hal ini, siapa yang mengusahakan dan
mengelola rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas YANG TIDAK ADA OUTPUTNYA,
sehingga nantinya bisa menghasilkan output.
Menjawab pertanyaan di atas, besar kemungkinan ada 3 (tiga) pihak yang bisa
mengusahakan dan mengelolanya, yaitu:
 Apakah pihak penjual (seller)?
 Apakah pihak pembeli atau pihak yang mengakuisisi (acquirer)?
 Apakah pihak lainnya, yaitu pelaku pasar (market participant)?
Di sinilah menurut penulis, IFRS 3 mengambil langkah berbeda, dimana ia memunculkan
kata-kata “pelaku pasar”.
Hadirnya kata-kata “pelaku pasar”, yang tidak mesti terkait sama sekali dengan pihak
penjual atau pihak pengakuisisi, memberikan persepsi yang sama sekali baru dan
memberikan makna yang tidak restriktif atas apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan
aktivitas itu “bisnis” atau bukan.
Mengapa demikian?
Tidak ada penjelasan yang penulis temukan dalam IFRS 3 terkait mengapa pihak pelaku
pasar yang dipilih19
. Namun demikian, pilihan ini membawa banyak implikasi menarik.
19
Tentunya prinsip pengukuran (measurement principle) dalam IFRS 3 paragraf 18 yang mewajibkan
pihak pengakuisisi mengukur aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih
dengan nilai wajar (fair value) pada tanggal akuisisi, ada memberikan kontribusi pada
www.futurumcorfinan.com
Page 28
Implikasinya sebagai berikut:
Implikasi 1: Terkait Kelengkapan Semua Input dan Proses yang Dapat Diterapkan atas
Input tersebut
Untuk supaya suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi atau
diperoleh dapat dikatakan sebagai suatu bisnis, maka rangkaian terpadu dari aset dan
aktivitas tersebut tidak perlu mencakup SEMUA komponen input atau proses yang
diperlukan untuk menjalankan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut sebagai
suatu bisnis. Dengan kata lain, kembali bahwa, suatu rangkaian terpadu dari aset dan
aktivitas tersebut tidak mesti “self-sustaining” (ini suatu syarat penting yang mesti dipenuhi
dalam EITF Issue No. 98-3).
Jika suatu pelaku pasar memiliki kemampuan untuk mengusahakan dan mengelola
rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut guna menghasilkan output, baik dengan:
(i) mengintegrasikannya dengan input dan proses yang ia miliki; atau
(ii) mengusahakan mendapatkannya dari pihak luar (bisa dari industri yang sama atau
industri yang berbeda),
guna menutupi komponen yang tidak semuanya ada, dari suatu rangkaian terpadu dari aset
dan aktivitas tersebut yang diperoleh, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas
tersebut tetap dapat disebut sebagai suatu bisnis.
Tentunya kalau komponen yang tidak lengkap dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan
aktivitas tersebut yang diakuisisi, komponen ini bisa bersifat “penting” atau juga “tidak
penting”:
 Kalaupun “penting”, dan komponen yang tidak lengkap tersebut dimiliki oleh pihak
pelaku pasar, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang
tidak lengkap tersebut, tetap ada kemungkinan disebut sebagai suatu bisnis.
 Kalaupun “tidak penting”, dan katakan komponen itu tidak dimiliki oleh para pelaku
pasar, namun komponen yang hilang atau tidak lengkap dari rangkaian terpadu dari
diperkenalkannya konsep “pelaku pasar” dalam identifikasi suatu rangkaian terpadu dari aset dan
aktivitas sebagai suatu bisnis, dimana kelengkapan output tidak dipersyaratkan. Konsep “pelaku
pasar” kemudian dituangkan penjelasannya dalam IFRS 13 Fair Value Measurement.
www.futurumcorfinan.com
Page 29
aset dan aktivitas tersebut dapat direplikasi atau digantikan 20
, sehingga secara
keseluruhan tidak mengganggu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut
untuk dapat menghasilkan output, maka tetap ada kemungkinan bisa dikategorikan
sebagai suatu bisnis.
Kehadiran kata-kata “pelaku pasar” mengakibatkan apakah unsur input atau proses yang
tidak lengkap tersebut, pada saat ditransfer, apakah “signifikan” atau tidak, apakah “penting”
atau tidak, apakah “major” atau “minor, menjadi tidak relevan lagi. Yang penting, ada input
bersama-sama dengan proses [yang diterapkan pada input tersebut] yang bersama-sama
dapat dilanjutkan oleh pelaku pasar guna mampu menghasilkan output, pada saat diakuisisi,
cukup dapat dikatakan bahwa rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas itu suatu bisnis. Ini
bisa dibaca kembali pada BC18 dari IFRS 3 dimana dikatakan:
…that a business need not include all of the inputs or processes that the seller used in
operating that business if a market participant is capable of continuing to produce outputs,
for example, by integrating the business with its own inputs and processes. This clarification
also helps avoid the need for extensive detailed guidance and assessments about whether a
missing input or process is minor.
Namun demikian, penting bagi penulis untuk mengingatkan bahwa komponen yang “penting”
atau “tidak penting” yang dibicarakan di atas tetap perlu memperhatikan bahwa komponen
tersebut harus digunakan untuk menghasilkan output. Ini secara spesifik disebutkan dalam
IFRS 3 bagian Definisi untuk proses, yang penulis kutip kembali dibawah ini:
Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an input or
inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include strategic
management processes, operational processes and resource management processes.
These processes typically are documented, but an organized workforce having the
necessary skills and experience following rules and conventions may provide the necessary
processes that are capable of being applied to inputs to create outputs. (Accounting,
billing, payroll and other administrative systems typically are not processes used to
create outputs.) (IFRS 3 Appendix A Defined Terms)
20
Apakah dapat digantikan atau direplikasi suatu komponen dari suatu bisnis, tentunya bisa bersifat
teknis. Namun di sini, penulis lebih menekankan pada tingkat kesulitannya relatif dalam konteks
jangka waktu, tingkat usaha yang diperlukan, dan tingkat biaya atau investasi yang diperlukan.
www.futurumcorfinan.com
Page 30
Sistem yang bersifat administratif, misalnya akuntansi, penagihan dan penggajian, jelas-
jelas tidak secara langsung diperlukan untuk menghasilkan output, tapi lebih merupakan
fungsi pendukung saja. Atau umum dikenal sebagai non-revenue generating activities.
Masih terkait tidak perlunya kehadiran SEMUA unsur atau komponen hadir dalam rangkaian
terpadu dari aset dan aktivitas, perlu dibaca kembali paragraf B8 IFRS 3:
To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set
of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to
those inputs, which together are or will be used to create outputs….
Kalimat dalam paragraf B8, yang mensyaratkan hadirnya 2 (dua) komponen penting dari
suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut, untuk dapat dikatakan sebagai
suatu bisnis, yaitu : “Input” DAN “Proses” yang diterapkan kepada input tersebut [yang
secara bersama-sama digunakan atau akan digunakan untuk menghasilkan output],
membawa implikasi bahwa:
Akuisisi atas suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas yang hanya memiliki input saja,
dan walaupun katakan, pihak pelaku pasar memiliki semua proses yang diperlukan untuk
mengolah input tersebut, maka rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang
dialihkan tersebut TETAP tidak dapat disebut sebagai suatu bisnis. Intinya mesti ada input
DAN proses (yang dapat mengolah input lebih lanjut menjadi output di kemudian hari), pada
saat diakuisisi.
Kalau bisa kita rangkumkan untuk menentukan apakah suatu rangkaian terpadu dari aset
dan aktivitas yang dialihkan tersebut adalah suatu bisnis atau bukan, yaitu apakah:
Input dan proses (yang diterapkan atas input) yang diakuisisi, digabungkan dengan
input dan proses yang dapat disediakan oleh pelaku pasar lainnya, adalah mampu
untuk dijalankan dan dikelola sedemikian rupa, guna menghasilkan output yang
diinginkan sesuai dengan tujuan bisnis tersebut.
Membicarakan input dan proses, tentunya tidak terlepas dari output atau produk (walaupun
untuk suatu kriteria agar dapat disebut sebagai suatu bisnis, kehadiran output tidak
merupakan suatu keharusan), maka kita mengenai siklus hidup produk (product life cycle),
www.futurumcorfinan.com
Page 31
misalnya dalam industri farmasi atau life science, untuk proses sebelum sampai kepada
menjadi produk komersial.
Kalau rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut semakin jauh dalam siklus
hidupnya, maka besar kemungkinan bahwa terdapat pelaku pasar yang akan mampu
mengusahakan lebih jauh aset dan aktivitas tersebut untuk menghasilkan output, atau
dalam hal ini, akan lebih mudah dikategorikan sebagai suatu bisnis.
Sebagai contoh, dalam industri minyak bumi dan gas, the continuum dapat diilustrasikan
sebagai berikut21
, dimana dari lahan yang belum dikembangkan sama sekali ke aset yang
menghasilkan, dimana ini semakin mungkin disebut sebagai suatu bisnis. Namun demikian,
setiap transaksi dan peristiwa dimana terjadi pengalihan perlu tetap dievaluasi berdasarkan
masing-masing fakta dan keadaan yang ada.
Proses
Penulis ingin menyinggung terkait proses, karena justru ini merupakan unsur yang penting
supaya suatu input atau sekumpulan aset dapat dikatakan lebih lanjut sebagai suatu bisnis
pada saat akuisisi terjadi.
Pertama, di dalam IFRS 3, tidak dibicarakan apakah proses yang dimaksud ini dalam suatu
bisnis:
 merupakan proses yang dikerjakan sendiri oleh pihak penjual (atau pihak yang
diakuisisi) atau
 bisa mencakup proses di-outsource ke pihak luar.
21
Canadian Association of Petroleum Producers. ECAP. Chartered Professional Accountants Canada.
Viewpoints: Applying IFRSs in the Oil and Gas Industry. Mei 2013.
www.futurumcorfinan.com
Page 32
Namun demikian, menurut hemat penulis, terlepas apakah dikerjakan sendiri oleh pihak
internal atau di-outsource ke pihak luar, yang penting, adalah proses itu yang tepat untuk
mengolah input, hadir pada saat akuisisi dilakukan. Di sini mesti ada dulu input dan proses,
supaya dapat menjadi suatu bisnis. Dan keberadaan “pelaku pasar” menjadi tidak relevan,
artinya, kalau cuma terdapat input yang ditransfer pada saat akuisisi, dan diperkirakan
bahwa proses kemudian dapat disediakan oleh pihak pelaku pasar, hal ini tetap berarti tidak
ada bisnis yang dialihkan. Hal ini karena tetap saja, pada saat dialihkan, yang ada cuma
input (atau sekumpulan aset), sehingga tidak memenuhi definisi suatu bisnis. Yang
dibicarakan dalam IFRS 3, dalam konteks “pelaku pasar” adalah kalau ada proses atau
input yang tidak lengkap atau kurang, dan kekurangan tersebut dapat ditutupi oleh pihak
pelaku pasar, misalkan digabung dengan sebagian input dan proses yang sudah dimiliki
oleh pihak pelaku pasar lainnya, dan dengan demikian pihak pelaku pasar dapat
mengoperasikan serangkaian terpadu dari aktivitas dan aset tersebut secara keseluruhan
sebagai suatu bisnis. Namun demikian, sebagaimana pada umumnya, IFRS 3 tidak
memberikan suatu pendekatan “bright line” (garis yang jelas), sehingga artinya tetap
diperlukan pertimbangan untuk menentukan input dan proses mana yang tidak lengkap
tersebut dan sejauh mana ketidaklengkapan tersebut bersifat signifikan namun tetap dapat
disediakan oleh pihak pelaku pasar.
Jadi kembali, kata kuncinya bisa ditemukan bahwa untuk disebut sebagai suatu bisnis,
rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut (mencakup input dan proses) tidak ada
kewajiban harus “self-sustaining”. Misalkan, dalam hal akuisisi, pertimbangan sinergi dalam
input dan proses masuk sebagai unsur penting yang dipertimbangkan oleh pihak
pengakuisisi. Bisa saja dari pertimbangan yang ada, walaupun input dan proses tersebut
sudah ada (artinya sudah digunakan oleh pihak penjual), namun oleh pihak pembeli (atau
pihak pengakuisisi), diputuskan untuk tidak mengakuisisinya atau tidak dalam bagian yang
dialihkan. Misalnya dalam harga akuisisi, tidak dimasukkan, contohnya, sistem pengadaan
barang, mengingat pihak pengakuisisi sudah memiliki sistem itu sendiri dan akan
disinergikan dengan sistem yang ia miliki, maka tidak dialihkannya sistem pengadaan
barang sebagai bagian dari pengalihan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut,
bukan berarti rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut itu bukan suatu bisnis. Jadi
intinya, pada saat akuisisi, ada kedua unsur, yaitu, input dan proses yang turut dialihkan.
Di samping itu, penting dicermati, bahwa pada saat akuisisi terjadi, sudah ada input dan
proses yang digunakan untuk mengolah input, terlepas tidak adanya output yang dihasilkan.
Itu sudah merupakan suatu bisnis. Lain halnya, misalnya selama ini sudah ada input dan
www.futurumcorfinan.com
Page 33
proses yang berjalan, misalnya, restoran, tetapi kemudian restoran tersebut ditutup atau
berhenti beroperasi, dan hanya tertinggal tanah, bangunan, dan perkakas masak. Apabila
diakuisisi, maka pada saat diakuisisi sudah tidak terdapat proses untuk mengolah input yang
ada. Ini praktis hanya aset atau sekumpulan aset yang dibeli, dan bukan suatu bisnis,
karena tidak ada proses yang berjalan atau turut dialihkan. Walaupun pihak pengakuisisi
tetap dapat meneruskan lagi usaha restoran itu untuk menghasilkan jasa restoran berupa
penyediaan makanan dan minuman, tapi fakta bahwa pada tanggal akuisisi, tidak ada
proses, maka praktis yang diambil, hanya kumpulan aset, dan bukan suatu bisnis.
Kedua, membicarakan input, proses dan output dalam suatu bisnis bisa mencakup A hingga
Z, dan IFRS 3 tidak secara spesifik melihat sejauh mana input hadir (apakah hanya 1, 2, 3
input). Demikian juga dengan proses. Tapi tentunya proses yang dibicarakan, menurut
penulis, ya proses inti atau yang relevan untuk memproses input menjadi output. Proses ini
juga bisa hanya 1 proses, atau lebih dari 1 proses. Demikian juga dengan output, apakah
hanya 1 output atau lebih dari 1 output.
Ini hanya soal kompleksitas asesmen untuk menentukan apakah suatu rangkaian terpadu
dari aset dan aktivitas tersebut dapat disebut sebagai suatu bisnis nantinya. Hal ini sangat
disadari oleh IFRS 3, karena dalam B9, disebutkan :
The nature of the elements of a business varies by industry and by the structure of an
entity’s operations (activities), including the entity’s stage of development. Established
businesses often have many different types of inputs, processes and sometimes only a
single output (product). Nearly all businesses also have liabilities, but a business need not
have liabilities.
Kalimat terakhir dalam paragraf B9 di atas bahkan menyebutkan bahwa dalam suatu bisnis,
tidak selalu ada atau memerlukan kehadiran liabilitas. Dengan demikian, hadirnya liabilitas
tidak menjadi kata kunci untuk hadirnya suatu bisnis. Suatu kalimat yang cukup menarik
bagi penulis, mengingat bahwa hampir sebagian besar bisnis, “ditopang” oleh liabilitas,
misalnya utang usaha (trade payable). Tampaknya semangat supaya tidak ada aturan yang
terlalu restriktif atas suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas supaya bisa masuk
sebagai suatu bisnis, turut melatar-belakangi hal di atas.
www.futurumcorfinan.com
Page 34
Implikasi 2: Kegiatan dalam Tahap Pengembangan (Development Stage)
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis,
rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset, yang diakuisisi oleh pihak pengakuisisi, pada saat
diakuisisi atau ditransfer, tidak perlu mencakup SEMUA input atau proses (yang diterapkan
pada input tersebut) yang digunakan oleh pihak penjual untuk menjalankan bisnisnya. Hal
ini tetap dimungkinkankan, mengingat persepsi yang diambil, adalah bukan dari sudut
pandang pihak pembeli, atau pihak pengakuisisi, namun dari pihak pelaku pasar.
Perhatikan bahwa penulis sengaja menggaris-bawahi “yang digunakan oleh pihak penjual”
dalam paragraf di atas. Hal ini berarti menjadi tidak relevan lagi:
Apakah input dan proses yang selama ini digunakan oleh pihak penjual guna menghasilkan
output dan menjalankan bisnis normalnya, perlu untuk SEMUA input dan proses tersebut
dialihkan dari pihak penjual kepada pihak pengakuisisi, untuk supaya rangkaian terpadu dari
aset dan aktivitas tersebut yang dialihkan tersebut untuk dapat dikatakan sebagai suatu
bisnis. Bisa jadi hanya SEBAGIAN dari input dan proses (yang dapat diterapkan atas input
tersebut), yang dialihkan, dan ini masih dimungkinkan memenuhi definisi suatu bisnis
menurut IFRS 3.
Hal di atas, menurut IFRS, dimungkinkan jika (kembali) seorang pelaku pasar mampu
melanjutkan rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset (yang mencakup hanya BEBERAPA
INPUT DAN PROSES) yang diakuisisi tersebut, guna diusahakan dan dikelola
menghasilkan output. Sebagai contoh, pelaku pasar tersebut mampu mengintegrasikannya
dengan input dan proses yang sudah dimilikinya sendiri.
Yang penting, ada input dan proses pada saat dialihkan, yang dapat diolah lebih lanjut
menjadi output yang mendatangkan hasil atau manfaat ekonomis bagi pihak investor. Tidak
hadirnya output (dan pendapatan) pada saat akuisisi tidak menjadi persoalan, karena pihak
pengakuisisi tentunya sudah mempertimbangkan hal tersebut, artinya, besar kemungkinan
pihak pengakuisisi memiliki akses kepada input dan proses yang diperlukan sehingga dapat
dikelola lebih lanjut guna menghasilkan output yang diinginkan. Jadi intinya, ada
kemampuan untuk dilanjutkan guna mendatangkan hasil ekonomis.
Karena fokusnya pada kemampuan input dan proses tersebut untuk mencapai tujuan bisnis
yaitu menghasilkan output yang diinginkan, maka walaupun rangkaian terpadu dari aktivitas
www.futurumcorfinan.com
Page 35
dan aset tersebut masih dalam tahap pengembangan dan belum memulai aktivitas
operasional utamanya yang direncanakan, maka masih dimungkinkan untuk masuk
dikatakan sebagai suatu bisnis. Jadi tidak dapat serta merta atau diasumsikan bahwa ia
bukan merupakan suatu bisnis.
Paragraf di atas membawa konsekuensi, bahwa entitas-entitas dalam tahap pengembangan,
dapat disebut sebagai suatu bisnis, sepanjang ada input dan proses, walaupun belum dalam
tahapan menghasilkan output. Misalnya, banyak perusahaan-perusahaan yang diakuisisi
masih belum memberikan pendapatan atau bahkan belum punya pelanggan, contoh
perusahaan-perusahaan yang bergerak di media sosial, namun demikian, perusahaan-
perusahaan tersebut sudah memiliki input dan proses yang diperlukan, sehingga
memungkinkan menghasilkan pendapatan. Input di sini, bisa mencakup karyawan
programmer, HAKI, dan aset tetap, serta riset produk. Proses bisa mencakup proses
operasional yang memungkinkan pengembangan dan pemasaran produk-produk. Pihak
pengakuisisi atau “pelaku pasar” tentunya dapat mempertimbangkan bahwa input dan
proses itu suatu hari akan mendatangkan output dan pendapatan, dan jarak dari titik akuisisi
hingga dilihatnya pendapatan, akan saja singkat atau bahkan mengambil waktu beberapa
tahun. Ini sangat tergantung kondisi pasar, dan sejauh mana resiko yang berani diambil oleh
pihak investor. Adanya transaksi akuisisi sendiri sudah memberikan bukti, bahwa input dan
proses tersebut suatu hari akan menjadi output. Kalau tidak, secara logika, mengapa pihak
investor bersedia menanamkan uangnya untuk membeli suatu rangkaian terpadu dari aset
dan aktivitas tersebut yang belum tampak produk dan pelanggan/pembeli-nya? Adanya
kata-kata “pelaku pasar” membuka dan memungkinkan suatu rangkaian terpadu dari aset
dan aktivitas tersebut disebut sebagai suatu bisnis.
Serangkaian aktivitas dan aset terpadu dalam tahap pengembangan mendapat tempat
khusus dalam IFRS 3, karena disebutkan secara spesifik.
An Integrated set of activities and assets in the development stage might not have outputs. If
not, the acquirer should consider other factors to determine whether the set is a business.
Those factors include, but are not limited to, whether the set:
(a) has begun planned principal activities;
(b) has employees, intellectual property and other inputs and processes that could be
applied to those inputs;
(c) is pursuing a plan to produce outputs; and
(d) will be able to obtain access to customers that will purchase the outputs.
www.futurumcorfinan.com
Page 36
Not all of those factors need to be present for a particular integrated set of activities and
assets in the development stage to qualify as a business. [paragraf B10]
Dicantumkannya kalimat terakhir bahwa TIDAK SEMUA faktor-faktor tersebut (4 faktor)
harus terpenuhi dalam serangkaian aktivitas dan aset terpadu tertentu dalam tahap
pengembangan, guna memenuhi persyaratan untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis.
Apakah ini dapat diartikan bahwa walaupun hanya SALAH SATU FAKTOR dari ke-empat
faktor di atas tersebut hadir pada serangkaian aktivitas dan aset terpadu yang dialihkan atau
diakuisisi, berarti sudah dipenuhi syarat suatu bisnis?
Terkait faktor pertama (a) di atas, bahwa IFRS 3 jelas mendukung pemahaman bahwa
suatu serangkaian aktivitas dan aset terpadu semata-mata karena belum memulai atau
mengerjakan kegiatan operasional utamanya, tidak dapat serta merta diasumsikan bahwa ia
tidak dapat masuk sebagai suatu bisnis, sudah disebutkan di atas. Namun yang menarik
bagi penulis, adalah faktor kedua, yaitu (b) di atas, yaitu kehadiran karyawan, hak kekayaan
intelektual dan input dan proses lainnya yang dapat diterapkan pada input tersebut.
Secara khusus, penulis ingin menyinggung soal kehadiran karyawan, yang turut “dialihkan”
pada saat akuisisi dilakukan, karena bisa terindikasi hadirnya goodwill (=accounting black
hole).
Kumpulan Tenaga Kerja (Assembled Workforce) bagian dari Goodwill?
IFRS 3 secara khusus memberikan satu paragraf dalam Application Guidance (berjudul
“Assembled workforce and other items that are not identifiable”) terkait kumpulan tenaga
kerja sebagai item yang tidak teridentifikasi dalam suatu akuisisi.
Walaupun tenaga kerja terorganisir jelas merupakan bagian dari unsur proses dalam suatu
bisnis yang dapat menghasilkan output, ternyata secara satu kumpulan tenaga kerja, ia
tidak dapat teridentifikasi secara terpisah dari goodwill dan dimasukkan sebagai bagian dari
goodwill.
Ini perlu sekali dicermati, karena dalam begitu hadirnya goodwill dalam suatu transaksi atau
peristiwa, maka rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut diasumsikan sebagai
suatu bisnis, sebagaimana diindikasikan dalam paragraf B12 dari IFRS 3:
www.futurumcorfinan.com
Page 37
In the absence of evidence to the contrary, a particular set of assets and activities in which
goodwill is present shall be presumed to be a business. However, a business need not have
goodwill. [paragraf B12 IFRS 3]
Terjemahan bebas: Dalam hal tidak ada bukti sebaliknya, rangkaian aset dan aktivitas
tertentu yang mempunyai goodwill dianggap sebagai suatu bisnis. Tetapi, sesuatu bisnis
tidak harus mempunyai goodwill.
Artinya, kalau ada goodwill, itu pasti suatu bisnis. Namun untuk dapat disebut sebagai suatu
bisnis, tidak memerlukan kehadiran goodwill.
Pertanyaan yang relevan adalah apakah ini berarti hadirnya “assembled workforce” yang
turut dialihkan, berarti hadirnya goodwill?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan terlebih dahulu arti dari “assembled
workforce”.
Tenaga kerja ada tercantum dalam definisi tentang Proses, suatu unsur yang penting untuk
suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas dapat dikatakan sebagai suatu bisnis.
Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an input or
inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include strategic management
processes, operational processes and resource management processes. These processes
typically are documented, but an organized workforce having the necessary skills and
experience following rules and conventions may provide the necessary processes that are
capable of being applied to inputs to create outputs. (Accounting, billing, payroll and other
administrative systems typically are not processes used to create outputs.) (IFRS 3
Appendix A Defined Terms)
The acquirer subsumes into goodwill the value of an acquired intangible asset that is not
identifiable as of the acquisition date. For example, an acquirer may attribute value to the
existence of an assembled workforce, which is an existing collection of employees
that permits the acquirer to continue to operate an acquired business from the
acquisition date (catatan: ini definisi assembled workforce). An assembled workforce
does not represent the intellectual property of the skilled workforce – the (often specialized)
knowledge and experience that employees of an acquire bring to their jobs. Because the
www.futurumcorfinan.com
Page 38
assembled workforce is not an identifiable asset to be recognized separately from goodwill,
any value attributed to it is subsumed into goodwill. [paragraf B37 IFRS 3]
Digunakannya kata “assembled” dalam “assembled workforce” di sini berarti kumpulan
tenaga kerja, sehingga perlu dibedakan dengan karyawan individual yang memiliki kontrak
kerja (kontrak kerja sendiri adalah aset tak berwujud22
) dengan perusahaan. Karena yang
disebut adalah kumpulan tenaga kerja secara keseluruhan - yang tentunya pada umumnya
tidak dikenal adanya kontrak kerja secara keseluruhan, dan sebaliknya yang ada, kontrak
kerja masing-masing karyawan dengan perusahaan - maka kumpulan tenaga kerja tersebut
tidak dapat dipisahkan, sehingga ia masuk sebagai bagian dari goodwill. Kontrak kerja dapat
dikatakan bersifat individual, dan bukan kolektif.
Salah satu pertimbangan mengapa kumpulan tenaga kerja tidak menjadi suatu aset
teridentifikasi yang dapat dipisahkan dari goodwill, adalah dapat ditemukan dalam paragraf
15 International Accounting Standard 38 Intangible Assets (atau di Indonesia, PSAK No. 19
(revisi 2009) tentang Aset Takberwujud), yaitu unsur “pengendalian” (control) oleh
perusahaan yang relatif rendah.
An entity may have a team of skilled staff and may be able to identify incremental staff skills
leading to future economic benefits from training. The entity may also expect that the staff
will continue to make their skills available to the entity. However, an entity usually has
22
IFRS 3 Illustrative Examples paragraf IE37
Employment contracts that are beneficial contracts from the perspective of the employer because
the pricing of those contracts is favorable relative to market terms are one type of contract-based
intangible asset.
Namun demikian, pengakuan kontrak kerja sebagai suatu aset (atau liabilitas) tak berwujud
kemungkinan jarang dilakukan, mengingat bahwa pihak karyawan dapat memilih mengakhiri
hubungan kerja sewaktu-waktu atau dalam periode pemberitahuan yang relatif singkat (misalnya 1
bulan atau 3 bulan), kontrak kerja biasanya juga tidak dapat dipaksakan.
Katakan sekumpulan tenaga kerja memiliki apa yang dikatakan perjanjian serikat buruh atau
perjanjian kolektif (collective bargaining agreement), namun perjanjian demikian pada umumnya
berisi butir-butir kesepakatan akan tarif upah atau gaji, pengaturan jam kerja, uang lembur, hak cuti
tahunan, dan sebagainya, dan bukan suatu perjanjian yang mengikat baik pihak karyawan maupun
pihak pemberi kerja dalam suatu kontrak hubungan kerja dalam periode tertentu. Pihak karyawan
tetap dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri atau berhenti berkerja di satu pihak, atau di pihak
pemberi kerja, dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Karena hal ini, perjanjian demikian,
sama seperti kumpulan tenaga kerja, tidak ada aset tak berwujud yang diakui secara terpisah terkait
karyawan-karyawan yang dicakup dalam perjanjian demikian. Namun demikian, IAS 38
memungkinkan bahwa suatu collective bargaining agreement dapat diakui sebagai suatu aset (atau
liabilitas) tak berwujud secara terpisah jika persyaratan dari perjanjian tersebut adalah
menguntungkan atau tidak menguntungkan ketika dibandingkan dengan persyaratan yang ada di
pasar.
www.futurumcorfinan.com
Page 39
insufficient control over the expected future economic benefits arising from a team of
skilled staff and from training for these items to meet the definition of an intangible
asset. For a similar reason, specific management or technical talent is unlikely to meet the
definition of an intangible asset, unless it is protected by legal rights to use it and to obtain
the future economic benefits expected from it, and it also meets the other parts of the
definition.
Dari paragraf 15 IAS 38 tampak bahwa suatu entitas pada umumnya atau biasanya
dianggap tidak dapat menjalankan (atau memastikan adanya) pengendalian atas manfaat
ekonomis masa depan yang diharapkan dari tenaga kerja (bahkan dari tenaga kerja trampil
sekalipun), sehingga relatif sulit untuk dikategorikan sebagai suatu aset tak berwujud.
Pengertian “pengendalian” sendiri disebutkan dalam paragraf 13 IAS 38, sebagai berikut:
An entity controls an asset if the entity has the power to obtain the future economic
benefits flowing from the underlying resource and to restrict the access of others to
those benefits. The capacity of an entity to control the future economic benefits from an
intangible asset would normally stem from legal rights that are enforceable in a court of law.
In the absence of legal rights, it is more difficult to demonstrate control. However, legal
enforceability of a right is not a necessary condition for control because an entity may be
able to control the future economic benefits in some other way.
Sedangkan “manfaat ekonomis masa depan” yang dibicarakan di atas dijelaskan dalam
paragraf 17 IAS 38:
The future economic benefits flowing from an intangible asset may include revenue from
the sale of products or services, cost savings, or other benefits resulting from the use
of the asset by the entity. For example, the use of intellectual property in a production
process may reduce future production costs rather than increase future revenues.
Kalau bisa kita lihat keseluruhan dari bacaan di atas, pertimbangan bahwa baik pihak
pemberi kerja maupun pihak karyawan dapat memutuskan hubungan kerja yang ada,
sekalipun ada kontrak kerja, setiap waktu dengan pemberitahuan yang sesuai dengan
praktik dalam industri yang bersangkutan. Tidak ada jaminan terkait bahwa pihak tenaga
www.futurumcorfinan.com
Page 40
kerja akan terus berkarya dalam suatu perusahaan23
, dan sebaliknya, pihak pemberi kerja
tidak dapat juga menjanjikan hubungan kerja akan terus berlangsung. Penyebabnya bisa
dari kondisi keuangan perusahaan sendiri atau kondisi ekonomi secara keseluruhan,
misalnya turunnya permintaan dan harga komoditas tertentu yang kemudian mempengaruhi
secara signifikan atas pendapatan perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk
menutupi biaya-biaya tetap yang ada.
Apalagi kalau dikaitkan dengan “kumpulan tenaga kerja” yang kemungkinan tidak memiliki
kontrak kerja secara kolektif, sehingga tidak dapat diakui sebagai suatu aset tak berwujud
secara terpisah. Dengan kata lain, ia tidak memenuhi baik kriteria “dapat dipisahkan
(separability)” atau “contractual-legal (timbul dari kontrak atau hak legal lainnya)”24
guna
pengakuan sebagai suatu aset tak berwujud teridentifikasi.
Masih terkait hal ini dan kaitannya dengan goodwill, untuk aset yang tidak dapat
teridentifikasi secara terpisah, menarik membaca paragraf 11 IAS 38:
The definition of an intangible asset requires an intangible asset to be identifiable to
distinguish it from goodwill. Goodwill recognized in a business combination is an asset
representing the future economic benefits arising from other assets acquired in a business
combination that are not individually identified and separately recognized. The future
economic benefits may result from synergy between the identifiable assets acquired or form
assets that, individually, do not qualify for recognition in the financial statements.
Karena kumpulan tenaga kerja bukan merupakan suatu aset yang dapat teridentifikasi
secara terpisah maka ia dimasukkan sebagai bagian dari goodwill25
. Hal ini ditegaskan
dalam paragraf BC178 dari IFRS 3, sebagaimana dikutip di bawah ini:
23
A corporate shareholder votes with a hand but…an employee votes with her/his foot.
24
International Accounting Standar 38 Intangible Assets paragraf 12.
25
Perlu juga diperhatikan paragraf BC180 IFRS 3:
In most jurisdictions, the employer usually “owns” the intellectual property of an employee. Most
employment contracts stipulate that the employer retains the rights to and ownership of any
intellectual property created by the employee….In other words, the prohibition of recognizing an
assembled workforce as an intangible asset does not apply to intellectual property; it applied
only to the value of having a workforce in place on the acquisition date so that the acquirer
can continue the acquiree’s operations without having to hire and train a workforce.
www.futurumcorfinan.com
Page 41
…Because an assembled workforce is a collection of employees rather than an
individual employee, it does not arise from contractual or legal rights. Although individual
employees might have employment contracts with the employer, the collection of
employees, as a whole, does not have such a contract. In addition, an assembled
workforce is not separable, either as individual employees or together with a related contract,
identifiable asset or liability. An assembled workforce cannot be sold, transferred, licensed,
rented or otherwise exchanged without causing disruption to the acquirer’s business. In
contrast, an entity could continue to operate after transferring an identifiable asset.
Therefore, an assembled workforce is not an identifiable intangible asset to be recognized
separately from goodwill.
Jadi kalau boleh disimpulkan, meskipun pihak karyawan individual kemungkinan memiliki
perjanjian atau kontrak kerja dengan pihak yang diakuisisi, dimana, setidak-tidaknya secara
teoritis, dapat secara terpisah diakui dan diukur, namun sekumpulan tenaga kerja dapat
dikatakan besar kemungkinan tidak memiliki kontrak semacam ini. Karena itu, sekumpulan
tenaga kerja tidak memenuhi kriteria kontraktual-legal sebagaimana diwajibkan oleh IAS 38
(tentang Intangible Assets) untuk dapat diakui secara terpisah. Selain itu, IASB
berkesimpulan bahwa sekumpulan tenaga kerja tidak dianggap dapat dipisahkan tersendiri
untuk diukur dan diakui, karena ia tidak dapat dijual atau dialihkan tanpa mengakibatkan
gangguan pada bisnis pihak pengakuisisi [baca IFRS 3 paragraf BC178 di atas]. Sebagai
akibatnya, dalam suatu kombinasi bisnis ataupun akuisisi aset, sekumpulan tenaga kerja
bukan merupakan suatu aset tak berwujud yang dapat teridentifikasi, yaitu dapat secara
terpisah diakui tersendiri. Dengan demikian, apapun nilai yang dapat diatribusikan pada
sekumpulan tenaga kerja, nilai tersebut akan dimasukkan ke dalam goodwill.
Kumpulan Tenaga Kerja dan Kehadiran “Pelaku Pasar”
Mengingat bahwa menjalankan suatu bisnis memerlukan personel atau sumber daya
manusia, dan walaupun pada umumnya, dapat dikatakan identifikasi atas sumber daya
manusia atau tenaga kerja secara relatif tidak sulit untuk dilakukan, mana yang merupakan
kumpulan tenaga kerja, dan mana yang merupakan proses, walaupun pada umumnya
tenaga kerja sangat terkait dan merupakan bagian [integral] dari proses suatu bisnis. Namun
untuk dikatakan sebagai suatu bisnis, maka tenaga kerja saat ini yang dipekerjakan oleh
pihak penjual dalam proses bisnisnya menjadi tidak relevan. Kembali, munculnya kata-kata
“pelaku pasar” memberikan implikasi bahwa untuk menjalankan aktivitas dan mengolah
input tersebut sehingga menghasilkan output, tidak mesti menggunakan tenaga kerja saat
www.futurumcorfinan.com
Page 42
ini yang dipekerjakan. Pihak pengakuisisi atau pembeli ataupun pelaku pasar dapat saja
menghentikan kontrak kerja yang ada karena tidak memerlukan tenaga kerja saat ini, dan
kemudian menggantinya dengan tenaga kerja yang dimiliki oleh pihak pengakuisisi, atau
bahkan memperkerjakan tenaga kerja yang baru.
Kumpulan Tenaga Kerja, Goodwill dan Bisnis
Mengingat sekumpulan tenaga kerja bukan merupakan aset teridentifikasi yang diakui
secara terpisah dari goodwill, maka walaupun kumpulan tenaga kerja tersebut dapat
dipisahkan atau diidentifikasi secara terpisah dari input lain dan proses lainnya, maka setiap
nilai yang diatribusikan pada kumpulan tenaga kerja tersebut dimasukkan ke dalam goodwill
[paragraf B37 IFRS 3].
Terdapat beberapa pertanyaan yang cukup relevan melihat kaitan antara kumpulan tenaga
kerja, goodwill dan bisnis.
 Apakah hadirnya sekumpulan tenaga kerja, berarti hadirnya goodwill, dan ini berarti
hadirnya suatu bisnis?26
 Apakah berarti hadirnya assembled workforce, dimana pengalihan suatu rangkaian
terpadu dari aset dan aktivitas, juga mencakup sekumpulan tenaga kerja27
, yang
tinggal dipergunakan atau dipekerjakan oleh pihak pengakuisisi, tanpa perlu direkrut
dan menjalani pelatihan kembali secara signifikan, berarti hal ini telah ada goodwill,
dan dengan demikian telah ada bisnis yang dialihkan? Atau dengan pertanyaan sedikit
berbeda: Bagaimana jika rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang
diakuisisi dan berikut dengan karyawan atau tenaga kerja (termasuk kontrak kerja
masing-masing karyawan) yang ada, turut dialihkan, apakah ini ada indikasi bahwa
suatu bisnis telah diakuisisi? Namun, bagaimana, jika hanya sebagian tenaga kerja
yang turut diperkerjakan oleh pihak pengakuisisi (atau pihak pembeli)?
26
Namun di lain pihak, perlu menjadi catatan bahwa ketidakhadiran goodwill dalam rangkaian
terpadu dari aset dan aktivitas yang dialihkan, bukan berarti, dapat serta merta dinyatakan bahwa ia
bukan merupakan suatu bisnis (paragraf B12 IFRS 3).
27
Kumpulan tenaga kerja diartikan sebagai kumpulan karyawan yang ada, yang memungkinkan
pihak pengakuisisi untuk melanjutkan operasi bisnis yang diakuisisi, sejak tanggal akuisisi (paragraf
B37 IFRS 3).
www.futurumcorfinan.com
Page 43
 Bagaimana dalam hal, ada input dan proses yang dialihkan, namun tidak ada sama
sekali tenaga kerja atau karyawan (dari input dan proses sebelumnya yang dipakai)
yang tidak diperkerjakan? Hal ini dimungkinkan mengingat pihak pengakuisisi sudah
memiliki karyawan sendiri dengan kompetensi yang diharapkan akan mampu
menjalankan proses dan aktivitas atas input guna memproduksi output. Jadi kalau
tidak ada karyawan yang dipertahankan, tidak otomatis dapat disimpulkan bahwa
rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut bukan merupakan suatu bisnis.
Namun demikian, dalam banyak transaksi merger & acquisition, anggota manajemen
kunci dalam suatu bisnis, dengan kata lain, yang dapat membuat bisnis tetap “tick”
(atau tetap bergerak), akan banyak dipertahankan, minimal untuk beberapa tahun ke
depan, hingga proses sinergi dapat tercipta sebagaimana diharapkan.
 [paragraf B37 IFRS 3 menyebutkan “….. setiap nilai yang diatribusikan pada kumpulan
tenaga kerja tersebut dimasukkan ke dalam goodwill”, di sini pertanyaannya, dalam
praktik, apakah wajib bisa didistribusikan nilai kepada sekumpulan tenaga kerja
tersebut? Bagaimana kalau dalam fakta yang ada, tenaga kerja itu tidak diatribusikan
nilai, artinya, bisa jadi pihak penjual dengan sukarela memberikan dan menyerahkan
tenaga kerja tersebut kepada pihak pengakuisisi mengingat, misalnya, karena tidak
memerlukan mereka lagi? Dalam kejadian demikian, menurut hemat penulis, secara
implisit, tetap ada nilai yang bisa dilekatkan pada sekumpulan tenaga kerja tersebut,
minimal dapat digunakan acuan perhitungan kewajiban uang pensiun atau pemutusan
hubungan kerja.
 Walaupun tidak banyak yang dijelaskan dalam IFRS 3, tapi apakah lalu dapat diartikan
bahwa pada umumnya, perusahaan-perusahaan dalam tahap pengembangan yang
memiliki tenaga kerja yang memiliki kemampuan untuk membuat produk, dapat
dianggap sebagai suatu bisnis? Tampaknya demikian, kalau melihat faktor-faktor yang
disebutkan dalam paragraf B10 dari IFRS 3, dimana ada disebutkan soal “karyawan”.
Kembali ke Goodwill
Hal-hal di atas tetap akan membawa kita pada pertanyaan : Bagaimana kita tahu ada
kehadiran goodwill?
Yang menarik adalah bahwa soal kehadiran goodwill ini turut diperhitungkan untuk
menentukan apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut itu suatu bisnis.
www.futurumcorfinan.com
Page 44
Kalau ada goodwill hadir dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut,
maka diasumsikan bahwa suatu bisnis ada. Kecuali, kalau dapat dibuktikan bahwa asumsi
ini tidak benar.
Lalu drayman kita tahu bahwa goodwill ada dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan
aktivitas tersebut?
Goodwill didefinisikan sebagai berikut:
An asset representing the future economic benefits arising from other assets acquired in a
business combination that are not individually identified and separately recognized.
[Appendix A Defined Terms IFRS 3]
Terjemahan bebas: Suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang
timbul dari aset lainnya yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis yang tidak dapat
diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah.
Walaupun terdapat definisi goodwill, namun pendekatan IFRS 3 tetap mengacu ke
perhitungan28
, dimana disebutkan bahwa paragraf 32:
Pihak pengakuisisi mengakui goodwill pada tanggal akuisisi yang diukur sebagai SELISIH
LEBIH (a) atas (b) di bawah ini (terjemahan paragraf 32 IFRS 3):
(a) nilai agregat dari:
(i) imbalan yang dialihkan yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini, yang pada
umumnya mensyaratkan nilai wajar tanggal akuisisi.
(ii) jumlah setiap kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi yang
diukur sesuai dengan Pernyataan ini; dan
(iii) untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap, nilai wajar pada
tanggal akuisisi, kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki oleh pihak
pengakuisisi pada pihak yang diakuisisi.
(b) selisih jumlah dari aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih
pada tanggal akuisisi, yang diukur sesuai Pernyataan ini.
28
Kemungkinan ini untuk menghindar “debat kusir” terkait ada atau tidak adanya goodwill, melihat
begitu bervariasinya interpretasi atas goodwill (lihat paragraf BC312-BC327 IFRS 3).
www.futurumcorfinan.com
Page 45
[insert gambar]
Contoh:
Katakan total nilai wajar dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang
diakuisisi adalah sebesar Rp 10 milyar, dan nilai wajar dari aset neto (sesudah dikurangi
liabilitas) yang teridentifikasi adalah Rp 7 milyar, maka adanya selisih lebih ini - yang berupa
goodwill - menciptakan asumsi bahwa rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut
yang diakuisisi itu adalah suatu bisnis.
Dari penegasan di atas, dapat terlihat bahwa kehadiran goodwill dalam suatu rangkaian
terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi, memberikan implikasi bahwa suatu
rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut adalah suatu bisnis. Dan ini juga secara
tidak langsung, menyatakan bahwa, kalaupun ada input dan proses yang tidak ada (namun
goodwill hadir dalam perhitungan di atas), besar kemungkinan input dan proses yang tidak
ada itu akan mampu untuk mencegah input dan proses yang ada untuk terus dilanjutkan
menghasilkan output dan mendatangkan hasil ekonomis, baik dalam bentuk dividen, biaya
yang lebih rendah atau manfaat ekonomi lainnya secara langsung kepada investor atau
pemilik, anggota atau peserta/partisipan lainnya.
Menurut penulis, maksud dari dikaitkan kehadiran goodwill langsung kepada cara
penentuan perhitungan goodwill yaitu apabila ada selisih lebih (a) atas (b), ada maksud
yang lebih jauh. Yaitu goodwill, sebagai suatu aset yang diakui oleh pihak pengakuisisi dan
wajib diukur sebagai suatu residual (=the excess of one amount over another), akan hanya
dapat hadir, kalau hal-hal yang disebutkan dalam point (b) di atas juga sudah dikerjakan
dengan benar, yaitu apabila semua aset berwujud dan aset tak berwujud dalam suatu
rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut telah secara spesifik diidentifikasi, diakui
dan secara benar dinilai, terlepas apakah aset tersebut diakui atau tidak sebelumnya dalam
pembukuan pihak yang diakuisisi. Hal-hal ini mesti dikerjakan SEBELUM MENENTUKAN
apakah goodwill hadir atau ada (baca paragraf 36 IFRS 3).
Mengapa demikian? Ini dapat disimpulkan secara tidak langsung dari 2 (dua) prinsip yang
dimunculkan dalam IFRS 3, yaitu:
1) Prinsip Pengakuan (recognition principle)
www.futurumcorfinan.com
Page 46
As of the acquisition date, the acquirer shall recognize, separately from goodwill, the
identifiable assets acquired, the liabilities assumed and any non-controlling
interest in the acquire….(paragraf 10 IFRS 3)
Terjemahan bebas: Pada tanggal akuisisi, pihak pengakuisisi mengakui, secara
terpisah dari goodwill, aset teridentifikasi yang diperoleh, liabilitas yang diambil-alih,
dan kepentingan nonpengendali pihak yang diakuisisi. …
The acquirer’s application of the recognition principle and conditions may result in
recognizing some assets and liabilities that the acquire had not previously
recognized as assets and liabilities in its financial statements. For example, the
acquirer recognizes the acquired identifiable intangible assets, such as a brand name,
a patent or a customer relationship, that the acquire did not recognize as assets in its
financial statements because it developed them internally and charged the related
costs to expense. (paragraf 13 IFRS 3)
Terjemahan bebas: Penerapan prinsip dan ketentuan pengakuan oleh pihak
pengakuisisi dapat menyebabkan pengakuan suatu aset dan liabilitas yang
sebelumnya tidak diakui oleh pihak yang diakuisisi sebagai aset dan liabilitas dalam
laporan keuangannya. Misalnya, pihak pengakuisisi mengakui aset tak berwujud yang
dapat diidentifikasi yang diperoleh, seperti merek, paten atau hubungan pelanggan,
yang tidak diakui oleh pihak yang diakuisisi sebagai aset dalam laporan keuangannya
karena pihak yang diakuisisi mengembangkannya secara internal dan memperlakukan
biaya terkait sebagai beban.
2) Prinsip Pengukuran (measurement principle)
The acquirer shall measure the identifiable assets acquired and the liabilities
assumed at their acquisition-date fair values. (paragraf 18 IFRS 3)
Terjemahan bebas: Pihak pengakuisisi mengukur aset teridentifikasi yang diperoleh
dan liabilitas yang diambil-alih pada nilai wajar pada tanggal akuisisi.
ASET BISNIS
ASET BISNIS
ASET BISNIS
ASET BISNIS
ASET BISNIS
ASET BISNIS
ASET BISNIS

More Related Content

What's hot

Uji Tuntas Hukum Akuisisi Saham
Uji Tuntas Hukum Akuisisi SahamUji Tuntas Hukum Akuisisi Saham
Uji Tuntas Hukum Akuisisi SahamLeks&Co
 
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta KerjaHukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta KerjaLeks&Co
 
Contoh akta pengalihan hak (cessie)
Contoh akta pengalihan hak (cessie)Contoh akta pengalihan hak (cessie)
Contoh akta pengalihan hak (cessie)Manunggal Amethyst
 
Hukum Perjanjian Tukar Menukar
Hukum Perjanjian Tukar MenukarHukum Perjanjian Tukar Menukar
Hukum Perjanjian Tukar MenukarEvi Rohmatul Aini
 
Sosialisasi peraturan perusahaan
Sosialisasi peraturan perusahaanSosialisasi peraturan perusahaan
Sosialisasi peraturan perusahaanGuntur Santosa
 
Contoh Kasus Akuisisi
Contoh Kasus AkuisisiContoh Kasus Akuisisi
Contoh Kasus AkuisisiLeks&Co
 
Surat perjanjian-distributor
Surat perjanjian-distributorSurat perjanjian-distributor
Surat perjanjian-distributorDecky Kusuma
 
Download Contoh Berita Acara Serah Terima Barang
Download Contoh Berita Acara Serah Terima BarangDownload Contoh Berita Acara Serah Terima Barang
Download Contoh Berita Acara Serah Terima BarangDua Dunia
 
Anggaran dasar perseroan terbatas
Anggaran dasar perseroan terbatasAnggaran dasar perseroan terbatas
Anggaran dasar perseroan terbatasDua Dunia
 
Contoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasiContoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasiNasria Ika
 
Contoh Surat Perjanjian Kerjasama
Contoh Surat Perjanjian KerjasamaContoh Surat Perjanjian Kerjasama
Contoh Surat Perjanjian KerjasamaJohn Manullang
 
Kesepakatan bersama pengakhiran perjanjian
Kesepakatan bersama pengakhiran perjanjianKesepakatan bersama pengakhiran perjanjian
Kesepakatan bersama pengakhiran perjanjianLegal Akses
 
eksepsi jawaban
eksepsi jawabaneksepsi jawaban
eksepsi jawabanNakano
 
39. draf berita acara saran dan pertimbangan karyawan atas naskah peraturan p...
39. draf berita acara saran dan pertimbangan karyawan atas naskah peraturan p...39. draf berita acara saran dan pertimbangan karyawan atas naskah peraturan p...
39. draf berita acara saran dan pertimbangan karyawan atas naskah peraturan p...legalakses636
 
Kepatuhan Terhadap Undang-undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak ...
Kepatuhan Terhadap Undang-undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak ...Kepatuhan Terhadap Undang-undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak ...
Kepatuhan Terhadap Undang-undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak ...Leks&Co
 
Berita acara penyerahan kembali rumah sewa
Berita acara penyerahan kembali rumah sewaBerita acara penyerahan kembali rumah sewa
Berita acara penyerahan kembali rumah sewaLegal Akses
 

What's hot (20)

Uji Tuntas Hukum Akuisisi Saham
Uji Tuntas Hukum Akuisisi SahamUji Tuntas Hukum Akuisisi Saham
Uji Tuntas Hukum Akuisisi Saham
 
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta KerjaHukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
Hukum Ketenagakerjaan Pasca UU Cipta Kerja
 
Contoh akta pengalihan hak (cessie)
Contoh akta pengalihan hak (cessie)Contoh akta pengalihan hak (cessie)
Contoh akta pengalihan hak (cessie)
 
Hukum Perjanjian Tukar Menukar
Hukum Perjanjian Tukar MenukarHukum Perjanjian Tukar Menukar
Hukum Perjanjian Tukar Menukar
 
Sosialisasi peraturan perusahaan
Sosialisasi peraturan perusahaanSosialisasi peraturan perusahaan
Sosialisasi peraturan perusahaan
 
pernyataan dan jaminan
pernyataan dan jaminanpernyataan dan jaminan
pernyataan dan jaminan
 
Contoh Kasus Akuisisi
Contoh Kasus AkuisisiContoh Kasus Akuisisi
Contoh Kasus Akuisisi
 
Surat perjanjian-distributor
Surat perjanjian-distributorSurat perjanjian-distributor
Surat perjanjian-distributor
 
Download Contoh Berita Acara Serah Terima Barang
Download Contoh Berita Acara Serah Terima BarangDownload Contoh Berita Acara Serah Terima Barang
Download Contoh Berita Acara Serah Terima Barang
 
Contoh surat pengunduran diri
Contoh surat pengunduran diriContoh surat pengunduran diri
Contoh surat pengunduran diri
 
Anggaran dasar perseroan terbatas
Anggaran dasar perseroan terbatasAnggaran dasar perseroan terbatas
Anggaran dasar perseroan terbatas
 
Contoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasiContoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasi
 
Contoh Surat Perjanjian Kerjasama
Contoh Surat Perjanjian KerjasamaContoh Surat Perjanjian Kerjasama
Contoh Surat Perjanjian Kerjasama
 
Surat perjanjian sewa mobil
Surat perjanjian sewa mobilSurat perjanjian sewa mobil
Surat perjanjian sewa mobil
 
Kesepakatan bersama pengakhiran perjanjian
Kesepakatan bersama pengakhiran perjanjianKesepakatan bersama pengakhiran perjanjian
Kesepakatan bersama pengakhiran perjanjian
 
eksepsi jawaban
eksepsi jawabaneksepsi jawaban
eksepsi jawaban
 
39. draf berita acara saran dan pertimbangan karyawan atas naskah peraturan p...
39. draf berita acara saran dan pertimbangan karyawan atas naskah peraturan p...39. draf berita acara saran dan pertimbangan karyawan atas naskah peraturan p...
39. draf berita acara saran dan pertimbangan karyawan atas naskah peraturan p...
 
Kepatuhan Terhadap Undang-undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak ...
Kepatuhan Terhadap Undang-undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak ...Kepatuhan Terhadap Undang-undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak ...
Kepatuhan Terhadap Undang-undang Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak ...
 
Berita acara penyerahan kembali rumah sewa
Berita acara penyerahan kembali rumah sewaBerita acara penyerahan kembali rumah sewa
Berita acara penyerahan kembali rumah sewa
 
Koperasi tkbm pelabuhan (inkop)
Koperasi tkbm pelabuhan (inkop)Koperasi tkbm pelabuhan (inkop)
Koperasi tkbm pelabuhan (inkop)
 

Viewers also liked

Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Futurum2
 
Common control transactions or business combinations under common control
Common control transactions or business combinations under common controlCommon control transactions or business combinations under common control
Common control transactions or business combinations under common controlFuturum2
 
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)Futurum2
 
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)Futurum2
 
Applications for financial futures
Applications for financial futuresApplications for financial futures
Applications for financial futuresFuturum2
 
Unduh (download) data saham perusahaan publik
Unduh (download) data saham perusahaan publikUnduh (download) data saham perusahaan publik
Unduh (download) data saham perusahaan publikFuturum2
 
Pemanfaatan fungsi solver dalam excel untuk kasus optimalisasi
Pemanfaatan fungsi solver dalam excel untuk kasus optimalisasiPemanfaatan fungsi solver dalam excel untuk kasus optimalisasi
Pemanfaatan fungsi solver dalam excel untuk kasus optimalisasiFuturum2
 
Menghitung jumlah hari kerja dalam excel
Menghitung jumlah hari kerja dalam excelMenghitung jumlah hari kerja dalam excel
Menghitung jumlah hari kerja dalam excelFuturum2
 
My thoughts about financial modeling
My thoughts about financial modelingMy thoughts about financial modeling
My thoughts about financial modelingFuturum2
 
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Futurum2
 
Waspadalah saat menggunakan fungsi npv dan irr pada excel
Waspadalah saat menggunakan fungsi npv dan irr pada excelWaspadalah saat menggunakan fungsi npv dan irr pada excel
Waspadalah saat menggunakan fungsi npv dan irr pada excelFuturum2
 
Derivatif dan lindung nilai bagian 2
Derivatif dan lindung nilai bagian 2Derivatif dan lindung nilai bagian 2
Derivatif dan lindung nilai bagian 2Futurum2
 
Obligasi konversi - akuntansi bagian 2 a
Obligasi konversi - akuntansi bagian 2 aObligasi konversi - akuntansi bagian 2 a
Obligasi konversi - akuntansi bagian 2 aFuturum2
 
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisitionPSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisitionFuturum2
 
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantarPSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantarFuturum2
 
Opsi-opsi dalam reorganisasi atau restrukturisasi perusahaan - catatan atas p...
Opsi-opsi dalam reorganisasi atau restrukturisasi perusahaan - catatan atas p...Opsi-opsi dalam reorganisasi atau restrukturisasi perusahaan - catatan atas p...
Opsi-opsi dalam reorganisasi atau restrukturisasi perusahaan - catatan atas p...Futurum2
 
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)Futurum2
 
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-Futurum2
 
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwillPsak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwillFuturum2
 
Derivatif dan lindung nilai bagian 1
Derivatif dan lindung nilai bagian 1Derivatif dan lindung nilai bagian 1
Derivatif dan lindung nilai bagian 1Futurum2
 

Viewers also liked (20)

Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
 
Common control transactions or business combinations under common control
Common control transactions or business combinations under common controlCommon control transactions or business combinations under common control
Common control transactions or business combinations under common control
 
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
 
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
 
Applications for financial futures
Applications for financial futuresApplications for financial futures
Applications for financial futures
 
Unduh (download) data saham perusahaan publik
Unduh (download) data saham perusahaan publikUnduh (download) data saham perusahaan publik
Unduh (download) data saham perusahaan publik
 
Pemanfaatan fungsi solver dalam excel untuk kasus optimalisasi
Pemanfaatan fungsi solver dalam excel untuk kasus optimalisasiPemanfaatan fungsi solver dalam excel untuk kasus optimalisasi
Pemanfaatan fungsi solver dalam excel untuk kasus optimalisasi
 
Menghitung jumlah hari kerja dalam excel
Menghitung jumlah hari kerja dalam excelMenghitung jumlah hari kerja dalam excel
Menghitung jumlah hari kerja dalam excel
 
My thoughts about financial modeling
My thoughts about financial modelingMy thoughts about financial modeling
My thoughts about financial modeling
 
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
 
Waspadalah saat menggunakan fungsi npv dan irr pada excel
Waspadalah saat menggunakan fungsi npv dan irr pada excelWaspadalah saat menggunakan fungsi npv dan irr pada excel
Waspadalah saat menggunakan fungsi npv dan irr pada excel
 
Derivatif dan lindung nilai bagian 2
Derivatif dan lindung nilai bagian 2Derivatif dan lindung nilai bagian 2
Derivatif dan lindung nilai bagian 2
 
Obligasi konversi - akuntansi bagian 2 a
Obligasi konversi - akuntansi bagian 2 aObligasi konversi - akuntansi bagian 2 a
Obligasi konversi - akuntansi bagian 2 a
 
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisitionPSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
 
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantarPSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
 
Opsi-opsi dalam reorganisasi atau restrukturisasi perusahaan - catatan atas p...
Opsi-opsi dalam reorganisasi atau restrukturisasi perusahaan - catatan atas p...Opsi-opsi dalam reorganisasi atau restrukturisasi perusahaan - catatan atas p...
Opsi-opsi dalam reorganisasi atau restrukturisasi perusahaan - catatan atas p...
 
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
Q&A psak 40 (akuntansi perubahan ekuitas anak perusahaan entitas asosiasi)
 
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
Teaser buku - analisa transfer pricing - aset tak berwujud (intangibles)-
 
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwillPsak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill
 
Derivatif dan lindung nilai bagian 1
Derivatif dan lindung nilai bagian 1Derivatif dan lindung nilai bagian 1
Derivatif dan lindung nilai bagian 1
 

Similar to ASET BISNIS

Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang sahamKapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang sahamFuturum2
 
manajemenkeuanganbab27-131130170536-phpapp02.pdf
manajemenkeuanganbab27-131130170536-phpapp02.pdfmanajemenkeuanganbab27-131130170536-phpapp02.pdf
manajemenkeuanganbab27-131130170536-phpapp02.pdfMutiaraYanaChubita
 
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM (1).docx
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM (1).docxPENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM (1).docx
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM (1).docxSaifAdam1
 
Manajemen keuangan bab 27 Merger dan Akuisisi
Manajemen keuangan bab 27 Merger dan AkuisisiManajemen keuangan bab 27 Merger dan Akuisisi
Manajemen keuangan bab 27 Merger dan AkuisisiLia Ivvana
 
19592 makalah teori akuntansi
19592 makalah teori akuntansi19592 makalah teori akuntansi
19592 makalah teori akuntansiSalma Dilisnawati
 
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM.docx
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM.docxPENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM.docx
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM.docxSaifAdam1
 
Financial instruments futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1
Financial instruments   futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1Financial instruments   futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1
Financial instruments futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1Futurum2
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangFuturum2
 
Pengertian modal kerja
Pengertian modal kerjaPengertian modal kerja
Pengertian modal kerjaNithie IdaAyu
 
Financial instruments futurum - apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagi...
Financial instruments   futurum -  apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagi...Financial instruments   futurum -  apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagi...
Financial instruments futurum - apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagi...Futurum2
 
Pengaruh Arus Kas Operasi dan Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan...
Pengaruh Arus Kas Operasi dan Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan...Pengaruh Arus Kas Operasi dan Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan...
Pengaruh Arus Kas Operasi dan Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan...Jejen Jaenudin
 
Risk and governance presentation telkom indonesia
Risk and governance presentation   telkom indonesia Risk and governance presentation   telkom indonesia
Risk and governance presentation telkom indonesia wisnu wardhana, i nyoman
 
036_ISMAIL UMAR-1.pptx
036_ISMAIL UMAR-1.pptx036_ISMAIL UMAR-1.pptx
036_ISMAIL UMAR-1.pptxismailumar17
 
theory of the firm : MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COST & OWNERSHIP STRUCTURE
theory of the firm : MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COST & OWNERSHIP STRUCTUREtheory of the firm : MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COST & OWNERSHIP STRUCTURE
theory of the firm : MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COST & OWNERSHIP STRUCTURE DGT
 
Macam macam perusahaan syariah dan landasan akadnya
Macam macam perusahaan syariah dan landasan akadnyaMacam macam perusahaan syariah dan landasan akadnya
Macam macam perusahaan syariah dan landasan akadnyaWahid Alimudin
 
BMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
BMP EKMA4213 Manajemen KeuanganBMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
BMP EKMA4213 Manajemen KeuanganMang Engkus
 

Similar to ASET BISNIS (20)

Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang sahamKapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
 
manajemenkeuanganbab27-131130170536-phpapp02.pdf
manajemenkeuanganbab27-131130170536-phpapp02.pdfmanajemenkeuanganbab27-131130170536-phpapp02.pdf
manajemenkeuanganbab27-131130170536-phpapp02.pdf
 
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM (1).docx
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM (1).docxPENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM (1).docx
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM (1).docx
 
Manajemen keuangan bab 27 Merger dan Akuisisi
Manajemen keuangan bab 27 Merger dan AkuisisiManajemen keuangan bab 27 Merger dan Akuisisi
Manajemen keuangan bab 27 Merger dan Akuisisi
 
19592 makalah teori akuntansi
19592 makalah teori akuntansi19592 makalah teori akuntansi
19592 makalah teori akuntansi
 
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM.docx
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM.docxPENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM.docx
PENILAIAN DANA PERHITUNGAN HARGA SAHAM.docx
 
Nilai sebuah saham
Nilai sebuah sahamNilai sebuah saham
Nilai sebuah saham
 
Financial instruments futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1
Financial instruments   futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1Financial instruments   futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1
Financial instruments futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1
 
Manajemen investasi (softskill)
Manajemen investasi (softskill)Manajemen investasi (softskill)
Manajemen investasi (softskill)
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
 
Pengertian modal kerja
Pengertian modal kerjaPengertian modal kerja
Pengertian modal kerja
 
Financial instruments futurum - apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagi...
Financial instruments   futurum -  apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagi...Financial instruments   futurum -  apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagi...
Financial instruments futurum - apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagi...
 
akutansi
akutansiakutansi
akutansi
 
Pengaruh Arus Kas Operasi dan Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan...
Pengaruh Arus Kas Operasi dan Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan...Pengaruh Arus Kas Operasi dan Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan...
Pengaruh Arus Kas Operasi dan Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan...
 
Risk and governance presentation telkom indonesia
Risk and governance presentation   telkom indonesia Risk and governance presentation   telkom indonesia
Risk and governance presentation telkom indonesia
 
036_ISMAIL UMAR-1.pptx
036_ISMAIL UMAR-1.pptx036_ISMAIL UMAR-1.pptx
036_ISMAIL UMAR-1.pptx
 
theory of the firm : MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COST & OWNERSHIP STRUCTURE
theory of the firm : MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COST & OWNERSHIP STRUCTUREtheory of the firm : MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COST & OWNERSHIP STRUCTURE
theory of the firm : MANAGERIAL BEHAVIOR, AGENCY COST & OWNERSHIP STRUCTURE
 
Macam macam perusahaan syariah dan landasan akadnya
Macam macam perusahaan syariah dan landasan akadnyaMacam macam perusahaan syariah dan landasan akadnya
Macam macam perusahaan syariah dan landasan akadnya
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
BMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
BMP EKMA4213 Manajemen KeuanganBMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
BMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
 

More from Futurum2

Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionFuturum2
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionFuturum2
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Futurum2
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Futurum2
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftFuturum2
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiFuturum2
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Futurum2
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryFuturum2
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estatFuturum2
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Futurum2
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapFuturum2
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationFuturum2
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Futurum2
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...Futurum2
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)Futurum2
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Futurum2
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Futurum2
 
15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npvFuturum2
 
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksiPSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksiFuturum2
 
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluanObligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluanFuturum2
 

More from Futurum2 (20)

Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
 
15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv
 
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksiPSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
 
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluanObligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluan
 

Recently uploaded

5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptxfitriamutia
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfNizeAckerman
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptAchmadHasanHafidzi
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.pptsantikalakita
 
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen StrategikKonsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategikmonikabudiman19
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptximamfadilah24062003
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerjamonikabudiman19
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IAccIblock
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxTheresiaSimamora1
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptAchmadHasanHafidzi
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYARirilMardiana
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelAdhiliaMegaC1
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptAchmadHasanHafidzi
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAAchmadHasanHafidzi
 

Recently uploaded (16)

5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
 
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen StrategikKonsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
 

ASET BISNIS

  • 1. www.futurumcorfinan.com Page 1 Pengalihan Aset atau Pengalihan Bisnis: Kemungkinan “Asset Deal” adalah “Business Deal” atau Bukan? (DRAF) Pendahuluan Dalam suatu transaksi akuisisi, secara legal pada umumnya dikenal 2 hal:  Akuisisi atas aset-aset (atau dikenal sebagai “asset deal”)  Akuisisi atas saham biasa (common stock) perusahaan (atau dikenal sebagai “stock deal”). Akuisisi atas saham biasa perusahaan bisa dilakukan atas seluruh saham biasa yang diterbitkan, yang berarti kepemilikan menjadi 99,99% 1 , atau dalam konteks pengendalian, tidak perlu seluruh saham biasa suatu perusahaan untuk 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham. Dengan demikian, kepemilikan saham biasa suatu perseroan terbatas tidak bisa 100% dimiliki oleh satu pemegang saham saja. Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com
  • 2. www.futurumcorfinan.com Page 2 diakuisisi, namun bisa juga 50%+1%, dimana yang penting pengendalian atas perusahaan berada pada pihak pengakuisisi. Kata “akuisisi” umum identik dimana tujuan pihak pengakuisisi adalah untuk memperoleh pengendalian atas pihak yang diakuisisi. Selain istilah “akuisisi”, ada juga dikenal istilah “true merger” atau “mergers of equals” atau penggabungan usaha, dimana pada umumnya dikaitkan dengan terjadinya penggabungan 2 (dua) entitas menjadi satu, namun siapa yang menjadi pihak pengakuisisi dan siapa yang menjadi pihak yang diakuisisi, tidak dapat ditentukan. Peristiwa dan transaksi demikian, dapat dikatakan jarang terjadi. Terlepas, apapun bentuk hukumnya, apakah ia “asset deal” atau “stock deal”, pada prinsipnya telah terjadi pengalihan “sesuatu yang bernilai atau memiliki nilai” (anything of value) dari pihak yang diakuisisi kepada pihak yang mengakuisisi. Lalu apakah sebetulnya yang dialihkan atau ditransfer tersebut dalam peristiwa dan transaksi akuisisi atau merger? Walaupun “stock deal” umumnya dikaitkan dengan pembelian saham biasa (common stock) perusahaan. Namun apakah “stock deal” menjadi sederhana? Tidak juga, karena, stock pastinya terkait langsung dengan underlying assets dan bisnis perusahaan yang dibeli. Bahkan dalam apa yang dinamakan “stock deal”, tidak semata-mata terjadi pengalihan kepemilikan saham biasa secara hukum, namun yang jauh lebih penting, ada pengalihan “sesuatu yang memiliki nilai yang mendasarinya” (underlying anything of value, atau underlying “assets”) dari satu pihak ke pihak lainnya (pengakuisisi). Dengan latar belakang di atas, hampir juga dalam banyak buku tentang penggabungan usaha dan akuisisi (merger and acquisition atau disingkat M&A), fokus lebih diarahkan kepada nilai (value) akuisisi. Misalnya disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) pertanyaan utama yang perlu diketahui dalam penentuan indikasi nilai operasional suatu target2 :  Biaya perolehan (Cost) : Berapa biaya perolehan akuisisi tersebut?  Nilai pasar (Market value): Berapa nilai pasar wajar dari target? 2 Marren, Joseph H. Mergers & Acquisitions : A Valuation Handbook. USA: McGraw-Hill, a division of the McGraw-Hill Companies. 1993. Bab 5: The Four Basic Questions. Halaman 61.
  • 3. www.futurumcorfinan.com Page 3  Pengembalian (Return): Berapa nilai target bagi calon pembeli? Atau berapa harga maksimum dimana pihak pengakuisisi bisa membayar dan masih dapat mencapai tingkat pengembalian yang diinginkan atas investasi tersebut?  Resiko (Risk): Berapa besar kemungkinannya bisa mencapai [tingkat] pengembalian yang diharapkan? Dapat dikatakan bahwa seluruh hal di atas menyangkut penentuan “nilai”, namun pertanyaan mendasar, adalah apa yang sebetulnya dibeli dan dibayar oleh pihak pengakuisisi? Apa yang sebetulnya “dipertukarkan” (exchange) antara pihak yang membayar dengan pihak yang menerima pembayaran? Cara mengukur adalah satu hal, namun apa yang diukur jauh lebih penting. Pratt dan Niculita lebih melihat bahwa yang dibandingkan hanya antara aset dan efek3 : To determine the applicable valuation approaches and procedures to be performed, exactly what is to be appraised must be made clear. Much of the confusion and disagreement among appraisers and appraisal writings arises simply because it is not clear exactly what asset, property, or business interest is to be valued. The definition of the specific business interest can be broken into two broad questions: 1. Is the valuation to be a valuation of assets or a valuation of securities? 2. In either case, exactly what assets or what securities are subject to valuation? By securities in the above context, we mean ownership interests such as stock, debt, and partnership interests, as opposed to direct ownership of underlying assets of the subject business entity. Assets versus Securities. An equity interest represents an indirect ownership interest in whatever bundle of assets and liabilities (actual and contingent) exists in the business. Stock or partnership ownership is quite different from direct ownership of assets and direct obligation for liabilities. If stock or a partnership interest is to be valued, it must be identified 3 Pratt, Shannon P., dan Alina V. Niculita. Valuing a Business: The Analysis and Appraisal of Closely Held Companies. Edisi kelima. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Bab 2: Defining the Assignment. Halaman 35, 36 dan 37.
  • 4. www.futurumcorfinan.com Page 4 in the appraisal assignment. If assets are to be valued, those assets (and any liabilities to be assumed) must be specified. Akuisisi aset juga didefinisikan sebagai: Asset acquisition: in an asset acquisition, the acquiring company purchases part or all of the assets of the target company for cash, stock, securities, or other consideration4 . Jadi dari bacaan di atas, dapat dilihat bahwa: Akuisisi aset (atau “asset deal”) cenderung diartikan sebagai akuisisi langsung pada unit aset yang bersangkutan, dan karena itu, dikatakan bahwa objek penilaian aset perlu DISPESIFIKASI. Namun berbeda dengan akuisisi atas aset, akuisisi “saham” dilakukan atas badan usaha (business enterprise), business interest atau saham biasa perusahaan yang diakuisisi. Namun menurut penulis, “asset deal” dan “stock deal”5 dapat ditelusuri lebih mendalam, karena pada dasarnya yang ditransfer di belakang “stock deal” atau bahkan “asset deal” adalah “business deal”. Pembatasan Pembahasan Terlepas apapun bentuk pembayaran yang diberikan oleh pihak pengakuisisi kepada pihak yang menjual - apakah menggunakan uang tunai, saham (bisa saham pihak yang pengakuisisi, atau saham pihak lain, misalnya entitas anak, atau saham perusahaan lain), atau menukar kepemilikan saham (exchange of equity interests), atau surat utang - fokus dalam pembahasan ini adalah apa yang sebetulnya ditransfer dari satu pihak ke pihak lain, yang penting telah terjadi perubahan kepemilikan atas objek yang dialihkan tersebut dari satu pihak ke pihak lainnya. Pembahasan Secara umum dikatakan bahwa akuisisi bisa dilakukan berupa: 4 Marren, Joseph H. Mergers & Acquisitions : A Valuation Handbook. USA: McGraw-Hill, a division of the McGraw-Hill Companies. 1993. Bab 5: The Four Basic Questions. Halaman 62. 5 Lihat pembahasan pembelian atas aset dibandingkan dengan pembelian atas saham dalam situs http://fitzgibbonalexander.com/articles/Asset_Purchase_or_Stock_Purchase.pdf.
  • 5. www.futurumcorfinan.com Page 5 “Asset Deal” atau “Stock Deal” Menurut penulis, istilah “stock deal” adalah lebih merupakan bentuk hukumnya yaitu ada saham biasa yang dibeli atau dialihkan dari satu pihak ke pihak lainnya. Namun yang lebih penting adalah bahwa saham biasa tersebut tidak hanya merupakan bukti kepemilikan legal atas suatu perusahaan, namun secara ekonomis, ia adalah kepemilikan atas aset neto (net worth suatu perusahaan), dan secara substansi, pihak pengakuisisi lebih tertarik pada :  bisnis apa yang dimiliki perusahaan tersebut?  Aset apa yang dimiliki perusahaan tersebut? Jadi menurut penulis, secara garis besar, ada dua yaitu “asset deal” dan “business deal”. Pihak pengakuisisi menaruh fokus pada dua hal di atas, yaitu aset dan bisnis. Pertanyaannya, dimana garis perbedaan antara apa yang disebut aset dan apa yang merupakan “kumpulan aset” pada dasarnya ada suatu bisnis? Walaupun terdengar sederhana, perbedaan antara pengalihan atas “aset” dan pengalihan atas “bisnis” memiliki implikasi terhadap aspek pencatatan dan pelaporan keuangan, serta aspek perpajakannya, disamping tentunya aspek penilaian (valuasi)-nya. Sebagai contoh: Deal 1: Suatu perusahaan (PT A) membeli dua jalur produksi dari suatu perusahaan manufaktur (PT B). Diasumsikan bahwa perusahaan manufaktur PT B tersebut hanya memiliki dua jalur produksi. Deal 2: PT A membeli seluruh saham biasa PT B. Apakah di sini ada bedanya antara Deal 1 (umumya masuk kategori aset tetap, atau “asset deal”) dengan Deal 2 (umumya masuk kategori “stock deal”)?
  • 6. www.futurumcorfinan.com Page 6 Dalam Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP) dalam Standar Penilaian Indonesia 2013 (SPI 2013) 6 disebutkan bahwa: Dalam standar ini istilah Aset memiliki pemahaman sama dengan Properti. [paragraf 3.12] Dalam KPUP – Jenis Properti (SPI 2013), dijelaskan lebih lanjut bahwa: Jenis properti pada umumnya dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori: 1. Real Properti, yaitu kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real estat atau hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas real estat. Hubungan hukum ini biasanya tercatat di dalam suatu dokumen, misalnya sertifikat kepemilikan atau perjanjian sewa. Oleh karena itu, properti merupakan suatu konsep hukum yang berbeda dengan real estat, dimana real estat mewakili aset secara fisik. Real properti meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum, dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estat. Sebaliknya, real estat meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda, yang secara alamiah terdapat di atas tanah dan melekat pada tanah, seperti bangunan dan bentuk pengembangan lainnya. [paragraf 2.1] 2. Personal Properti, merujuk pada kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada benda selain real estat. Benda ini dapat berwujud, misalnya “chattels” (benda yang dapat dipindahkan), atau tidak berwujud seperti hutang atau paten. Personal properti berwujud merepresentasikan kepentingan hukum pada suatu benda yang tidak melekat secara permanen pada real estat dan biasanya dicirikan dengan sifatnya yang dapat dipindahkan. [paragraf 3.1] Contoh personal properti adalah meliputi kepentingan hukum atas: 2.1 Benda yang dapat diidentifikasi, dapat dipindahkan dan berwujud seperti kepemilikan atas mesin dan peralatan, alat transportasi, alat berat, danyang umumnya digolongkan sebagai benda miliki individu, misalnya perabotan, benda-benda koleksi (collectibles) dan peralatan. Kepemilikan atas aset lancar 6 Kode Etik Penilai Indonesia & Standar Penilaian Indonesia 2013. Jakarta: Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). 2013.
  • 7. www.futurumcorfinan.com Page 7 dari suatu perusahaan/badan usaha, persediaan perdagangan dan suplai diklasifikasikan sebagai personal properti. [paragraf 3.2.1] 2.2 Perlengkapan non-realty juga disebut sebagai perlengkapan dagang (trade fixtures) atau perlengkapan penyewa (tenant’s fixtures yang berupa fixtures dan fittings), dipasang pada properti oleh penyewa dan digunakan untuk menjalankan perdagangan atau usahanya. [paragraf 3.2.2] 2.3 Modal kerja bersih dan surat berharga, atau aset lancar bersih, adalah jumlah dari aset lancar dikurangi liabilitas jangka pendek. Modal kerja bersih dapat termasuk uang tunai, surat berharga yang dapat diperdagangkan dan suplai yang likuid dikurangi liabilitas lancar seperti hutang dan liabilitas jangka pendek. [paragraf 3.2.3] 2.4 Aset tak berwujud adalah kepentingan hukum yang melekat pada entitas yang tidak berwujud. Contoh personal properti tidak berwujud termasuk hak tagih dan hak untuk menghasilkan keuntungan dari suatu ide/gagasan. [paragraf 3.2.4] 3. Perusahaan/Badan Usaha Badan usaha adalah entitas komersial, industri, jasa atau investasi yang menjalankan aktivitas ekonomi. Badan usaha biasanya bersifat mencari keuntungan yang dalam aktivitas operasionalnya menghasilkan produk atau jasa kepada konsumen. Terkait erat dengan konsep dari entitas usaha adalah istilah: [paragraf 4.1]  Perusahaan operasional (operating company), yaitu entitas usaha yang menjalankan suatu aktivitas ekonomi dengan membuat, menjual atau memperdagangkan suatu produk atau jasa, dan  “Going Concern”, yaitu sebuah entitas yang terus melaksanakan aktivitas operasionalnya secara berkelanjutan di masa depan tanpa adanya maksud atau kebutuhan untuk melikuidasi atau memperkecil secara material skala usahanya. Perusahaan merupakan suatu badan hukum, yang dapat berbentuk perseroan terbatas (UU tentang Perseroan Terbatas) atau bentuk lainnya, yaitu sebagaimana diatur dalam UU tentang Wajib Daftar Perusahaan terdiri dari: [paragraf 4.2]  Perusahaan Perorangan;
  • 8. www.futurumcorfinan.com Page 8  Perseroan Terbatas;  Perusahaan Firma;  Perusahaan Komanditer;  Koperasi;  BUMN (dapat berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum atau perusahaan jawatan). Bentuk hukum lainnya dari badan usaha adalah “trust arrangement” atau di Indonesia sejenis dengan reksa dana Kontrak Investasi Kolektif yang pengendaliannya dipegang oleh trustee (individual atau corporate trustee), serta grup perusahaan yang mengkombinasikan perusahaan induk dan anak, kepentingan kemitraan, dan hubungan “trustee” (trusteeships). [paragraf 4.2.3] 4. Hak Kepemilikan Finansial Hak Kepemilikan Finansial adalah aset tidak berwujud yang dapat mencakup: [paragraf 5.2] (a) Hak yang melekat pada kepemilikan badan usaha atau properti, yaitu untuk menggunakan, menempati, menjual, menyewakan atau mengelola; (b) Hak yang melekat pada suatu kontrak yang memberikan opsi untuk membeli atau kontrak sewa menyewa yang berisi opsi untuk membeli; (c) Hak yang melekat pada kepemilikan atas suatu surat berharga (misalnya untuk meneruskan kepemilikan atau menjualnya). Dari keempat kategori tersebut, “aset deal” umumnya masuk dalam kategori Nomor 1 dan 2 di atas, yaitu real properti dan personal properti, sedangkan “business deal” masuk dalam kategori Nomor 3 di atas, yaitu perusahaan atau badan usaha. Dalam Standar Penilaian Indonesia 330 (SPI 330) Penilaian Bisnis, menyebutkan bahwa: Ruang lingkup standar [penilaian bisnis] ini mencakup: [paragraf 2.2] a. Penilaian entitas (Enterprise Value); b. Penilaian ekuitas (Equity Value); c. Penilaian kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu aktivitas atau peristiwa tertentu (economic damage).
  • 9. www.futurumcorfinan.com Page 9 Business interest diartikan sebagai kepemilikan dalam perusahaan yang antara lain meliputi: [paragraf 3.4]  Penyertaan dalam perusahaan [lain];  Surat berharga;  Aset keuangan (financial assets) lainnya; dan  Aset tak berwujud (intangible assets). Dari bacaan di atas, objek penilaian dalam Penilaian Bisnis umumnya dikaitkan langsung dengan penilaian perusahaan atau badan usaha secara keseluruhan atau ekuitas (net worth) atas perusahaan. Penilaian atas saham biasa (common stock) perusahaan adalah bagian dari penilaian bisnis. Yang menarik, ada tambahannya, yaitu badan usaha tersebut biasanya bersifat mencari keuntungan yang dalam aktivitas operasionalnya menghasilkan produk atau jasa kepada konsumen. Namun di sini, penulis melihat bahwa penekanannya lebih pada badan hukum dari bisnis itu sendiri, dan bukan langsung apa yang dimaksud dengan bisnis. Penting dicermati bahwa akuisisi tidak mesti dilakukan atas badan hukum, akan tetapi dapat langsung pada divisi atau unit bisnis itu sendiri (tanpa perlu berbadan hukum) dalam suatu perusahaan (yang berbadan hukum). Uniform Standards of Professional Appraisal Practice (USPAP) 7 di Amerika Serikat mengartikan:  Business enterprise : an entity pursuing an economic activity.  Business equity: the interests, benefits, and rights inherent in the ownership of a business enterprise or a part thereof in any form (including, but not necessarily limited to, capital stock, partnership interest, cooperatives, sole proprietorships, options, and warrants). Dalam American Society of Appraisers (ASA) Business Valuation Standards8 . 7 Uniform Standards of Professional Appraisal Practice. 2010-2011 Edition. Washington D.C.: Appraisal Standards Board. 2010. Halaman U-2. 8 ASA Business Valuation Standards. USA: American Society of Appraisers. 2009. Halaman 25. Definisi yang sama juga didapati pada situs http://www.aicpa.org/InterestAreas/ForensicAndValuation/Membership/DownloadableDocuments/Intl %20Glossary%20of%20BV%20Terms.pdf.
  • 10. www.futurumcorfinan.com Page 10 Business. See Business Enterprise. Business Enterprise. A commercial, industrial, service, or investment entity (or a combination thereof) pursuing an economic activity. Menurut ASA, apa yang disebut “bisnis” identik dengan “business enterprise”, dan ini dalam definisi atas “business enterprise”, tampak bahwa yang dirujuk adalah “badan” entitas itu dimana aktivitas bisnis dilakukan, dimana dikatakan bahwa ada “entitas” bersifat komersial, atau industri, atau jasa, atau investasi, namun semuanya bertujuan untuk melakukan aktivitas ekonomi. Mengacu ke Black’s Law Dictionary, penggunaan kata “entity” (=entitas) menurut penulis, justru memperkuat bahwa “business enterprise” ini adalah badan hukum yang berdiri sendiri terpisah dari pemiliknya, sebagaimana didefinisikan sebagai berikut9 : Entity: an organization (such as a business or a governmental unit) that has a legal entity apart from its members or owners. Namun, dari bacaan di atas penulis, tetap tidak menemukan apa yang dimaksud dengan “bisnis”, selain dikaitkan dengan badan usahanya atau saham biasa perusahaan atau kepemilikan atas badan usaha yang bukan merupakan perseroan terbatas, atau badan hukum lainnya seperti trust arrangement. Dengan menggunakan pendekatan neraca dan melihat unsur-unsur yang ada, maka Smith dan Parr10 memperkenalkan “business enterprise equation”, sebagaimana diperlihatkan di bawah ini. . Tentunya ini dalam konteks “start-up business” karena tidak dimasukkan unsur goodwill. Namun menurut penulis, “business enterprise equation” tetap membingungkan, karena apakah ini berarti bahwa nilai dari “business enterprise” hanya semata-mata ditentukan oleh nilai “aset moneter”, “aset berwujud” dan “aset tak berwujud”? Bagaimana dengan proses yang terlibat untuk menyatukan dan mensinergikan seluruh komponen- komponen aset tersebut. Di samping itu, masih banyak aset yang belum tentu muncul dalam neraca perusahaan mengingat ada banyak perlakukan akuntansi untuk pengeluaran perusahaan yang langsung dibiayakan walaupun besar kemungkinan memberikan nilai 9 Garner, Bryan A. (Editor in Chief). Black’s Law Dictionary. Edisi kesembilan. St. Paul (USA): West Publishing Co., a Thomson Reuters business. 2009. Halaman 612. 10 Smith, Gordon V.; dan Russell L. Parr. Intellectual Property: Valuation, Exploitation, and Infringement Damages. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2005. Bab 4: Intangible Assets and the Business Enterprise. Halaman 68.
  • 11. www.futurumcorfinan.com Page 11 tambah ke bisnis perusahaan di masa depan, misalnya penelitian dan pengembangan (R&D), pemasaran, dan lain-lain. Definisi bisnis, penulis, temukan dalam International Valuation Standard (IVS 200): Businesses and Business Interests11 A business is a commercial, industrial, service or investment activity. A valuation of a business may either comprise the whole of the activity of an entity or a part of the activity. It is import to distinguish between the value of a business entity and the value of the individual assets or liabilities of that entity. If the purpose of the value requires individual assets or liabilities to be valued and those assets are separable from the business and capable of being transferred independently, those assets or liabilities should be valued in isolation and not by apportionment of the value of the entire business. Before undertaking a valuation of a business, it is important to establish whether the valuation is of the entire entity, shares or a shareholding in the entity, a specific business activity of the entity or of specific assets or liabilities. 11 International Valuation Standards 2011. London: International Valuation Standards Council. IVS 200: Businesses and Business Interests. Halaman 41.
  • 12. www.futurumcorfinan.com Page 12 Yang menarik bahwa IVS 200 justru lebih menekankan bahwa:  sebagai objek dalam penilaian adalah “Business” (lebih merujuk ke usaha itu sendiri) dan bukan mesti “business enterprise” (yang lebih menunjuk ke badan hukumnya);  bisnis adalah “aktivitas”. Di sini bisnis tidak sama dengan “business enterprise” atau “business entity”. Karena “aktivitas”, maka tentunya aktivitas berarti ada “aktivitas” atau ada yang dikerjakan oleh bisnis itu sendiri. Pembagian bahwa aktivitas itu bergerak di bidang komersial, industri, jasa atau investasi, menurut penulis tidak terlalu relevan, karena hal itu hanya menunjukkan dalam bidang mana aktivitas usaha itu dilakukan. Yang penting, ada aktivitas. Namun demikian, menggabungkan kata “aktivitas”, dengan “komersial”, “industri”, “jasa” atau “investasi” secara tidak langsung menunjukkan bahwa “aktivitas tersebut” tidak semata-mata “aktivitas tanpa arah” atau “tanpa tujuan”. Ada tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai dengan dikerjakan “aktivitas bisnis tersebut” oleh pelaku usaha.  Di samping itu, penilaian “bisnis” tidak perlu serta mengacu ke keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh suatu entitas, tapi bisa juga hanya sebagian saja. Menurut penulis, ini kemungkinan hanya divisi, unit, departmen dalam suatu perusahaan, atau bahkan ada juga istilah silo. Namun demikian, definisi “bisnis” yang diberikan oleh IVS 200 di atas juga tidak terlalu membantu untuk memberikan petunjuk, mengenai bagaimana mengetahui apakah akuisisi atas aset atau sekumpulan aset sesungguhnya merupakan akuisisi atas bisnis, mengingat bahwa aset-aset besar kemungkinan juga ada dalam sesuatu aktivitas usaha yang digunakan juga dalam aktivitas-aktivitas komersial, industri, jasa atau investasi. Kembali ke contoh akuisisi di atas, yaitu Deal 1 dan Deal 2, dimana seluruh keberadaan perusahaan PT B tergantung kepada 2 jalur produksi tersebut, maka dengan PT A membeli aset PT B secara langsung, apakah itu akuisisi atas aset atau akuisisi atas bisnis PT B? Artinya membeli saham (=stock deal) secara tidak langsung membeli bisnis perusahaan target, dan apa yang “asset deal”, juga secara tidak langsung membeli bisnis perusahaan target? Apakah sebetulnya yang perlu dibedakan adalah “asset deal” atau “business deal”? Ini biasanya kali dirancukan.
  • 13. www.futurumcorfinan.com Page 13 Misalnya menurut Damodaran12 Acquisition of assets: Target firm remains as a shell company, but its assets are transferred to the acquiring firm. Ultimately, target firm is liquidated. Menurut penulis, pengertian “asset deal” menurut Damodaran kurang tepat. Misalnya, katakan perusahaan yang diakuisisi sudah beroperasi dan memiliki aktivitas usaha normal dengan menghasilkan laba, maka aset yang dialihkan tidak sepenuhnya dapat diartikan sebagai “aset” saja, namun bisa juga diartikan sebagai pengalihan “bisnis” walaupun transaksi adalah transaksi atas aset saja. Ini mengingat aset yang dialihkan tidak semata- mata “berdiri sendiri” namun ada konteks bahwa aset tersebut telah digunakan dan memiliki proses yang menyertainya pada saat dialihkan atau diakuisisi. Jadi di sini, kita dihadapkan bahwa dalam pengalihan, bisa terjadi:  Pengalihan aset saja (= “asset deal”) (aset berwujud, dan/atau aset tak berwujud, dan/atau aset finansial, tetapi tidak termasuk goodwill). 12 Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice’s: John Wiley & Sons, Inc. 2001. Edisi kedua. Bab 26: Acquisitions and Takeovers. Halaman 836.
  • 14. www.futurumcorfinan.com Page 14  Pengalihan bisnis saja (= “business deal”) (termasuk di dalamnya aset, yang unsurnya bisa ada atau tidak adanya goodwill) Menurut penulis, mengingat karakteristik goodwill (…mengacu ke tulisan penulis, dan alasan lainnya, “Accounting black hole”), maka goodwill cuma hadir dalam diskusi “business deal”. Bahkan Ramboll, suatu perusahaan asal Denmark, memperkenalkan The Holistic Company Model13 . Holistic Company Model (Model Perusahaan Menyeluruh), dimana output yang berupa hasil finansial (di sini penulis artikan bahwa kinerja aktivitas usaha perusahaan dapat dilihat dari angka-angka finansialnya) yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, di belakang angka- angka finansial itu, ada kerjasama dari 3 (tiga) unsur, yaitu pelanggan, karyawan dan masyarakat sosial. Dari di belakang 3 (tiga) unsur tersebut, tampak adanya 5 (lima) area utama dimana indikator kinerja dapat dikelola oleh manajemen, yaitu:  Nilai-nilai dan manajemen  Proses strategis  Sumber daya manusia  Sumber daya structural  Jasa konsultasi 13 Ramboll. The Holistic Company Model. Holistic Operations. Dapat diunduh dari situs: http://www.ramboll.dk/ramboll/pub/uk/htm/general/holistick%5Foperations/holistic%5FOperations%5F page7.htm. Penulis pertama kali mengetahui adanya Holistic Company Model dari Ramboll dari buku “Intellectual Capital: Measuring the Immeasurable?” (Wall, Anthony; Rober Kirk; dan Gary Martin. University of Ulster. Great Britain: Elsevier Ltd. 2004. CIMA Publishing. Halaman 43.)
  • 15. www.futurumcorfinan.com Page 15 Ini yang perlu dijawab terlebih dahulu pada saat akuisisi akan dilakukan, terutama kalau sudah ada angka-angka finansial yang bisa dihasilkan oleh sekumpulan aset tersebut, yaitu, apakah yang ditransfer dalam proses akuisisi tersebut?  Apakah murni aset sepenuhnya?  Atau sebetulnya yang dialihkan adalah suatu bisnis? Di sini, untuk pembatasan, penulis hanya membedakan antara “Asset Deal” versus “Business Deal”? Penulis mengambil pendekatan dimana karena bisnis lebih besar daripada aset maka bisnis perlu diklarifikasi terlebih dahulu. Artinya, apa yang tidak termasuk bisnis, berarti ia aset. Pertanyaannya, apakah itu bisnis? Bagaimana kita akan tahu bahwa objek yang dialihkan tersebut adalah suatu bisnis dan bukan suatu aset? Penulis mendapatkan bahwa ulasan yang cukup baik bisa ditemukan dalam IFRS 3 (revisi 2008), atau PSAK 22 (revisi 2010), terkait “Kombinasi Bisnis”. Penggunaan dan apa yang dimaksud dengan “bisnis” dalam suatu akuisisi yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas objek yang dialihkan dari satu pihak ke pihak lainnya (pihak pengakuisisi) diberikan batasan dan cara mengidentifikasinya. Penulis menggunakan teks asli IFRS 3 (revisi 2008)14 dalam pembahasan ini. Ruang lingkup IFRS 3 bisa memberikan gambaran bahwa IFRS 3 bisa digunakan untuk mengidentifikasi suatu “bisnis” This IFRS applies to a transaction or other event that meets the definition of a business combination. [paragraf 2] This IFRS does not apply to: (a) The formation of a joint venture. (b) The acquisition of an asset or a group of assets that does not constitute a business. In such cases the acquirer shall identify and recognize the individual 14 The International Accounting Standards Board. A Guide through IFRS. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. IFRS 3 : Business Combinations.
  • 16. www.futurumcorfinan.com Page 16 identifiable assets acquired (including those assets that meet the definition of, and recognition criteria for, intangible assets in IAS 38 Intangible Assets) and liabilities assumed. That cost of the group shall be allocated to the individual identifiable assets and liabilities on the basis of their relative fair values at the date of purchase. Such a transaction or event does not give rise to goodwill. (c) A combination of entities or businesses under common control. An entity shall determine whether a transaction or other event is a business combination by applying the definition in this IFRS, which requires that the assets acquired and liabilities assumed constitute a business. If the assets acquired are not a business, the reporting entity shall account for the transaction or other event as an asset acquisition. [IFRS 3 paragraf 3] Menurut penulis, IFRS 3 bisa digunakan sebagai acuan dalam diskusi apakah suatu “aset” atau “kumpulan aset” yang dialihkan adalah suatu bisnis. Pihak pengakuisisi pada akhirnya akan menggunakan IFRS 3 (atau PSAK 22 (revisi 2010) dalam pembukuannya kalau ketentuan paragraf 3 dalam IFRS 3 di atas dipenuhi. Penegasan paragraf B11 IFRS 3 menarik diperhatikan: Determining whether a particular set of assets and activities is a business should be based on whether the integrated set is capable of being conducted and managed as a business by a market participant. Thus, in evaluating whether a particular set is a business, it is not relevant whether a seller operated the set as a business or whether the acquirer intends to operate the set as a business. Terjemahan bebas: Penentuan apakah serangkaian aset dan aktivitas tertentu disebut sebagai suatu bisnis didasarkan pada apakah rangkaian terpadu itu dapat dilakukan dan dikelola sebagai suatu bisnis oleh pelaku pasar. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi apakah rangkaian tertentu merupakan suatu bisnis, hal ini bukan merupakan suatu hal yang relevan apakah pihak penjual yang mengoperasikan rangkaian tersebut sebagai suatu bisnis atau apakah pihak pengakuisisi yang bermaksud mengoperasikan rangkaian tersebut sebagai suatu bisnis.) Jadi kata kuncinya, adalah bahwa aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih memenuhi kriteria yaitu bahwa aset dan liabilitas tersebut [baik secara individual maupun secara bersama-sama] membentuk suatu bisnis. Apabila aset (perhatikan bahwa
  • 17. www.futurumcorfinan.com Page 17 penekanannya adalah pada aset) tersebut bukan suatu bisnis, maka transaksi atau peristiwa tersebut diperlakukan oleh pihak pengakuisisi sebagai akuisisi aset, dan bukan akuisisi suatu bisnis. Dalam bagian Definisi IFRS 3: Business: An integrated set of activities and assets that is capable of being conducted and managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. Acquiree : The business or businesses that the acquirer obtains control of in a business combination. Dari dua definisi di atas yang diberikan, tampak bahwa objek pengalihan adalah bisnis, dan bukan berfokus pada entitas, saham, atau bentuk kepemilikan lainnya. Apa Itu Bisnis? IFRS 3 memberikan Panduan Aplikasi terkait definisi bisnis. A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to create outputs. Although businesses usually have outputs, outputs are not required for an integrated set to qualify as a business. [paragraf B7] Three elements of a business are defined as follows: (a) Input: any economic resource that creates, or has the ability to create, outputs when one or more processes are applied to it. Examples include non-current assets (including intangible assets or rights to use non-current assets), intellectual property, the ability to obtain access to necessary materials or rights and employees. (b) Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an input or inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include strategic management processes, operational processes and resource management processes. These processes typically are documented, but an organized workforce having the necessary skills and experience following rules and conventions may
  • 18. www.futurumcorfinan.com Page 18 provide the necessary processes that are capable of being applied to inputs to create outputs. (Accounting, billing, payroll and other administrative systems typically are not processes used to create outputs.) (c) Output: the result of inputs and processes applied to those inputs that provide or have the ability to provide a return in the form of dividends, lower costs or other economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to those inputs, which together are or will be used to create outputs. However, a business need not include all of the inputs or processes that the seller used in operating that business if market participants are capable of acquiring the business and continuing to produce outputs, for example, by integrating the business with their own inputs and processes. [paragraf B8] Ada 2 (dua) hal yang tergolong “dahsyat” menurut penulis, karena mengartikan bisnis menjadi berbeda, dan bisa berakibat, pengalihan “aset” memiliki interpretasi baru menjadi pengalihan “bisnis”. Pertama: Unsur-unsur dalam suatu Bisnis Paragraf B7 IFRS 3 terkait unsur-unsur yang ada dalam suatu bisnis, hanya memasukkan 2 unsur, yaitu INPUT dan PROSES, dan tidak diperlukan kehadiran OUTPUT. A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to create outputs. Although businesses usually have outputs, outputs are not required for an integrated set to qualify as a business. [paragraf B7] Pemahaman “bisnis” secara umum dikaitkan pada adanya aktivitas usaha, dan karena ia merupakan aktivitas usaha, mudahnya orang langsung melihat atau bertanya: Apa produknya yang dijual atau apa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh apa yang dikatakan suatu “bisnis”? Pertanyaan di atas cukup relevan, dibandingkan, atau bahkan relatif jarang ditanyakan, kalau seseorang berpikir tentang “bisnis”?
  • 19. www.futurumcorfinan.com Page 19  Input-input apa saja yang digunakan dalam bisnis tersebut? Misalnya, bahan baku, bahan pendukung, bangunan fisik pabrik atau gudang, mesin produksi, jumlah karyawan, dan lain-lain.  Proses apa saja yang digunakan dalam mengubah input tersebut menjadi produk atau output? Proses ini bisa mencakup proses pembelian atau pengadaan barang dan jasa, proses produksi, proses manajemen, proses marketing, proses penjualan, proses distribusi, dan lain-lain. Artinya apa? Artinya pada saat disebut “bisnis”, kecenderungan, langsung dikaitkan dengan “output”, “produk”, “barang atau jasa”. Dan karena ada sesuatu yang dihasilkan atau diproduksi dan dipasarkan ke calon konsumen, maka otomatis dan logis, produk atau output ini ada input dan proses dibelakangnya. Namun, tampaknya, IFRS 3 tidak menempuh jalur ini, dimana output dihadirkan atau menjadi keharusan sebagai unsur dalam suatu bisnis. Artinya, output adalah “akibat” dan bukan “sebab”. Sebaliknya, hanya 2 (dua) unsur yang perlu hadir, untuk menyebut objek yang diambil alih sebagai suatu bisnis, yaitu “input” dan “proses”. Tentunya “proses” yang dimaksud, adalah proses yang dapat atau mampu untuk diterapkan atas input tersebut, supaya input tersebut, sesudah melalui proses, akan dapat menghasilkan output. Jadi kehadiran “output” tidak diperlukan. Yang penting, input dan proses diharapkan akan mampu menghasilkan output nantinya. Munculnya kata “have the ability to create outputs” dalam paragraf B7, senada dalam definisi bisnis oleh IFRS dan paragraf B8, sebagaimana penulis munculkan kembali agar bisa dilihat konsistensi nada kalimat yang dipakai oleh IFRS 3: A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to create outputs…... [paragraf B7]
  • 20. www.futurumcorfinan.com Page 20 Business: an integrated set of activities and assets15 that is capable of being conducted and managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. [Appendix A: Defined Terms] To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to those inputs, which together are or will be used to create outputs…..[paragraf B8] Terjadi penekanan pada kemampuan atau kapabilitas dari rangkaian aktivitas dan aset terpadu, yang mampu dijalankan dan dikelola untuk tujuan memberikan pengembalian dalam bentuk (i) dividen, (ii) biaya yang lebih efisien atau (iii) manfaat ekonomis lainnya secara langsung kepada para investor atau pemilik lainnya, anggota atau pihak partisipan. Dengan kata lain, untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis, terdapat kemampuan dari rangkaian terpadu aset dan aktivitas tersebut untuk mencapai tujuan dari bisnis itu sendiri. Hal yang sangat krusial dalam pengertian bisnis di sini adalah dikaitkan langsung dengan kemampuan “input + proses” atau “aset + proses” untuk menghasilkan output. Output ini tentunya diharapkan bisa dipasarkan dan dijual, serta memperoleh arus kas masuk bagi bisnis itu sendiri. Kalau kita perhatikan dari isi paragraf-paragraf yang ada di IFRS 3, untuk supaya memenuhi definisi suatu bisnis, rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset dimana diperoleh pengendalian atasnya oleh suatu entitas tidak bisa hanya “sekumpulan” aset atau “sekumpulan” aset dan liabilitas semata. Dalam dunia nyata, bicara suatu “hal” sebagai suatu bisnis atau bukan, dalam beberapa hal, lebih mudah, dapat dikatakan bahwa itu bisnis, kalau kita bisa melihat adanya aktivitas komersial (termasuk ada yang dipasarkan dan dijual oleh bisnis tersebut) yang menghasilkan adanya pendapatan yang terukur, atau ada arus kas masuk. IFRS 3 berulang-ulang atau lebih menekankan hadirnya suatu bisnis dari 15 Perhatikan definisi bisnis dikaitkan dengan suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset, dimana di dalam rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset tersebut, terdapat dua unsur dasar, yaitu input dan proses yang diterapkan terhadap input tersebut, guna baik sekarang, atau bisa di kemudian hari, digunakan untuk menghasilkan output. Jadi salah satu ciri khas dari suatu bisnis adalah bahwa keseluruhan aset dan proses tersebut saling terintegrasi dan terkait. Dengan demikian, suatu kumpulan aset tanpa ada aktivitas yang mengkaitkan secara terpadu satu aset individual dengan aset lainnya, kemungkinan besar bukan merupakan suatu bisnis atau sulit dikatakan itu merupakan suatu bisnis. Ini bisa jadi hanya kumpulan aset, umpamanya bahan baku dan pendukung.
  • 21. www.futurumcorfinan.com Page 21 hadirnya suatu rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset. Dengan kata lain, kalau menggunakan apa yang diutarakan oleh IFRS 3, maka aset, aktivitas, atau “sekumpulan” aset dan liabilitas itu, yang semula berdiri sendiri-sendiri, maka untuk dapat dikatakan sebagai suatu bisnis, maka seluruh komponen itu akan berinteraksi satu sama lain, dan karena komponen-komponen tersebut tidak bisa berinteraksi sendiri tanpa campur tangan atau keterlibatan manusia, maka hadirnya orang-orang yang mengoperasikan aset-aset atau aktivitas tersebut menjadi krusial. Disinilah dimunculkan kata proses, diberi contoh: proses manajemen strategis, proses operasional dan proses manajemen sumber daya, yang jelas-jelas proses-proses yang disebutkan di sini akan selalu melibatkan orang-orang. Yang menarik, terjadi penekanan bahwa orang-orang ini mesti terlibat dalam proses yang dapat menghasilkan output, sebagaimana dikatakan: ….These processes typically are documented, but an organized workforce having the necessary skills and experience following rules and conventions may provide the necessary processes that are capable of being applied to inputs to create outputs…[IFRS 3 paragraf B7]. Namun demikian, untuk memastikan adanya pemahaman yang sama atas identifikasi suatu bisnis, maka IFRS 3 secara khusus memberikan definisi guna mengklarifikasi istilah “input”, “proses” dan “output”. Alur berpikir demikian dalam IFRS 3 terkait identifikasi apakah suatu rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset adalah suatu bisnis, menurut penulis, adalah logis, karena mau tidak mau kita akan membicarakan apa komponen dari suatu bisnis. IFRS 3 membawa kita kepada 3 hal yang pada umumnya dibicarakan kalau suatu bisnis terlibat, yaitu:  Input  Proses  Output Jadi bisnis itu secara umum, akan hadir 3 hal di atas. Namun untuk dapat dikatakan sebagai suatu bisnis, hanya diperlukan kehadiran 2 unsur, dan IFRS 3 memberikan contoh sebagai berikut untuk “input” dan “proses”:
  • 22. www.futurumcorfinan.com Page 22 Input Proses  Aset tak lancar (termasuk aset tak berwujud atau hak untuk menggunakan aset tak lancar)  Hak kekayaan intelektual (HAKI)  Kemampuan untuk mendapatkan askes atas bahan baku atau hak yang diperlukan  Karyawan  Proses manajemen strategis  Proses operasional  Proses manajemen sumber daya Yang menarik adalah penekanan bahwa:  proses yang dimaksud bisa terlihat langsung memberikan kontribusi atas terjadinya output, artinya proses yang bersifat non-revenue generating, misalnya sistem akuntansi, penagihan, penggajian dan administrasi lainnya, bukanlah proses yang digunakan untuk menghasilkan output; dan  proses tersebut bisa dikaitkan langsung dengan input, artinya proses yang diterapkan atas input guna menghasilkan output. Jadi proses ini sebagai penghubung antara input dan output, dan sama seperti input dan output yang mesti dapat diidentifikasi secara terpisah, maka proses juga mesti dapat diidentifikasi secara terpisah. Proses bisa berupa yang paling mudah dan tipikal, sebagai contoh: proses pengadaan bahan mentah/baku dan bahan pembantu, proses produksi, proses supply chain, proses pergudangan, proses distribusi, dan/atau proses pemasaran/penjualan. Namun di samping itu, ada juga proses manajemen termasuk struktur organisasi, praktik tata kelola perusahaan (corporate governance), sistem pengendalian manajemen, proses pengendalian biaya dan anggaran, manajemen sumber daya manusia dan sumber daya keuangan. Dari bacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks IFRS 3, suatu bisnis dikatakan ada: kalau ada input dan proses yang bisa diterapkan atas input tersebut, dimana bersama-sama kedua komponen tersebut digunakan atau akan digunakan serta mampu untuk menghasilkan output yang direncanakan.
  • 23. www.futurumcorfinan.com Page 23 Walaupun di sini, tidak ada penyebutan soal output yang “direncanakan”, menurut penulis, ini penting ditekankan, mengingat bahwa output tersebut bisa saja “by product”. Tapi di sini, yang dibicarakan adalah output utama yang bisa mendatangkan arus kas masuk dalam jumlah signifikan bagi keberlangsungan bisnis itu sendiri. Namun demikian, IFRS 3 memungkinkan proses yang diterapkan pada output bertujuan untuk terjadinya penghematan biaya, yang secara tidak langsung, berarti terjadi penghematan arus kas keluar. Dan yang sangat menarik, hadirnya output, misalnya pendapatan, produk atau jasa yang dapat dipasarkan, tidak dipersyaratkan sama sekali untuk supaya suatu rangkaian terpadu aktivitas dan aset tersebut dapat diidentifikasi sebagai suatu bisnis. Jadi dapat kita tarik suatu benang merah, bahwa jika kita melihat rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset, untuk bisa kita katakana bahwa itu adalah bisnis, maka perlu adanya (atau dapat diperlihatkan) kemampuan dari aktivitas dan aset itu untuk dijalankan guna memberikan hasil manfaat kepada pihak investor, terlepas apakah pada saat itu sudah ada output yang dapat diidentifikasi. Namun pada titik tersebut, sudah dapat diketahui, kalau aktivitas dan input tersebut diolah lebih lanjut, maka akan tampak output pada akhirnya. Dari hal di atas:  Ada atau tidak adanya kemampuan keuangan pihak investor, atau pihak pengakuisisi atau pihak yang diakuisisi, untuk menjalankan atau mengolah lebih lanjut input tersebut sehingga dapat diperoleh output, menjadi tidak relevan.  Mau atau tidak maunya, atau ada atau tidak adanya keinginan dari pihak investor, atau pihak pengakuisisi atau pihak yang diakuisisi, untuk meneruskan pengolahan input melalui proses menjadi output, juga menjadi tidak relevan. Asal ada input dan proses dan kedua hal ini secara bersama-sama mampu menghasilkan output maka rangkaian terpadu itu dapat dikatakan merupakan suatu bisnis. Kesimpulan bisa dilihat dalam paragraf B11 IFRS 3 yang telah dikutip di atas. Kedua: Munculnya Konsep “Mampu Menghasilkan” dan “Pelaku Pasar” Definisi suatu bisnis (yang juga berimplikasi pada apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut, dapat disimpulkan sebagai suatu bisnis) adalah penekanan atau
  • 24. www.futurumcorfinan.com Page 24 fokusnya sekarang adalah pada “capability to achieve the purposes of the business” (paragraf BC18 (a) IFRS 3), yaitu bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut dapat dijalankan dan dikelola untuk tujuan mendatangkan pengembalian (return) berupa dividen, biaya yang lebih rendah atau manfaat ekonomis lainnya secara langsung kepada pihak investor atau pemilik lainnya, anggota atau peserta/partisipan16 . Masuknya kata-kata “pelaku pasar” dan bagaimana konsep “capability” di atas dikaitkan langsung dengan “pelaku pasar”, sebagaimana dikutip di bawah ini. ……..However, a business need not include all of the inputs or processes that the seller used in operating that business if market participants are capable of acquiring the business and continuing to produce outputs, for example, by integrating the business with their own inputs and processes. [paragraf B8 IFRS 3] Determining whether a particular set of assets and activities is a business should be based on whether the integrated set is capable of being conducted and managed as a business by a market participant. Thus, in evaluating whether a particular set is a business, it is not relevant whether a seller operated the set as a business or whether the acquirer intends to operate the set as a business. [paragraf B11 IFRS 3] Gabungan kedua hal di atas menjadi sangat menarik, karena akan membawa banyak implikasi bahwa suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aset dan aktivitas tersebut, akan bisa diartikan sebagai suatu bisnis. Hal ini juga menarik guna menghindari timbulnya interpretasi yang terlalu membatasi atau restriktif yang tidak semestinya terkait apakah itu bisnis. Paragraf B9 tampaknya juga menjadi salah satu pertimbangan supaya tidak ada hal yang terlalu restriktif terkait apakah suatu itu bisnis, dengan mempertimbangkan sangat bervariasinya sifat unsur-unsur dari suatu bisnis, seperti dituangkan di bawah ini: The nature of the elements of a business varies by industry and by the structure of an entity’s operations (activities), including the entity’s stage of development. Established businesses often have many different types of inputs, processes and outputs, whereas new 16 Penting diperhatikan bahwa tidak ada penekanan soal apakah untuk hadirnya suatu bisnis, mesti ada keuntungan yang dicetak oleh bisnis tersebut. Namun karena ada disebutkan bahwa tujuan bisnis adalah guna pengembalian dividen, tampak bahwa bisnis itu diharapkan memberikan keuntungan atau laba yang dapat dibagikan kepada para investor, hal ini mengingat bahwa dividen diambil dari saldo laba. Jadi di sini fokusnya pada pihak pemilik modal.
  • 25. www.futurumcorfinan.com Page 25 businesses often have few inputs and processes and sometimes only a single output (product)……. [paragraf B9 IFRS 3] Implikasi-Implikasi Beberapa implikasi yang menarik dari digabungkannya pemahaman atas suatu bisnis, pada kemampuannya (dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas) menghasilkan output (tanpa perlu output tersebut hadir pada saat akuisisi atau transfer dilakukan) serta munculnya persepsi pelaku pasar (market participant). Konsep “Self-Sustaining” dalam suatu Bisnis Menjadi Tidak Relevan IFRS 3 tidak melihat bahwa untuk supaya suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas membentuk suatu bisnis atau dapat diartikan sebagai suatu bisnis, bisnis tersebut mesti dapat “self-sustaining” (paragraf BC17 dari Basis for Conclusions on IFRS 3 Business Combinations). Kata-kata “self-sustaining” pada awalnya ditemukan dalam EITF Issue No. 98-3 mengenai “Determining Whether a Nonmonetary Transaction Involves Receipt of Productive Assets or of a Business”17 , dimana penulis kutip di bawah ini: A business is a self-sustaining integrated set of activities and assets conducted and managed for the purpose of providing a return to investors. A business consists of (a) inputs, (b) processes applied to those inputs, and (c) resulting outputs that are used to generate revenues. For a transferred set of activities and assets to be a business, it must contain all of the inputs and processes necessary for it to continue to conduct normal operations after the transferred set is separated from the transferor, which includes the ability to sustain a revenue stream by providing its outputs to customers. A transferred set of activities and assets fails the definition of a business if it excludes or more of the above items such that it is not possible for the set to continue normal operations and sustain a revenue stream by providing its products and/or services to customers. However, if the excluded item or items are only minor (based on the degree of difficulty and 17 EITF Issue No. 98-3 terbitan Financial Accounting Standards Board telah dicabut dan digantikan dengan FASB Statement No. 141 (revised 2007) mengenai Business Combinations. Definisi bisnis dalam FASB Statement No. 141 (revised 2007) sebagian besar sama dengan definisi bisnis dalam IFRS 3 (revisi 2008).
  • 26. www.futurumcorfinan.com Page 26 the level of investment necessary to obtain access to or to acquire the missing item(s)), then the transferred set is capable of continuing normal operations and is a business. Jadi dalam EITF Issue No. 98-3, untuk dapat dikatakan bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas adalah suatu bisnis, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas mesti dapat “menghidupi dirinya dan berdiri sendiri”. Ini juga berarti kehadiran unsur “output” menjadi keharusan, mengingat arus kas masuk berasal dari pemasaran dan penjualan output (produk atau jasa) kepada konsumen. Output sendiri dimaknai oleh EITF Issue No. 98-3 sebagai “the ability to obtain access to the customers that purchase the outputs of the transferred set.” Keharusan bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas itu “self- sustaining” diperkuat dengan hadirnya kalimat “kemampuannya untuk melanjutkan aktivitas operasional normal dan mendatangkan arus pendapatan melalui penyediaan produk dan/atau jasa kepada pihak konsumen”. Dengan tidak hadirnya kata-kata “self-sustaining”, maka berimplikasi bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut dapat dikatakan suatu bisnis atau tidak, menjadi tidak lagi restriktif, mengingat bahwa tidak lagi harus dikaitkan dengan ada tidaknya output pada saat akuisisi dilakukan. Namun tidak hadirnya kata-kata “self-sustaining”, bukan berarti terjadi kekosongan, atau suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut menjadi tidak bermakna apa-apa. IFRS 3 menghadirkan kata-kata yang menjadikan definisi suatu bisnis menjadi tidak lagi bersifat restriktif. Di sini, IFRS 3 menggunakan kata-kata “capable of ….” sebagaimana penulis kutip kembali di bawah ini. Business: an integrated set of activities and assets18 that is capable of being conducted and managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. [Appendix A: Defined Terms] 18 Perhatikan definisi bisnis dikaitkan dengan suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset, dimana di dalam rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset tersebut, terdapat 2 (dua) unsur dasar, yaitu input dan proses yang diterapkan terhadap input tersebut, guna baik sekarang, atau bisa di kemudian hari, digunakan untuk menghasilkan output. Jadi salah satu ciri khas dari suatu bisnis adalah bahwa keseluruhan aset dan proses tersebut saling terintegrasi. Dengan demikian, suatu kumpulan aset tanpa ada aktivitas yang mengkaitkan satu aset individual dengan aset lainnya, kemungkinan besar bukan merupakan suatu bisnis.
  • 27. www.futurumcorfinan.com Page 27 Jadi suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas dikatakan suatu bisnis atau tidak, sangat tergantung, pada apakah rangkaian terpadu tersebut (yang terdiri dari aset dan aktivitas, atau input dan proses) mampu untuk diusahakan dan dikelola guna mencapai tujuan [akhir], yaitu memberikan hasil dalam bentuk hasil finansial (berupa dividen atau efisiensi biaya), atau non-finansial (manfaat ekonomis lainnya). Kalimat “mampu untuk diusahakan dan dikelola” di atas akan memunculkan pertanyaan, diusahakan dan dikelola OLEH SIAPA? Pertanyaan ini menjadi relevan karena suatu bisnis tidak bisa hidup dalam suatu kevakuman, dan tidak dipakainya kata-kata “self-sustaining” dalam definisi suatu bisnis, mengakibatkan bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas, mesti diberi konteksnya, yaitu dalam hal ini, siapa yang mengusahakan dan mengelola rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas YANG TIDAK ADA OUTPUTNYA, sehingga nantinya bisa menghasilkan output. Menjawab pertanyaan di atas, besar kemungkinan ada 3 (tiga) pihak yang bisa mengusahakan dan mengelolanya, yaitu:  Apakah pihak penjual (seller)?  Apakah pihak pembeli atau pihak yang mengakuisisi (acquirer)?  Apakah pihak lainnya, yaitu pelaku pasar (market participant)? Di sinilah menurut penulis, IFRS 3 mengambil langkah berbeda, dimana ia memunculkan kata-kata “pelaku pasar”. Hadirnya kata-kata “pelaku pasar”, yang tidak mesti terkait sama sekali dengan pihak penjual atau pihak pengakuisisi, memberikan persepsi yang sama sekali baru dan memberikan makna yang tidak restriktif atas apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas itu “bisnis” atau bukan. Mengapa demikian? Tidak ada penjelasan yang penulis temukan dalam IFRS 3 terkait mengapa pihak pelaku pasar yang dipilih19 . Namun demikian, pilihan ini membawa banyak implikasi menarik. 19 Tentunya prinsip pengukuran (measurement principle) dalam IFRS 3 paragraf 18 yang mewajibkan pihak pengakuisisi mengukur aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih dengan nilai wajar (fair value) pada tanggal akuisisi, ada memberikan kontribusi pada
  • 28. www.futurumcorfinan.com Page 28 Implikasinya sebagai berikut: Implikasi 1: Terkait Kelengkapan Semua Input dan Proses yang Dapat Diterapkan atas Input tersebut Untuk supaya suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi atau diperoleh dapat dikatakan sebagai suatu bisnis, maka rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut tidak perlu mencakup SEMUA komponen input atau proses yang diperlukan untuk menjalankan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut sebagai suatu bisnis. Dengan kata lain, kembali bahwa, suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut tidak mesti “self-sustaining” (ini suatu syarat penting yang mesti dipenuhi dalam EITF Issue No. 98-3). Jika suatu pelaku pasar memiliki kemampuan untuk mengusahakan dan mengelola rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut guna menghasilkan output, baik dengan: (i) mengintegrasikannya dengan input dan proses yang ia miliki; atau (ii) mengusahakan mendapatkannya dari pihak luar (bisa dari industri yang sama atau industri yang berbeda), guna menutupi komponen yang tidak semuanya ada, dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diperoleh, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut tetap dapat disebut sebagai suatu bisnis. Tentunya kalau komponen yang tidak lengkap dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi, komponen ini bisa bersifat “penting” atau juga “tidak penting”:  Kalaupun “penting”, dan komponen yang tidak lengkap tersebut dimiliki oleh pihak pelaku pasar, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang tidak lengkap tersebut, tetap ada kemungkinan disebut sebagai suatu bisnis.  Kalaupun “tidak penting”, dan katakan komponen itu tidak dimiliki oleh para pelaku pasar, namun komponen yang hilang atau tidak lengkap dari rangkaian terpadu dari diperkenalkannya konsep “pelaku pasar” dalam identifikasi suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas sebagai suatu bisnis, dimana kelengkapan output tidak dipersyaratkan. Konsep “pelaku pasar” kemudian dituangkan penjelasannya dalam IFRS 13 Fair Value Measurement.
  • 29. www.futurumcorfinan.com Page 29 aset dan aktivitas tersebut dapat direplikasi atau digantikan 20 , sehingga secara keseluruhan tidak mengganggu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut untuk dapat menghasilkan output, maka tetap ada kemungkinan bisa dikategorikan sebagai suatu bisnis. Kehadiran kata-kata “pelaku pasar” mengakibatkan apakah unsur input atau proses yang tidak lengkap tersebut, pada saat ditransfer, apakah “signifikan” atau tidak, apakah “penting” atau tidak, apakah “major” atau “minor, menjadi tidak relevan lagi. Yang penting, ada input bersama-sama dengan proses [yang diterapkan pada input tersebut] yang bersama-sama dapat dilanjutkan oleh pelaku pasar guna mampu menghasilkan output, pada saat diakuisisi, cukup dapat dikatakan bahwa rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas itu suatu bisnis. Ini bisa dibaca kembali pada BC18 dari IFRS 3 dimana dikatakan: …that a business need not include all of the inputs or processes that the seller used in operating that business if a market participant is capable of continuing to produce outputs, for example, by integrating the business with its own inputs and processes. This clarification also helps avoid the need for extensive detailed guidance and assessments about whether a missing input or process is minor. Namun demikian, penting bagi penulis untuk mengingatkan bahwa komponen yang “penting” atau “tidak penting” yang dibicarakan di atas tetap perlu memperhatikan bahwa komponen tersebut harus digunakan untuk menghasilkan output. Ini secara spesifik disebutkan dalam IFRS 3 bagian Definisi untuk proses, yang penulis kutip kembali dibawah ini: Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an input or inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include strategic management processes, operational processes and resource management processes. These processes typically are documented, but an organized workforce having the necessary skills and experience following rules and conventions may provide the necessary processes that are capable of being applied to inputs to create outputs. (Accounting, billing, payroll and other administrative systems typically are not processes used to create outputs.) (IFRS 3 Appendix A Defined Terms) 20 Apakah dapat digantikan atau direplikasi suatu komponen dari suatu bisnis, tentunya bisa bersifat teknis. Namun di sini, penulis lebih menekankan pada tingkat kesulitannya relatif dalam konteks jangka waktu, tingkat usaha yang diperlukan, dan tingkat biaya atau investasi yang diperlukan.
  • 30. www.futurumcorfinan.com Page 30 Sistem yang bersifat administratif, misalnya akuntansi, penagihan dan penggajian, jelas- jelas tidak secara langsung diperlukan untuk menghasilkan output, tapi lebih merupakan fungsi pendukung saja. Atau umum dikenal sebagai non-revenue generating activities. Masih terkait tidak perlunya kehadiran SEMUA unsur atau komponen hadir dalam rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas, perlu dibaca kembali paragraf B8 IFRS 3: To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to those inputs, which together are or will be used to create outputs…. Kalimat dalam paragraf B8, yang mensyaratkan hadirnya 2 (dua) komponen penting dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut, untuk dapat dikatakan sebagai suatu bisnis, yaitu : “Input” DAN “Proses” yang diterapkan kepada input tersebut [yang secara bersama-sama digunakan atau akan digunakan untuk menghasilkan output], membawa implikasi bahwa: Akuisisi atas suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas yang hanya memiliki input saja, dan walaupun katakan, pihak pelaku pasar memiliki semua proses yang diperlukan untuk mengolah input tersebut, maka rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang dialihkan tersebut TETAP tidak dapat disebut sebagai suatu bisnis. Intinya mesti ada input DAN proses (yang dapat mengolah input lebih lanjut menjadi output di kemudian hari), pada saat diakuisisi. Kalau bisa kita rangkumkan untuk menentukan apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas yang dialihkan tersebut adalah suatu bisnis atau bukan, yaitu apakah: Input dan proses (yang diterapkan atas input) yang diakuisisi, digabungkan dengan input dan proses yang dapat disediakan oleh pelaku pasar lainnya, adalah mampu untuk dijalankan dan dikelola sedemikian rupa, guna menghasilkan output yang diinginkan sesuai dengan tujuan bisnis tersebut. Membicarakan input dan proses, tentunya tidak terlepas dari output atau produk (walaupun untuk suatu kriteria agar dapat disebut sebagai suatu bisnis, kehadiran output tidak merupakan suatu keharusan), maka kita mengenai siklus hidup produk (product life cycle),
  • 31. www.futurumcorfinan.com Page 31 misalnya dalam industri farmasi atau life science, untuk proses sebelum sampai kepada menjadi produk komersial. Kalau rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut semakin jauh dalam siklus hidupnya, maka besar kemungkinan bahwa terdapat pelaku pasar yang akan mampu mengusahakan lebih jauh aset dan aktivitas tersebut untuk menghasilkan output, atau dalam hal ini, akan lebih mudah dikategorikan sebagai suatu bisnis. Sebagai contoh, dalam industri minyak bumi dan gas, the continuum dapat diilustrasikan sebagai berikut21 , dimana dari lahan yang belum dikembangkan sama sekali ke aset yang menghasilkan, dimana ini semakin mungkin disebut sebagai suatu bisnis. Namun demikian, setiap transaksi dan peristiwa dimana terjadi pengalihan perlu tetap dievaluasi berdasarkan masing-masing fakta dan keadaan yang ada. Proses Penulis ingin menyinggung terkait proses, karena justru ini merupakan unsur yang penting supaya suatu input atau sekumpulan aset dapat dikatakan lebih lanjut sebagai suatu bisnis pada saat akuisisi terjadi. Pertama, di dalam IFRS 3, tidak dibicarakan apakah proses yang dimaksud ini dalam suatu bisnis:  merupakan proses yang dikerjakan sendiri oleh pihak penjual (atau pihak yang diakuisisi) atau  bisa mencakup proses di-outsource ke pihak luar. 21 Canadian Association of Petroleum Producers. ECAP. Chartered Professional Accountants Canada. Viewpoints: Applying IFRSs in the Oil and Gas Industry. Mei 2013.
  • 32. www.futurumcorfinan.com Page 32 Namun demikian, menurut hemat penulis, terlepas apakah dikerjakan sendiri oleh pihak internal atau di-outsource ke pihak luar, yang penting, adalah proses itu yang tepat untuk mengolah input, hadir pada saat akuisisi dilakukan. Di sini mesti ada dulu input dan proses, supaya dapat menjadi suatu bisnis. Dan keberadaan “pelaku pasar” menjadi tidak relevan, artinya, kalau cuma terdapat input yang ditransfer pada saat akuisisi, dan diperkirakan bahwa proses kemudian dapat disediakan oleh pihak pelaku pasar, hal ini tetap berarti tidak ada bisnis yang dialihkan. Hal ini karena tetap saja, pada saat dialihkan, yang ada cuma input (atau sekumpulan aset), sehingga tidak memenuhi definisi suatu bisnis. Yang dibicarakan dalam IFRS 3, dalam konteks “pelaku pasar” adalah kalau ada proses atau input yang tidak lengkap atau kurang, dan kekurangan tersebut dapat ditutupi oleh pihak pelaku pasar, misalkan digabung dengan sebagian input dan proses yang sudah dimiliki oleh pihak pelaku pasar lainnya, dan dengan demikian pihak pelaku pasar dapat mengoperasikan serangkaian terpadu dari aktivitas dan aset tersebut secara keseluruhan sebagai suatu bisnis. Namun demikian, sebagaimana pada umumnya, IFRS 3 tidak memberikan suatu pendekatan “bright line” (garis yang jelas), sehingga artinya tetap diperlukan pertimbangan untuk menentukan input dan proses mana yang tidak lengkap tersebut dan sejauh mana ketidaklengkapan tersebut bersifat signifikan namun tetap dapat disediakan oleh pihak pelaku pasar. Jadi kembali, kata kuncinya bisa ditemukan bahwa untuk disebut sebagai suatu bisnis, rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut (mencakup input dan proses) tidak ada kewajiban harus “self-sustaining”. Misalkan, dalam hal akuisisi, pertimbangan sinergi dalam input dan proses masuk sebagai unsur penting yang dipertimbangkan oleh pihak pengakuisisi. Bisa saja dari pertimbangan yang ada, walaupun input dan proses tersebut sudah ada (artinya sudah digunakan oleh pihak penjual), namun oleh pihak pembeli (atau pihak pengakuisisi), diputuskan untuk tidak mengakuisisinya atau tidak dalam bagian yang dialihkan. Misalnya dalam harga akuisisi, tidak dimasukkan, contohnya, sistem pengadaan barang, mengingat pihak pengakuisisi sudah memiliki sistem itu sendiri dan akan disinergikan dengan sistem yang ia miliki, maka tidak dialihkannya sistem pengadaan barang sebagai bagian dari pengalihan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut, bukan berarti rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut itu bukan suatu bisnis. Jadi intinya, pada saat akuisisi, ada kedua unsur, yaitu, input dan proses yang turut dialihkan. Di samping itu, penting dicermati, bahwa pada saat akuisisi terjadi, sudah ada input dan proses yang digunakan untuk mengolah input, terlepas tidak adanya output yang dihasilkan. Itu sudah merupakan suatu bisnis. Lain halnya, misalnya selama ini sudah ada input dan
  • 33. www.futurumcorfinan.com Page 33 proses yang berjalan, misalnya, restoran, tetapi kemudian restoran tersebut ditutup atau berhenti beroperasi, dan hanya tertinggal tanah, bangunan, dan perkakas masak. Apabila diakuisisi, maka pada saat diakuisisi sudah tidak terdapat proses untuk mengolah input yang ada. Ini praktis hanya aset atau sekumpulan aset yang dibeli, dan bukan suatu bisnis, karena tidak ada proses yang berjalan atau turut dialihkan. Walaupun pihak pengakuisisi tetap dapat meneruskan lagi usaha restoran itu untuk menghasilkan jasa restoran berupa penyediaan makanan dan minuman, tapi fakta bahwa pada tanggal akuisisi, tidak ada proses, maka praktis yang diambil, hanya kumpulan aset, dan bukan suatu bisnis. Kedua, membicarakan input, proses dan output dalam suatu bisnis bisa mencakup A hingga Z, dan IFRS 3 tidak secara spesifik melihat sejauh mana input hadir (apakah hanya 1, 2, 3 input). Demikian juga dengan proses. Tapi tentunya proses yang dibicarakan, menurut penulis, ya proses inti atau yang relevan untuk memproses input menjadi output. Proses ini juga bisa hanya 1 proses, atau lebih dari 1 proses. Demikian juga dengan output, apakah hanya 1 output atau lebih dari 1 output. Ini hanya soal kompleksitas asesmen untuk menentukan apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut dapat disebut sebagai suatu bisnis nantinya. Hal ini sangat disadari oleh IFRS 3, karena dalam B9, disebutkan : The nature of the elements of a business varies by industry and by the structure of an entity’s operations (activities), including the entity’s stage of development. Established businesses often have many different types of inputs, processes and sometimes only a single output (product). Nearly all businesses also have liabilities, but a business need not have liabilities. Kalimat terakhir dalam paragraf B9 di atas bahkan menyebutkan bahwa dalam suatu bisnis, tidak selalu ada atau memerlukan kehadiran liabilitas. Dengan demikian, hadirnya liabilitas tidak menjadi kata kunci untuk hadirnya suatu bisnis. Suatu kalimat yang cukup menarik bagi penulis, mengingat bahwa hampir sebagian besar bisnis, “ditopang” oleh liabilitas, misalnya utang usaha (trade payable). Tampaknya semangat supaya tidak ada aturan yang terlalu restriktif atas suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas supaya bisa masuk sebagai suatu bisnis, turut melatar-belakangi hal di atas.
  • 34. www.futurumcorfinan.com Page 34 Implikasi 2: Kegiatan dalam Tahap Pengembangan (Development Stage) Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis, rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset, yang diakuisisi oleh pihak pengakuisisi, pada saat diakuisisi atau ditransfer, tidak perlu mencakup SEMUA input atau proses (yang diterapkan pada input tersebut) yang digunakan oleh pihak penjual untuk menjalankan bisnisnya. Hal ini tetap dimungkinkankan, mengingat persepsi yang diambil, adalah bukan dari sudut pandang pihak pembeli, atau pihak pengakuisisi, namun dari pihak pelaku pasar. Perhatikan bahwa penulis sengaja menggaris-bawahi “yang digunakan oleh pihak penjual” dalam paragraf di atas. Hal ini berarti menjadi tidak relevan lagi: Apakah input dan proses yang selama ini digunakan oleh pihak penjual guna menghasilkan output dan menjalankan bisnis normalnya, perlu untuk SEMUA input dan proses tersebut dialihkan dari pihak penjual kepada pihak pengakuisisi, untuk supaya rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang dialihkan tersebut untuk dapat dikatakan sebagai suatu bisnis. Bisa jadi hanya SEBAGIAN dari input dan proses (yang dapat diterapkan atas input tersebut), yang dialihkan, dan ini masih dimungkinkan memenuhi definisi suatu bisnis menurut IFRS 3. Hal di atas, menurut IFRS, dimungkinkan jika (kembali) seorang pelaku pasar mampu melanjutkan rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset (yang mencakup hanya BEBERAPA INPUT DAN PROSES) yang diakuisisi tersebut, guna diusahakan dan dikelola menghasilkan output. Sebagai contoh, pelaku pasar tersebut mampu mengintegrasikannya dengan input dan proses yang sudah dimilikinya sendiri. Yang penting, ada input dan proses pada saat dialihkan, yang dapat diolah lebih lanjut menjadi output yang mendatangkan hasil atau manfaat ekonomis bagi pihak investor. Tidak hadirnya output (dan pendapatan) pada saat akuisisi tidak menjadi persoalan, karena pihak pengakuisisi tentunya sudah mempertimbangkan hal tersebut, artinya, besar kemungkinan pihak pengakuisisi memiliki akses kepada input dan proses yang diperlukan sehingga dapat dikelola lebih lanjut guna menghasilkan output yang diinginkan. Jadi intinya, ada kemampuan untuk dilanjutkan guna mendatangkan hasil ekonomis. Karena fokusnya pada kemampuan input dan proses tersebut untuk mencapai tujuan bisnis yaitu menghasilkan output yang diinginkan, maka walaupun rangkaian terpadu dari aktivitas
  • 35. www.futurumcorfinan.com Page 35 dan aset tersebut masih dalam tahap pengembangan dan belum memulai aktivitas operasional utamanya yang direncanakan, maka masih dimungkinkan untuk masuk dikatakan sebagai suatu bisnis. Jadi tidak dapat serta merta atau diasumsikan bahwa ia bukan merupakan suatu bisnis. Paragraf di atas membawa konsekuensi, bahwa entitas-entitas dalam tahap pengembangan, dapat disebut sebagai suatu bisnis, sepanjang ada input dan proses, walaupun belum dalam tahapan menghasilkan output. Misalnya, banyak perusahaan-perusahaan yang diakuisisi masih belum memberikan pendapatan atau bahkan belum punya pelanggan, contoh perusahaan-perusahaan yang bergerak di media sosial, namun demikian, perusahaan- perusahaan tersebut sudah memiliki input dan proses yang diperlukan, sehingga memungkinkan menghasilkan pendapatan. Input di sini, bisa mencakup karyawan programmer, HAKI, dan aset tetap, serta riset produk. Proses bisa mencakup proses operasional yang memungkinkan pengembangan dan pemasaran produk-produk. Pihak pengakuisisi atau “pelaku pasar” tentunya dapat mempertimbangkan bahwa input dan proses itu suatu hari akan mendatangkan output dan pendapatan, dan jarak dari titik akuisisi hingga dilihatnya pendapatan, akan saja singkat atau bahkan mengambil waktu beberapa tahun. Ini sangat tergantung kondisi pasar, dan sejauh mana resiko yang berani diambil oleh pihak investor. Adanya transaksi akuisisi sendiri sudah memberikan bukti, bahwa input dan proses tersebut suatu hari akan menjadi output. Kalau tidak, secara logika, mengapa pihak investor bersedia menanamkan uangnya untuk membeli suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang belum tampak produk dan pelanggan/pembeli-nya? Adanya kata-kata “pelaku pasar” membuka dan memungkinkan suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut disebut sebagai suatu bisnis. Serangkaian aktivitas dan aset terpadu dalam tahap pengembangan mendapat tempat khusus dalam IFRS 3, karena disebutkan secara spesifik. An Integrated set of activities and assets in the development stage might not have outputs. If not, the acquirer should consider other factors to determine whether the set is a business. Those factors include, but are not limited to, whether the set: (a) has begun planned principal activities; (b) has employees, intellectual property and other inputs and processes that could be applied to those inputs; (c) is pursuing a plan to produce outputs; and (d) will be able to obtain access to customers that will purchase the outputs.
  • 36. www.futurumcorfinan.com Page 36 Not all of those factors need to be present for a particular integrated set of activities and assets in the development stage to qualify as a business. [paragraf B10] Dicantumkannya kalimat terakhir bahwa TIDAK SEMUA faktor-faktor tersebut (4 faktor) harus terpenuhi dalam serangkaian aktivitas dan aset terpadu tertentu dalam tahap pengembangan, guna memenuhi persyaratan untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis. Apakah ini dapat diartikan bahwa walaupun hanya SALAH SATU FAKTOR dari ke-empat faktor di atas tersebut hadir pada serangkaian aktivitas dan aset terpadu yang dialihkan atau diakuisisi, berarti sudah dipenuhi syarat suatu bisnis? Terkait faktor pertama (a) di atas, bahwa IFRS 3 jelas mendukung pemahaman bahwa suatu serangkaian aktivitas dan aset terpadu semata-mata karena belum memulai atau mengerjakan kegiatan operasional utamanya, tidak dapat serta merta diasumsikan bahwa ia tidak dapat masuk sebagai suatu bisnis, sudah disebutkan di atas. Namun yang menarik bagi penulis, adalah faktor kedua, yaitu (b) di atas, yaitu kehadiran karyawan, hak kekayaan intelektual dan input dan proses lainnya yang dapat diterapkan pada input tersebut. Secara khusus, penulis ingin menyinggung soal kehadiran karyawan, yang turut “dialihkan” pada saat akuisisi dilakukan, karena bisa terindikasi hadirnya goodwill (=accounting black hole). Kumpulan Tenaga Kerja (Assembled Workforce) bagian dari Goodwill? IFRS 3 secara khusus memberikan satu paragraf dalam Application Guidance (berjudul “Assembled workforce and other items that are not identifiable”) terkait kumpulan tenaga kerja sebagai item yang tidak teridentifikasi dalam suatu akuisisi. Walaupun tenaga kerja terorganisir jelas merupakan bagian dari unsur proses dalam suatu bisnis yang dapat menghasilkan output, ternyata secara satu kumpulan tenaga kerja, ia tidak dapat teridentifikasi secara terpisah dari goodwill dan dimasukkan sebagai bagian dari goodwill. Ini perlu sekali dicermati, karena dalam begitu hadirnya goodwill dalam suatu transaksi atau peristiwa, maka rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut diasumsikan sebagai suatu bisnis, sebagaimana diindikasikan dalam paragraf B12 dari IFRS 3:
  • 37. www.futurumcorfinan.com Page 37 In the absence of evidence to the contrary, a particular set of assets and activities in which goodwill is present shall be presumed to be a business. However, a business need not have goodwill. [paragraf B12 IFRS 3] Terjemahan bebas: Dalam hal tidak ada bukti sebaliknya, rangkaian aset dan aktivitas tertentu yang mempunyai goodwill dianggap sebagai suatu bisnis. Tetapi, sesuatu bisnis tidak harus mempunyai goodwill. Artinya, kalau ada goodwill, itu pasti suatu bisnis. Namun untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis, tidak memerlukan kehadiran goodwill. Pertanyaan yang relevan adalah apakah ini berarti hadirnya “assembled workforce” yang turut dialihkan, berarti hadirnya goodwill? Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan terlebih dahulu arti dari “assembled workforce”. Tenaga kerja ada tercantum dalam definisi tentang Proses, suatu unsur yang penting untuk suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas dapat dikatakan sebagai suatu bisnis. Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an input or inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include strategic management processes, operational processes and resource management processes. These processes typically are documented, but an organized workforce having the necessary skills and experience following rules and conventions may provide the necessary processes that are capable of being applied to inputs to create outputs. (Accounting, billing, payroll and other administrative systems typically are not processes used to create outputs.) (IFRS 3 Appendix A Defined Terms) The acquirer subsumes into goodwill the value of an acquired intangible asset that is not identifiable as of the acquisition date. For example, an acquirer may attribute value to the existence of an assembled workforce, which is an existing collection of employees that permits the acquirer to continue to operate an acquired business from the acquisition date (catatan: ini definisi assembled workforce). An assembled workforce does not represent the intellectual property of the skilled workforce – the (often specialized) knowledge and experience that employees of an acquire bring to their jobs. Because the
  • 38. www.futurumcorfinan.com Page 38 assembled workforce is not an identifiable asset to be recognized separately from goodwill, any value attributed to it is subsumed into goodwill. [paragraf B37 IFRS 3] Digunakannya kata “assembled” dalam “assembled workforce” di sini berarti kumpulan tenaga kerja, sehingga perlu dibedakan dengan karyawan individual yang memiliki kontrak kerja (kontrak kerja sendiri adalah aset tak berwujud22 ) dengan perusahaan. Karena yang disebut adalah kumpulan tenaga kerja secara keseluruhan - yang tentunya pada umumnya tidak dikenal adanya kontrak kerja secara keseluruhan, dan sebaliknya yang ada, kontrak kerja masing-masing karyawan dengan perusahaan - maka kumpulan tenaga kerja tersebut tidak dapat dipisahkan, sehingga ia masuk sebagai bagian dari goodwill. Kontrak kerja dapat dikatakan bersifat individual, dan bukan kolektif. Salah satu pertimbangan mengapa kumpulan tenaga kerja tidak menjadi suatu aset teridentifikasi yang dapat dipisahkan dari goodwill, adalah dapat ditemukan dalam paragraf 15 International Accounting Standard 38 Intangible Assets (atau di Indonesia, PSAK No. 19 (revisi 2009) tentang Aset Takberwujud), yaitu unsur “pengendalian” (control) oleh perusahaan yang relatif rendah. An entity may have a team of skilled staff and may be able to identify incremental staff skills leading to future economic benefits from training. The entity may also expect that the staff will continue to make their skills available to the entity. However, an entity usually has 22 IFRS 3 Illustrative Examples paragraf IE37 Employment contracts that are beneficial contracts from the perspective of the employer because the pricing of those contracts is favorable relative to market terms are one type of contract-based intangible asset. Namun demikian, pengakuan kontrak kerja sebagai suatu aset (atau liabilitas) tak berwujud kemungkinan jarang dilakukan, mengingat bahwa pihak karyawan dapat memilih mengakhiri hubungan kerja sewaktu-waktu atau dalam periode pemberitahuan yang relatif singkat (misalnya 1 bulan atau 3 bulan), kontrak kerja biasanya juga tidak dapat dipaksakan. Katakan sekumpulan tenaga kerja memiliki apa yang dikatakan perjanjian serikat buruh atau perjanjian kolektif (collective bargaining agreement), namun perjanjian demikian pada umumnya berisi butir-butir kesepakatan akan tarif upah atau gaji, pengaturan jam kerja, uang lembur, hak cuti tahunan, dan sebagainya, dan bukan suatu perjanjian yang mengikat baik pihak karyawan maupun pihak pemberi kerja dalam suatu kontrak hubungan kerja dalam periode tertentu. Pihak karyawan tetap dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri atau berhenti berkerja di satu pihak, atau di pihak pemberi kerja, dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Karena hal ini, perjanjian demikian, sama seperti kumpulan tenaga kerja, tidak ada aset tak berwujud yang diakui secara terpisah terkait karyawan-karyawan yang dicakup dalam perjanjian demikian. Namun demikian, IAS 38 memungkinkan bahwa suatu collective bargaining agreement dapat diakui sebagai suatu aset (atau liabilitas) tak berwujud secara terpisah jika persyaratan dari perjanjian tersebut adalah menguntungkan atau tidak menguntungkan ketika dibandingkan dengan persyaratan yang ada di pasar.
  • 39. www.futurumcorfinan.com Page 39 insufficient control over the expected future economic benefits arising from a team of skilled staff and from training for these items to meet the definition of an intangible asset. For a similar reason, specific management or technical talent is unlikely to meet the definition of an intangible asset, unless it is protected by legal rights to use it and to obtain the future economic benefits expected from it, and it also meets the other parts of the definition. Dari paragraf 15 IAS 38 tampak bahwa suatu entitas pada umumnya atau biasanya dianggap tidak dapat menjalankan (atau memastikan adanya) pengendalian atas manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari tenaga kerja (bahkan dari tenaga kerja trampil sekalipun), sehingga relatif sulit untuk dikategorikan sebagai suatu aset tak berwujud. Pengertian “pengendalian” sendiri disebutkan dalam paragraf 13 IAS 38, sebagai berikut: An entity controls an asset if the entity has the power to obtain the future economic benefits flowing from the underlying resource and to restrict the access of others to those benefits. The capacity of an entity to control the future economic benefits from an intangible asset would normally stem from legal rights that are enforceable in a court of law. In the absence of legal rights, it is more difficult to demonstrate control. However, legal enforceability of a right is not a necessary condition for control because an entity may be able to control the future economic benefits in some other way. Sedangkan “manfaat ekonomis masa depan” yang dibicarakan di atas dijelaskan dalam paragraf 17 IAS 38: The future economic benefits flowing from an intangible asset may include revenue from the sale of products or services, cost savings, or other benefits resulting from the use of the asset by the entity. For example, the use of intellectual property in a production process may reduce future production costs rather than increase future revenues. Kalau bisa kita lihat keseluruhan dari bacaan di atas, pertimbangan bahwa baik pihak pemberi kerja maupun pihak karyawan dapat memutuskan hubungan kerja yang ada, sekalipun ada kontrak kerja, setiap waktu dengan pemberitahuan yang sesuai dengan praktik dalam industri yang bersangkutan. Tidak ada jaminan terkait bahwa pihak tenaga
  • 40. www.futurumcorfinan.com Page 40 kerja akan terus berkarya dalam suatu perusahaan23 , dan sebaliknya, pihak pemberi kerja tidak dapat juga menjanjikan hubungan kerja akan terus berlangsung. Penyebabnya bisa dari kondisi keuangan perusahaan sendiri atau kondisi ekonomi secara keseluruhan, misalnya turunnya permintaan dan harga komoditas tertentu yang kemudian mempengaruhi secara signifikan atas pendapatan perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk menutupi biaya-biaya tetap yang ada. Apalagi kalau dikaitkan dengan “kumpulan tenaga kerja” yang kemungkinan tidak memiliki kontrak kerja secara kolektif, sehingga tidak dapat diakui sebagai suatu aset tak berwujud secara terpisah. Dengan kata lain, ia tidak memenuhi baik kriteria “dapat dipisahkan (separability)” atau “contractual-legal (timbul dari kontrak atau hak legal lainnya)”24 guna pengakuan sebagai suatu aset tak berwujud teridentifikasi. Masih terkait hal ini dan kaitannya dengan goodwill, untuk aset yang tidak dapat teridentifikasi secara terpisah, menarik membaca paragraf 11 IAS 38: The definition of an intangible asset requires an intangible asset to be identifiable to distinguish it from goodwill. Goodwill recognized in a business combination is an asset representing the future economic benefits arising from other assets acquired in a business combination that are not individually identified and separately recognized. The future economic benefits may result from synergy between the identifiable assets acquired or form assets that, individually, do not qualify for recognition in the financial statements. Karena kumpulan tenaga kerja bukan merupakan suatu aset yang dapat teridentifikasi secara terpisah maka ia dimasukkan sebagai bagian dari goodwill25 . Hal ini ditegaskan dalam paragraf BC178 dari IFRS 3, sebagaimana dikutip di bawah ini: 23 A corporate shareholder votes with a hand but…an employee votes with her/his foot. 24 International Accounting Standar 38 Intangible Assets paragraf 12. 25 Perlu juga diperhatikan paragraf BC180 IFRS 3: In most jurisdictions, the employer usually “owns” the intellectual property of an employee. Most employment contracts stipulate that the employer retains the rights to and ownership of any intellectual property created by the employee….In other words, the prohibition of recognizing an assembled workforce as an intangible asset does not apply to intellectual property; it applied only to the value of having a workforce in place on the acquisition date so that the acquirer can continue the acquiree’s operations without having to hire and train a workforce.
  • 41. www.futurumcorfinan.com Page 41 …Because an assembled workforce is a collection of employees rather than an individual employee, it does not arise from contractual or legal rights. Although individual employees might have employment contracts with the employer, the collection of employees, as a whole, does not have such a contract. In addition, an assembled workforce is not separable, either as individual employees or together with a related contract, identifiable asset or liability. An assembled workforce cannot be sold, transferred, licensed, rented or otherwise exchanged without causing disruption to the acquirer’s business. In contrast, an entity could continue to operate after transferring an identifiable asset. Therefore, an assembled workforce is not an identifiable intangible asset to be recognized separately from goodwill. Jadi kalau boleh disimpulkan, meskipun pihak karyawan individual kemungkinan memiliki perjanjian atau kontrak kerja dengan pihak yang diakuisisi, dimana, setidak-tidaknya secara teoritis, dapat secara terpisah diakui dan diukur, namun sekumpulan tenaga kerja dapat dikatakan besar kemungkinan tidak memiliki kontrak semacam ini. Karena itu, sekumpulan tenaga kerja tidak memenuhi kriteria kontraktual-legal sebagaimana diwajibkan oleh IAS 38 (tentang Intangible Assets) untuk dapat diakui secara terpisah. Selain itu, IASB berkesimpulan bahwa sekumpulan tenaga kerja tidak dianggap dapat dipisahkan tersendiri untuk diukur dan diakui, karena ia tidak dapat dijual atau dialihkan tanpa mengakibatkan gangguan pada bisnis pihak pengakuisisi [baca IFRS 3 paragraf BC178 di atas]. Sebagai akibatnya, dalam suatu kombinasi bisnis ataupun akuisisi aset, sekumpulan tenaga kerja bukan merupakan suatu aset tak berwujud yang dapat teridentifikasi, yaitu dapat secara terpisah diakui tersendiri. Dengan demikian, apapun nilai yang dapat diatribusikan pada sekumpulan tenaga kerja, nilai tersebut akan dimasukkan ke dalam goodwill. Kumpulan Tenaga Kerja dan Kehadiran “Pelaku Pasar” Mengingat bahwa menjalankan suatu bisnis memerlukan personel atau sumber daya manusia, dan walaupun pada umumnya, dapat dikatakan identifikasi atas sumber daya manusia atau tenaga kerja secara relatif tidak sulit untuk dilakukan, mana yang merupakan kumpulan tenaga kerja, dan mana yang merupakan proses, walaupun pada umumnya tenaga kerja sangat terkait dan merupakan bagian [integral] dari proses suatu bisnis. Namun untuk dikatakan sebagai suatu bisnis, maka tenaga kerja saat ini yang dipekerjakan oleh pihak penjual dalam proses bisnisnya menjadi tidak relevan. Kembali, munculnya kata-kata “pelaku pasar” memberikan implikasi bahwa untuk menjalankan aktivitas dan mengolah input tersebut sehingga menghasilkan output, tidak mesti menggunakan tenaga kerja saat
  • 42. www.futurumcorfinan.com Page 42 ini yang dipekerjakan. Pihak pengakuisisi atau pembeli ataupun pelaku pasar dapat saja menghentikan kontrak kerja yang ada karena tidak memerlukan tenaga kerja saat ini, dan kemudian menggantinya dengan tenaga kerja yang dimiliki oleh pihak pengakuisisi, atau bahkan memperkerjakan tenaga kerja yang baru. Kumpulan Tenaga Kerja, Goodwill dan Bisnis Mengingat sekumpulan tenaga kerja bukan merupakan aset teridentifikasi yang diakui secara terpisah dari goodwill, maka walaupun kumpulan tenaga kerja tersebut dapat dipisahkan atau diidentifikasi secara terpisah dari input lain dan proses lainnya, maka setiap nilai yang diatribusikan pada kumpulan tenaga kerja tersebut dimasukkan ke dalam goodwill [paragraf B37 IFRS 3]. Terdapat beberapa pertanyaan yang cukup relevan melihat kaitan antara kumpulan tenaga kerja, goodwill dan bisnis.  Apakah hadirnya sekumpulan tenaga kerja, berarti hadirnya goodwill, dan ini berarti hadirnya suatu bisnis?26  Apakah berarti hadirnya assembled workforce, dimana pengalihan suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas, juga mencakup sekumpulan tenaga kerja27 , yang tinggal dipergunakan atau dipekerjakan oleh pihak pengakuisisi, tanpa perlu direkrut dan menjalani pelatihan kembali secara signifikan, berarti hal ini telah ada goodwill, dan dengan demikian telah ada bisnis yang dialihkan? Atau dengan pertanyaan sedikit berbeda: Bagaimana jika rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi dan berikut dengan karyawan atau tenaga kerja (termasuk kontrak kerja masing-masing karyawan) yang ada, turut dialihkan, apakah ini ada indikasi bahwa suatu bisnis telah diakuisisi? Namun, bagaimana, jika hanya sebagian tenaga kerja yang turut diperkerjakan oleh pihak pengakuisisi (atau pihak pembeli)? 26 Namun di lain pihak, perlu menjadi catatan bahwa ketidakhadiran goodwill dalam rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas yang dialihkan, bukan berarti, dapat serta merta dinyatakan bahwa ia bukan merupakan suatu bisnis (paragraf B12 IFRS 3). 27 Kumpulan tenaga kerja diartikan sebagai kumpulan karyawan yang ada, yang memungkinkan pihak pengakuisisi untuk melanjutkan operasi bisnis yang diakuisisi, sejak tanggal akuisisi (paragraf B37 IFRS 3).
  • 43. www.futurumcorfinan.com Page 43  Bagaimana dalam hal, ada input dan proses yang dialihkan, namun tidak ada sama sekali tenaga kerja atau karyawan (dari input dan proses sebelumnya yang dipakai) yang tidak diperkerjakan? Hal ini dimungkinkan mengingat pihak pengakuisisi sudah memiliki karyawan sendiri dengan kompetensi yang diharapkan akan mampu menjalankan proses dan aktivitas atas input guna memproduksi output. Jadi kalau tidak ada karyawan yang dipertahankan, tidak otomatis dapat disimpulkan bahwa rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut bukan merupakan suatu bisnis. Namun demikian, dalam banyak transaksi merger & acquisition, anggota manajemen kunci dalam suatu bisnis, dengan kata lain, yang dapat membuat bisnis tetap “tick” (atau tetap bergerak), akan banyak dipertahankan, minimal untuk beberapa tahun ke depan, hingga proses sinergi dapat tercipta sebagaimana diharapkan.  [paragraf B37 IFRS 3 menyebutkan “….. setiap nilai yang diatribusikan pada kumpulan tenaga kerja tersebut dimasukkan ke dalam goodwill”, di sini pertanyaannya, dalam praktik, apakah wajib bisa didistribusikan nilai kepada sekumpulan tenaga kerja tersebut? Bagaimana kalau dalam fakta yang ada, tenaga kerja itu tidak diatribusikan nilai, artinya, bisa jadi pihak penjual dengan sukarela memberikan dan menyerahkan tenaga kerja tersebut kepada pihak pengakuisisi mengingat, misalnya, karena tidak memerlukan mereka lagi? Dalam kejadian demikian, menurut hemat penulis, secara implisit, tetap ada nilai yang bisa dilekatkan pada sekumpulan tenaga kerja tersebut, minimal dapat digunakan acuan perhitungan kewajiban uang pensiun atau pemutusan hubungan kerja.  Walaupun tidak banyak yang dijelaskan dalam IFRS 3, tapi apakah lalu dapat diartikan bahwa pada umumnya, perusahaan-perusahaan dalam tahap pengembangan yang memiliki tenaga kerja yang memiliki kemampuan untuk membuat produk, dapat dianggap sebagai suatu bisnis? Tampaknya demikian, kalau melihat faktor-faktor yang disebutkan dalam paragraf B10 dari IFRS 3, dimana ada disebutkan soal “karyawan”. Kembali ke Goodwill Hal-hal di atas tetap akan membawa kita pada pertanyaan : Bagaimana kita tahu ada kehadiran goodwill? Yang menarik adalah bahwa soal kehadiran goodwill ini turut diperhitungkan untuk menentukan apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut itu suatu bisnis.
  • 44. www.futurumcorfinan.com Page 44 Kalau ada goodwill hadir dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut, maka diasumsikan bahwa suatu bisnis ada. Kecuali, kalau dapat dibuktikan bahwa asumsi ini tidak benar. Lalu drayman kita tahu bahwa goodwill ada dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut? Goodwill didefinisikan sebagai berikut: An asset representing the future economic benefits arising from other assets acquired in a business combination that are not individually identified and separately recognized. [Appendix A Defined Terms IFRS 3] Terjemahan bebas: Suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset lainnya yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah. Walaupun terdapat definisi goodwill, namun pendekatan IFRS 3 tetap mengacu ke perhitungan28 , dimana disebutkan bahwa paragraf 32: Pihak pengakuisisi mengakui goodwill pada tanggal akuisisi yang diukur sebagai SELISIH LEBIH (a) atas (b) di bawah ini (terjemahan paragraf 32 IFRS 3): (a) nilai agregat dari: (i) imbalan yang dialihkan yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini, yang pada umumnya mensyaratkan nilai wajar tanggal akuisisi. (ii) jumlah setiap kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini; dan (iii) untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap, nilai wajar pada tanggal akuisisi, kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki oleh pihak pengakuisisi pada pihak yang diakuisisi. (b) selisih jumlah dari aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih pada tanggal akuisisi, yang diukur sesuai Pernyataan ini. 28 Kemungkinan ini untuk menghindar “debat kusir” terkait ada atau tidak adanya goodwill, melihat begitu bervariasinya interpretasi atas goodwill (lihat paragraf BC312-BC327 IFRS 3).
  • 45. www.futurumcorfinan.com Page 45 [insert gambar] Contoh: Katakan total nilai wajar dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi adalah sebesar Rp 10 milyar, dan nilai wajar dari aset neto (sesudah dikurangi liabilitas) yang teridentifikasi adalah Rp 7 milyar, maka adanya selisih lebih ini - yang berupa goodwill - menciptakan asumsi bahwa rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi itu adalah suatu bisnis. Dari penegasan di atas, dapat terlihat bahwa kehadiran goodwill dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi, memberikan implikasi bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut adalah suatu bisnis. Dan ini juga secara tidak langsung, menyatakan bahwa, kalaupun ada input dan proses yang tidak ada (namun goodwill hadir dalam perhitungan di atas), besar kemungkinan input dan proses yang tidak ada itu akan mampu untuk mencegah input dan proses yang ada untuk terus dilanjutkan menghasilkan output dan mendatangkan hasil ekonomis, baik dalam bentuk dividen, biaya yang lebih rendah atau manfaat ekonomi lainnya secara langsung kepada investor atau pemilik, anggota atau peserta/partisipan lainnya. Menurut penulis, maksud dari dikaitkan kehadiran goodwill langsung kepada cara penentuan perhitungan goodwill yaitu apabila ada selisih lebih (a) atas (b), ada maksud yang lebih jauh. Yaitu goodwill, sebagai suatu aset yang diakui oleh pihak pengakuisisi dan wajib diukur sebagai suatu residual (=the excess of one amount over another), akan hanya dapat hadir, kalau hal-hal yang disebutkan dalam point (b) di atas juga sudah dikerjakan dengan benar, yaitu apabila semua aset berwujud dan aset tak berwujud dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut telah secara spesifik diidentifikasi, diakui dan secara benar dinilai, terlepas apakah aset tersebut diakui atau tidak sebelumnya dalam pembukuan pihak yang diakuisisi. Hal-hal ini mesti dikerjakan SEBELUM MENENTUKAN apakah goodwill hadir atau ada (baca paragraf 36 IFRS 3). Mengapa demikian? Ini dapat disimpulkan secara tidak langsung dari 2 (dua) prinsip yang dimunculkan dalam IFRS 3, yaitu: 1) Prinsip Pengakuan (recognition principle)
  • 46. www.futurumcorfinan.com Page 46 As of the acquisition date, the acquirer shall recognize, separately from goodwill, the identifiable assets acquired, the liabilities assumed and any non-controlling interest in the acquire….(paragraf 10 IFRS 3) Terjemahan bebas: Pada tanggal akuisisi, pihak pengakuisisi mengakui, secara terpisah dari goodwill, aset teridentifikasi yang diperoleh, liabilitas yang diambil-alih, dan kepentingan nonpengendali pihak yang diakuisisi. … The acquirer’s application of the recognition principle and conditions may result in recognizing some assets and liabilities that the acquire had not previously recognized as assets and liabilities in its financial statements. For example, the acquirer recognizes the acquired identifiable intangible assets, such as a brand name, a patent or a customer relationship, that the acquire did not recognize as assets in its financial statements because it developed them internally and charged the related costs to expense. (paragraf 13 IFRS 3) Terjemahan bebas: Penerapan prinsip dan ketentuan pengakuan oleh pihak pengakuisisi dapat menyebabkan pengakuan suatu aset dan liabilitas yang sebelumnya tidak diakui oleh pihak yang diakuisisi sebagai aset dan liabilitas dalam laporan keuangannya. Misalnya, pihak pengakuisisi mengakui aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi yang diperoleh, seperti merek, paten atau hubungan pelanggan, yang tidak diakui oleh pihak yang diakuisisi sebagai aset dalam laporan keuangannya karena pihak yang diakuisisi mengembangkannya secara internal dan memperlakukan biaya terkait sebagai beban. 2) Prinsip Pengukuran (measurement principle) The acquirer shall measure the identifiable assets acquired and the liabilities assumed at their acquisition-date fair values. (paragraf 18 IFRS 3) Terjemahan bebas: Pihak pengakuisisi mengukur aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih pada nilai wajar pada tanggal akuisisi.